Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG KISAH DESI, SI PRIMADONA KAMPUNG

Prahara

***

Semalam Desi dan Jefri tiba sekitar pukul 10 malam di rumah. Jadilah pagi ini dia bangun terlalu siang. Saat membuka mata, Rohman terlihat sedang mengganti pakaian di depan lemari.

Rohman melihat ke arah Desi yang baru saja membuka mata. “Selamat pagi,” sapanya.

“Hmmm. Pagi juga.”

“Capek ya jalan-jalan kemarin?”

“Ya begitulah. Keluar masuk rumah warga.”

“Hari ini dilanjut?”

“Iya.”

“Berangkat jam berapa?”

“Mungkin agak siang.”

“Mas mau ke kota. Mau ngurus jual beli tanah.”

“Sama siapa?” tanya Desi. Pertanyaan mengandung nada kecurigaan.

“Sendiri aja.”

“Yasudah hati-hati, Mas.”

“Iya,” jawab Rohman. “Oh ya, mas minta parfummu ya? Mas lupa mau beli.”

“Tuh ambil di tas kecil.” Desi menunjuk tas kecil yang ada di depan meja rias.

Rohman segera menuju ke tas kecil yang dimaksud dan mulai membukanya. Tapi suatu pemandangan mengejutkan Rohman: ada sebuah celana dalam pria dalam tas kecil itu. Ya, Desi lupa dan tidak menyadari apa yang disimpan dalam tas itu.

“Ini apa?” tanya Rohman sambil memperlihatkan CD itu pada Desi.

Duuuaaarrrr!!!

Hati Desi benar-benar ingin lepas. Ia tak tahu harus berbuat dan berbicara apa. Ia begitu lalai dengan barang itu. Desi pun tak tahu lagi bagaimana menghadapi kejadian itu.

“Ee....ituu....ituu...”

“Ini celana dalam pria kan?” tanya Rohman.

“Mas...iittuu....ee...” Desi benar-benar menjadi gugup dan gagap. Tak bisa menjawab. Otaknya seketika buntuk tak punya alasan.

“Kenapa ada CD laki-laki di tasmu?”

“Mass...biar aku jelasin...” Desi coba menenangkan. Namun otaknya tak kunjung menemukan jawaban.

“Tunggu....jangan bilang kalau kamu....”

“Ngga, Mas. Ini cuma salah paham.”

“KAMU SELINGKUH?!” bentak Rohman pada Desi. Desi terkejut dengan sikap suaminya itu. Baru kali ini dia bersikap demikian padanya. Ia benar-benar tidak menyangka.

“Kamu selingkuh?” tanya Rohman sekali lagi sambil berteriak. Desi kini benar-benar telah tertangkap basah.

“Berani-beraninya kamu ya!” ucap Roham. “Tega-teganya kamu.”

“Mas, dengerin dulu....” ucap Desi sambil menenangkan. Air matanya sudah mengalir.

“Tega kamu sama suamimu?!”

Desi mulai menangis. Air matanya mulai deras mengucur.

“Kalau kamu tidak nikah denganku, kamu bukan siapa-siapa!!”

Deg. Desi benar-benar tidak menyangka bahwa Rohman akan mengucapkan demikian. Hati Desi langsung seperti disayat belati. Sakit. Sekali lagi ia tak menyangka suaminya punya pemikiran seperti itu.

“Ya. Aku memang bukan siapa-siapa. Asal kamu tahu. Aku menikah bukan karena aku sayang sama kamu. Tapi demi orang tua. Sedikit pun aku tak punya rasa sayang padamu.”

Tiba-tiba tangan Rohman sampai pada pipi Desi. Sebuah tamparan mendarat di wajahnya.

“Tampar lagi!! Ayo!! Mau tau juga aku selingkuh atau tidak? Ya. Aku selingkuh. Kenapa aku selingkuh? Karena kamu tidak bisa memuaskan aku. Kamu lemah. Bahkan kamu tidak bisa memberikan aku seorang anak.”

“Kamu yang tidak bisa!” balas Rohman.

“Kamu sejak dulu selalu takut untuk periksa ke dokter kan? Kamu takut menerima kenyataan bahwa mungkin kamu mandul.”

Wajah Desi sudah dipenuhi dengan air matanya yang terus mengalir. Ini adalah prahara rumah tangganya yang tak pernah dia duga sebelumnya. Meski harus ia akui bahwa ini karena kesalahannya. Tapi mungkin ada baiknya juga hal ini terjadi karena ia jadi bisa mengungkapkan apa yang selama ini ia pendam.
Keduanya terdiam. Saling merenungi apa yang baru saja terjadi. Rohman mulai menyadari bahwa tamparannya itu salah. Desi pun menyadari bahwa ucapannya pada Rohman mungkin akan menyakiti hati suaminya itu.

Rohman lalu melangkah keluar kamar. Lalu tak lama terdengar suara mobil yang meninggalkan rumah. Desi bangkit lalu duduk di atas tempat tidur. Ia masih terus menangis.

Semua orang yang ada di rumah itu tentunya pasti mendengar pertengkaran Desi dan Rohman. Sebab suaranya sangat keras.

Jefri yang hari itu berencana akan kembali melanjutkan penelitian, jadi tidak enak untuk mengajak Desi. Tak terkecuali Pak Burhan yang juga mendengar pertengkaran itu. Bapak mertuanya itu menghampiri Desi yang ada di kamarnya.

“Ada apa, Des?” tanya Pak Burhan.

Desi tidak menjawab dan masih terus menangis.
“Bapak tadi sempat denger pertengkaran kalian. Ada masalah apa?”

Desi hanya menggelengkan kepala. Memberi isyarat.

“Baiklah. Tenangkan diri kamu dulu.”

***

Rohman sendiri pergi keluar entah ke mana. Dia tak jadi mengurus soal jual beli tanah. Ia membatalkan agenda itu dengan mitranya. Tiba-tiba ia kepikiran dengan Abdul. Mungkin dia bisa bercerita padanya karena ia juga punya pengalaman yang sama meski baru sebatas seorang tunangan.

Abdul memang sedang berada di rumah saat itu. Rohman pun langsung diterima oleh Abdul di rumahnya.

“Ada apa nih?” tanya Abdul.

“Aku lagi kacau.”

“Wah. Wah. Kenapa, bos?”

Rohman terdiam sejenak. “Rumah tanggaku sepertinya akan hancur.”

“Hah?!” Abdul terkejut. “Maksud kamu apa?”

“Desi. Istriku.”

“Kenapa?”

“Dia selingkuh?”

“Hah?! Serius kamu?” Abdul kembali terkejut mendengar ucapan Rohman. Rohman mengangguk. “Dengan siapa?”

“Aku ngga tahu,” jawab Rohman. “Aku menemukan sebuah CD pria di dalam tasnya. Padahal itu bukan celanaku.”

CD? CD pria?

Abdul langsung teringat pada kejadian di kamar mandi terakhir Desi dan Rohman ke rumahnya. Jangan-jangan CD itu adalah mililnya, pikir Abdul.
“Desi mengakui sendiri?”

Rohman mengangguk.

Abdul berpikir, jika Desi mengatakan bahwa ia berselingkuh, apakah hanya berciuman saja itu disebut selingkuh? Jika tidak, dengan siapa ia berselingkuh dan CD siapa itu? Tapi Abdul yakin bahwa itu adalah CD miliknya.

“Kamu tenangin pikiran dan dirimu dulu sekarang. Jangan coba ambil keputusan apa pun terlebih dahulu.”

“Tapi tidak ada jalan keluar lagi,”

“Menurutku, perselingkuhan di dalam sebuah keluarga itu karena kurangnya komunikasi dan kejujuran di antara suami dan istri.”

Rohman terdiam mendengar kata-kata Abdul. Dalam hatinya, ia mulai menyadari perkataan Abdul ada benarnya.

“Biar nanti aku coba bantu ngomong dengan Desi ya?”

“Buat apa?”

“Supaya semuanya kembali baik aja.”

Rohman lagi-lagi diam dan tak menjawab.

***

Jefri memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar Desi. Ia ingin pamit pada Desi bahwa ia akan berangkat sendiri.

“Mbak, saya mau berangkat sendiri ya. Mbak Desi istirahat dulu aja.”

Desi baru ingat bahwa hari ini dia ada janji dengan Jefri untuk kembali mengantarkannya lagi.

“Oh iya, mbak lupa.” Tiba-tiba Desi bangkit dari tempat tidur. “Gapapa. Biar mbak antar saja. Lagian mbak sumpek kalau di rumah terus.”

“Jangan, mbak. Jefri bisa kok.”

“Gapapa. Mbak kan udah janji.”

“Beneran gapapa?”

“Iya,” jawab Desi. “Kamu tunggu di luar dulu. Mbak mau mandi dan siap-siap.”

Tak lama kemudian, keduanya sudah siap untuk melanjutkan penelitian Jefri. Selama di perjalanan, Jefri tak banyak bicara. Ia tak berani untuk memulai percakapan dengan Desi. Tapi justru Desilah yang memulainya terlebih dahulu.

“Kamu tadi denger pertengkaran kami?”

“Iya, mbak. Maaf.”

“Ngga. Kamu ga salah. Kenapa harus minta maaf?”

“Ga enak aja, mbak.”

“Gapapa kok, Jef. Ya begitulah namanya rumah tangga,” ucap Desi. Rohman hanya mengangguk saja. Bingung hendak menjawab apa. “Kamu dengar juga apa yang kami permasalahkan?”

“Ehh....ngga, mbak.”

“Serius?”

“Ya sedikit aja sih, mbak.” Akhirnya Jefri mengaku.

“Apa yang kamu dengar?”

“Ada kata selingkuh kalau tidak salah.”

Desi lalu tak menjawab apa-apa. Hanya diam.
Mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka. Rencananya mereka akan menyelesaikan penelitian di desa terjauh itu.

***

Gadis tetap memilih di rumah saja. Sebenarnya dia ingin ikut tapi melihat suasana hati Desi sedang tidak nyaman, maka ia pun tinggal di rumah. Rumah saat itu sedang sepi. Pak Burhan sibuk menjaga Bu Sulastri. Jumi meminta ijin pada Pak Burhan untuk keluar sebentar. Sementara Sapto sibuk di halaman belakang.

Untuk membunuh rasa bosannya, Gadis pergi ke belakang rumah menemui Sapto.

“Hai, Mas, lagi apa?”

“Hei,” sahut Sapto. “Ini lagi bersihin rumput, mbak.”

“Saya bantu ya, Mas?”

“Ga usah, mbak. Nanti kotor. Mbak duduk aja.”

Gadis lalu menemani Sapto mengerjakan pekerjaannya. Sapto hanya mengenakan kaos dan celana bola pendek. Pahanya yang kekar terlihat oleh Gadis.

“Mas, tadi denger Mbak Desi dan Mas Rohman bertengkar, ngga?”

“Iya, mbak. Kasihan.”

“Saya denger tadi, ada kata-kata selingkuh gitu, Mas.”

“Ah, yang bener?” tanya Sapto. Seperti terkejut.

“Iya, Mas.”

Sapto pun terdiam. Dalam hatinya ia mulai menduga-duga apakah hubungan gelapnya dengan Desi sudah diketahui oleh Rohman.

“Mas...” sapa Gadis karena melihat Jefri melamun. “Kok bengong?”

“Gapapa kok.”

“Mas ga ada rencana mau ke sungai lagi? Kalau iya, saya mau ikut, Mas. Bosan di rumah.”

“Hmm. Mungkin nanti sore.”

“Baiklah, Mas.”

***

Desi dan Jefri baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka. Akhirnya penelitian di desa terjauh itu rampung juga. Karena masih banyak waktu luang, Desi pun meminta Jefri untuk jalan-jalan sebentar. Melepas penat.

“Ke mana, mbak?”

“Ya cari tempat yang sepi dan menenangkan.”

“Boleh.”

“Mbak mau melepas suntuk.”

Mereka pun memilih satu tempat yang sepi dan tenang. Sebuah sungai yang memiliki aliran lumayan deras. Di sungai itu banyak batu-batu besar. Mereka berdua duduk di tepian sungai di atas batu-batu besar. Mereka kemudian bercakap-cakap.

Banyak hal yang mereka bicarakan berdua. Bahkan karena terlalu asik, Desi sempat terbawa suasana dan menceritakan segala kisah rumah tangganya pada Jefri.

“Mbak juga butuh kasih sayang, Jef.”

Tiba-tiba Desi spontan meletakkan kepala Desi di bahunya. Desi menuruti kemauan Jefri itu. Desi juga tampak menitikkan air mata.

“Sabar ya, mbak.”

“Apakah salah kalo seorang istri meminta hak yang sama pada suaminya?”

Tentu saja pertanyaan itu sepertinya tidak cocok untuk Jefri yang masih belum menikah. Tapi Desi sudah lupa pada siapa yang sedang dihadapinya itu.

Berada di dekat Desi dengan jarak yang saling berdekatan, membuat Jefri tak bisa menutupi rasa deg-degan di dadanya. Ingin rasanya ia memberikan pelukan pada Desi agar bisa menenangkannya. Dari pengalamannya bersama wanita, wanita butuh sandaran dan pelukan saat mereka merasa lemah.

Tapi dengan segenap keberanian, Jefri pun akhirnya memeluk Desi. Kepala Desi kini rebah di dada Jefri.

“Mbak yang sabar ya. Semua pasti ada jalan keluarnya.”

Desi semakin terus menangis. Entah apa yang ada di pikiran Jefri. Ia mendongakkan kepala Desi dan membersihkan air matanya. Dan tak lama setelah itu, mereka lalu terlibat dalam ciuman yang dalam.

“Mmpphhh....mmmpphhh....”

Keduanya terpejam. Bibir mereka saling melumat satu sama lain. Saling pagut. Saling menghisap. Tangan mereka juga saling merangkul. Birahi yang muncul membuat mereka lupa pada situasi.

“Jef...” Tiba-tiba Desi menghentikan ciumannya.

“Mbak,” sahut Jefri. “Aku hanya ingin membuat mbak Desi tenang.”

Mereka berdua kembali masuk dalam ciuman yang dalam dan panas. Bahkan ciuman itu dilanjutkan dengan rabaan di tubuh masing-masing. Jefri berani menggerayangi tubuh Desi mulai dari dada, punggung, hingga paha.

“Di sini ga aman,” kata Desi. “Cari tempat lain.”

Desi lalu mengajak Jefri ke kebun kopi milik Rohman di dekat daerah sana. Kebetulan tidak ada kegiatan apa pun di kebun itu. Di sana ada sebuah pondokan di tengah kebun. Bukan. Bukan kebun yang pernah dipakai oleh Desi dan Sapto.

Saat mereka tiba, keduanya langsung menuju ke tengah kebun. Mereka tak peduli lagi pada keadaan sekitar. Nafsu telah membuat keduanya lupa pada apa pun.

Sesampainya di pondokan, mereka kembali berciuman. Panas dan mesra. Mereka menyerupai sepasang anak muda yang sedang kasmaran.

Ciuma Jefri terus turun ke leher Desi. Tangannya menyelinap masuk ke dalam baju Desi dan menemukan sebuah gunung kenikmatan. Desi hanya bisa mendesah.

“Aahh....ahh....ahh....”

Sementara Jefri mulai melakukan remasan pada dada Desi. Ciumannya juga terus memberikan sensasi nikmat pada istri saudaranya sepupunya itu.

Tak puas dengan remasan di dada, Jefri menurunkan tangannya ke bagian selangkangan Desi. Tangan itu langsung saja menyelinap masuk ke dalam celana Desi. Tidak ada protes dari wanita di hadapannya itu. Tangan Jefri kian leluasa berpetualang di selangkangan Desi.

Jefri langsung menemukan apa yang ia cari: memek Desi. Ia bisa merasakan lumayan lebatnya jembut di memeknya itu. Jefri juga merasakan sudah ada sedikit cairan di memek Desi. Ia menduga bahwa Desi sudah terangsang.
Jefri membaringkan Desi di pondokan. Lalu ia hendak melucuti satu per satu baju Desi. Namun, Desi menolak.

“Jangan semuanya.”

Maka Jefri pun memilih untuk membuka celana saja. Sebab, tentu saja, selangkangan jauh lebih menarik baginya. Akhirnya bagian bawah Desi pun tak mengenakan apa pun. Celana panjang dan CD-nya telah dibuka oleh Jefri. Tampaklah memek indahnya di hadapan Jefri.

Jefri kemudian berjongkok di depan memek Desi.

“Mau ngapain?” tanya Desi. Ia tau apa maksud Jefri. Desi menolak.

Akhirnya karena Desi menolak, Jefri pun melahap payudaranya secara bergantian. Ia angkat baju Desi sampai kedua payudara itu terlihat.

“Mmphhh....mmpphh.....”

“Aahhhss....aahhh....”

Desi mendesah menikmati setiap cumbuan Jefri di dadanya. Apalagi saat Jefri memberikan jilatan pada puting susunya. Desi semakin tidak tahan. Badannya mulai menggeliat.

“Aahhh....Jeeff....udahhh....”

Ditambah tangan Jefri juga tak mau diam. Ia mainkan memek Desi dengan jemarinya. Desi pun semakin menjadi-jadi.

“Uudaahh....aahhhh....”

Karena melihat Desi yang semakin bernafsu, Jefri mulai membuka celananya sendiri dan tampaklah kontolnya yang sudah tegang. Desi melihat, tentu saja, kontol itu jauh lebih besar dari milik suaminya.

Jefri membuka paha Desi dan segera mengarahkan kontolnya ke lubang memek Desi yang sudah sangat basah.

“Aahhhh....” Desi mendesah saat ujung kontol Jefri mulai menyibak bibir memeknya.

Jefri terus menekan agar ujung kontolnya bisa menembus dengan baik. Dan dengan tenaganya ia pun bisa menembus memek Desi.

“Aahhh....” kedunya terdengar mendesah. Awal kenikmatan pun dimulai.

Begitu kontolnya masuk, Jefri terus mendorong hingga kontol itu masuk sempurna. Tertelan oleh memek Desi. Jefri pun mulai melakukan gerakan maju mundur.

“Aahhh....ahhh....” Desi mulai mendesah karena permainan dari Jefri.

Gerakan Jefri sendiri kian lama kian dipercepat. Hal itu membuat keduanya semakin berpacu untuk mencapai puncak.

“Aahhh....Jeeff....aahhh....” desah Desi.

“Ee...naakk ...mbaaakk...”

“Teeruuss....Jefff.....”

Desi memeluk tubuh Jefri yang sedang menindihnya. Karena tubuhnya yang lumayan kekar membuat Desi merasa nyaman memeluk Jefri.

“Jeeffff....dii....luuuaa..aaarr...”

Entah Jefri menghiraukan atau tidak, ia tetap saja melakukan gerakan maju mundur. Semakin cepat pula.

“Jjeefff....mmbbaakk...”

Tak lama kemudian, Jefri merasa memek Desi seperti menyedot-nyedot kontolnya. Jefri paham bahwa Desi sudah orgasme. Selain itu Jefri juga merasakan bahwa pahanya juga sedikit bergetar.
Melihat hal itu Jefri pun makin bernafsu. Ia semakin mempercepat genjotannya. Kontolnya makin cepat keluar masuk di memek Desi.

“Ahhh....jaangaann....di...daalam...Jeeff...” Desi coba memperingatkan. Biar bagaimanapun ia tetap merasa belum siap untuk itu.

Sampai akhirnya, Jefri menarik kontolnya dari memek Desi dan tumpahlah spermanya ke mana-mana. Sperma yang lumayan banyak. Jefri lalu ambruk di samping Desi. Desi benar-benar puas dengan permainan Jefri. Meskipun masih muda tapi punya tenaga yang kuat.

Ada sebuah senyum yang menghiasi keduanya. Tentu saja karena sama-sama meraih puncak kenikmatan. Dalam bayangan Jefri, nanti-nanti ia pasti bisa menikmati kembali tubuh indah Desi.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd