Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG KOPI SUSU

Bimabet
BAB XLVII



STW RASA POCI



Di tempat Ci Wei, Ale bagaikan mandor saja. Dia sibuk memperhatikan pekerjaan para tukang AC yang sedang mengerjakan pemasangan AC di lantai 2. Lantai dua ini memang sepertinya digunakan untuk tempat pribadi Ci Wei, karena ada sofa, dapur kecil, dan sebuah kamar serta kamar mandi diatas sini yang masuk didalam kamarnya. Sedangkan di lantai 1 memang digunakan untuk konveksinya mulai dari potong, jahit hingga penyimpanan bahan.

Melihat mereka sedang diawasi oleh Ale, pekerjaan para tukang pun dengan cepat dikerjakan. Tampang Ambon Ale memang membuat orang yang belum kenal pasti agak ngeri melihatnya. Makanya pekerjaan yang tadi awalnya agak santai, langsung diburu buru agar cepat selesai.

Dan saat mereka selesai mengerjakan, Ci Wei pun tiba

“udah selesai?”

“udah Bu...”

“udah ditest?”

“sudah tadi Ma Ci, bagus.....”

“oh oke...”

Ci Wei pun membuka dompetnya, dan meski dia sudah membayar langsung ke toko untuk harga dan biaya pasang, namun dia juga memberi tip untuk dua orang yang kerja dalam instalasi.

“udah makan Le?”

“tadi dirumah sudah, Ma Ci....”

“ih, makan lagi yah... gue bawa bakmi itu...”

“masih kenyang Ma Ci..” tolak Ale halus

“lho, nanti siapa yang mau habisin itu?” tanya Ci We lagi sambil meletakkan bawaaannya ke sofa di lantai atas.

“baik, Ma Ci, nanti beta habisin....”

Mereka lalu melihat-lihat seputaran lantai 2 itu. Sudah rapih dan bagus. AC baru di kamar tidur di lantai 2 itu juga sudah berfungsi dengan baik. Menurut Ci Wei, ini tempat dia kalau lagi malas pulang saja, karena konveksi ini memang usahanya dia yang merupakan warisan dari mamanya Ci Monic, sedangkan dia dan suami punya usaha jual beli kain di Kawasan Mangga 2, yang kalau suaminya sedang berhalangan atau sedang keluar kota, maka Ci Wei yang kesana untuk jaga, karena usaha konveksi ini sudah bisa dibilang bisa dia tinggalin.

Hanya saja, setiap hari dia perlu cek dan lihat, karena karyawan meski dia punya supervisor pun tetap saja susuah kalau tidak dikontrol.

Ci Wei ini berusia 43 tahun, sudah menikah dan punya anak yang sudah dewasa, sayangnya anak tunggalnya ini memilih tinggal dengan Engkongnya dari bapaknya di Medan, dia memiliki usaha warisan kakeknya, sehingga jarang sekali pulang ke Jakarta.

Rutinitas dan kesibukan setiap hari ini yang membuat mereka seperti berjarak sebetulnya.

Sebagai wanita yang berusia di angka kepala 4, Ci Wei bisa dibilang masih menarik dan seksi. Hanya saja kesibukan pekerjaan, usaha dan juga masih disibukkan dengan orangtuanya yang sudah sepuh, membuat dia seperti melupakan semua itu. Padahal dia masih aktif dan keinginan bercintanya pun masih kuat.

Namun kesibukan mereka suami istri, ditambah lagi mungkin beban kerja sang suami, membuat semua planning atau keinginan bercinta jadi berantakan. Ci Wei sendiri maklum dengan situasi ini, dia lebih ke menghibur diri. Meski dia tahu jika dia jalan kemana, masih banyak mata nakal pria yang suka singgah ke tubuhnya, apalagi jika dia sudah dengan pakaian ketat atau mini, usianya bagaikan bukan halangan untuk keindahan tubuhnya.

Saat dia ke rumah ibunya dan melihat ada perdebatan hingga pertengkaran, lalu muncul anak Ambon yang pernah diceritakan oleh mamanya, bahwa toko bangunan langganannya mereka milik Ci Fanny, ada anak ambon yang serem kalau dilihat. Dia teringat dulu waktu mamanya punya sangkutan utang di bank, dan didatangi oleh debt collector, trauma itu masih membayang hingga sekarang.

Namun melihat Ale yang gagah berani membela mereka, namun begitu hormat dan lembut saat disapa, semua anggapan terhadap seremnya anak-anak timur yang berprofesi sebagai debt collector pun sirna. Apalagi semenjak dia sering meminta tolong Ale untuk antar bahan bangunan, minta bantu awasin tukang, atau hal-hal lain seperti sekedar menanyakan bahan bangunan, dia dengan sopan sekali menjawab dan penuh hormat.

Melihat tampang Ale, serta kelembutannya selama ini serta ketulusannya membantu, termasuk malam ini diminta datang dengan sigap dia membantu, Ci Wei merasa sangat senang dan terbantu.

Fantasi Ci Wei memang jadi liar saat pernah dia memergoki Ale sedang menatapnya saat dia hanya menggunakan baju dengan leher rendah. Sepintas dia melirik selangkangan anak itu yang terlihat membesar.

Sesuatu yang tidak pernah lagi dia lihat dari suaminya, yang ngacengnya harus melalui drama panjang dan berputar serta lama. Ini bocah malah langsung on melihat dia. Dan sukanya lagi meski begitu, anak itu tidak terlihat kurang ajar atau liar, meski Ci Wei tahu dia pasti ngaceng melihat kemulusan dan padatnya bodinya.

Membayangkan pria sampai bertanduk begitu melihatnya, seketika membuat Ci Wei gerah dan senang. Pacarnya selama ini selalu dari kalangan keturunan. Bahkan setelah menikah pun dia dulu pernah berselingkuh dengan mantan pacarnya yang sudah menikah, meski hubungan mereka selesai beberapa waktu lalu karena pacarnya berpulang saat dilanda Covid 19.

Namun melihat pria muda dan berkulit gelap, meski merinding dan agak takut, tapi fantasi Ci Wei memang jadi kemana mana. Diam -diam dia sempat mencoba surfing dan melihat film biru dengan genre interracial, antara wanita kulit putih dan kulit hitam. Dia melihat betapa eksotisnya adegan itu, dan melihat size dan warna isi celana prianya, dia jadi teringat akan Ale, apalagi saat gelembung keras di balik celana pendeknya, membuat pikiran Ci Wei jadi tidak menentu.

Sudah 3 bulan rasanya dia tidak merasakan hangatnya sentuhan dari suami. Suaminya bagaikan diam saja, karena memang Ci Wei juga tidak pernah bersuara meminta secara terbuka, akhirnya mereka saling diam dan saling cuek dengan kebutuhan itu. Namun dibalik semua itu, ada birahi dan letupan yang bisa meledak kapan saja, jika bertemu dengan lawan yang tepat.

“makan lah Le....”

Ci Wei menghidangkan mie yang dia beli

“halal ini kok...”

“makasih Ma Ci....”

Ale lalu sambil duduk di meja makan kecil yang berbentuk bulat, membuka kotak mie dan mulai mengaduk aduk

“lu Ambon mana?”

“beta dari Ternate, Ma Ci.....”

“beda sama Ambon?”

“sama-sama Maluku, Cuma beta Maluku Utara, kalau Ambon selatan....”

“oh....”

“Ambon kota sebenarnya Ma Ci, cuma karena orang sudah terbiasa bilang anak-anak timur itu Ambon, jadi beta yang bukan anak Ambon, tapi anak Maluku pun dibilang begitu....”

Ci Wei tertawa mendengarnya

“eh makasih yah sudah, sudah bantuin datang kesini....”

“sama-sama Ma Ci.... “

“ci Fanny tahu lu kesini?”

Ale menggeleng

“marah ngga dia?”

“sebaiknya jangan bilang Ma Ci....”

Ci Wei tertawa kembali

“iya, Mama bilang katanya lu anak buah kesayangan Ci Fanny.....”

“ngga juga Ma Ci, sering kena omel juga.....”

“oh gitu? Lu udah rajin begitu masih kena omel juga?”

“ya namanya boss, wajarlah dia marah....”

Ci Wei tersenyum

“untung lu sabar yah....”

Ale tersenyum

“ci Fanny sama Koh Alvin baik sekali sama beta.... beta tidak mungkin lah mau bantah apa yang mereka minta....”

Ci Wei bisa melihat ada ketulusan dan kebaikan dari sorot mata Ale. Dia tahu pemuda ini jujur. Bahkan dalam banyak kesempatan dia sedikitpun tidak pernah mencoba menyimpang atau berlaku tidak jujur, semuanya dia kerjakan secara tulus dan sebaik mungkin.

“lu sampai jam berapa ijinnya ini?”

“terserah Ma Ci, sampai jam berapa perlu beta....”

“oh oke.... temenin gue dulu yah....”

“iya siap Ma Ci....”

“Om masih di Bandengan, nanti kalau dia sudah mau pulang, gue juga balik, trus lu juga bisa balik...”

“iya siap Ma Ci...”

Lalu

“lu makanlah, gue mo mandi dulu....”

“iya Ma Ci...”

Kamar mandi di lantai dua ini dibuat menyatu dengan kamar pribadinya Ci Wei. Sedangkan kamar mandi di belakang untuk tangga, malah dongkar dan dijadikan gudang penyimpanan hasil konveksi.

Sambil makan mie, Ale dengan santai membuka ponselnya. Membalas whatsapp dari Ati, dan juga dari kakaknya Halimah. Ati bertanya kapan bisa ke rumah lagi, karena sudah seminggu ngga ditengok tengok sama Ale. Sedangkan Ci Fanny dilihatnya last seen tadi jam 18.30 malam, artinya sekarang dia sudah terlelap.

Sedangkan Ale, malah pentungannya mulai bangun. Hanya berduaan dengan Ci Wei, dan keharuman tubuh Ci Wei saja tercium tadi. Belum mandi saja masih harum, apalagi kalau sudah mandi. Ale jadi galau, apalagi pentungannya sudah beberapa hari belum bertemu sasaran yang tepat.

Bercinta dengan Ati memang dia puas. Namun Ati selalu siap jika dia datang. Sedangkan sama Ci Fanny yang memang dia sukai dan inginkan setiap saat, belum tentu dia bisa minta sesuka hatinya, selain harus nunggu saat dan momen yang tepat, mood Ci Fanny yang suka naik turun, sukar dia prediksi. Beda dengan kalotnya dia yang lihat montok dan licin sedikit langsung bereaksi.

“enak mie nya?” tiba-tiba muncul Ci Wei keluar dari kamar

“enak Ma Ci....” jawab Ale cepat

Mata Ale baagikan hendak copot melihat Ci Wei. Dengan daster u can see jumbo tanpa lengan berwarna merah, keindahan tubuhnya bagaikan wanita yang sedang bersolek indah didepan suaminya. Lengan dan bahu mulusnya serta belahan dadanya yang pendek, membuat badannya terlihat siluetnya. Meski bahannya agak longgar, namun lekuk tubunya terlihat menantang



Dan dibalik dasternya itu, terlihat sekali kalau Ci Wei tidak memakai bra sama sekali. Pepaya mengkal dengan ukuran yang lumayan besar itu tercetak sekali putingnya tanpa bisa disembunyikan dibalik dasternya, meski bahannya agak longgar di bagian bawah, tapi bagian atas yang agak ketat, membuat Ale jadi panas dingin.

Sudah beberapa lama tidak merasakan nikmatnya ubi kupas seperti ini, membuat Ale jadi meriang mendadak. Meski sudah kepala empat, tapi pundak dan lehernya Ci Wei masih sangat mulus bagaikan pundak gadis muda.

Ci Wei lalu duduk tepat didepan Ale, tangannya dengan santainya menganggkat keatas merapihkan rambutnya

“buah nih....”

Tangannya yang menjangkau buah lalu memberikannya kea rah Ale, membuat Ale jadi susah fokus.

Puki mai, kata Ale dalam hati.

Kalau sudah melihat hal yang indah seperti ini memang batang kalot Ale langsung tegang dan mengacung. Pentungan hansipnya yang sedah beberapa hari belum mendapat sarang yang tepat, membuat dia semakin sulit menahan dirinya

“Om masih belum jalan, lu temenin gue dulu yah...”

“iya siap Ma Ci...”

Lalu

“nih....”

Ci Wei menyodorkan potongan apel yang barus sjaa dia kupas..

“makasih Ma Ci....”

“lu udah punya istri?”

“masih lajang beta, Ma Ci....”

“oh....”

“pacar lu?”

“ngga ada juga Ma Ci....”

Ale sudah mulai main tipu, tidak mau ngaku kalau dia pacarana sama janda si Ati

“lu sibuk terus sih yah....”

“iya Ma Ci.....”

Lalu

“lagian mana ada yang mau sama saya.....”

Ci Wei tertawa kencang

“ngga lah.... perempuan itu mandangnya hati.... beda ama laki, senangnya liat fisik.....”

Ale tertunduk malu

Percakapan mereka terasa semakin akrab.

Bagi Ale, Ci Wei ini tipikal wnaita yang terbuka dan sangat baik. Dia sedikit dari banyak wanita yang selama ini suka serem kalau lihat tampang Ale. Maklum tampang debt collector atau mata elang, perempuan mana yang doyan lihat.

Tapi Ci Wei terlihat santai. Dia melihat bagaimana Ale dengan garangnya mengajak preman-preman ribut, dan juga saat mereka sering komunikasi, dia bisa lihat ketulusan dan kebaikan hati anak ini. Dia simpati dan suka dengan gaya lugu dari bocah ini.

Saat Ale membuang bekas kotak mie ayam, dia sempat melihat gelembung di celana Ale.

Hati dan dada Ci Wei berdesir jadinya.

Gila, pasti isinya kayak kontol negro yang dilihatnya di film biru. Gede dan hitam legam.

Badan Ci Wei makin panas rasanya. Dia tahu, Ale melirik dari tadi ke belahan dadanya dan punggungnya yang terbuka. Gaya duduk Ale yang tidak mau diam, membuat Ci Wei yakin pasti isi celananya sudah tegang.

Sekian lama tidak merasakan kontol lain milik pria lain, setelah selingkuhannya berpulang, kali ini Ci Wei jadi galau, antara menerkam Ale atau menahan diri. Sebetulnya dia malu, apalagi kalau sampai ada yang tahu dia bercinta dengan anak muda, ambon hitam pula, apa kata orang nanti?

Namun sensasi merasakan nikmatnya bercinta dengan pria yang berkulit gelap, pekerja kasar yang identik dengan keperkasaan dan garang diatas ranjang, membuat dia bagaikan sulit menahan diri, dan selangkangannya juga mulai agak merembes cairan di vaginanya. Dia jadi bergairah, apalagi tatapan malu-malu kucing garong ala Ale sering dipergoki sedang menatap ke dadanya.

“beta mau numpang ke kamar kecil, Ma Ci....”

“oh iya.... silahkan...”

Ale berdiri, dia bingung karena dilantai 2 kamar mandi dan wc itu di kamarnya Ci Wei

Dia lalu turun kebawah

“disini aja....”

Ale kaget

“itu di kamar aja...”

“biar dibawah aja....”

“udah disitu aja.... ngga ada Om ini....” ledek Ci Wei sedikit melihat wajah Ale yang agak malu

Ale malu-malu kemudian masuk ke kamar Ci Wei.

Kamar yang bersih dan harum itu tercium di hidung Ale. Bersih dengan dengan kasur ukuran queen size dan dilapisi seprai berwarna abu-abu tua. Ale lalu masuk ke kamar mandi. Dia berdiri di depan toiletnya, lalu mencoba untuk kencing, dan selesai kecing dia membersihkan kepala tititnya yang kini mengencang dengan sangat keras, dengan memakai sabun cair yang ada disitu.

Puki kau Kalot, sudah tahu aja kau ini ada pepe bagus didepan.... bisik hati Ale.

Ale mencoba untuk melakukan gerakan loco 5-1 agar otaknya tidak lagi berpikir ke arah sana lagi. Dia takut dianggap tidak sopan oleh Ci Wei, meski dia melihat sepertinya Ci Wei seperti memancingnya. Namun Ale tetap saja agak sedikit kuatir, makanya dia ingin melepaskan hasratnya dengan swalayan di toiletnya Ci Wei.

Agak sulit bagi dirinya untuk berkosnentrasi, selain ini tempat orang, baginya 5-1 atau loco atau coli, perlu ilham juga, dan perlu bahan untuk jadi bacolan dia. Dan meski sudah ngacung berat, masih belum bisa juga dia crot.

“Le.....”

Ale kaget. Ci Wei memanggilnya

“berak lu?” tanya Ci Wei

“ngga Ma Ci.....”

Ale dengan agak gugup lalu segera memasukan burung kutilangnya ke dalam sangkar, menaikan retsluitingnya, dan pura-pura menekan tombol bilas, lalu keluar dari WC.

Ci Wei ternyata ada dikamar menyusulnya

“berak apa pipis lu?”

“pipis Ci...” agak malu Ale pas di depan pintu kamar mandi. Ci Wei berdiri sekitar 1 meter di depannya.

“kok lama?”

“tadi mules, mo coba buang air besar tapi ngga keluar....”

Ci Wei tersenyum melihat Ale

“trus kenapa tangan lu itu?”

Tangan Ale emmang agak mendekap burungnya yang sejak tadi galak betul dan siap terbang.

“ngga apa-apa Ci Boss....”

“Ci Boss??”

“eh... Ma Ci.... maksud saya....”

Ale memaki dirinya sendiri yang sakling gugupnya sudah salah sebut nama

“trus kenapa lu pegang pegang?” tanya Ci Wei setengah menggoda

“eh...ini Ma Ci....” gugup betul Ale jadinya

Melihat anak ini gugup, Ci wei makin penasaran dan makin senang menggodanya

“lepaslah....”

“iya Ma Ci....”

Ale lalu mencoba melepaskan tangannya, dan tak urung pentungan beruratnya yang memang sudah tegang, apalagi mencium bau harum dikamar Ci Wei, dan melihat Ci Wei yang berdiri didepannya dengan tubuh yang mulus di bagian pundaknya, dan buah dada besarnya seperti menantangnya, Ale sulit mengendalikan isi celananya

“ya ampun.... itu ngaceng?” tanya Ci Wei sambil pura-pura tidak tahu dan menutup mulutnya dengan tangannya

Ale tertunduk malu melihat ekspresi kaget dari Ci Wei

“ngaceng lihat gue?”

Ale sudah malu dan kadung, jadi serba salah dan bingung apalagi didepannya Ci Wei yang tersenyum menggodanya

Sementara Ci Wei dibuat takjub dengan benjolan di selangkangan Ale. Hanya mereka berdua dikamar bahkan di dalam ruko ini, membuat suasana terlihat sekali mendukung untuk kedua insan ini menyatukan fantasi mereka di masing-masing kepala.

Ale yang punya fantasi untuk bisa mencoblos lubang yang baru, apalagi dengan tampilan Ci Wei yang seperti minta untuk diterkam. Sedangkan Ci Wei yang sudah lama tidak mendapatkan siraman air surgawi, juga punya fantasi liar bagaimana bercinta ala interracial seperti film-film biru yang dia lihat. Kulit hitam Ale terlihat sangat membuat dia penasaran, apakah benar pria dengan kulit legam dan otot kuat ala Ale, juga punya kekuatan yang berbeda, dan size yang jumbo.

“bukain dong.....” pinta Ci Wei akhirnya

Ale kaget medengarnya

“buka Ma Ci?” Ale bagaikan orang bodoh. Dia sampai memaki dirinya sendiri, dari tadi penasaran dan ingin terjun ke laut, sekarang disuruh terjun malah kayak anak bego

“iye.....”

Ale tertunduk sedikit malu

“malu Ma Ci....”

“ih, udah ngaceng gitu.... buka, gue mo lihat.....” kini agak berani Ci Wei memerintahkan ke Ale.

Dia tahu Ale ini pasti ngaceng melihat dia, jadi kalau dia minta dibuka pasti akan dibuka juga.

Ale lalu pelan-pelan membuka retsluiting celana jins pendeknya, lalu membuka celana dalam dengan menurunkan tepian celana dari atas.

Mata Ci Wei terbelalak melihat pentungan hansipnya Ale yang keluar terjulur.

“gila, gede banget.....”

Tatapan kaget, bingung dan sekaligus takjub terpancar dari matanya.

Ale yang melihat ekspresi dari Ci Wei, langsung bangga rasanya melihat ular cobra kebanggaannya dengan gagah berani mengacung dan kencang, seperti menantang sang lawan untuk adu patuk.

“berapa senti itu?” tanya Ci Wei sambil matanya tidak lepas dari pentungan itu.

Ternyata memang ukuran jumbonya Ale yang selama ini menggembul dari celananya, bukan bayangan dan angan lagi. Tapi nyata kini didepan matanya, dan mengayun ayun seperti menggodanya untuk menyapa

Gila, bisa robek memek gue dihajar kontol jahanam ini, bisik Ci Wei.

Ukuran suaminya dan ukuran mantan-mantannya dia mah tidak ada apa-apanya dengan milik Ale. Selain nyalinya besar, ototnya juga terlihat kekar, kini isi celananya pun memang luarbiasa besarnya.

“lu ngaceng dari tadi?” tanya Ci Wei sambil tangannya terulur dan mulai memegang urat kebanggaan Ale, yang bagaikan tersetrum saat tangan itu membelai dengan lembut

“Ngaceng melulu kalau lihat Ma Ci....”

“masa sih?”

Pengakuan Ale membuat Ci Wei tersipu, ternyata pentungan ini ngaceng melulu melihat bodi tua miliknya, yang suaminya saja sudah tidak bergairah menyentuhnya, padahal tiap hari lihat dia di rumah.

“gue khan sudah kepala 4 Nyong... sudah tua....”

“bagi beta, masih Top abis, Ma Ci....”

Ci Wei masih takjub melihat batang besar itu. Tangannya meremas dengan gemas. Pentungan yang kini rambutnya sudah ditrimming rapi oleh Ale, terlihat semakin kokoh dan menantang, apalagi urat-urat dan kepalanya yang seperti jamur, besar dan hitam legam.

Ale yang melihat Ci Wei sudah sudah masuk dalam perangkapnya, dengan tenang kini dia lalu menurunkan semua celananya ke lantai, dan kini hanya kaos saja yang masih melekat di badannya. Dia lalu mendekati tubuh Ci Wei, lalu dengan setengah mendorong, dia mendesak wanita montok itu ke dinding kamar, pintu yang masih setengah terbuka didorongnya agak tertutup, lalu dikuncinya.

Ci Wei yang masih terkesima kaget mendapat serangan Ale, dengan cepat Ale lalu memeluk Ci Wei, lalu mendorong merapat ke dinding, dan kemudian ciumannya menyerang leher dan pundak Ci Wei yang mulus dan terbuka itu.

“oh, gila kamu......”

Sergapan bibir dan lidahnya Ale bagaikan mobil ngegas dijalan tol yang licin. Leher yang terbuka dan pundak yang bersih itu menjadi sasaran ciuman dan jilatan lidah Ale, dan ini membuat Ci Wei kaget, namun menyambutnya dengan terbuka dan senang.

Apalagi saat tangan Ale lalu menurunkan tali dasternya, dan kemudian dasternya itu jatuh ke lantai, membuat buah dadanya terbuka, dan menyisahkan celana dalam hitam yang menutupi selangkangannya. Tubuh yang putih mulus, bening dan bersih. Meski buah dadanya sudah terlihat agak ngondoi, namun tetap saja yang namanya Cici, pasti beda dengan kapista busuk macam Ale yang hitam. Tubuh Ci Wei tetap saja mulus dan bersih, meski putingnya agak besar, jika dibandingkan Ci Fanny yang masih bagus isinya.

Ale langsung merengsek lagi, dengan sambil mendesak Ci Wei didinding, mulutnya lalu menjepit putingnya Ci Wei dengan jepitan bibirnya.

Suara Ci Wei yang mendesah lirih saat buah dadanya dilumat Ale, membuat kamar ini jadi sedikit gaduh. Mulut dan bibir hitam tebal milik Ale dengan liarnya mulai melumat, dan menjepit putting itu bergantian, dan lidahnya juga bermain dan mengelitik ujung dadanya Ci Wei, membuat wanita yang sudah lama tidak merasakan jilatan pria jadi semakin histeris dalam birahinya.

Mulut Ale kembali berpindah ke lehernya.

Matanya mereka lalu bertatapan. Mata yang penuh birahi dan sudah kehilangan nalar sehat, dan sambil tangan Ale turun bermain di vaginanya Ci Wei yang masih terbungkus celana dalam, bibir Ci Wei langsung dilumat dengan liar oleh Ale. Bibir hitam tebal itu melumat keindahan bibir wanita setengah baya yang masih terawat dan selalu dilumuri oleh lipstick berkelas, memang membuat Ale bagaikan bujang bangsat yang naik derajat.

Basah sudah celana dalam Ci Wei.

Dan Ale kemudian sedikit mengangkat pantat Ci Wei, sambil mulutnya kembali bermain di puting dan dada wanita itu. Suara penuh birahi terdengar merintih memenuhi isi kamar itu.

Ale lalu mengangkat tubuh Ci Wei dengan pelukannya, dan kaki wanita itu melingkar di pinggang Ale, sambil bibir mereka saling bertautan.

Pemandangan yang sangat kontras, Ale yang bertubuh hitam legam, sambil pinggangya dijepit oleh kaki mulus dan sangat terawat milik Ci Wei. Dan segera tubuh yang masih memikat itu rebah di kasurnya, telentang pasrah untuk menanti garapan sang petani parlente dari Ternate.

Ale tidak puas-puasnya terus melumat buah dada Ci Wei, yang mulutnya merintih menahan birahi.

Lalu tangan Ale meluncurkan kain terakhir yang menempel di tubuh Ci Wei. Dan hutan belantara hitam bagaikan semak belukar kemudian muncul dihadapannya. Ale lalu membuka pahanya Ci Wei lebar-lebar, dan tanpa dikomando mulutnya segera menempel di bibir bawah milik Ci Wei.

“aough.... enak banget nyong.....” tangan Ci Wei memukul pundak Ale dengan manja.

Jilatan lidah Ale kini bagaikan menyeterum sekujur tubuh Ci Wei. Vaginanya menjadi sasaran empuk. Lembah yang sudah basah itu makin basah dengan jilatan Ale. apalagi saat lidah dan bibir Ale memainkan orchestra indah dan tepat di sasarannya, membuat Ci Wei makin liar dan berteriak lirih.

“gila....enak eh.....”

Pantatnya naik turun menyambut jilatan lidah Ale, tangannya menekan kepala Ale, dan lidah Ale serta bibirnya bekerja keras dalam melumat lembah basah itu yang dilengkapi permadani hitam dihamparan hutan diatas bukit selangkangan Ci Wei.

Dan akhirnya ci Wei yang sudah lama tidak merasakan rangsangan sehebat ini pun berteriak

“gue mo keluar sayang......”

Ale makin gencar menjilati itilnya yang megar dan belahannya yang basah itu

“boleh gue keluar??’’ tanyanya sudah setengah tidak sadarkan diri akibat rangsangan dari lidah dan bibir Ale

Lalu

“ough.....gue keluar...... gila.... enak banget.....”

Teriakan seakan memenuhi seisi kamar itu, dan sambil menekan kepala Ale, dia pun menggoyangkan pantatnya naik turun dengan liar dan kemudian berhenti, sambil menggertakkan giginya, memejamkan matanya dan sekujur tubuhnya bagaikan tidak ada jiwa lagi didalamnya, kecuali birahi yang terpuaskan dengan mendadak oleh jilatan Ale

“oh.... enak banget nyomg....”

Nafasnya terengah -engah, dia lalu memeluk Ale dengan eratnya.

Orgasmenya akhirnya tiba, dengan jilatan yang liar diselangkangannya.

Sedangkan Ale nyaris putus nafas akibat ditekan oleh Ci Wei.

Ada sedikit yang mengganggu hidung Ale sebetulnya, dia seperti mencium ada sedikit bau yang kurang enak dari vagina Ci Wei, namun karena nafsu sudah di kepalanya, ditambah dengan tekananan tangan Ci Wei, semua itu tidak diperdulikannya. Kapan lagi bisa ngewong dengan wanita berkelas seperti Ci wei.

“ayo.... masukin Nyong.....” pinta Ci Wei

Wanita ini ingin merasakan aslinya seperti apa rasanya pentungan hansip Ale, yang semenjak tadi terus mengacung, dan berayun ayun, menggoda imannya untuk mencoba.

Pahanya kini terbuka lebar, dan lubang vaginanya meski ditumbuhi liarnya rumput ilalang hitam, namun belahannya terlihat memerah indah, dan menggoda Ale untuk segera membenamkan pentungannya disitu.

Ale lalu bangkit, naik keatas tubuh Ci Wei, lalu dengan lembut dia menggosokannya ke bagian bibir luar vaginanya.

Badan Ci wei bagaikan tersetrum kembali saat mendapat rangsangan seperti ini. Batang sebesar itu membuat dirinya penasaran untuk mencoba seperti apa rasanya, dan bisa bertahan berapa lama.

Dan pelan tapi pasti, Ale mulai mamasukannya

“pelan-pelan nyong.... gila gede banget sih......” bisiknya ke telinga Ale

Ale menunggu agak tenang sedikit, lalu mulai mendorongnya, hingga akhirnya semua masuk dan tenggelam.

Jepitan urat dan bibir vaginanya ke kontol Ale, membuat cairannya kembali keluar dan menetes dari dinding vagina.

Merasakan betapa penuhnya isi memeknya, membuat Ci Wei lupa daratan, sambil berteriak dan memeluk badan Ale erat-erat, dia lalu menekan pantat Ale agar masuk dan terbenam di dalam kubangan vaginanya yang basah.

“goyang nyong.....”

Ale mengangguk

“pelan-pelan....”

Goyangan dan gerakan naik turun Ale yang lembut namun tepat sasaran, ditambah jepitan dari memeknya Ci Wei, membuat Ale bagaikan berada di surga dunia. Apalagi saat pelukan Ci Wei mendekapnya erat, gesekan dadanya dengan kelembutan dada Ci Wei, menimbulkan nuansa indah yang rasanya membuat dia jadi raja malam ini di kasur dan kamar Ci Wei

“oug... enak banget sih....”

Ale dengan gencarnya menggoyang

“kamu enak Nyong???” bisiknya lirih

“enak Ma Ci.....”

Ale dengan nikmatnya mendorong pantatnya agar menekan vagina Ci wei, serta merasakan jepitan vagina yang baru kali ini dimasukin urat besar seperti milik Ale, yang bagaikan bor besar yang mengobrak abrik isi vaginanya

Bibir mereka kembali bertautan.

Ale merasa sangat tersanjung, biasanya wanita lain suka dengan jilatannya Ale, tapi suka malas jika diajak ciuman bibir. Namun Ci Wei dengan ganas meladeni semua ciuman Ale, dan ini yang membuat dia semkin bersemangat menggoyang Ci Wei

“rapat sekali Ma Ci.....”

Ci Wei senang mendnegarnya

“suka?”

“suka banget Ma Ci....”

Sodokan batang besar yang jalur keluar masuknya seperti menghantam kelentitnya Ci Wei, membuat Ci Wei sulit untuk menahan kembali orgasmenya. Keadaan dia yang suduh lama tidak dibuahi, dan kemudian sekalinya dibuahi mendapat ular cobra liar seperti milik Ale, ditambah sensasinya merasakan dihajar oleh kontol hitam, Ci Wei jadi sulit menahan orgasmenya

“gue mo keluar lagi....”

Ale semakin bersemangat

Dia dengan segera menggoyang Ci Wei dengan agak cepat iramanya.

Bunyi kontol ke dalam vagina, ditambah dengan bersatunya badan mereka, menimbulkan suara indah yang merdu ditambah rintihan Ci Wei, yang memang tipikal wanita yang berisik dalam bercinta, dan ini disukai oleh Ale, wanita yang ekspresif dan liar diranjang, meski diluar terlihat sangat santun

“mo keluar lagi gue...” rintih Ci wei

Dan kemudian

“keluar lagi kahn gue..... ough,,,ourgh,,,aggghhhhhh........”

Teriakan lirihnya sambil memeluk Ale, tangannya seperti meremas lengan Ale, dan kemudian disusul oleh Ale.

Pria hitam legam itu tiba-tiba memeluk Ci Wei dengan eratnya, dan sambil mendengus kencang, dia lalu menekan dan menumpahkan semua isi pentungan hansipnya ke dalam vagina basah milik Ci Wei

Ci Wei senang sekali mendapat siraman rohani kali ini, dia memeluk Ale yang sedang dilanda orgasmenya setelah berhari hari puasa.

“enak??”

“enak banget Ma Ci....”

Ci Wei tertawa

Ale lalu menggelosor di samping tubuh Ci Wei.

Wanita itu tiba tiba bangkit, lalu segera lari ke kamar amndi

“aduh, netes nih banyak banget....”

Rupanya cairan peju Ale saking banyaknya sampai luber ke luar vaginanya Ci Wei, dan wanita itu segera masuk ke kamar mandi untuk cebok.

Sedangkan Ale masih termenung memikirkan nasib baiknya. Yang untuk ketiga kalinya bisa menaklukkan wanita panda lokal MILF type. Biar sudah mama mama, namun jepitan Ci Wei masih seperti perawan rasanya.

Ale meilirk ke arah pentunagnhya yang seperti ular kelelahan , menjutai di pahanya. Dan betapa kagetnya Ale, ada darah menempel di kontolnya. Dia kaget seketika.

Buset, masih poci berarti ini Ci Wei??? Tanya dia dalam hati

Masih poci, tapi punya laki punya anak?? Bisiknya lagi

Tiba-tiba, Ci Wei keluar dari kamar mandi.

“cuci sana... “perintahnya ke Ale

“siap ma Ci....” Ale bangkit dari kasur

Lalu

“haduh, abis disodok sama lu, langsung datang deh tamu bulanan gue....” ujar Ci Wei tertawa “sakti kontol lu, Le....”

Ci wei mencubit lengan Ale yang berjalan ke kamar amndi

ha??? Dapat haid?? Tanya Ale dalam hati.

Berarti darah yang nempel di kontol beta itu darah haid?? Bukan darah poci?? Pukimai

Ale mengutuk dirinya yang tolol bin dongo jika sudah lihat memek wanita, apalagi memek seindah tubuhnya Ci Wei. Pantas tadi saat dia sedang melakukan ritual slaber atau isep memek, bau memek Ci Wei agak lain, ternyata bau haidnya dia yang baru menetes.

Bangsat bangsat.... maki Ale dalam hati

Dia yang dapat jilat enak, beta yang sial jilat memek ada darahnya.

Puki lah......


NB :

- Poci : Perawan
 
Nyong, itu pentungan hansip atau gerobak, kok main sodor aja :bata::((
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd