Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[LEGEND] Lily Panther The Series #20

02: Sang Promotor

Sebagai seorang wanita penghibur kelas atas, aku harus membiasakan diri untuk menerima segala macam tipe tamu dengan segala keramahan, sesuai kontrakku dengan Om Lok, aku tidak boleh menolak setiap tamu yang datang mencari pelayanan dariku, karena mereka membayar mahal untuk itu. Beruntunglah aku apabila mendapatkan tamu yang sesuai seleraku, tapi itu sangat kecil kemungkinannya.

Kali ini tamuku adalah lagi lagi Chinese seorang promotor tinju terkenal dari Surabaya, bahkan makin terkenal hingga sekarang. Aku memanggilnya Koh Seng, orangnya besar dan gendut, cukup berumur, sekali lagi aku tidak bisa memilih orang yang bisa bercinta denganku, sejauh mereka bisa bayar kenapa tidak?

Begitu dia masuk kamar, aku langsung mengenalinya, karena aku penggemar olah raga keras seperti tinju, balap mobil, balap motor dan sejenisnya. Orangnya cukup ramah dan easy going. Tanpa banyak bicara, begitu dia masuk kamar aku langsung menyambut dengan pelukan, tanganku hampir tak dapat melingkar di tubuhnya karena terganjal perutnya, kami berciuman sebentar lalu dia langsung rebah di ranjang. Sambil telentang kami saling bercakap melepas kekakuan dan mencairkan kebekuan suasana, seperti biasa kulakukan pada tamuku yang baru pertama kali ketemu. Koh Seng mencegahku ketika aku akan membuka gaunku, dia memintaku untuk melakukannya dengan gerakan erotis, mulanya aku menolak halus, tapi setelah di iming imingi tip, aku melakukannya.

Kuputar musik pengiring gerakanku, aku meliuk liuk mengikuti irama musik, perlahan kubuka kancing di depan, tampak belahan bukitku dari balik bajuku, kulepas dan kulemparkan ke wajahnya, dia mencium bajuku dan melemparkannya ke kursi. Selanjutnya dengan gerakan menggoda, kusingkap rok miniku ke atas, hingga tampak paha mulus dan celana dalam merah yang menutupi bagian kewanitaanku, dan terlepaslah rok miniku, kini aku hanya mengenakan bikini. Kudengar suitan kagum setiap kali aku melepas bagian demi bagaian pakaianku, aku melakukan sebisa yang aku mampu, karena memang belum pernah melihat tarian erotis secara live, hanya kira kira dan mengikuti naluri erotic yang menyelimuti tubuhku.

Kugoda Koh Seng, kudekatkan buah dadaku ke wajahnya tapi ketika dia mau memegang aku menjauh, dia menyelipkan 2 lembar 100 dolar pada tali celana dalam, gerakanku makin erotis dengan melepas bra berenda penutup buah dadaku, kulemparkan ke wajahnya, lalu kututupi dengan bantal.

"Yaa.. kok gitu" protesnya karena tak bisa melihat buah dadaku, tak kuhiraukan kekecewaannya, tarianku makin erotis diiringi house music dari VCD, 2 lembar lagi diselipkan ketika kubuka bantal penutup dadaku. Semakin erotik dan menggoda, semakin banyak lembaran dolar yang terselip di celana dalam.

Akhirnya giliran celana dalam mini melayang ke mukanya, dalam keadaan telanjang aku teruskan menari erotis, aku menjauh setiap kali tangan Koh Seng berusaha meraihku, tanpa melepas sepatu, aku naik ranjang, kukangkangi tubuh Koh Seng, menari erotis di atasnya, kubiarkan dia menikmati pemandangan tubuhku terutama bagian kewanitaanku dari bawah, sesekali kukangkangi kepalanya untuk memberikan pandangan yang lebih baik, tapi tak pernah kuijinkan tangannya menjamahku. Dengan tetap berdiri di atasnya, aku membungkuk membuka baju dan celananya, kuberi kesempatan dia untuk menikmati indahnya buah dadaku yang menggantung, ketika aku berhasil melepas baju dan celananya, aku terkejut karena dia sudah tidak memakai celana dalam, "Mungkin tidak ada ukuran yang cocok" pikirku.

Alat kejantanannya kelihatan kecil karena tertutup perutnya yang gendut, aku jongkok di antara kakinya, kupegang penis kecilnya yang sudah tegang, kukocok dengan tanganku, sebenarnya sudah cukup keras untuk dimasukkan ke vaginaku, tapi aku ingin memberi dia pelayanan lebih lama, kujilat kepala penisnya, kukulum dan kukocok dengan mulutku sambil tetap menggoyangkan pantat dan tubuhku sesuai irama musik mengalun, dia mulai mendesis, kugeser tubuhku ke sampingnya hingga dia bisa menjangkau vaginaku, tangannya langsung bermain di vaginaku.

Kunaiki tubuhnya, kini kami dalam posisi 69, agak susah aku berada di atasnya karena perutnya yang terlalu gendut, sebisa mungkin mulutku menjangkau penisnya, kurasakan jilatan lidah pada klitoris dan permainan jari di liang kenikmatanku. Dengan penuh gairah Koh Seng memainkan daerah kewanitaanku, aku hanya bisa memegang dan mengocok penisnya, tapi untuk mengulumnya mulutku tidak bisa menjangkau karena ganjalan perut buncitnya.

Tahu akan kesulitanku, Koh Seng segera mengubah posisi kami, dia minta aku nungging, dan tanpa kesulitan langsung memasukkan penis kecilnya ke liang kenikmatanku. Kocokannya langsung cepat, penisnya dengan mudah meluncur keluar masuk vaginaku.

Terus terang tak kurasakan kenikmatan dalam bercinta ini, apalagi dengan perut buncitnya masih kurasakan menghambat gerakannya, perutnya seringkali mengganjal ke pantatku sehingga cukup susah memasukkan penisnya sedalam mungkin. Apa peduliku, tugasku hanyalah memberikan kepuasan pada dia dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan rupiah yang dia bayar. Aku mendesis nikmat dalam kepura puraan, entah dia tahu atau tidak. Tangannya meraih buah dadaku yang menggantung, diremasnya dengan gemas. Kami saling menggoyang, Koh Seng menarik rambutku ke belakang, aku kaget tapi kubiarkan sejauh masih bisa di tolerir perlakuan kasarnya, itu sudah biasa aku alami dari tamu yang lain.

Pantatku bergerak makin liar mengimbangi kocokannya, tak lama kemudian tubuh Koh Seng kurasakan menegang, rambutku dijambak, disusul dengan denyutan pada penisnya dan kurasaakan cairan hangat menyirami vaginaku, Koh Seng orgasme dengan sedikit teriakan kepuasan.

Kubiarkan sesaat dia menikmati masa pasca orgasme hingga penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya. Koh Seng rebah di sampingku dengan napas yang masih turun naik, kubersihkan penisnya dengan tissue lalu aku ikutan rebah di sampingnya, kusandarkan kepalaku di dada dan perutnya yang buncit itu. Tak lama kemudian kurasakan spermanya meleleh keluar dari liang vaginaku, maka aku segera ke kamar mandi mencuci sisa sperma yang masih di vaginaku.

Setelah beristirahat dan berbincang hampir satu jam, kelihatan nafsu Koh Aseng kembali naik, dia mulai menciumi leher dan dadaku, dikulumnya putingku yang dari tadi hanya di raba dan diremas, begitu rakus dia mempermainkan putingku, diremas dan dijilatinya dengan gemas, membuatku mau tak mau ikut terbawa dalam birahi sexual.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kukocok penisnya dan kutuntun ke vaginaku, dengan sedikit usapan dan dorongan melesaklah penisnya kembali ke vaginaku, dari atas tubuhku dia mengocok penisnya keluar masuk vaginaku. Tubuh tambunnya menindih tubuhku, mulanya tak kurasakan berat karena sebagian masih tertumpu pada lengannya, tapi begitu kocokannya makin cepat dan Koh Seng mulai menciumi leherku, baru kurasakan perut buncitnya menggencet perutku, makin lama makin berat, aku tak kuat lagi menahan beban tubuhnya, napasku jadi sesak,"Bisa pingsan kalau begini" pikirku.

Dengan halus kudorong tubuhnya, kini dia berlutut mengocokku, kakiku dipegang dan dibuka lebar, baru sekarang kurasakan gerakan dia tidak terganggu perut buncitnya, tapi aku tahu dia kesulitan berlutut seperti itu, tapi gerakannya mulai normal mengocokku, sedikit kurasakan kenikmatan kocokannya. Terus terang aku nggak punya ide bagaimana memberikan pelayanan sex yang maximal pada tamuku yang buncit seperti dia, kubiarkan dia melakukan improvisasi sendiri, sejauh tidak menyakiti aku, maka kubiarkan saja, untunglah sepertinya Koh Seng seperti terbiasa dan tahu bagaimana bercinta dengan kondisi tubuh seperti itu.

Kuminta Koh Seng telentang, aku ingin posisi di atas, kumasukkan penisnya ke vaginaku dan langsung kugoyang pinggulku, kurasakan lebih baik dengan posisi seperti ini, aku bisa lebih bebas bergerak baik memutar maupun turun naik, terkadang tubuhku kucondongkan ke belakang bertumpu pada kakinya untuk memberikan yang lebih baik. Kulihat expresi kepuasan di wajah Koh Seng dengan improvisasiku, aku makin bergairah menggoyangnya meskipun sedikit kurasakan kenikmatan, tak lama kemudian usahaku membuahkan hasil ketika kudengar teriakan orgasme darinya disusul dengan semprotan sperma dan kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuh Koh Seng, dipeluknya aku, meski terganjal perutnya kami berusaha saling mendekap hingga kurasakan degup jantung dan napasnya yang turun naik, rambutku dibelainya dengan halus dan mesra.

Dia banyak berbicara mengenai dunia pertinjuan di tanah air, rencana rencana besarnya (sebagian besar terlaksana setelah adanya reformasi dan anda bisa saksikan sekarang bagaimana kiprahnya di dunia tinju tanah air, tapi aku sudah mengetahuinya beberapa tahun yang lalu). Karena aku juga penggemar tinju, maka pembicaraan kita bisa nyambung meskipun levelku hanya mengenal Mike Tyson, Holyfield, Oscar de La Hoya, Chaves maupun Kaseem "Prince" Ahmed, atau yang seperti mereka, tak satupun petinju lokal yang kukenal selain Elyas Pical yang sudah hilang dari peredaran.

Setengah jam berlalu, saatnya untuk mulai babak kedua, sebenarnya dia sudah puas dengan sekali main, tapi mengingat dia sudah memberiku tip yang lumayan banyak akupun harus memberikan pelayanan yang setimpal.

Aku jongkok di antara kakinya ketika dia duduk di sofa, kupermainkan kejantanannya dengan lidahku, dia mulai mendesah, kukulum dan kukocok dengan mulutku, desahnya makin keras, dan tak lama kemudian menyemprotlah sperma yang tidak terlalu banyak ke wajahku, entahlah tak ada rasa jijik ketika wajahku terkena spermanya. Aku hanya tersenyum sambil mengusap usapkan kejantanannya yang mulai melemah ke mukaku, sungguh puas melihat kepuasan di wajahnya, yang berarti akan ada tambahan tip bagiku.

Hanya sekali kami bercinta dan sekali permainan oral, dia memberikan tip yang lumayan gede, kutunjukkan expresi kegembiraanku selama melayaninya apalagi dengan tip sebesar itu, kami berciuman di depan pintu kamar dan pergilah dia, entah kapan dia akan kembali lagi.

Dalam satu bulan aku "Buka praktek" di hotel, sudah tiga kali dia datang, dan tiap kali datang kami hanya bercinta sekali plus sekali oral, mungkin karena staminanya yang tidak memungkinkan.

to be conti crot....
 
02: Sang Promotor

Sebagai seorang wanita penghibur kelas atas, aku harus membiasakan diri untuk menerima segala macam tipe tamu dengan segala keramahan, sesuai kontrakku dengan Om Lok, aku tidak boleh menolak setiap tamu yang datang mencari pelayanan dariku, karena mereka membayar mahal untuk itu. Beruntunglah aku apabila mendapatkan tamu yang sesuai seleraku, tapi itu sangat kecil kemungkinannya.

Kali ini tamuku adalah lagi lagi Chinese seorang promotor tinju terkenal dari Surabaya, bahkan makin terkenal hingga sekarang. Aku memanggilnya Koh Seng, orangnya besar dan gendut, cukup berumur, sekali lagi aku tidak bisa memilih orang yang bisa bercinta denganku, sejauh mereka bisa bayar kenapa tidak?

Begitu dia masuk kamar, aku langsung mengenalinya, karena aku penggemar olah raga keras seperti tinju, balap mobil, balap motor dan sejenisnya. Orangnya cukup ramah dan easy going. Tanpa banyak bicara, begitu dia masuk kamar aku langsung menyambut dengan pelukan, tanganku hampir tak dapat melingkar di tubuhnya karena terganjal perutnya, kami berciuman sebentar lalu dia langsung rebah di ranjang. Sambil telentang kami saling bercakap melepas kekakuan dan mencairkan kebekuan suasana, seperti biasa kulakukan pada tamuku yang baru pertama kali ketemu. Koh Seng mencegahku ketika aku akan membuka gaunku, dia memintaku untuk melakukannya dengan gerakan erotis, mulanya aku menolak halus, tapi setelah di iming imingi tip, aku melakukannya.

Kuputar musik pengiring gerakanku, aku meliuk liuk mengikuti irama musik, perlahan kubuka kancing di depan, tampak belahan bukitku dari balik bajuku, kulepas dan kulemparkan ke wajahnya, dia mencium bajuku dan melemparkannya ke kursi. Selanjutnya dengan gerakan menggoda, kusingkap rok miniku ke atas, hingga tampak paha mulus dan celana dalam merah yang menutupi bagian kewanitaanku, dan terlepaslah rok miniku, kini aku hanya mengenakan bikini. Kudengar suitan kagum setiap kali aku melepas bagian demi bagaian pakaianku, aku melakukan sebisa yang aku mampu, karena memang belum pernah melihat tarian erotis secara live, hanya kira kira dan mengikuti naluri erotic yang menyelimuti tubuhku.

Kugoda Koh Seng, kudekatkan buah dadaku ke wajahnya tapi ketika dia mau memegang aku menjauh, dia menyelipkan 2 lembar 100 dolar pada tali celana dalam, gerakanku makin erotis dengan melepas bra berenda penutup buah dadaku, kulemparkan ke wajahnya, lalu kututupi dengan bantal.

"Yaa.. kok gitu" protesnya karena tak bisa melihat buah dadaku, tak kuhiraukan kekecewaannya, tarianku makin erotis diiringi house music dari VCD, 2 lembar lagi diselipkan ketika kubuka bantal penutup dadaku. Semakin erotik dan menggoda, semakin banyak lembaran dolar yang terselip di celana dalam.

Akhirnya giliran celana dalam mini melayang ke mukanya, dalam keadaan telanjang aku teruskan menari erotis, aku menjauh setiap kali tangan Koh Seng berusaha meraihku, tanpa melepas sepatu, aku naik ranjang, kukangkangi tubuh Koh Seng, menari erotis di atasnya, kubiarkan dia menikmati pemandangan tubuhku terutama bagian kewanitaanku dari bawah, sesekali kukangkangi kepalanya untuk memberikan pandangan yang lebih baik, tapi tak pernah kuijinkan tangannya menjamahku. Dengan tetap berdiri di atasnya, aku membungkuk membuka baju dan celananya, kuberi kesempatan dia untuk menikmati indahnya buah dadaku yang menggantung, ketika aku berhasil melepas baju dan celananya, aku terkejut karena dia sudah tidak memakai celana dalam, "Mungkin tidak ada ukuran yang cocok" pikirku.

Alat kejantanannya kelihatan kecil karena tertutup perutnya yang gendut, aku jongkok di antara kakinya, kupegang penis kecilnya yang sudah tegang, kukocok dengan tanganku, sebenarnya sudah cukup keras untuk dimasukkan ke vaginaku, tapi aku ingin memberi dia pelayanan lebih lama, kujilat kepala penisnya, kukulum dan kukocok dengan mulutku sambil tetap menggoyangkan pantat dan tubuhku sesuai irama musik mengalun, dia mulai mendesis, kugeser tubuhku ke sampingnya hingga dia bisa menjangkau vaginaku, tangannya langsung bermain di vaginaku.

Kunaiki tubuhnya, kini kami dalam posisi 69, agak susah aku berada di atasnya karena perutnya yang terlalu gendut, sebisa mungkin mulutku menjangkau penisnya, kurasakan jilatan lidah pada klitoris dan permainan jari di liang kenikmatanku. Dengan penuh gairah Koh Seng memainkan daerah kewanitaanku, aku hanya bisa memegang dan mengocok penisnya, tapi untuk mengulumnya mulutku tidak bisa menjangkau karena ganjalan perut buncitnya.

Tahu akan kesulitanku, Koh Seng segera mengubah posisi kami, dia minta aku nungging, dan tanpa kesulitan langsung memasukkan penis kecilnya ke liang kenikmatanku. Kocokannya langsung cepat, penisnya dengan mudah meluncur keluar masuk vaginaku.

Terus terang tak kurasakan kenikmatan dalam bercinta ini, apalagi dengan perut buncitnya masih kurasakan menghambat gerakannya, perutnya seringkali mengganjal ke pantatku sehingga cukup susah memasukkan penisnya sedalam mungkin. Apa peduliku, tugasku hanyalah memberikan kepuasan pada dia dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan rupiah yang dia bayar. Aku mendesis nikmat dalam kepura puraan, entah dia tahu atau tidak. Tangannya meraih buah dadaku yang menggantung, diremasnya dengan gemas. Kami saling menggoyang, Koh Seng menarik rambutku ke belakang, aku kaget tapi kubiarkan sejauh masih bisa di tolerir perlakuan kasarnya, itu sudah biasa aku alami dari tamu yang lain.

Pantatku bergerak makin liar mengimbangi kocokannya, tak lama kemudian tubuh Koh Seng kurasakan menegang, rambutku dijambak, disusul dengan denyutan pada penisnya dan kurasaakan cairan hangat menyirami vaginaku, Koh Seng orgasme dengan sedikit teriakan kepuasan.

Kubiarkan sesaat dia menikmati masa pasca orgasme hingga penisnya melemas dan keluar dengan sendirinya. Koh Seng rebah di sampingku dengan napas yang masih turun naik, kubersihkan penisnya dengan tissue lalu aku ikutan rebah di sampingnya, kusandarkan kepalaku di dada dan perutnya yang buncit itu. Tak lama kemudian kurasakan spermanya meleleh keluar dari liang vaginaku, maka aku segera ke kamar mandi mencuci sisa sperma yang masih di vaginaku.

Setelah beristirahat dan berbincang hampir satu jam, kelihatan nafsu Koh Aseng kembali naik, dia mulai menciumi leher dan dadaku, dikulumnya putingku yang dari tadi hanya di raba dan diremas, begitu rakus dia mempermainkan putingku, diremas dan dijilatinya dengan gemas, membuatku mau tak mau ikut terbawa dalam birahi sexual.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, kukocok penisnya dan kutuntun ke vaginaku, dengan sedikit usapan dan dorongan melesaklah penisnya kembali ke vaginaku, dari atas tubuhku dia mengocok penisnya keluar masuk vaginaku. Tubuh tambunnya menindih tubuhku, mulanya tak kurasakan berat karena sebagian masih tertumpu pada lengannya, tapi begitu kocokannya makin cepat dan Koh Seng mulai menciumi leherku, baru kurasakan perut buncitnya menggencet perutku, makin lama makin berat, aku tak kuat lagi menahan beban tubuhnya, napasku jadi sesak,"Bisa pingsan kalau begini" pikirku.

Dengan halus kudorong tubuhnya, kini dia berlutut mengocokku, kakiku dipegang dan dibuka lebar, baru sekarang kurasakan gerakan dia tidak terganggu perut buncitnya, tapi aku tahu dia kesulitan berlutut seperti itu, tapi gerakannya mulai normal mengocokku, sedikit kurasakan kenikmatan kocokannya. Terus terang aku nggak punya ide bagaimana memberikan pelayanan sex yang maximal pada tamuku yang buncit seperti dia, kubiarkan dia melakukan improvisasi sendiri, sejauh tidak menyakiti aku, maka kubiarkan saja, untunglah sepertinya Koh Seng seperti terbiasa dan tahu bagaimana bercinta dengan kondisi tubuh seperti itu.

Kuminta Koh Seng telentang, aku ingin posisi di atas, kumasukkan penisnya ke vaginaku dan langsung kugoyang pinggulku, kurasakan lebih baik dengan posisi seperti ini, aku bisa lebih bebas bergerak baik memutar maupun turun naik, terkadang tubuhku kucondongkan ke belakang bertumpu pada kakinya untuk memberikan yang lebih baik. Kulihat expresi kepuasan di wajah Koh Seng dengan improvisasiku, aku makin bergairah menggoyangnya meskipun sedikit kurasakan kenikmatan, tak lama kemudian usahaku membuahkan hasil ketika kudengar teriakan orgasme darinya disusul dengan semprotan sperma dan kurasakan cairan hangat membasahi vaginaku. Kutelungkupkan tubuhku di atas tubuh Koh Seng, dipeluknya aku, meski terganjal perutnya kami berusaha saling mendekap hingga kurasakan degup jantung dan napasnya yang turun naik, rambutku dibelainya dengan halus dan mesra.

Dia banyak berbicara mengenai dunia pertinjuan di tanah air, rencana rencana besarnya (sebagian besar terlaksana setelah adanya reformasi dan anda bisa saksikan sekarang bagaimana kiprahnya di dunia tinju tanah air, tapi aku sudah mengetahuinya beberapa tahun yang lalu). Karena aku juga penggemar tinju, maka pembicaraan kita bisa nyambung meskipun levelku hanya mengenal Mike Tyson, Holyfield, Oscar de La Hoya, Chaves maupun Kaseem "Prince" Ahmed, atau yang seperti mereka, tak satupun petinju lokal yang kukenal selain Elyas Pical yang sudah hilang dari peredaran.

Setengah jam berlalu, saatnya untuk mulai babak kedua, sebenarnya dia sudah puas dengan sekali main, tapi mengingat dia sudah memberiku tip yang lumayan banyak akupun harus memberikan pelayanan yang setimpal.

Aku jongkok di antara kakinya ketika dia duduk di sofa, kupermainkan kejantanannya dengan lidahku, dia mulai mendesah, kukulum dan kukocok dengan mulutku, desahnya makin keras, dan tak lama kemudian menyemprotlah sperma yang tidak terlalu banyak ke wajahku, entahlah tak ada rasa jijik ketika wajahku terkena spermanya. Aku hanya tersenyum sambil mengusap usapkan kejantanannya yang mulai melemah ke mukaku, sungguh puas melihat kepuasan di wajahnya, yang berarti akan ada tambahan tip bagiku.

Hanya sekali kami bercinta dan sekali permainan oral, dia memberikan tip yang lumayan gede, kutunjukkan expresi kegembiraanku selama melayaninya apalagi dengan tip sebesar itu, kami berciuman di depan pintu kamar dan pergilah dia, entah kapan dia akan kembali lagi.

Dalam satu bulan aku "Buka praktek" di hotel, sudah tiga kali dia datang, dan tiap kali datang kami hanya bercinta sekali plus sekali oral, mungkin karena staminanya yang tidak memungkinkan.

to be conti crot....
mksh updatenya suhu
 
03: Terjebak Pesona

Hari Minggu seperti biasa adalah hari yang tidak sibuk, tidak banyak tamu yang datang di hari itu, maklum sebagian besar dari mereka lebih banyak dihabiskan bersama keluarga, kecuali mereka yang lagi sedang dinas keluar kota. Hari biasa kuterima rata rata 3-4 tamu tapi kalo di Hari Minggu paling banyak 2 tamu, malah terkadang hanya satu. Selama aku tinggal di hotel tak pernah kulewatkan hari tanpa tamu, tiada hari tanpa tamu. Entah itu karena kepintaran "marketing" Om Lok atau karena kepintaranku melayani tamu, aku tak tahu, tapi sesepi apapun pasti selalu ada laki laki yang memerlukan pelayanan dan kehangatan tubuhku.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 7:38 pagi, aku masih terlelap dalam tidur, kemarin tenagaku habis terkuras dengan banyaknya tamu yang memerlukanku, 5 tamu yang datang secara beruntun sejak pagi, hanya berselang tak lebih dari 45 menit tamu berikutnya sudah nongol di depan pintu kamar, benar benar hari yang melelahkan dan baru tidur hampir pukul 3 dinihari.

Telepon berbunyi, biasanya Om Lok membawakan masakan kesukaanku saat Hari Minggu seperti ini sambil menemaniku ngobrol dengan keluarganya, mungkin karena aku primadona yang menjadi andalan (tepatnya sapi perahan) utama maka dia memperlakukanku dengan agak istimewa. Ternyata kali ini dia tidak datang, malahan berpesan akan ada tamu pagi ini, sekitar jam 9 dia akan datang. Mataku masih berat, tubuhku terasa habis memikul beban berat, capek semua rasanya, tulangku seakan copot. Sebenarnya aku berencana memanggil Massage Service yang ada di hotel pagi itu, tapi keduluan instruksi dari Om Lok, dan seperti biasanya aku tak mungkin menolak.

Ingin kulanjutkan tidurku tapi aku takut kebabalasan, biasanya kalo Minggu begini aku memang bangun telat terkadang jam 10 bahkan jam 11, toh biasanya tamu akan datang setelah jam 12 atau bahkan sore.
Sambil ngedumel menahan kantuk yang masih bergelayut aku mandi, kurendam tubuhku dalam air hangat di bathtub, terasa nyaman. Pelarianku dalam capek adalah berendam di air panas, bisa lebih 30 menit kulakukan itu, kali ini aku ingin berendam lebih lama sambil mencoba aroma therapy rempah rempah yang diberi tamuku kemarin.

Pukul 9:50 ternyata tamuku sudah datang, diluar dugaanku ternyata orangnya relativ masih muda, tak lebih 40 tahun, penampilan simpatik dan cukup ganteng dibanding tamu lainnya. Aku terpesona akan penampilannya, beruntunglah aku hari ini, teriak hatiku, langsung hilang rasa capek yang masih menggelayutiku. Namanya Hari, aku tak tahu apakah dia chinesse atau bukan, karena kulitnya yang kecoklatan tapi matanya sipit, tapi kini aku tak peduli lagi siapa tamuku.
Karena masih pagi, kami tidak terburu buru, bahkan masih sempat makan pagi bersama di kamar, kulayani dia sarapan seperti layaknya seorang istri yang melayani suaminya di meja makan, aku begitu antusias karena teringat saat saat indah dulu, suatu rutinitas membosankan saat itu tapi sungguh terasa mambahagiakan kalau aku mengingatnya. Sudah lama aku tak melayani makan pagi seperti ini, ada kesenangan tersendiri bagiku dan ini membawaku terpengaruh suasana pagi yang ceria itu, meski yang kulayani sarapan pagi itu bukan suamiku, bahkan baru satu jam yang lalu kukenal.

Hampir satu jam kami melakukan acara makan dilanjutkan bersantai sambil nonton Doraemon, acara anak anak kesukaanku, karena berarti itu adalah hari minggu, dimana kebanyakan orang berkumpul bersama keluarga, terkadang aku menangis sendirian sambil nonton acara itu, teringat begitu ramai dengan anak anak tetangga kalau Doraemon sudah main.

Kuminta room boy membersihkan meja kamarku, mereka sudah mengenalku, makanya agak terheran ketika melihatku dengan seorang laki laki sepagi ini karena tak pernah ada tamu yang menginap di kamarku, tentu saja tak berani dia mengatakannya.

Sambil nonton kami duduk di sofa yang entah sudah berapa puluh kali kupakai bercinta, kami memang sangat santai saat itu, kukenakan celana pendek dan T-shirt putih snoopy, seperti dulu kalo aku di rumah, sungguh suasananya tidak seperti sedang bekerja, tapi seperti sedang berlibur di hotel bersama suami atau pacar, bahkan kubiarkan rambutku yang masih basah, sengaja tak kukeringkan.

Kusajikan snack seadanya yang ada di kamar dan kubikinkan kopi, sesekali kusuapkan ke mulutnya, aku terbawa suasana santai yang mengharukan. Perlahan tapi pasti tangan Hari sudah mulai menjamah tubuhku, paha, punggung dan tubuh lainnya, tapi masih dalam batas normal seperti orang pacaran.

Ketika Doraemon sudah habis, dia mulai mencium pipiku, entah kenapa tiba tiba aku merinding dibuatnya, kutoleh dia dan dibalas dengan senyuman manis, dia mengangkat daguku, dipandangnya dalam dalam, dengan lembut bibirnya menyentuh bibirku, mesra sekali dia melumat bibirku, tiba tiba jantungku berdetak kencang, kurasakan sentuhan yang lain saat bibir kami beradu, begitu pula saat lidah kami saling menyapa lembut.

Pagi itu suasana hatiku begitu gembira, terlupa sudah capek semalam, tanganku mulai meraba raba pahanya, begitu juga rabaan tangan Hari sudah sampai ke dadaku, dia mengelus mesra buah dadaku sambil kami tetap berciuman.
Tak lama kemudian dia melepas kaos yang kupakai, dipandanginya dadaku yang masih terbungkus bra putih, bra polos biasa yang tidak biasa kupakai kalau lagi terima tamu.

"Kamu cantik deh meski tanpa make up" pujinya lalu kembali menciumi pipi dan bibirku seraya memulai remasannya di dadaku. Tanganku mengimbangi remasannya pada selangkangan, sudah tegang, kubuka sabuk dan reslitingnya, kususupkan tanganku ke dalam celana dalamnya dan kuremas remas kejantanannya, dia mendesah sambil menciumi leherku.
Kami saling melucuti pakaian sambil tetap berciuman, sepuluh menit kemudian kami sudah sama sama telanjang, kembali pujian keluar darinya, aku hanya tersenyum dengan sedikit bangga meski aku tak tahu apakah itu pujian tulus atau sekedar basa basi.

Hari membopongku dan merebahkan ke ranjang, dilepasnya satu satunya penutup tubuhku, kusambut ciuman dan cumbuannya yang penuh kemesraan, tangannya mulai mempermainkan klitorisku ketika mulutnya mengulum liar putingku, aku mendesah nikmat. Ciumannya turun ke perut diteruskan ke selangkangan, dia tidak langsung ke vaginaku tapi justru menciumi paha dan sekitar selangkangan, aku makin mendesah terbakar birahi, jeritku akhirnya keluar tak tertahankan ketika lidahnya menyentuh klitorisku, terasa nikmat sekali, apalagi ketika lidah itu menari nari menyusuri vagina, melayang aku dibuatnya, tak sadar kuremas remas rambutnya.

Aku tak tahan lebih lama lagi, kuminta ber-69 dengan begitu kami bisa saling memberi kenikmatan, hampir aku orgasme duluan kalau saja tidak dihentikan. Dia memandangku dengan senyum puas karena berhasil mempermainkan dan membawaku terbang melayang. Aku sudah telentang menantinya, siap untuk melayani kemauannya, kali ini dengan senang hati, bukan seperti biasanya saat melayani tamu. Kusambut dan kupeluk tubuhnya ketika dia mulai menindihku, ciumannya mendarat di bibirku, sambil saling melumat dia menyapukan kepala penisnya ke vaginaku yang basah.

Aku mendesah tertahan saat penisnya menguak liang kenikmatanku, suatu kenikmatan menjalar dari vagina ke seluruh tubuhku, aku menegang sesaat merasakan kenikmatan itu, dan semakin nikmat dikala Hari mulai mengocok perlahan penuh perasaan diiringi ciuman mesra, semakin cepat membawaku melayang tinggi. Kujepitkan kakiku ke punggungnya, penisnya semakin dalam mengisi relung vaginaku, meski tidaklah terlalu besar tapi terasa begitu memenuhi ruangan kenikmatan tubuhku, aku mendesah lepas disaat kocokannya makin cepat. Kupeluk erat tubuhnya, apalagi ketika dia menjilati telingaku, aku menggelinjang geli dan nikmat, semakin erat pelukanku.

Kakiku diangkat ke pundaknya, lebih dalam lagi penisnya menyodok, aku menjerit dalam kenikmatan yang tak bisa kugambarkan, terlalu indah permainan pagi ini hingga aku merengkuh puncak kenikmatan begitu cepat. Jerit kenikmatanku mengiringi denyutan otot vagina yang meremas penis Hari, dia menatapku tajam seakan menikmati expresi kenikmatan dari wajahku, malu juga aku dibuatnya, tapi dia hanya tersenyum melihatku orgasme.

Tanpa memberi istirahat Hari membalik tubuhku, kuperhatikan dia memasangkan kondom yang bentuknya aneh, tapi tak kuperhatikan lebih lanjut karena dia sudah melesakkan penisnya kembali, kurasakan kenikmatan yang lain dari kondom itu, entah kondom macam apa yang dipakai, bagiku semakin nikmat saja. Kami melakukannya dengan posisi dogie, posisi favoritku biasanya, tapi dengan Hari aku membenci posisi ini karena tidak bisa melihat wajah tampannya, sodokan Hari makin keras mengaduk aduk vaginaku, sungguh luar biasa pengaruh kondom itu terhadapku, antara geli, nikmat, sakit tapi semua bercampur menjadi desah dan jerit kenikmatanku.

Semakin keras aku mendesah semakin keras pula dia menyodokku, dan tak lama kemudian akupun mencapai puncak kenikmatan yang kedua kalinya dipagi itu. Jeritan kenikmatanku tak menghentikan kocokannya, justru semakin cepat dan liar gerakannya, maka akupun dengan cepat segera naik kembali menuju puncak kenikmatan. Belum setengah jam kami bercinta tapi aku sudah orgasme dua kali, sementara tamuku belum menunjukkan tanda tanda orgasme, malu aku untuk minta istirahat lagi, kutahan kenikmatan demi kenikmatan, dan orgasme lainnya menyusul tak lama kemudian.
Melihat aku kewalahan menghadapinya akhirnya dia memberiku istirahat lagi setelah hampir 45 menit mengocokku.

"Ih, kamu kuat banget deh, ampun aku" komentarku, dia hanya tersenyum tak menjawab.
Aku telentang mengatur napasku yang masih turun naik menderu, sendiku terasa ngilu.
"Kamu marah nggak kalo aku pakai tali?" tanyanya dengan ragu
"Maksudnya?"
"Kamu kuikat di ranjang, kalau kamu nggak keberatan sih, tapi kalo kamu nggak mau ya nggak maksa kok" jawabnya memelas.

Hampir saja emosiku naik, marah aku dibuatnya, permintaannya aneh bagiku, tapi karena dia minta dengan memelas begitu, apalagi dia telah memberiku kepuasan demi kepuasan, rasanya tak tega aku menolaknya, toh tak ada salahnya mencoba sesuatu yang baru, tanpa menjawab aku langsung telentang dengan tangan dan kaki terbuka.
Kulihat wajahnya bersinar gembira, segera dia mengambil traveling bag yang tadi dia bawa, dikeluarkannya tali atau lebih tepatnya kain yang dipilin menyerupai tali, mungkin supaya tidak melukai kulit, dengan cekatan dia mengikat kedua tangan dan kakiku ke ke empat kaki ranjang.

Kini aku dalam posisi terikat tak berdaya telentang di ranjang, sungguh pengalaman baru bagiku merasakan ketidakberdayaan dihadapan laki laki yang belum kukenal lama. Dalam posisi terikat kembali Hari menjamah seluruh tubuhku, diciuminya pipi dan bibirku, menjelajahi seluruh tubuhku, lalu dia mengulum dan menyedot putingku, aku hanya bisa mendesah dan menggeliat nikmat, tak bisa membalas dengan pelukan atau lainnya, tak terasa dengan tidak berdaya seperti ini ada sensasi tersendiri, suatu sensasi dan kenikmatan yang tak terbayangkan sebelumnya, antara nikmat dan takut.

Kepala Hari sudah berada di selangkanganku, kunaikkan pinggulku, dengan liarnya jilatannya menyusuri vaginaku, diselingi dengan kocokan dua jari, aku makin mendesah dan menggeliat tanpa bisa berbuat apa apa, tapi anehnya justru aku merasakan sensasi yang lain yang belum pernah kurasakan. Dia kembali menindihku, dengan sekali dorong masuklah penisnya menembus vaginaku dan dikocoknya dengan cepat. Tubuhku dipeluk erat meski aku tak bisa membalas pelukannya, hanya desah kenikmatan yang bisa kuperbuat.

"Suka?" bisiknya di telingaku, malu menjawab karena memang aku malai menyukai permainan ini, tapi dia medesakku sambil mengocokku makin keras.
"Bilang suka apa nggak? atau kulepaskan saja talinya", kocokannya sudah menyodok rahimku semakin dalam dan semakin cepat. Sesaat aku tak bisa menjawab ya atau tidak, aku terlalu terhanyut dalam permainan baru, dia mendesakku terus sambil mempercepat kocokannya.
"Aaahh.. jangan.. jangaan.. jangan dilepas" hampir tak percaya kuucapkan itu ketika dia menghentikan kocokannya dan hendak melepas ikatan.

"OK, let's the game begin", katanya lalu dengan kasar dia mencabut penisnya, meninggalkanku yang terikat terbakar birahi setengah jalan menuju puncak kenikmatan, dia mengambil sesuatu dari tasnya.
Aku terkaget ketika dia menunjukkan dildo berwarna hitam legam menyerupai penis dengan accessories di pangkalnya, ukurannya sedikit lebih besar dari rata rata ukuran sebenarnya, tapi bentuknya mengerikan.
"Koh, apaan itu, jangan ah" setengah teriak aku mencegahnya
"Nggak apa, toh tidak lebih besar dari yang aslinya" hiburnya sambil mengusap usapkan ke vaginaku.
"Jangan Koh, aahh.. pakai asli ajaa.. aku.. aku.. nggak .. pernah me.. melakukannyaa.. aahh" protes bercampur desah setelah sebagian dildo itu memasuki vaginaku, jauh lebih besar dari perkiraanku, vaginaku terasa penuh.
"Coba dulu deh.. enak nggak", bujuknya sambil perlahan memasukkan dildo makin dalam, aku menggeliat, ada rasa nikmat yang aneh kurasakan.
"Aaagghh.. sszz.. oouuww", suatu kenikmatan tersendiri, terasa aneh tapi sungguh nikmat apalagi ketika dia memutar dildo itu, tak pernah kurasakan sebelumnya, lagian mana ada penis yang bisa berputar, aku menjerit nikmat, dia mulai mengocokkan dildonya, accessories pada pangkal dildo mengenai sisi vaginaku yang lain menambah kenikmatan tersendiri, jeritanku makin keras, tubuhku menggeliat tak karuan dengan tangan terikat seperti ini.
"Sekarang rasakan kenikmatan yang sesungguhnya" katanya, sedetik kemudian kurasakan dildo itu bergetar, kontan saja aku menjerit kaget, kupelototi Hari yang menikmati expresi aneh wajahku, antara kaget, sakit, nikmat, tidak berdaya bercampur menjadi satu, tubuhku kelojotan seperti cacing kepanasan ditambah lagi dengan ikatan di kaki dan tanganku sungguh suatu siksaan kenikmatan tersendiri, tak pernah kurasakan kegelian pada vaginaku seperti ini.
"Koh, pleaassee.. tolong lepaskan aku.. pleaasessee", desah dan teriak bercampur permohonan, permohonan untuk melepaskan ikatan bukan untuk menghentikan dildonya karena memang terasa nikmat yang aneh, aku menggeliat geliat tak karuan, tak bisa berbuat apa.

Sepertinya Hari menikmati geliat tak berdayaku, kulihat sambil mengocok dildo getarnya dia meremas remas sendiri penisnya, sebenarnya bisa aja aku teriak keras minta tolong agar orang diluar kamar dengar, tapi ini sekedar permainan, permainan yang aku sendiri tak tahu harus menerima, menikmati atau menolak. Aku tidak disakiti secara fisik, tapi penyiksaan dalam bentuk lain, suatu penyiksaan sexual, tak tahu harus bagaimana aku menyikapinya, dan tak sempat aku berpikir bagaimana menyikapinya karena dildo itu begitu liar bergerak nikmat di vaginaku.
Ditinggalkannya dildo itu bergetar di vaginaku, dia berdiri mengangkangiku sambil mengocok penisnya dengan tangannya, wajahnya tajam menatapku yang sedang kelocotan merasakan dildo yang bergetar mengaduk vaginaku.
Desahanku sudah berubah menjadi jeritan yang aku sendiri tak bisa mengartikan apakah jeritan protes, marah atau nikmat.

Sepertinya dia menikmati ekspresi wajahku yang tidak berdaya, cairan penisnya mulai menetes di dadaku, geliatku makin tak beraturan, makin cepat dia mengocok penisnya dan.. dan.. menyemburlah spermanya mengenai muka, rambut dan tubuhku, aku teriak marah, merasa terhina, tapi dia hanya tersenyum sambil mengusapkan penisnya ke wajahku, memaksaku membuka mulut mengulumnya, terus menyusuri dada, lalu kakiku, tak kuasa aku menghindarinya sebelum meninggalkanku ke kamar mandi, dildo masih menancap di vaginaku, geli kenikmatan berubah menjadi kemuakan tapi tanganku tetap terikat tanpa daya, anehnya tak ada niatan untuk teriak minta tolong atas "pemerkosaan" ini.

Sungguh aku merasa terhina diperlakukan seperti ini, tetesan tetesan sperma membasahi hampir seluruh tubuhku, aromanya begitu menyengat, tak dapat kuhindari beberapa mengalir ke mulutku, aku mencoba menghindar tapi tak ayal lagi kurasakan juga gurihnya spermanya, kuludahkan sperma yang sempat masuk mulutku, perasaan jijik menyelimutiku, kalau saja dia memintaku baik baik untuk mengeluarkan sperma ke tubuhku seperti ini mungkin aku tak keberatan mengingat bagaimana aku tadi terpesona akan penampilannya.

Hari duduk di sebelahku, diambilnya dildo dari vaginaku tanpa ada tanda tanda melepas ikatanku.
Aku menghiba memelas untuk dilepaskan, tapi tak dipedulikan, malahan mengancam akan membungkam mulutku apabila aku teriak sampai terdengar dari luar.

Dia mengambil kain lain dari tasnya lalu ditutupkan ke mataku, semua kini menjadi gelap, aku merasa benar benar tak berdaya, kupikir ini sudah bukan lagi permainan yang menyenangkan, dengan mata tertutup aku tak tahu dia akan berbuat apa lagi terhadapku dan aku tak bisa menduga selanjutnya.

Sesaat tak kurasakan sentuhan atau gerakannya di atas ranjang, entah apa yang dilakukan dikamar ini. Tiba tiba kurasakan sentuhan dingin di putingku, aku terkaget, ternyata dia meletakkan es batu diputingku lalu dikulumnya, dinginnya es menyusur ke perut dan berhenti di vaginaku, aku menjerit tapi ada sensasi erotis tersendiri kurasakan, sedikit kenikmatan, kusesali kenapa dia melakukan dengan cara paksaan seperti ini, padahal belum tentu aku menolak permainan permainannya yang penuh kejutan.

Aku menjerit kaget bercampur nikmat saat kurasakan permainan lidahnya di sela dinginnya es pada klitoris dan vaginaku, kembali kurasakan dildo itu melesak masuk penisku bersamaan dengan jilatannya pada klitoris.
Dia sudah tidak mempedulikan permohonanku meski dengan menghiba minta ampun, sepertinya dia menikmati seperti kucing yang mempermainkan cecak, perlahan kenikmatan mulai menjalar, tanpa kusasari aku mulai menggoyangkan pantatku, tak dapat kuhindari meski aku benci melakukannya tapi aku juga tak ada cara untuk menghindar, asal tidak menyakiti secara fisik maka kubiarkan dia menghina dan mempermainkanku, toh aku sudah biasa diperlakukan secara hina oleh tamuku, meski tidak sekasar ini.

Pinggulku sudah turun naik tanpa bisa kukendalikan lagi, bahkan desahankupun sudah meluncur dengan sendirinya, aku seperti tak bisa lagi mengontrol emosi dan tubuhku, semua seakan berjalan sendiri sendiri mengikuti naluri sexual yang mulai terlatih.

Dia mencabut dildonya, aku menunggu kejutan lainnya dengan harap harap cemas, lama tak ada suara atau gerakan, akhirnya kurasakan dia menindihku dan menyapukan penisnya ke vaginaku, kembali terkaget aku dibuatnya ketika penisnya memasuki vaginaku, terasa begitu besar, panjang, dan kasar menggesek dinding vaginaku, tak mungkin itu penisnya, pasti dia sedang berbuat sesuatu terhadapku. Dengan ganas menciumi leher dan buah dadaku disertai gigitan gigitan ringan pada puting, aku hanya berharap dia tidak meninggalkan bekas memerah di leher dan dada, kalau itu terjadi tentu akan menurunkan "harga jualku".

"Penisnya" makin cepat mengocokku, rasa aneh yang kurasakan di vagina ternyata membuatku makin tinggi melayang nikmat, dan tak dapat kuhindari ketika aku menjerit orgasme, sungguh memalukan orgasme tapi dalam keadaan marah, napasku tersengal turun naik, antara marah dan nikmat sehabis orgasme. Hari masih tetap mencium dan mengocokku, justru makin ganas, vaginaku sudah terasa memar dan sedikit perih, mungkin lecet.

Hari menukar posisi ikatan tanganku setelah melepas ikatan di kaki, posisiku kini tengkurap tanpa ikatan kaki tapi mata tetap tertutup. Terlalu lemas aku untuk melakukan perlawanan, dia menarik pantatku naik hingga posisi nungging, kurasakan lidahnya menjilati vaginaku bersamaan dengan jari tangannya mempermainkan lubang anus, aku bertekad akan teriak apabila dia memaksakan untuk memasukkan penisnya ke dubur, itu sudah menjadi prinsipku bahwa tak akan pernah melakukan anal seks.

Sesaat kemudian dia langsung melesakkan kembali "penisnya" yang aneh itu, kembali rasa nyeri bercampur nikmat menyelimutiku, desahan demi desahan mengiringi kocokannya. Sepuluh menit kemuian kudengar jeritan orgasme darinya, tapi aku terheran karena tidak ada denyutan dari "penis" yang masih meluncur di vaginaku, justru pantatku terasa hangat terkena cairan, dan "penis" itu masih tetap keras tegang bersemayam di vaginaku, aku tak tahu apa yang terjadi.

Suasana sunyi kecuali desah napas kami berdua, dia melepaskan tutup mata dan ikatanku. Aku masih tetap telungkup telanjang, diam saja menahan marah, beberapa pertanyaannya hanya kujawab ya dan tidak. Baru kusadari ternyata saat dogie tadi dia mengocokku dengan dildo yang lain lagi yang diikatkan di pinggangnya, mungkin sambil mengocokkan dildonya dia bermasturbasi di atas pantatku sehingga kurasakan cairan hangat saat dia orgasme. Berkali kali dia minta maaf atas perbuatannya, aku diminta mengerti akan kelainan sexualnya. Tak ada jawaban dariku, tetap diam membisu, aku tak peduli apakah dia marah, tersinggung atau tidak puas.

Dalam hati aku berjanji tak akan menerima dia lagi meski dengan imbalan berupa apapun, cukup sekali aku diperlakukan seperti ini, kali ini mungkin dia hanya mengikat dan mempermainkan dildonya, namun siapa tahu lain waktu dia berbuat lebih jauh lagi saat ada kesempatan dan dengan terikat begitu tentu aku tak bisa berbuat apa apa, hanya pasrah menerima perlakuannya.

Kutinggalkan Hari saat membereskan "mainannya", sengaja berlama lama di kamar mandi yang pintunya kukunci, padahal tak pernah aku menutup apalagi mengunci saat mandi. Aku keluar setelah dia hendak berpamitan pulang, biasanya kuantar tamuku hingga keluar pintu kamar sambil masih telanjang atau berbalut handuk di dada, tapi kali ini aku sudah kembali rapi berpakaian lengkap melepas kepergiannya, masih tetap membisu, tak ada bujuk rayu untuk kembali lagi seperti terhadap tamu lain yang telah mempesonaku.

Segera kuhubungi Om Lok, memprotes tamu itu, tapi dia hanya tertawa saja, akhirnya dia adalah orang pertama yang masuk "black list" dalam daftar tamuku, meskipun tip yang diberikan sebesar apa yang kudapat dari Om Lok, tapi resiko dan pengorbanannya terlalu besar.

Cerita sesungguhnya aku potong banyak karena jauh lebih sadis dan mengerikan, ada permainan lilin yang diteteskan ke tubuhku, pisau yang ujungnya dijalankan ke seluruh tubuhku, meski tidak sampai melukai tapi cukup menakutkan. Mungkin pembaca tidak tertarik, jadi tak perlu kuceritakan karena aku sendiri masih trauma dan ngeri saat menulis kisah ini.

Next: 14: Ada Apa Dengan Cinta?
 
Terakhir diubah:
03: Terjebak Pesona

Hari Minggu seperti biasa adalah hari yang tidak sibuk, tidak banyak tamu yang datang di hari itu, maklum sebagian besar dari mereka lebih banyak dihabiskan bersama keluarga, kecuali mereka yang lagi sedang dinas keluar kota. Hari biasa kuterima rata rata 3-4 tamu tapi kalo di Hari Minggu paling banyak 2 tamu, malah terkadang hanya satu. Selama aku tinggal di hotel tak pernah kulewatkan hari tanpa tamu, tiada hari tanpa tamu. Entah itu karena kepintaran "marketing" Om Lok atau karena kepintaranku melayani tamu, aku tak tahu, tapi sesepi apapun pasti selalu ada laki laki yang memerlukan pelayanan dan kehangatan tubuhku.

Jarum jam baru menunjukkan pukul 7:38 pagi, aku masih terlelap dalam tidur, kemarin tenagaku habis terkuras dengan banyaknya tamu yang memerlukanku, 5 tamu yang datang secara beruntun sejak pagi, hanya berselang tak lebih dari 45 menit tamu berikutnya sudah nongol di depan pintu kamar, benar benar hari yang melelahkan dan baru tidur hampir pukul 3 dinihari.

Telepon berbunyi, biasanya Om Lok membawakan masakan kesukaanku saat Hari Minggu seperti ini sambil menemaniku ngobrol dengan keluarganya, mungkin karena aku primadona yang menjadi andalan (tepatnya sapi perahan) utama maka dia memperlakukanku dengan agak istimewa. Ternyata kali ini dia tidak datang, malahan berpesan akan ada tamu pagi ini, sekitar jam 9 dia akan datang. Mataku masih berat, tubuhku terasa habis memikul beban berat, capek semua rasanya, tulangku seakan copot. Sebenarnya aku berencana memanggil Massage Service yang ada di hotel pagi itu, tapi keduluan instruksi dari Om Lok, dan seperti biasanya aku tak mungkin menolak.

Ingin kulanjutkan tidurku tapi aku takut kebabalasan, biasanya kalo Minggu begini aku memang bangun telat terkadang jam 10 bahkan jam 11, toh biasanya tamu akan datang setelah jam 12 atau bahkan sore.
Sambil ngedumel menahan kantuk yang masih bergelayut aku mandi, kurendam tubuhku dalam air hangat di bathtub, terasa nyaman. Pelarianku dalam capek adalah berendam di air panas, bisa lebih 30 menit kulakukan itu, kali ini aku ingin berendam lebih lama sambil mencoba aroma therapy rempah rempah yang diberi tamuku kemarin.

Pukul 9:50 ternyata tamuku sudah datang, diluar dugaanku ternyata orangnya relativ masih muda, tak lebih 40 tahun, penampilan simpatik dan cukup ganteng dibanding tamu lainnya. Aku terpesona akan penampilannya, beruntunglah aku hari ini, teriak hatiku, langsung hilang rasa capek yang masih menggelayutiku. Namanya Hari, aku tak tahu apakah dia chinesse atau bukan, karena kulitnya yang kecoklatan tapi matanya sipit, tapi kini aku tak peduli lagi siapa tamuku.
Karena masih pagi, kami tidak terburu buru, bahkan masih sempat makan pagi bersama di kamar, kulayani dia sarapan seperti layaknya seorang istri yang melayani suaminya di meja makan, aku begitu antusias karena teringat saat saat indah dulu, suatu rutinitas membosankan saat itu tapi sungguh terasa mambahagiakan kalau aku mengingatnya. Sudah lama aku tak melayani makan pagi seperti ini, ada kesenangan tersendiri bagiku dan ini membawaku terpengaruh suasana pagi yang ceria itu, meski yang kulayani sarapan pagi itu bukan suamiku, bahkan baru satu jam yang lalu kukenal.

Hampir satu jam kami melakukan acara makan dilanjutkan bersantai sambil nonton Doraemon, acara anak anak kesukaanku, karena berarti itu adalah hari minggu, dimana kebanyakan orang berkumpul bersama keluarga, terkadang aku menangis sendirian sambil nonton acara itu, teringat begitu ramai dengan anak anak tetangga kalau Doraemon sudah main.

Kuminta room boy membersihkan meja kamarku, mereka sudah mengenalku, makanya agak terheran ketika melihatku dengan seorang laki laki sepagi ini karena tak pernah ada tamu yang menginap di kamarku, tentu saja tak berani dia mengatakannya.

Sambil nonton kami duduk di sofa yang entah sudah berapa puluh kali kupakai bercinta, kami memang sangat santai saat itu, kukenakan celana pendek dan T-shirt putih snoopy, seperti dulu kalo aku di rumah, sungguh suasananya tidak seperti sedang bekerja, tapi seperti sedang berlibur di hotel bersama suami atau pacar, bahkan kubiarkan rambutku yang masih basah, sengaja tak kukeringkan.

Kusajikan snack seadanya yang ada di kamar dan kubikinkan kopi, sesekali kusuapkan ke mulutnya, aku terbawa suasana santai yang mengharukan. Perlahan tapi pasti tangan Hari sudah mulai menjamah tubuhku, paha, punggung dan tubuh lainnya, tapi masih dalam batas normal seperti orang pacaran.

Ketika Doraemon sudah habis, dia mulai mencium pipiku, entah kenapa tiba tiba aku merinding dibuatnya, kutoleh dia dan dibalas dengan senyuman manis, dia mengangkat daguku, dipandangnya dalam dalam, dengan lembut bibirnya menyentuh bibirku, mesra sekali dia melumat bibirku, tiba tiba jantungku berdetak kencang, kurasakan sentuhan yang lain saat bibir kami beradu, begitu pula saat lidah kami saling menyapa lembut.

Pagi itu suasana hatiku begitu gembira, terlupa sudah capek semalam, tanganku mulai meraba raba pahanya, begitu juga rabaan tangan Hari sudah sampai ke dadaku, dia mengelus mesra buah dadaku sambil kami tetap berciuman.
Tak lama kemudian dia melepas kaos yang kupakai, dipandanginya dadaku yang masih terbungkus bra putih, bra polos biasa yang tidak biasa kupakai kalau lagi terima tamu.

"Kamu cantik deh meski tanpa make up" pujinya lalu kembali menciumi pipi dan bibirku seraya memulai remasannya di dadaku. Tanganku mengimbangi remasannya pada selangkangan, sudah tegang, kubuka sabuk dan reslitingnya, kususupkan tanganku ke dalam celana dalamnya dan kuremas remas kejantanannya, dia mendesah sambil menciumi leherku.
Kami saling melucuti pakaian sambil tetap berciuman, sepuluh menit kemudian kami sudah sama sama telanjang, kembali pujian keluar darinya, aku hanya tersenyum dengan sedikit bangga meski aku tak tahu apakah itu pujian tulus atau sekedar basa basi.

Hari membopongku dan merebahkan ke ranjang, dilepasnya satu satunya penutup tubuhku, kusambut ciuman dan cumbuannya yang penuh kemesraan, tangannya mulai mempermainkan klitorisku ketika mulutnya mengulum liar putingku, aku mendesah nikmat. Ciumannya turun ke perut diteruskan ke selangkangan, dia tidak langsung ke vaginaku tapi justru menciumi paha dan sekitar selangkangan, aku makin mendesah terbakar birahi, jeritku akhirnya keluar tak tertahankan ketika lidahnya menyentuh klitorisku, terasa nikmat sekali, apalagi ketika lidah itu menari nari menyusuri vagina, melayang aku dibuatnya, tak sadar kuremas remas rambutnya.

Aku tak tahan lebih lama lagi, kuminta ber-69 dengan begitu kami bisa saling memberi kenikmatan, hampir aku orgasme duluan kalau saja tidak dihentikan. Dia memandangku dengan senyum puas karena berhasil mempermainkan dan membawaku terbang melayang. Aku sudah telentang menantinya, siap untuk melayani kemauannya, kali ini dengan senang hati, bukan seperti biasanya saat melayani tamu. Kusambut dan kupeluk tubuhnya ketika dia mulai menindihku, ciumannya mendarat di bibirku, sambil saling melumat dia menyapukan kepala penisnya ke vaginaku yang basah.

Aku mendesah tertahan saat penisnya menguak liang kenikmatanku, suatu kenikmatan menjalar dari vagina ke seluruh tubuhku, aku menegang sesaat merasakan kenikmatan itu, dan semakin nikmat dikala Hari mulai mengocok perlahan penuh perasaan diiringi ciuman mesra, semakin cepat membawaku melayang tinggi. Kujepitkan kakiku ke punggungnya, penisnya semakin dalam mengisi relung vaginaku, meski tidaklah terlalu besar tapi terasa begitu memenuhi ruangan kenikmatan tubuhku, aku mendesah lepas disaat kocokannya makin cepat. Kupeluk erat tubuhnya, apalagi ketika dia menjilati telingaku, aku menggelinjang geli dan nikmat, semakin erat pelukanku.

Kakiku diangkat ke pundaknya, lebih dalam lagi penisnya menyodok, aku menjerit dalam kenikmatan yang tak bisa kugambarkan, terlalu indah permainan pagi ini hingga aku merengkuh puncak kenikmatan begitu cepat. Jerit kenikmatanku mengiringi denyutan otot vagina yang meremas penis Hari, dia menatapku tajam seakan menikmati expresi kenikmatan dari wajahku, malu juga aku dibuatnya, tapi dia hanya tersenyum melihatku orgasme.

Tanpa memberi istirahat Hari membalik tubuhku, kuperhatikan dia memasangkan kondom yang bentuknya aneh, tapi tak kuperhatikan lebih lanjut karena dia sudah melesakkan penisnya kembali, kurasakan kenikmatan yang lain dari kondom itu, entah kondom macam apa yang dipakai, bagiku semakin nikmat saja. Kami melakukannya dengan posisi dogie, posisi favoritku biasanya, tapi dengan Hari aku membenci posisi ini karena tidak bisa melihat wajah tampannya, sodokan Hari makin keras mengaduk aduk vaginaku, sungguh luar biasa pengaruh kondom itu terhadapku, antara geli, nikmat, sakit tapi semua bercampur menjadi desah dan jerit kenikmatanku.

Semakin keras aku mendesah semakin keras pula dia menyodokku, dan tak lama kemudian akupun mencapai puncak kenikmatan yang kedua kalinya dipagi itu. Jeritan kenikmatanku tak menghentikan kocokannya, justru semakin cepat dan liar gerakannya, maka akupun dengan cepat segera naik kembali menuju puncak kenikmatan. Belum setengah jam kami bercinta tapi aku sudah orgasme dua kali, sementara tamuku belum menunjukkan tanda tanda orgasme, malu aku untuk minta istirahat lagi, kutahan kenikmatan demi kenikmatan, dan orgasme lainnya menyusul tak lama kemudian.
Melihat aku kewalahan menghadapinya akhirnya dia memberiku istirahat lagi setelah hampir 45 menit mengocokku.

"Ih, kamu kuat banget deh, ampun aku" komentarku, dia hanya tersenyum tak menjawab.
Aku telentang mengatur napasku yang masih turun naik menderu, sendiku terasa ngilu.
"Kamu marah nggak kalo aku pakai tali?" tanyanya dengan ragu
"Maksudnya?"
"Kamu kuikat di ranjang, kalau kamu nggak keberatan sih, tapi kalo kamu nggak mau ya nggak maksa kok" jawabnya memelas.

Hampir saja emosiku naik, marah aku dibuatnya, permintaannya aneh bagiku, tapi karena dia minta dengan memelas begitu, apalagi dia telah memberiku kepuasan demi kepuasan, rasanya tak tega aku menolaknya, toh tak ada salahnya mencoba sesuatu yang baru, tanpa menjawab aku langsung telentang dengan tangan dan kaki terbuka.
Kulihat wajahnya bersinar gembira, segera dia mengambil traveling bag yang tadi dia bawa, dikeluarkannya tali atau lebih tepatnya kain yang dipilin menyerupai tali, mungkin supaya tidak melukai kulit, dengan cekatan dia mengikat kedua tangan dan kakiku ke ke empat kaki ranjang.

Kini aku dalam posisi terikat tak berdaya telentang di ranjang, sungguh pengalaman baru bagiku merasakan ketidakberdayaan dihadapan laki laki yang belum kukenal lama. Dalam posisi terikat kembali Hari menjamah seluruh tubuhku, diciuminya pipi dan bibirku, menjelajahi seluruh tubuhku, lalu dia mengulum dan menyedot putingku, aku hanya bisa mendesah dan menggeliat nikmat, tak bisa membalas dengan pelukan atau lainnya, tak terasa dengan tidak berdaya seperti ini ada sensasi tersendiri, suatu sensasi dan kenikmatan yang tak terbayangkan sebelumnya, antara nikmat dan takut.

Kepala Hari sudah berada di selangkanganku, kunaikkan pinggulku, dengan liarnya jilatannya menyusuri vaginaku, diselingi dengan kocokan dua jari, aku makin mendesah dan menggeliat tanpa bisa berbuat apa apa, tapi anehnya justru aku merasakan sensasi yang lain yang belum pernah kurasakan. Dia kembali menindihku, dengan sekali dorong masuklah penisnya menembus vaginaku dan dikocoknya dengan cepat. Tubuhku dipeluk erat meski aku tak bisa membalas pelukannya, hanya desah kenikmatan yang bisa kuperbuat.

"Suka?" bisiknya di telingaku, malu menjawab karena memang aku malai menyukai permainan ini, tapi dia medesakku sambil mengocokku makin keras.
"Bilang suka apa nggak? atau kulepaskan saja talinya", kocokannya sudah menyodok rahimku semakin dalam dan semakin cepat. Sesaat aku tak bisa menjawab ya atau tidak, aku terlalu terhanyut dalam permainan baru, dia mendesakku terus sambil mempercepat kocokannya.
"Aaahh.. jangan.. jangaan.. jangan dilepas" hampir tak percaya kuucapkan itu ketika dia menghentikan kocokannya dan hendak melepas ikatan.

"OK, let's the game begin", katanya lalu dengan kasar dia mencabut penisnya, meninggalkanku yang terikat terbakar birahi setengah jalan menuju puncak kenikmatan, dia mengambil sesuatu dari tasnya.
Aku terkaget ketika dia menunjukkan dildo berwarna hitam legam menyerupai penis dengan accessories di pangkalnya, ukurannya sedikit lebih besar dari rata rata ukuran sebenarnya, tapi bentuknya mengerikan.
"Koh, apaan itu, jangan ah" setengah teriak aku mencegahnya
"Nggak apa, toh tidak lebih besar dari yang aslinya" hiburnya sambil mengusap usapkan ke vaginaku.
"Jangan Koh, aahh.. pakai asli ajaa.. aku.. aku.. nggak .. pernah me.. melakukannyaa.. aahh" protes bercampur desah setelah sebagian dildo itu memasuki vaginaku, jauh lebih besar dari perkiraanku, vaginaku terasa penuh.
"Coba dulu deh.. enak nggak", bujuknya sambil perlahan memasukkan dildo makin dalam, aku menggeliat, ada rasa nikmat yang aneh kurasakan.
"Aaagghh.. sszz.. oouuww", suatu kenikmatan tersendiri, terasa aneh tapi sungguh nikmat apalagi ketika dia memutar dildo itu, tak pernah kurasakan sebelumnya, lagian mana ada penis yang bisa berputar, aku menjerit nikmat, dia mulai mengocokkan dildonya, accessories pada pangkal dildo mengenai sisi vaginaku yang lain menambah kenikmatan tersendiri, jeritanku makin keras, tubuhku menggeliat tak karuan dengan tangan terikat seperti ini.
"Sekarang rasakan kenikmatan yang sesungguhnya" katanya, sedetik kemudian kurasakan dildo itu bergetar, kontan saja aku menjerit kaget, kupelototi Hari yang menikmati expresi aneh wajahku, antara kaget, sakit, nikmat, tidak berdaya bercampur menjadi satu, tubuhku kelojotan seperti cacing kepanasan ditambah lagi dengan ikatan di kaki dan tanganku sungguh suatu siksaan kenikmatan tersendiri, tak pernah kurasakan kegelian pada vaginaku seperti ini.
"Koh, pleaassee.. tolong lepaskan aku.. pleaasessee", desah dan teriak bercampur permohonan, permohonan untuk melepaskan ikatan bukan untuk menghentikan dildonya karena memang terasa nikmat yang aneh, aku menggeliat geliat tak karuan, tak bisa berbuat apa.

Sepertinya Hari menikmati geliat tak berdayaku, kulihat sambil mengocok dildo getarnya dia meremas remas sendiri penisnya, sebenarnya bisa aja aku teriak keras minta tolong agar orang diluar kamar dengar, tapi ini sekedar permainan, permainan yang aku sendiri tak tahu harus menerima, menikmati atau menolak. Aku tidak disakiti secara fisik, tapi penyiksaan dalam bentuk lain, suatu penyiksaan sexual, tak tahu harus bagaimana aku menyikapinya, dan tak sempat aku berpikir bagaimana menyikapinya karena dildo itu begitu liar bergerak nikmat di vaginaku.
Ditinggalkannya dildo itu bergetar di vaginaku, dia berdiri mengangkangiku sambil mengocok penisnya dengan tangannya, wajahnya tajam menatapku yang sedang kelocotan merasakan dildo yang bergetar mengaduk vaginaku.
Desahanku sudah berubah menjadi jeritan yang aku sendiri tak bisa mengartikan apakah jeritan protes, marah atau nikmat.

Sepertinya dia menikmati ekspresi wajahku yang tidak berdaya, cairan penisnya mulai menetes di dadaku, geliatku makin tak beraturan, makin cepat dia mengocok penisnya dan.. dan.. menyemburlah spermanya mengenai muka, rambut dan tubuhku, aku teriak marah, merasa terhina, tapi dia hanya tersenyum sambil mengusapkan penisnya ke wajahku, memaksaku membuka mulut mengulumnya, terus menyusuri dada, lalu kakiku, tak kuasa aku menghindarinya sebelum meninggalkanku ke kamar mandi, dildo masih menancap di vaginaku, geli kenikmatan berubah menjadi kemuakan tapi tanganku tetap terikat tanpa daya, anehnya tak ada niatan untuk teriak minta tolong atas "pemerkosaan" ini.

Sungguh aku merasa terhina diperlakukan seperti ini, tetesan tetesan sperma membasahi hampir seluruh tubuhku, aromanya begitu menyengat, tak dapat kuhindari beberapa mengalir ke mulutku, aku mencoba menghindar tapi tak ayal lagi kurasakan juga gurihnya spermanya, kuludahkan sperma yang sempat masuk mulutku, perasaan jijik menyelimutiku, kalau saja dia memintaku baik baik untuk mengeluarkan sperma ke tubuhku seperti ini mungkin aku tak keberatan mengingat bagaimana aku tadi terpesona akan penampilannya.

Hari duduk di sebelahku, diambilnya dildo dari vaginaku tanpa ada tanda tanda melepas ikatanku.
Aku menghiba memelas untuk dilepaskan, tapi tak dipedulikan, malahan mengancam akan membungkam mulutku apabila aku teriak sampai terdengar dari luar.

Dia mengambil kain lain dari tasnya lalu ditutupkan ke mataku, semua kini menjadi gelap, aku merasa benar benar tak berdaya, kupikir ini sudah bukan lagi permainan yang menyenangkan, dengan mata tertutup aku tak tahu dia akan berbuat apa lagi terhadapku dan aku tak bisa menduga selanjutnya.

Sesaat tak kurasakan sentuhan atau gerakannya di atas ranjang, entah apa yang dilakukan dikamar ini. Tiba tiba kurasakan sentuhan dingin di putingku, aku terkaget, ternyata dia meletakkan es batu diputingku lalu dikulumnya, dinginnya es menyusur ke perut dan berhenti di vaginaku, aku menjerit tapi ada sensasi erotis tersendiri kurasakan, sedikit kenikmatan, kusesali kenapa dia melakukan dengan cara paksaan seperti ini, padahal belum tentu aku menolak permainan permainannya yang penuh kejutan.

Aku menjerit kaget bercampur nikmat saat kurasakan permainan lidahnya di sela dinginnya es pada klitoris dan vaginaku, kembali kurasakan dildo itu melesak masuk penisku bersamaan dengan jilatannya pada klitoris.
Dia sudah tidak mempedulikan permohonanku meski dengan menghiba minta ampun, sepertinya dia menikmati seperti kucing yang mempermainkan cecak, perlahan kenikmatan mulai menjalar, tanpa kusasari aku mulai menggoyangkan pantatku, tak dapat kuhindari meski aku benci melakukannya tapi aku juga tak ada cara untuk menghindar, asal tidak menyakiti secara fisik maka kubiarkan dia menghina dan mempermainkanku, toh aku sudah biasa diperlakukan secara hina oleh tamuku, meski tidak sekasar ini.

Pinggulku sudah turun naik tanpa bisa kukendalikan lagi, bahkan desahankupun sudah meluncur dengan sendirinya, aku seperti tak bisa lagi mengontrol emosi dan tubuhku, semua seakan berjalan sendiri sendiri mengikuti naluri sexual yang mulai terlatih.

Dia mencabut dildonya, aku menunggu kejutan lainnya dengan harap harap cemas, lama tak ada suara atau gerakan, akhirnya kurasakan dia menindihku dan menyapukan penisnya ke vaginaku, kembali terkaget aku dibuatnya ketika penisnya memasuki vaginaku, terasa begitu besar, panjang, dan kasar menggesek dinding vaginaku, tak mungkin itu penisnya, pasti dia sedang berbuat sesuatu terhadapku. Dengan ganas menciumi leher dan buah dadaku disertai gigitan gigitan ringan pada puting, aku hanya berharap dia tidak meninggalkan bekas memerah di leher dan dada, kalau itu terjadi tentu akan menurunkan "harga jualku".

"Penisnya" makin cepat mengocokku, rasa aneh yang kurasakan di vagina ternyata membuatku makin tinggi melayang nikmat, dan tak dapat kuhindari ketika aku menjerit orgasme, sungguh memalukan orgasme tapi dalam keadaan marah, napasku tersengal turun naik, antara marah dan nikmat sehabis orgasme. Hari masih tetap mencium dan mengocokku, justru makin ganas, vaginaku sudah terasa memar dan sedikit perih, mungkin lecet.

Hari menukar posisi ikatan tanganku setelah melepas ikatan di kaki, posisiku kini tengkurap tanpa ikatan kaki tapi mata tetap tertutup. Terlalu lemas aku untuk melakukan perlawanan, dia menarik pantatku naik hingga posisi nungging, kurasakan lidahnya menjilati vaginaku bersamaan dengan jari tangannya mempermainkan lubang anus, aku bertekad akan teriak apabila dia memaksakan untuk memasukkan penisnya ke dubur, itu sudah menjadi prinsipku bahwa tak akan pernah melakukan anal seks.

Sesaat kemudian dia langsung melesakkan kembali "penisnya" yang aneh itu, kembali rasa nyeri bercampur nikmat menyelimutiku, desahan demi desahan mengiringi kocokannya. Sepuluh menit kemuian kudengar jeritan orgasme darinya, tapi aku terheran karena tidak ada denyutan dari "penis" yang masih meluncur di vaginaku, justru pantatku terasa hangat terkena cairan, dan "penis" itu masih tetap keras tegang bersemayam di vaginaku, aku tak tahu apa yang terjadi.

Suasana sunyi kecuali desah napas kami berdua, dia melepaskan tutup mata dan ikatanku. Aku masih tetap telungkup telanjang, diam saja menahan marah, beberapa pertanyaannya hanya kujawab ya dan tidak. Baru kusadari ternyata saat dogie tadi dia mengocokku dengan dildo yang lain lagi yang diikatkan di pinggangnya, mungkin sambil mengocokkan dildonya dia bermasturbasi di atas pantatku sehingga kurasakan cairan hangat saat dia orgasme. Berkali kali dia minta maaf atas perbuatannya, aku diminta mengerti akan kelainan sexualnya. Tak ada jawaban dariku, tetap diam membisu, aku tak peduli apakah dia marah, tersinggung atau tidak puas.

Dalam hati aku berjanji tak akan menerima dia lagi meski dengan imbalan berupa apapun, cukup sekali aku diperlakukan seperti ini, kali ini mungkin dia hanya mengikat dan mempermainkan dildonya, namun siapa tahu lain waktu dia berbuat lebih jauh lagi saat ada kesempatan dan dengan terikat begitu tentu aku tak bisa berbuat apa apa, hanya pasrah menerima perlakuannya.

Kutinggalkan Hari saat membereskan "mainannya", sengaja berlama lama di kamar mandi yang pintunya kukunci, padahal tak pernah aku menutup apalagi mengunci saat mandi. Aku keluar setelah dia hendak berpamitan pulang, biasanya kuantar tamuku hingga keluar pintu kamar sambil masih telanjang atau berbalut handuk di dada, tapi kali ini aku sudah kembali rapi berpakaian lengkap melepas kepergiannya, masih tetap membisu, tak ada bujuk rayu untuk kembali lagi seperti terhadap tamu lain yang telah mempesonaku.

Segera kuhubungi Om Lok, memprotes tamu itu, tapi dia hanya tertawa saja, akhirnya dia adalah orang pertama yang masuk "black list" dalam daftar tamuku, meskipun tip yang diberikan sebesar apa yang kudapat dari Om Lok, tapi resiko dan pengorbanannya terlalu besar.

Cerita sesungguhnya aku potong banyak karena jauh lebih sadis dan mengerikan, ada permainan lilin yang diteteskan ke tubuhku, pisau yang ujungnya dijalankan ke seluruh tubuhku, meski tidak sampai melukai tapi cukup menakutkan. Mungkin pembaca tidak tertarik, jadi tak perlu kuceritakan karena aku sendiri masih trauma dan ngeri saat menulis kisah ini.
mksh updatenya suhu
 
04: Ada Apa Dengan Cinta?

"Ly, sudah lebih setengah bulan kamu disini, untunglah banyak tamu yang terkesan akan penampilan dan servis kamu, dan banyak yang kembali menjadi langganan tetapmu" kata Om Lok memulai pembicaraan, tidak bisaanya Om Lok mengajakku ngobrol seperti ini, pasti ada yang perlu dibicarakan serius. Bisanya tiap minggu dia memberiku uang hasil kerjaku selama seminggu atau bukti transfer ke rekeningku langsung dia pulang, tapi kali ini lain.
"Emangnya ada apa Om" kataku to the point karena penasaran
"Ly, mau nggak mencoba yang lain?" tanyanya menjawab rasa penasaranku.
"Maksudnya?" aku tambah nggak ngerti.
"Maksud Om, begini.. mau nggak kamu main bertiga, melayani dua tamu sekaligus, uangnya gede lho" jelasnya langsung membuat aku muak mendengarnya.
"Om ini aneh aneh saja, melayani dua laki laki sekaligus kan ribet urusannya Om, mana bisa aku memuaskan mereka berdua secara bersamaan, ntar dibilang servisku nggak bagus, lagian orangnya ada kelainan jiwa kali" tanyaku polos sedikit tersinggung, aku memang sering melihat di VCD tentang sex bertiga, tapi itu aku anggap hanya dilakukan hanya di film dan orangnya pasti punya kelainan atau fantasi yang kebablasan.
"Siapa bilang melayani dua laki laki sekaligus, justru kerja kamu lebih ringan karena orangnya ini akan datang dengan istrinya, uangnya lumayan gede lho"
"Ha?? Om ini ada ada saja, mana ada orang ngajak istrinya untuk selingkuh dengan wanita lain, gila kali" jawabku sewot merasa dibodohi Om Lok.
"Kamu mau nggak?, kalo nggak mau Om kasih ke yang lain, kamu primadonaku selalu mendapat prioritas pertama, yang jelas uangnya bisa dobel sementara kerjamu lebih ringan karena ada wanita lain yang meringankan kerjamu" bujuk Om Lok.

Aku diam saja mencoba memahami jalan pikiran Om maupun tamu aneh itu.
"Entahlah Om, aku pikir pikir dulu" jawabku bingung tak bisa mengambil keputusan untuk hal aneh yang tak terduga semacam itu.
"OK, kasih aku jawaban setelah tamu terakhirmu pulang, jangan lewat besok pagi atau anak lain yang mengambil kesempatan ini" ancamnya sebelum keluar kamar.

Aku tidak sempat berpikir lebih jauh karena tak berselang lama tamuku sudah datang menemuiku.
Selama melayani dia aku tak bisa konsentrasi penuh, justru lebih banyak memikirkan tawaran Om Lok, banyak pertimbangan yang aku pikirkan selain materi tentu saja.

Aku tak tahu apakah tamuku ini mengetahui apa nggak, untungnya dia tamu baru bukan pelanggan yang sudah pernah datang, jadi dia tak bisa membedakan pelayanan dan sikapku saat ini dengan sebelumnya.
Hampir dua jam aku melayaninya, sebenarnya dia cukup menarik dan tidak terlalu tua (tentu saja dibandingkan lainnya) tapi pikiranku sedang tidak in the track. Kuusahakan untuk tetap memuaskan dia meskipun aku sendiri tak bisa menikmatinya, bahkan akupun tak kecewa ketika sudah 3 kali membuatnya orgasme tapi tak sekalipun kuraih.

Aku kembali merenung, kubiarkan tubuhku masih telanjang, hanya berbalut handuk seperti saat mengantar tamu terakhirku pulang tadi, kuhisap dalam dalam Marlboro putih (aku mulai merokok dikala sendiri menyambut sang dewi malam).

------ xx -----

"Kamu bodoh, sendirian menunggu di rumah sementara suamimu bersenang senang dengan wanita lain di hotel" kata suara diseberang telepon yang aku tahu tetanggaku. Aku memang sering mendengar isu isu kalau suamiku senang main perempuan, tapi tak pernah kuhiraukan, paling juga orang yang iri melihat kebahagiaan kami, pikirku. Sejauh ini aku sangat mempercayai akan kesetiaan suamiku, mengingat bagaimana berat perjuangannya mendapatkanku dulu, tak kuragukan lagi kecintaannya padaku. Segala macam isu miring kuanggap angin lalu selama aku tidak memergoki atau ada bukti lain yang meyakinkan.

Segera kututup dengan kasar telepon itu, entah sudah berapa kali dia mengatakan hal itu, tiga deringan tak kuangkat, kubiarkan saja berdering. Deringan keempat aku sudah tak tahan mendengarnya, segera kuangkat.

"Apa sih maumu?" teriakku kasar tanpa berpikir kalau kalau telepon itu dari orang lain.
"Hotel Simpang kamar 512", dia langsung menutup telepon dengan kasar pula.

Aku tercenung, rasa marah berubah menjadi penasaran setelah dia memberi sedikit petunjuk, tapi segera kulupakan, tak mungkin suamiku tercinta menghianatiku. Setengah jam aku melupakannya tapi tetap saja rasa penasaran menggelayut di kepalaku, segera aku ganti baju dan kupacu mobilku menuju tempat yang disebutkan tadi.

Ragu ragu kumasuki lobby hotel, sebagai wanita rumah tangga sebenarnya agak segan juga aku ke hotel apalagi sendirian seperti ini, tapi rasa penasaran lebih menguatkan niatku, kucari House Phone dan kuhubungi nomer tersebut dan DEG, jantungku terasa berhenti berdetak ketika kudengar suara suamiku, terdengar latar belakang suara perempuan yang berisik, langsung kututup, aku tak tahu harus bagaimana, beberapa saat aku berdiri mematung di pojok Lobby, tercenung dan bingung mau apa.

Tapi rasa penasaran membawaku menuju kamar itu, dengan gemetar kutekan bel, posisiku sedikit menyamping supaya tidak terlihat dari lubang intip di pintu, setelah 3 kali bel barulah pintu dibuka.

Darahku seakan berhenti mengalir, lututku seolah tak mampu menahan beban tubuhku ketika kulihat wajah yang begitu kukenal dan wajah yang begitu kucintai nongol dari balik pintu itu hanya berbalut handuk di pinggangnya, langsung kudorong pintu itu dengan penuh emosi, suamiku yang juga terkaget melihat kedatanganku tak mampu menahan doronganku dan apa yang kulihat di kamar itu membuat pandanganku langsung berputar, mataku berkunang kunang, darahku naik ke ujung kepala. Kulihat Elsa sahabatku sedang duduk di sofa dalam keadaan telanjang, sementara wanita lain diranjang berusaha menutupi tubuhnya dengan bantal, kami semua terkaget, aku tak sanggup mengatakan apa apa dan langsung kutinggalkan kamar celaka itu.

Berlari secepat setan, tak kuhiraukan pandangan orang ketika melintasi Lobby sambil lari dan bercucuran air mata, segunung perasaan menggumpal begitu sesak memenuhi dadaku, ingin marah, ingin menjerit, ingin menangis, semua bercampur menjadi suatu muara air mata, aku menangis tanpa isak, hanya air mata yang deras membasahi pipiku, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kemarahan, air mata keputusasaan.
Hujan deras diiringi petir menyambar mengiringi tangisku, seperti itulah diriku, kutekan dalam gas Toyota Starlet hadiah perkawinan dulu, tanpa arah kususuri kelamnya jalanan Surabaya yang semakin kelam, tak kupedulikan air mata yang terus berderai mengalir di pipiku, tak kupedulikan teriakan sumpah serapah dan "pisuhan" orang dipinggir jalan yang tersiram air genangan dari mobil.

Mengapa suamiku tega melakukannya? .. Mengapa Elsa tega menghianatiku? .. Mengapa aku begitu bodoh tak melihat kenyataan kedekatan hubungan mereka selama ini? .. Mengapa.. Mengapa .. Mengapa .. dan sejuta mengapa beruntun memenuhi kepalaku dan tak satupun bisa kujawab. Apa yang kurang pada diriku? Aku mencoba introspeksi diri, tapi tak kutemukan juga jawabannya.

Tuut.. tuut.. tuut, Bunyi telepon membuyarkan lamunanku.
"Gimana jawabannya, beri aku berita bagus" suara Om Lok dari seberang sana mendesakku.
Aku terdiam belum mengambil keputusan, Aku berpisah dengan suamiku karena dia tertangkap basah selingkuh bahkan dengan dua wanita sekaligus yang salah satunya sahabatku sendiri, kini aku harus melayani tamu untuk melakukan bertiga bahkan dengan istrinya sendiri, sungguh pelecehan terhadap cinta dan tatanan rumah tangga yang dulu aku agung-agungkan, sungguh tak bisa kumengerti, makin bingung memikirkan jalan hidup manusia.

Om Lok terus mendesakku dengan berbagai iming iming dan bujuk rayu, membuatku makin tak bisa berpikir jernih.
"Tapi jangan harap aku ikutan melayani wanita itu" akhirnya lagi lagi aku menyerah oleh bujukannya, sebagaimana dulu aku menyerah ajakannya untuk terjun ke dunia ini, dunia yang selama ini aku cibir dan aku pandang rendah.
".. aku masih normal Om, masih bisa merasakan enaknya laki laki" lanjutku ketus mengingatkan, ketika tiba tiba teringat adegan di film dimana wanitanya saling menjilat dan mencium, ini membuatku muak.
"Gitu dong primadonaku, tak pernah mengecewakan tamu, oke aku akan hubungi mereka kamu siap siap saja, mungkin besok mereka datang" kata Om Lok mengakhiri pembicaraan.

Hari Minggu biasanya justru sepi tamu, paling banyak 2 orang, itupun bisaanya mereka dari luar kota yang kesepian, dibandingkan hari bisaa rata rata 3-4 orang, mungkin karena hari itu banyak laki laki yang lebih suka berkumpul dengan anak istrinya, sebagai suami yang baik, tidak seperti hari kerja bisaa yang bisa mencuri waktu dengan alasan lembur atau rapat atau SAL. Biasanya kumanfaatkan waktu Minggu pagi untuk renang atau fitness di hotel, tak kupedulikan pandangan nakal dari tamu yang melototiku, bahkan terkadang aku juga over acting meski tak norak di depan mereka, toh ini bagian dari Marketing.

Aku mengenakan pakaian casual, celana jeans straight putih dengan kaus you can see ketat orange, full press body, terlihat tubuhku yang padat dan sexy. Kutunggu sepasang suami istri yang bakal menjadi tamuku, jarum jam sudah menunjukkan pukul satu lewat, berarti mereka terlambat dari janjinya. Sepanjang pagi aku masih belum bisa membayangkan akan seperti apa kalau bermain bertiga, apalagi dengan suami istri. Sudah beberapa disc aku putar untuk mencari referensi permainan bertiga dengan dua wanita, sayangnya semua menunjukkan adanya factor lesbian diantara wanitanya, mereka saling peluk, saling cium, dan saling jilat, aku tak bisa dan tak akan mau melakukan itu.

Pukul setengah dua mereka baru tiba diantar Om Lok, sepeninggalnya kami sudah bertiga di kamarku.
Mereka pasangan matang usia, sepasang chinese, kutaksir Koh Anton suaminya tidak lebih 40 tahun sedangkan istrinya, Cindy, mungkin baru berumur 34-35 tahun. Pasangan yang ideal tampan dan cantik, entah apa yang salah pada mereka sehingga memerlukan kehadiranku di antara mereka. Harus kuakui Cindy tidak kalah cantik maupun sexy dari aku, apa yang kurang dari dia rasanya secara fisik tidak ada.

"Hmm, cantik dan sexy, tak salah si Om memuji perimadonanya" komentar Cindy ketika melihatku, suaminya hanya cengar cengir mendengar komentar istrinya.
Agak canggung aku menemani mereka berdua, mau mendekati si Anton takut sang istri cemburu, mau mendekati si istri, nggak mungkin aku lakukan, jadi aku serba salah, tak tahu harus bagaimana dan harus darimana memulainya.
Mungkin mereka melihat kecanggunganku, Cindy mengambil inisiatif.
"Lily, masak duduknya berjauhan gitu, sini dong, duduk sini disebelahnya" Cindy mulai membuka peluang ketika aku masih duduk di kursi yang terpisah.
Aku duduk di sebelah Anton, yang kini dijepit aku dan istrinya. Anton menggeser posisi duduknya menghadapku dan membelakangi istrinya, dia menciumku, aku agak risih dicium laki laki didepan istrinya.
"Nggak usah ragu ragu Ly, anggap aja aku tak ada, perlakukan dia sebagaimana biasa, santai saja" kata Cindy sambil beranjak meninggalkan kami dan duduk di tepi ranjang.

Meskipun mendapat lampu hijau dari istrinya aku masih canggung, bahkan ketika dia mulai mencium bibirku, aku sesaat diam saja tanpa membalas. Ketika Koh Anton mulai menjamah buah dadaku, mengusap dan meremasnya, barulah aku mulai berani membalas ciuman bibirnya, perlahan kami mulai saling melumat.

Koh Anton melanjutkan ciumannya di leherku, aku mendesah geli, tanganku ragu ragu meraih selangkangannya yang mulai menegang, kugosok dan kuremas remas hingga makin keras. Koh Anton melepas kaosku hingga tampak bra hitamku yang transparan memperlihatkan putingku di baliknya. Sejenak Koh Anton mengamati dadaku, lalu kembali menciumi bibirku, leherku hingga dadaku, begitu bergairah kepalanya mengusap usap di dada, bibirnya mempermainkan putingku dari balik bra. Birahiku perlahan mulai naik, terlupakan sudah kehadiran istrinya yang sedang menonton kami, kubuka resliting celananya dan mengeluarkan kejantanan dari sarangnya, seperti chinesse pada umumnya, ukurannya kecil, Chinese terbesar masih milik Koh Wi, tamu pertamaku dulu. Tali bra sudah merosot ke lenganku, kukocok penis Koh Anton, dengan mudahnya dia membuka kaitan bra yang memang di depan. Buah dadaku kini menggantung indah tepat di muka Koh Anton.

"Wow, very very nice, padat berisi, aku jadi minder nih" komentar Cindy yang langsung disambut suaminya dengan kuluman di putingku, permainan lidahnya sungguh menghanyutkan. Ternyata ada sensasi tersendiri ada orang ketiga di ruangan ini, apalagi orang ketiga itu adalah istrinya, kecanggungan berubah menjadi sensasi erotika yang aneh. Kuluman dan remasan Koh Anton melambungkanku ke nikmat birahi, kukocok penisnya semakin cepat, cairan bening sudah membasahi batang kejantanannya.

Tanpa kusadari aku sudah mulai mendesis nikmat, lidah dan bibirnya berpindah dari satu puncak bukit yang ke lainnya, tanpa kusadari ternyata Cindy sudah berlutut di antara kaki suaminya, tangannya berbagi dengan tanganku meremas kejantanannya. Tanganku masih mengocok ketika Cindy mulai menjilati penis suaminya, dua tangan dan satu lidah bergerak di batang kejantanan Koh Anton, kuluman dan jilatan disertai remasannya makin menjadi jadi di dadaku. Batang kejantanan Koh Anton sudah masuk ke mulut istrinya tapi aku tak mau menghentikan kocokanku, tangan Cindy berpindah mengelus kantong bolanya, sesekali Koh Anton mendesah di antara buah dadaku, nikmat merasakan pelayanan dua wanita sekaligus di penisnya.

Tanpa melepaskan kulumannya di putingku, tangan Koh Anton mulai membuka celana jeans-ku dan istrinya membantu menarik turun hingga tinggal celana dalam mini menempel di tubuhku, tapi tak berlangsung lama ketika Cindy menarik turun hingga membuatku dalam keadaan telanjang dihadapan suami istri ini. Tangan Koh Anton langsung mengelus paha mulusku, dan menjelajah disekitar daerah kewanitaanku, Cindy mengikuti dengan melepas pakaiannya.

Kulihat buah dadanya juga montok dan padat, mulus layaknya chinesse, dia kemudian melepas celana suaminya, kembali mulutnya bermain dengan kejantanan itu. Kubuka baju versace Koh Anton, kini dia telanjang sedang mendapat keroyokan dari dua wanita cantik. Cindy dengan gairahnya menjilati kejantanan suaminya hingga ke pangkal dan kantong bolanya, ternyata dia mahir dalam permainan oral, entahlah apa aku bisa sehebat dia.
Aku makin mendesis ketika jari tangan Koh Anton mulai keluar masuk liang vaginaku yang sudah basah, apalagi kuluman dan jialtannya masih tetap bergairah.

Cindy dan suaminya berganti posisi, kini Koh Anton jongkok di depan kami yang duduk berdampingan di sofa dengan kaki dan vagina terbuka lebar menghadapnya, kepala Koh Anton langsung menuju selangkanganku sedang tangannya mengocok vagina istrinya, dua wanita cantik dalam kendalinya, aku dan Cindy mendesah bersamaan, terlalu nikmat jilatan Koh Anton di vaginaku, kakiku sudah menjepit kepalanya, tak kupedulikan apakah dia masih bisa mempermainkan istrinya atau tidak, lidahnya tetap lincah menyusuri klitoris dan vaginaku. Aku sungguh kecewa ketika dia kemudian berpaling ke istrinya, berganti dengan jarinya di vaginaku, Cindy mendesah desah mendapat jilatan dari suaminya, tangannya meremas tanganku erat, kemudian Koh Anton berganti lagi ke vaginaku, begitu seterusnya, sepertinya dia sedang mempermainkan birahi kami.

Aku berharap Koh Anton segera memasukkan penisnya ke vaginaku, tapi dia kemudian berdiri dan menyodorkan penisnya ke kami, dengan segera Cindy menggapai penis suaminya dan langsung mengulumnya, lalu dia menyodorkan ke mulutku, aku agak ragu mengulum penis itu, apalagi dari mulut Cindy langsung tentu banyak ludahnya di batang penis suaminya. Belum pernah aku merasakan ludah seorang wanita, kalo laki laki sih udah kerjaannya, kupegang dan kukocok sejenak sambil memandang Cindy dan suaminya bergantian. Aku sudah menikmati ciuman dan jilatan suaminya, tentu dia tersinggung kalo aku menolak mengulum penis itu, sepertinya tak ada pilihan lagi dan akhirnya penis Koh Anton mulai menyentuh bibirku dan melesak terus memenuhi mulutku. Koh Anton memegang kepalaku dan mengocokkan kejantanannya di mulutku, sama seperti dia melakukannya pada istrinya, kemudian dia berpaling kembali ke istrinya dengan hal yang sama dan berganti lagi ke mulutku, begitu secara ber-ulang ulang.

Koh Anton sudah kembali berlutut di depan kami, sepertinya dia sedang memilih vagina yang mana duluan, aku berharap dia memilihku sebelum istrinya, dan harapanku terkabul. Justru Cindy yang memberiku kesempatan terlebih dahulu, dia memegang kejantanan suaminya lalu menuntunnya ke vaginaku, bukan main begitu kompak kerjasama mereka, dia menyapukan penis suaminya ke vaginaku, masih dalam genggaman istrinya, perlahan Koh Anton mendorong masuk hingga melesak semua ke dalam. Aku mendesis menikmati penis Koh Anton, Cindy hanya tersenyum melihat expresiku, dan desahku makin keras ketika Koh Anton mulai mengocokku, makin lama makin cepat. Cindy mendekati suaminya, mereka berciuman sambil tangan suaminya meremas buah dadaku.

Melihat mereka berciuman gairahku ternyata makin naik, kugoyangkan pinggulku mengimbangi gerakan Koh Anton, remasannya di buah dadaku makin keras, kepala Cindy turun ke perut suaminya, diluar dugaanku dicabutnya penis itu dari vaginaku dan langsung dimasukkan ke mulutnya, tanpa risih Cindy mengulum penis suaminya yang masih bercampur cairan vaginaku, aku kaget melihatnya, penis itu sudah keluar masuk mulutnya lalu Cindy mengembalikan lagi ke vaginaku, aku terbengong melihat Cindy bisa seperti itu, hampir pasti aku tak sanggup melakukannya, mengulum penis yang baru keluar dari vaginaku, jangankan vagina orang lain, dari vaginaku sendiripun aku jarang sekali mau. Berulang kali Cindy melakukan hal itu, berulang kali juga aku takjub akan Cindy, tapi lama kelamaan aku menikmatinya ketika Cindy melahap penis suaminya yang baru dikeluarkan dari vaginaku, entahlah ada sensasi tersendiri ketika Cindy menjilati cairan vaginaku yang ada di penis suaminya, tapi tetap aku sepertinya tak akan mampu melakukan sebaliknya.

Kembali aku dikejutkan ketika tangan Cindy ikut ikutan menstimulasi klitorisku saat suaminya mengocokku, agak risih aku menerimanya, belum pernah vaginaku disentuh seorang wanita, apalagi dalam keadaan begini, sedang dikocok enak, aku mau protes tapi ketika mulai kurasakan lebih nikmat, maka kubiarkan tangan Cindy bermain di klitorisku.
"Auuwww..gila..yaa" desahku tanpa kusadari tiba tiba meluncur dari mulutku, mereka berdua tersenyum melihatku menggelinjang kenikmatan.

Tangan Koh Anton meremas buah dadaku dan buah dada istrinya secara bersamaan, mungkin dia hendak membandingkan. Cindy duduk di sebelahku, sepertinya minta giliran, segera Koh Anton beralih ke Cindy, tanpa membersihkan terlebih dahulu Koh Anton langsung memasukkan penisnya ke vagina istrinya, Cindy langsung mendesah kenikmatan, dan semakin keras desahannya ketika suaminya mengocoknya dengan cepat dan keras, kupeluk Koh Anton dari belakang, tanganku mengelus kantong bolanya, kugesek gesekkan tubuhku di punggungnya, seperti yang dilakukan istrinya tadi, desahan Cindy makin keras, ternyata dia lebih berisik dariku.

Cindy memintaku untuk nungging di sampingnya, Koh Anton menciumi lagi vagina dan lubang anusku, aku menjerit kaget dan nikmat, dia memasukkan penisnya ke vaginaku kembali, agak risih aku menerima penis Koh Anton langsung dari istrinya, tentunya cairan vagina kami bercampur, tapi mengingat Cindy bahkan sudah merasakan cairan vaginaku di mulutnya, dan penis itu sudah meluncur keluar masuk vaginaku, maka tak ada pilihan lain kecuali menikmati kocokan Koh Anton yang makin menggairahkan. Cindy mengikuti nungging di sebelahku, kembali Koh Anton menggilir vagina kami, dari satu vagina ke vagina lainnya, entah apa dia bisa merasakan perbedaan diantara vagina kami.
Desahanku saling bersautan dengan desahan Cindy, seperti opera, terkadang diselingi desis kenikmatan darinya, aku terpengaruh hingga ikutan mendesah keras atau lebih tepat menjerit.

Lebih setengah jam Koh Anton merasakan nikmat tubuhku dan istrinya secara simultan, hingga akhirnya sampailah kami di puncak kenikmatan, pertama Cindy yang menjerit dalam orgasme, jeritannya sungguh bebas lepas tanpa beban, kemudian suaminya beralih ke vaginaku, dia mengocokku keras seolah berpacu menuju puncak, tubuhku menegang dan kurasakan vaginaku berdenyut keras, aku orgasme, tanpa kusadari keluar teriakan dari mulutku, teriakan orgasme, kuremas tangan Cindy merasakan nikmat orgasme, tiba tiba kurasakan denyut hebat dan teriakan dari Koh Anton, dia mengalami orgasme juga beberapa detik setelah aku, denyutan demi denyutan kurasakan menghantam dinding dinding vaginaku, semprotan demi semprotan sperma membasahi rahimku, begitu nikmat saat kami berdenyut secara bersamaan, dipeluknya tubuhku dari belakang beberapa saat lamanya..

Cindy mengeluarkan penis suaminya dariku, dikulum dan dijilatinya seolah membersihkan penis itu dari sisa sisa sperma dan cairan vaginaku, ada rasa jijik aku melihatnya, meski sudah lebih dua minggu bekerja aku masih belum bisa menikmati aroma sperma. Mereka berciuman, akhirnya Koh Anton lemas duduk di sofa di antara aku dan istrinya, kami bertiga duduk telanjang dengan napas turun naik.

Seperti biasa sehabis bercinta, aku ke kamar mandi membersihkan tubuhku, Cindy mengikutiku meninggalkan suaminya sendirian di sofa.
"Cik Cindy kok bisa menemani dan melihat suami bercinta dengan wanita lain, apa nggak cemburu" tanyaku ketika kami di kamar mandi.
"Mulanya sih cemburu, tapi dilarangpun aku yakin dia akan sembunyi sembunyi mencari wanita lain, ya lebih baik ikutin saja permainannya, bakan terkadang kami juga membayar laki laki untuk melakukan hal yang sama, jadi bisa sama sama enjoy" jelasnya tanpa ada perasaan menyesal.
"Apa dia nggak cemburu melihat Cik Cindy bercinta dengan laki laki lain" tanyaku bodoh.
"Nggak boleh cemburu, lha kita melakukan bersamaan kok, tidak boleh sendiri sendiri, tapi syaratnya harus dengan orang yang tidak kami kenal. Eh aku sebenarnya masih punya fantasi lain, yaitu main berempat, dua pasang, bila perlu tukar pasangan, tapi Koh Anton masih belum bisa terima tuh" dengan enteng dia menjelaskan, aku kaget, ternyata dunia sudah gila, benar benar pasangan edan, dulu aku cerai karena suamiku main perempuan, tapi sekarang malah mereka saling melegalkan selingkuh bersama. Dia banyak cerita tentang petualangan mereka tapi aku tak menanggapi, malah bikin aku pusing.
"Kalau kamu mau, ntar aku akan atur kita main berempat, laki laki lainnya aku yang cari, banyak kok langgananku yang mau, terus terang aku suka sama penampilanmu, cantik, sexy, mulus dan tidak norak seperti lainnya, entahlah rasanya aku tak cemburu kalau suamiku main sama kamu, kapan kapan kamu tidur di rumah saja, kita bisa tidur bertiga di tempatku"
"Entahlah Cik, ini baru pertama kali aku main bertiga, perlu waktu untuk menyesuaikan diri, maklum masih belajaran"
"Dengan penampilanmu yang seperti ini aku yakin akan banyak laki laki yang ngiler sama kamu"
Aku tak menjawab, kusiram tubuhku dengan air hangat menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku, tanpa kusadari ternyata Koh Anton sudah berada di kamar mandi bersama istrinya memperhatikanku mandi, aku dikagetkan pelukan dari belakang yang kukira Cindy, ternyata Koh Anton sudah berada di belakangku, menyabuni punggung dan tubuhku, tangannya dengan bebasnya menjelajah ke bagian tubuhku yang lain dan berhenti di buah dadaku, Cindy hanya duduk di meja westafel melihat kami sambil menyalakan Marlboro putihnya, kulihat dia tersenyum melihat kelakuan suaminya terhadapku.

Air shower sudah kumatikan ketika tangan Koh Anton berada di selangkanganku, mempermainkan klitorisku, aku mendesah nikmat. Kuangkat kakiku ke bibir bathtub memberi jalan lebih bebas ke tangan Koh Anton, sambil tangannya menjelajah di dada dan selangkanganku, bibirnya ikutan menjelajahi leher dan telingaku yang belum kena sabun, tak mau kalah akupun membalas dengan remasan dan kocokan di kejantanannya yang perlahan mulai menegang. Busa sabun sungguh menambah erotis sentuhan tubuh kami. Koh Anton memutar tubuhku, kami berhadapan lalu berpelukan, peganganku pada kejantanannya tak kulepaskan, dia mencium bibirku dan kubalas dengan gairah. Kembali kakiku kunaikkan ke bibir bathtub, kuusapkan penisnya pada tubuhku, sebelum dia melakukannya lebih jauh ternyata Cindy sudah menghampiri kami.

Ciuman Koh Anton berpindah ke bibir istrinya, aku masih tetap mengusapkan penisnya di sekitar selangkangan dan klitorisku. Cindy menyalakan air shower hingga membasahi tubuh kami bertiga, Koh Anton memelukku dan Cindy memeluk suaminya dari belakang, bertiga kami telanjang di bawah siraman air shower yang hangat sambil saling meraba dan mencium. Koh Anton yang berada di antara kami harus sering membalikkan badannya untuk secara bergantian memeluk dan mencium antara aku dan istrinya.

Ketika Koh Anton kembali menghadapku, aku berlutut di depannya dan mengulum kejantanannya yang sudah tegang, dia langsung mengocok mulutku, istrinya memeluk dari belakang sambil memegangi kejantanannya yang sedang keluar masuk mulutku. Cindy menggeser posisinya, duduk di tepi bathtub di samping kami, bergantian Koh Anton memasukkan kejantanannya ke mulut istrinya, bibir Cindy mengunci erat kejantanan suaminya yang sedang keluar masuk, ku elus elus kantong bolanya saat dia mengocok mulut istrinya.

Koh Anton menarikku berdiri dan memintaku berbalik membelakanginya, kucondongkan tubuhku ke depan dan kunaikkan kaki kananku ke tepi bathtub, setelah kejantanannya keluar dari mulut istrinya, dia menyapukannya ke bibir vaginaku, dengan sekali dorong melesaklah kejantanannya ke vaginaku dan langsung mengocok dengan cepatnya, dia memegang pinggangku dan menarik dorong tubuhku berlawanana dengan gerakan kejantaanannya sliding di vaginaku, makin lama dia memompa makin cepat dan keras seperti piston mobil yang tancap gas. Aku mendesis nikmat, kurasakan makin nikmat ketika Koh Anton mulai meremas remas buah dadaku sambil mempermainkan putingku. Cindy hanya tersenyum melihatku mendesis desis dalam kenikmatan mendapat kocokan suaminya, entah apa yang ada di benaknya, aku tak tahu dan tak mau tahu, yang aku tahu aku sedang mendapatkan kenikmatan dari suaminya dan aku harus memberikan kenikmatan pada suaminya.

Cukup lama kami bercinta sambil berdiri, tiba tiba kurasakan Cindy menutup tubuhku dan suaminya dengan handuk, dengan telaten dia menyeka air bercampur keringat di tubuh suaminya, begitu juga dengan penuh pengertian dia mengusapkan handuk di tubuhku yang sudah mulai kedinginan bercampur peluh nafsu birahi.

Melihat perlakuan Cindy ini bertambah naik birahiku, bagaimana tidak, aku sedang bercinta dengan suaminya ketika dia menyeka keringat kami berdua, sungguh sensasi yang tak bisa digambarkan dan begitu menggairahkan.
Tiba tiba Koh Anton menghentikan kocokannya dan mencabut penisnya dari vaginaku ketika aku sedang menuju ke puncak kenikmatan, aku menoleh ke belakang mau protes tapi dengan senyum dia mencium bibirku menghalangi expresi protes dariku.

Koh Anton menggandeng kami berdua menuju ranjang, kami bertiga langsung rebah di ranjang dengan Koh Anton di tengah, tanganku dan tangan Cindy sudah berada di kejantanannya yang masih basah sisa dari vaginaku. Aku dan Cindy menciumi bibir Koh Anton secara bergantian, seperti dikomando kami bersama sama terus menyusuri tubuh Koh Anton dengan lidah kami, terus turun hingga dada dan masing masing mengulum putingnya, Koh Anton mendesis mendapat pelayanan kami berdua. Jilatan kami berlanjut ke perut lalu berhenti di selangkangan, lidah kami sudah berada di kejantanannya secara bergantian menyapu batang penis itu turun naik.

Cindy memasukkan penis suaminya ke mulutnya dan mengocoknya, lidahku menjilati sisa batang penis yang tidak tertampung di mulut istrinya, tak kupedulikan lagi ludah Cindy yang menempel di batang itu, Koh Anton mendesah sambil meremas rambut kami berdua, dia seperti sedang melayang layang di awan kenikmatan, gantian aku mengulum penis suaminya dan dia memainkan lidahnya di bawah.

Koh Anton menarikku ke atas memintaku berada di atas kepalanya menghadap Cindy yang masih asik bermain dengan penis suaminya, pantatku sudah tepat di atas mukanya dan vaginaku langsung mendapat jilatan penuh gairah darinya, kurasakan geli dan nikmat dari permainan lidahnya di klitoris dan bibir vaginaku.

Kucondongkan tubuhku hingga membuat posisi 69, aku dan Cindy berbagi penis suaminya, kembali dua lidah bermain di penis Koh Anton, jilatan di vaginaku kurasakan makin liar dan nikmat, kurebut penis Koh Anton dari mulut istrinya dan langsung kumasukkan ke mulutku, Cindy hanya tersenyum melihat "keserakahanku" pada suaminya, tak kupedulikan dia, langsung kukulum dengan penuh gairah segairah jilatan Koh Anton di vaginaku, makin lama makin nikmat dan menggairahkan, terutama permainan lidahnya di klitoris, sungguh mengasyikkan. Tak kuberi giliran Cindy untuk mengulum penis suaminya, untunglah dia cukup pengertian, berulang kali dia memintanya tapi tak kuberikan kesempatan itu, dengan senyumnya dia mengelus elus rambutku yang sedang turun naik mengocok penis suaminya.

Puas dengan permainan oral, Koh Anton memintaku telentang di sampingnya, dia langsung menindih tubuhku, bibir dan lidahnya menyusuri telinga, leher dan dadaku, lidahnya berhenti di puncak bukitku, mempermainkan putingku dengan diselingi gigitan ringan membuatku menggeliat ke-geli-an, kuremas rambut Koh Anton, dengan rakus dia menyedot putingku, meremas buah dadaku, aku menggeliat dan menjerit nikmat, Cindy dengan setia meremas dan mengocok penis suaminya, lalu disapukan ke bibir vaginaku.

Kubuka kakiku lebar, kujepitkan di pinggang Koh Anton, bersiap menerima penisnya di vaginaku, kurasakan penis Koh Anton yang mengeras mulai menguak bibir liang kenikmatanku. Kami kembali berciuman, bibir kami saling melumat ketika kurasakan penis itu makin dalam menyeruak liang vaginaku, dengan sekali dorongan keras melesaklah seluruh kejantanan itu menerobos celah celah nikmat liang vaginaku, aku menjerit dan menggeliat kaget menerima sodokan keras itu. Aku melotot tapi Koh Anton hanya tersenyum dan kembali melumat bibirku dengan penuh gairah segairah kocokannya yang langsung cepat dan keras serasa menghantam dinding dinding vaginaku.

Desah dan jerit kenikmatan tak tertahan keluar dari mulutku, semakin cepat sodokannya semakin keras jeritan keluar dari mulutku, sungguh aku sudah tidak bisa mengontrol emosi lagi, terlalu terlarut dalam kenikmatan hingga lupa tugasku untuk memberikan kepuasan pada tamuku ini. Kudekap erat tubuh Koh Anton, mungkin juga dia terluka terkena kuku-ku, semakin aku menjerit semakin liar Koh Anton mengocokku. Aku berusaha mengimbangi gerakan Koh Anton dengan menggerarakkan pantatku, kami saling menggoyang, kurasakan penisnya mengaduk aduk liang vaginaku, terasa semakin nikmat, semakin keras kugoyangkan pantatku, desahan kami saling bergantian memenuhi ruangan.

Cindy yang dari tadi menonton suaminya bercinta denganku, mulai ikutan aktif, kakiku di angkat dan dibuka lebar membentuk "V", semakin lebar vaginaku terbuka, semakin dalam penis Koh Anton tertanam di vaginaku. Melihat "kesetiaan" Cindy pada suaminya, aku semakin bergairah, kocokan Koh Anton membawaku melayang ke puncak kenikmatan tertinggi, tubuhku menegang lalu aku menjerit histeris nikmat ketika otot otot vaginaku berdenyut keras, tubuhku bergetar hebat, ternyata kocokan Koh Anton tak berhenti sampai disitu, justru makin cepat keluar masuk vaginaku yang sedang berdenyut, jeritanku makin tak karuan, kenikmatanku makin membumbung tinggi, kucengkeram erat lengan Koh Anton hingga denyutanku menghilang perlahan lalu tubuhku melemas. Cindy masih memegangi kakiku, Koh Anton tanpa memberiku kesempatan istirahat meneruskan sodokannya, kenikmatan berubah menjadi geli yang tak karuan, napasku turun naik menggelora, baru saja kulalui puncak kenikmatan dengan penuh gairah.

Koh Anton meminta aku di atas, dengan lutut yang masih lemas kunaiki tubuhnya, kuatur posisiku di atas penisnya dan perlahan kuturunkan tubuhku sambil melesakkan penisnya di vagina. Belum selesai aku menurunkan tubuhku tiba tiba Koh Anton langsung menyodokku dari bawah dengan kerasnya, aku teriak kaget atas kenakalannya, dia hanya tersenyum dan langsung meremas kedua buah dadaku sambil mengocok dari bawah makin keras, tak mau kalah maka kugerakkan pinggangku memutar hingga kami saling mengocok. Ternyata hal ini tidak membuatku lebih baik, justru semakin cepat membawaku menuju puncak kenikmatan, apalagi permainan lidah Koh Anton di putingku ketika tubuhku membungkuk, sungguh kombinasi erotis yang tak bisa kutahan, melambungkan birahiku makin tinggi.

Tak lebih dari sepuluh menit aku bergoyang pinggul di atas Koh Anton, ternyata untuk kedua kalinya kurengkuh puncak kenikmatan, jeritanku secara spontan keluar dari mulutku tanpa bisa kukontrol, terlalu nikmat untuk ditahan. Tubuhku langsung ambruk di atas Koh Anton, tapi lagi lagi dia tidak menghentikan kocokannya, penisnya tetap meluncur keluar masuk vaginaku dengan lancar dan cepat, tanpa mempedulikan kondisiku yang sudah lemas, kupikir dia ingin melampiaskan nafsunya secara habis habisan padaku, aku bagaimanapun harus terima perlakuannya, karena kesalahanku sendiri dan resiko yang harus kuhadapi kalau aku terlalu banyak orgasme, suatu kesalahan yang patut dinikmati.

Tidak ada tempo bagiku untuk mengambil napas lebih jauh ketika Koh Anton memintaku doggie style, kuturuti meski lututku masih makin lemas, segera dia membenamkan penisnya dan menyodokku dengan keras, untuk kesekian kalinya aku terkaget hingga kepalaku terdongak ke atas, Koh Anton memegang rambutku dan menarik ke belakang, diluar dugaanku perlakuan kasarnya justru membuatku makin bergairah. Kugoyangkan pantatku mengimbanginya, perlahan tapi pasti birahiku kembali naik menuju puncak kenikmatan.

Koh Anton meraih buah dadaku yang menggantung bebas, diremasnya dengan gemas sambil tetap mengocokku, kemudian Koh Anton meraih tanganku dan menariknya ke belakang hingga tubuhku bergantung pada kedua lenganku yang ditahannya dari belakang, kurasakan sodokan penisnya semakin dalam menembus liang vaginaku, aku mendesah desah liar, "Ah..ah..ah..ya..ya.. ouuhh..yess", teriakku setiap kali penis Koh Anton menyodok keras, aku tidak bisa berbuat apa apa dengan posisi seperti ini, selain mendesah dan mendesah.

Akibatnya sungguh hebat, begitu nikmat sekali penis Koh Anton mengisi dan sliding di liang vaginaku, sehingga dengan cepat vaginaku berdenyut pertanda orgasme, tak ada bisa kulakukan selain menjerit histeris, kugoyang goyangkan kepalaku merasakan kenikmatan ini untuk yang kesekian kalinya. Sebenarnya aku malu mengalami hal ini berulang kali, terutama di depan Cindy, tapi apalah artinya malu pada dia dibandingkan kenikmatan yang kurengkuh dan kurasakan. Aku langsung menggelepar di atas ranjang, tubuhku sudah lemas habis.

Cindy yang dari tadi sudah bersiap di sampingku sepertinya tidak dihiraukan suaminya yang sedang di puncak gairah bersamaku, tapi sepertinya dia tidak marah, malah tersenyum melihat expresi wajahku yang terbakar nikmatnya nafsu birahi, terutama saat aku menjerit orgasme, Cindy hanya mempermainkan jarinya di klitorisnya sambil melihat aku dan suaminya bercinta, sesekali mendesis sendiri, sungguh istri yang penuh pengertian.
Terus terang aku kagum dengan stamina Koh Anton yang telah tiga kali membuatku orgasme secara berturut turut. Baru kusadari bahwa kehadiran Cindy, istrinya, membuat sensasi tersendiri dan membuatku jadi lebih cepat melayang ke puncak kenikmatan, ternyata bercinta bertiga jauh lebih menyenangkan dibandingkan berdua, apalagi dengan sepasang suami seperti ini.

Koh Anton masih menyodokku dari belakang, aku hanya nungging dengan kepala dan tubuhku di ranjang, hanya pantatku yang tersangga pada lututku, kulihat Cindy telentang asik bermain di klitorisnya dan meremas buah dadanya sendiri, aku berharap Koh Anton segera menyelesaikan hasratnya karena aku sudah kecapekan, tapi harapan tinggal harapan, dia dengan semangatnya mengocok vaginaku lebih keras seperti tak ada belas kasihan. Meski berkali kali Cindy minta "jatah" tapi suaminya tak menghiraukannya, Koh Anton malah menggoyangku dengan gerakan liar, mengaduk aduk vaginaku, aku yang sudah lemas hanya mendesis desis.

Untunglah beberapa menit kemudian Koh Anton menghentikan gerakannya, mencabut penisnya dan menghampiri istrinya. Bukannya memasukkan penis ke vagina istrinya tapi malah menjepitkan diantara buah dada Cindy dan mengocoknya, penis itu sliding diantara kedua bukit Cindy, persis seperti yang aku sering lihat di VCD porno, tak lama kemudian dia menyodorkan ke mulut Cindy. Kepala Cindy yang berada di bawah selangkangan suaminya tak bisa banyak bergerak menerima kocokannya, penis Koh Anton yang basah dari vaginaku dengan lancar dan cepat meluncur keluar masuk mulut istrinya yang tetap bergairah menerimanya.

Dan tak lama kemudian Koh Anton menjerit orgasme, menyemprotkan spermanya di mulut istrinya, entah berapa banyak sperma itu, tapi kulihat beberapa bagian menetes keluar dari mulut Cindy. Kembali aku dibuat kagum akan permainan Cindy, tanpa ada rasa risih dia menelan sperma itu dan mengusap sisa sisa yang ada di bibirnya. Mungkin karena sperma suaminya maka tak ada risih untuk melakukan itu, tapi aku tentu saja akan menolak kalau harus keluar sperma di mulut seperti itu, tak sanggup aku melakukannya, memegang sperma saja masih risih apalagi mengulum dan menelan seperti itu, Cindy tersenyum ke arahku dan mencium bibir suaminya.
Kami bertiga telentang dalam kenangan kenikmatan, diam membisu untuk beberapa saat lamanya.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore ketika mereka berdua pulang, kami masih sempat melakukannya lagi 2 babak permainan. Mereka berjanji untuk sering melakukannya nanti, Cindy mengaku kalau dia senang dan puas dengan penampilan dan permainanku, aku mengangguk senang kalau mereka bisa puas dengan pelayananku. Malamnya saat menerima tamu berikutnya aku lebih banyak membayangkan bercinta dengan Koh Anton dan Cindy, akibatnya aku mengalami orgasme berkali kali dengan tamuku itu, meski bercinta tak terlalu lama.

Terus terang aku sangat menikmati bercinta dengan Koh Anton apalagi kalau dilihat sama istrinya, entah kapan aku bisa ketemu lagi dengan mereka, aku hanya bisa berharap dan berharap. Harapan seorang wanita penghibur yang berlimpah sex tapi haus akan kasih sayang.

Next: 05: Gantengnya Tamuku
 
Terakhir diubah:
05: Gantengnya Tamuku

Dari sekian banyak tamu yang sudah aku layani, baru kali ini aku menerima yang benar benar sesuai seleraku, di samping orangnya ganteng juga masih muda, mungkin 2-3 tahun lebih tua dari usiaku, atau bahkan lebih muda. Menurut catatan harianku, dia adalah tamuku yang ke-58 pada hari yang ke-19 aku bekerja, dan merupakan orang yang ke 24 yang aku layani. Ternyata setelah sekian hari baru terpenuhi harapanku untuk mendapatkan tamu yang sesuai keinginan dan selera.

Namanya Jimmy, karena chinesse kupanggil dia Koh Jim, entah apa kerjaannya sehingga bisa membayarku, yang jelas hanya orang yang kelebihan banyak uang yang mampu, bukan orang yang kelebihan uang pas pasan karena tarifku juga tidak murah.

Mulanya aku dingin dingin saja ketika Om Lok memberitahu akan tamuku, karena seperti biasa dia tidak pernah memberitahu detail tentang tamuku yang akan datang kecuali apa yang harus aku persiapkan sesuai permintaan atau tamuku seorang pejabat yang perlu pelayanan khusus. Begitu kubuka pintu kamarku menyambut kedatangannya, aku terkesima takjub akan ketampanannya, mungkin karena terlalu sering melayani orang yang usianya jauh diatasku, maka begitu melihat Jimmy aku langsung tertegun, tak menyangka mendapatkan tamu yang seganteng dan semuda dia.
Dengan agak canggung kupersilahkan dia masuk, entah kenapa aku jadi salah tingkah di depannya, seperti seorang gadis yang sedang jatuh cinta, cinta?? kata kata itu sudah jauh kutanam di dasar batinku yang membatu, tapi apa namanya ini entahlah.

Dia adalah tamuku yang ke 3 hari itu, setelah menemani 2 tamu Chinese seusia papaku yang Cuma besar nafsu saja dibandingkan tenaganya, aku sama sekali tidak mendapatkan kenikmatan apalagi kepuasan, aku berharap Koh Jimmy mempunyai stamina tenaga muda yang bisa memenuhi hasratku.

Sore itu dia mengenakan kaos dan celana jeans, postur tubuhnya cukup atletis, tentu saja dibandingkan tamuku lainnya, menyesal aku mengenakan pakaian yang menurutku kurang sexy, kukenakan celana jeans putih dan kaos yang cukup longgar sehingga tidak bisa mempertunjukkan lekuk tubuhku.

Seperti biasa kami ngobrol di sofa untuk mencairkan suasana, Koh Jimmy orangnya enak untuk diajak bicara, sopan dan tidak kasar, aku makin suka akan penampilannya. Aku sudah bertekad untuk memberikan servis all out semampu yang kubisa berikan, aku ingin membuatnya benar benar puas akan pelayananku.

"Minum dulu Koh, biar kuat" gurauku
"Jangan panggil Koh, toh kita sama usia, paling tak lebih dari tiga tahun, panggil saja Jimmy, biar nggak kaku", pintanya

Entah siapa yang memulai akhirnya kami berpelukan, mulanya dia mencium pipiku, kemudian bibirku dilumatnya, hatiku berdegup kencang ketika dia memainkan bibirku dengan bibirnya, lidah kami saling menyapa. Tangan Jimmy mengelus punggungku, kemudian menyusup di balik kaosku, gosokan tangannya di punggungku terasa hangat dan lembut, kubalas dengan usapan tanganku di selangkangannya, kurasakan ketegangan di balik celananya. Tangan Jimmy bergerak ke depan, mengelus buah dadaku yang masih terbungkus bra, belum ada remasan yang dilakukannya di buah dadaku, dengan gemetar kumulai meremas remas selangkangannya, semakin tegang dan keras, napasku sudah mulai turun naik merasakan gejolak birahi.

"Pakaiannya dilepas ya, ntar kusut" usulku, sebelum aku bertindak lebih jauh dia sudah mengangkat kaosku dan melepasnya, tampaklah buah dadaku yang tertutup bra, menantang dengan mulusnya, aku bangga ketika dia memandangi dengan sorot mata kagum. Kulepas kaosnya, benar dugaanku, dadanya yang bidang dan atletis, tidak gendut seperti tamuku yang lain, aku makin bergairah melihatnya.

Kuciumi dada dan kupermainkan putingnya dengan lidahku, dia mulai mendesis nikmat sambil mulai meremas remas buah dadaku, aku jadi lebih bergairah, bibir dan lidahku turun menyusuri perutnya sambil tanganku membuka celananya, kutarik turun jeansnya dan kukeluarkan kejantanannya dari balik celana dalam. Lumayan, besarnya rata rata chinesse pada umumnya, mungkin panjangnya 15 cm, tapi kerasnya minta ampun seperti besi, kupegang dan kuremas sambil mengamati wajah ganteng Jimmy yang lagi mendesis kenikmatan, makin menggemaskan.

Remasanku tak kulanjutkan, aku berdiri di depannya, kulepas celanaku, tinggal sepasang bikini ungu yang menutupi tubuhku, ditariknya tubuhku dalam dekapannya, dan kembali dilumatnya bibirku sambil meremas remas gemas kedua buah dadaku, aku membalas dengan mengocok kejantanannya yang keras membatu, bibir Jimmy lalu menyusuri leherku, aku mendesis, wajahnya dibenamkan di antara kedua bukit di dadaku, tanpa melepas bra, putingku dikeluarkan dari penutupnya dan langsung mendapat kuluman penuh gairah, tubuhku langsung menggeliat menerima kulumannya, tanpa kusadari tangan kiriku mempermainkan klitorisku sendiri sambil tetap mengocok kejantanannya dengan tangan kanan, kurasakan vaginaku sudah mulai basah menerima cumbuannya, aku benar benar sudah terbakar nafsu birahi.

Tiba tiba Jimmy menghentikan cumbuannya, aku kecewa, dia lalu menuntunku menuju ranjang, setelah menelanjangi tubuhku direbahkannya di atas ranjang, celana dalamnya dilepas sendiri lalu menyusulku ke ranjang. Aku sudah siap menerima cumbuannya, kurasakan desah napasnya menerpa wajahku sebelum bibirnya kembali mendarat di puncak bukitku, cukup lama dia menikmati putingku secara bergantian tanpa melepaskan remasannya. Tubuhnya kemudian menindihku, kami berciuman dengan penuh gairah, tak mau menunggu terlalu lama, kusapukan kejantanannya di bibir vaginaku, dengan perlahan dia mendorongnya masuk, begitu keras kurasakan menggesek dinding vaginaku yang sudah basah, aku mulai mendesis nikmat, kurasakan begitu lama Jimmy melesakkan kejantanannya hingga akhirnya benar benar semua batang kejantanan itu tertanam di dalam.

Dia mendiamkan sesaat sambil mengamati expresi wajahku, kubalas pandangannya, sama sama terbakar birahi, dengan senyum yang menawan ditariknya perlahan dan didorongnya lagi, sungguh pelan dia melakukannya, sepertinya dia begitu menikmati jepitan dan gesekan di vaginaku, diperlakukannya aku dengan penuh perasaan, membuatku makin terhanyut dalam irama permainannya. Pelan, nikmat dan penuh perasaan, sungguh kurasakan baru kali ini aku diperlakukan sebagaimana layaknya wanita, justru makin membuatku melambung tinggi lebih cepat, kocokan Jimmy yang pelan dan lembut terasa makin nikmat seiring dengan ciuman mesra di leher dan bibirku, aku menggeliat dalam kenikmatan yang indah, kulumat bibirnya yang ada di mulutku, kuremas rambutnya, dipeluknya tubuhku, kami menyatu dalam irama nafsu birahi, cukup lama kami saling mencium dan melumat. Berulang kali kami saling memandang dan berulang kali pula kucium pipinya dengan gemas.

Pandangannya sungguh membuatku makin terhanyut dalam nikmat birahi, tak terasa hanya beberapa menit dia mengocokku ternyata aku sudah mencapai orgasme, ya orgasme tercepat selama ini. Aku menahan desahan orgasmeku, malu untuk mengungkapkan dengan expresi, kugigit bibirku, kuremas lengannya seiring dengan denyutan nikmat di vaginaku, tubuhku mengejang lalu perlahan lemas tanpa bisa berbuat lebih banyak. Jimmy tahu aku sudah orgasme lalu mendekapku dan mencium keningku, oh betapa mesranya, tak pernah aku diperlakukan begitu mesra penuh perasaan oleh laki laki yang menikmati tubuhku, kubalas dekapannya dengan pelukan lalu kami kembali berciuman bibir. Setelah napasku berangsur normal dia minta ganti posisi.

Tanpa melepaskan penisnya, kami bergulingan di ranjang, kini aku di atas masih tetap berpelukan dan berciuman mesra. Aku duduk di atasnya, perlahan kugoyang pinggulku, Jimmy memandangiku dengan mesra sambil mengelus elus dan meremas ringan buah dadaku, disibakkannya rambutku yang tergerai di mukaku saat aku bergoyang dan menggeliat nikmat. Tubuhku turun naik sambil sedikit memutar mengocok penisnya, Jimmy mulai ikutan mendesis, desahan demi desahan bersautan antara kami berdua. Kutekankan pantatku ke tubuhnya untuk menanamkan lebih dalam penis itu di vaginaku, lalu kuputar pinggangku, kupermainkan puting di dadanya dengan jari tanganku, Jimmy mendesah keras menikmati permainanku, remasan di buah dadaku makin kencang, aku makin bergairah menggoyangnya, terlalu bergairah hingga dengan segera mencapai puncak kenikmatan sexual kedua kalinya sepuluh menit kemudian, jeritan kenikmatan keluar dari mulutku tanpa aku sadari, otot otot vaginaku berdenyut keras, meremas dan menjepit penisnya, Jimmy menatapku seolah menikmati expresi wajahku yang dilanda orgasme. Tak kupedulikan tatapannya, meski malu tapi orgasmenya terlalu nikmat untuk di tahan, Jimmy hanya tersenyum melihat ekspresiku sambil tetap meremas buah dadaku.

Tubuhku langsung lemas dan roboh di atas tubuh Jimmy, dia memeluk dan mengelus punggungku, napasku turun naik tak karuan, kemudian Jimmy memulai gerakannya mengocokku dari bawah, rasa geli dan nikmat kembali menyelimuti tubuhku, makin lama makin cepat, aku mendesah desah di dekat telinganya, Jimmy mendekapku makin erat, tubuh kami menyatu saling merasakan getaran birahi yang makin tinggi. Tiba tiba Jimmy menghentikan gerakannya, begitu juga aku diminta untuk diam sesaat, kurasakan denyutan lemah dari kejantanannya, dua detik kemudian dia mulai mengocokku lagi, diremasnya pantatku, rupanya dia menahan orgasmenya dengan menghentikan gerakan kami, dan berhasil. Oh betapa nikmatnya kocokan Jimmy di vaginaku, sepertinya lain dari yang lain, membuatku kembali melambung tak lama kemudian.
Sebelum terhanyut lebih lama lagi, Jimmy minta ganti posisi dari belakang, doggie style, dengan senang hati kuturuti permintaannya, kembali Jimmy dengan penuh perasaan memasukkan penisnya ke vaginaku secara perlahan sambil menggosok punggungku, begitu pelan hingga bisa kurasakan gesekan di dinding vaginaku, aku menikmati setiap milimeter masuknya penis itu di vaginaku hingga semuanya melesak sempurna di dalam.

Dengan mesranya dia mengocokku perlahan dari belakang, yang kurasakan hanyalah nikmat dan nikmat, kuimbangi gerakannya dengan goyangan pelan pinggulku, kudengar desisan nikmat keluar dari mulut Jimmy, makin bergairah aku menggoyangkan pinggulku, kenikmatan bagi Jimmy adalah kenikmatan juga bagiku. Kocokan Jimmy makin cepat seirama dengan goyangan pinggulku, kami saling mengocok dengan penuh gairah. Elusan Jimmy di punggung sudah bergeser ke depan, mengelus dan meremas buah dadaku yang menggantung dan bergoyang dengan bebasnya. Tiba tiba Jimmy menyodokku dengan 2-3 kali sodokan keras, terasa penisnya menghantam dinding rahimku.

"Aaauuwww..nakaal..oouughh" teriakku kaget, meski kurasakan nikmat aku pura pura marah, kutoleh kebelakang menatapnya dengan sorot mata marah, tapi dia hanya tersenyum dan kembali menyodok dengan keras.
"Ooouughh..eegh..eegh..oogh..oogh" desahku setiap kali sodokan kerasnya menghantam vaginaku, kombinasi remasannya membikin aku makin melambung dan benar saja tak lama kemudian kugapai orgasme yang ketiga kalinya dengan Jimmy, padahal dia belum orgasme sekalipun, sebenarnya aku agak malu dengan hal ini, tapi sungguh tak bisa kucegah nikmatnya kocokan Jimmy, untuk kesekian kalinya aku menjerit nikmat hingga tubuhku terkulai tengkurap di ranjang.
Jimmy mencabut penisnya, membelaiku mesra, melihat expresi kelelahan di wajahku dia tersenyum.
"Kalau begini siapa memuaskan siapa, jadi siapa yang harus bayar" katanya bergurau sambil tersenyum, aku tak menjawab hanya tersenyum meski dalam hati membenarkan ucapannya, bahkan tak dibayarpun aku mau melakukannya lagi.
"OK, istirahat dulu, nanti kita lanjutin lagi yang lebih asik" lanjutnya sambil menyalakan Marlboro-nya
"Kamu memang luar biasa Jim, pasti habis minum obat kuat deh, KO aku, habis enak sih" candaku sambil mengatur napas.

Akhirnya kami berdua masih dalam keadaan telanjang duduk di sofa, sofa yang entah sudah berapa kali kupakai bercinta entah dengan siapa saja aku sudah tak bisa mengingatnya. Sambil ngobrol dan bercanda, selalu kupegangi kejantanan Jimmy yang masih keras tegang. Setelah beberapa lama aku mulai memberikan rangsangan padanya, mulanya kami berciuman lalu kujilati puting dadanya, dia mendesis, jilatanku segera berpindah ke penisnya, kujilati dan kukulum dengan penuh gairah, gairah yang sesungguhnya bukan dibuat buat seperti biasanya.

Tak lama setelah memberikan kuluman pada penisnya, aku mengatur posisi untuk duduk di pangkuannya, perlahan kuturunkan tubuhku dan melesaklah penis Jimmy ke vaginaku, aku diam sesaat menikmati kenyamanan penisnya di vaginaku, Jimmy menyambut dengan kuluman dan remasan di buah dada membuatku menggeliat dan mulai bergoyang pinggul, penis Jimmy serasa mengaduk aduk vaginaku, kupeluk dia dengan erat, aku mendesah di dekat telinganya,
Dia ikutan mengocokku dari bawah membuatku semakin bergairah, kudekap dia makin erat, wajahnya terbenam diantara kedua buah dadaku, entah dia bisa bernapas atau tidak. Kami saling menggoyang dan mengocok dengan gairahnya, desahan demi desahan saling bersautan, saling melumat bibir, sungguh permainan sex yang paling indah yang aku alami.

Beruntunglah aku hari ini mendapatkan Jimmy, kami berganti posisi, aku duduk dan Jimmy didepanku berlutut, saling berhadapan. Dengan posisi seperti ini aku lebih puas menatap wajah gantengnya saat dilanda kenikmatan, saling tatap dan saling cium disela sela bercinta, kakiku ku naikkan di pundaknya, penisnya lebih dalam masuk ke vaginaku, aku makin suka dengan irama kocokannya yang bervariasi antara pelan mesra dan cepat nakal, mata kami saling bertaut ketika dia menyodokku keras, seolah saling mengukur seberapa nikmat yang dirasakan, bagiku kenikmatan ini sungguh berlebihan dan tak lama kemudian untuk kesekian kalinya aku mendapatkan orgasme dari Jimmy, kembali aku menjerit nikmat sambil meremas lengannya, kali ini Jimmy tidak menghentikan gerakannya tapi justru mempercepat kocokannya, aku makin menjerit nikmat, cengkeramanku dilengannya makin kuat.

Tiba tiba tanpa mempedulikan aku yang sedang dilanda kenikmatan yang hebat, Jimmy menarik keluar penisnya dan langsung berdiri di depanku mengocok sendiri penisnya dengan tangannya, aku tak tahu apa maksudnya, sebelum aku sempat tersadar, menyemprotlah sperma dari penisnya, mengenai dada, muka dan rambutku, begitu banyak semprotan sperma itu hingga kurasakan wajahku basah karenanya. Aku tak tahu harus berbuat apa, dan kembali sebelum aku tersadar harus berbuat apa Jimmy sudah mengusap usapkan penisnya yang basah ke wajahku. Aneh, tak ada rasa jijik merasakan sperma di wajahku, biasanya memegang sperma saja masih ragu dan kini sperma sudah belepotan di wajahku, sambil tersenyum kupegang penis itu dan kuusapkan ke dadaku.

Sebenarnya aku kecewa karena tidak bisa merasakan nikmatnya orgasme Jimmy di vaginaku, tapi tetap berusaha tersenyum meski ada rasa jengkel bercampur marah, aku merasa terhina, tapi dengan senyumnya yang menawan lagi lagi meruntuhkan pertahananku, bahkan ketika dia memintaku mengulumnya setelah itu, akupun seperti orang yang linglung yang hanya menurut saja, kujilat dan kukulum penis Jimmy yang basah kena sperma, inilah pertama kali aku merasakan sperma di mulutku, ternyata rasanya lumayan, gurih. Kembali Jimmy mengocokkan penisnya yang mulai lemas ke mulutku. Mengingat kenikmatan yang telah aku dapatkan darinya, kupikir tidak ada salahnya kalau aku memberikan pelayanan hingga batas kemampuanku ini, dari keterpaksaan lama lama aku menyukai aroma dan rasa sperma dari Jimmy. Kulihat senyum puas di wajahnya, aku ikut senang melihat kepuasannya, meski agak kecewa karena belum merasakan denyut orgasmenya di vaginaku.

Setelah kami beristirahat di sofa, kutinggalkan Jimmy sendirian, aku kekamar mandi membersihkan sisa spermanya dari tubuh, wajah dan rambutku, ketika aku keluar kamar mandi, kulihat dia sudah berpakaian bersiap untuk pulang, tentu saja ini membuatku kecewa berat, aku masih ingin merasakan kenikmatan lagi darinya, masih kurang apa yang kudapatkan barusan, aku harus mendapatkannya lagi darinya, tapi bagaimana caranya untuk menahan kepergiannya lebih lama? aku belum tahu, aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kenikmatan darinya lagi.
"Mau kemana Jim?, kok buru buru sih" tanyaku dengan nada manja
"Pulang dong, emang boleh nginap?" candanya
"Kan bukan berarti harus nginap, lagian masih sore" kataku sambil menggelayutkan tanganku di lehernya dan mencium bibirnya.

Dia balas memelukku yang masih telanjang, kuremas kejantanannya, kubuka kembali celananya dan kulorotkan turun, sebelum dia protes aku langsung berlutut didepannya, meski aku yakin dia belum recovery sepenuhnya tapi kupaksakan juga, kujilati kepala penisnya terus turun ke batang dan kantong bola lalu naik lagi ke kepala penisnya terus kukulum, masih terasa sisa sisa sperma yang menempel karena tidak dicuci, tapi tak kupedulikan.
Jimmy mulai mendesis, penisnya yang lemas perlahan mulai mengeras meski tidak sekeras tadi, dengan sabar aku berusaha membangkitkan kembali birahi-nya, Jimmy memegang kepalaku dan mengocoknya, kuelus elus kantong bolanya sambil tetap membiarkan penisnya keluar masuk mulutku.

Jimmy menarikku berdiri, tubuhku dibalikkan hingga aku membelakanginya, dipeluknya aku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku, tengkuk dan telingaku diciuminya, aku merinding dan menggeliat sambil meremas penisnya. Kubungkukkan tubuhku berpegang pada pinggiran meja, tanpa menunggu lebih lama kusapukan penisnya kembali di vaginaku, kudorong tubuhku ke belakang hingga melesaklah penis itu memasuki liang vaginaku, Jimmy tetap diam tidak menggerakkan tubuhnya, hanya mengelus punggungku, maka kuambil inisiatif dengan menggoyangkan pantatku dan menggerakkannya maju mundur.

Diluar dugaanku, ketika pantatku bergerak mundur dia menghentakkan tubuhnya ke arah tubuhku, aku kaget dan menjerit karena penisnya begitu dalam terasa mengenai rahimku, lalu dia langsung mengocok atau lebih tepatnya menghentakkan ke tubuhku, vaginaku terasa seperti di sodok benda keras, kurasakan lebih dari nikmat penisnya memenuhi dan keluar masuk liang vaginaku, aku makin menjerit dalam kenikmatan yang hebat.
Ini bukan pertama kali aku bercinta sambil berdiri seperti ini, tapi dengan Jimmy semuanya terasa lain, baik irama kocokannya maupun kenikmatannya. Kubiarkan hentakan demi hentakan menghantam rahimku, sambil mendesah sesekali kuberikan goyangan perlawanan, tubuhku sudah telungkup di atas meja, tanpa mempedulikanku lagi dia tetap menyodokku, malah makin keras.

Jimmy menarik tanganku kebelakang, kini posisiku menggantung tertahan lengannya, kocokan Jimmy makin menghebat, aku tidak bisa berbuat apa apa dengan posisi ini, hanya mendesah dan mendesah. Kemudian pegangannya beralih ke buah dadaku, kocokannya tetap keras dan cepat, penisnya makin dalam mengisi vaginaku. Kunikmati kocokannya, kemudian dia membalikkan tubuhku, kini kami berdiri berhadapan, diangkatnya kaki kananku dan ditahan dengan lengannya, tubuhku disandarkan di dinding, kuatur penisnya di vaginaku, dengan sekali dorongan keras kembali penisnya melesak dalam di celah vaginaku. Dengan punggung tertahan dinding, terasa kocokannya makin keras menghantam dinding dinding vaginaku, desah dan jeritanku makin berisik, Jimmy dengan dinginnya menatapku yang lagi mendesah.

"Yess..I love it..truss..egh..eh..eh" desahku setiap kali kurasakan rahimku tersentuh penisnya. Tak bisa menahan lebih lama kenikmatan ini, akhirnya akupun mencapai puncak kenikmatan, jeritan kenikmatan terlepas begitu saja dari mulutku.

Lututku langsung lemas tapi Jimmy tetap saja mengocokku, aku sudah tak bisa berdiri lebih lama lagi, kudorong tubuh Jimmy menjauh hingga terlepas penisnya dari vaginaku, dia tidak marah tapi memintaku berlutut di depannya, kuturuti kemauannya ketika dia kembali memintaku mengulum penis itu, kurasakan cairan vaginaku yang ada di batang kejantanannya dan dia kembali mengocok mulutku, tak lama kemudian kurasakan penis itu mulai menegang pertanda segera orgasme, aku berusaha mengeluarkannya dari mulutku tapi tangan Jimmy menahannya, aku tak bisa mengeluarkan penisnya dari mulutku, dan menyemprotlah sperma Jimmy di mulutku, rasanya mau muntah ketika cairan sperma itu memasuki rongga mulutku, terasa aneh, semprotan itu cukup kencang hingga beberapa bagian langsung meluncur masuk ke tenggorokanku tanpa bisa kutahan. Jimmy masih tetap menahan kepalaku, dengan bebasnya penisnya menyemprotkan sperma membasahi mulutku, aku berusaha mengeluarkan spermanya dari celah celah mulutku, beberapa berhasil tapi beberapa tak dapat kuhindari tertelan masuk.

Setelah puas "memperhinakan"-ku, Jimmy melepaskan tangannya dari kepalaku, aku segera meludahkan sisa sperma yang ada di mulutku ke karpet lantai, kuusap sisa sperma yang ada di bibirku, kutatap dia dengan pandangan protes tapi disambutnya dengan senyum kepuasan.

Aku marah tertahan, segera aku berdiri dan kucium bibirnya, supaya dia juga ikutan merasakan spermanya, tapi dia memalingkan muka menghindari ciumanku, didorongnya tubuhku menjauh dan dia berkelit langsung memelukku dari belakang, dengan begini aku tak bisa lagi menciumnya. Akhirnya kami berdua tertawa bahagia, sudah kulupakan bagaimana dia "menghina" ku tadi.

Kami sempat sekali lagi bercinta di kamar mandi, tapi lagi lagi dia mengeluarkan spermanya di luar vaginaku, terakhir kali dia keluarkan di pantatku ketika posisi doggie style. Hingga dia pulang aku tidak mendapatkan orgasmenya di vaginaku, tapi aku tetap puas, entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sungguh tipe tamu yang paling aku idamkan.

Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi baik ketika aku masih di hotel maupun setelah freelance, tapi dengan dia pertama kali aku merasakan sperma dan menelannya. Sejak saat itu aku berani menelan sperma tamuku, baik dia yang minta maupun aku yang minta, tapi sangat selektif tergantung tipe tamu yang aku suka, tentu saja dengan imbalan tip yang lumayan gede untuk servis yang satu ini.

Next: 06: Dan Bintang-Bintang pun Berebut - Part 1
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd