Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[LEGEND] Lily Panther The Series #20

08: Menggapai Matahari

Part 3

Sepandai pandai tupai bersandiwara, akhirnya tercium juga, rupanya Koh Wi mempunyai mata mata di hotel yang melaporkan kepergianku setiap siang, sebagai seorang laki laki yang sudah pengalaman tentu dia bisa mencium ada ketidak beresan. Pada suatu hari dia memberiku hadiah, sebuah Handphone, waktu itu masih barang langka, tak banyak yang punya, aku senang sekali, dalam benakku tentu aku lebih leluasa bisa menghubungi tamu tamuku, tapi aku tak menyadari kalau justru dengan adanya HP aku malah tidak bisa bergerak leluasa, selalu termonitor kemana aku pergi.

Dalam seminggu nomor HP-ku sudah beredar di kalangan GM dan para tamu, hampir tiap pagi tak pernah berhenti berdering, sengaja kumatikan kalau ada Koh Wi, untuk menghindari kecurigaan. Sejauh ini aku merasa berhasil memainkan sandiwara, dan beberapa kali berhasil lolos dari lubang jarum perangkapnya, meski dia curiga tapi tak pernah aku tertangkap basah, dia hanya menyindir tanpa bukti nyata.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa sudah lebih 2 bulan aku hidup bersama Koh Wi, dan hidup berselingkuh darinya. Sepertinya semua berjalan normal tanpa ada hambatan dengan permainan kucing kucingan ini.
Suatu malam kami bertengkar hebat, dia menemukan sekotak pil KB yang selalu rutin kuminum berikut sekotak kondom yang lupa kusembunyikan, dituduhnya aku yang tidak tahu terima kasih, wanita tak tahu diri, dasar PELACUR dan segudang perkataan yang menyakitkan hatiku, bahkan karena kami sama sama emosi dia menyepakkan kakinya ke pahaku, aku menangis mendapat perlakuan kasar semacam ini, belum pernah seumur hidupku disakiti secara fisik seperti ini, meskipun penyiksaan batin telah sering aku terima.

Dia memang menghendaki aku hamil, tapi dari sisiku aku belum siap karena dia tidak bisa memberikan kepastian tentang masa depan hubungan kami, sekali tanpa sepengetahuan dia kugugurkan kandungan yang baru berumur 1-2 bulan (ya Tuhan ampunilah aku) karena aku sendiri tak tahu dari benih siapa ini. Akhirnya malam itu juga kuputuskan untuk pergi dari kamar itu, kukemasi semua barangku, bersiap meninggalkannya. Melihat keseriusanku, dia mulai melunak, dia menghiba minta maaf, berlutut di depanku dan berjanji tak mengulangi lagi, kembali dia mengungkit kebaikan kebaikannya dulu. Emosiku sudah turun, naluri kewanitaanku terusik ketika dia mengingatkan kebaikannya terhadapku, akhirnya akupun melemah, kemarahanku mencair hilang sudah kebencian yang sempat hinggap.

Kubelai kepalanya yang tersandar di pahaku, kubelai dengan penuh kasih sayang, tak tega aku membuatnya bersedih, dan kumaafkan apa yang barusan dia perbuat seperti tidak pernah terjadi. Malam itu kami kembali bercinta dengan begitu bergairah, biasa kalau pasangan habis berantem lalu damai pasti percintaannya lebih menggairahkan. Sebagai kesungguhan permintaan maafnya dia tidak ke kantor besoknya, menemaniku sepanjang hari, dan sepanjang hari pula kami becumbu dan bercinta, lebih bergairah dan lebih liar dari sebelumnya.

Namun kedamaian ini hanya berlangsung seminggu, kali ini memang kesalahanku, aku tertangkap basah di Hotel Tunjungan. Siang itu ada seorang GM meneleponku untuk datang ke Hotel Tunjungan, sebenarnya aku udah nggak mau karena sudah terlalu sore, sudah pukul 3 lewat, tentu nggak enak kalau buru buru, tapi dia berhasil meyakinkanku bahwa ini tidak akan lama karena dia juga diburu flight ke Jakarta, setelah berpikir sejenak meluncurlah Panther-ku ke HT yang jaraknya tak lebih 10 menit dari tempatku.

Sesampai di tempat parkir GM itu telah menungguku dan langsung membawaku ke kamar. Aku tertegun sesaat melihat tamuku, orangnya ganteng dan masih muda, mungkin tidak lebih dari 30 tahun, namanya Herman. Beberapa menit GM itu menemani kami sebelum akhirnya meninggalkanku berdua dengan Herman. Sepeninggal GM, Herman dengan lembut menarikku dalam pelukannya, aroma parfumnya sungguh menggairahkan, kami berciuman, bibir kami saling melumat, kurasakan hangat dan lembut sentuhan bibirnya. Aku hanya memeluk dan menggosok punggungnya, tak berani lebih jauh sebelum dia mulai terlebih dahulu, itulah prinsipku supaya tidak terlalu dianggap norak.

Ciuman kami belum terlepas ketika tangannya mulai diselipkan dibalik kaosku, mengusap punggungku lembut. Seiring dengan ciumannya di leherku, tangannya sudah bergeser ke depan, menggerayangi dadaku, mengusap lembut kedua bukitku, aku menggelinjang mulai mendesah. Herman merebahkanku di ranjang, kembali kami berciuman, masih berpakaian lengkap, bergulingan di atas ranjang. Saling mencumbu, satu persatu pakaianku dilucuti, meninggalkan bra hijau satin yang masih menutupi buah dadaku. Dijilatinya dan diremas kedua buah dadaku tanpa melepas penutupnya, aku mendesah sambil meraih selangkangannya yang mengeras dibalik celana, kuremas remas kejantanannya yang masih terkurung rapat, begitu keras seperti hendak terlepas dari sangkarnya.

Herman telentang, kini giliranku, kubuka kancing kemejanya sambil menciumi dadanya yang bidang berbulu, terlihat begitu macho, desahannya mulai keluar ketika kujilati putingnya, jilatanku turun ke perut bersamaan dengan tanganku membuka celananya. Kejantanannya yang panjang dan keras langsung menyembul saat kulorot celana dalam yang mengekangnya, tidak terlalu besar namun panjang dengan bentuk lengkung ke atas, begitu kerasnya hingga berdiri seperti tugu pahlawan yang tegak menantang ke atas. Sedetik aku terkesiap akan keindahan yang ada di depanku, kupegang dengan lembut, kuremas, kukocok, kubelai, kuusapkan ke wajahku, kuciumi dengan gemas, benar benar gemas bukan dibuat buat. Lidahku menyusuri kejantanan yang indah itu, dari kepala hingga pangkal, menari nari di kepala kejantanannya. Beberapa detik kemudian kejantanannya sudah meluncur keluar masuk mulutku, tak bisa semua masuk ke mulut tapi desahannya makin keras kudengar, buah dadaku diremas remas saat aku mengulumnya.

"Benar kata orang, kamu memang pintar oral", komentarnya di sela desahan kenikmatan.
Tak kuperhatikan, kepalaku masih bermain di selangkangannya, kujilat habis daerah kenikmatan yang ada di sekitar itu.
"Oooh.. sshh.. Ayo ly, sekarang", pintanya sembari menarik tanganku.
Aku segera berbalik, kusapukan kejantanannya yang makin tegang ke vaginaku, sengaja tak langsung kumasukkan tapi kugesek dan kuusapkan.
"Come oon.. pleeassee..", desahnya.
Aku tersenyum melihat expresi wajah gantengnya yang terbakar birahi, perlahan kuturunkan tubuhku, perlahan penisnya memasuki vaginaku yang sudah basah, sebelum masuk semua kutarik lagi dan kuturunkan lagi, kugoda dia, aku begitu menikmati wajah wajah dalam birahi. Herman meraih buah dadaku dan menekan tubuhku turun, melesaklah semua penisnya dalam vaginaku.
"Ooouugghh.. ss..", aku mendesah, betapa nikmatnya penis itu mengisi vaginaku, pelan pelan tubuhku turun naik mengocoknya, kurasakan kenikmatan demi kenikmatan setiap kali penisnya tertanam semua di dalam, desahku makin keras seiring goyangan Herman yang mengimbangiku.

Kami saling mengocok mereguk nikmat, dia mencegah ketika kubuka bra-ku, biar tampak sexy, katanya.
Tubuhku ditarik dalam dekapannya, dia mengocokku dari bawah, desahanku makin keras di dekat telinganya, berkali kali kuciumi wajahnya yang ganteng, tak segan aku melumat dan mempermainkan lidahku di mulutnya, begitu menikmatinya aku dengan tamu ini.

Aku kembali duduk diatas penisnya, kuputar pantatku, vaginaku seperti diobok obok dengan penisnya, makin nikmat rasanya, aku bertahan sekuat tenaga untuk tidak segera mencapa puncak kenikmatan, terlalu sayang untuk dilakukan dengan cepat, masih banyak yang kuharapkan darinya. Keringatku sudah mulai menetes, keringat kenikmatan, goyangan dan kocokanku makin liar tak beraturan, jak jarang tubuhku kuturunkan dengan keras menghentak, kejantanannya terasa begitu keras menghantam liang rahimku, sakit namun bercampur kenikmatan.

Herman menaikkan tubuhnya hingga posisinya duduk memangkuku, kami saling berpelukan, kepalanya disusupkan diantara kedua buah dadaku yang terbungkus bra. Lidahnya menyusuri dadaku seiring dengan kocokanku padanya, kuluman di putingku membuatku semakin cepat melambung tinggi, gerakanku sudah tidak beraturan. Kuremas kepalanya yang masih menempel di dadaku dengan gemas, kami bergulingan berganti posisi. Kakiku dinaikkan ke pundaknya, kejantanannya makin dalam pula mengisi rongga kenikmatanku, jeritan kenikmatanku semakin tak terkontrol, liar, seliar penis yang mengaduk adukku. Sodokannya begitu keras, dihempaskannya tubuhnya ke vaginaku.

"Aagghh.. aaghh.. aagghh", desahku setiap kali kurasakan hentakan demi hentakan, sepertinya aku tak bisa bertahan lebih lama lagi menghadapi keganasan dan kenikmatan yang dia berikan, puncak kenikmatan sebentar lagi kuraih, namun tiba tiba dia menghentikan gerakannya, mencabut penisnya. Aku menjerit protes dengan mata melotot, tapi senyuman nakalnya mengalahkan protesku.

Dibaliknya tubuhku bersiap untuk posisi doggie, tanpa aba aba dengan sekali dorong dia melesakkan penisnya ke vaginaku, keras dan cepat sekali dorongannya, aku terdongak kaget, kutoleh dengan experesi marah tapi dibalas dengan senyuman menggoda. Rambutku ditarik kebelakang berlawanan dengan gerakan kocokannya, membuatku kembali terbuai dalam nikmatnya gelombang birahi.

Entah berapa lama kami bercinta sepertinya jarum jam bergerak begitu cepat, terlupa sudah batasan waktu yang kuberikan, kami mengarungi lautan kenikmatan, gelombang demi gelombang kami kayuh bersama hingga berdua mencapai puncak gelombang kenikmatan, dan kamipun terkulai lemas di atas awing. Kami melanjutkan satu babak lagi sebelum tersadar bahwa jarum jam sudah menunjukkan 17:20, berarti Koh Wi sudah pulang. Sesaat aku panic, tapi Herman menghiburku dengan belaian mesranya membuatku kembali terlupa.

Kegugupan menyergapku ketika HP-ku berdering, dari Koh Wi, dengan nada tinggi dia langsung mendampratku, kata kata pedas kembali terdengar, kali ini begitu panas dan lebih menyakitkan, apalagi masih ada Herman disampingku, entah dia mendengar atau tidak, segera kututup HP dan dengan berjuta alasan kutinggalkan Herman di kamar, aku tahu dia kecewa tapi kuminta pengertiannya.

Sesampai di kamar terjadilah perang besar, kami saling beradu mulut dengan kencang, mungkin terdengar dari luar, alasan kepergianku barusan ternyata dengan mudahnya dipatahkan karena ternyata dia sudah curiga dan menyuruh orang untuk me-mata matai, aku tak bisa berkutik berhadapan dengan pengacara ini. Tak lupa untuk kesekian kalinya dia mengungkit ungkit "jasa-jasa" nya mengeluarkanku dari Hilton, supaya aku "sadar" dan hanya miliknya, tapi kali ini tak kugubris, tekadku sudah bulat untuk keluar pula dari kamar ini, aku sudah tak tahan dalam cengkeramannya. Malam itu juga aku segera mengemas semua pakaian dan milikku, tak lupa kutinggalkan barang pemberian Koh Wi, Panther-ku penuh dengan tas dan koper, diiringi hujan rintik rintik kutinggalkan Hotel Garden Palace tempatku bernaung selama hamper 3 bulan.

Terus terang aku tak tahu hendak kemana tujuanku selanjutnya, dimalam seperti ini dan kepergian yang mendadak tentu aku tak punya rencana, hanya kuikuti emosi, yang jelas aku harus pergi dari Koh Wi. Tanpa arah tujuan kususuri jalanan kota Surabaya, baru kusadari sudah banyak terjadi perubahan, mungkin aku yang terlalu terlena dalam kehidupanku hingga tak sempat mengikuti perkembangan kotaku tercinta ini. Akhirnya kuparkir mobil ke hotel di Jalan Arjuna, entah hotel apa aku tak ingat karena memang masih baru dan check in.

Sendirian di kamar hotel yang sempit aku merenungi perjalanan hidupku yang begitu cepat berubah, kuabaikan HP yang berbunyi tanpa kuterima, sengaja aku ingin sendiri mencari jawaban atas makna hidup yang kulalui. Kukenang kebaikan dan kejelekan Koh Wi, dari dialah aku terbebas dari suatu belenggu meskipun masuk ke belenggu lainnya, dari dialah kukenal dunia malam yang penuh hiruk pikuk semu bertabur temaram lampu diskotik dan hangar bingar house music, dari dialah kumulai mengenal apa itu yang namanya *****, extasy dan sejenisnya, semua kejadian itu kembali seolah membayang di depan mataku, hingga akhirnya aku terlelap dalam buaian angin malam.

Keesokan paginya aku seperti terbangun dari mimpi, kudapati diriku tergeletak di kamar yang sempit dan jelek, tak ada ciuman selamat pagi, tak kudapati belaian mesra di pagi hari, semuanya kosong dan hampa, sehampa hatiku. Kini aku benar benar terlepas dari lindungan orang, aku harus bisa bertahan dan berdiri sendiri tanpa mengandalkan orang lain, tak ada lagi orang yang menghiburku dikala gundah, tak ada lagi laki laki pelindungku dikala susah, sendirian harus kulanjutkan perjalananku yang aku sendiri tak tahu menuju kemana. Namun terlepas dari semua itu tekadku sudah bulat, aku harus bertahan dan tetap bertahan tanpa menggantungkan harapan pada orang lain, semua tergantung pada diriku sendiri.

Babak ketiga dalam hidupku telah kumulai setelah babak pertama di Hilton dan babak kedua di Hotel Garden Palace. Kini aku menjadi tuan atas diriku sendiri, aku bisa menentukan kapan saatnya istirahat dan kapan saatnya menerima tamu dan dengan siapa aku harus melayani adalah keputusanku sendiri, inilah saatnya memulai freelance, mengarungi hidup seorang diri tanpa bimbingan dari orang lain kecuali kata hati ini.


To be conticrot...
 
08: Menggapai Matahari

Part 3

Sepandai pandai tupai bersandiwara, akhirnya tercium juga, rupanya Koh Wi mempunyai mata mata di hotel yang melaporkan kepergianku setiap siang, sebagai seorang laki laki yang sudah pengalaman tentu dia bisa mencium ada ketidak beresan. Pada suatu hari dia memberiku hadiah, sebuah Handphone, waktu itu masih barang langka, tak banyak yang punya, aku senang sekali, dalam benakku tentu aku lebih leluasa bisa menghubungi tamu tamuku, tapi aku tak menyadari kalau justru dengan adanya HP aku malah tidak bisa bergerak leluasa, selalu termonitor kemana aku pergi.

Dalam seminggu nomor HP-ku sudah beredar di kalangan GM dan para tamu, hampir tiap pagi tak pernah berhenti berdering, sengaja kumatikan kalau ada Koh Wi, untuk menghindari kecurigaan. Sejauh ini aku merasa berhasil memainkan sandiwara, dan beberapa kali berhasil lolos dari lubang jarum perangkapnya, meski dia curiga tapi tak pernah aku tertangkap basah, dia hanya menyindir tanpa bukti nyata.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tak terasa sudah lebih 2 bulan aku hidup bersama Koh Wi, dan hidup berselingkuh darinya. Sepertinya semua berjalan normal tanpa ada hambatan dengan permainan kucing kucingan ini.
Suatu malam kami bertengkar hebat, dia menemukan sekotak pil KB yang selalu rutin kuminum berikut sekotak kondom yang lupa kusembunyikan, dituduhnya aku yang tidak tahu terima kasih, wanita tak tahu diri, dasar PELACUR dan segudang perkataan yang menyakitkan hatiku, bahkan karena kami sama sama emosi dia menyepakkan kakinya ke pahaku, aku menangis mendapat perlakuan kasar semacam ini, belum pernah seumur hidupku disakiti secara fisik seperti ini, meskipun penyiksaan batin telah sering aku terima.

Dia memang menghendaki aku hamil, tapi dari sisiku aku belum siap karena dia tidak bisa memberikan kepastian tentang masa depan hubungan kami, sekali tanpa sepengetahuan dia kugugurkan kandungan yang baru berumur 1-2 bulan (ya Tuhan ampunilah aku) karena aku sendiri tak tahu dari benih siapa ini. Akhirnya malam itu juga kuputuskan untuk pergi dari kamar itu, kukemasi semua barangku, bersiap meninggalkannya. Melihat keseriusanku, dia mulai melunak, dia menghiba minta maaf, berlutut di depanku dan berjanji tak mengulangi lagi, kembali dia mengungkit kebaikan kebaikannya dulu. Emosiku sudah turun, naluri kewanitaanku terusik ketika dia mengingatkan kebaikannya terhadapku, akhirnya akupun melemah, kemarahanku mencair hilang sudah kebencian yang sempat hinggap.

Kubelai kepalanya yang tersandar di pahaku, kubelai dengan penuh kasih sayang, tak tega aku membuatnya bersedih, dan kumaafkan apa yang barusan dia perbuat seperti tidak pernah terjadi. Malam itu kami kembali bercinta dengan begitu bergairah, biasa kalau pasangan habis berantem lalu damai pasti percintaannya lebih menggairahkan. Sebagai kesungguhan permintaan maafnya dia tidak ke kantor besoknya, menemaniku sepanjang hari, dan sepanjang hari pula kami becumbu dan bercinta, lebih bergairah dan lebih liar dari sebelumnya.

Namun kedamaian ini hanya berlangsung seminggu, kali ini memang kesalahanku, aku tertangkap basah di Hotel Tunjungan. Siang itu ada seorang GM meneleponku untuk datang ke Hotel Tunjungan, sebenarnya aku udah nggak mau karena sudah terlalu sore, sudah pukul 3 lewat, tentu nggak enak kalau buru buru, tapi dia berhasil meyakinkanku bahwa ini tidak akan lama karena dia juga diburu flight ke Jakarta, setelah berpikir sejenak meluncurlah Panther-ku ke HT yang jaraknya tak lebih 10 menit dari tempatku.

Sesampai di tempat parkir GM itu telah menungguku dan langsung membawaku ke kamar. Aku tertegun sesaat melihat tamuku, orangnya ganteng dan masih muda, mungkin tidak lebih dari 30 tahun, namanya Herman. Beberapa menit GM itu menemani kami sebelum akhirnya meninggalkanku berdua dengan Herman. Sepeninggal GM, Herman dengan lembut menarikku dalam pelukannya, aroma parfumnya sungguh menggairahkan, kami berciuman, bibir kami saling melumat, kurasakan hangat dan lembut sentuhan bibirnya. Aku hanya memeluk dan menggosok punggungnya, tak berani lebih jauh sebelum dia mulai terlebih dahulu, itulah prinsipku supaya tidak terlalu dianggap norak.

Ciuman kami belum terlepas ketika tangannya mulai diselipkan dibalik kaosku, mengusap punggungku lembut. Seiring dengan ciumannya di leherku, tangannya sudah bergeser ke depan, menggerayangi dadaku, mengusap lembut kedua bukitku, aku menggelinjang mulai mendesah. Herman merebahkanku di ranjang, kembali kami berciuman, masih berpakaian lengkap, bergulingan di atas ranjang. Saling mencumbu, satu persatu pakaianku dilucuti, meninggalkan bra hijau satin yang masih menutupi buah dadaku. Dijilatinya dan diremas kedua buah dadaku tanpa melepas penutupnya, aku mendesah sambil meraih selangkangannya yang mengeras dibalik celana, kuremas remas kejantanannya yang masih terkurung rapat, begitu keras seperti hendak terlepas dari sangkarnya.

Herman telentang, kini giliranku, kubuka kancing kemejanya sambil menciumi dadanya yang bidang berbulu, terlihat begitu macho, desahannya mulai keluar ketika kujilati putingnya, jilatanku turun ke perut bersamaan dengan tanganku membuka celananya. Kejantanannya yang panjang dan keras langsung menyembul saat kulorot celana dalam yang mengekangnya, tidak terlalu besar namun panjang dengan bentuk lengkung ke atas, begitu kerasnya hingga berdiri seperti tugu pahlawan yang tegak menantang ke atas. Sedetik aku terkesiap akan keindahan yang ada di depanku, kupegang dengan lembut, kuremas, kukocok, kubelai, kuusapkan ke wajahku, kuciumi dengan gemas, benar benar gemas bukan dibuat buat. Lidahku menyusuri kejantanan yang indah itu, dari kepala hingga pangkal, menari nari di kepala kejantanannya. Beberapa detik kemudian kejantanannya sudah meluncur keluar masuk mulutku, tak bisa semua masuk ke mulut tapi desahannya makin keras kudengar, buah dadaku diremas remas saat aku mengulumnya.

"Benar kata orang, kamu memang pintar oral", komentarnya di sela desahan kenikmatan.
Tak kuperhatikan, kepalaku masih bermain di selangkangannya, kujilat habis daerah kenikmatan yang ada di sekitar itu.
"Oooh.. sshh.. Ayo ly, sekarang", pintanya sembari menarik tanganku.
Aku segera berbalik, kusapukan kejantanannya yang makin tegang ke vaginaku, sengaja tak langsung kumasukkan tapi kugesek dan kuusapkan.
"Come oon.. pleeassee..", desahnya.
Aku tersenyum melihat expresi wajah gantengnya yang terbakar birahi, perlahan kuturunkan tubuhku, perlahan penisnya memasuki vaginaku yang sudah basah, sebelum masuk semua kutarik lagi dan kuturunkan lagi, kugoda dia, aku begitu menikmati wajah wajah dalam birahi. Herman meraih buah dadaku dan menekan tubuhku turun, melesaklah semua penisnya dalam vaginaku.
"Ooouugghh.. ss..", aku mendesah, betapa nikmatnya penis itu mengisi vaginaku, pelan pelan tubuhku turun naik mengocoknya, kurasakan kenikmatan demi kenikmatan setiap kali penisnya tertanam semua di dalam, desahku makin keras seiring goyangan Herman yang mengimbangiku.

Kami saling mengocok mereguk nikmat, dia mencegah ketika kubuka bra-ku, biar tampak sexy, katanya.
Tubuhku ditarik dalam dekapannya, dia mengocokku dari bawah, desahanku makin keras di dekat telinganya, berkali kali kuciumi wajahnya yang ganteng, tak segan aku melumat dan mempermainkan lidahku di mulutnya, begitu menikmatinya aku dengan tamu ini.

Aku kembali duduk diatas penisnya, kuputar pantatku, vaginaku seperti diobok obok dengan penisnya, makin nikmat rasanya, aku bertahan sekuat tenaga untuk tidak segera mencapa puncak kenikmatan, terlalu sayang untuk dilakukan dengan cepat, masih banyak yang kuharapkan darinya. Keringatku sudah mulai menetes, keringat kenikmatan, goyangan dan kocokanku makin liar tak beraturan, jak jarang tubuhku kuturunkan dengan keras menghentak, kejantanannya terasa begitu keras menghantam liang rahimku, sakit namun bercampur kenikmatan.

Herman menaikkan tubuhnya hingga posisinya duduk memangkuku, kami saling berpelukan, kepalanya disusupkan diantara kedua buah dadaku yang terbungkus bra. Lidahnya menyusuri dadaku seiring dengan kocokanku padanya, kuluman di putingku membuatku semakin cepat melambung tinggi, gerakanku sudah tidak beraturan. Kuremas kepalanya yang masih menempel di dadaku dengan gemas, kami bergulingan berganti posisi. Kakiku dinaikkan ke pundaknya, kejantanannya makin dalam pula mengisi rongga kenikmatanku, jeritan kenikmatanku semakin tak terkontrol, liar, seliar penis yang mengaduk adukku. Sodokannya begitu keras, dihempaskannya tubuhnya ke vaginaku.

"Aagghh.. aaghh.. aagghh", desahku setiap kali kurasakan hentakan demi hentakan, sepertinya aku tak bisa bertahan lebih lama lagi menghadapi keganasan dan kenikmatan yang dia berikan, puncak kenikmatan sebentar lagi kuraih, namun tiba tiba dia menghentikan gerakannya, mencabut penisnya. Aku menjerit protes dengan mata melotot, tapi senyuman nakalnya mengalahkan protesku.

Dibaliknya tubuhku bersiap untuk posisi doggie, tanpa aba aba dengan sekali dorong dia melesakkan penisnya ke vaginaku, keras dan cepat sekali dorongannya, aku terdongak kaget, kutoleh dengan experesi marah tapi dibalas dengan senyuman menggoda. Rambutku ditarik kebelakang berlawanan dengan gerakan kocokannya, membuatku kembali terbuai dalam nikmatnya gelombang birahi.

Entah berapa lama kami bercinta sepertinya jarum jam bergerak begitu cepat, terlupa sudah batasan waktu yang kuberikan, kami mengarungi lautan kenikmatan, gelombang demi gelombang kami kayuh bersama hingga berdua mencapai puncak gelombang kenikmatan, dan kamipun terkulai lemas di atas awing. Kami melanjutkan satu babak lagi sebelum tersadar bahwa jarum jam sudah menunjukkan 17:20, berarti Koh Wi sudah pulang. Sesaat aku panic, tapi Herman menghiburku dengan belaian mesranya membuatku kembali terlupa.

Kegugupan menyergapku ketika HP-ku berdering, dari Koh Wi, dengan nada tinggi dia langsung mendampratku, kata kata pedas kembali terdengar, kali ini begitu panas dan lebih menyakitkan, apalagi masih ada Herman disampingku, entah dia mendengar atau tidak, segera kututup HP dan dengan berjuta alasan kutinggalkan Herman di kamar, aku tahu dia kecewa tapi kuminta pengertiannya.

Sesampai di kamar terjadilah perang besar, kami saling beradu mulut dengan kencang, mungkin terdengar dari luar, alasan kepergianku barusan ternyata dengan mudahnya dipatahkan karena ternyata dia sudah curiga dan menyuruh orang untuk me-mata matai, aku tak bisa berkutik berhadapan dengan pengacara ini. Tak lupa untuk kesekian kalinya dia mengungkit ungkit "jasa-jasa" nya mengeluarkanku dari Hilton, supaya aku "sadar" dan hanya miliknya, tapi kali ini tak kugubris, tekadku sudah bulat untuk keluar pula dari kamar ini, aku sudah tak tahan dalam cengkeramannya. Malam itu juga aku segera mengemas semua pakaian dan milikku, tak lupa kutinggalkan barang pemberian Koh Wi, Panther-ku penuh dengan tas dan koper, diiringi hujan rintik rintik kutinggalkan Hotel Garden Palace tempatku bernaung selama hamper 3 bulan.

Terus terang aku tak tahu hendak kemana tujuanku selanjutnya, dimalam seperti ini dan kepergian yang mendadak tentu aku tak punya rencana, hanya kuikuti emosi, yang jelas aku harus pergi dari Koh Wi. Tanpa arah tujuan kususuri jalanan kota Surabaya, baru kusadari sudah banyak terjadi perubahan, mungkin aku yang terlalu terlena dalam kehidupanku hingga tak sempat mengikuti perkembangan kotaku tercinta ini. Akhirnya kuparkir mobil ke hotel di Jalan Arjuna, entah hotel apa aku tak ingat karena memang masih baru dan check in.

Sendirian di kamar hotel yang sempit aku merenungi perjalanan hidupku yang begitu cepat berubah, kuabaikan HP yang berbunyi tanpa kuterima, sengaja aku ingin sendiri mencari jawaban atas makna hidup yang kulalui. Kukenang kebaikan dan kejelekan Koh Wi, dari dialah aku terbebas dari suatu belenggu meskipun masuk ke belenggu lainnya, dari dialah kukenal dunia malam yang penuh hiruk pikuk semu bertabur temaram lampu diskotik dan hangar bingar house music, dari dialah kumulai mengenal apa itu yang namanya *****, extasy dan sejenisnya, semua kejadian itu kembali seolah membayang di depan mataku, hingga akhirnya aku terlelap dalam buaian angin malam.

Keesokan paginya aku seperti terbangun dari mimpi, kudapati diriku tergeletak di kamar yang sempit dan jelek, tak ada ciuman selamat pagi, tak kudapati belaian mesra di pagi hari, semuanya kosong dan hampa, sehampa hatiku. Kini aku benar benar terlepas dari lindungan orang, aku harus bisa bertahan dan berdiri sendiri tanpa mengandalkan orang lain, tak ada lagi orang yang menghiburku dikala gundah, tak ada lagi laki laki pelindungku dikala susah, sendirian harus kulanjutkan perjalananku yang aku sendiri tak tahu menuju kemana. Namun terlepas dari semua itu tekadku sudah bulat, aku harus bertahan dan tetap bertahan tanpa menggantungkan harapan pada orang lain, semua tergantung pada diriku sendiri.

Babak ketiga dalam hidupku telah kumulai setelah babak pertama di Hilton dan babak kedua di Hotel Garden Palace. Kini aku menjadi tuan atas diriku sendiri, aku bisa menentukan kapan saatnya istirahat dan kapan saatnya menerima tamu dan dengan siapa aku harus melayani adalah keputusanku sendiri, inilah saatnya memulai freelance, mengarungi hidup seorang diri tanpa bimbingan dari orang lain kecuali kata hati ini.


To be conticrot...
LANJUTKAN...Part 4
 
09: FIGURAN - QUICKIE - VAGINA MONOLOG


FIGURAN


Selama perjalanan menjalani kehidupan sebagai seorang Call Girl, banyak kualami bermacam perilaku sexual, banyak kupelajari kehidupan yang sama sekali tak pernah terlintas sebelumnya, mungkin sebagian besar masyarakat menyebut kelainan sexual, sebagian lagi menyebut gaya hidup bahkan sebagian lainnya menyebut petualangan, terserah dari sudut mana mereka memandang, tapi bagiku semua itu adalah expresi naluri liar yang ada dalam diri manusia. Sudah beberapa kali aku melayani tamu yang mempunyai fantasi sexual yang liar, mereka minta dilayani 2-3 wanita, meskipun sebenarnya kebanyakan dari segi fisik tidak mampu, tapi fantasi untuk diperlakukan bak raja mengalahkan logika mereka.

Sore itu seperti biasa aku sudah meluncur dari satu hotel ke hotel lainnya, dari satu ranjang ke ranjang lainnya, dari pelukan satu laki laki ke laki laki lainnya. Sebenarnya tamuku kali ini bukanlah seperti umumnya, dia mengaku bersama istrinya ingin main bertiga, katanya, ini adalah kali kedua aku melayani suami-istri (baca: "Ada Apa Dengan Cinta?").

Meskipun aku sudah 'kebal' dengan perilaku aneh, tapi aku masih belum bisa mengerti mengapa seorang istri membiarkan suaminya bercinta dengan wanita lain, di hadapannya pula, bahkan ikutan terlibat, tapi apa peduliku sejauh mereka membayar sesuai kesepakatan bagiku tidak ada salahnya.

Aku bukanlah seorang bi-sexual yang bisa melayani laki laki dan perempuan, aku juga cukup sering melayani seorang laki laki bersama gadis lainnya, tapi dengan sepasang suami istri sebenarnya memberikan sensasi yang jauh lebih tinggi daripada sekedar permainan bertiga umumnya.

Ketika sampai di kamar yang kutuju, istrinya, seorang wanita berkulit putih yang tidak terlalu cantik menyambutku di pintu kamar hotel di jalan Basuki Rahmat, usianya kutaksir awal 40-an tapi bodynya masih bagus seperti layaknya gadis 20-an, suaminya kelihatan acuh menyambut kedatanganku, mungkin berusia 50 tahunan, cukup jauh perbedaan mereka.

"Mas, ini Lily sudah datang nih", kata si istri pada suaminya yang hanya melirikku sambil nonton TV.
"Hmm.., langsung aja suruh dia mandi", perintahnya dengan angkuh tanpa melihatku.
Agak ragu juga aku melihat penerimaan suaminya seperti itu, mungkin dia tidak cocok denganku atau bagaimana, aku nggak tahu. Istrinya hanya melihat dan tersenyum ke arahku seraya menggandengku ke kamar mandi.
"Mandi dulu lalu kenakan ini" kata si istri menyerahkan piyama batik yang di ambil dari lemari.
"Bapak baik baik saja Mbak? kalau dia nggak cocok sama aku, lebih baik nggak jadi aja deh daripada dipaksain, ntar nggak bisa enjoy", tanyaku melihat keangkuhan suaminya.
"Dia emang begitu, dingin dingin mau, lihat aja nanti, percaya deh sama aku", jawabnya meyakinkan.
Si istri ternyata tidak keluar ketika aku mulai melepas kaos dan celana jeans-ku, dia malah ikutan melepas pakaiannya sambil melihatku mandi.
"Maaf Mbak, aku nggak bisa melayani Mbak", kembali aku menegaskan posisiku ketika kulihat dia sudah hampir telanjang.
"Huss, aku juga nggak mau, jangan pikirkan itu, yang penting suamiku puas"
"Maass, mau ikutan mandi bareng nggak", teriak istrinya dari kamar mandi, namun tak ada jawaban dari suaminya, bahkan sampai teriakan ketiga juga tidak terdengar jawaban.
"Body kamu bagus, pasti dia cepat mabok kepayang", komentarnya saat melihatku mandi.

Selesai mandi aku tak jadi mengenakan piyama, aku dan si istri hanya berbalut handuk di dada, kami keluar bersamaan. Ternyata si suami sudah berbaring di atas ranjang, hanya mengenakan celana dalam, si istri memandangku penuh arti lalu menganggukkan kepala, aku segera mengerti. Tanpa rasa segan pada istrinya, aku menyusul suaminya ke ranjang, tapi sebelum sampai ke ranjang, si istri menarik lepas handukku hingga aku telanjang di depan suaminya.
"Wow, kamu cantik dan sexy dengan payudara yang indah", komentar suaminya melihat tubuh telanjangku.
Aku hanya tersenyum mendengar pujiannya, langsung berjongkok di antara kedua kakinya, kuraba raba pahanya, terlihat
kejantanannya yang menonjol dari balik celana dalamnya, sengaja kuperlambat irama permainan, tidak segera menyentuh
kejantanannya.
"ciumi dadanya Ly, dia senang diperlakukan seperti itu", bimbing istrinya yang duduk di samping suaminya.
Segera kunaiki tubuh si suami, kuciumi pipi dan lehernya, kujilati putingnya, lidah dan bibirku turun terus menyusuri dada dan perutnya, tanganku mulai meraba dan meremas remas kejantanan yang semakin keras.

Mereka berciuman ketika kulepas celana dalamnya, langsung keluarlah penisnya, tidak terlalu istimewa, biasa saja. Langsung kugenggam dan kuremas remas, kukocok kocok, mereka masih berciuman bibir sambil tangan si suami meremas remas buah dada istrinya.
"Kulum dan lumat dia", perintah istrinya saat melihatku sudah mulai menciumi kejantanan suaminya.
Ketika lidahku mulai menyentuh kepala penisnya, kulihat sesaat suaminya melihat ke arahku.
"Uff.., ya terus sayang", komentarnya, entah ditujukan padaku atau pada istrinya.

Kami segera kembali saling melumat bibir, kusapukan lidahku ke seluruh kepala dan batang penisnya, bahkan hingga kantong bola, desahannya tertahan di mulut istrinya. Mereka menghentikan ciumannya ketika kumasukkan kejantanannya ke mulutku, keduanya melihat bagaimana penis itu menerobos masuk di sela sela bibir manisku lalu meluncur keluar masuk dengan cepat, tangan si suami memegang kepalaku dan mendorongnya lebih dalam.
"Ssshh.., kamu pintar manis.., teruss.., yaa" desahnya kembali.
Tak lama saat si istri menyodorkan putingnya ke mulut suaminya, bergantian mereka mendesah. Aku masih menjalankan tugasku, menjilat dan mengulum saat suami istri itu berganti posisi, mereka membentuk 69, ke empat tangan bergantian mengocok penis itu diselingi jilatan dan kulumanku. Beberapa kali jeritan si suami terucap disertai pujian saat penis itu meluncur di mulutku, istrinya hanya tersenyum dan menatapku tajam setiap kali kulumat ataupun kusapukan lidahku pada kejantanannya, dia seperti menikmati, namun tak sekalipun bibirnya menyentuh penis suaminya, apalagi menjilati atau mengulum, entahlah.

Si istri memutar tubuhnya, dia mengatur posisi di atas suaminya, perlahan tubuhnya turun diiringi desahan nikmat, aku yang masih berada di selangkangan dengan jelas melihat bagaimana penis itu pelan pelan menguak liang kenikmatannya sambil kuelus elus kantong bolanya. Tubuh si istri langsung turun naik ketika berhasil melesakkan semua penis si suami, seperti naik kuda dia menghentakkan tubuhnya dengan kuat diiringi desahan desahan erotis.
Aku berpindah ke atas, kuciumi pipi si suami, dia langsung meraih kepalaku dan melumat bibirku dengan penuh gairah, lidah kami saling beradu, tangannya menggerayangi kedua buah dadaku, meremasnya agak kuat, sekuat goyangan istrinya di atas. Vaginaku terasa semakin basah melihat permainan liar istrinya, ingin segera merasakan kenikmatan yang di dapat si istri, tinggal tunggu kesempatan, pikirku.

Sambil mendapat kuluman bibir dan remasan, tanganku tanpa sedar mulai mempermainkan klitorisku sendiri, kusodorkan putingku ke mulut si suami, disambutnya dengan kuluman kuluman liar pula, dan akupun ikut mendesah. Ketika kulihat jeritan orgasme dari si istri, aku merasa giliranku segera tiba, kugeser tubuhku di belakang si istri, seperti
orang yang sedang mengantri. Meskipun sebenarnya penampilan maupun wajah si suami tidaklah menarik perhatianku, tapi melihat permainan mereka aku jadi ikutan terbawa suasana, dan lebih lagi sensasi bercinta dengan laki laki di depan istrinya sungguh tak pernah kulupakan.
"Aduh Mas, enak banget, lebih asyik dari pada di rumah", kudengar bisikan istrinya di sela sela sengalan napasnya, mereka berpelukan beberapa saat.

Aku masih di belakang si istri sambil mengelus elus kantong bola suaminya, berharap dia segera turun. Setelah istrinya turun, si suami menarikku dalam pelukannya, kami kembali berciuman dan bergulingan, dia mencumbui sekujur
tubuhku, menjilati leherku, melumat kedua putingku. Vaginaku yang sudah basah semakin basah, ingin segera kumasukkan kejantantan itu, tapi rupanya dia masih ingin mempermainkanku lebih lama, padahal aku yakin penis tegangnya hanya beberapa mili dari liang kenikmatanku, bahkan sesekali kurasakan gesekan keras di bibir vaginaku, tapi belum juga terjadi penetrasi, aku makin tersiksa seperti cacing kepanasan, berulang kali permintaanku untuk segera melesakkan penisnya hanya ditanggapi dengan senyuman.

Istrinya yang dari tadi hanya melihat suaminya mencumbuiku, mulai ikutan, dia mengelus elus punggungnya, menciumi pantatnya lalu mengocok penisnya dengan tangannya, sesekali diusapkan ke vaginaku tanpa memasukkan. Kupeluk erat tubuh si suami di atasku, ingin rasanya segera mendapat kocokan di vagina, ciumannya turun hingga mencapai
selangkanganku, lidahnya menjelajah seluruh daerah intim kenikmatan yang sudah basah, aku semakin mendesah terbakar birahi.

Tiba tiba si istri telentang di sampingku, menarik tubuh suaminya dari selangkanganku dengan paksa, tentu saja aku kecewa tapi apa dayaku, aku tak berhak untuk menuntut apa lagi menuntut layanan atas suaminya. Dengan hati dongkol aku terpaksa tersenyum saat si suami mengecup bibirku dan berpindah dari tubuhku ke atas tubuh istrinya. Aku masih telentang terdiam dengan perasaan dongkol, napasku yang mulai menderu semakin kencang saat melihat pantat si suami
mulai turun naik dengan cepat di atas tubuh istrinya, diiringi desahan desahan nikmat mereka berdua.

Permainan mereka sungguh menggoda, aku jadi terbawa untuk ingin ikutan bermain bertiga, berulang kali kugoda mereka untuk mengalihkan perhatiannya padaku tapi sepertinya si istri selalu menghalangi ketika suaminya hendak beralih padaku, kecuali hanya sebatas cumbuan dan rabaan. Sambil mengocok istrinya, tangan si suami menggerayangi tubuhku, aku hanya mendesah sambil mempermainkan klitoris dengan jariku sendiri, tak kupedulikan lagi mereka, kini akupun ikutan mendesah dengan caraku sendiri, dibantu rabaan si suami.

Mereka bercinta dengan liar, berganti ganti posisi, aku selalu menempatkan diri supaya tubuhku terjangkau dari rabaan si suami, terkadang secara demonstratif kupermainkan klitorisku di depan si suami. Namun semua usahaku untuk merengkuh orgasma sia sia belaka, aku memang tak pernah melakukannya sendiri sampai orgasme dan memang tak inging karena selalu ada laki laki yang memenuhi hasrat ini, mana bisa dibandingkan kenikmatan kocokan penis dengan permainan jari di klitoris.

Ketika mereka berposisi doggie, aku berdiri di depan suaminya, kusodorkan vaginaku ke mukanya, dia menyambut dengan jilatan lidahnya di klitoris tanpa menghentikan kocokannya, kuremas remas rambutnya. Bahkan ketika aku ikutan nungging di atas tubuh istrinya, dia hanya menciumi vagina dan pantatku, aku hanya berharap dia memenuhi hasratku segera, paling tidak dengan kocokan jari jari tangannya sudah cukuplah saat itu, tapi tidak terjadi.

Entah sudah berapa kali kudengar teriakan orgasme dari si istri, tapi dia selalu menghalangi setiap kali suaminya berusaha menghentikan kocokannya dan beralih padaku. Akhirnya aku menyerah pasrah, mungkin nanti setelah babak ini tiba gilirannya. Kupeluk si suami dari belakang, yang mengocok istrinya, buah dadaku menempel rapat pada punggungnya yang berkeringat, terasa hangat, kugesek gesekkan sambil meraba raba dada dan perut yang agak buncit itu, sesekali kuciumi tengkuknya, dia menggeliat geli. Tangannya kubimbing ke selangkanganku, namun dia hanya mengusap usap klitoris dan menggesek bibir vaginaku tanpa berusaha memasukkannya, bahkan ketika kupaksa memasukkan jari jarinya, dia malah menariknya, aku semakin hopeless. Mereka bersetubuh dengan liar seakan melupakan keberadaanku di kamar itu.

Harapanku semakin terbang menjauh saat kudengar teriakan kenikmatan puncak mereka berdua secara bersamaan. Si suami segera menarik keluar kejantanannya, membalik tubuh istrinya lalu menjepitkan penis yang masih basah karena cairan kenikmatan itu di antara kedua buah dadanya. Kulihat berulang kali si istri menghindar dan menutup rapat bibirnya saat kepala penis mengenai mulutnya. Si suami melihat ke arahku, seperti baru sadar aku ada, ditariknya tubuhku lalu ditelentangkan di samping istrinya, dia beralih menaiku tubuhku dan menjepitkan penisnya ke buah dada sambil memainkan putingku hingga akhirnya melemas beberapa menit kemudian, diakhiri dengan kocokan di mulut. Kurasakan aroma sperma yang kuat menyengat memenuhi rongga mulutku, pasti sudah berampur dengan cairan istrinya. Dia tersenyum puas, tanpa kata meninggalkanku sendirian di ranjang, menyusul istrinya ke kamar mandi. Tak lama kemudian
kususul mereka yang sedang mandi, berdua dengan istrinya kami memandikannya.

Babak selanjutnya ternyata tak lebih baik, sepertinya mereka memang menyewaku hanya untuk menambah sensasi, perananku sebagai foreplay dan penutup tanpa aku bisa merasakan permainan yang sebenarnya, seperti layaknya figuran yang hanya numpang lewat penambah indahnya permainan.

Pukul 23:30, setelah membersihkan diri dan mandi, aku pamit pulang, sebenarnya mereka masih mengharapkanku untuk menginap, melanjutkan permainannya, namun meskipun statusku dibayar tapi kalau berperan seperti itu tentu merupakan siksaan yang berat. Dengan alasan aku sudah ada janjian dengan orang lain, maka mereka tidak bisa menahanku lebih lama lagi karena memang sebelumnya tidak ada permintaan untuk menginap.Akhirnya mereka melepaskan kepergianku, mungkin dengan kecewa. Hingga keluar kamar meninggalkan mereka berdua, aku tidak tahu nama suami istri tersebut, hal ini bukan pertama kali terjadi, bahkan terkadang meskipun kami tidur dan bercinta semalaman tak jarang aku tidak tahu nama orang yang telah meniduri dan menikmati tubuhku.


QUICKIE

Akupun langsung naik ke lantai 9, karena memang sudah janjian untuk menemani menginap dengan tamuku yang lain.
Dengan tamuku inilah aku berharap bisa menumpahkan segala birahi yang tertahan sejak tadi, ingin kuberikan servis yang sepenuhnya, bercinta hingga pagi, nonstop.

Pak Beni, nama tamuku berikutnya, ternyata sudah menungguku, terlihat sinar kelelahan di matanya.
"Ah akhirnya kamu datang juga, hampir kutinggal tidur", sambutnya ketika membukakan pintu kamar.
"Maaf Pak, habis tadi teman teman ngundang pesta ulang tahun dulu, untung aku bisa ngabur nemuin Bapak", jawabku berdalih.
Mana mungkin aku berterus terang kalau sedang menemani tamu lainnya. Sudah menjadi watak dasar manusia, meskipun statusku hanyalah gadis panggilan tapi kalau mendengar aku sedang bersama laki laki lain selalu timbul rasa cemburunya, ini berdasarkan pengalamanku.

Aku langsung mandi, dua kali dalam waktu tidak lebih 10 menit, di kamar yang berbeda dan dengan orang yang berbeda pula, sekedar meyakinkan bahwa tidak ada lagi sisa sisa dari tamuku sebelumnya. Selesai mandi kukenakan piyama yang ada di lemari dan kutemani Pak Beny yang sedang tiduran di ranjang menungguku.
"Bapak capek ya, sini aku pijitin", aku menawarkan diri.
"Pijit beneran ya, kebetulan aku lagi capek dan ngantuk, dari Jember tadi, jalanan macet lagi", jawabnya sambil langsung tengkurap.
Sepuluh menit aku memijit kakinya, kudengar dengkur kelelahan dari Pak Beni, rupanya dia sudah tertidur kelelahan,
meninggalkanku seorang diri dalam keadaan masih terbakar gairah. Tak tega rasanya membangunkannya, dan tidaklah etis kalau aku memaksa dia untuk melampiaskan nafsuku, maka akupun kembali "menganggur" mendengarkan dengkurannya.
"sungguh malam yang sial" pikirku, baru kali ini aku dibooking oleh 2 laki laki dalam semalam tanpa merasakan penis di vaginaku. Dengan susah payah akhirnya akupun tertidur di sampingnya dalam keadaan birahi yang masih menggantung tinggi.

Keesokan paginya saat aku terbangun, kulihat Pak Beny sudah rapi bersiap untuk pergi.
"Pagi Pak, maaf aku baru bangun, abis Bapak nggak ngebangunin sih", sapaku lemah.
"Sorry, semalam aku tertidur, habis pijitanmu enak sih, dan lagi badanku terasa capek banget", jawabnya sopan.
Kulihat dia meletakkan amplop putih di atas meja.
"Aku ada rapat nanti jam 9 ini, kalau kamu pulang titipkan saja kuncinya di receptionist dan ini uang kamu", lanjutnya.

Pak Beny adalah pelanggan tetapku, setiap kali ke Surabaya dia selalu mem-booking-ku, biasanya kami bercinta hingga pagi, tapi kali ini lain. Mungkin karena sudah "akrab" dia tetap membayarku meskipun dia tidak menerima servis atau menikmati tubuhku, aku jadi nggak enak dibuatnya.
"Ah nggak usah Pak, toh kita nggak ngapa ngapain, lagian aku sudah numpang tidur di sini", aku menolak pembayarannya.
"Jangan begitu, kamu toh sudah meluangkan waktumu menemaniku tidur, jadi sudah hak kamu untuk mendapatkannya"
"Tapi aku kan tidak berbuat apa apa untuk Bapak", aku masih bersikeras
"Itu salahku dan aku tidak mau kesalahan itu merugikan kamu"
Aku terdiam sesaat.
"Aku tidak bisa terima pemberian tanpa mengerjakan apa-apa"
"Ya udah kalo begitu bersihkan kamar sebelum pergi", katanya sambil tertawa.
"Bapak kan rapat jam 9, sekarang masih jam 8, jadi ada waktu 30 menit kan", bujukku sambil mendekatinya.
Kupeluk tubuhnya yang setinggi telingaku itu, sambil tanganku meremas remas selangkangannya.
"Kamu memang pintar ngerayu, maumu apa" tanyanya pura pura
"Paling 10 menit aja" jawabku meyakinkan sembari membuka resliting celananya, dia diam saja.
"Mana bisa 10 menit, paling tidak 30 menit"
"Percaya aku deh, 10 menit tidak lebih, bahkan mungkin kurang", tantangku sambil mengeluarkan dan mengocok penisnya.

Kuciumi lehernya, aroma parfumnya terasa lembut menyengat, kukeluarkan kejantanannya, dia mulai mendesis dan menjamah dadaku, tangannya diselipkan di balik piyama, meremas remas lembut bukit ranum di dadaku. Aku merosot turun dari pelukannya, berlutut di depannya, penisnya tepat di depanku, sedetik kemudian kulahap habis dan keluar masuk ke mulutku. Pak Beny mendesis, meremas remas rambutku dan mulai menggerakkan pinggulnya mengocok mulutku.
Lidah dan bibirku bergerak lincah sepanjang penis yang makin keras menegang, sesekali kuselingi dengan gigitan ringan menggoda. Aku lalu duduk di atas meja menghadapnya, piyama sudah melayang dari tubuhku, kusapukan penis tegangnya, tanpa menunggu lebih lama, dia mendorong masuk melesakkannya ke vaginaku, terasa sedikit sakit dan perih karena vaginaku masih kering, hanya air liurku yang ada di batang penis menjadi pelumas, dengan sedikit usaha akhirnya bisa tertanam semuanya. Terasa begitu nikmat setelah tersiksa semalaman, seperti biasa, Pak Beny langsung mengocokku dengan cepat dan keras, permainannya memang cenderung kasar namun menimbulkan kesan erotis.

Dia meremas remas kedua buah dadaku dengan keras, tiba tiba secara kasar dicabutnya penis itu, tubuhku dibalik, aku menungging di depannya, tanganku bersandar pada meja, detik berikutnya dia mulai memompaku dari belakang, tepat menghadap cermin di atas meja. Aku terdongak merasakan sodokan demi sodokan, ditariknya rambutku ke belakang, lalu pegangannya beralih ke buah dadaku dan meremasnya kuat. Aku menjerit antara sakit dan nikmat, Pak Beny tak mempedulikan jeritanku, semakin kuat dia membenamkan ke vaginaku, sesekali diiringi tamparan ringan pada pantatku, terasa agak panas, semakin aku mendesah semakin kuat tamparannya, kutoleh wajahnya menyeringai menikmati permainan ini, pantatku sudah agak memerah.

Permainan kasarnya membawaku melayang mengarungi lautan kenikmatan, aku mengimbangi dengan goyangan pantat, meremas remas kejantanannya yang berada di vaginaku, akhirnya kurasakan tubuhnya menegang, cengkeraman di buah dadaku makin kuat dan menyemburlah cairan nikmat memenuhi celah celah kenikmatanku, terasa hangat, seiring dengan denyutan denyutan kuat menghantam dinding-dinding kewanitaanku. Pak Beny menjerit keras dalam kenikmatan bercinta saat kuremas remas dengan otot otot vaginaku.

Meskipun aku belum orgasme tapi aku sudah puas melihat tamuku mendapat kenikmatannya. Segera kucabut penisnya, kuraih dan kugenggam, ternyata masih cukup keras. Aku mengambil piyama yang tergeletak di lantai untuk membersihkan penis itu, tapi Pak Beny mendorong tubuhku turun, mengerti maksudnya, maka kukulum kembali penisnya sambil
kusapu-sapukan ke wajahku, bau sperma sangat kuat, lebih tajam dari punya tamuku tadi malam.

"8 menit, ternyata kamu memenuhi janjimu, tak lebih dari 10 menit", katanya saat aku "mencuci" penisnya dengan mulutku.
Dia langsung memasukkan kejantanannya kembali ke 'sarang'nya setelah dirasa cukup bersih.
"Kuncinya kasih aja ke receptionist kalau kamu pulang nanti", katanya sambil menutup resluiting celananya.
"Nanti siang kalo Bapak masih mau ngelanjutin, HP aja ya", kataku sebelum dia meninggalkan kamar.
Aku tahu bagi dia tentu belum cukup kalau hanya permainan cepat seperti itu dan aku yakin uang yang dibayarkan adalah untuk tarif menginap seperti biasanya, meskipun aku belum membuka amplop itu.
"Tergantung nanti", jawabnya seraya menutup pintu kamar.


VAGINA MONOLOG

Sepeninggal Pak Beny, aku kembali rebahan di ranjang, ingin melanjutkan tidurku yang tidak terlalu nyenyak, kunyalakan HP dan membaca SMS yang masuk, tidak ada booking-an yang masuk, semua SMS hanyalah ajakan hura hura nanti malam.

Aku kembali terlelap dalam pelukan ranjang hangat nan empuk, tiba tiba HP-ku berbunyi, agak malas juga menerimanya, ternyata Pak Indra, salah satu tamu langgananku yang unik.
"Haloo, pagi Bapak", suaraku agak parau.
"Pagi Non, baru bangun rupanya ya", suara dari seberang sana.
"Ih Bapak sok tahu deh", jawabku manja
"Dari suaranya emang kelihatan kok, masih parau"
"Ah udah lama kok, tapi tidur lagi, abis cuacanya ngajak tidur sih", aku memberi alasan karena diluar memang mendung.
"Ya udah, kalo nggak ada acara kita ketemu yuk, gimana?", ajaknya
"Kapan dan dimana?", aku mulai antusias mendengarnya.
"Gimana kalo sekarang aja, aku lagi ada seminar di hotel xx, giliranku nanti setelah makan siang, jadi kita bisa ketemu sebelumnya, kalo sesudahnya nggak bisa, gimana?"
Aku terdiam kaget, entah kebetulan macam apa ini, ketiga tamuku berturut turut berada di hotel yang sama, tinggal naik atau turun lantai.
"Haloo, gimana Ly, bisa nggak?"
"Pagi ini? Kasih aku satu jam deh, mandi dulu, sarapan dulu, dan pagi gini biasanya kan macet, Bapak di kamar berapa sih?"
Dia menyebutkan nomor kamarnya, berarti aku harus naik lagi 2 lantai, sengaja aku minta waktu lebih lama supaya tidak curiga kalau kami berada di hotel yang sama.

Kumanfaatkan waktu yang tersisa dengan mandi dan berendam di bathtub, air hangat serasa melemaskan otot ototku dan meredakan ketegangan yang ada dalam diriku, begitu relax dan santai. Lebih 30 menit kuhabiskan dalam nikmatnya pelukan air panas di pagi hari, segera aku berpakaian, pakaian yang semalam terpaksa kukenakan kembali untuk menemui tamuku ketiga dengan pakaian yang sama, make up tipis kusapukan ke wajahku dan tak lupa Issey Miyake menambah semarak aroma tubuhku. Setelah mengemasi barangku dan memastikan tak ada yang tertinggal, kupanggil Room Boy untuk menitipkan kunci ke receptionist dengan diselipi selembar 20 ribuan, kulihat dia begitu gembira menerima rejeki di pagi hari. Kususuri koridor menuju Lift, beruntunglah sepanjang jalan menuju kamar Pak Indra tak kujumpai orang yang kukenal (hal ini sering terjadi, terutama di hotel ini yang merupakan favorit tamuku setelah Shangri La).

Pak Indra menyambutku dengan ciuman di pipi, penampilannya masih seperti biasanya, tenang, lembut, ganteng dan elegant di usianya yang sudah pertangahan 40 tahun. Dia seorang dokter, katanya sih spesialis tapi aku tak tahu spesialis di bidang apa. Kumis dicukur rapi dengan dasi pink menghiasi stelan kemeja yang berwarna sama.
"Udah lama nunggu Dok?", sapaku setelah melepaskan diri dari pelukan dan ciumannya.
"Jangan panggil gitu ah, kayak pasien aja, aku baru datang, belum juga duduk kamu udah nongol"
Pak Indra adalah salah satu tamu yang terbilang unik, dia lebih suka mengobrol dan curhat dari pada harus bercinta, entah kenapa, tak jarang dia memuji muji kecantikan dan kebaikan istrinya, toh meskipun begitu dia nyeleweng juga, secara garis besar aku jadi tahu kehidupan pribadi keluarganya, baik itu istri maupun anak anaknya secara mendetail, mulai namanya, kerjanya, umurnya, bahkan aku juga tahu dimana anak anaknya sekolah. Dia begitu terbuka padaku, tapi aku tak pernah tahu alasan dia berselingkuh.

Seperti kebiasaannya, kami duduk berseberangan di sofa, seperti orang yang lagi bicara bisnis, tak ada pembicaraan yang menjurus ke sex ataupun porno, semua hanyalah masalah ringan tentang politik, film, TV, musik dan untunglah aku yang sering nonton TV maupun baca majalah bisa meladeni pembicaraannya, jadi nggak timpang. Cangkir Chinese Tea dan snack yang ada di meja di depan kami sudah habis, mungkin sudah lebih setengah jam kami ngobrol tapi tak ada tanda tanda untuk mulai permainan panas, aku sudah mahfum akan kebiasaannya, jadi tak perlu buru buru.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10:47 ketika dia menggandengku ke ranjang, kami saling melepas pakaian, menyisakan celana dalam dan bra hitam berenda putih, kontras dengan kulitku yang putih mulus, dia memandangiku sejenak.
"Kamu makin cantik dan sexy", komentarnya.
Dengan sopan Pak Indra merebahkan tubuhku di atas ranjang. Bibir lembutnya menyapu kening, pipi dan bibirku, aku terpejam menikmati sentuhan lembutnya menyusuri wajahku. Sapuannya perlahan menjelajah turun, leher dan dada adalah favoritnya, masih dengan lembut dia mengeluarkan kedua bukitku dari 'sarang'nya. Lidahnya langsung mendarat di puncak bukitku dan menari nari mempermainkan puting yang merah kecoklatan, aku mendesah merasakan kenikmatan yang mulai menjalar ke sekujur tubuhku. Tangan Pak Indra berpindah dari remasan di dada ke selangkangan, diselipkannya di antara celana dalamku, dia menggesek-gesekkan jarinya di bibir liang kenikmatan, masih kering. Bibirnya bergerak turun ke perut dan berhenti di antara kedua kakiku, dengan kedua giginya dia melepas celana dalam yang menghalangi gerakannya.

Aku menjerit tertahan saat lidahnya mulai menyentuh klitorisku, ada kekhawatiran kalau dia, seorang dokter, masih bisa mendeteksi sisa sisa sperma yang ada di rongga kewanitaanku, meskipun aku sudah berusaha untuk membersihkannya sejauh mungkin. Kecemasanku perlahan hilang saat bibirnya mulai mempermainkan bibir vaginaku, dengan gerakan yang kurasa indah disusurinya celah celah kewanitaan di selangkanganku, sungguh terasa kenikmatan yang berbeda dari jilatan lainnya, aku semakin mendesah nikmat sambil meremas remas kedua buah dadaku, sesekali kujepit kepalanya dengan pahaku dan meremas remas rambutnya.

Pak Indra hanya tersenyum melihat kenakalanku tapi dia terus melanjutkan permainan lidah dan mulutnya. Puas bermain di selangkangan, ciumannya kembali naik ke perut, dada dan untuk kesekian kalinya kami saling melumat dan
bermain bibir, lidah beradu lidah. Pak Indra membalik tubuhku, dijilatinya telinga, tengkuk dan sekujur punggungku hingga ke pantat, aku menggelinjang geli apalagi tangannya tak henti mempermainkan vagina dan klitoris. Memang kegemaran dan keahlian Pak Indra adalah melumat seluruh tubuh pasangannya, mungkin ini adalah kompensasi atas
kelemahan yang dia miliki. Entah berapa kali vaginaku mendapat sedotan dan kuluman nikmat darinya. Kami berpelukan mesra dan bergulingan, giliranku untuk memuaskannya, ciumanku turun ke lehar dan dada, kukulum dengan gigitan
ringan di putingnya, Pak Indra menggelinjang, lidahku menyusuri perutnya yang rata seolah tanpa lemak. Akhirnya kulepas celana dalamnya, tampaklah kejantanan yang masih tergolek lemas, inilah ke-unikan dari Pak Indra, dia
menderita impotensi ringan (menurutnya sih), laki laki normal pasti sudah tegang setelah cumbuan cumbuan seperti itu, tapi ini kasus lain, karena aku sudah berulang kali melayani dia, akupun sudah mempersiapkan mental untuk itu.

Kugenggam penisnya yang lemas, ingin ketawa rasanya melihat penis yang begitu tidak berdaya, padahal masih relative muda, tapi tentu saja kusimpan rasa itu beralih ke rasa kasihan. Kuciumi dengan penuh kasih sayang pada penis yang tidak pernah memberiku kepuasan itu, seperti menciumi mainan anak anak, tak ada sama sekali kesan kalau penis itu merupakan alat kejantanan dan kebanggaan laki laki. Begitu bersih dan kemerahan seperti penis anak anak, mungkin karena tidak pernah dipakai, karena itu tanpa ragu dan ada perasaan jijik kujilati dan kumasukkan dalam mulutku, semua bisa kulahap masuk, hidungku menyentuh rambut kemaluannya. Pak Indra mulai mendesis saat kupermainkan lidahku pada penisnya yang masih berada di mulutku, ingin kugigit karena gemas.

Beberapa menit penis itu mulai sedikit menegang, tapi masih jauh dari memenuhi syarat untuk bisa penetrasi, kombinasi kuluman dan kocokan tangan disertai elusan lembut di kantong bola membuatnya mekin mendesah desah dalam irama kulumanku.
"Kita coba Ly", katanya, seperti kebiasaannya.
Aku telentang di sampingnya, kubuka kakiku lebar lebar, dia mengambil posisi di atas seperti layaknya laki laki siap bersetubuh, kubantu menggesekkan penisnya ke vaginaku, belum berhasil, beberapa kali kucoba tetap saja masih kurang perkasa menembus liang kenikmatanku, malahan semakin melemas. Terpaksa kuambil inisiatif lain, kuminta dia telentang, kukulum dan kupermainkan sejenak seperti tadi, sedikit menegang, segera kunaiki tubuhnya dan kuusapkan ke bibir vaginaku, namun kembali tidak membuahkan hasil.

Setelah beberapa kali usaha dengan bermacam cara akhirnya kami menyerah, terpancar sinar kekecewaan di wajahnya meskipun senyuman menghiasi wajahnya. Aku merasa gagal untuk memuaskannya, meskipun hal itu terjadi setiap kali kami bertemu, terkadang hanya sekali penetrasi tapi begitu ditarik tidak bisa masuk lagi, namun kali ini gagal total. Akhirnya kuputuskan memuaskannya dengan cara lain seperti yang biasa kulakukan pada Pak Indra. Aku berlutut di antara kakinya, dia hanya telentang menunggu permainanku. Menit pertama hanya kuciumi seluruh batangnya, menit selanjutnya jilatanku merambah ke daerah kantong bola, menit selanjutnya penis lemas itu sudah keluar masuk mulutku diiringi permainan lidah dalam rongga mulut. Pak Indra mendesah kenikmatan dengan caranya sendiri, basah seluruh selangkangannya karena ludahku yang bercecer di daerah itu, kombinasi antara jilatan, kuluman dan kocokan cukup membuatnya terbuai dalam gelombang kenikmatan yang kuberikan.

Kami berubah posisi 69, dengan posisi ini kami bisa saling memberikan kenikmatan, harus kuakui kepiawaiannya bermain oral ikutan membawaku melayang, meskipun sangat jarang aku bisa orgasme hanya dengan oral, tapi saat ini kenikmatan seperti itu sudah cukup bagiku, dari pada tidak sama sekali. Tak lama kemudian kudengar teriakan keras disusul sedotan kuat pada vaginaku, sedetik kemudian kurasakan sperma meleleh pelan keluar dari kejantanannya, segera kumasukkan penisnya ke dalam mulutku dan kurasakan spermanya yang asin gurih membasahi lidahku, aromanya masih keras kurasa. Dan penis yang lemas itupun semakin melemas dalam mulutku.
"Uff, kamu memang pintar membuat orang puas", komentarnya setelah aku turun dari tubuhnya.
Kusapukan penis lemas itu ke wajahku.
"Ah, Bapak juga pintar mempermainkan orang kok", pujiku jujur.

Pukul 11:30 aku sudah keluar dari kamar Pak Indra setelah mandi membersihkan tubuhku dari sisa sisa ludahnya. Meskipun tujuan kami sama sama ke lobby tapi demi keamanan kami harus jalan sendiri sendiri seolah tidak saling mengenal. Sesampai di Lobby kucoba menghubungi HP Pak Benny, tapi tidak aktif, aku belum mendapat keputusan apakah dia akan melanjutkan atau tidak siang ini.

Beberapa saat kemudian kulihat Pak Indra sudah di lobby diiringi beberapa rekannya menuju ruang seminar, aku yakin mereka adalah sesame dokter. Pak Indra terlihat begitu anggun dan berwibawa dengan setelan jasnya, pasti tak seorangpun menyangka kalau dia menderita secara psikis sejak terjadinya kecelakaan lalu lintas yang membuatnya impotent, dia hanya melirikku penuh arti ketika kami bertemu pandang, senyumnya hanya bisa diartikan antara aku dan dia.

Kutunggu Pak Benny yang belum juga ada kepastian. Setelah 20 menit tak ada juga kepastian dari Pak Benny, kutinggalkan hotel itu menuju hotel lain yang sudah menunggu kedatanganku dengan tipe dan bentuk permainan yang berbeda.

...to be conticrot...
 
10: Mutiara Hitam

Kupacu Pantherku menuju Hotel Westin (sekarang JW Marriot) di kawasan Basuki Rachmat, setelah parkir aku langsung menuju ke kamar yang dimaksud oleh GM yang meng-order-ku. Malam itu sebenarnya aku agak segan untuk terima tamu, tapi si GM berhasil mengiming-imingiku dengan imbalan yang jauh diatas biasanya, tentu ini membuatku untuk berpikir lagi sebelum akhirnya kuputuskan menerima bookingan itu. Tamuku kali ini seorang pejabat tinggi dari Indonesia Timur, sebut saja namanya Thomas (samaran), aku tahu dia karena sering muncul di media massa, inilah salah satu yang membuatku agak segan menerimanya, bukannya diskriminatif tapi dengan penampilannya yang hitam legam tentu membuatku kurang begitu menikmati permainan, apalagi aku belum pernah melayani orang tipikal macam dia dan sepertinya tidak tertarik untuk mencobanya, tapi kembali lagi aku harus tunduk pada kekuasaan uang.

Dari balik pintu kamar suite muncullah wajah yang sudah cukup kukenal meskipun dia tidak sehitam yang aku bayangkan tapi tetap saja menimbulkan perasaan seram dari penampilannya.
"Malam Pak", tanyaku ragu.
"Lily ya? Masuk, masuk, santai saja", dia mempersilakanku dengan sopan.

Kamar suite itu terlihat luas dan lapang, sofa set untuk tamu dilengkapi dengan meja kerja terpisah dan meja makan yang menghadap ke jendela, ranjang yang besar masih terlihat rapi, sepertinya beliau baru datang, terlihat dari barang bawaannya yang masih rapi belum semuanya dibongkar.
"Makan dulu ya, saya tadi udah pesan kok", sungguh sopan bertolak belakang dengan wajah angkernya.
"Sambil nunggu makan, saya mandi dulu ya, capek baru datang, nanti kalau Room Servicenya datang terima saja", lanjutnya lalu masuk ke kamar mandi.
Tidak seperti biasanya kutawarkan diri untuk mandi bersama, kali ini entah ada perasaan yang menahanku untuk menawarinya mandi bersama, dan kebetulan beliau juga tidak mengajakku. Tak lama setelah beliau di kamar mandi, Room Service datang, cukup banyak juga pesanannya, rupanya beliau sudah mempersiapkan dengan baik.

Dua puluh menit beliau di kamar mandi dan keluar dalam keadaan segar, mengenakan piyama, aroma parfumnya terasa menyengat namun lembut, dalam keadaan normal sebenarnya sudah bisa membangkitkan birahi tapi kali ini berbeda. Sebelum makan Pak Thomas memintaku untuk berganti pakaian, biar lebih santai, katanya. Kuturuti permintaannya, kuambil piyama di lemari, di kamar mandi kulepas semua pakaianku kecuali pakaian dalam dan kukenakan piyama. Kamipun makan malam dengan sama sama mengenakan piyama, suasana begitu santai, apalagi pembawaan Pak Thomas yang ramah dan senang cerita, kami menjadi lebih akrab, perlahan menghilang kekakuan suasana yang kualami.

Makan malam sudah lama berlalu, tapi kami masih di meja makan mendengarkan beliau bercerita, terutama aku tertarik tentang kondisi di Papua (waktu itu masih bernama Irian Jaya), aku tertarik dengan kehidupan social dan alamnya. Malam merangkak kian larut, kutemani dia nonton TV, sesekali HP dia berbunyi, dari staff-nya yang mengatur meeting besok pagi. Sambil nonton TV kami duduk bersebelahan, diraihnya tubuhku dalam pelukannya, aroma parfumnya membuatku mulai naik, dibelainya rambutku.

"Tidur yuk", ajaknya ketika acara berita di TV berakhir, beliau menggandengku ke ranjang yang besar dan empuk.
Kurebahkan tubuhku di ranjang yang hangat itu, Pak Thomas mulai menciumku sesaat setelah aku telentang, diciumi kedua pipi dan keningku. Mataku kupejamkan rapat rapat melihat wajah seramnya mendekati mukaku, meski sudah banyak laki laki yang menciumiku dengan berbagai wajah dan penampilan, selama ini aku menganggap wajah Koh Wi yang paling seram, tapi Pak Thomas jauh lebih menyeramkan, apalagi dengan kulitnya yang hitam. Bibir tebalnya mulai mencium dan melumat bibirku, rasa muak sempat menyelimutiku, tapi aku tersadar bahwa inilah salah satu resiko yang harus kuhadapi. Masih tetap memejamkan mata, ragu ragu kubalas lumatan bibir dan lidahnya, beliau semakin bergairah menyapukan lidah ke bibirku dan melumatnya dengan bibir tebalnya. Terasa aneh saat aku membalas lumatannya, bibirnya terasa begitu lain dengan kebanyakan tamuku sebelumnya, tapi kutekan perasaan yang timbul, kewajibankulah untuk memuaskan beliau.

Tangan Pak Thomas sudah menjelajah ke sekujur dadaku, diremasnya dengan halus, diselipkannya dibalik piyama lalu menyelinap masuk dibalik bra. Kulit tangannya terasa kasar meremas remas buah dadaku sambil mempermainkan putingnya, tangan satunya mulai membuka ikatan piyama dan membukanya, tampaklah pasangan bikini hitam berenda merah yang menutupi bagian erotis tubuhku, sesaat Pak Thomas menghentikan ciumannya, mengamati tubuhku, tersenyum lalu kembali melumat bibirku lebih bergairah. Bibir dan lidahnya beranjak menyusuri leher putihku, mataku masih terpejam meskipun kegelian mulai menghinggapiku, kuremas remas rambut keritingnya ketika kepalanya sampai di dadaku, dijilatinya sekujur dadaku, tanpa melepas bra beliau mengeluarkan kedua buah dadaku dari sarangnya. Dipandanginya sejenak sebelum bibir tebalnyanya mendarat di puncak bukit di dadaku.

Aku menggeliat tanpa sadar saat bibir tebal itu menyentuh putingku, terasa aneh dengan kulumannya tapi makin lama makin enak, membuatku mulai mendesis dalam nikmat, apalagi diselingi remasan pada putingku satunya, bergantian beliau mengulum dari satu puting ke satunya sambil meremas remas lembut, desahanku makin lepas keluar. Meskipun aku sudah kepanasan, mendesah, tapi aku masih belum mampu menatap wajah yang telah membuaiku, takut gairahku drop begitu melihat wajahnya, tangankupun hanya sebatas meremas rambutnya, masih ada keraguan untuk menggerakkan tanganku ke selangkangan Pak Thomas, meskipun aku sangat yakin dia sudah menegang.

Pak Thomas melanjutkan penjelajahannya, disusurinya perutku dengan bibirnya dan berhenti di selangkangan, kubuka lebar kakiku, beliau menarik turun celana dalam penutup selangkangan. Tanpa membuang waktu, lidahnya langsung menari nari pada klitoris, aku menjerit tertahan merasakan kenikmatan jilatannya yang tak terduga. Mataku masih terpejam menikmati permainannya, kuremas remas rambut ikal yang ada di selangkanganku, lidah dan bibirnya begitu bebas bergerak liar di vagina, membuatku makin melambung seiring desahanku yang makin keras. Sembari mempermainkan vaginaku, tangannya mengelus paha dan meremas remas buah dadaku, remasannya sudah mulai keras dan kasar, meskipun begitu tidak mengurangi kenikmatanku.

Pak Thomas merubah posisinya, kurasakan tangannya menuntun tanganku ke selangkanannya, kurasakan penisnya tegang mengeras, dengan masih ragu ragu kupegang dan kuremas pelan. Terkaget aku merasakan kekerasan dan serasa aneh menggenggamnya, karena penasaran terpaksa kubuka mataku untuk melihatnya. Kini baru kusadari kalau Pak Thomas sudah telanjang, mataku menatap tajam ke selangkangannya, ternyata penis dalam genggamanku sungguh lain dari kebanyakan, disamping panjang, bentuknya melengkung ke atas seperti busur panah, aku menebak pasti ini akibat koteka waktu mudanya. Mataku kembali terpejam saat kurasakan jilatan di vaginaku makin menghebat, kali ini tanpa ragu tanganku mengocok kejantanannya, rasanya tak sabar untuk merasakan penis itu didalam vaginaku.

Beberapa menit kemudian, tubuh Pak Thomas sudah berlutut diantara kakiku, ingin segera kulesakkan masuk tapi beliau justru mempermainkan dengan mengusap usapkan penisnya ke paha dan bibir vaginaku. Kakiku sudah terpentang lebar, pinggulku turun naik merasakan kegelian di luar vagina, dan ketika sedikit demi sedikit kejantanan Pak Thomas memasuki liang kenikmatanku, aku mulai menjerit, oohh betapa nikmatnya penis itu, makin dalam makin nikmat, dan aku benar benar berteriak kenikmatan saat beliau mulai mengocokku, luar biasa nikmatnya, tak pernah kurasakan kenikmatan seperti ini. Aku berharap Pak Thomas bisa bertahan lama, kocokannya makin cepat, begitu pula desah napasku semakin menderu berpacu dengan desis dan jerit kenikmatan.

Aku tak bisa menahan kenikmatan ini lebih lama lagi dengan hanya memejamkan mata, terpaksa kubuka mataku, kulihat expresi nikmat dari wajah Pak Thomas yang hitam menyeramkan, namun kali ini justru terlihat begitu sexy dengan beberapa butiran keringat di wajahnya. Maka ketika tubuhnya ditelungkupkan di atas dadaku, akupun tak segan untuk memeluk dan melumat bibir tebalnya, semuanya telah berubah dari beberapa menit yang lalu, sejak kurasakan nikmatnya kejantanan beliau.

Kami mengayuh perahu birahi makin ke tengah samudra nafsu, keringatnya mengalir deras membasahi dada dan bra-ku yang belum juga terlepas. Tubuhku yang putih mulus semakin erat dalam dekapan tubuh hitamnya, dipeluknya aku dengan erat sembari pantatnya turun naik di atasku, kocokannya semakin cepat, membawaku lebih cepat menuju puncak birahi.
Jepitan kakiku pada pinggulnya membuat kejantanannya semakin dalam mengisi liang kenikmatanku, meski tidak terlalu besar tapi dengan bentuk aneh dan panjang yang di atas rata rata, aku serasa terlempar dari realitas dan membumbung tinggi.

Pertahananku ternyata tak bisa membendung kenikmatan yang diberikan Pak Thomas, tak lama setelah kujepitkan kakiku, meledaklah jerit kenikmatanku, orgasme pertama yang kuraih dari beliau, kucengkeram erat kepalanya yang menempel di leherku sambil menjerit liar, ternyata justru membuat Pak Thomas mempercepat kocokannya. Hampir saja pertahanan keduaku jebol lagi tak lama kemudian kalau saja beliau tidak menghentikan kocokannya dan berganti posisi, hal ini memberiku sedikit waktu untuk menurunkan tegangan birahiku.

Pak Thomas menolak ketika kuminta doggie, justru beliau telentang dan memintaku di atas, sebenarnya ini adalah posisi favorit karena aku bisa pegang kendali, tapi dengan kejantanan beliau yang memabukkan itu, aku ragu apakah bisa mengendalikan permainan ini. Kupegang, kuremas dan kukocok kocok dengan tanganku, baru sekarang aku bisa mengamati "keindahan", mutiara hitam ini, begitu keras dan hitam seperti kayu ebony yang sudah tua, kokoh dan berdiri anggun, ingin rasanya melumat habis. Kuatur posisi tubuhku di atasnya, perlahan kuturunkan pantatnku, aku ingin menikmati mili demi mili kejantanannya menguak liang kenikmatanku, semakin dalam semakin nikmat hingga terbenam semua. Pak Thomas memandangku seolah menikmati expresi nikmat yang kurasakan sembari tangannya menggerayangi kedua buah dadaku, beliau mencegah ketika kubuka bra-ku, sepertinya beliau menikmati erotisme yang terjadi. Tubuhku mulai turun naik, pelan tapi semakin cepat diiringi desahan dan jeritan nikmat dari kami berdua, kutatap mata beliau yang tak pernah lepas pandangannya dari wajah dan dadaku, aku juga menikmati expresi kepuasan di wajahnya.

Gerakanku turun naik dan bergoyang bergantian di atasnya, entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme dengan posisi seperti ini. Ditariknya tubuhku dalam pelukannya, kami saling mengadu bibir dan lidah, hilang sudah rasa enggan, beralih dengan perasaan yang begitu exotis, membuatku makin bergairah dalam pelukan dan kocokannya.
Aku teriak histeris ketika kurasakan tubuh Pak Thomas menegang dan menyemprotkan spermanya dengan kencang di vaginaku, denyutan demi denyutan menghantam dinding dinding vaginaku hingga kurasakan cairan hangat yang memenuhi lorong lorong sempit kenikmatan, seiring dengan jeritan beliau sambil memelukku makin rapat. Napas kami menderu saling berpacu, beberapa saat saling berpelukan lemas dalam keheningan, hanya degup jantung yang saling bersahutan terdengar begitu keras. Kusandarkan kepalaku di bahunya, beliau membelaiku penuh kemesraan, penisnya masih kurasakan tegang mengisi vaginaku.

"Kamu tidur disini saja ya", bisiknya lembut ditelingaku.
"Terserah Bapak saja, kalau memang nggak ngganggu istirahat Bapak", jawabku sopan.
"Justru kalau nggak ada kamu aku malah nggak bisa tidur nyenyak", candanya
"Ntar malah nggak bisa tidur".
"Kalau udah capek kan tidur juga".
Pembicaraan kami terhenti ketika HP Pak Thomas berbunyi, dilepasnya tubuhku dari pelukannya, akupun turun dari tubuhnya. Ternyata dari GM yang mengontakku, menanyakan apakah aku udah datang apa belum, terlambat, pikirku.

Kuamati tubuh telanjang beliau ketika menerima telepon, kejantanannya sekarang terlihat indah menggantung di selangkangannya, cukup lama kutatap pesonanya. Kutinggalkan Pak Thomas yang lagi menerima telepon, di kamar mandi kubersihkan tubuh dan vaginaku dari spermanya sekalian mandi menyegarkan tubuh, aku tak menyangka mendapat pengalaman baru, bercinta dengan orang se-hitam beliau, mimpipun tidak pernah, sungguh bertolak belakang dengan tamuku yang pada umumnya chinese berkulit putih, tapi ternyata kenikmatan yang kudapat diatas rata rata, padahal hampir saja orderan ini aku tolak.

Pak Thomas menyusulku ke kamar mandi tak lama kemudian, maka kamipun mandi bersama, dengan senang hati aku memandikannya, tak segan kupermainkan penisnya dengan tanganku, maka dalam hitungan menit penis itu kembali menegang, beliau hanya tersenyum melihat kenakalanku tapi tak menolak, hanya membalas dengan remasan remasan di buah dadaku. Atas permintaannya, kusiram rambutku, biar lebih sexy, katanya.

Kusisir rambutku yang basah dan kukeringkan dengan handuk, Pak Thomas mendekapku dari belakang ketika aku hendak meninggalkan kamar mandi, di depan kaca rias bisa kulihat bagaimana perbedaan warna kulit kami, tapi justru makin membuatku bertambah erotic, very black and white, kubalas dengan remasan tangan di selangkangan beliau, diciuminya telinga, leher dan tengkukku, membuatku menggeliat geli. Kukocok penisnya yang mengeras, beliau memutar tubuhku, kami saling berhadapan, saling meraba, saling meremas dan saling memeluk. Ciuman berbalas cium, lidah bertemu lidah, bibir melumat bibir.

Aku duduk di closet menghadap beliau yang berdiri di depanku, kuamati batang legam dalam genggamanku sebelum akhirnya kusentuh lidahku mendarat di ujungnya, menyusuri batang hitam hingga hidungku menyentuh rambut keriting di pangkal penis, berulang kali lidahku menjelajahi penisnya. Akhirnya kumasukkan penis hitam ke mulutku, sedikit demi sedikit memasuki rongga mulut, hanya tiga perempat yang bisa masuk lalu kukocok dengan mulut. Pak Thomas memegangi kepalaku dan memulai gerakan mengocokkan penisnya ke mulutku, beliau berusaha memasukkan semua penis hitamnya tapi tidak berhasil, mulutku sudah penuh.

"Kita pindah ke dalam aja", ajaknya sambil menarik penisnya dari mulutku.
Beliau duduk di sofa, aku bersimpuh diantara kedua kakinya, kulanjutkan permainan oral yang terputus tadi. Bibir dan lidahku kembali menjelajah kejantanannya yang sekeras baja, beliau mendesah menikmati permainan oralku. Tak lama kemudian tubuhku ditariknya, aku didudukkan di pangkuannya, kejantanannya langsung melesak tanpa perlawanan karena vaginaku memang sudah basah, kembali kenikmatan merasuki tubuhku. Aku mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulku, buah dadaku ber-ayun bebas di depannya langsung mendapat kuluman penuh gairah dari bibir tebalnya, disedot sambil di remas remas dengan gemas, aku makin melayang tinggi dalam dekapan dan pangkuannya. Desahan demi desahan semakin keras terdengar, kudekap kepalanya yang sedang menempel di dadaku, kuremas rambut keritingnya, sepertinya aku telah kehilangan control atas diriku, desahanku makin nyaring.

Tiba tiba beliau melepaskan sedotannya pada putingku, didekapnya tubuhku makin erat, tanpa melepaskan penisnya beliau berdiri sambil menggendongku. Kontan aku teriak kaget takut jatuh, tapi beliau hanya tersenyum penuh percaya diri, kujepitkan kakiku makin erat ke pinggulnya. Masih menggendongku, berjalan menuju ke meja makan dan mendudukkanku di atasnya, terus terang aku kagum dengan tenaganya yang mampu mengangkatku dan berjalan sambil kejantanannya masih berada di vaginaku, takut terjatuh maka kupeluk makin erat beliau. Aku terduduk di tepi meja makan, kakiku masih melingkar di pinggulnya, kami berhadapan saling menatap penuh nafsu, wajahnya bagiku sudah tak seram lagi. Bersamaan dengan bibirnya mendarat di bibirku, beliau menyodokkan penisnya dengan keras, ciumannya hampir terlepas ketika aku mendongak kaget dan enak.

Sodokan demi sodokan menghunjam keras di vaginaku, meja makan bergoyang keras, tak kami pedulikan gelas dan piring yang masih berserakan di meja ikutan bergoyang. Tubuhku condong ke belakang, kutahan dengan kedua tanganku, kocokan beliau makin cepat sambil mengelus dan meremas remas kedua buah dadaku, sesekali diselingi gigitan pelan di dagu. Aku sudah tak tahan mendapatkan kenikmatan ini, tapi sebelum kugapai puncak kenikmatan, beliau meminta kami berganti posisi.

Kubereskan sebentar peralatan makan di meja, sekedar cukup untuk tubuhku di atasnya. Aku berdiri dan tengkurap di atas meja, kubuka kakiku lebar lebar saat beliau menyapukan kejantanannya dari belakang, dengan sekali dorong, kembali busur hitam itu mengisi vaginaku, ooh nikmat sekali dengan posisi doggie seperti ini, kurasakan kenikmatan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Hanya beberapa menit aku bisa bertahan dari kocokannya, sebelum akhirnya aku menjerit penuh kenikmatan, masih dalam posisi telungkup, kuremas kuat pinggiran meja saat kugapai orgasmeku. Pak Thomas masih mengocokku beberapa menit lagi sampai kurasakan denyutan kuat mengantam dinding dinding vaginaku, diiringi teriakan dan remasan kuat di pantatku. Aku menyusul Pak Thomas ke ranjang setelah membersihkan tubuhku di kamar mandi, kami sama sama tidur telanjang, dengan gemas kugenggam terus kejantanan Pak Thomas hingga kami tertidur pulas.

Keesokan harinya kami bangun pukul 7 pagi, mandi bersama tanpa terjadi sesuatu yang perlu diceritakan, kecuali tentu saja hanya remasan remasan nakal selama kami mandi, tapi tidak berkelanjutan.
"Ly, saya ada meeting seharian, kamu boleh pulang tapi nanti malam kesini lagi ya", kata Pak Thomas setelah mengenakan pakaian safari, ciri khas pejabat, entah permintaan atau perintah.
"Terserah Bapak saja, saya sih ngikut", jawabku dengan senang hati, tentu saja disamping dapat bayaran aku juga dapat kenikmatan yang lebih dari beliau, bahkan sampai sekarang busur hitamnya seperti masih mengganjal di vaginaku.

Setelah mengambil amplop tebal yang beliau siapkan di meja, akupun meninggalkan beliau yang kemudian juga pergi beberapa menit setelah kepergianku. Sempat kami bertemu di lobby karena aku tidak langsung pulang melainkan membeli beberapa pastry untuk camilan di tempatku nanti. Saat bertemu kami seolah tidak saling mengenal, wajar-wajar saja, apalagi beliau berjalan bersama beberapa orang, hanya pandangan mata kami yang sempat bertatapan penuh arti. Selama beliau di Surabaya selama 3 malam, selama itu pula aku menemaninya di malam hari, hingga keberangkatannya ke Jakarta dulu sebelum balik ke Indonesia Timur, tempat kerjanya.

Karir beliau terus melejit, seiring dengan arus reformasi hingga sampai ditulisnya cerita ini tahun 2003. Selamat bertugas Pak Thomas, aku mengenang malam malam yang telah kulalui bersama Bapak.

...masih ada selanjutnya...
 
mohon maaf agak lambat update termasuk hendak update lapak sebelah masih terkendala.... moga berikutnya bisa lebih lancar...
 
11: Jakarta, Oh Jakarta

Di Cengkareng seseorang sudah menunggu kedatanganku dan kami langsung meluncur menuju Hotel Regent yang letaknya aku sendiri tak tahu dimana, yang jelas di Jakarta. Ini adalah pertama kali aku mendapat bookingan untuk terbang melayani tamu di Jakarta, bagiku tamunya sih tidaklah luar biasa meskipun tergolong VIP, sudah biasa kulakukan, tapi yang agak beda adalah aku yang terbang menemui dia.

"Tolong layani dia dengan baik, dia seorang pejabat tinggi di negeri ini" begitu pesan penjemputku yang merupakan orang suruhan GM yang mengatur perjalanan dan booking-anku.
Sesampai di hotel kami langsung menuju ke kamar yang sudah dipersiapkan, ditinggalnya aku sendirian menunggu tamuku yang katanya pejabat tinggi itu, dia menunggu beliau di lobby. Jarum jam menunjuk ke angka 11:30, mungkin nanti baru jam 12.00 tamuku akan datang, berarti ada waktu setengah jam untuk menyegarkan diri di bathtub.
Sebelum aku beranjak menuju kamar mandi, terdengar telepon berdering, segera kuangkat.
"Halo, Selamat Siang, ini Lily?" Tanya suara dengan nada berat.
"Siang, betul saya sendiri, ini siapa?" tanyaku balik, padahal hanya GM dan tamuku saja yang tahu keberadaanku.
"Bapak sebentar lagi nyampe, mungkin 15 menit lagi, kamu santai aja dulu menunggu beliau"
"Siap Boss " jawabku santai, kubatalkan acara ke kamar mandi.

Sambil menunggu kedatangan beliau, kurapikan make up yang agak berantakan selama perjalanan di pesawat.
Ternyata tak sampai 15 menit bel kamar berbunyi, segera kusambut kedatangan beliau yang katanya pejabat tinggi itu. Didampingi seorang ajudan dan orang yang menjemputku tadi, masuklah bapak pejabat itu, segera kukenali bahwa dia adalah seorang Menteri yang masih aktif pada sebuah departemen yang cukup disegani, namanya sebut saja Pak Usman.
"Bapak tidak punya waktu, temani dia dengan baik, oke" pesan yang sama kuterima lagi,
"Beres Boss" jawabku singkat, karena dia bukanlah pejabat tinggi yang pertama kali kulayani, jadi tak ada rasa canggung atau minder berhadapan dengan beliau.
"Pak kita di lobby, kalau ada apa apa just call me" katanya pada Pak Usman lalu mereka meninggalkanku berdua.
Aku maklum, sebagai seorang Menteri tentu acaranya sangat padat tapi masih sempat juga dia meluangkan waktu untuk kesenangan dunia yang satu ini.

Kami mengobrol ringan, biasa sekedar menghilangkan kekakuan pada orang yang pertama kali bertemu. Seperempat jam berlalu, Pak Usman sudah menggeser duduknya di sebelahku, kusandarkan kepalaku di pundaknya, beliau membalas dengan rangkulan dan elusan di rambut.
"Kulepas dulu ya Pak, biar nggak terlalu ribet dan lebih santai" kataku sembari melepas blazer hitam yang menutupi tubuhku.
Sesuai pesan dari GM yang mem-booking, aku diminta mengenakan pakaian resmi seperti orang kantoran, biar nggak terlalu mencolok, katanya. Kuturuti permintaannya, kukenakan setelan Blus merah tanpa lengan dipadu dengan rok hitam yang sedikit di atas lutut, Blazer hitam menutupi bagian atasku ditambah stocking sewarna kulit menghiasi kakiku.

Pak Usman menarikku dalam pangkuannya, diciuminya pipi dan leher jenjangku, tangannya sudah menggerayang di daerah dada, meraba dengan remasan ringan. Kami berciuman, tangan beliau sudah menyelinap di balik blus merahku, remasannya semakin keras. Aku merosot dari pangkuannya, berlutut diantara kakinya, sengaja kugoda dengan membuka resliting celananya dan kukeluarkan kejantanan yang sudah tegang mengeras. Tidak ada yang special, sama dengan umumnya tapi not so bad untuk seusia beliau, kuremas dan kupermainkan jari jemariku pada penisnya, beliau mulai mendesis, matanya melototi tanganku yang putih terampil bermain di penis coklatnya.

"Masukin" perintah beliau pelan tapi tegas seperti memerintah anak buahnya, agak ragu aku melakukannya, apalagi dengan penis yang coklat kehitaman, terkesan kurang bersih.
Melihat keraguanku, Pak Usman memegang kepalaku, ditekannya ke arah penis hingga wajahku menempel di selangkangannya.
Sambil mengumpat dalam hati aku hanya tersenyum manja mendapat perlakuannya, bukan sekali ini kualami perlakuan kasar dan sok kuasa dari tamuku, mentang mentang aku dibayar, semua kupendam dalam dalam, anggap saja sebagai resiko pekerjaan.
"Lepas dulu bajunya Pak, ntar kusut" kucoba mengalihkan perhatian dengan mencopot baju safarinya.
Sesaat aku terbebas dari tekanannya, kulepas baju dan celananya sekaligus, akupun ikutan melepas blus dan rok-ku, menyisakan bikini merah tua dan stocking.

Kucoba menarik perhatiannya dengan menonjolkan ke-sexy-an tubuhku, dengan gerakan erotis satu persatu kulepas sisa sisa penutup tubuhku, tali bra merosot ke lengan, perlahan kuturunkan dan kulepas hingga terpampanglah kedua bukit indahku, celoteh kekaguman keluar dari mulut beliau. Aku sengaja ingin membuatnya terpesona akan kemolekanku, supaya terhindar dari paksaan permainannya, bagiku lebih baik dia yang aktif menikmati tubuhku dari pada aku harus terjebak alur permainan yang tidak aku sukai, apalagi dengan beliau yang usianya lebih tua dari Papaku. Bra yang sudah terlepas kulempar ke muka beliau, dia tersenyum saja, saat kusodorkan kedua buah dadaku di hadapannya, tangannya langsung meraih dan meremas remas gemas sambil mempermainkan putingku. Langsung kuraih kepalanya yang agak botak dan kubenamkan di dada, beliau menuruti kemauanku, lidahnya menjilati putingku secara bergantian lalu mengulum dengan penuh nafsu.

Tangannya yang mulai menjelajah di selangkanganku kutepis halus, belum waktunya, bisikku. Aku kembali menjauh melanjutkan gerakan menggoda, pelan pelan kulorotkan celana dalam mini yang masih menempel, tapi sebelum benar benar terlepas Pak Usman menerkamku, hamper terjatuh aku dibuatnya, untung dengan sigap beliau menangkap tubuhku, dan kamipun terjatuh di ranjang sambil tertawa lepas. Kami berangkulan bergulingan di ranjang, beliau melumat bibirku dengan ganas. Aku menggelinjang geli ketika ciumannya menyusuri leher dan dadaku, kuluman kasar penuh nafsu bermain main di puncak bukitku, terasa agak nyeri dengan kekasarannya.

Kubiarkan dia menjamah seluruh tubuhku dengan bibir, lidah dan tangannya, bahkan ketika dua hingga jari tangannya mengocok vaginaku, akupun hanya mendesah pasrah menerimanya. Beberapa kali turun naik dari kepala hingga kaki dia menjelajah seluruh tubuhku, termasuk punggung dan pantat, sepertinya tak ada sejengkalpun tubuhku yang terlepas dari jamahannya, tak kusadari kalau stockingku sudah tidak berada ditempatnya. Puas menikmati tubuhku, kutuntun penisnya ke selangkangan, tanpa usapan pemanasan beliau langsung melesakkan kejantanannya ke liang senggamaku. Aku tersentak kaget dengan kekasarannya, tapi tak berlangsung lama saat Pak Usman mulai kocokannya dengan tempo tinggi. Kejengkelanku perlahan lahan berubah menjadi kenikmatan beberapa menit kemudian, ternyata alunan permainannya berhasil membuaiku mengarungi lautan nikmat bersama sama, desahankupun mulai terdengar penuh gairah.

Kuangkat kedua kakiku yang masih bersepatu ke pundaknya, beliau tersenyum sambil mempercepat sodokannya, aku menggeliat nikmat seraya meremas remas buah dadaku sendiri. Belum sempat aku menggapai puncak kenikmatanku, ketika Pak Usman tanpa tanda tanda langsung menyemprotkan spermanya ke vaginaku, kurasakan cairan hangat membasahi dan memenuhi liang senggamaku, ada sedikit kecewa tapi bukanlah hakku untuk menuntut lebih. Kuraih penisnya saat ditarik dari vaginaku, dengan mengabaikan rasa jijik kukocok dengan tanganku, beliau menjerit geli, lalu kuusapkan ke buah dadaku.
"Kamu memang nakal dan pandai menggoda orang" komentarnya, aku hanya senyum senyum saja seraya beranjak ke kamar mandi membersihkan diri.

Ketika aku keluar, Pak Usman sudah berpakaian rapi bersiap untuk pergi.
"Lho kok buru buru sih Pak, kan masih belum jam satu" aku merajuk bergelayut di lengannya menggandeng duduk kembali di sofa.
Masih telanjang kutemani beliau menghabiskan waktu hingga jam satu, masih 20 menit lagi, meski aku tidak terlalu menikmati bercinta dengannya, tapi sudah tugas pekerjaanku untuk membuatnya merasa perkasa dan dibutuhkan. Dua batang rokok sudah beliau habiskan sambil ngobrol, mendekati pukul satu tanganku menggerayangi selangkangannya, sudah kembali tegang, apalagi melihat aku yang selalu telanjang disampingnya.
"Sekali lagi ya Pak" rayuku seolah aku ketagihan dan minta lagi.
"Jangan waktu kembali ke kantor" tolaknya tanpa berusaha menghentikan tanganku yang membuka resliting dan mengeluarkan penisnya. Matanya terpejam ketika tanganku mengocoknya.
"Sebentar aja ya Pak" kataku, tanpa menunggu jawabannya aku lansung ambil posisi di pangkuannya, kami saling berhadapan.
Kubasahi penisnya dengan ludahku, begitu tubuhku turun, kembali penisnya amblas dalam vaginaku. Aku diam sesaat mengamati expresi kenikmatan yang terpancar diwajah beliau, kupeluk kepalanya dan kutempelkan di antara buah dadaku.

Pantatku bergerak maju mundur mengocok penisnya, beliau mendesah, semakin cepat goyanganku, semakin deras desahannya. Beliau membalas dengan sedotan kuat pada putingku bergantian. Goyanganku makin cepat bervariasi, maju mundur lalu berputar kemudian berbalik arah, dan tak lebih dari lima menit beliau sudah mengerang orgasme, tubuhnya kaku mencengkeram pantatku, kurasakan denyutan yang tak sekeras sebelumnya, hanya enam denyutan lalu menghilang. Aku masih belum beranjak dari pangkuannya hingga napasnya normal kembali, dengan hati hati aku turun supaya tidak ada sperma yang tercecer ke pakaiannya, tapi tetap saja beberapa tetes keluar mengenai celananya, beliah hanya tersenyum menepuk pantatku.
"Kamu memang nakal" katanya sambil mencubit kedua pipiku.
"Udah dulu ya, ntar Bapak terlambat ke kantor " kataku menggoda saat membersihkan penis dan kukecup lalu memasukkan kembali ke celananya.
Kuperiksa kerapihan pakaiannya sebelum meninggalkan kamar.
"See you nanti sore selepas jam kantor" katanya sehabis mengecup bibirku dan keluar kamar.
"Dasar si tua tak tahu diri" gerutuku sepeninggal beliau.

Kuhabiskan setengah harian di kamar tanpa keluar, menunggu kedatangan Pak Usman nanti sore, makan siang kupesan dari Room Service. Setelah mandi membersihkan diri, kurebahkan tubuhku di ranjang hingga tertidur. Tapi tidurku tak bisa nyenyak, lebih dari 4 kali Pak Usman maupun suruhannya meneleponku, baik melalui HP maupun ke hotel, sekedar menanyakan apakah sudah makan atau apakah ingin jalan atau pertanyaan lainnya yang menunjukkan perhatiannya. Namun semua itu bagiku adalah cerminan ketidak percayaan padaku, mungkin mereka mengira kalau aku akan pergi menerima tamu lainnya selama Pak Usman tak ada. Tentu saja aku tak pernah melakukan itu, aku harus bersikap professional dan loyal pada tamu yang sudah mem-booking.

Setengah jam sebelum pukul lima sore, aku bersiap menyambutnya, kukenakan lingerie hitam yang sexy tanpa bra dan bikini lagi, sungguh kontras dengan kulit putihku. Aku ingin memberinya kejutan saat beliau masuk ke kamar ini. Tepat pukul 5 sore Pak Usman sudah berada kembali di kamar ini, rupanya dia tidak mau membuang waktu dengan percuma, begitu jam kerja berakhir lansung meluncur ke hotel yang letaknya hanya 10-15 menit perjalanan. Sorot kekaguman dan sejuta pujian langsung terucap melihat penampilanku yang begitu erotis dan menantang, kulihat beliau menelan ludah seperti kucing yang melihat ikan siap santap di atas meja.

Pak Usman langsung memelukku, dengan sepatu hak tinggi yang kukenakan, relative aku lebih tinggi, bibir beliau yang berada tepat di leherku segera beraksi, menciumi leher dan bahu hingga lengan. Sambil bersandar di dinding, kubiarkan Pak Usman menyusuri seluruh lekuk tubuhku dengan bibir dan lidahnya, tangannya bergerilya menjarah di daerah selangkangan dan jarinya langsung menyelinap di liang kenikmatanku yang tidak mengenakan celana dalam. Kubuka kakiku lebih lebar, aku ingin menikmati bagaimana kepala Pak Menteri yang terhormat berada di selangkanganku, moment itulah yang paling aku sukai kalau melayani pejabat tinggi.

Pak Usman dengan rakus melahap kedua buah dadaku, disedot dengan kuatnya, aku menggelinjang geli. Begitu bernafsunya beliau mengulum hingga tubuhku terdorong ke belakang, terduduk di meja sebelah TV. Ciuman Pak Usman sudah berpindah ke paha, lingerie yang kukenakan tak diijinkan dilepas meski sudah acak acakan menempel di tubuhku. Moment yang kutunggu dari tadi kian dekat, semakin menjadi kenyataan saat beliau mulai menjilati klitoris dan bibir vaginaku. Kubentangkan kakiku semakin lebar, semakin masuk pula kepala beliau di selangkanganku. Lingerie yang dari tadi tersingkap di perut kututupkan di atas kepala beliau, hingga hanya tampak badannya saja sementara kepalanya berada di selangkanganku tertutup lingerie. Entah sudah puas atau pengap berada di selangkanganku, beliau menarik kepalanya keluar, baru kusadari kalau aku belum melakukan sesuatu pada beliau, masih rapi tertutup baju safarinya.

Aku tersenyum memandang wajahnya yang kemerahan dilanda nafsu, hidungnya kembang kempis seakan ingin menelanku bulat bulat. Sembari membuka resliting celana aku mengecup dahi botaknya, kukeluarkan penisnya yang telah keras menegang dan kutuntun ke arah gerbang surga dunia. Berbeda dengan tadi siang, kali ini beliau begitu romantis dan penuh perasaan melesakkan penisnya menyusuri liang sempit dan basahku sambil kami tetap berciuman bibir. Penisnya keluar masuk vaginaku pelan pelan, seakan ingin menikmati setiap detik dan setiap kenikmatan yang timbul, tangan beliaupun pelan meraba dan mengelus buah dadaku, tak ada kekerasan dalam irama permainannya. Lima menit berlalu dalam tempo romantis, satu persatu kulepas pakaiannya tanpa menghentikan permainan kami, lingerie masih menempel di tubuhku meskipun praktis tak karuan lagi letaknya.

Kami berganti posisi setelah beliau akhirnya melepas lingerieku, menyisakan stocking hitam dan sepatu, dari belakang sama sama berdiri menghadap cermin, aku dikocok masih dengan tempo lamban. Dari pantulan cermin bisa kulihat expresi kepuasannya saat bercinta, beliau selalu menyibakkan rambutku apabila menghalangi wajahku dari cermin. Kami seakan melihat adegan sex di layar cermin dengan peranan diri sendiri, mungkin ini menambah erotis beliau bisa melihat bagaimana menyetubuhi gadis muda secantik aku. Sebaliknya dengan aku yang selalu menutup mata rapat rapat saat beliau menengadahkan wajahku ke arah cermin, malu aku melihat diriku sendiri sedang disetubuhi laki laki seusia Papaku, bahkan mungkin lebih tua.

Tiba tiba Pak Usman menghentakku keras disusul denyutan kuat dari kejantanannya menghantam dinding dinding vaginaku, aku kaget, menggeliat dan menjerit, tak menyangka beliau mengakhiri dengan sentakan kuat seperti itu, membanjiri vaginaku dengan sperma hangatnya, tangannya mencengkeram buah dadaku dengan kuatnya, terasa sedikit sakit. Beberapa detik setelah itu kami terdiam dalam posisi tetap kecuali tangannya yang beralih membelai punggung dan rambutku, beliau masih menikmati pemandangan kami di cermin.

"Kamu memang hot dan pintar" katanya sambil mencabut kejantanannya.
Aku berbalik, kuraih kejantanannya yang mulai lemas lalu kuusap usapkan ke tubuhku, aku tahu dari pengalaman bahwa banyak laki laki menyukai hal ini.
"Bapak juga hebat, bisa lama seperti itu" jawabku menghibur dan memang untuk ukuran seusia beliau bercinta 10 menit sudah merupakan hal yang hebat, biasanya malah kurang dari 5 menit, cuma besar di nafsu saja.

Kami menghabiskan sore hingga malam dengan penuh gairah, Kulayani Pak Usman 2 babak lagi, meski masing masing tidak pernah lebih dari 10 menit, sebelum akhirnya beliau meninggalkanku kembali ke istrinya lewat tengah malam.
"Besok pagi aku akan datang sebelum kamu kembali ke Surabaya" pesannya sebelum meninggalkanku, aku hanya tersenyum mendengar kerakusannya.
Aku tak tahu bagaimana beliau menghindari sorotan orang atas keberadaannya di hotel, tapi aku yakin beliau sudah biasa melakukan dan sudah punya cara sendiri untuk menghindar. Sampai aku check out siang hari, ternyata beliau tidak pernah datang menemuiku, entah apa yang terjadi, mungkin ada acara mendadak. Tak ada sesal sama sekali atas ketidak hadirannya, justru aku bersukur tak harus melayani nafsu si tua itu lagi.

Selama melayani beliau beberapa babak, dari siang hingga tengah malam, aku tak pernah mendapat orgasme sekalipun, tapi aku tak kecewa apalagi menyesalinya, toh semua itu bagian dari pekerjaanku. Orang suruhan GM-pun tak pernah nongol atau menelpon, akupun berangkat sendiri ke Cengkareng tanpa ada orang lagi yang memperhatikan seperti kemarin, apalagi tiket pulang pergi masih ditangan, jadi bukanlah masalah besar bagiku. Yang penting semua pembayaran jasaku telah ditransfer sebelum keberangkatanku ke Jakarta. Itulah manusia, setelah selesai yang dikehendaki langsung melupakan lainnya.


...masih ada update lagi...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd