regumlunox
Suka Semprot
- Daftar
- 27 Sep 2018
- Post
- 15
- Like diterima
- 13
Bagian Satu — Dita
Sudah dua bulan semenjak aku pindah ke kosan baru ini. Tempatnya yang dipenuhi tanaman hias bikin suasananya asri dan udaranya segar. Kebetulan kamarku yang ada di lantai 3 berhadapan sama pohon rambutan tua yang rindang, jadi kalau tiap pagi aku selalu dapet suplai oksigen terbaik yang bikin otakku selalu fresh. Aku jadi makin nyaman tinggal disini.
Waktu awal pindah, Ibu kost bilang kalau kamar yang tersisa waktu itu cuma yang di pojok, di lantai 3. Beliau agak sungkan nawarin aku kamar itu, karena pasti akan repot banget untuk bawa barang-barang aku kesana. Maksudnya, naik-turun tangga berkali-kali untuk masukin barang pasti bikin mager. Tapi aku sih ga masalah, karena aku pakai jasa pindah rumah yang sekaligus bawa barang-barang pindahan ke tempat baru.
Nama bangunan ini adalah Kost Delima. Kosan ini berkonsep bangunan kontrakan yang tiap lantainya punya lima kamar. Ada banyak tanaman hias di pekarangan kosan, yang bikin suasana sekitarnya jadi adem dan teduh. Khusus di pojok, ada satu pohon rambutan tua yang tinggi banget hingga sampai ke depan kamarku. Oh iya, karena kamarnya cuma sepetak, makanya harga sewanya murah. Tapi ada kamar mandi bersama di tiap lantai, dapur umum dan ruang tamu serbaguna di lantai dasar. Selama ini para penghuni kosan cukup tertib dalam menggunakan fasilitas kos, jadi aku ga masalah dengan sistem pakai fasilitas bersama ini.
Eh... aku lupa kenalin diri. Namaku Dita. Aku mahasiswi baru di salah satu perguruan swasta di daerah selatan Ibukota. Ini bukan pengalaman ngekos pertama bagiku, karena aku udah biasa tinggal sendiri semenjak SMA. Tapi berhubung kosan lamaku dengan kampus lumayan jauh, jadi aku mutusin untuk pindah kosan. Untungnya, aku ketemu kosan yang dekat dari kampus tapi harganya murah. Yah... meski fasilitasnya dipakai bareng-bareng dan kosannya campur gender sih.
"Eh Neng Dita udah rapih aja pagi-pagi, mau ngampus ya?"
Aku menengok ke si penanya. Namanya Masduki, tetangga sebelah kamarku. Dia yang paling sering papasan denganku tiap pagi, karena kami punya jadwal yang sama. Aku kuliah pagi, dan Mas Duki yang karyawan swasta ini selalu kebagian shift pagi juga. Aku panggil dia Mas Duki, karena kalau tambahin 'mas' di depan namanya jadi aneh sebutnya. Mas Masduki, ga enak banget.
"Iyalah Mas, kayak biasa. Kapan sih aku rapih gini ke tempat selain kampus," balasku sambil ketawa.
Pandangan Mas Duki berhenti sebentar di dadaku, yang untungnya, berhasil kusadari. Aku buru-buru rapetin zipper hoodieku buat nutupin bagian yang terlalu menyembul itu, meski ga begitu menolong sih. Sadar kalau ketahuan mandangin dadaku, Mas Duki langsung pamit turun. "Makin gede aja tiap hari," adalah gumaman darinya, yang meski pelan, tapi masih bisa kudengar.
Bukan salah Mas Duki juga kalau dia bisa salah fokus ke dadaku. Aku emang terberkati dengan buah dada besar. Cup bra ku saja F. Dengan ukuran sebesar ini, aku kesulitan pakai baju karena tiap baju yang kupakai selalu membuat buah dadaku tercetak jelas. Meski udah kusiasati lewat baju-baju longgar atau gombrong, tapi bagian dadaku selalu nampak lekukannya.
Selain buah dada ukuran F, aku juga punya pantat yang bulat dan sekal. Bentuk tubuhku sebenarnya semok, tapi pendek. Perutku sih rata, tapi lingkar perutnya memang agak lebar, untungnya karena hal ini membuat bentuk tubuhku jadi proposional. Apalagi ditunjang kulitku yang lumayan putih, karena aku memang jarang keluar rumah dan pakai baju terbuka.
Tipe wajahku juga baby face, jadi selalu kelihatan imut-imut, apalagi kalau senyum. Alisku tebal, membingkai mataku yang bulat—tapi sayang aku pakai kacamata karena minusku sudah parah. Hidungku lumayan mancung, berada di antara pipiku yang bulat. Oh iya, wajahku mulus loh. Orang selalu tanya aku pakai skin care apa, tapi bener deh ini alami. Aku cuma perawatan sabun muka aja kok, sama sering pakai masker kalau pergi.
Bukan maksudnya ge'er sih, tapi dengan semua berkah fisik ini, aku jadi salah satu mahasiswi baru favorit di kampus, apalagi di lingkungan kosan. Tapi untungnya ga pernah ada yang kurang ajar sama aku, atau belum?
Ya jangan sampe dong.
•••
Hari ini kegiatan ngampus lebih capek dari biasanya. Baru semester satu, tapi udah banyak tugas yang harus dikerjain. Hari ini aja, tiga mata kuliahku punya tugas baru yang harus diserahin minggu depan. Kupikir kuliah di universitas swasta itu bisa lebih santai, tapi kayaknya aku salah pilih kampus. Di kampusku, tugas-tugas itu datangnya ngebut, dan deadlinenya juga nyeremin. Kehidupan SMA yang penuh PR itu ga ada apa-apanya dengan ini, huuu...
Aku buru-buru buka pintu kamar, lalu masuk dan tutup pintu rapat-rapat. Ga lupa kukunci juga. Kepalaku udah berat dan penat sama tugas, dan aku butuh sesuatu untuk lepasin tensi yang tinggi ini. Buru-buru aku lepas jaket, buka baju dan celana hingga cuma daleman aja yang melekat di tubuh. Terus aku rebahan di kasur, renggangin badan biar rileks, baru deh meluk guling.
Jadi, mari kuberitahu sedikit rahasiaku, yang bahkan ga pernah ada seorang pun yang tau. Dari SD, aku memang terkenal rajin belajar dan selalu jadi juara kelas. Nilai-nilaiku ga pernah dibawah sembilan. Aku juga selalu berusaha keras pertahanin nilai dan prestasiku, jadi keluargaku bisa terus bangga kepadaku. Tapi semua effort itu ternyata bebanin aku. Stressku menumpuk, dan ini jadi masalah besar yang berjangka panjang. Di sisi lain, aku makin terbebani karena harus selalu bersikap baik ke semua orang demi menjaga citraku yang dikenal sebagai anak baik-baik. Makin mengendaplah bebanku.
Lalu suatu hari pas akhir kelas tiga SMP, aku ga sengaja baca artikel khusus perempuan. Isinya tentang menangani stress berlebihan berikut cara-caranya, seperti meditasi, liburan, dan masturbasi. Entah kenapa, aku malah tertarik ke cara terakhir ini. Di artikel disebut kalau masturbasi punya efek positif untuk melepas stress. Ya gitu, akhirnya aku riset soal teknik dan cara masturbasi yang sesuai dengan kondisiku saat itu—dan masih berlaku untuk sekarang, tentu.
Dengan posisi menyamping sambil pelukin bantal, pahaku mulai mengapit bantal sampai menempel di selangkangan. Sengaja kutekan-tekan selangkanganku lebih intens lagi supaya lebih terasa. Setelah dirasa pas posisinya dengan pussyku, aku mulai menggesek-gesekkan pussyku sendiri ke bantal, yang langsung menimbulkan perasaan geli tapi enak. Makin kugesek, rasanya makin nikmat. Aku ngerasain kalau bantalnya menggesek tepat di klitorisku, yang meski masih ketutupan celana dalam, tapi masih terasa geli-geli enak gitu.
"Ahh... enak banget sih... nagih banget uuhh..."
Beberapa sesi masturbasi terakhir, aku mulai berimprovisasi. Dengan merangsang buah dadaku sambil gesek-gesek bantal, bikin aku sadar kalau nikmatnya jadi bertambah berkali-kali lipat. Aku ngeremesin buah dadaku sendiri, gantian kiri dan kanan. Wahhh, desahanku jadi makin binal. Apalagi pas putingnya aku mainin, rasa gelinya menjalar ke seluruh tubuh loh!
"Oohh... yaahhh... enak sshh... terus... enakin terus..."
Merangsang diri sendiri bikin aku makin semangat. Gesekan bantalku makin liar, seiring makin hebatnya rangsangan yang aku dapet hingga ke ubun-ubun. Kulitku jadi licin gara-gara keringet yang banjir di sekujur badan. Aku merasa makin panas, makin gerah. Langsung deh aku bangun terus lepasin semua daleman, jadi sekarang telanjang di atas kasur. Dengan posisi duduk di kasur, kakiku melipat ke belakang dan selangkangan yang menduduki guling. Aku gesek-gesek lagi pussyku sambil ngeremesin sprei dan guling, dan tanganku suka nakal remes-remes dada sendiri. Kalau lagi begini, aku jadi suka gemes sama toketku. Gede dan kenyal, tapi keras pas lagi terangsang gini.
Tapi kali ini, aku mau coba hal baru. Tanganku neken toket kiriku ke atas, dan mukaku menunduk supaya mulutku bisa ngejangkau putingku yang udah keras banget ini. Uuuhh... dapet! Aku ngemut puting sendiri! Ternyata bisa kalau dicoba uuhhh...
"Hmmm... enn... uuhhh... mmmhh... slluurrpp... oohh, gini rasanya netek, ahh aeemm... mmmhhh..."
Sambil ngemut, lidahku muter-muter di sekitar puting, bikin aku makin menggelinjang keenakan. Pas aku isep putingnya kuat-kuat, justru bikin aku terangsang lebih hebat lagi. Gila sih ini, kalau tau rasanya enak banget, aku dari dulu deh masturbasi setotal ini! Puas sama yang kiri, sekarang gantian yang kanan. Netek toket sendiri sambil gesekin pussy ke guling itu rangsangan paling gila yang pernah aku rasaian, sumpah!
Rangsangan demi rangsangan yang aku terima bikin aku makin deket ke klimaks. Gerakan pinggulku makin liar dan cepet, sambil kedua tetekku makin buas aku eksploitasi. Desahan-desahan binal ga kuasa keluar dari sela bibir yang lagi sibuk ngisepin puting. Di bawah sana, aku ngerasain kalau gulingku jadi licin. Ahhh... ini pasti gara-gara pussy aku udah basah banget. Puncaknya, pas aku ngeliat pantulan diri di cermin lemari yang nunjukin badanku yang mengkilap berlumuran keringat dan gerakan binalku yang kesannya seksi banget ini, bikin aku narsis banget dan bangga sama diriku sendiri. Rasa narsis ini justru nge-boost birahiku sampai...
"Ahhh, ahhh, ahhh, sampe... dikit lagi... iyahhh, sedikit lagiiihhh... ooohhh, aku... aku... yahh, yahh, iyaahhh... nngghhhaaaaahhhhh... eennn——aaaaakkkkkhhh...!!!"
Badanku gemetar hebat pas aku neken pussyku kuat-kuat ke guling, disusul membentuk liukan ke belakang macam busur. Mukaku mendongak, mataku menegang hingga hanya kelihatan bagian putihnya. Bibirku menganga lebar, air liur menetes dari sisi. Aku melenguh panjang hingga kedengaran ke seisi kamar. Badai orgasme yang aku rasain kali ini begitu hebat sampai bikin aku menggila dalam nikmatnya sensasi sextacy. Begitu orgasmeku selesai, badanku langsung ambruk ke kasur. Napasku tersengal, keringat membanjir deras di sekujur tubuh. Tapi di sela kepayahan badanku sehabis orgasme, aku tersenyum lebar. Aku bahagia! Ini masturbasi paling enak yang pernah aku rasain!
Aku lega banget. Kepalaku terasa enteng sekarang. Saking entengnya, aku sampai membiarkan rasa ngantuk yang perlahan merayap untuk mengambil kesadaranku, pelan dan pasti.
Saat nafasku mulai stabil, aku sudah ga bisa apa-apa lagi. Yang ada cuma gelap, dan aku ngantuk banget. Aku lelah, dan aku mau tidur.
Tapi saat kesadaranku hampir menghilang, sayup-sayup kudengar bisikan pelan yang terasa begitu dekat di telinga. "Makanan baru... yang ini lebih lezat... dari yang kemarin...."
Lalu aku ga ingat apa-apa. Lagi.
•••
Aku kebangun oleh suara ketukan jendela dari luar. Buru-buru kulihat jam. Waw, sekarang sudah jam 11 malam! Aku ga ingat jam berapa aku tidur, tapi aku pulang kuliah itu sore, terus aku ngelakuin 'itu'... yah paling ga lama dari pas pulang. Terus aku kaget dong, ternyata tidur lama banget dari sore.
Aku pakai lagi dalemanku, lalu kaus dan celana. Kubuka tirai jendela, mau tau siapa sih yang iseng ketuk-ketuk malam begini. Tapi begitu kusibak tirai, aku ga nemu apa-apa. Di luar kosong, ga ada siapa-siapa. Aku masih penasaran kan ya, jadi aku buka pintu aja untuk liat keadaan di luar. Pas baru buka pintu... tiba-tiba ada angin kencang berhembus menerpaku. Aku spontan kaget, dan badanku refleks menggigil. Anginnya dingin banget! Dingin yang sampai menusuk ke tulang gitu.
Sehabis diterpa angin misterius itu, bulu-bulu halus di sekujur tubuhku tiba-tiba meremang. Untuk alasan yang aku sendiri ga ngerti, aku spontan merinding. Instingku buru-buru bilang untuk tutup pintu, dan langsung aku lakuin. Perasaanku tiba-tiba ga enak, ih.
Tapi sebelum pintu menutup sempurna, sekilas mataku nangkep gerakan ganjil dari beberapa ranting pohon rambutan tua yang tumbuh berdekatan, seakan menjadi bagian terpisah dari formasi pohon besar itu. Bagian ranting itu melambai pelan, bergerak-gerak begitu ganjil. Setelah kembali mengisolasi diri di kamar, aku berusaha tenang dan berpikir kalau ranting-ranting itu bergerak karena angin kencang tadi.
Tapi aku baru sadar, kalau ranting-ranting itu bergerak sendiri, seakan... mereka hidup. Sementara bagian pohon lain tetap diam. Hanya diam.
Tiba-tiba, aku merinding lagi.
Sudah dua bulan semenjak aku pindah ke kosan baru ini. Tempatnya yang dipenuhi tanaman hias bikin suasananya asri dan udaranya segar. Kebetulan kamarku yang ada di lantai 3 berhadapan sama pohon rambutan tua yang rindang, jadi kalau tiap pagi aku selalu dapet suplai oksigen terbaik yang bikin otakku selalu fresh. Aku jadi makin nyaman tinggal disini.
Waktu awal pindah, Ibu kost bilang kalau kamar yang tersisa waktu itu cuma yang di pojok, di lantai 3. Beliau agak sungkan nawarin aku kamar itu, karena pasti akan repot banget untuk bawa barang-barang aku kesana. Maksudnya, naik-turun tangga berkali-kali untuk masukin barang pasti bikin mager. Tapi aku sih ga masalah, karena aku pakai jasa pindah rumah yang sekaligus bawa barang-barang pindahan ke tempat baru.
Nama bangunan ini adalah Kost Delima. Kosan ini berkonsep bangunan kontrakan yang tiap lantainya punya lima kamar. Ada banyak tanaman hias di pekarangan kosan, yang bikin suasana sekitarnya jadi adem dan teduh. Khusus di pojok, ada satu pohon rambutan tua yang tinggi banget hingga sampai ke depan kamarku. Oh iya, karena kamarnya cuma sepetak, makanya harga sewanya murah. Tapi ada kamar mandi bersama di tiap lantai, dapur umum dan ruang tamu serbaguna di lantai dasar. Selama ini para penghuni kosan cukup tertib dalam menggunakan fasilitas kos, jadi aku ga masalah dengan sistem pakai fasilitas bersama ini.
Eh... aku lupa kenalin diri. Namaku Dita. Aku mahasiswi baru di salah satu perguruan swasta di daerah selatan Ibukota. Ini bukan pengalaman ngekos pertama bagiku, karena aku udah biasa tinggal sendiri semenjak SMA. Tapi berhubung kosan lamaku dengan kampus lumayan jauh, jadi aku mutusin untuk pindah kosan. Untungnya, aku ketemu kosan yang dekat dari kampus tapi harganya murah. Yah... meski fasilitasnya dipakai bareng-bareng dan kosannya campur gender sih.
"Eh Neng Dita udah rapih aja pagi-pagi, mau ngampus ya?"
Aku menengok ke si penanya. Namanya Masduki, tetangga sebelah kamarku. Dia yang paling sering papasan denganku tiap pagi, karena kami punya jadwal yang sama. Aku kuliah pagi, dan Mas Duki yang karyawan swasta ini selalu kebagian shift pagi juga. Aku panggil dia Mas Duki, karena kalau tambahin 'mas' di depan namanya jadi aneh sebutnya. Mas Masduki, ga enak banget.
"Iyalah Mas, kayak biasa. Kapan sih aku rapih gini ke tempat selain kampus," balasku sambil ketawa.
Pandangan Mas Duki berhenti sebentar di dadaku, yang untungnya, berhasil kusadari. Aku buru-buru rapetin zipper hoodieku buat nutupin bagian yang terlalu menyembul itu, meski ga begitu menolong sih. Sadar kalau ketahuan mandangin dadaku, Mas Duki langsung pamit turun. "Makin gede aja tiap hari," adalah gumaman darinya, yang meski pelan, tapi masih bisa kudengar.
Bukan salah Mas Duki juga kalau dia bisa salah fokus ke dadaku. Aku emang terberkati dengan buah dada besar. Cup bra ku saja F. Dengan ukuran sebesar ini, aku kesulitan pakai baju karena tiap baju yang kupakai selalu membuat buah dadaku tercetak jelas. Meski udah kusiasati lewat baju-baju longgar atau gombrong, tapi bagian dadaku selalu nampak lekukannya.
Selain buah dada ukuran F, aku juga punya pantat yang bulat dan sekal. Bentuk tubuhku sebenarnya semok, tapi pendek. Perutku sih rata, tapi lingkar perutnya memang agak lebar, untungnya karena hal ini membuat bentuk tubuhku jadi proposional. Apalagi ditunjang kulitku yang lumayan putih, karena aku memang jarang keluar rumah dan pakai baju terbuka.
Tipe wajahku juga baby face, jadi selalu kelihatan imut-imut, apalagi kalau senyum. Alisku tebal, membingkai mataku yang bulat—tapi sayang aku pakai kacamata karena minusku sudah parah. Hidungku lumayan mancung, berada di antara pipiku yang bulat. Oh iya, wajahku mulus loh. Orang selalu tanya aku pakai skin care apa, tapi bener deh ini alami. Aku cuma perawatan sabun muka aja kok, sama sering pakai masker kalau pergi.
Bukan maksudnya ge'er sih, tapi dengan semua berkah fisik ini, aku jadi salah satu mahasiswi baru favorit di kampus, apalagi di lingkungan kosan. Tapi untungnya ga pernah ada yang kurang ajar sama aku, atau belum?
Ya jangan sampe dong.
•••
Hari ini kegiatan ngampus lebih capek dari biasanya. Baru semester satu, tapi udah banyak tugas yang harus dikerjain. Hari ini aja, tiga mata kuliahku punya tugas baru yang harus diserahin minggu depan. Kupikir kuliah di universitas swasta itu bisa lebih santai, tapi kayaknya aku salah pilih kampus. Di kampusku, tugas-tugas itu datangnya ngebut, dan deadlinenya juga nyeremin. Kehidupan SMA yang penuh PR itu ga ada apa-apanya dengan ini, huuu...
Aku buru-buru buka pintu kamar, lalu masuk dan tutup pintu rapat-rapat. Ga lupa kukunci juga. Kepalaku udah berat dan penat sama tugas, dan aku butuh sesuatu untuk lepasin tensi yang tinggi ini. Buru-buru aku lepas jaket, buka baju dan celana hingga cuma daleman aja yang melekat di tubuh. Terus aku rebahan di kasur, renggangin badan biar rileks, baru deh meluk guling.
Jadi, mari kuberitahu sedikit rahasiaku, yang bahkan ga pernah ada seorang pun yang tau. Dari SD, aku memang terkenal rajin belajar dan selalu jadi juara kelas. Nilai-nilaiku ga pernah dibawah sembilan. Aku juga selalu berusaha keras pertahanin nilai dan prestasiku, jadi keluargaku bisa terus bangga kepadaku. Tapi semua effort itu ternyata bebanin aku. Stressku menumpuk, dan ini jadi masalah besar yang berjangka panjang. Di sisi lain, aku makin terbebani karena harus selalu bersikap baik ke semua orang demi menjaga citraku yang dikenal sebagai anak baik-baik. Makin mengendaplah bebanku.
Lalu suatu hari pas akhir kelas tiga SMP, aku ga sengaja baca artikel khusus perempuan. Isinya tentang menangani stress berlebihan berikut cara-caranya, seperti meditasi, liburan, dan masturbasi. Entah kenapa, aku malah tertarik ke cara terakhir ini. Di artikel disebut kalau masturbasi punya efek positif untuk melepas stress. Ya gitu, akhirnya aku riset soal teknik dan cara masturbasi yang sesuai dengan kondisiku saat itu—dan masih berlaku untuk sekarang, tentu.
Dengan posisi menyamping sambil pelukin bantal, pahaku mulai mengapit bantal sampai menempel di selangkangan. Sengaja kutekan-tekan selangkanganku lebih intens lagi supaya lebih terasa. Setelah dirasa pas posisinya dengan pussyku, aku mulai menggesek-gesekkan pussyku sendiri ke bantal, yang langsung menimbulkan perasaan geli tapi enak. Makin kugesek, rasanya makin nikmat. Aku ngerasain kalau bantalnya menggesek tepat di klitorisku, yang meski masih ketutupan celana dalam, tapi masih terasa geli-geli enak gitu.
"Ahh... enak banget sih... nagih banget uuhh..."
Beberapa sesi masturbasi terakhir, aku mulai berimprovisasi. Dengan merangsang buah dadaku sambil gesek-gesek bantal, bikin aku sadar kalau nikmatnya jadi bertambah berkali-kali lipat. Aku ngeremesin buah dadaku sendiri, gantian kiri dan kanan. Wahhh, desahanku jadi makin binal. Apalagi pas putingnya aku mainin, rasa gelinya menjalar ke seluruh tubuh loh!
"Oohh... yaahhh... enak sshh... terus... enakin terus..."
Merangsang diri sendiri bikin aku makin semangat. Gesekan bantalku makin liar, seiring makin hebatnya rangsangan yang aku dapet hingga ke ubun-ubun. Kulitku jadi licin gara-gara keringet yang banjir di sekujur badan. Aku merasa makin panas, makin gerah. Langsung deh aku bangun terus lepasin semua daleman, jadi sekarang telanjang di atas kasur. Dengan posisi duduk di kasur, kakiku melipat ke belakang dan selangkangan yang menduduki guling. Aku gesek-gesek lagi pussyku sambil ngeremesin sprei dan guling, dan tanganku suka nakal remes-remes dada sendiri. Kalau lagi begini, aku jadi suka gemes sama toketku. Gede dan kenyal, tapi keras pas lagi terangsang gini.
Tapi kali ini, aku mau coba hal baru. Tanganku neken toket kiriku ke atas, dan mukaku menunduk supaya mulutku bisa ngejangkau putingku yang udah keras banget ini. Uuuhh... dapet! Aku ngemut puting sendiri! Ternyata bisa kalau dicoba uuhhh...
"Hmmm... enn... uuhhh... mmmhh... slluurrpp... oohh, gini rasanya netek, ahh aeemm... mmmhhh..."
Sambil ngemut, lidahku muter-muter di sekitar puting, bikin aku makin menggelinjang keenakan. Pas aku isep putingnya kuat-kuat, justru bikin aku terangsang lebih hebat lagi. Gila sih ini, kalau tau rasanya enak banget, aku dari dulu deh masturbasi setotal ini! Puas sama yang kiri, sekarang gantian yang kanan. Netek toket sendiri sambil gesekin pussy ke guling itu rangsangan paling gila yang pernah aku rasaian, sumpah!
Rangsangan demi rangsangan yang aku terima bikin aku makin deket ke klimaks. Gerakan pinggulku makin liar dan cepet, sambil kedua tetekku makin buas aku eksploitasi. Desahan-desahan binal ga kuasa keluar dari sela bibir yang lagi sibuk ngisepin puting. Di bawah sana, aku ngerasain kalau gulingku jadi licin. Ahhh... ini pasti gara-gara pussy aku udah basah banget. Puncaknya, pas aku ngeliat pantulan diri di cermin lemari yang nunjukin badanku yang mengkilap berlumuran keringat dan gerakan binalku yang kesannya seksi banget ini, bikin aku narsis banget dan bangga sama diriku sendiri. Rasa narsis ini justru nge-boost birahiku sampai...
"Ahhh, ahhh, ahhh, sampe... dikit lagi... iyahhh, sedikit lagiiihhh... ooohhh, aku... aku... yahh, yahh, iyaahhh... nngghhhaaaaahhhhh... eennn——aaaaakkkkkhhh...!!!"
Badanku gemetar hebat pas aku neken pussyku kuat-kuat ke guling, disusul membentuk liukan ke belakang macam busur. Mukaku mendongak, mataku menegang hingga hanya kelihatan bagian putihnya. Bibirku menganga lebar, air liur menetes dari sisi. Aku melenguh panjang hingga kedengaran ke seisi kamar. Badai orgasme yang aku rasain kali ini begitu hebat sampai bikin aku menggila dalam nikmatnya sensasi sextacy. Begitu orgasmeku selesai, badanku langsung ambruk ke kasur. Napasku tersengal, keringat membanjir deras di sekujur tubuh. Tapi di sela kepayahan badanku sehabis orgasme, aku tersenyum lebar. Aku bahagia! Ini masturbasi paling enak yang pernah aku rasain!
Aku lega banget. Kepalaku terasa enteng sekarang. Saking entengnya, aku sampai membiarkan rasa ngantuk yang perlahan merayap untuk mengambil kesadaranku, pelan dan pasti.
Saat nafasku mulai stabil, aku sudah ga bisa apa-apa lagi. Yang ada cuma gelap, dan aku ngantuk banget. Aku lelah, dan aku mau tidur.
Tapi saat kesadaranku hampir menghilang, sayup-sayup kudengar bisikan pelan yang terasa begitu dekat di telinga. "Makanan baru... yang ini lebih lezat... dari yang kemarin...."
Lalu aku ga ingat apa-apa. Lagi.
•••
Aku kebangun oleh suara ketukan jendela dari luar. Buru-buru kulihat jam. Waw, sekarang sudah jam 11 malam! Aku ga ingat jam berapa aku tidur, tapi aku pulang kuliah itu sore, terus aku ngelakuin 'itu'... yah paling ga lama dari pas pulang. Terus aku kaget dong, ternyata tidur lama banget dari sore.
Aku pakai lagi dalemanku, lalu kaus dan celana. Kubuka tirai jendela, mau tau siapa sih yang iseng ketuk-ketuk malam begini. Tapi begitu kusibak tirai, aku ga nemu apa-apa. Di luar kosong, ga ada siapa-siapa. Aku masih penasaran kan ya, jadi aku buka pintu aja untuk liat keadaan di luar. Pas baru buka pintu... tiba-tiba ada angin kencang berhembus menerpaku. Aku spontan kaget, dan badanku refleks menggigil. Anginnya dingin banget! Dingin yang sampai menusuk ke tulang gitu.
Sehabis diterpa angin misterius itu, bulu-bulu halus di sekujur tubuhku tiba-tiba meremang. Untuk alasan yang aku sendiri ga ngerti, aku spontan merinding. Instingku buru-buru bilang untuk tutup pintu, dan langsung aku lakuin. Perasaanku tiba-tiba ga enak, ih.
Tapi sebelum pintu menutup sempurna, sekilas mataku nangkep gerakan ganjil dari beberapa ranting pohon rambutan tua yang tumbuh berdekatan, seakan menjadi bagian terpisah dari formasi pohon besar itu. Bagian ranting itu melambai pelan, bergerak-gerak begitu ganjil. Setelah kembali mengisolasi diri di kamar, aku berusaha tenang dan berpikir kalau ranting-ranting itu bergerak karena angin kencang tadi.
Tapi aku baru sadar, kalau ranting-ranting itu bergerak sendiri, seakan... mereka hidup. Sementara bagian pohon lain tetap diam. Hanya diam.
Tiba-tiba, aku merinding lagi.
Terakhir diubah: