Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Chapter 11: Lolipop Berakar

______________________________________________

Dalam falsafat kuno, ada sebuah petuah: Jangan meremehkan sesuatu meskipun itu tampak seperti tak berguna, sebab di lain waktu bisa jadi hal itu sangat kamu butuhkan.

Rupanya hal itu selaras dan berbagai kejadian dalam hidup yang pernah kita alami, mengamini jika petuah tersebut benar-benar tidak main-main.

______________________

HAPPPPPH.

Muidah janda cantik yang membuat banyak lelaki tertarik, entah hanya sebatas pemuja rahasia atau bahkan yang berani unjuk peruntungan untuk menaklukkan dan memiliknya, namun nyatanya tak ada satupun yang nyangkut dan berhasil merengkuh hatinya.

Disamping taraf ekonominya yang cukup tinggi untuk sekelas wanita desa, juga diperkuat oleh pancaran wibawanya yang acap kali menjadi pemicu ciut nyali bagi pria-pria yang ingin berusaha mendekati.

Segan, sadar diri atau minder.
Rata-rata begitulah yang terjadi.

Akan tetapi kini, Muidah secara sukarela menjatuhkan wibawanya, di hadapan manusia kelas low-end, meskipun pria bujang bajang yang beruntung ini masih dalam keadaan tak sadar diri terbuai mimpi, tidurnya cukup lelap. Andai tahu apa yang sedang dia alami, mungkin dia akan mengganggapnya sebagai momen paling fenomenal dalam hidupnya.

Dia mungkin akan mengundang wartawan, melakukan konferensi pers dan memaklumatkan di hadapan publik. Tapi itu mustahil, buat beli makan aja dia ngap-ngapan, pilih paling murah kalau perlu yang gratis.

Muidah, setelah puas dengan orgasme pertama yang ia dapatkan dari penetrasi sepihak. Kini, ia genggam batang kemaluan yang memberikannya kenikmatan, lalu, kepalanya mendekat ke arah batang yang pongah menjulang, ketika hidungnya telah dekat dengan ujung penid Gianto.

Dihirup aromanya untuk memastikan tidak ada bau yang menyengat dari keringat, ya maklum timbul pemikiran demikian dari Muidah, kan yang dihadapi manusia sampah.
"Hmmmmm, cuma bau gara-gara cairan memekku". gumam lirih Muidah.

Dan dijulurkan lidahnya, hingga menyentuh ujung kepala penis yang seharusnya dinistakan itu, malah Muidah yang masih dalam pengaruh birahi tiada henti memberikan keistimewaan.

Pelan tapi nggak ngebut. Cok.
Lidah Muidah menyapu setiap mili dari ujung penis Gianto, sembari meresapi sensasi birahi juga mengawasi barangkali si tengik ini tiba-tiba melek.

Slereeeepppp, sep sepppp sepppp.

Untaian liur tertaut dan nyangkut di penghujung palkon durjana, lalu prosesi jilatan beranjak tidak hanya pada ujung, namun seluruh bagian dari batang tegang menantang itu, turun naik turun naik turun naik truuuuus.

Pada bagian kantung kemih durjana, hanya tumbuh akar-akar halus tak lebat.
Sehingga menyingkirkan rasa risih, membuat Muidah semakin terpacu untuk menggunakan lidahnya dalam rangka menelusuri seluruh bagian batang penis Gianto.

Lidahnya yang sudah bertahun-tahun tak diaplikasikan dalam rangka oral-mengoral namun rupanya hal itu tak lantas membuat levelnya turun menjadi amatir. Masih tetap mahir.

Selaras dengan kelincahan lidahnya, jemari dari tangannya rupanya tak ingin tinggal diam sementara si pemilik telah direndung birahi, melalui dua jarinya ia gunakan untuk menggesek-gesek daerah kewanitaannya, liang vagina yang masih tampak haus terhadap kepuasan itu menuntut untuk kembali dipuaskan.

Sembari menjilat manja kemaluan durjana, iya substansikan secara swalayan terhadap vagina hausnya dengan jemari yang juga lincah dalam personal stimulasi a.k.a. masturbasi.

Shhhhhh shhhhhh.

Desahnya lembut, menikmati momen yang paling mendebarkan dan memacu adrenalin serta nafsu birahinya. Dari ujung ke pangkal, dari bawah ke atas, lidahnya menyapu dengan lincah seakan tidak ingin melewatkan satu mili pun dari bagian batang menjulang dari pemiliknya yang masih tumbang.

Tak cukup hanya dengan menjilat-jilatnya, inisiatif alamiahnya menggiring bibir dan lidah terhormatnya, untuk melumat batang kemaluan durjana.

Tanpa basa-basi, HAAAAAPPPP.

Bibir mungil nan seksinya, kini berusaha memasukkan ujung kepala penis Gianto, hanya dari kepala saja, Muidah menyadari bahwa ini terlalu besar untuk mulut kecilnya, tapi namanya sudah terhipnotis oleh birahi, tak ada kata berhenti sebelum tujuan hasratnya teratasi.

Mppphhhhh, mphhhhhh.

Pelan pelan dan pelan, dia berusaha melahap batang besar itu. Lalu.

"Hah hah hah" terengah-engah nafas Muidah, dihirupnya udara untuk tarik nafas dan HAPPPPPHHH.

Mmpppph mphhhhh, wanita cantik itu pun melanjutkan aksi dalam upaya menyepong kontol, kontol besar milik Gianto, bujang durjana yang sedang tertimpa musibah, musibah yang menyenangkan. Ahhh bajingan lu To.

Saking besar dan panjangnya kemaluan dari sosok memalukan itu, membuat Muidah kesulitan sangat ingin menelan seutuhnya, gampangnya deep throat, jangankan seluruh, separuh aja mulutnya sudah penuh sesak.

"HUAAAAHHH HAHH HAAAHHHHFFF" tersengal nafas Muidah, setelah kembali melepaskan percobaan kuluman maksimalnya. Sadar akan hal itu, dia hanya mengoral semampunya, dia nikmati fase-fase dalam rangka menstimulus birahinya sendiri, meskipun kelewat batas tapi gengsinya masih ada.

Upaya nyepongnya bukan ditujukan untuk membuat si bangsat itu merasa nikmat toh yang punya kontol masih molor, pikirnya.

Yang ia kejar ya pemuasan atas hasrat pribadinya, yang kebetulan ada media untuk subtitusi, simplenya dia sedang memanfaatkan fasilitas yang ada.

Sluruppppphhhh srup sruppp.
Beradu suara yang dihasilkan dari hisap dan jilatan. CLOOOG CLOOOG, dan saat penis itu penuh mengisi mulut seksinya. Yang seharusnya terhormat malah dijatuhkan sendiri akibat, gagalnya melawan godaan.

Di lain pihak, jari-jari Muidah juga kian kranjingan dalam mengobok-obok vaginanya sendiri, basah dan semakin basah, cairan kewanitaannya meluber membasahi lantai, pertanda nafsu birahinya kian menguat, menuntut penuntasan.

Memahami situasinya, Muidah melanjutkan fase selanjutnya, cerita inti dan adegan yang sesungguhnya baru akan dimulai.
Ketika kembali janda cantik itu, mengangkangi penis tegap Gianto, yang belum ada tanda-tanda akan tertidur meski pemiliknya masih ngelantur mungkin, di alam mimpinya.

Barangkali dia juga bermimpi sedang bersenggama sehingga memperkuat alasan mengapa penisnya dari tadi tak kunjung ada tanda-tanda pelemasan.

Dengan posisi setengah jongkok dan mengangkang lebar, ia sibak liang vaginanya lalu diarahkan penis Gianto, memberikan akses batang besar itu agar masuk ke dalam liang kewanitaannya. Hal itu seperti menjelaskan jika nafsu telah menguasai serta mengontrol penuh akal sehat Muidah.

Tepat saat ujung penis Gianto di muka liang peranakan Muidah, wanita itu perlahan menurunkan tubuhnya, dan LEEEPPPHHH.

Seperempat dari kontol durjana berhasil masuk, Muidah naikkan lagi perlahan tubuhnya, lalu ia turunkan lagi perlahan, sebagai bentuk pemahamannya jika memeknya yang lama tak dimasuki kontol itu, tentu perlu penyesuaian ulang, terlebih kontol yang ini besar jauh jika dibandingkan milik mantan suaminya.

Seperempat sudah sukses masuk, dan itu saja cukup menciptakan perasaan nan dahsyat yang menyelimuti syaraf-syaraf birahi Muidah, betapa dia merasa ini benar-benar nikmat, merinding, bergetar, berkedut dan campuraduk yang ia rasakan.

Dan ketika penetrasi satu pihak yang ia lakukan, ia tahu bahwa ini tidak mungkin jika harus memaksakan vagina sempit nan mungilnya untuk menelan penuh batang besar dari durjana yang ia kangkangi ini.

"AHHHH GI, bangsat elu ya, gini doang bikin aku kelojotan" suara umpatan hati Muidah yang direndung birahi.

Namun rupanya, hasrat seksualnya tak puas jika hanya menaklukkan seperempat saja dari kemaluan durjana, ia menuntut lebih, menggiring syaraf motorik Muidah agar melanjutkan lebih jauh lagi.
Pelan tapi pasti, dia turun naik dia turun naik dia turun naik teruuuus, ini udah kayak soundtrack andalan warga tiktod.

Dan sekali lagi meski direndung birahi tak lantas mengendurkan kewaspadaannya, ia masih tetap sembari mengamati perubahan ekspresi Gianto.

Yang anehnya bujang bajang ini malah masih mendengkur, tanda-tanda gerak menggeliat atau semacamnya khas orang tidur pun tidak ada, sementara penisnya sedang termanjakan yang punya masih terlelapkan.
Benar-benar kayak orang mati andai tidak terdengar dengkuran halusnya.

SLEEEEPPPP.

Sukses, separuh dari batang itu berhasil dilahap oleh vaginanya, sekujur badan Muidah merinding dibuatnya, hanya oleh upaya menelan separuh dari batang penis durjana, menghasilkan kenikmatan yang uaaaah, susah dijabarkan dalam bentuk kalimat.

Namun ternyata itu menjadi pemicu mencapainya klimaks, bergetar hebat tubuh Muidah. "AHHHHHHH" dia tutup mulutnya dengan tangan, karena meski sedang mengalami orgasme maha dahsyat, dia tetap harus waspada, gengsinya benar-benar luar biasa untuk tetap menjaga dirinya agar tak lepas kontrol.

Betapa akan runyam urusan ketika dia membiarkan mulutnya teriak mendesah sebagai pengekspresian atas nikmat yang ia rasakan.

SERRRRR SEERRRRR SRRRRRRR
Hanya dalam penetrasi yang relatif singkat itu, hanya demi berhasil menelan setengah dari batang kontol yang masih pongah.
Cukup membuat Muidah kalah, tercapai puncak orgasme yang keduanya.

HUUUUUFHHHHHH ESHHHHH ESHHH

Fiuuuh, sembari melepaskan diri dari batang kemaluan Gianto, Muidah beranjak dan ia pun tepar, agak sedikit menjauh dari tempat Gianto tertidur.

"HAH HAH AHHHHHHHSSSH" nafas dari insan yang diperas nafsu, terengah puas dan lega.

"Asuuuu nyuukk munyuk, gini doang gue orgasme". Ia raba vaginanya, sangat becek sekali di bawah sana. Meski bukan tipikal yang mudah squirt tapi ini sudah tanda-tanda akan muncrat jika diteruskan ke ronde selanjutnya, Muidah tidak mau terjadi hal itu, meskipun nikmat tapi dia sadar situasinya tidak tepat.

Jika muncratan orgasmenya mengenai muka durjana dan dia bangun karenanya, wow kiamat sugro bagi Muidah tentunya.


Beralih ke lain tempat.
__________________________


"HAH HAH HAH HAH."
"Asu asu, apes tenan nasibku, niat coli menuntaskan birahi malah berakhir dapat tai" suara parau dari seorang pria malang yang saban harinya malang melintang di dalam ketidak-mutuan. Sukasmin.

Setelah berhasil melarikan diri dari ruang penyiksaan, sebagai akibat dari perbuatan tololnya, coli kokya sambil ngintip orang ngobrol. Tapi juga ada peran bangsat dari teman sejembutnya, Miyadi yang iseng tapi diluar batas itu.

Kendati demikian, Sukasmin belum tahu dalang di balik kejlungup-nya dia sampai ngguling-guling nggelundung dan menimpa Sumini, yang mengakibatkan ia harus menerima balasan pem-bully-an.

Seandainya tahu jika pelakunya ternyata sohib keparatnya.
Geger geden mungkin akan terjadi saat keduanya berpapasan nanti.

"Asu asu, cangkemku rasane mambu silit bajingan Sumini, ayu-ayu kemproh, jooooghhh" dia usap-usap mulutnya yang beberapa saat sebelumnya, dioles-olesi jari yang habis nyolek silit dan hidungnya yang digesekin lubang anus oleh Sumini, si durjana Sukasmin mendapati perilaku humiliation.

Bau? ya jelas, bau semerbaknya bahkan masih menempel erat melekat seakan enggan disingkirkan. Bikin gusar? ya barangkali, sebab bisa jadi Sukasmin justru menikmati bau jancuk itu, terlebih itu dari lubang anus janda cantik. Sebab kan banyak manusia-manusia diluar sana yang fetish-nya aneh-aneh, jangankan bau tai doang lha wong makan tai juga ada.

Tergerak langkah kaki Sukasmin untuk menuju sumber air. Di sebuah sungai, meskipun hilir, alirannya benar-benar deras.

Deru suara alirannya menentramkan telinga, ditambah dingin bersihnya air yang mengalir, sebuah hadiah hayati yang sepatutnya disyukuri.

Saat tiba, dicuci lah muka apesnya yang terhinakan itu, diludahi, diolesi jari berbau tai, masih disiliti sehingga aroma-aroma terapi masih tersaji menusuk hidung nista yang juga secara alami memiliki bau busuknya tersendiri. Menjijikkan memang tapi apa mau dikata, lha wong yang tertimpa juga manusia dengan perilaku yang menjijikkan.

Usai mencuci mukanya, Sukasmin menarik nafas dalam-dalam, memastikan lagi dan lagi, agar tak terendus sisa-sia bau tai Sumini. Meski demikian, otak guobloknya malah ber-flashback ria tentang peristiwa yang dialami sebelumnya.

"Jancuk silite Sumini warnane pink, gak ada jembutnya, bersih sih sih kayak pemain bokep, tau gitu tadi ku jilati aja, bau bau sekalian yang penting juga dapat kenikmatan hakiki." Uwasuuuuu hakiki jare.

"Oooh Sumini Sumini, bajingan ayu-ayu kemproh tapi aku sukaaaaakkkk, silitmu yu mbakyu, aaahhhh andai tadi bisa menikmati lebih lama tanpa harus tersiksa, coba tadi hanya berdua, bersedia dengan ikhlas hati aku Yu, andai disuruh menjilati anusmu, menghirup kentut setai-taimu Yu." Woooo, lhadalah ternyata benar tebakan saya, Sukasmin memiliki kecenderungan fetish terhadap silit.

Oalah dancuk kan yang bikin cerita saya sendiri.

"Tapi kenapa tadi malah sok-sokan berontak? harusnya kan malah pasrah kalau perlu mangap sekalian padahal tadi juga keluar kentut dari lubang anus Sumini, mana kenceng lagi, oalah goblokmu Min Sukasmin" umpat sesal pada dirinya sendiri, penyesalan pada hal yang buaaajingan duancuk kemproh pooool.

Namun ketika pikirannya traveling ke fantasi yang tidak bermutu sama sekali itu, ia dikejutkan dengan penampakan yang lewat di depan matanya, di antara derasnya aliran air yang baru saja ia gunakan untuk mencuci muka biadapnya.

"WUU'EK EHHHHHHH???!!!! KUWI OPO?"
"Kok kayak darah ya?" kerling Sukasmin terkejut berbalut tanda tanya besar, atas ikhwal yang dilihatnya.
Di antara derasnya aliran air, ada air yang berwarna kemerah-merahan.

Penasaran dengan hal tersebut, Sukasmin pun turun ke dalam aliran sungai yang deras itu, dia bermaksud menulusuri sumber dari mana air berwarna merah itu, tinggi dari debit air hanya sepusar Sukasmin yang tubuhnya relatif tinggi, meski ia merasakan derasnya arus yang membuat langkahnya agak berat, namun hal itu jauh lebih baik sebab jika menulusuri jalur darat, medannya tidak mudah untuk dilewati.

Semakin ia menuju dan mengikuti sumber air merah darah pekat, yang artinya semakin dia melawan kuatnya arus, hingga tak Sukasmin sadari. BLUUUUNG.

"Uaancuuuuk, lha kok sansoyo jeru ngene coook?!" (Sial kok malah semakin dalam begini?!). Umpatnya ketika tinggi air semakin menelan tubuhnya. Akan tetapi hal itu tak membuat gentar Sukasmin, untuk mengobati rasa penasarannya terhadap hal ganjil yang ia temukan, pantang mundur sebelum ketemu.

SRUURRRRRRRRRRR.

"UAKHHHHHHH" tiba-tiba aliran deras air berubah menjadi pusaran, tubuhnya seakan terhisap oleh pusaran air itu, pertahanan kakinya goyah lelaki durjana itupun tenggelam, bukan karena tak bisa berenang, Sukasmin sangat mahir untuk urusan berenang.

Tatkala kian gigih perlawanannya untuk menaklukkan pusaran air yang menenggelamkannya, hal itu justru membuatnya semakin dalam terseret oleh arus, usaha untuk melepaskan diri dari ganasnya putaran air telah takluk.

BLUUGGG LUUGGHH LUGHHH BLUGGLUKUK.

Nafas yang ia pertahankan pun jebol. Megap-megap setengah mati mempertahankan diri, ketika tubuhnya melemah, sementara arus putaran air semakin kuat, terhempas tubuhnya dengan kecepatan tinggi, hingga BLUGH.

Bagian belakang tubuhnya adalah yang menerima impact secara langsung, dari kaki, punggung hingga yang terparah tengkuk kepalanya menghantam telak pada tebing dari sisi bagian dalam sungai, sontak hal itu membuatnya tak sadar diri, karena saking keras menghantam dinding sungai yang tersusun atas bebatuan.

BERKABUNG
 
Terakhir diubah:
MULUS TRASI

darafu-91-15072022-0001.jpg

MUIDAH
 
Terakhir diubah:
Chapter 12: Ajur Mumur

____________________________________________

BRAAAAAAK

"Guoblooook!!!"


"Maaf Pak, saya sudah memeriksa dokumennya sebelum saya kirimkan ke Bapak, apakah ada yang salah?!"

"Lha ini muaaataaamu apa nggak liat HAAA? matamu melek nggak? atau udah picek matamu?! matamu ketutupan tempik janda mana?!" bahasa hardik nan pedas ala bos adalah hal yang bakal lumrah ditemui dalam dunia kerja, jika kita kerja untuk atau ikut pada seseorang, perusahaan dan intansi apapun itu.

Selama kita hanya sebatas bawahan ya jangan sungkan-sungkan mendengar makian dan bahkan menjurus direndahkan, klo mau bebas dari hal itu, bikin usaha sendiri, wirausaha judulnya.

Bangun sendiri dari nol, kelola sendiri nah ketika udah besar, nyari karyawan dan bos-in sendiri, pada fase itulah kisanak-nyisanak bakalan tahu sensasi seorang big bos.

Yang jari telunjuknya aja maha sakti, tanpa sepatah kata, cukup nuding, bawahan akan otomatis bertindak, jika bawahan nggak mudeng atau nggak mudengan, nah disanalah maki no jutsu bisa anda rapalkan. "Guoblooog" misalkan.

Syukur-syukur jika kisanak tipe orang penyabar, paket komplit itu, udah bos besar tapi santun dan sabar. #mustahil

"Maaf Pak saya akan melakukan revisi dan membuat laporan ulang"

"Tidak usah, mulai sekarang kamu saya pecat" JLEEEENGG, sambaran petir memang mengejutkan, namun ada kalanya akan kalah menakutkan dari suara manusia, disaat paling genting adalah saat bersalah dan mendapati keputusan yang memberatkan.

Bos mah bebas iya kan?! Nggak orang gila doang yang bebas.

"Tap ta-tapi Pak?!!!!"

"Nggak ada tapi-tapian, silahkan urus berkas-berkasmu dan yaa . . . semoga kamu menemukan pekerjaan baru yang lebih baik mungkin, yang cocok sama passion kamu."

"Eee i-iya Pak, permisi"

Bahkan dalam konteks demikian, tak ada lagi balasan basa-basi, "Dan terima kasih untuk kerja samanya selama kamu bekerja disini" misalkan, itu pun nggak.

Fix bukan?! seorang bos mah bebas.

• • •​

Di sebuah kamar kos sempit, seorang pemuda terbaring lesu, dengan kecamuk pikiran dan hati yang sendu.

"Duh gusti alah padahal sebentar lagi mau nikahan, malah cobaan datang tiba-tiba" dalam hati si pemuda itu merenung murung meratapi ujian yang baginya terasa berat dan mengejutkan.

Tok tok tok, disaat lamunan dan pikirannya sedang keruh dikejutkan suara ketukan pintu, sontak ia bangkit dengan agak terkejut.

"Iya bentar" ceklek.

"Eh Min tak kandani Min" intonasi bahasa yang tergesa-gesa.

"Wah kowe ki ngageti, kandani opo tho jane? kok sajakmu kesusu koyok penting ae" (Wah kamu itu bikin kaget aja, ada kabar penting apa sih? kok sajaknya kamu tergesa-gesa?")

"Lhooo iki penting tenan, menyangkut harkat dan martabat kisanak yang bau ketiak, iki ya deleng ya, gathekkan dengan seksama" dengan mengeluarkan handphone, lalu ditunjukkan sebuah foto.

"Mmmmm????! maksudte? iku foto nikahan? tegese piye?!" (Mmmmm????! maksudnya? Ini foto nikahan? maksudnya gimana?!)

"Aduuh goblookmu awet banget semenjak gawan bayi to Min Kasmin" (aduh kedunguanmu awet sekali, semenjak bawaan dari bayi, Min Kasmin). sembari menonyo.

"Iki lho matanya dicelekkan, iki Sari blooook". (Ini lho matanya dijembreng yang lebar, ini Sari bloook).

JEDAAAAAAAAAR

"Sari? sari siapa?!" Masih dengan kebingungan dan asas praduga tak percaya, lalu di zoomlah foto yang ditunjukkan itu dan.…

"Yo Sari tunanganmu lah mosok ra apal masio wis di make over, kan yo sithik-sithik ketoro nek iki SARI es asa er iri ri S A R I, yu andersten?!! Heloooooh"

BLAAAAAANG

Demi mendengar dan melihat hal yang disampaikan secara verbal dan visual oleh temannya, sang pemuda yang tengah gundah gulana oleh cobaan yang baru saja ia resapi dalam nuansa sesal, justru cobaan lainnya datang menyusul, hidup penuh cobaan bukan? jadi akan terasa heran jika ada manusia-manusia dapuq yang senang coba-coba.

Namun ia belum sepenuhnya percaya, bisa saja itu orang lain yang kebetulan memiliki kemiripan dengan Sari yang dimaksud tunangannya.

"Lha kowe entok foto iku seko endi Jon?!"
("Lha kamu dapat foto ini dari mana Jon?!")

"Dewanti yang ngirimi"

"Loh kok Dewanti?!"

"Iyo Dewanti ki entok ulem seko konco sekolah SMAne mbiyen, nah ternyata setelah teko kok weruh nganten wedoke kok koyok familiar, nah digatekno ee pancene Sari pacarmu sing wis mok lamar iku. Masio Dewanti ki koyoke ora kenal mbi Sari tapi apal mergo nyok mok ajak rene"

(Iya Dewanti ini dapat undangan dari teman sekolah SMA-nya dulu, nah ternyata setelah datang melihat pengantin wanitanya kok seperti familiar, nah diperhatiin lagi seksama ee memang Sari pacarmu yang sudah kamu lamar itu. Meski Dewanti sepertinya tidak begitu kenal dengan Sari tapi hafal sebab kadang kamu ajak kesini).

"Saiki Dewanti ning ndi?! tak takonane"
(Sekarang Dewanti dimana?! aku mau tanya langsung padanya).

"Belum pulang Min, ini pesenku aja belum dia baca."

Hati bergetar hebat, detak jantung memacu dengan sangat cepat, belum kelar menetralisir kegundahan hati, datang lagi elegri berita yang mungkin menjadi penjelasan tentang badai derita yang akan menyambanginya.

Kuat dan mencoba kuat, namun hati adalah fleksibelitas, ada kalanya sekuat baja, ada kalanya lebih rapuh dari kayu yang termakan usia.

"Sabar Min, nunggu Dewanti yo, semoga saja itu bukan Sari-mu, aku paham sampean lagi dapat masalah, dipecat dari perusahaan, aku juga minta maaf sebesar-besarnya karena malah menambahi beban dengan memberitakan kejanggalan, tapi ini spontanitas dari rasa solidaritas, dimaapi yo?!"

"Sante ae bro, malah aku matur nuwun"

"Eh kowe wis mangan durung? tak tukokno mangan yo? soale aku yo pas kencot marincot iki, cacing-cacing di perut pada demo, menuntut jatah nasi bungkus."

"Kagak usah Jon, sampean saja, inyonge ora kencot kok" (Kagak usah Jon, sampean saja, aku nggak lapar kok). Dengan nada bahasa ngapak.

"Alah santai wae lho, awakmu ki ngelih asline, opo neh gek budrek ngene, aku sing ntraktir tenangno pikirmu yo, tak tukokno iki pesen opo?!"

(Alah santai saja lah, kamu aslinya lapar apalagi ditambah sedang puyeng seperti ini, aku yang traktir tenangkan pikiranmu ya, aku beliin ini mau pesen apa?)

"Wis Jon ora usah, aku tak turu ae bro, tulung yo."

"Ah yo wis lah, karepmu, tapi ngko nek ngelih ngomong yo!"

"Uh she up" eladalah fans keluarga petir ternyata.

Berbaringlah ia, lengan tangan menutup dahinya, mata batin berupaya menerawang dalam imaji, berandai-andai hal positif, 'Semoga itu tidak, semoga bukan dia'.

Pikiran yang tengah keruh ia coba tepis, memainkan logika sebelum perasaan mengambil alih keputusan, baginya seorang Pria harus pandai dalam mengedepankan logika daripada perasaan.

Criiiit jetak (suara rem motor dan standar yang diturunkan)

TOK TOK TOOOOOK

"Masuk aja nggak dikunci"

"Duh Min Sukasmin" seorang cewek yang ia kenali nyelonong masuk dan menghapirinya, Dewanti namanya.

"Ini Min ini lihat Min"

"Iyo De iyoo" benaknya sudah menebak, tentang apa yang akan ditunjukkan sebab seorang teman lain telah lebih dulu menjadi informan. Namun ini tentang kejelasan, mempertegas kenyataan yang sebelumnya hanya menjadi perkiraan.

Si cewek yang disapa Dewanti itu, menujukkan hpnya, untuk menyampaikan kabar kegetiran, berupa video.

Lebih jelas, lebih hidup dan terdengar juga dalam bentuk suara . . . .

(Ketika tiba di bagian nyentil yang tersaji dalam video itu) " . . . Saya nikahkan Aqidah Nurmala Sari bin Sujiwo Pranoto . . ." demi mendengar nama lengkap pengantin wanita dan juga nama orang tuanya, diperkuat rupa yang tersaji di dalam video itu, SAH apa yang dilihatnya adalah fakta, fakta tragis yang semakin memporak-porandakan hatinya paska dipecat dari tempat kerja.

Terjawab sudah, pertahanan logikanya, perasaan manusiawinya mengambil kendali, air mata menjadi bukti, bahwa sebagai pria pun tetap akan menangis ketika hatinya benar-benar tercabik teriris.

Tsunami, gunung meletus, tanah longsor adalah bencana besar yang bisa saja merenggut jutaan nyawa, namun bukankah tentang cinta juga bisa menciptakan bencana yang lebih tragis dari itu semua?!

"HAAAAAAAAAAAAAAAAAAA" teriakan amarah meski tak berwujud dalam suara, hanya dalam hati ia tumpahkan, sosok pria gentle nan tangguh meskipun dirinya tengah rapuh, ia tak lantas membabi buta melampiaskan kekesalan.

Sukasmin begitulah namanya tercatat dalam pembukuan kependudukan negara.

Hancur, lebur, lalu dihantam deruan badai hingga menjadi partikel-partikel kecil tak kasat mata, terberai tak tentu arah mungkin itulah gambaran betapa remuk redam hatinya.

Cinta dan Benci hanyalah berseberang dalam sejengkal takdir lalu mengapa kita terlalu fanatik akan keduanya?!.

••••​

"Sudah bangun Min?"

Saat Sukasmin bangun dan siuman dari pingsan akibat terseret arus dan terhantam dinding sungai yang tepat pada punggung dan tengkuk kepalanya. Terdengar suara lembut, suara yang sangat familiar, dari seseorang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya serta satu sisi menjadi dalang yang memprakarsai dirinya hingga menjadi seperti sekarang ini.

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Chapter 13: Saripatining Roso

__________________________________________________

Saat Sukasmin bangun dan siuman dari pingsan akibat terseret arus dan terhantam dinding sungai yang tepat pada punggung dan tengkuk kepalanya.

"Sudah bangun Min?"

Terdengar suara lembut, suara yang sangat familiar, dari seseorang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya serta satu sisi menjadi dalang yang memprakarsai dirinya hingga menjadi seperti sekarang ini. Kacau.

"Uhhhh, i-iyaaa" dengan suara berat, pria durjana nan malang itu menimpali.
"Uaaaaghhhh" sebelum akhirnya Sukasmin terhenyak, bangun dalam kondisi badan terasa sakit dan dibuat terkejut, mendapati sesosok wanita cantik yang ada di sampingnya.

Wanita yang juga seumuran dengannya, kepala 3 menuju 4 entah bagaimana kepalanya bisa nambah banyak, namun kecantikannya masih seperti dulu, seperti saat masih bersamanya dulu.

Aqidah Nurmala Sari atau biasa dipanggil sebagai Sari.

"Ba, -bagaimana kamu bisa ada disini?" agak terbata ketika Sukasmin melayangkan pertanyaan, karena rasa kikuk dan grogi.

"Hmmmm, cuma kebetulan aja kok" timpal Sari dengan intonasi lembut, di tengah berisiknya arus air sungai di samping mereka berada.
"Ndak, ndak mungkin karena kebetulan" sanggah Sukasmin sekenanya, ya spontan yang terlintas di mulutnya dalam balutan keki, grogi atau apalah itu yang dirasakan.

Maklum lama nggak ketemu, apalagi dengan seseorang yang pernah menjadi bagian yang berharga. Tapi kan tetep aja jiaaancook, orang udah tua juga malah serasa bocah labil. Sebuah legitimasi bahwa cinta memang bisa bikin pekook wal guoblooog.

"Ya, kebetulan aku udah lihat sampean saat nggelundung dari atas. Kebetulan aku liat sampean dihajar dan dibully bahkan dilecehkan sedemikian rupa oleh empat orang ibu-ibu"

"Kebetulan juga saya lihat sampean mencuci muka, untuk membersihkan diri dari perilaku tidak senonoh yang sampean terima pun itu memang layak sampean terima, karena perbuatan sampean juga nggak mutu babar blas."

"Apa sih yang membuat sampean jadi sedemikian kacau?"

Cecar Sari kemudian. Yang hal itu membuat Sukasmin, tak bisa berkata-kata, sebelum akhirnya pandangan Sukasmin tertuju pada sekujur tubuh Sari. "Kok basah kuyup?"

"Jadi sampean juga nyemplung?" Lanjut Sukasmin saat Sari belum sempat menjawab.
"Iya lalu sampean pikir gimana caranya klo ndak nyemplung ha? kalau ndak nyemplung nanti sampean keburu modaaaar tau nggak?" Dengan intonasi yang agak ngegas.

"Mmmmmm, maap, malah merepotkan apalagi itu beresiko dengan nyawa, tapi kok kamu nekad sih, demi aku yang maha tidak mutu ini?"
"Ya gimana ya, masak aku tega sih melihat orang mau modar begitu saja sementara aku bisa mencegah dengan menyelamatkannya, hambok sampean itu mikir.…!!!"

"Aargghhh iya ding, orang guoblooog macam sampean mana bisa mikir, orang otaknya nggak kepake, jual aja di tokopedia pasti laku tuh karena nggak kepake" seloroh dan cemoohan diutarakan oleh manusia cantik yang jika dirasa-rasa, tidak cocok kalimat-kalimat maha dapuk itu muncul dari mulutnya yang juga cantik.

Tapi bisa terjadi, karena yang dihadapi adalah makhluk durjana yang menjijikan yang pantas dihina dan dimaki-maki dengan ujaran yang seindah-indahnya.

.…..

Kemudian, serempak terjadi keheningan di antara keduanya, hanya deru derasnya arus air yang mengalir, dan perkusi hayati lainnya yang mewarnai kebisuan dari dua insan yang sedang berkecamuk dengan pelbagai perasaan.

"Mmm sampean apa kabar?" Sukasmin dengan kikuk mencoba basa-basi mencairkan kekakuan yang tengah terjadi.
"Kabarku kabur, nggak jelas apalagi semenjak ketemu sampean ini yang malah semakin gak jelas".

"Lo lo lo lo, lha kok malah ngamuk ke saya tho mbakyu ini, rupanya belum lega sudah mengeluarkaan hinaan dengan segamblang-gamblangnya diawal".

"Lha gimana ndak ngamuk lha wong ketemu beruk anggora"

"Eeee lha bajilaaak, malah ngata-ngatain manusia tampan seperti saya ini, kualat lho sampean, bisa-bisa jatuh hati sampai mati penasaran".
"Wueleeeeh mbelgedes suuuu, yang ada bisa ketularan edan".

Wanita cantik saja bisa muncul kata-kata mutiaranya lho karena yang dijumpai memang manusia tidak mutu sejagad raya.
Obrolan demi obrolan, basa-basi hingga hinaan terangkum dari keduanya, berteman berisiknya deras air sungai.

"Lha sampean nyasar kesini apa ndak dicari suami? nanti bisa gawat lho, dikira saya yang nyulik sampean, bisa dihajar masa saya, fatal, wajah tampan saya bisa babak belur lho"
"Lho justru itu yang diharapkan masyarakat dan netizen kalau ada yang mau main hakim bersama untuk ngantemi raimu sing ra masok iki, tapi pede-ne nyundul langit".

"Walah lha kok ayu-ayu jebul yo jahat asline yo sampean iku, wah bejone ora direstui wong tuamu, ini cara Gusti menunjukkan sifat aslimu".
"Oalah lha tak leleb-lelebke ndasmu ning banyu sisan lho, tau gini tadi ku biarkan saja modar hanyut, itung-itung ngurangi sampah masyarakat".

"Hiii tekke, sejak kapan cocote njenengan dados rusak kados ngeten mbakyu Sari? ngeri ik, pedot seko aku lha kok malah jadi ikutan pedot kabel sarafnya gini njenengan?!!!"
"Lho opo sampean ora rumongso? sejak kenal dan menjalin hubungan sama sampean sebenarnya sudah ada tanda-tanda ada yang konslet di otak saya"

"Lha kok bisa-bisanya menyalahkan hamba yang tidak berdosa ini"
"Tidak berdosa, tidak berdosa dengkulmu anjlok, kuantitas dosamu jika di tempatkan di 7 galaxy pun tidak akan muat wahai yang mulia Sukasmin".

"HAHAHAHAAHAHAHA"
"Lha nopo ik malah ngguyu, mok kiro lucu yo nyuk munyuk?"

"BUAHAHAHAHA" malah semakin lebar tawa Sukasmin menanggapi ocehan Sari. "Jujur aku kangen banget suasana ini, suasana cair saat kita masih bersama dulu, yang apa-apa bisa jadi bahan obrolan receh" lanjut Sukasmin namun dengan mimik yang berubah drastis dari ketawa lebar menjadi menunduk lesu, mengisyaratkan kegundahan yang tiada terperi.

"Dulu aku pikir kamu lah bahagiaku sesungguhnya, yang layak ku perjuangkan, sehingga jangankan goyah, melirik wanita lain pun aku nggak sanggup, karena kuatnya chemistry yang kamu ciptakan, seakan-akan mengikat setiaku seutuhnya, aku terlalu optimis jika ketulusan cinta, do'a dan perjuangan adalah kunci akan ijabah yang murni, tapi kenyataannya harapan itu terhempas, pupus dan kandas, dan akhirnya membuatku tidak punya arah tujuan" bahasa yang keluar dari Sukasmin pun berubah menjadi beraura romansa, bermuatan sendu sembilu, sesal dan sesak.

"…"

"Bahkan dulu di saat ibadah masih jadi bagian yang ku anggap penting untuk mengiringi setiap sibuknya rutinitas, lalu di antara do'a dan pinta yang terlintas, selalu ku sebut namamu yang ku anggap prioritas". Dan mata pemuda yang tak lagi muda itu pun tampak berkaca-kaca.

"Atau ada alasan di balik mengapa hati dipatahkan, sebagai peringatan dari sang Pencipta, mungkin karena aku terlalu mencintai manusia, sehingga Tuhan pun cemburu dan memberiku luka".

Terasa akward ketika si kunyuk Sukasmin yang sedari awal cerita ini dibuat, dikenal sebagai pejoh durjono, yang identik dengan ketidakmutuan, namun kini di hadapan Sari, sang mantan pujaan hati, mendadak jadi melow, puitis dan syarat akan elegi romantisme.

Pun Sari tidak terkejut dengan hal ini, sebab inilah sejatinya Sukasmin dahulu, yang memang romantis, kalem dan tidak kacau balau seperti sekarang, atau lebih tepatnya semenjak asmaranya kandas darinya.

"Maaf Min, gara-gara aku, kamu jadi seperti sekarang, semrawut dan nggak mutu".
"Iya, memang gara-gara sampean, parah emang, terlaknat dikau." Cibir Sukasmin yang merepresentasikan bentuk merajuk.

"HAHAHAHA TAK TAPUKI RAIMU LHO"
"Loooo lo lo lo sejak kapan den ayu Aqidah Nurmala Sari cocotnya bisa ngendhiko rusak kados ngeten? sejak kapan jaaal tak takon?"

"Haiyooo mbuh iki Min, sing jelas bar rabi aku dadi semrawut, kehidupan rumah tanggaku dari permulaan sudah nampak tidak baik-baik saja dimana aku harus pasrah dijodohkan di era yang konon jaman kebebasan ini, yang membuatku terpaksa menjalani karena ini kemauan Bapak Ibuku, yang berharap jika anaknya dapat suami yang mapan dan kaya raya, itu sudah jaminan akan bahagia, menurut mereka, tapi sebagai yang melakoni ternyata tidak seindah harapan dan angan-angan".

"Lho kok bisa demikian nyisanak, apa yang sebenarnya terjadi?" dengan logat banyolan Sukasmin menirukan logat pengawal dalam kerajaan yang biasa ditayangkan di drama kolosal.

"Keluarga mantan suami ternyata aneh, jauh dari yang disangka keluargaku, memang kaya raya, tapi ternyata di dalamnya diisi orang-orang gila yang tingkahnya di luar nalar".
"Eh eh eh bentar bentar, mantan suami? jadi ceritanya udah cerai? sejak kapan?"

"Iya Min, sudah lama bahkan hanya bertahan tidak sampai 1 tahun usia pernikahan kami".
"Lho sejak itu sampean terus kemana? soalnya kan suamimu eh mantan suamimu rumahnya jauh, dan selama ini saya nggak pernah lihat sampean disini di desa ini".

"Aku kabur ke luar negeri Min, ke Taiwan"
"Waladalah, terus sampean disana ikut siapa?"

"Aku jadi TKW Min, kerja, sekaligus lanjut kuliah S2 sekarang sudah lulus makanya aku balik kesini, selain kangen tanah kelahiran aku juga perlu konfirmasi ke orang tuaku, yang selama ini sebenarnya mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi, meskipun hasil awalnya lebih rumit lagi ketika dari keluarga mantan suami juga tidak memberitahukan akan permasalahan kami, gara-gara itulah aku sempat tidak dipercaya oleh bapak-ibu, dianggap mengada-ada atau sengaja mencari masalah, hingga ku datangkan tetanggaku di sana, yang jadi temenku dan dialah saksi hidup, dia pula yang membawaku untuk lepas dari cengkraman keluarga gila itu, dia yang mengajakku ke Taiwan, karena dia pernah jadi TKW sebelumnya, hal itu mempermudah akses bagi dia untuk bisa kembali menjadi TKW dan bahkan untuk mengajak orang lain".

"Mmmmmmm" respon Sukasmin saat mendengarkan curhatan Sari, sembari garuk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatel itu, kalau isi otaknya nah itu baru nggateli. "Kok bisa sampai begitu itu duduk permasalahan sebenarnya itu apa?" Lanjut Sukasmin.

"Sejak awal setelah pernikahan, mulai tampak keanehan dalam keluarganya, untuk orang sekaya itu dengan rumah yang besar dan luas, tapi hanya ada satu asisten rumah tangga, dengan 4 anak laki-laki semua dalam keluarga mertua, termasuk dia yang anak bungsu, anak paling dimanjakan, bisa dibayangkan betapa berlipat-lipat kerja ARTnya, sedangkan yang sudah menikah hanya anak bungsu si Nuriyan Subakir yang merupakan suamiku itu".

"Weleh lha kok iso yo?"
"Satu keluarga nggak bapaknya, ibunya termasuk anak-anaknya pelit, terlalu ntritik dan setiti untuk soal keuangan".

"Awal-awal aku diboyong dan menjadi bagian keluarga mantan suami, tampak seperti biasa saja, tidak ada hal yang membuatku merasa begitu aneh, namun itu hanya berlangsung selama 2 bulan hingga keadaan yang sebenarnya mulai terkuak, ketika aku tak sengaja mendengarkan obrolan mertua bersama anak-anaknya"

"…."

"Kurang lebih seperti ini percakapan mereka: Itu si Sari istrimu enak-enakan aja tinggal disini cuma numpang makan dan tidur, bukan karena jadi mantu dan istri terus bisa seenaknya, mulai besok suruh dia bangun lebih pagi, untuk bantu mbak Sumberwati (ART) nyuci, masak, dan nyapu"

"…"

"Denger itu aku mulai terpancing jengkel dan firasatku meraba jika hari-hari yang tidak baik akan dimulai, bukan karena soal aku harus mengerjakan pekerjaan rumah sebagai seorang istri, kalau soal itu aku sudah siap karena di rumah pun aku terbiasa melakukan aktivitas khas perempuan pada umumnya, tapi yang membuatku ndongkol adalah pernyataannya bahwa aku itu hanya orang yang numpang dan seenaknya".

"Wah wah wah, bener-bener ndak nyangka aku kok bisa mereka punya pikiran macam itu lho?!!! yang terlintas dalam pikiranku dulu justru sampean akan diperlakukan layaknya ratu, hidup enak dan santai". Timpal Sukasmin.

"Iya Min, aku pun sangat syok denger hal itu, dan itu masih mending, karena setelah itu, kata-kata yang jauh lebih pedas dan menusuk yang bahkan terang-terangan diluapkan di hadapanku, (seperti: oalah anak haram pantesan manja, gitu doang ngeluh capek) ketika aku sedang istirahat karena kecapekan dan tidak sanggup melanjutkan tugas rumah".

"Wuaduuuuhhh, ini sih sudah keterlaluan" sahut Sukasmin dengan mimik tak habis pikir dan emosi.

"Hari-hari yang ku jalani bak jongos, yang tidak hanya dipaksa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya bukan jadi tugasku seperti mencuci semua pakaian dari Bapak-Ibu dan kakak-kakaknya Nuriyan Subakir setiap seminggu dua kali, masih harus nyapu dan ngepel lantai rumah yang segitu besarnya hanya oleh dua orang, aku sama mbak Sumberwati, bisa dibayangkan, seumur-umur aku nggak pernah diperlakukan seperti itu oleh bapak-ibuku".

"…"

"Jika aku kurang sedikit saja dalam menjalani aktivitas sebagai seorang istri, wah kata-kata mautnya keluar, nggak Nuriyan Subakir nggak Bapak-ibunya, semua sama, keluar makian kasar dan behhhhh nggak manusiawi sama sekali (seperti: celeng guoblooog, anjing pemalas, babi haram memang ya, manja) dan waaaah pokoknya seisi kebun binatang dibawa-bawa, padahal seumur hidup belum pernah dikata-katain orang lain sampai seperti itu, hanya ketiga kakaknya yang tidak pernah mengumpat atau mengata-ngatai terhadapku, mungkin karena aku yang mengerjakan tugas yang seharusnya tanggung jawab mereka".

"Mmmmmmm, sumpah aku kaget, dan nggak habis pikir, ku kira sampean bakal bahagia, padahal dengan berat hati bertahun-tahun lamanya berusaha mengikhlaskanmu dengan lelaki pilihan orang tuamu, tapi ternyata malah jadi seperti ini, sumpah aku malah gak terima ini, dan jadi emosi, yang tadinya rela demi kebaikan yang ada emosiku kini meluap-luap pingin tak labrak wae bajingan-bajingan iku".

"Jangankan situ yang hanya denger cerita, aku yang menjalani kehidupan super dancuk itu pun bawaanya pingin ambil parang, terus ku cacah-cacah dan ku mutilasi itu satu keluarga, andai tidak ada hukum".
"Lah iya jelas kalau itu aku dukung sepenuhnya, tapi dasarnya sial terhalang undang-undang".

"Tapi dibanding memikirkan hal kriminal, aku berusaha sadar dan sabar, menyadari dan menerima konsekuensi, mungkin ini adalah karma, akibat perbuatanku yang dengan atau tanpa sengaja telah melukai seseorang, sehingga inilah hukuman yang harus ku jalani, aku selalu merasa bersalah sepanjang waktu, bahkan dalam setiap sujud di sepertiga malamku, air mataku deras mengalir bukan karena cobaan yang ku terima dari keluarga mertuaku, tapi karena rasa bersalahku, dan rasa bersalah itu terhadap sosok yang saat ini ada di hadapanku".

Seketika kedua pupil mata dari dua insan itu pun bertemu, saling pandang penuh arti, tajam dan lurus, seperti sedang mentransfer bait-bait kegundahan, penyesalan dan melankolisme dari tragedi masa lalu yang mereka alami.

"Rasa bersalah yang teramat sangat, sehingga aku coba nikmati hari-hari kelam itu sembari mengutuk diri, dan berharap dari hati yang paling dalam, agar kamu di luar sana senantiasa baik-baik saja, ditemukan wanita pengganti yang jauh lebih baik, yang gemati, yang menerimamu apa adanya, yang akan menemani hingga akhir hayatmu, itulah yang sepanjang hari selalu ku panjatkan, tanpa disadari, rupanya rasa cintaku benar-benar masih terpatri terhadapmu tapi aku merasa sudah tidak layak untuk mengaku cinta terhadap orang yang sudah sangat ku lukai". Berkaca-kaca Sari ketika menuturkan isi lubuk kalbunya, air mata tampak menggenang dan menunggu giliran untuk jatuh, mengisyaratkan elegi kepedihan.

Pun demikian dengan Sukasmin, yang juga ikut terhanyut dan berkaca-kaca demi mendengar curahan hati atas peristiwa yang dialami Sari, sosok yang pernah sangat berharga, yang menjadi belahan jiwa, hingga membuatnya hampir sakit jiwa karenanya pula.

Di tengah haru pertemuan mata yang saling pandang, Sari melanjutkan elegi curahan kepedihannya "Jika hanya disuruh-suruh selayaknya kacung dan dikata-katain dengan ungkapan kasar saja sudah cukup membuat suasana hidupku jadi tidak nyaman, rupanya itu belum cukup karena masih ada hal yang di luar nalar bahkan sama sekali tak terpikirkan jika hal seperti ini akan ku terima dari keluarga kaya raya yang ternyata memiliki sisi lain yang sangat tidak wajar".

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd