Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisahku, kisahnya, dan kisah kita (NO SARA)

Status
Please reply by conversation.
Baru kelar maraton suhu,,
Ceritanya asik juga,, jadi penasaran suara siapa yang di telpon terakhir,, apa jangan" suci yak,, :D
 
Bagian 37

*Lanjutan cerita sebelumnya

Lalu hpku berdering kembali dan kuyakin itu adalah telfon dari dini lagi, aku langsung mengangkatnya.

“dini, kamu kok tadi langsung matiin telfon kayak gitu sih.” Kataku saat mengangkat telfon itu.

“aku bukan dini” suara si penelfon.

Mataku langsung terbuka, dan kulihat layar hp ku. benar saja, bukan nama dini yang tampil di layar hpku. Aku sempat tidak percaya, ternyata suci yang menelfon malam itu.

“su..suci” aku berucap agak gugup.

“iya ndi, gimana kabarmu?”

“aku baik kok, kamu gimana?”

“Alhamdulillah, aku juga bik-baik aja kok.”

“suci, kenapa kamu hadir lagi disaat aku berusaha buat ngelupain semuanya.” Kataku dalam hati.

“halo ndi” suara suci lagi.

“eh iya ci, kenapa?”

“mmhh tadi kamu nyebut nama dini ya, dia emang siapa?”

“bukan siapa-siapa kok, oiya ada apa kamu nelfon aku malem-malem gini?” tanyaku dengan nada sedikit kesal.

“gpp kok ndi, aku Cuma mau telfon kamu aja.” suara suci mulai terdengar aneh.

“kamu gpp kan?”

“aku gpp kok ndi, gimana skripsimu?”

“mmhh skripsiku dilanjut semester depan. Skripsimu gimana?” aku berpura-pura tidak tahu masalah skripsi suci.

“Alhamdulillah lancar kok.”

“Alhamdulillah, pasti dibantuin pacarmu ya hehe”

(suci terdiam)

“suci” panggilku.

(terdengar suci terisak)

“ci, kamu kenapa?”

“a..aku minta maaf ya ndi sama kamu.” Terdengar isakan tangis suci sambil tetap berbicara.

“udah ci, gausah dibahas ya. Aku gpp kok, mungkin itu yang terbaik buat kamu juga.”

“tapi aku selalu kepikiran kamu disetiap malamnya, aku ngerasa jahat banget udah kayak gitu sama kamu. Aku selalu dibayangi rasa bersalah ndi, aku minta maaf ndi, aku minta maaffff.” Kata suci dan diakhiri sebuah tangisan yang terdengar jelas di telingaku.

“ci, jangan nangis ya. Udah aku gpp kok, beneran. Aku udah maafin kamu dari dulu, udah ya jangan nangis.”

“aku kangen kamu ndi.”

Kini giliran ku yang terdiam, aku paling tidak bisa mendengar suci menangis seperti ini. “aku juga kangen kamu ci.” Kataku dalam hati.

“eh gimana puasa kamu? Lancar kan?” aku berusaha mengalihkan pembicaraan.

“lancar kok, kamu gimana?”

“lancar dong hehe.”

“jangan ada yang bolong ya puasanya ndi.”

“iya insyaAllah ci hehe”

“ndi, temani sampe aku tidur ya.”

Aku kembali teringat semasa kami berpacaran. Suci sering memintaku untuk menemaninya telfonan hingga ia tertidur dan kini ia kembali meminta seperti itu lagi. Kenapa harus seperti ini? Gimana aku bisa move on kalo seperti ini caranya. Hanya mendengar suaranya saja sudah membuatku kembali flashback ke masa lalu.

“suci” aku kembali berbicara di telfon.

“ci, udah tidur kamu?” kataku lagi.

Aku mencoba diam dan mulai terdengar hembusan nafas suci yang sesekali mengeluarkan dengkuran halus. “selamat tidur suci.” kataku. Lalu kuletakan hp di sebelahku, hpku masih menyala dan masih terhubung telfon dengan suci. kupejamkan mataku dan perlahan-lahan aku mulai terlelap dalam tidurku.

Skip

Aku terbangun dari tidurku akibat merasakan ada yang menggoyang-goyang tubuhku. Ku buka kedua mataku, dengan samar-samar kulihat kak dewi berdiri di sampingku yang masih tiduran di kasur. “ndi, bangun ndi. Sahur dulu, keburu imsak nanti.” Kata kak dewi.

“eh iya kak.” Kataku sambil bangun dari tempat tidur.

“yaudah kumpulin nyawa dulu haha jangan tidur lagi ya ndi, bapak sama ibu udah nunggu buat sahur bareng.” Kata kak dewi lalu keluar dari kamarku.

Setelah kesadaranku pulih, aku mulai teringat bila semalam suci menelfonku. Langsung ku ambil hpku, dan ternyata telfonku masih terhubung. Tak terdengar suara apapun saat itu, lalu ku akhiri telfon suci. aku langsung mengirim pesan kepada suci, sekedar mengucapkan selamat sahur dan mengingatkan untuk menghapus history panggilan telfonnya. Ya, aku takut tomi mengetahuinya dan suci menjadi sasaran amarahnya. Setelah mengirim pesan kepada suci, hp ku berdering dan muncul nama dini di layar hpku. Akupun langsung mengangkat telfonnya, “halo din”

“huh akhirnya nyambung juga, dari tadi aku telfon tapi nomermu sibuk terus.”

“hehe iya maaf ya din, oiya kamu kok udah bangun jam segini?”

“iya aku mau ngebangunin kamu buat sahur tadinya, tapi malah sibuk mulu nomernya. Ngambek ah aku”

“eh eh jangan ngambek dong din.”

“bodo.” Katanya dengan ketus.

“tuh kan malah ngambek, jangan ngambek dong.”

“yaudah kalo mau aku gak ngambek lagi, nanti malem abis kamu tarawih ke rumahku bawain es krim yang banyak.”

“kamu kok tau tarawih segala din?”

“emang kenapa? Gak boleh aku tau?” suara dini dengan nada kesal.

“haha boleh din boleh, yaudah nanti malem aku ke rumahmu ya. Sekarang aku mau sahur dulu, kamu tidur lagi ya.”

“assiiikkk, bener ya. Awas kalo bohong. Iya, aku tidur lagi kok. Sekarang kan kamu udah tau aku ndi.”

“iya selamat tidur dini.”

“iya, selamat sahur andi.”

Dini lalu menutup telfonnya setelah ia mengucapkan selamat sahur kepadaku. “dini dini, aneh banget sih kamu.” Kataku dalam hati.

Aku langsung keluar kamar untuk mencuci muka lalu sahur bersama pakde, bude, dan kak dewi juga tentunya. Aku membaca niat sebelum bersantap sahur, setelah sahur kak dewi mengajakku untuk duduk di teras sambil menunggu waktu imsak.

“kemarin pergi kemana sama dini ndi?” tanya kak dewi saat kami berdua sudah duduk di teras rumah.

Ku bakar sebatang rokok, “kemarin aku ngajak dia buka puasa bersama kak hehe.”

“hah, maksudmu buka bersama?” kak dewi terlihat kaget.

“haha tenang kak, aku udah tau dia kok.” Kataku lalu kembali menghisap rokokku.

“aku ngerasa bersalah ndi, gak ngasih tau dari awal kalo dini berbeda sama kita.” Kata kak dewi lirih.

“santai aja kak, aku malah suka kok. dini malah lebih tau ibadah kita, aku sendiri aja malah sering lupa. Dia juga sering bangunin aku sahur, ngingetin ibadah lainnya juga. Itu sebelum aku tau kalo dia seorang nasrani.” Kataku santai.

“ohh begitu, dini lucu juga yahh. Tapi kamu gak takut nanti kalo punya perasaan sama dia ndi?” tanya kak dewi.

“loh kenapa tanya begitu, bukannya kakak yang malah ngenalin aku sama dini?” tanyaku.

“iya sih ndi, tapi kan mmhhh.” Kak dewi tak bisa melanjutkan ucapannya.

“haha gpp kak, aku gak takut kalo nantinya aku punya perasaan ke dia. Toh tugas manusia di bumi selain beribadah kan juga harus berbagi kasih sayang ke sesama bukan?” kataku lalu menghisap rokokku lagi.

“ndi, setelah denger ucapanmu kok aku malah takut.” Katanya sambil menatapku.

“hah? Takut kenapa kak?” tanyaku penasaran.

“aku takut jatuh cinta sama pemikiranmu yang realistis itu ndi.” Katanya sambil memberikan tatapan mata yang tajam.

“eh.. kok gitu.” Kataku gugup.

Lalu kami berdua saling diam, akupun lalu menghisap rokokku hingga habis. “5 menit lagi memasuki waktu imsak” suara dari arah masjid dekdat rumah.

“kak, masuk yuk udah mau imsak.” Kataku sambil beranjak dari kursi.

“eh iya ndi.” Kak dewi mengikuti untuk masuk ke dalam.

Aku langsung masuk menuju kamar mandi untuk menyikat gigiku, lalu kembali ke ruang tamu sambil menunggu waktu subuh tiba. 10 menit kemudian terdengar adzan subuh, aku bergegas untuk wudhu lalu shalat dikamarku.

Selesai shalat, aku berniat ingin melanjutkan tidurku karena masih merasa ngantuk. Ku ambil hpku karena ingin ku charger. Kusempatkan membuka hpku dan ternyata ada esbuah pesan dari suci. “selamat berpuasa ya ndi. Gak usah kamu bales pesanku ini.” Begitulah isi pesan dari suci.

Aku tak membalas pesannya, aku tau suci pasti langsung menghapus pesan yang di kirimkan kepadaku. Langsung ku charger hpku dan mereahakan badan di kasur untuk tidur.

***

Kini sudah memasuki waktu berbuka puasa, aku kali ini berbuka hanya dengan budeku saja. Kak dewi dan pakde ada jadwal buka bersama di kantornya masing-masing. Setelah berbuka aku dan bude duduk berdua di ruang tamu sambil menonton tv.

“bude nanti lebaran dimana?” tanyaku.

“oh iya ndi kebetulan bude, pakde, sama kak dewi mau lebaran di tempatmu. Udah lama juga bude gak ketemu ibumu.” Kata budeku.

“wah iya kah? Bisa bareng dong.” Kataku dengan senang.

“iya tapi kan pasti bude berangkatnya mendekati lebaran ndi, nunggu pakde sama kak dewi libur kerja kan.” Ujar bude.

“bener juga sih.” Kataku dalam hati.

“emang kamu gak ada acara buka bersama sama temen sekolah dulu ndi?” tanya bude.

“gak tau bude, belom ada info hehe.” Kataku.

Mulai terdengar suara adzan menandakan waktu isha telah tiba. Aku lalu mengambil sarung dan bergegas ke masjid. Aku berangkat sendiri karena bude menunggu kak dewi dan pakde pulang. Kutunaikan shalat isha dan tarawih hingga selesai lalu pulang ke rumah karena sehabis ini aku harus ke rumah dini.

Saat aku sudah sampai di rumah, kulihat motor kak dewi dan pakde sudah terparkir di depan rumah. “assalamuallaikum.” Kataku sambil masuk ke dalam rumah.

“wallaikumsalam.” Suara kak dewi membalas salamku.

Kulihat ia sedang menonton tv sambil memakan kolak buatan bude, dari arah dapur juga sayup=sayup terdengar suara pakde dan bude yang sedang mengobrol.

“kak, habis ini motor mau dipakek pergi lagi gak?” kataku sambil duduk di sebelah kak dewi.

“engga kayaknya ndi, kenapa emang?” kata kak dewi.

“aku pinjem yah, mau ke rumah dini.” Kataku sambil tersenyum.

“wah wah wah, makin deket nih kayaknya.” Kata kak dewi lalu meletakan mangkuk berisi kolak di meja.

“haha apaan sih kak, biasa aja ah.” Kataku dengan sedikit malu.

“haha yaudah kalo mau kesana ya sekarag, keburu malem. Dimarahin cindy nanti kamu.” Katak kak dewi.

“siap kak.” Kataku lalu meninggalkan kak dewi sendiri di ruang tamu.

Aku langsung ke kamar untuk bersiap-siap, kuganti pakaianku. Kini aku memakai kaos hitam polos dengan bawahan celana jeans dan tak lupa memakai jaket untuk melindungiku dari udara dingin kota ini. Kusempatkan untuk memakai parfum di sekujur tubuhku, setelah siap aku langsung keluar dan kak dewi langsung memberikan kunci motornya kepadaku.

Aku langsung berangkat menuju rumah dini tanpa memberi tahu dia terlebih dahulu. Udara dingin menemani perjalananku malam ini. Saat sudah hampir sampai komplek perumahannya, kusempatkan untuk mampir ke mini market untuk membeli beberapa es krim dan rokok karena rokokku habis. Setalah membeli es krim dan rokok, aku melanjutkan perjalananku ke rumah dini.

Kini aku telah berada di depan gerbang rumahnya, aku turun dari motor dan melongok ke dalam melalui celah yang ada di gerbangnya. “permisi.” Kataku kea rah dalam. Namun tak ada yang keluar dari dalam rumahnya.

“permisi, selamat malam.” Kini kureskan suaraku.

Lalu kulihat ada seseorang yang keluar melalui pintu garasi mobilnya, ia semakin dekat dan ternyata seorang wanita memakai daster yang ku taksir berumur 40an. Aku sedikit memundurkan tubuhku lalu gerbang pun terbuka.

“cari siapa ya mas?” tanya wanita itu.

“saya mau ketemu dini, dia ada di rumah?” kataku sambil salim kepadanya sekaligus mencium tangannya.

“eh gausah salim segala mas, tangan saya bau bumbu dapur.” Katanya sambil menarik tangannya.

“gpp bu, saya selalu diajarkan seperti itu bila bertemu dengan seseorang yang lebih tua dari saya.” Kataku sambil tersenyum.

“oh gitu ya, panggil simbok aja mas.” Kata dia.

“eh iya mbok, maaf.” Kataku.

“yaudah motornya masukin ke dalem aja mas, jangan di pinggir jalan gitu.” Kata simbok.

Aku lalu memasukan motorku ke dalam melewati simbok yang ingin menutup pagar kembali. Ku standarkan motorku di depan garasi rumah dini.

“duduk dulu mas, saya panggilin mbak dini nya dulu. Oh iya dengan mas siapa ini?” kata simbok dengan sopan.

“bilang aja sama dini ada kurir mau nganter es krim gitu mbok.” Kataku.

Simbok langsung masuk ke dalam dan aku duduk di kursi yang ada di teras rumah dini sambil membawa plastik berisi beberapa es krim. Tak berselang lama, terdengar suara pintu terbuka. Ku tengok kepalaku ke arah pintu. Terlihat dini keluar hanya mengunakan kaos rumahan dan celana pendek, tak lupa rambutnya di kuncir dan poni indah yang menutupi keningnya.

“oh ini toh kurir es krimnya.” Katanya sambil duduk di kursi sebelahku.

“haha ini din es krim buat kamu.” Kataku memberikan plastik berisi beberapa jenis es krim yang tadi kubeli.

“yaampun makasih ya ndi.” Katanya sambil membuka plastik pemberianku.

“ih kok banyak banget ndi?” katanya lagi.

“sengaja aku beli banyak.” Kataku.

“sengaja? Maksudnya?” tanya dini bingung.

“iya sengaja aku beli banyak, biar kalo besok kamu ngambek lagi bisa langsung makan es krim. Kan gak mungkin itu semua kamu habisin sekarang haha.” Kataku lalu mencolek hidungnya.

“ihhh andi dasar yaa, nih rasaaiinnn.” Katanya sambil mencubit tanganku.

“aawww sakit din.” Kataku sambil mengusap bekas cubitan dini di tanganku.

“biarin, abis nyebelin huff.” Dini meniup-niup poninya.

Aku terpana meihat dini melakukan itu, jadi menambah kesan imut pada dirinya.

“ke halaman belakang yuk ndi, temenin aku makan es krim.” Kata dini.

“yuk.” kataku.

Lalu dini mengajakku masuk ke dalam, setelah ia menutup pintu dini menggandeng tanganku untuk menuju belakang rumahnya. Kulihat interior di dalam rumahnya sangat indah. Ada beberapa foto kak cindy dan dini ruang tamu. Sebuah foto besar yang dibingkai terpampang jelas di dinding rumahnya. Foto dini dan kak cindy beserta seorang pria dan wanita yang kuyakin itu adalah orang tua mereka.

Kami berdua kini telah sampai di area belakang rumahnya, dini meminta izin kepadaku untuk menaruh es krim di kulkas terlebih dahulu. Sambil menunggu dini kembali, aku takjub melihat halaman belakang rumahnya. Terlihat hamparan rumput dan tanaman-tanaman yang menghiasi area itu. kami langsung di sambut bintang-bintang dan bulan yang memberikan sedikit sinarnya. Karena memang bagian atas halaman belakangnya terbuka. Namun terdapat lampu taman di setiap pojok halaman, “indah banget.” Batinku.

“eheemm.” Suara dini dari arah samping kanan ku.

“eh kamu din.” Kataku.

“serius banget ngeliatin halaman belakang rumahku.” Kata dini sambi membenturkan bahu kirinya ke bahu kananku.

“hehe iya bagus abisnya din.” Kataku.

“duduk sana yuk.” kata dini sambil menunjuk sebuah kursi yang bermodelkan ayunan.

“ini papa lho ndi yang ngetata jadi kayak gini.” Kata dini lagi sambil berjalan di depanku menuju kursi.

“wah hebat juga selera papa kamu ya.” Kataku.

Kami berdua lalu duduk bersebelahan di kursi ayunan tersebut.

“bukain dong!” kata dini sambil memberikan es krimnya kepadaku.

“yaudah sini aku bukain, dasar anak manja haha.” Kataku sambil membuka tutup es krim lalu memberikannya ke dini.

“apa kamu bilang?” kata dini sambil melotot.

“anak manja.” Kataku sambil memberikan penekanan di kata terakhir.

“ih emang nyebelin kamu, mau aku cubit lagi?” kata dini.

“eh jangan, sakit tau. Nih liat bekasnya sampe membiru begini.” Kataku sambil menunjukan sedikit lebam di tanganku.

“maafin dini ya.” Ujar dini sambil memasang wajah menyesal.

“haha gpp din.” Kataku mengusap-ngusap rambutnya dan dini menatapku

“aku makan ya es krim nya.” Kata dini.

“iya din.” Kataku.

Kulihat dini mulai menyendoki es krim pemberianku lalu memakannya. Ia terlihat sangat menyukai es krim itu. kini ia malah fokus dengan es krimnya disbanding dengan ku yang berada disampingnya.

“enak din?” tanyaku.

“enak, aku suka. Kamu mau gak?” kata dini sambil menawarkan es krim yang sedang ia pegang.

“suapin dong.” Kataku.

“haha yaudah nih aaaa.” Kata dini sambil mengarahkan sendok kecil dengan es krim diatasnya menuju mulutku.

Aku pun membuka mulutku untuk menerima suapan es krim dari dini, namun saat sendok sudah hampir menyentuh bibirku sendok itu malah berputar arah menuju bibir dini dan sendok berisi es krim itu malah masuk ke mulutnya.

“ih dasar, aku marah ah.” Kataku sambil berpura-pura kesal.

“haha emang enak.” Kata dini sambil tertawa.

Aku hanya diam dan tetap memasang wajah kesal.

“nih nih aku suapin beneran aaa.” Kata dini mulai menyuapiku kembali.

Aku membuka mulutku lagi dan benar saja kali ini dini benar-benar menyuapiku es krim, tidak seperti sebelumnya.

“hhmmm.” Kataku merasakan dingin dan manis dari es krim ini.

“enak gak aku suapin?” tanya dini sambil menyuapi dirinya sendiri.

“enak din, lagi dong hehe.” Kataku.

Dini kembali menyuapiku es krim lagi lalu dini giliran dini menyuapi dirinya sendiri. Berulang kali seperti itu hingga tak terasa es krimnya habis.

“yaahhhh habis ndi.” Kata dini sambil menyendoki wadah es krim yang sudah habis.

“mau lagi?” tanyaku.

“enggak ah, sekarang aku mau ngobrol aja sama kamu.” Kata dini sambil meletakan wadah eskrim beserta sendoknya ke bawah kursi ayunan yang sedang kami duduki.

“kok aku dari tadi gak liat kak cindy?” tanyaku.

“biasa dia lagi pacaran di luar, tadi cowoknya jemput.” Kata dini.

“lah kamu kok gak pacaran keluar?” kataku sambil menggoda.

“ini aku lagi pacaran sama pacarku.” Kata dini sambil menggengga tanganku lalu menyandarkan kepalanya di bahuku.

“eh din..” ucapku reflek.

“kamu masih punya utang sama aku lho.” Kata dini sambil menggoyangkan tubuhnya agar kursi ini mulai mengayun.

“utang? Kan udah aku beliin es krim.” Kataku.

“ih bukan ituuu.” Kata dini.”

“lalu?” tanyaku bingung.

“utang cerita tentang masa lalumu, kan kemarin kamu belom cerita pas kita nongkrong di pinggir jalan itu.” kata dini.

Aku kembali teringat saat kemarin dini sempat menanyakan masa laluku, namun aku memang belum bercerita kepadanya.

“yaudah kamu mau tau darimana?” kataku.

“hmmm nama dia siapa?” kata dini.

Aku sempat terdiam, aku bingung harus memberi tahu namanya atau tidak. Tapi setelah dipikir-pikir lebih baik aku memberitahunya, “suci din” kataku datar.

“kamu sama dia udah pacaran sejak kapan?” tanya dini lagi.

“sejak kelas 2 sma din.” Kataku.

“trus putusnya kapan?” tanya dini lagi.

“sekitar 4 atau 5 bulan yang lalu.” Kataku.

“hmm lama juga ya kalian pacaran.” Kata dini sambil menggenggam tanganku lebih erat.

“he’em.” Ujarku.

“trus kok bisa putus? Emang gara-gara apa?” tanya dini lagi.

Aku diam dan kurasa pertanyaan dini kali ini tak perlu kujawab.

“kok diem? Jawab dong?” kata dini.

“harus dijawab?” kataku.

“Harus!.” Kata dini tegas.

“oke aku jawab” aku menarik nafasku dalam-dalam lalu melepaskannya.

“aku pisah sama suci gara-gara dia milih pria lain din”. Katau dengan agak bergetar.

Dini kini terdiam, akupun juga. Mau tak mau aku kembali mengingat hal itu. hatiku panas dan bergetar seluruh tubuhku. Apalagi semalam aku baru saja telfonan bersama suci. tiba-tiba kurasakan dadaku seperti di elus oleh sebuah tangan. Kulihat ke bawah, dan kulihat tangan dini sedang mengelus dadaku dan tangan kirinya tetap menggenggam kananku.

Entah kenapa, sekarang aku merasa tenang setelah merasakan elusan tangan dini di dadaku yang masih tertutup jaket dan kaos. Cukup lama dini melakukan itu namun kami masih saling terdiam. Lalu dini melepaskan genggaman tangannya dan kini tiba-tiba kedua tangan memegang wajahku lalu mengarahkan agar aku menatapnya.

“sekarang kamu gak usah inget dia lagi ya. Aku… aku yang sekarang akan nemenin kamu.” Kata dini sambil menatapku tajam.

“din.” Kataku

“tunggu, aku belum selesai bicara. Buang jauh-jauh pikiran tentang dia. Kamu ngerti?” kata dini.

Aku hanya diam dan pipiku masih di pegang oleh kedua tangan dini.

“andi, kamu ngerti gak?” kata dini dengan nada serius.

“iya din.” Kataku.

Mendengar perkataanku dini langsung memeluku dan meletakan kepalanya di dadaku. “ehh din.” Aku terkejut menerima pelukan dari dini. Namun aku kini membalas pelukannya sambil ku elus-elus rambutnya dan tak lupa aku memejamkan kedua mataku.

Aku kini merasakan lebih tenang lagi, dadaku berdebar namun bukan karena teringat suci. dadaku berdebar karena kini aku dan dini saling berpelukan. Ini adalah kali pertama kami berpelukan, “apa aku jatuh cinta sama dini?” tanyaku dalam hati. Lama kelamaan tubuh dini menyandar ditubuhku.

“ehheemmm.” Sebuah suara menyadarkanku, namun ini bukan suara dini.

Aku langsung membuka mataku dan aku terkejut saat melihat kak cindy sedang berdiri memperhatikan kami berdua. Aku langsung merasa tidak enak kepada dia, namun kak cindy malah tersenyum melihat ke arah kami. Posisiku berhadapan langsung dengan kak cindy, sedangkan dini membelakangi kakaknya.

“din” kataku lirih sambil berusaha melepas pelukannya.

Namun dini hanya diam, kulihat wajahnya ia memejamkan matanya. “eh masa tidur sih.” Kataku dalam hati.

“dini tidur ndi?” suara kak cindy yang kini terdengar sangat dekat.

Kuangkat wajahku keatas dan benar saja kak cindy sudah berada di samping kursi ayunan yang sedang kami tempati.

“kak, dini tidur.” Kataku selirih mungkin agar dini tak terbangun. Aku yakin dia tertidur karena terdengar deru nafasnya.

“udah biasa dia begitu kok ndi, dia juga sering tidur di pelukanku atau kedua orang tua kami.” Kata kak cindy sambil tersenyum.

“trus ini gimana kak?” kataku bingung.

“yaudah kamu bopong trus bawa ke kamar nya aja.” kata kak cindy dengan santai.

“emang gpp kak kalo aku bopong dia?” tanyaku.

“kamu takut aku marah ndi? Kalo aku marah, tadi harusnya aku marah pas mergokin kalian pelukan. Tapi aku gak marah kan? Udah kamu bopong dia sekarang ndi.” Kata kak cindy.

Aku lalu meletakan tangan kanan ku di belakang kepala hingga pundaknya dan tangan kiriku mulai kuarahkan ke bawah dengkulnya lalu mulai mengangkatnya secara pelan. “duhh berat juga ini bocah.” Kataku dalam hati saat sudah berhasil membopong dini.

“yuk ndi, aku anter ke kamar dini.” Kata kak cindy lalu mulai berjalan kea rah dalam.

Aku mulai berjalan dibelakang kak cindy sambil membopong dini. Nampaknya aku harus mengeluarkan tenaga, karena kak cindy mulai berjalan menaiki tangga menuju lantai 2 rumahnya. Setelah aku berhasil menaiki beberapa anak tangga akhirnya tiba juga di depan kamar suci yang berada di ujung.

Kak cindy langsung membuka pintu kamar dini dan menyuruhku untuk merebahkan tubuh dini di ranjang yang berukuran besar. “ndi, tolong rebahin di kasur ya, aku mau ke bawah dulu sebentar. Kamu disini dulu aja .” Kata kak cindy yang meninggalkanku berdua dengan dini di kamar.

Aku turunkan lalu kerebahkan tubuh dini yang tertidur ke tempat tidurnya, tak lupa kutarik selimut untuk menutupi tubuhnya karena ac kamar dini menyala dan membuat kamarnya menjadi dingin. Lalu ku duduk di samping tubuh dini yang tertidur.

Kuperhatikan wajahnya yang damai ketika tertidur, lalu kulihat-lihat kamar dini. Terlihat rapi dan bersih kamarnya, ditambah dinding kamar dini yang berwana hijau muda. Pandanganku kini tertuju kearah foto yang diletakan di meja sambping tempat tidurnya.

Aku memandangi foto dini yang sedang berpose di sebuah pantai. “senyummu mirip suci din, sangat indah.” Kataku dalam hati sambil memandangi foto dini.

“nih ndi, minum dulu.” Suara kak dini lagi-lagi mengagetkanku.

Kuletakan foto tersebut di posisi semula lalu menerima gelas yang berisi es jeruk pemberian kak cindy lalu meminumnya.

“ngobrol di bawah yuk.” ajak kak cindy.

“iya kak.” Kataku sambil berajak dari pinggiran tempat tidur dini.

Aku sempat memperhatikan wajah dini yang tertidur sebelum mulai berjalan keluar kamarnya. Aku keluar kamarnya terlebih dahulu dan kak cindy menyusulku keluar dari kamar dini. Aku dan kak cindy lalu mengobrol di teras depan rumahnya.

“enggak buru-buru kan ndi?” kata kak cindy saat kami sudah duduk di kursi teras rumahnya.

“mmhh enggak kak, kenapa emang?” kataku.

“ada yang kakak kasih tau ke kamu.” Kata kak cindy serius.

“ssluurrrpp..” kataku sambil meminum es jeruk pemberian kak cindy.

“kamu tau gak kenapa dini bisa sampe tidur di pelukanmu?” tanya kak cindy.

“ya dia paling ngantuk kak, trus ketiduran haha.” Kataku sambil meletakan kembali gelas ke meja.

“bukan ndi.” Kata kak cindy.

“loh trus gara-gara apa?” tanyaku penasaran.

“haha dini sering kayak gitu ndi, tapi dia Cuma bisa tidur di pelukan orang yang dia sayang aja.” ucapan kak cindy yang membuatku kaget.

“sayang?” tanyaku tak percaya.

“iya ndi biasanya dia juga ketiduran pas aku atau kedua orang tuaku memeluknya haha. oiya masalah dini, jadi dulu dini tuh SMA nya di kota sebelah ndi. Dia tinggal sama orang tuaku disana, sedangkan aku di rumah ini. Ya, tapi mereka pasti pulang kesini di setiap weekend nya ndi. dulu dini sempet salah pergaulan ndi, hidupnya kacau bahkan sempet mau dikeluarin dari sekolah. Trus abis lulus SMA dia disuruh kuliah di kota ini, paling gak kan ada aku yang jaga dia ndi walaupun aku juga kerja dari pagi sampe sore.” Kata kak cindy yang mulai bercerita sambil kulihat matanya berkaca-kaca.

“terus kak?” tanyaku.

“ya itu ndi, dulu awal-awal dia disini tuh dia mau kabur nyari pacarnya waktu SMA.” Kata kak cindy.

“kaa…bur?” kataku sedikit terbata.

(Kak cindy hanya mengangguk)

“iya ndi, ya dia sempet salah pergaulan akibat pacarnya itu. jangan pernah tanya masalah SMA nya dulu ya ndi, biar dia cerita sendiri aja.” kata kak cindy.

“iya kak.” Kataku.

“buat sekarang, tolong jaga adikku ya ndi. aku perhatiin dia selalu ceria terus semenjak kenal kamu ndi, ya mungkin ada yang membedakan kalian tapi aku Cuma mau nitip dini sama kamu untuk saat ini. Kalo bisa sering-sering main kesini ya, temenin dini pas kalo aku lagi kerja.” Pinta kak cindy

Aku sempat diam setelah mendengar permintaan kak cindy agar aku terus menjaga dan menemani dini, namun aku juga gak mau dini kembali ke masa lalunya. “iya kak, aku pasti jagain dan nemenin dini terus kok.” kataku.

“makasih ya ndi.” kata kak cindy.

“yaudah kalo gitu aku pamit dulu kak, udah malem juga.” Kataku beranjak dari kursi.

“oh iya ndi, yuk aku bukain gerbang sekalian.” Kata kak cindy sambil berjalan menuju gerbang rumah dan membuka nya.

Aku langsung menaiki dan menyalakan motor kak dewi yang tadi kupakai.

“kamu pake motor dewi ndi? haha” tanya kak cindy sambil berdiri di samping gerbang rumahnya yang tebuka.

“hehe iya kak.” Kataku.

“yaudah kamu hati-hati ya.” Kata kak cindy.

“iya kak, aku pulang dulu ya. Salam buat dini.” Kataku.

Kak cindy hanya terseyum.

Aku lalu mulai keluar dan meninggalkan rumah dini menuju rumah pakdeku. Diperjalanan pulang aku masih memikirkan ucapan kak cindy yang bilang bahwa dini hanya bisa tertidur di pelukan yang dia sayang, bahkan hingga saat ini aku sudah rebahan di kasur masih kepikiran tentang ucapan kak cindy tadi.

***

1 minggu kemudian

Sejak malam itu, aku sering datang ke rumah dini untuk menemaninya. Tentu saja aku kesana setelah selesai tarawih. Kami biasa menghabiskan waktu di halaman belakangnya, untuk sekedar ngobrol atau bermain congklak kepunyaannya.

Tak jarang dini meminta aku untuk memeluknya lalu kembali tertidur dipelukanku seprti dulu. Kak cindy pun sudah memaklumi halite, jadi ia terlihat biasa saja bila aku membopong dini menuju kamarnya. Seperti sekarang adalah hari sabtu dan aku sedang duduk berdua di kursi ayunan yang ada di halaman belakang. Dini menyandarkan kepalanya di bahuku sambil kami berpegangan tanagn. Tak seperti biasanya, orang dini tidak pulang ke rumah karena ada kerjaan yang tak bisa ditinggal. Padahal aku aku berharap bisa bertemu orang tua dini mala mini, untuk sekedar berkenalan.

(Hp ku berdering menandakan ada sebuah telpon)

Ternyata ada telpon dari Irfan teman sekaligus sahabatku saat masih SMA dulu, aku langsung mengangkat telpon darinya.

“halo fan.” Kataku.

“halo ndi, gimana kabar sehat?” kata Irfan dibalik telponnya.

“alhamduillah sehat, kamu sehat juga kan? Haha” kataku.

“sehat terus aku cuk haha.” Kata Irfan.

“ada apa nih malem-malem telpon?” tanyaku.

“jadi gini ndi, sabtu depan kan udah H-3 lebaran. Nah aku sama temen-temen lain angkatan kita bikin buka bersama di SMA kita ndi. jadi Cuma angkatan kita aja, kamu bisa dateng kan?” kata Irfan.

“wah seru kayaknya, iya pasti aku usahain dateng kok.” kataku.

“kan sekalian bisa reuni mantan haha.” Kata Irfan sambil tertawa.

“maksudnya?” kataku.

“aku udah tau yang terjadi kamu sama suci ndi.” kata Irfan.

“ohh.” Kataku.

“yaudah segitu aja dulu ya, jangan lupa dateng lho. Aku panitia soalnya, masa kamu mau ngecewain sahabatmu ini sih.” Kata Irfan.

“iya aku pasti dateng.” Kataku.

“oke ndi, udah dulu ya.” Kata Irfan.

“oke.” Kataku lalu mematikan telpon darinya.

Setelah mematikan telpon dari Irfan, aku langsung memasukan ke dalam kantong kemeja yang kupakai malam ini.

“telfon dari siapa ndi?” tanya dini.

“dari temenku SMA din, dia ngasih tau kalo minggu depan ada acara buka bersama di sekolahku dulu tapi Cuma angkatanku doang.” Kataku.

“oh enak dong bisa ketemu mantanmu itu.” kata dini sambil melepaskan genggaman tanganku namun kepalanya masih bersandar di bahuku.

“din, gausah ngomong begitu ah.” Kataku sambil kembali meraih tangannya untuk ku genggam, namun dini menarik tangannya dari tanganku.

“loh emang begitu kan? Apalagi udah lama gak ketemu.” Kata dini dengan raut wajah yang berbeda dari sebelumnya.

“din, kan aku buka sama temenku yang lainnya juga. Lagian dia juga belum tentu dateng kan?” kataku.

Dini hanya diam saja, tak merespon ucapanku.

Kini kuraih tangan kanan nya dan kupegang dengan kedua tanganku. “din, kamu jangan khawatir ya. Kalaupun nanti aku ketemu dia, tapi hatiku tetap disini kok.” kata-kata itu terucap dari bibirku. Namun aku bingung, entah karena aku benar-benar mulai cinta sama dini atau hanya berusaha membuatnya tenang.

Dini langsung memandangku dengan tersenyum, “kamu serius?” tanya dini.

Aku hanya menganggukan kepalaku sambil tersenyum, dini menarik tangannya dari tanganku dan dia langsung memeluk tubuhku. “aku sayang kamu ndi.” dini berbisik di telinga kiriku. Aku hanya merespon ucapan dini dengan semakin mengeratkan pelukan kami.

“udah malem din, aku pulang ya.” Kataku masih sambil berpelukan dengan dini.

Dini melepaskan pelukannya, “nanti dulu dong ndi, kak cindy belom pulang. Kalo gak kamu nginep sini aja, kak cindy pasti ngebolehin kok.”

“hah? Nginep?” tanyaku bingung.

“he’em.” Ujar dini sambil menganggukan kepalanya.

“eh jangan din, yaudah aku temenin kamu sampe kak cindy pulang.” Kataku.

Akhirnya aku menemani dini hingga kak cindy pulang, dini juga sempat membuatkanku mie rebus. Sekitar jam 11 malam kak cindy baru pulang setelah pergi bersama pacarnya. Akupun langsung pamit pulang dan dini mengantarku sampai gerbang rumahnya.



Sekian dulu ya huuu….
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd