Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kopi

Bab 2



Oke, tubuhku cukup slim lah.

"Buleet..."

Slim!

"Buleet..."

Slim!

"Buleet..."

Terserah kalian lah! Slim dengan sedikit timbunan lemak di sana sini. Puas! Muka... Gak jauh-jauh amat ama Dude Herlino. Ape lu! Ngece lagi gue gampar lu! Kerjaan, manajer marketing sebuah perusahaan terkemuka. Cewe gw banyak-banyak lah....

.
.
.
.

Baiklah...

Muka bulet. Kerjaan, sales kopi lokalan. Sering gak laku, akhirnya sachet-sachet itu jadi santapan sehari-hari demi target penjualan. Cewe? Aku jomblo sejak lahir. Sekian. Puas?

Pagi ini aku bersiap kerja, setelah kejadian kemarin yang cukup mendebarkan. Yang kemarin itu anu.... Ternyata aku cuma denger-denger sendiri aja. Gak ada siapa-siapa di atas. Dan parahnya, mie ku sampe gosong kelamaan ditinggal! Ah sudahlah, gak usah dibahas.

Rencanaku hari ini: mandi pagi, bersiap, kerja, absen, ambil barang, keliling. Wilayah kerjaku biar ditentukan nanti sama manajer. Ah, semoga jualanku banyak lakunya hari ini. Pagi ini setelah mandi, dengan mengenakan baju andalan: Seragam kantor, aku menyalakan motor. Kupencet tombol start... Gagal menyala. Kucoba lagi... Masih gagal. Oke, ini saatnya menguji ketahanan kaki. Kick starter pun segera berubah posisi. Sekali dua kali tiga kali akhirnya pada percobaan ke lima barulah Supra Itemku mau menyala.

Aku berjalan santai melewati jalanan Surabaya pagi yang ruwetnya minta ampun itu. Sudah biasa mah, ngadepin gituan. Lagipula, kalo sekedar macetnya Surabaya, naik motor saja cukup buat lewat. Tinggal wus... Wus... Wus... Bruak. Selesai. Halah, kok jadi ngelantur gitu.

Akhirnya setelah berjuang berjibaku melawan macet dan caci maki orang dengan kata yang khas itu... Sampailah diriku di kantor: "PT. Kopi Pratama". Penghasil kopi terbaik di dunia dengan merk yang khas... "Kopi tubrukan."

"Woi To," kudengar seseorang memanggilku di parkiran motor. Segera aku menoleh ke asal suara itu.

"Oi Lit," kubalas sapaannya.

Alit, sahabatku seangkatan. Dari awal berdirinya perusahaan ini. Kami berdua bahu membahu berjuang mempertahankan eksistensi dan mengembangkan perusahaan, dari nol sampai menjadi seperti ini. Tentunya lewat penjualan kami yang selalu "sesuai target" mereka hehehe.

"Yok opo dodolanmu wingi To? Apik ta gak?" ucapnya sambil berjalan mengiringi langkahku ke kantor.
(gimana jualanmu kemarin To? Bagus apa enggak?)

"Lumayan lah Lit. Kiro-kiro akhir bulan iso munjul setitik."
(Lumayan lah Lit. Kira-kira akhir bulan bisa lebih sedikit.)

"Lha awakmu dewe yok opo Lit? Payu akeh ta gak?"
(Lha kamu sendiri gimana Lit? Laku banyak apa tidak?)

"Oalah To, lek umume sih rodok seret. Tapi lha kok ndik warunge Yu Jum kok iso amblas akeh yo? Rasane engkok kudu tak parani maneh ae wong iku."
(Oalah To, kalau umumnya sih agak seret. Tapu lha kok di warungnya Yu Jum kok bisa habis banyak ya? Rasanya nanti harus kusamperin saja orang itu.)

"Lha, Yu Jum sing huwayu iku? Awakmu kate dodolan kopi opo ndelok susune Tèl?"
(Lha, Yu Jum yang cakep itu? Kamu mau jualan apa lihat susunya Tel?)

"Hancuk matamu dhus. Yo dodolan lah. Tapi lek oleh susune yo iku bonuse."

"Hancik dobol. Tapi pancene kopi ndik kono luarise nemen e. Kok iso yo?"
(Hancik dobol. Tapi memang kopi di sana larisnya parah. Kok bisa ya?)

"Lha iyo. Opo kabeh podho kepincut karo rupo karo susune iku yo?"
(Lha iya. Apa semua pada tertarik sama wajah dan susunya ya?)

"Heh, pagi-pagi sudah ngomongi susu. Tabu tau," tiba-tiba terdengar celetukan dari belakang kami, disusul sebuah tepukan keras di pundakku.

"Huwaaaa Ima. Ngageti kami aja," jawabku.

"Iya nih. Bikin kaget aja si Ima nih," Alit menimpali. Yang ditimpali pun cuma tertawa nyengir.

Diah Putri. Sering kami panggil Ima. Manajer marketing kami. Sangat dekat dengan para sales, terutama angkatan kami. Maklum dulu dia juga ikutan menjual kopi sachetan ke warung-warung. Bersama kami tentunya. Alhasil, hubungan kami pun sangat dekat dengannya. Bahkan bisa dibilang akrab tanpa batas.

"Kalian itu lho, pagi-pagi sudah ngomongi susunya Yu Jum. Apa kalian kurang puas dengan susuku? Hmm?" Ima memegang dadanya. Memperagakan gerakan meremas payudara.

"Ealah ma, kalo yang itu mah udah bosen kami. Cari yang lain lah," kata Alit.

CTAK....

"Anciiik."

"Dasar lelaki tak tau diri! Dikasih liat susu yang cakep gini malah cari susu yang lain. Ya udah, tak cari lelaki yang lain aja yang mau sama aku," Ima mempercepat langkahnya mendahului kami setelah kepalan tangannya sukses mendarat di kepala Alit. Aku pun tertawa terpingkal melihat adegan itu.

"Kuapokmu kapan Lit. Rasakno iku wuakakakakak."
(Rasain Lit. Rasakan itu wuakakakakak.)

"Hancik ndiasmu To. Duh Gusti, jian apes isuk iki. Kethakane loro e," ucapnya sambil mengelus kepalanya yang sakit.
(Hancik Kepalamu To. Ya Tuhan, Apes bener pagi ini. Pukulannya sakit e)

"Yo wes lah, ayo ndang mlebu. Selak ndang brifing karo pembagian wilayah hahaha," aku masih belum bisa menghentikan tawaku. Adegan barusan masih terlalu menyenangkan bagiku.
(ya sudah lah, ayo buruan masuk. Keburu brifing sama pembagian wilayah hahaha)

Setelah ada pengarahan singkat dan pembagian wilayah, aku mendapatkan wilayah Wonokromo dan Wonocolo. Agak susah juga daerah situ. Benar sih banyak warung, tapi pesaing juga pasti jor-joran di daerah situ. Paling bagus sebenarnya cari warung malam, selain pesaingnya lebih sedikit, aku juga bisa jual dengan harga lebih mahal, tetapi harganya masih di bawah toko. Dengan demikian warung yang beli pasti lebih senang. Oke, itu strategiku untuk minggu depan. Semoga rencanaku lancar, amiin.

Setelah mempersiapkan segalanya, hari ini aku akan berkeliling daerah situ, sekaligus mempelajari warung kopi yang buka di malam hari. Sambil berharap ada toko yang mau beli kopiku tentunya. Yaaa berharap aja sih. Gak salah kan aku berharap?

Barang siap. Motor siap. Mesin dinyalakan, untungnya kali ini lancar. Let's go...

Ngeng.... Ngeeeeeeng....

Seperti hari-hari lainnya, aku beraelancar... Halah, mengendarai supra itemku mengelilingi kota pahlawan. Kali ini kutelusuri jalanan di seputaran wonokromo dan wonocolo. Dari kebun binatang, sampai eks pabrik kulit, hingga bundaran Waru. Kusasar toko ke toko, warung demi warung, hingga pkl sekali pun. Semua kulalui dengan riang demi Ima tercinta. Eh, target penjualan ding. Itulah yang membuatku tetap bertahan, dan mungkin dipertahankan, di saat banyak sales keluar masuk perusahaan ini.

Siang itu aku singgah di sebuah warung bersama Alit. Kami rehat sejenak setelah seharian keliling di daerah Gununganyar, Rungkut hingga Prapen.

"Yok opo barangmu To?" tanya Alit.
(Gimana barangmu To?)

"Hah, lumayan. Wingenane rong dino wis survey warung daerah ahmad yani. Akehan sing buka bengi. Lek sing awan gak sepiro banter Lit."
(Hah, lumayan. Kemarin lusa dua hari survey warung daerah ahmad yani. Banyakan yang buka malam. Kalau siang gak terlalu laris Lit)

"Hahaha, podo. Tapi untung Yu Jum mau nelpon. Pesen kopi maneh dhe'e. Akeh sing nggoleki kopi tubruk jarene."
(Hahaha, sama. Tapi untung Yu Jum tadi telpon. Dia pesan kopi lagi. Banyak yang cari kopi tubruk katanya)

"Walah, bejomu Lit. Iso gawe nutup bulanan lek wis diorder ngono."
(Walah, untungmu Lit. Bisa buat nutup target bulanan kalau sudah dioder begitu)

"Iyo lah To. Kari sisane ae, tak bhuwak nang awakmu ta To?"
(Iya lah To. Tinggal sisanya saja, kubuang ke kamu saja ya To?)

"Walah, lek aku sih yo kari setitik Lit. Kiro-kiro satus bungkus ae wis lengkap tagihane hehehe. Warung bengi iku batine karo mbukak pasar anyar ae."
(Walah, punyaku ya tinggal sedikit Lit. Kira-kira seratus bungkus saja sudah lengkap tagihannya hehehe. Warung malam itu cuma labanya saja, sama buka pasar baru)

"Ealah, To. Tak kiro awakmu sik butuh akeh. Tuwas tak tawani."
(ealah To. Kukira kamu masih butuh banyak. Rugi kutawari)

"Suwun co. Kapan-kapan ae wes, lek aku butuh."
(Terima kasih teman. Kapan-kapan saja, kalau aku butuh)

Obrolanpun mengalir ke hal-hal ringan lainnya. Sampai saat sang penjual datang memberikan dua gelas kopi tubruk.

"Cak cak, kopine sampeyan iku sik akeh tah barange?" ucapnya sambil menyerahkan kopi kepada kami.
(Cak cak, kopi anda itu masih banyakkah barangnya?)

"Tasih katah buk. Wonten nopo buk? Badhe nambah sadean malih tah njenengan?" sambutku.
(Masih banyak bu. Ada apa? Mau nambah jualan lagikah anda?)

"Oalah caak. Wingi iku entek. Tuwas tuku ndik toko. Weruh ngono aku tuku ndik sampeyan ae cak."
(Oalah cak. Kemarin itu habis. Keburu beli di toko. Tau gitu aku beli di kamu saja)

"Ealah buk. Niki lho lek sampeyan badhe nyetok. Kulo tasih nggadah sedoso renteng."
(Ealah bu. Ini lho kalau mau buat persediaan. Saya masih punya sepuluh renteng)

"Iyo cak. Kopine sampeyan lumayan dodolane. Arang sing dodolan kopi tubruk karo kopi arab soale. Lek bengi iku akeh arek cak becakan sing cangkruk ndik kene. Senengane kopi tubruk. Mboh opoko. Ben gak ketubruk tah yok opo ngono."
(Iya cak. Kopinya sampeyan lumayan laris jualannya. Jarang sih yang jualan kopi tubruk sama kopi arab. Kalau malam di sini banyak pengemudi becak yang begadang di sini. Sukanya minum kopi tubruk. Entah kenapa. Mungkin biar tidak ketaprak atau gimana)

"Hahaha saget mawon njenengan buk. Inggih pun. Pokoke gampang lek njenengan ketelasan. Tak setok sing katah buk," kata Alit dengan bahasa jawa campur aduk gak karuan yang diintonasikan dengan semangat.
(Hahaha bisa saja anda bu. Ya sudah. Pokoknya gampang kalau anda kehabisan. Aku sediakan yang banyak bu)

"Inggih buk. Njenengan paringaken nomer hapene mawon buk. Mangke kulo miskol. Mbenjing-mbenjing yen njenengan badhe nyetok malih, kantun telpon kulo. Kulo sadhe mirah kok buk. Mboten kulo bati yen kaliyan njenengan," ucapku dengan bahasa jawa yang juga gak kalah kacaunya.
(Iya bu. Anda kasih saja nomer hapenya bu. Nanti saya misscall. Besok-besok kalau anda mau nambah persediaan lagi tinggal telpon saya. Saya jual murah kok bu. Tidak ambil untung kalau sama anda)

"Iyo wes cak. Iki nomerku. Wes, sampeyan catet dewe nomere."
(Iya dah cak. Ini nomerku. Sudah, sampeyan catat sendiri nomernya)

Ibu penjual itu pun segera menyerahkan hape yang sudah disetel nomer hapenya. Sedangkan aku dan Alit dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya segera mencatat nomer yang sudah ditunjukkan ke hape kami masing-masing. Segera setelahnya kami misscall hape ibu penjual kopi untuk segera didaftarkan pasa daftar kontaknya.

Satu jam kemudian, setelah kopi kami tandas, aku dan Alit berpamitan meninggalkan warung, menuju kantor. Setelah lapor hasil penjualan hari ini kepada Ima, barulah kami pulang ke tempat masing masing. Di tengah jalan menuju parkir, tiba-tiba Ima menyapa kami. Sehingga bertiga kami menuju ke parkiran motor. Suasana canda pun semakin terasa mengiringi langkah kami: aku, Alit, dan Ima ke parkiran.
 
Terakhir diubah:
Sudah, hatiku lagi senang. Dapet referensi bagus buat ss kelak.

#lagi bayangin bikin ss dari mata pelaku :pandaketawa:
 
Kopi Beracun??? :huh:

Jadi entar bakalan ada SS antara mereka berdua yaa :bingung:


:pandaketawa:



Oh iya pai, ini masih lama nggak tamatnya? :pandajahat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd