Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[LEGEND] Lily Panther The Series #20

12: Piala Bergilir

Dengan naik taksi aku menuju ke Club Deluxe, seorang GM telah menunggu di depan lobby saat taxiku berhenti.
"Cepat mereka udah lama menunggu" sapanya sambil menggandengku menuju salah satu ruangan VIP.
Ada 5 orang berada di dalam, anehnya tidak ada seorangpu Purel yang menemani mereka.
"Ini dia bidadari kita" celetuk salah seorang dari mereka saat melihatku memasuki ruangan
"Wow sayang sekali aku tak bisa ikutan" sahut lainnya
"Aku setuju" teriak lainnya tanpa aku tahu apa maksudnya
"Setujuu" yang lain mengekor seperti suara di gedung DPR.
"Oke semua telah setuju jadi kamu bisa tinggal dan temani mereka" kata si GM, aku masih tak tahu maksudnya, jadi kuturuti saja seperti kerbau dicocok hidungnya.

Satu persatu aku diperkenalkan, tentu saja tak semua nama bisa kuingat satu persatu tapi untuk saat ini apalah arti sebuah nama, toh aku belum tahu apa maunya mereka. GM itu hanya memberitahu bahwa aku di-booking selama 3 malam, mulai kamis-Sabtu, hanya malam sampai pagi ditambah Minggu siang-sore, akan ada permainan, hanya itulah pesannya, justru itu yang membuat aku penasaran. Mereka saling berceloteh, saling mengolok temannya.

Beberapa lagu telah mereka lantunkan dengan suara yang tak terlalu sedap didengar telinga, satu demi satu mereka mengajakku dance, bergiliran kulayani mereka melantai diiringi lagu slow yang tak karuan iramanya. Bisa ditebak bagaimana mereka melantai denganku, semua hampir sama kelakuannya, memelukku erat sehingga buah dadaku menempel di tubuhnya, mencium pipi dan leherku, meremas pantatku dan sebagainya, semua kulayani dengan senyuman manja karena aku masih tidak tahu siapa yang akan meniduri dan menikmati tubuhku kelak, jadi semua kuperlakukan sama.

Malam semakin larut, masih juga belum ada tanda tanda acara ini berakhir dan aku belum mendapat kepastian siapa yang harus tidur denganku malam ini diantara mereka. Akhirnya Pak Ade yang paling muda memberitahu aturan permainannya, mereka adalah anggota klub golf dari Jakarta yang besok ada turnamen di Finna, Bukit Darmo Golf dan Ciputra. Dari keempat orang yang ada di ruangan ini, siapa yang mendapat score best net di hari itu berhak mendapat piala bergilir semalam, yaitu aku, begitu juga di hari selanjutnya sampai hari minggu.

"Nggak ada masalah kan?" tanya Pak Ade menutup penjelasannya.
Aku diam terkejut tak tahu bagaimana harus bersikap, seharusnya si GM itu memberitahu permainan ini terlebih dahulu, apalagi melibatkan banyak orang seperti ini. Kalau aku menolak tentu akan mengecewakan banyak orang, kalau aku terima, sebenarnya tidak ada masalah cuma agak tersinggung dengan si GM karena mengaturku seenak kemauannya sendiri.
"Kalau kamu keberatan ya nggak apa apa, kita cari yang lain, nggak masalah kok" lanjut Pak Ade melihat diamku.
"Eh enggak, nggak apa kok, aku sih oke oke saja" jawabku
"OK gentlemen, kita akhiri acara ini karena besok tee off jam 6.30 pagi, jadi tidak ada alasan kurang tidur kalau kalah" kata Pak Ade pada rekan rekannya
"Dan Lily menjadi milik sang juara besok malam hingga pagi, terserah mau diapain" lanjutnya dan dijawab "setujuu" serentak seraya berdiri dan meninggalkan kamar VIP itu.
Pukul 11 kami semua meninggalkan Club Deluxe, meskipun malam ini tak ada yang kulayani tapi argo sudah jalan, itulah kesepakatannya.
"Besok jam 7 malam kamu sudah siap di Hotel Mercure (sekarang Sommerset kalau nggak salah)" pesan si GM sebelum taxiku berangkat mengantarku pulang.

Hari Pertama

Keesokan harinya berjalan seperti biasa, aku tak terlalu memikirkan siapa yang akan meniduriku malam ini, toh percuma saja berharap karena bagiku mereka seperti tamuku lainnya.

Siangnya aku masih menerima tamu, bahkan dua, beruntunglah tamuku yang kedua tinggal di Hotel Mercure, jadi dari pada mondar mandir, dia kuberi "bonus" free extra time sambil menunggu jam 7 malam, tentu saja dia tidak keberatan mendapat bonus itu meskipun tidak tahu alasannya, Paling tidak bisa mendapatkan satu babak tambahan setelah 2 babak kami bercinta.

Jam 18:40 kutinggalkan tamuku menuju lobby, aku tak berani menunggu di lobby, disamping memang bukan kebiasaanku juga karena khawatir ketahuan tamu terakhirku tadi, maka kutunggu panggilan mereka di mobil. Belum habis Marlboro putihku, si GM menelpon dan memintaku langsung memintaku bergabung dengan mereka di restoran hotel itu, begitu tahu aku udah berada di tempat parkir. Ternyata mereka sudah lengkap mengelilingi makanan yang sudah terhidang di atas meja. Suara celotehan terdengar saat aku bergabung dengan mereka. Untunglah tak banyak tamu di restoran itu, jadi aku tak perlu terlalu khawatir dikenali orang yang pernah mem-bookingku, hanya tamuku terakhir tadi yang kukhawatirkan.

Selama makan, pembicaraan mereka hanyalah seputar permainan golf tadi siang, banyak istilah yang tak kumengerti, seperti birdie, par, boogy, green, rough, best net, gross, handycap dan istilah lain yang sama sekali asing bagiku.

Hingga selesai makan aku masih tidak tahu siapa yang akan meniduriku pertama kali, tapi aku tak peduli siapapun yang akan tidur denganku karena aku tidak dalam posisi untuk memilih. Kucoba menerka siapa laki laki yang "beruntung" itu, tapi terlalu sulit karena antara pemenang dan pecundang semua berwajah ceria, tak ada kesedihan tampak di raut muka mereka.
Akhirnya Pak Bambang berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.
"Sorry guys, aku permisi dulu, I have many thing to do" katanya sambil menggandeng tanganku meninggalkan rekan rekannya diiringi celoteh godaan, ternyata dialah pemenang di hari pertama.
Bergandengan tangan kami menuju kamar Pak Bambang, dia bukan yang paling tua diantara rekan rekannya tadi tapi termasuk yang di-tua-kan karena usianya memang diatas 50-an, kutaksir sekitar 55 tahun, hampir 2 kali usiaku. Tak ada yang istimewa pada diri Pak Bambang, kulitnya yang kehitaman karena terbakar matahari akibat sering main golf, kumisnya yang tebal dengan beberapa uban menghiasi kepalanya.

Sesampai di kamar tanpa banyak basa basi dia langsung mendekapku dari belakang dan menciumi tengkukku. Aku menggeliat geli, tangannya sudah berada di dada dengan remasan remasan nakal.
"Bapak nakal deh, sini aku lepasin ."
Belum selesai aku bicara dia langsung menutup mulutku dengan bibirnya dan melumat habis, lidahnya berusaha menembus rongga mulutku, segera kusambut pula dengan lidahku. Kami berciuman sambil saling melucuti pakaian hingga telanjang habis, seperti sudah tidak sabar untuk segera menikmati tubuhku.

"Sejak kemarin aku sudah ingin melakukan ini" katanya sambil merebahkanku ke ranjang
"Kenapa nggak bilang dari kemarin, kan aku bisa menyelinap kemari" jawabku sambil tersengal mendapat kuluman darinya
"Nggak boleh, itu sudah aturan, bisa bisa aku dipecat kalo ketahuan" lanjutnya terus mendaratkan bibirnya di putingku.

Tubuhnya yang agak gendut menindihku sambil menciumi seluruh tubuhku sejauh dia bisa menjangkau dengan bibirnya. Terasa agak berat aku menahan tubuhnya dan semakin berat saat dadanya menggenjet dadaku, sesak napas dibuatnya. Tapi rupanya dia salah menterjemahkan sengalan napasku, dikira aku sudah benar benar terangsang oleh foreplaynya padahal pemanasannya jauh dari cukup bagiku untuk terangsang.

"Gimana? Udah nggak tahan? Kita masukin aja ya" bisiknya lembut sok gentleman.
Aku hanya tersenyum, kubuka kakiku lebar saat dia mulai mengusapkan kejantanannya di liang vaginaku, agak susah, mungkin karena vaginaku belum basah.
"Sini aku basahin dulu" kataku sambil memberi isyarat supaya dia bergeser ke arah kepalaku dan bisa kukulum penisnya, segera tubuhnya mengangkang di atas, kusambut dengan jilatan dan kuluman pada kejantanannya.
Beberapa saat aku mengulumnya, kemudian berganti ke posisi 69, saling menjilat dan mengulum, membuat vaginaku basah dengan cepat. Sudah menjadi kodratku, sebenci dan semuak apapun aku sama seseorang tapi kalau dia berhasil menjilati vaginaku, apalagi ternyata begitu pintar, maka dengan sedikit berimajinasi pastilah cairan kewanitaanku keluar dengan sendirinya.

Perlahan lahan Pak Bambang mendorong kejantanannya memasuki liang kenikmatanku, penis ketiga di hari itu yang menikmati hangatnya surga dunia milikku. Dia menatapku tajam dengan sorot mata penuh nafsu seakan ingin menelanku bulat bulat, senyumnya menyeringai bak srigala lapar menatap korban yang sudah tidak berdaya dalam cengkeramannya. Dia menelungkupkan tubuhnya di atasku, memelukku rapat sambil menciumi leher dan bibirku seiring dengan mulainya gerakan mengocok penisnya. Kocokan pelan dan dalam membuat bulu kudukku merinding karena geli bercampur nikmat, aku sendiri heran tak pernah merinding begini saat melayani tamu, irama permainan apapun kulayani baik romantis, pelan maupun keras menjurus liar sejauh tidak menyakiti secara fisik, kalau secara mental sih sudah terlatih untuk menerimanya segala jenis "penghinaan dan perendahan martabat" sejauh berhubungan dengan pekerjaanku, dan bukan tentang pribadiku.

Desahan Pak Bambang mengiringi desahan kenikmatanku, hembusan napasnya yang tersengal mengenai wajahku saat kocokannya mulai berubah cepat, pantatnya turun naik menekan kuat, klitorisku serasa tergesek benda keras kejantanannya. Sodokan demi sodokan begitu dia nikmati, sebentar saja keringat sudah membasahi wajahnya, kuusap lembut dengan tanganku, seperti mengusap wajah Papaku yang sedang berkeringat, beberapa sempat menetes di wajahku. Kudorong tubuhnya menjauh karena terasa semakin berat menindihku, membuat napasku ikutan tersengal, tapi justru dia mencabut penisnya dan telentang disampingku, menarikku ke pelukannya.

Mungkin karena lelah menahan berat badannya sendiri, karena staminanya sudah tak muda lagi, padahal permainan belum 5 menit tapi terasa begitu lama. Kini posisiku di atas, kucium bibirnya sembari menuntun penisnya kembali memasuki vaginaku, kembali aku dalam dekapannya saat kocokannya menghunjam tajam, kuatur posisi pantatku hingga kejantanannya menggeser klitoris, dengan posisi begini akulah yang pegang kendali. Kulawan dengan goyangan pantat setiap kali penisnya meluncur masuk, aku melepaskan diri dari dekapannya, dengan begini lebih bebas bergerak melakukan improvisasi demi kenikmatan tamu dan sedikit bagiku.

Tubuhku mulai turun naik di atasnya, tangan Pak Bambang meremas remas buah dadaku penuh nafsu diiringi desahan kenikmatan kami berdua. Kurobah gerakanku, dari turun naik menjadi berputar di atas penisnya, sesaat kulihat Pak Bambang merem melek menikmati perubahan gerakanku, tangannya makin keras mencengkeram buah dadaku, vaginaku sendiri terasa diaduk aduk penisnya yang tidak terlalu besar, rata rata, tapi sekeras batu. Kupermainkan dengan otot otot vagina yang memeras kejantanannya, dia makin melayang tinggi dan makin cepat mencapai klimaks. Tubuhku ditarik kembali dalam dekapannya tapi aku menolak, aku ingin menikmati wajah wajah tua dalam kenikmatan sexual tertinggi yang tidak mungkin bisa dia dapatkan setiap saat apalagi di rumah.

Beberapa detik kemudian kurasakan semprotan sperma yang kuat menghantam vaginaku, diiringi jeritan kenikmatan dari Pak Bambang, aku teriak kaget tak menyangka begitu kuat denyutannya, lima enam tujuh delapan denyutan yang hebat melandaku disusul denyutan kecil lainnya, mengisi vaginaku dengan cairan hangat sperma. Aku ambruk tak lama kemudian dalam pelukannya, meskipun tidak ikutan orgasme tapi kuatnya semprotan itu begitu nikmat terasa, napasnya menderu kuat ditelingaku, seperti orang yang sehabis lari marathon.

"Ugh, lebih satu minggu aku tak melakukan ini" katanya pelan sambil membelai rambutku setelah dia berhasil mengatur nafasnya normal.
"Emang ibu kemana?" tanyaku lancang.
"Dia lagi ke luar kota, biasa kegiatan kelompok ibu ibu" jawabnya masih mengelus elus rambutku.
"Wah ibu pasti puas dengan permainan Bapak seperti ini, bisa KO dia apalagi lidah Bapak pandai sekali bermain di bawah" aku memuji dan semakin berani bertanya karena beliau juga tidak mengalihkan perhatian ke pembicaraan lain, berarti tidak keberatan.
"Ah enggak, dia membenci permainan oral, tapi masih hebat di ranjang, maklum usia kami cukup jauh, dia kan 44 sedangkan aku sudah 56"

Pembicaraan kami berlangsung cukup lama mengenai keluarganya, terkadang dia memuji kehebatan istrinya bahkan menyanjungnya, aku jadi tambah bingung, dari pembicaraan itu sebenarnya tak ada alasan untuk selingkuh mencari wanita lain tapi tetap saja dilakukannya sebagai selingan hidup, masak makan sayur asem terus, itu alasan klasik yang selalu di ucapkan lelaki, dasar laki laki, dimana saja ternyata sama hanya kemasannya saja yang berbeda.

Handphone-nya berbunyi, rupanya dia memang sudah menunggu makanya ditaruh HP itu di ranjang. Tanpa memintaku turun dari tubuhnya dia terima telepon itu.
"Ya sayang, enggak lho Mama kan ke Bandung sama ibu ibu sekarang Papa ada di Surabaya sayang, nggak bisa, kamu bilang saja sama tantemu ntar Papa akan ganti sampai minggu iya, senin aja deh, malam sayang"

Aku hanya diam saja mendengar pembicaraannya, ternyata dari anak perempuannya yang sedang kuliah di Yogja, berarti hanya sedikit lebih muda dariku. Beberapa saat kami saling membisu, penisnya sudah keluar dari vaginaku, kurasakan cairan sperma menetes keluar. Akhirnya aku turun dari tubuhnya, kubersihkan kejantanannya dengan tisu yang ada di samping ranjang, baunya begitu menyengat, lalu kutinggalkan ke kamar mandi membersihkan sperma yang ada di vaginaku.

Jam menunjukkan pukul 9:35 malam ketika aku keluar kamar mandi selesai mandi, kulihat Pak Bambang sudah duduk di sofa sudah mengenakan celana dalamnya, perutnya kelihatan semakin buncit dengan posisi duduk seperti itu.
Kubuatkan 2 cangkir teh dari mini bar, kuhidangkan ke depan beliau dan aku langsung duduk di pangkuannya dengan sikap manja.

"Besok main dimana lagi Pak?" tanyaku sambil bergelayut di lehernya.
"Bukit Darmo, dekat sini aja, jadi nggak perlu buru buru berangkat jam 5 kayak tadi pagi kalo ke Finna"
"Terus besoknya lagi?"
"Ke Ciputra, tapi cuma 18 hole supaya bisa selesai siang dan sang juara punya waktu untuk menikmati hadiahnya sebelum pulang ke Jakarta flight terakhir"

Aku banyak menanyakan istilah golf yang kudengar tadi, dan dengan penuh kesabaran dia menerangkan aturan aturan dasar permainan golf, termasuk arti istilah itu dan cara penilaiannya diselingi ciuman ringan pada leher dan dadaku. Sebagian kupahami tapi tidak sedikit yang terlupakan, maklum begitu banyak pelajaran yang kuterima dalam waktu singkat, ditambah lagi tangan Pak Bambang yang selalu rajin menjamah tubuhku sambil menerangkan tadi. Tubuhku sudah merosot di antara kakinya setelah dia selesai menjelaskan tentang golf, handuk penutupku telah lama melayang ke ranjang, giliran aku membuktikan one in hole pada permainan lain, bukan hole in one. Pak Bambang melihat sambil mendesis ketika penisnya meluncur keluar masuk mulutku sembari mengelus mesra rambutku.
"Udah udah, ntar aku kebablasan" katanya lalu berdiri menuntunku ke ranjang.

Aku telentang pasrah menanti cumbuannya, tapi dia malah membalik tubuhku dan memintaku pada posisi merangkak. Vaginaku terbuka lebar menghadapnya, mengundang menanti kehangatan penisnya mengisi liang sempitku, dia tidak langsung memasukkan penisnya tapi menciumi pantat dan vaginaku terlebih dahulu. Kembali kurasakan gerakan penuh perasaan saat penisnya masuk menyusuri dinding dinding vaginaku, begitu pelan hingga kurasakan seperti suatu perjalanan panjang menembus lorong lorong kenikmatan. Aku mulai mendesah ketika Pak Bambang mengocokku dengan iramanya yang berkombinasi cepat dan pelan, sesekali diselingi sodokan keras mendadak yang membuatku menggeliat kaget.

Kocokan demi kocokan, remasan demi remasan dan desahan demi desahan mengiringi permainan kami yang sama sama berusaha merengkuh kenikmatan duniawi, terlupakan sudah pembicaraan tentang istrinya saat aku masih dalam pelukannya tadi, terlupakan sudah permintaan anaknya yang ada di Jogja, kami berusaha untuk saling memberi kenikmatan. Tak lebih 5 menit kemudian Pak Bambang kembali menggempur vaginaku dengan denyutan denyutan nikmat, jeritanku beriringan dengan jerit kenikmatannya, dan dia langsung ambruk menindih tubuhku yang sudah tengkurap di ranjang. Desah napasnya menderu hebat ditelingaku, kubiarkan sejenak sebelum kuminta turun karena aku tak bisa bernapas.

Akhirnya kami tertidur berpelukan dalam keadaan telanjang tak lama kemudian, dia tak berani tidur terlalu malam karena besok masih harus mempertahankan piala kemengangannya.
"Aku harus mempertahankan kamu di kamar ini besok, jadi perlu istirahat yang banyak untuk jaga kondisi" pesannya sebelum terlelap.


Hari Kedua

Kami terbangun oleh morning call keesokan paginya, jam masih menunjukkan pukul 5 pagi, terlalu pagi bagiku untuk bangun tapi aku tak bisa menolak. Untuk mempersingkat waktu kami mandi bersama, dia menolak ketika kupancing untuk bercinta di kamar mandi.
"Ntar loyo dan nggak bisa menang, kita lakukan saja ntar sore, janji, makanya doakan aku menang" katanya penuh optimis bisa mempertahankan "pialanya".

Pukul 6:35 kami sudah berada di Coffe shop, ternyata mereka sudah lengkap menunggu kedatangan Pak Bambang.
"Ini dia sang juara bertahan, sudah biasa kalo juara bertahan datang belakangan" goda Pak Ade.
Mereka hanya memesan bubur ayam atau sandwich, sekedar mengisi perut sebelum bertanding. Sering kulihat mereka memandangku dengan pandangan yang aneh seakan menelanjangiku, entah apa yang ada dalam pikirannya, mungkin juga mereka membayangkan apa yang telah Pak Bambang lakukan pada gadis yang seusia anaknya ini, tapi aku tak peduli, toh pandangan seperti itu sudah sering kali kualami.

Akhirnya mereka meninggalkan "Piala Bergilir" sendirian di hotel, untuk diperebutkan kembali pada hari kedua. Pak Bambang sempat mengecup kedua pipiku dihadapan rekan rekannya sebelum masuk ke mobil. Sepeninggal mereka, aku kembali ke tampat kost melanjutkan tidurku yang terpotong. Aku sama sekali tidak memikirkan siapa yang akan memiliku pada hari kedua ini, toh siapa saja dari mereka bagiku sama saja.

Pukul 11 pagi aku sudah keluar dari tempat kost, hari ini aku sudah menerima dua booking-an, pertama di Palm Inn dan nanti jam 2 siang ke Hotel Novotel di daerah Dinoyo. Kupacu mobilku menuju Palm Inn di kawasan Mayjen Sungkono, tempat yang terpencil, ideal bagi laki laki yang selingkuh. Para room boy yang sudah hapal dengan mobilku segera berlarian menyambut kedatanganku, mereka sudah hapal kegemaranku yang selalu mencari kamar yang di pojok karena kamarnya lebih bagus dan luas, soal tarip yang lebih mahal bukanlah urusanku karena tamuku selalu membayar harga kamar tanpa banyak tanya.

Limabelas menit aku menunggu kedatangan tamuku, kuminta salah seorang Room Boy yang sudah cukup akrab kukenal untuk menemaniku sebentar, dari dia aku tahu selama ini banyak tamu yang mencari aku atau GM yang menanyakan nomer HP-ku, tentu saja aku tak mau berhubungan dengan GM kelas teri yang banyak beredar di tempat tempat seperti itu, bukan kelasku. Akhirnya tamuku datang juga setelah rokok ketiga habis kuhisap, kuminta Room Boy tadi memindahkan mobilku ke tempat yang sejuk dan memasukkan mobil tamuku ke garasi yang aman tertutup.

Tamuku ini adalah salah seorang pelanggan tetapku, jadi sudah seperti teman yang sudah lama. Sebenarnya lebih enak melayani pelanggan seperti ini, sudah sama sama tahu irama permainannya, jadi tak perlu menebak kemauannya, semua berjalan alamiah tanpa ada keterpaksaan, bahkan tak segan untuk mencoba sesuatu yang baru, entah berasal dari fantasi atau dari melihat film.
Namun demikian bukan berarti menghadapi tamu baru tidak ada enaknya, justru seninya terletak pada cara membaca gaya permainan mereka, sensasinya jauh lebih tinggi.

Kuhabiskan hampir 1.5 jam untuk 2 babak percintaan dengan tamu pertamaku, seperti sudah menjadi perjanjian tak tertulis bahwa untuk Short Time berlangsung minim 2 babak, jarang yang kurang atau lebih. Tidak terlalu melelahkan karena tiap babak tidak lebih dari 10 menit, itu sudah rata rata, hanya beberapa saja bisa dihitung dengan jari yang bisa bertahan setengah bahkan lebih satu jam nonstop atau bahkan semalaman hingga pagi.

Dengan alasan ingin istirahat, aku tinggal lebih lama di kamar itu setelah tamuku pergi. Kuhubungi GM yang mengatur dengan tamu keduaku untuk ketemu sekarang, lima menit kemudian dia menyatakan persetujuannya. Setelah ganti baju dan pakaian dalam (aku sudah terbiasa membawa 3-4 set baju dan pakaian dalam di mobil), mobilku meninggalkan Palm Inn meliuk liuk disela kemacetan jalanan Surabaya menuju Hotel Novotel.

Jam 1 lebih dikit mobilku sudah memasuki pelataran parkir hotel, kutuju kamar yang disebutkan GM tadi, kulewati kolam renang di depan kamar kamar yang menyerupai cottage, tak ada orang yang berenang di siang hari seperti ini. Tamuku kali ini adalah lagi lagi seorang chinese, usianya sekitar 48 tahun, tubuhnya ceking dengan kacamata minus menghiasi wajahnya, terlihat begitu kolot, aku jadi teringat pada salah satu tamuku pada saat awal awalku di Hilton, saking kolotnya sampai sampai dia mengenakan celana kolor, bukan celana dalam pada umumnya (bagi pembaca yang mengikuti ceritaku sejak awal pasti mengetahuinya). Tanpa membedakan bentuk fisik yang ada, kulayani dia sama seperti tamuku lainnya, kecuali kalo ganteng dan aku benar benar menyukainya, maka ada pelayanan yang lebih karena aku juga ingin memperoleh kenikmatan darinya.

Mula mula dia menggumuli tubuhku, menciumi seluruh organ intim yang ada, tapi dia selalu menolak setiap kali kucoba memasukkan penisnya ke vaginaku. Aku bingung karena tak tahu maunya, akhirnya kusadari bahwa dia ingin kukulum hingga mencapai klimaks, meskipun tak pernah terucap tapi dari pengalaman aku bisa membaca kemauannya. Tanpa kesulitan yang berarti aku bisa membuatnya orgasme dalam waktu 5 menit permainan oral, kuusapkan penisnya pada kedua buah dadaku dan dia tersenyum puas.

Babak selanjutnya berlangsung 20 menit kemudian, dia hanya bertahan mengocokku pada 3 menit pertama, selanjutnya aku diminta melakukan oral hingga keluar seperti sebelumnya, ternyata perlu waktu lebih lama untuk membikinnya orgasme kedua dengan oral. Sebagai seorang profesional tentu saja aku tak boleh cepat menyerah, berdasar pengalaman, kutambah rangsangan dengan mengelus elus dan menjilati kantong bolanya, dan ternyata effektif, beberapa saat kemudian dia menggapai klimaks dan menyapukan di wajahku saat penisnya berdenyut, memuntahkan sedikit cairan ke mukaku. Kuterima amplop coklat berisi uang pembayaran jasaku dan kumasukkan ke tas Eigner.

Matahari masih bersinar terang saat aku keluar dari Hotel Novotel, masih lama sebelum ke Hotel Mercure, paling tidak ada waktu 4 jam lagi. Kuarahkan mobilku menuju Tunjungan Plaza, sekedar belanja baju, pakaian dalam dan lingerie, aku paling senang koleksi pakaian dalam dan lingerie yang sexy karena akan menunjang langsung penampilanku di mata tamu.

Kuhabiskan uang hasil pembayaranku tadi untuk membeli beberapa potong kebutuhanku dan parfum, ternyata masih tidak cukup, hingga aku harus menggunakan credit card. saat aku memilih pakaian dalam, HP-ku berdering, dari GM yang mengatur acara di Mercure, dia memintaku datang jam 4 langsung ke Shang Palace di Hotel Shangri La, aku iyakan saja, berarti waktu shoppingku berkurang, tinggal kurang dari 2 jam lagi. Lima menit kemudian HP-ku kembali berdering, dari salah seorang tamu langganan lainnya, dia minta aku menemaninya nanti malam, tentu saja kujawab nggak bisa karena sudah ada janjian dengan seseorang. Dia memohon seperti orang yang mau mati kalau tidak tidur denganku, tapi komitmentku harus kujaga apalagi dengan bookingan paket seperti ini, jelas uangnya jauh lebih besar dibandingkan yang hanya semalam, terpaksa kutolak ajakan nginapnya.

"Aku lagi di TP ini kalau mau sekarang aja di HT" jawabku bergurau dengan mengajaknya di Hotel Tunjungan yang hanya bersebelahan dengan TP.
Diluar dugaan dia setuju dan segera meluncur.
"Oke, 15 menit lagi ketemu di Lobby" jawabnya langsung menutup teleponnya.
Giliran aku yang bingung karena tidak menyangka dia akan setuju, segera kubayar semua belanjaanku dan bergegas menuju HT dengan jalan kaki. Sebenarnya waktu yang tersisa masih lebih dari cukup untuk melayaninya, tapi karena aku harus berada di Shangri La jam 4 nanti tentu waktunya sangat mepet, namun aku sudah terlanjur buat janji maka terserahlah apa kata nanti. Kutitipkan barang belanjaanku di Concierge yang sudah aku kenal, karena seringnya berkunjung ke hotel itu, dan kutunggu si Joni, nama tamuku, di Lobby. Dia datang tak lama kemudian karena memang kantor atau tepatnya tokonya di Kedung doro.
Setelah dia check in dan kuambil barang belanjaanku di concierge, kami menuju kamar hotel.

Kamipun melakukan gerak cepat, tanpa kata kata setibanya di kamar langsung berciuman sambil saling melucuti pakaian. Kami bercinta di atas karpet di depan pintu, hanya beralaskan handuk, aku tak peduli jika desahan nikmatku terdengar dari balik pintu karena kocokan dia memang begitu nikmat, apalagi setelah melayani 2 tamu tanpa orgasme. Karena sudah terbiasa dengan Joni, akupun tak segan untuk memintanya dalam berbagai posisi, masih tetap di atas karpet. Akhirnya aku mendapatkan orgasme darinya secara bersama sama, jeritanku begitu keras menggema, seakan menumpahkan segala perasaan yang terpendam sejak tadi.

Babak kedua kami lakukan di atas ranjang 15 menit kemudian, kali ini berlangsung cukup lama, mungkin 30 menit atau lebih tapi terasa begitu cepat karena kami sama sama melakukannya dengan penuh gairah. Tak kuhiraukan dering teleponku yang berbunyi nyaring, aku tahu itu pasti dari si GM. Akhirnya akupun terkapar setelah 2 kali orgasme menyusulnya. Masih sempat kuhabiskan sebatang Marlboro sebelum aku mandi.

Aku terkejut ketika melihat jam, ternyata sudah pukul 4 kurang 10 menit, tak mungkin aku bisa sampai di Shangri La tepat waktu, rupanya aku terlalu terlena dalam ayunan kenikmatan Joni. Meskipun dia agak kecewa karena harus check out cepat cepat tapi dia bisa memahami keadaanku, setelah berganti kaos dan pakaian dalam yang baru saja kubeli tadi, kamipun keluar kamar dan check out sama sama.

Diperjalanan kuhubungi GM-ku dan minta maaf karena ketiduran, dia sedikit marah dan minta aku segera meluncur. Jam 4.20 aku sudah berada di lobby Shangri La, langsung turun ke Chinese Resto. Mereka sudah mulai makan tanpa menunggu kehadiranku, sepertinya dari Ciputra mereka langsung kemari. Aku minta maaf atas keterlambatanku tapi rupanya mereka tak terlalu mempersoalkan, akupun segera duduk bergabung dengan para golfer itu. Ketika kulirik ke arah Pak Bambang, terlihat raut kekecewaan di wajahnya, sepertinya dia harus merelakan Pialanya jatuh ke pelukan laki laki lain. Siapa? inilah yang aku tidak tahu dan baru kuketahui sesaat sebelum masuk kamar nanti, seperti kemarin. Kali ini sedikit banyak aku bisa mengikuti pembicaraan mereka karena ajaran dari Pak Bambang kemarin, tapi masih saja tak bisa menebak siapa pemenangnya di hari kedua.

Selesai makan kami kembali ke Hotel, Pak Ade ikut di mobilku, sepanjang jalan kucoba memancing siapa pemenangnya tapi dia tidak memberi jawaban pasti, jadi aku masih harus menunggu lebih lama. Pak Ade menggandengku memasuki Lobby hotel, aku yakin dialah pemenangnya, ternyata salah, dia menyerahkanku ke Pak Bambang, berarti dia dapat mempertahankan kemenangannya, berlima kami memasuki Lift.
"Pak Napitupulu, kuserahkan piala bergilir ke anda, tapi mungkin besok akan kurebut kembali" kata Pak Bambang menyerahkanku ke rekannya, Pak Napit, bagitu panggilannya adalah pemenang dihari kedua.
Pak Napit menyalami Pak Bambang dan menerima uluran tanganku, dikecupnya kedua pipiku seperti sang juara yang mencium piala kemenangan. Kami semua tertawa dan tepuk tangan di dalam Lift.

Kamar Pak Napit berseberangan dengan Pak Bambang, selintas kulihat Pak Bambang melihat kami saat masuk ke kamar, seperti tak rela pialanya di ambil alih si juara baru.
"Kamu santai aja dulu aku mau telepon ke Jakarta" katanya dengan dialek batak yang kental
Sepuluh menit dia menelepon ke rumah, sepertinya sebuah keluarga yang "bahagia", aku membuat dua cangkir teh hangat.
"Biar nggak mengganggu lagi nanti" katanya setelah menutup HP-nya.

Pak Napit adalah orang yang paling senior diantara mereka, usianya beberapa tahun lebih tua dari Pak Bambang, mungkin 62-63 tapi wajahnya yang keras terlihat masih segar dan kelihatan lebih muda dari rekannya itu, apalagi postur tubuhnya yang langsing dan terjaga.

Pak Napit melepas kaos dan celananya, meninggalkan celana dalam dan kaos singlet.
"Lho kok belum dilepas, apa perlu aku lepasin" tegurnya sambil menyalakan Dji Sam Soe kreteknya.
Aku jadi malu sendiri.
Dia membantuku melepas kaos yang baru aku beli tadi, begitu juga dengan celana Jeans-ku.
"Wah bagus betul body kamu, apalagi bikini yang kamu pakai, bisa bisa aku tak bisa bangun lagi besok pagi" komentarnya setelah melihat tubuhku yang terbungkus bra merah berenda semi transparan.
Dialek bataknya begitu kental terdengar lucu seperti pelawak yang sedang naik panggung.

Kami duduk bersebelahan di sofa menghadap TV yang kebetulan di channel Star Sportnya menayangkan PGA Tournament, aku belum bisa melihat indahnya permainan itu, tidak seperti sepak bola atau tinju yang begitu menarik. Sembari nonton dan memberi komentar, tangannya tak henti menjelajah seluruh tubuhku, terutama bagian paha selalu dielus elusnya, entah disadari atau tidak. Akupun membalas dengan elusan yang sama.
"Ah kau bikin aku tak bisa konsentrasi melihatnya" katanya saat tanganku meremas remas kejantanannya yang sejak dari tadi tegang.
Dimatikannya TV itu dengan remote control, perhatiannya sekarang tercurah padaku.

Pak Napit merebahkanku di ranjang setelah terlebih dahulu melepas bra dan celana dalamku, seperti kebanyakan laki laki lainnya, dia menjamah seluruh tubuhku tanpa sisa. Bagian payudara adalah bagian yang paling sering mendapat perhatian berlebih, begitu juga dengan vagina. Berulang kali dia meremas dan mengulum buah dadaku yang terus berlanjut pada sedotan kuat di vagina. Aku menggelinjang geli dan nikmat, kembali dikulumnya kedua putingku dan disedot penuh nafsu, sementara itu jari tangannya menyusup ke liang vaginaku, dua jari sudah mengaduk aduk liar. Desahanku semakin keras ketika klitorisku dipermainkan dengan lidahnya sambil masih tetap mengocok dengan kedua jari jarinya, aku menggelinjang nikmat. Kucoba meraih penisnya tapi terlalu jauh dari jangkauan, ingin kuremas kuat penisnya sebagai balasan.

Lima menit lebih dia melakukan oral diselangkanganku, membuatku terbakar birahi dengan cepat, apalagi aku tak bisa berbuat banyak padanya kecuali hanya desah kenikmatan yang makin keras. Puas membikin aku terbakar menggelepar tanpa daya, dia lalu telentang disampingku, sekarang giliranku. Hal pertama yang kulakukan adalah melepas celana dalamnya.

Aku tertegun sejenak menghadapi kenyataan di depanku, panjangnya sih biasa saja tapi besar diameternya melebihi rata rata umumnya, lebih besar dari gengaman jari tanganku, aku sama sekali tak menyangka dia mempunyai kejantanan yang begitu perkasa.
"Gila, gede banget" batinku

Gairah yang sudah meMbakarku semakin panas menggelora, terbersit harapan semoga dia bisa bertahan lama, seperkasa penampilannya. Sementara kubiarkan penis yang membikin vaginaku berdenyut tanpa sebab, aku ingin mempermainkannya terlebih dahulu seperti yang dia lakukan tadi. Tanpa menyentuh penisnya kucium bibirnya dan kukulum telinga dan putingnya, dia mulai mendesah sambil meremas rambutku. Aku sadar, semakin lama mempermainkannya semakin tersiksa pula aku, apalagi melihat penis yang berdiri tegak begitu menggoda. Kucium paha dan kujilati lututnya, aku tahu sebagian orang terangsang apabila lututnya dijilati penuh gairah, dan Pak Napit termasuk di dalamnya.

Aku sudah tak tahan lagi untuk mempermainkannya lebih lama, kuraih kejantanannya, ternyata benar dugaanku, jari mungil tanganku tak bisa menutup penuh di penisnya, kukocok sebentar lalu kumasukkan ke mulutku yang sudah kelaparan sejak tadi. Kupandangi wajah Pak Napit yang merem melek menerima kulumanku, desahannya lepas terdengar, apalagi ketika lidahku menyusuri seluruh batang hingga pangkal kejantanannya, expresi kenikmatan terpancar jelas di wajahnya yang keras. Capek juga mulutku mengulumnya meski belum terlalu lama, karena besar berarti aku harus membuka mulutku lebih lebar dan ini yang membuatku cepat pegal.

Kuatur posisi tubuhku di atasnya, kusapukan sejenak penisnya di vaginaku dan pelan sekali kucoba memasukkannya. Baru kepala penis yang masuk tapi vaginaku sudah terasa sesak, sedikit nyeri saat kupaksakan melesakkan semuanya, meskipun perlahan lahan. Mungkin bibir vaginaku sedikit tersobek, atau lecet karena permainan dengan si Joni tadi sore cukup lama, aku tak tahu, yang jelas ada rasa nyeri di vaginaku. Dan ketika semua penis itu sudah berada di dalam, aku tak berani bergerak, begitu penuh dan serasa mengganjal di selangkangan.
"Ooouwww.. sshh.. sshiitt" desahku pelan.
"Sakit?" kata Pak Napit melihatku meringis.

Aku hanya menjawab dengan senyuman, karena kutahu rasa sakit itu hanya di permulaan saja, selanjutnya adalah rasa enak dan enak bercampur nikmat. Kucengkeram lengan Pak Napit yang berada di dadaku saat dia menggerakkan tubuhnya, aku masih mencari posisi yang nyaman sebelum memulai gerakanku.
"Jangan buru buru keluar Pak ya" pintaku sebelum memulai gerakan, dia hanya tersenyum penuh arti.

Perlahan kuangkat naik tubuhku, perlahan pula kuturunkan, begitu seterusnya dan semakin cepat. Penis itu mulai sliding di vaginaku, otot otot vagina sudah bisa menerima. RAsa sakit sedikit demi sedikit berubah menjadi nikmat dan semakin nikmat saat kocokanku makin cepat. Aku sudah bisa menguasai keadaan dan kini sudah berani bergoyang seperti biasa. Meskipun begitu tetap saja terasa sesak di vaginaku.

Pak Napit menarik tubuhku dalam pelukannya, berkurang tekanan penisnya pada vaginaku tapi justru makin nikmat saat klitorisku tergeser gerakan kocokannya. Dia melumat bibirku dengan gemas, desahanku tertahan mulutnya. Napasku menderu hebat menerpa wajahnya, aku tak peduli, malah membuat dia makin mempercepat irama permainannya. Aku sudah tak tahan lagi, puncak kenikmatan tinggal sejengkal lagi kugapai, tapi aku tak mau secepat itu, masih banyak yang ingin kurengkuh darinya.
"Dari belakang Pak" pintaku sambil tersengal sengal untuk mengalihkan perhatian dan menurunkan atmosfir yang ada.

Tanpa menjawab dia menghentikan gerakannya dan mendorongku turun. Aku langsung nungging mengambil posisi doggie tapi Pak Napit malah memintaku telentang, akupun menurut. Kupejamkan mataku rapat rapat saat Pak Napit mendorong masuk penisnya, aku tak berani menantang sorot matanya, terlalu malu untuk mengakui bahwa aku sangat sangat menikmati bercinta dengan orang setua dia dan aku tak inging dia mengetahuinya.

Kembali aku menjerit keras saat penis Pak Napit memasuki vaginaku. Tanpa mempedulikan jeritan kesakitan atau kenikmatan dariku, dia langsung memompa dan menekan sedalam mungkin, klitorisku tertekan gesekannya. kucengkeram lengannya dengan kuat, mungkin kuku kukuku melukainya tapi aku tak peduli, dan ketika mataku terbuka aku begitu malu melihat bagaimana Pak Napit memandangi pancaran kenikmatan yang kuperoleh darinya, secepatnya kupejamkan kembali dengan tersipu malu.

Akhirnya petahananku runtuh juga beberapa menit setelah dia memompa dengan cepat, aku benar benar menjerit histeris mendapatkan orgasme darinya, kututupi mukaku dengan bantal karena malu tapi dia menariknya, justru makin melototi mukaku yang sedang dilanda orgasme hebat sekali, wajahnya menyeringai penuh kemenangan. Tubuhnya semakin keras menghentak disaat aku sedang berada di puncak, aku menggeliat tanpa daya seiring dengan jeritan jeritanku.

Kocokannya masih berlangsung beberapa menit kemudian, napasku semakin tersengal mendapat sodokan demi sodokan. Tanpa memberiku kesempatan mengambil napas, dia membalikku. Penisnya langsung menusuk tajam dari belakang dan mengocok dengan cepat, semakin keras aku menjerit atau lebih tepat melolong nikmat, permainannya sudah kasar kearah liar. Begitu keras dia menyodok dan menghentakku sembari menarik rambutku ke belakang. Aku yang terbiasa melayani permainan kasar makin menikmati keliarannya, kulawan gerakannya dengan goyangan pantat. Lima menit lebih dia memompa dari belakang sebelum akhirnya kurasakan tubuhnya menegang dan penisnya terasa membesar disusul denyutan sangat kuat menyemburkan sperma di vaginaku.
"Ooh, sshhiitt.. bitch" teriaknya mengiringi semprotannya.

Aku tak mampu lagi berteriak, kugigit kuat bantal yang ada dibawahku, gempuran itu begitu kuat "menghajar" vaginaku tanpa ampun. Dicabutnya penis itu dengan kasar dari vaginaku hanya sedetik setelah habisnya denyutan itu, tanpa memberiku kesempatan menikmatinya lebih jauh. Tubuhku langsung dibalik, dia mengangkang di atas dada hendak menjepitkan di buah dadaku. Aku ingin memberi melebihi yang dia inginkan, sebagai ungkapan terima kasih, kuraih penis yang masih penuh sperma dan kumasukkan ke mulutku, kukocok sebentar hingga "bersih tanpa noda". Kami berdua menggeletak terkapar kehabisan tenaga, benar benar terkapar seperti orang kalah bertanding.
"Kamu hebat bisa bertahan segitu lamanya" katanya dengan napas masih tersengal.
"Ah bapak yang hebat membuatku menggelepar kayak ikan" aku berkata sejujurnya.

Baru sekarang kurasakan kelelahan yang teramat sangat, mungkin akumulasi sejak tadi pagi setelah melayani bercinta dengan empat orang hari ini dan 2 terakhir benar benar menguras energi dan emosiku. Sendi sendiku serasa terlepas dari tempatnya, aku tak mampu lagi berdiri, hanya napas kami yang menderu terdengar di kamar ini. Aku tak tahu lagi sudah berapa lama kami tadi bercinta, paling tidak lebih dari 30 menit menurut perasaanku. Terus terang aku salut akan stamina Pak Napit yang begitu prima mampu melayani nafsu wanita yang seusia anaknya, bahkan membuatnya terkapar tak berdaya. Ingin rasanya melanjutkan babak kedua segera, aku sudah tak sabar untuk merengkuh kenikmatan lebih banyak lagi.

Dengan langkat tertatih aku ke kamar mandi, rasanya penis itu masih mengganjal di selangkanganku. Vaginaku terasa perih saat kucuci dengan sabun, mungkin lecet atau sobek di bibirnya. Aku langsung mandi air hangat menyegarkan diri supaya bisa bertahan lebih lama di babak kedua.

Ketika aku kembali ke kamar ternyata Pak Napit sudah ngorok, masih dalam keadaan telanjang, padahal belum terlalu malam, masih belum jam sebelas, mungkin terlalu capek, baik karena golf tadi siang maupun dari permainan sex barusan, akupun terpaksa harus memendam hasratku yang aku sendiri tak tahu apakah bisa terlaksana.

Meskipun sudah capek, aku tak bisa begitu saja tertidur, apalagi dengan hasrat yang masih mengganjal. Kucoba meredam gairahku dengan mengalihkan ke layar TV, tapi hingga satu jam berlalu masih juta menggebu hasrat untuk segera bercinta dengan Pak Napit. Seharusnya aku ikut menjaga stamina dia untuk bertanding besok, tapi aku khawatir kejadian seperti Pak Bambang terulang lagi, berarti tertutup sudah kemungkinan untuk meraih nikmat kembali dengan Pak Napit.

Setelah kupikir beribu kali dan mempertimbangkan masak masak untung rugi maupun resikonya, akhirnya kuberanikan diri mendekati Pak Napit yang pulas dalam tidurnya. Kuabaikan segala macam keangkuhan dan rasa malu, aku harus menerima segala resiko yang terjadi akibat perbuatanku ini. Dengan ragu tanganku meraih penis Pak Napit yang lemas lunglai, kukocok dengan pelan dan kumasukkan ke mulutku, perlahan tapi pasti penis itu membesar di dalam mulut. Kudengar desahan halus dari Pak Napit, entah dia sudah bangun atau masih tertidur. Tak lama dalam kulumanku, penis itu segera tegang membesar, siap untuk dipakai. Kulihat Pak Napit masih memejamkan matanya, tapi suara dengkuran sudah hilang berganti desahan.

Peralahan kunaiki tubuhnya dan kutuntun penisnya memasuki vaginaku.
"Kamu memang nakal" kudengar suara pelan mengagetkanku yang sedang "berjuang" mengisi vaginaku dengan penis besar itu.
"Habis enak sih.. sshh.. mm" jawabku singkat sambil menurunkan pantatku mendorong masuk penisnya, Pak Napit ikutan mendesah meski matanya masih terpejam.

Tanpa membuang waktu lebih lama aku langsung menggoyangkan pantatku, bergerak liar di atas tubuhnya dengan kecepatan tinggi. Gerakanku makin liar ketika tangan tangan Pak Napit ikutan mempermainkan buah dada dan putingku. Aku mendesah lepas menikmati kocokan penisnya yang semakin nikmat terasa, tak kuhiraukan rasa nyeri yang sudah berganti menjadi kenikmatan tak terkatakan.

Cukup lama aku "berkuda" di atas Pak Napit. Aku tak mau kenikmatan ini segera berakhir, kuhentikan gerakanku setiap kali kurasakan tubuh Pak Napit mulai menegang hendak orgasme dan kulanjutkan lagi setelah ketegangannya menurun. Dengan cara begini aku bisa memperpanjang permainan, limabelas menit telah berlalu, sudah 2 kali kurengkuh orgasme secara beruntun. Aku memang egois, tapi toh dia tidak protes keberatan atas perlakuanku.

Ketika aku hendak meraih orgasme ketiga, Pak Napit menarikku dalam pelukannya dan langsung mengocok dari bawah, tak dihiraukannya lagi permintaanku untuk berhenti sebentar, berarti dia ingin segera mencapai klimaks, maka akupun berusaha secepatnya mendapatkannya terlebih dahulu. Kami seakan berpacu menuju puncak, seandainya dia berhasil mendahuluiku maka Game Over tapi sebaliknya kalau aku mencapai terlebih dahulu, dia masih bisa mendapatkannya. Tubuh kami sudah menempel rapat, keringat saling bercucuran di sekujur tubuh, kami memacu nafsu berlomba mencapai batas akhir. Rupanya nasib baik masih berpihak padaku, beberapa menit kemudian meledaklah jeritan yang kutahan sejak tadi, otot otot vaginaku berdenyut lebih keras saat kugapai orgasme, tubuhku menegang. Pak Napit makin mempercepat kocokannya dan dia menyusulku beberapa detik kemudian diiringi jeritan kenikmatan kami berdua.

Tubuhku lemah lunglai telungkup di dadanya, detak jantung kami seakan menyatu. Terpenuhi sudah hasrat yang sejak tadi terpendam dengan penuh kepuasan. Akhirnya kami tidur dalam kelelahan yang hebat dan kenikmatan yang masih tersisa untuk dibawa tidur. Pak Napit benar benar telah menutup hariku dengan penuh kenikmatan, terima kasih Bapak, kuharap besok Bapak bisa memenangkan pertandingan dan kita bisa mengulang kenikmatan ini lebih lama lagi, harapanku sebelum terlelap.


Hari Ketiga

Keesokan paginya ketika kubuka mataku, kulihat Pak Napit sudah rapi bersiap untuk berangkat. Tak ada kesan capek dalam raut wajahnya, bahkan sepertinya tampak lebih ceria dibanding kemarin.
"Maaf Pak, aku terlalu lelap tidur" sapaku tergopoh gopoh beranjak ke kamar mandi.
"Kamu nggak usah ikut turun kalo masih ngantuk, ntar siangan aja pulang" katanya, aku tahu dia sudah terlambat menghadiri acara sarapan pagi.
"Nggak kok, aku cuma sikat gigi dan cuci muka"

Akhirnya tanpa mandi dan ber-make up aku mendampingi Pak Napit ke Coffe Shop.
"kamu tetap cantik meski tanpa make up" sapa Pak BAmbang ketika aku sudah berada diantara mereka.
Dengan mesra aku melayani Pak Napit selama sarapan, hal yang sama kulakukan pada Pak Bambang kemarin.
"Gimana tidurnya Pak, nyenyak?" tanya Pak Bambang, aku yakin dia sedikit cemburu.
"Tanya aja sama dia" jawab Pak Napit sambil mengunyah sandwich bikinanku, aku hanya menunduk malu.
"Melihat mata Lily yang masih cekung, aku bisa tebak bahwa kalian kurang tidur" goda Pak Ade.
"Jadi kesempatan kita terbuka untuk merebut piala dari Pak Napit" celetuk lainnya yang aku sudah lupa namanya.
Mukaku merah mendengar olokan mereka.

Setelah mencium pipi dan keningku, Pak Napit bergabung dengan rekan rekannya menuju Ciputra Golf Club (dulu masih bernama Citraland). Aku kembali ke tempat kost untuk melanjutkan istirahatku, vaginaku masih terasa sakit dan nyeri, hari ini kuputuskan untuk sementara tidak terima booking-an supaya tidak memperparah luka di vaginaku, apalagi bila ternyata pemenangnya kembali Pak Napit, tentu memerlukan stamina yang lebih prima. Semua itu harga yang harus kubayar atas kenikmaan yang kudapat dari Pak Napit, tapi aku sama sekali tak menyesalinya.

Kuhabiskan waktuku dengan beristirahat, menunggu tiba saatnya. Beberapa telepon masuk mengajak ketemu terpaksa kutolak dengan alasan lagi Mens. Selepas makan siang aku bersiap menuju ke Hotel Mercure, memenuhi sessi terakhir dari kesepakanku di akhir pekan ini. Sengaja kukenakan pakaian yang paling sexy yang baru kubeli kemarin, aku ingin membuat mereka terkesan di hari terakhir kunjungannya ke Surabaya. Ketika kuhubungi GM-ku, ternyata dia juga tidak tahu tentang acara terakhir ini, belum ada informasi lebih lanjut kecuali aku disuruh tunggu di Mercure.

Setiba di Mercure aku langsung cek ke receptionist, ternyata mereka belum datang juga padahal sudah hampir pukul 1 siang, terpaksa aku harus nunggu di lobby untuk waktu yang aku sendiri tak tahu. Menunggu adalah pekerjaan yang paling menjemukan, apalagi menunggu di tempat terbuka seperti lobby hotel ini, suatu pekerjaan yang paling kubenci selama ini. Ingin kutunggu di mobil saja tapi aku takut tidak bisa melihat kedatangan mereka, akhirnya kuputuskan menunggu di Coffe Shop. Kucari tempat yang strategis, tidak terlalu mencolok tapi bisa memandang langsung ke arah Lobby, agak susah karena jam makan siang begini cukup banyak tamu di Coffe Shop itu, untung aku mendapatkannya.

Secangkir teh hangat dan snack menemani penantianku. Sepuluh menit sudah berlalu, si GM ternyata tidak bisa menghubungi mereka karena HP-nya pada OFF, jadi aku harus memperpanjang penantian, menyesal aku tadi buru buru berangkat, mestinya kutunggu saja di tempat Kost menanti panggilan, toh tidak terlalu jauh letaknya.
"Lagi nunggu seseorang ya" suara dari samping mengagetkanku, ternyata si Doni, salah seorang langgananku yang royal memberi tip dan hadiah hadiah kecil.
"Eh kamu Don, ngapain disini, pasti juga sedang nunggu seseorang" jawabku menutupi kekagetanku.
"Sok tahu, aku lagi jemput temanku, dia baru datang dari Medan minta di antar ke Pasar Turi atau Kapasan, biasa kulakan" jawabnya sambil menghembuskan asap rokoknya ke arahku.
"Teman apa teman" godaku.

Kamipun ngobrol biasa seperti layaknya seorang teman, bukan seorang tamu, itulah kalau udah sering ketemu.
"Emang kamu janjian jam berapa?" tanyanya setelah sepuluh menit belum juga ada yang menghampiriku.
"Jam makan siang sih tapi nggak tahu kok belum datang, katanya masih main golf di Ciputra" jawabku terus terang
"Kita tunggu di kamar aja yuk, lumayan sepukul dua pukul" ajaknya nakal.
"Gila kamu, kalo tiba tiba dia datang gimana, lagian saru menyerobot punya orang" jawabku sambil mencubit lengannya.
"Kalo dia datang kan pasti telpon kamu, bilang aja masih di jalan atau apa kek, kan tinggal pindah kamar saja" dia mendesakku meskipun tak ada nada paksaan.

Aku terdiam, ucapannya ada betulnya juga sih, lagian aku tahu betul permainan dia di ranjang, biasanya tak lebih lama dari hisapan sebatang rokok kretek, aku mulai tertarik dan memperimbangkan tawarannya.
"Kalo ketahuan kan aku kehilangan order dan langganan" kucoba keseriusan tawarannya.
"Ya jangan ketahuan dong, tapi nggak usah khawatir, aku akan ganti kerugianmu, kayak nggak tahu aku aja".
"Bukan gitu maksudku, tapi jangan lama lama ya".
"Semakin kamu banyak bertanya semakin lama jadinya" jawabnya seraya berdiri menuntunku setelah merasa mendapat lampu hijau.
Setelah menyelesaikan pembayaran makanan dan minuman kami menuju ke kamar yang letaknya satu lantai di atas kamar Pak Napit.
Ternyata temannya yang punya kamar itu sedang mandi, tak mungkin memintanya menunggu di lobby.
"Ya udah, jangan keluar sebelum kupanggil" katanya sambil mendorong temannya ke kamar mandi.
Aku tertawa geli melihat tingkah mereka.

Untuk mempersingkat waktu segera kukeluarkan penis Doni dari lubang resliting celananya, aku langsung berjongkok mengulumnya, sekedar melumasi dengan ludahku. Dalam hitungan detik penis itu sudah menegang dan siap pakai. Hanya melepas celana Jeans, aku langsung telentang di ranjang. Akhirnya kurasakan kocokan pertama di hari itu dari Doni, yang menyodokku tanpa melepas pakaian sedikitpun. Tak seperti biasanya dia melakukan dengan singkat, kali ini ternyata berlangsung lebih lama dari dugaanku, bahkan kami sempat berganti posisi dogie sebelum akhirnya menyemprotkan spermanya di vagina yang sudah kusiapkan sejak pagi untuk kupersembahkan pada sang juara. Semua itu berlangsung tak lebih dari 7 menit.

Aku tidak bisa mencuci vaginaku karena ada teman Doni, kubiarkan spermanya menetes keluar dan hanya kuusap dengan selimut. Kubiarkan bagian bawahku telanjang beberapa waktu lamanya supaya lebih banyak cairan itu mengalir keluar dari liangku.
Sepuluh menit berlalu, masih juga belum ada kepastian. Doni rupanya sengaja menghukup temannya di kamar mandi dan tidak boleh keluar.
"Sekali lagi yuk, mumpung masih ada waktu" usul Doni melihat aku mondar mandir gelisah dalam keadaan tanpa celana sambil mengepulkan asap rokok.

Aku melotot protes tapi justru dia malah menarikku dalam pelukannya, kupalingkan wajahku ketika dia berusaha mencium bibirku, aku tak mau make up ku rusak karenanya, terlalu lama kalau harus memperbaikinya. Doni malah tertawa dan membalikkan tubuhku, mendorongnya hingga posisiku nungging menghadap ke meja, tanganku bersandar pada tepi meja. Dia bersiap untuk menyetubuhiku dari belakang, aku protes tapi tidak melawan saat penisnya menyentuh vaginaku. Saat Doni mulai mendorong masuk, handphone-ku berbunyi, segera aku berlari mengambilnya, terlepaslah penis yang sudah setengah jalan di vaginaku, kudengar sumpah serapah darinya tapi hanya kutanggapi dengan ketawa geli.

Mereka sudah diperjalanan, berarti paling tidak masih ada 15 menit sebelum sampai di hotel, masih cukup waktu satu babak lagi sebelum menyambut mereka di Lobby. Kudekati Doni yang duduk di sofa sambil mengelus penisnya, dia memandangku dengan penuh harap. Kuraih penisnya yang mulai lemas dan kukulum kulum sebentar hingga menegang. Semenit kemudian kami sudah berlayar menyeberangi lautan nafsu, dia mendayung dari belakang melanjutkan yang sempat terputus tadi. Diperlukan hampir 10 menit untuk mencapai seberang kenikmatan, sedikit lebih lama dari yang pertama tadi. Untunglah penis Doni masih dibawah rata rata hingga tak sampai memperparah lukaku.

Ketika kami berbalik, ternyata teman Doni sudah berdiri di depan kamar mandi, hanya mengenakan celana dalam, secara reflek aku menutupkan tanganku di selangkangan.
"Sorry, teriakan cewekmu tadi terlalu hot mengundang rasa penasaranku" katanya.
Kuambil bantal menutupi vaginaku dan kulewati dia masuk ke kamar mandi. Bukannya aku sok suci, tapi sudah prinsipku untuk tidak memamerkan tubuhku di depan orang yang bukan tamuku.

Setelah membersihkan diri dan menghapus sisa sisa jejak yang masih ada, kutinggalkan Doni dan temannya menuju ke Lobby.
Mereka datang hanya berselang beberapa menit setelah kedatanganku. Kulihat mereka masih sibuk menurunkan stick golf dari mobil ketika Pak Ade menghampiriku.
"Udah lama nunggu?" sapanya.
"Ya kira kira 10 menit" jawabku bohong.
"Pak Napit bilang kamu hebat di ranjang dan pintar oral" katanya pelan, aku kaget tak menyangka dia cerita ke teman temannya.
"Ih kok Pak Napit ceritain ke semua orang sih" ada nada protes.
"Cuma sama aku, dia kan anak buahku jadi akhirnya cerita setelah kudesak, aku jadi ingin sekali membuktikannya, sayang aku kalah, habis terlalu bernafsu sih".
"Kita ke toilet sebentar yuk" ajaknya, aku kaget dengan ajakannya, kutatap tajam matanya, dia serius.

Aku tak sempat menjawab karena rekan rekannya sudah datang, Pak Napit menggandengku menuju Coffe Shop. Aku hanya memesan minuman, sekedar menemani mereka makan siang. Sesaat kulihat Doni dan temannya melintasi meja kami, dia memandangku sambil tersenyum.

Pak Ade yang berada di seberangku memandangku dan memberi isyarat, aku tahu maksudnya tapi pura pura tak melihat, belum kuputuskan apakah menerima tawarannya atau tidak. Dia berdiri dan berbisik pada Pak Napit yang duduk di sebelahku, tangan Pak Ade mencolek pundakku memberi isyarat tanpa ada yang mengetahui, lalu dia pergi ke toilet. Aku bingung tak tahu harus berbuat apa.
"Permisi Pak, perutku tiba tiba mulas" bisikku ke Pak Napit.
Pak Napit memberikan kunci kamarnya tapi aku menolak.
"Di Lobby aja Pak, lebih dekat" jawabku buru buru berdiri seperti orang yang sakit perut.
Pak Ade sudah menuggu di depan toilet pria, senyumnya mengembang saat melihat kedatanganku, beruntunglah suasana di depan toilet itu tak ada orang.
"Tunggu sebentar masih ada orang" katanya.

Begitu orang itu keluar, buru buru kami masuk toilet Pria, masuk ke WC dan menguncinya. Aku duduk di atas closet, kubuka resliting Pak Ade yang berdiri di depanku dan mengeluarkan penisnya. Aku tak menyangka melakukan hal yang sama 2 kali berturut turut, kali ini lebih gawat, kulakukan di WC pria. Penis Pak Ade yang tegang dengan cepat meluncur mengocok mulutku, merusak lipstik dan make up wajahku. Gagal sudah memberikan yang terbaik pada sang juara, dua kali di dahului orang yang sebetulnya tidak berhak, ada perasaan bersalah. Pandangan Pak Ade tak pernah terlepas dari wajahku yang sedang mengulumya, dia tak berani mendesah, tangannya menjaMbak rambutku menambah rusaknya riasanku, dia seperti tak peduli.

Kulepas celana jeans-ku, aku nungging membelakanginya, kupentangkan kakiku lebar, tanganku tertumpu pada kloset. Penis Pak Ade sudah melesak di vaginaku beberapa detik kemudian, dia mengocokku langsung dengan tempo tinggi diselingi sentakan keras. Hampir saja aku menjerit, kugigit bibirku menahan kocokannya, tentu saja kami tak berani mendesah. Semakin cepat dan keras sodokannya, semakin kuat aku menggigit bibirku, tangannya sudah meremas remas buah dadaku, untunglah kaos yang kupakai tahan kusut, kalau tidak pasti akan terlihat kusut hanya di bagian dada.

Kudengar orang masuk ke toilet, kami terdiam sesaat menunggu dia keluar, penis masih tetap menancap. Sodokan teras menghantamku setelah orang itu keluar.
"Aahh" jeritku tanpa sadar yang segera ditutup tangan Pak Ade.
"Sstt" bisiknya, enak aja orang suruh diam tapi dia menyentak keras, protesku dalam hati.
Kugigit jari Pak Ade yang ada di mulutku.

Kini aku duduk di pangkuan Pak Ade, kami saling berhadapan, giliranku mengocoknya. Pak Ade menyingkap kaosku hingga ke dada, dilepasnya kaitan tali bra yang ada di depan dan langsung mengulum putingku sambil meremas remas. Aku hampir mendesah karenanya, kuhentikan gerakanku saat kudengar seseorang masuk tapi Pak Ade justru memperkuat sedotannya, kuremas remas rambutnya sambil menggigit bibirku menahan desahan. Tanpa menunggu orang itu keluar, aku memulai goyanganku, biar tahu rasa, pikirku. Tanpa kusadari aku semakin bergairah melayani Pak Ade dari yang tadi ogah ogahan, ternyata bercinta penuh ketegangan seperti ini menimbulkan sensasi tersendiri yang tak pernah kubayangkan.

Kami sudah tak pedulikan lagi apakah ada orang diluar atau tidak, toh tetap saja tanpa desah. Kudekap erat kepala Pak Ade di dadaku, aku sudah hampir mencapai klimaks, tak tahu bagaimana menghadapi klimaks tanpa jeritan kenikmatan, dan saat vaginaku berdenyut hebat aku hanya bisa menggigit bibir bawahku sambil mendekap kepala Pak Ade makin rapat, tak ada jerit kenikmatan.
Sesaat kemudian Pak Ade mengikutiku ke puncak, penisnya bergerak hebat di vaginaku, dia meremas buah dadaku makin kuat, kali ini kugigit jari tanganku sambil menerima semprotan sperma yang membanjir.

Kami keluar sendiri sendiri setelah keadaan aman, Pak Ade kembali bergabung dengan rekannya dan aku langsung pindah ke toilet wanita merapikan make up dan rambut. Aku kembali bergabung dengan mereka seperti tidak terjadi sesuatu, ternyata mereka sudah selesai makan, Doni dan temannya sudah tidak ada di mejanya.
"Maaf Pak, lama, abis mules banget sih" kataku setelah meninggalkan mereka mungkin sekitar 15 menit.
Pak Napit menggandengku menuju Lift, aku sudah siap untuk diserah terimakan ke sang pemenang.
"Oke, dengan ini aku serahkan piala bergilir, and the Lily goes to Pak Bambang again" kata Pak Napit menirukan pembagian Piala Oscar, sambil menyerahkanku ke pelukan Pak Bambang yang menyambut dengan mencium bibirku, lainnya bertepuk tangan.
Hilang sudah perasaan bersalahku karena telah memberikan tubuhku pada dua orang terlebih dahulu sebelum sang juara menikmatinya, karena dia telah pernah merasakannya.

Aku menatap mata Pak Napit dengan perasaan bersalah, mungkin karena "kuperkosa" tadi malam dia tidak bisa mempertahankan pialanya.
"Jangan kaget kalo kamu kembali ke Pak Bambang, selama ini belum pernah ada yang bisa mempertahankan pialanya 2 hari berturut turut, paling berpindah sementara seperti ini" kata Pak Napit seolah menjawab rasa bersalahku.
Sepertinya aku memang harus mondar mandir dari kamar Pak Napit kembali lagi ke kamar depan.
Mereka langsung check out dari hotel langsung pulang, hanya sang juara yang tinggal hingga last flight nanti malam merayakan kemenangan bersama pialanya.
"Kamu memang memberiku semangat bertanding yang luar biasa, karena kamu aku bertekad kuat untuk memenangkan di hari terakhir" kata Pak Bambang ketika kami di dalam kamar sambil memelukku.
"Ah Bapak bisa aja" jawabku membalas ciumannya.
"Kita mandi yuk, meneruskan yang telah terputus" ajakku sambil melepas celana dan kaosnya, sebenarnya aku ingin membersihkan tubuhku dari sisa sisa Pak Ade tadi.
"Kamu ini memang benar benar penggoda, maunya to the point" jawabnya sambil mencubit pipiku dan melepasi seluruh pakaianku tanpa sisa.

Kugandeng dia ke kamar mandi sebelum berbuat lebih jauh lagi, sambil menunggu air panas memenuhi bathtub aku duduk di kloset menghadap penis Pak Bambang yang setengah tegang, kuciumi dan kuusapkan ke wajahku. Pak Bambang mulai mendesis ketika lidahku menari di kepala penisnya dan semakin keras saat kukulum, persis seperti yang kulakukan dengan Pak Ade 20 menit yang lalu, hanya berbeda suasana. Pak Bambang memegang kepalaku lalu mengocok mulutku, tanpa kesulitan kumasukkan semua hingga ke pangkalnya, tidak seperti Pak Napit kemarin yang hanya mampu kukulum setengah saja.

Pak Bambang berlutut di depanku, diciumi pahaku.
"Jangan Paak" teriakku ketika Pak Bambang mau menjilati vaginaku.
Sebersih apapun aku mencuci pasti masih ada sisa dan bau sperma Pak Ade yang tertinggal, aku nggak mau dia menjilati sisa sisa sperma rekannya. Namun sayang, teriakanku tadi diterjemahkan lain olehnya, dikira aku teriak kenikmatan, dia malah memaksa membuka kakiku lebih lebar. Akhirnya kubiarkan saja dia menikmati lembabnya vaginaku, sambil berharap dia tidak terlalu sensitif mencium aroma sisa sperma. Lidahnya dengan lincah menyusuri lekuk sudut organ intimku, akupun mendesah nikmat, kuremas rambutnya dengan gemas, dia makin ganas menjilati tanpa ampun diselingi kocokan jari tangan yang bergerak gerak liar di dalam. Desahan nikmatku makin lepas.

Aku tak tahan dipermainkan seperti ini, kudorong tubuhnya hingga terduduk di lantai, aku langsung menyusul turun ke pangkuannya. Segera kelesakkan penis Pak Bambang ke vaginaku dan langsung mengocok dengan gerakan pinggul memutar, dia menyambut putingku yang sudah berada di depannya dengan kuluman gemas penuh gairah.
"Aagghh sshh ennaakk" desahku tanpa malu sambil mempercepat gerakanku.
Mulutnya bergerak lincah dari satu puting ke lainnya.
"Jangan dikeluarin dulu Pak, aku ingin yang lama" bisikku disela desahan kenikmatan, dia menjawab dengan pagutan di bibirku.

Kudorong tubuhnya lagi hingga telentang di lantai kamar mandi, aku tahu dia merasa dingin karena lantai marmer itu, tapi tak kupedulikan. Tubuhku makin cepat turun naik di atasnya. Air hangat di bathtub sudah meluber tapi tak kami perhatikan, aku ingin spermanya yang meluber di vaginaku. Namun luberan air di lantai mengganggunya, aku baru sadar kalau Pak BAmbang sudah tidak muda lagi, seusia dia tentu gampang masuk angin kalau kedinginan.
"Kita ke bathtub aja yuk, sambil mandi" ajakku sambil menghentikan gerakanku, sekalian menurunkan tegangan birahi kami.

Kami berendam bersama sama, air bathtub makin meluber keluar. Kami tidak langsung menyambung adegan yang terputus, tapi saling memandikan, saling menyabun dengan sentuhan sentuhan di bagian sensitif.
"Mau disini apa di ranjang" kuberi dia pilihan, aku tahu dia sudah berada dalam cengkeraman pesonaku, apapun yang kumau pasti dituruti.
"Terserah kamu aja yang penting enak, tapi disini dingin, ntar rematikku kambuh" katanya, dasar orang tua tak tahu diri, udah sakit sakitan gitu masih juga doyan daun muda, batinku.
"Ya udah kita di ranjang aja biar hangat, yuk aku keringin dari pada masuk angin"

Setelah mengeringkan dengan handuk kamipun berpindah ke ranjang. Pak Bambang langsung menggumuli tubuhku yang sudah telentang menantang, tak secuil tubuhku terlewatkan dari jamahannya.
"Dari belakang yuk, kemarin kan belum mencoba" ajakku, padahal aku sudah lupa apakah memang belum mencobanya, tapi dia mengiyakan saja.
Untuk kesekian kalinya Pak Bambang meng-obok obok vaginaku dengan penisnya, digenjotnya keras tubuhku seakan ingin menjangkau rahimku. Aku diam saja tak menggerakkan tubuhku supaya dia bisa bertahan lebih lama, hanya desahanku yang terdengar. Aku menoleh ke arahnya, wajah Pak Bambang terlihat begitu serius mengocokku, butiran keringat sudah menghiasi mukanya, padahal kita barusan mandi. Lima menit lebih dia memompa vaginaku tanpa ada tanda tanda orgasme, sudah ada kemajuan dibanding kemarin.

Dia membalik tubuhku telentang, inilah posisi yang paling berat bagiku, disamping perutnya yang gendut akan menekanku, aku juga tak bisa memandangi wajahnya saat mengocokku, bukan karena memang tidak ganteng tapi mengingatkanku pada Papaku.
Kupejamkan mataku saat penisnya menembus vaginaku, dia mengocok sambil meremas buah dadaku. Bayangan bercinta dengan tamu sebelumnya tiba tiba melintas datang dan pergi, mulai dari Doni lalu berganti dengan Pak Napit dan berganti lagi dengan Pak Ade, mereka silih berganti hinggap di pikiranku, membuatku makin bergairah melayani Pak Bambang seakan aku bercinta dengan mereka, terutama Pak Napit, tamu terhebat dalam 3 hari terakhir ini.

Tiba tiba aku tersadar ketika Pak BAmbang berteriak orgasme dan kurasakan denyutan penisnya memompakan sperma di vaginaku, kubuka mataku dan aku kembali ke alam nyata dangan Pak BAmbang masih menyetubuhiku sedang mengisi vaginaku dengan spermanya, terasa hangat dan penuh. Aku tersenyum menyadari ketololanku. Setelah kubersihkan penisnya dengan sprei, dia langsung telentang di sampingku dengan napas yang ngos-ngosan.
"Bapak hebat, bisa tahan lama seperti itu" aku memuji
"Kamu juga makin lama makin hebat, lebih hot dari kemarin"
Kubiarkan sperma yang membanjir di vaginaku menetes keluar mengenai sprei.

"Pak aku mau tanya tapi jangan marah atau tersinggung ya?" tanyaku sambil menyandarkan kepalaku di dadanya.
"Mengenai apa?" jawabnya sambil mengelu elus rambut dan punggungku.
"Emm mengenai anu, piala bergilir" aku agak ragu melanjutkannya.
"Emang kenapa? Nggak suka ya?".
"Bukan begitu sekedar menjawab rasa penasaranku, itu kalo bapak nggak keberatan sih".
"Penasaran kenapa?".
"Aku pikir Bapak Bapak itu bisa booking cewek sendiri tanpa harus menunggu menang dulu, kenapa jadi dipersulit sih".
"Oh itu toh, memang benar sih, tapi sensasinya kurang dan tidak ada perjuangan kalo begitu".

Akhirnya Pak Bambang menceritakan aturan permainan dengan teman temannya, sebenarnya semuanya ada 37 orang yang mengikuti aturan itu, tapi sebagian besar sedang main di Bali, Yogja, Bandung dan Jakarta sendiri. Pada dasarnya aturan itu sama dengan berjudi, tapi dirupakan dalam bentuk yang lain dengan prinsip winner take all. Pemenang berhak mendapatkan free hotel plus piala bergilir yang ditentukan oleh seluruh peserta tanpa ada seorangpun yang menolak pilihan Piala itu.

Nilai dari Piala Bergilir itu berdasar kesepakatan taruhan, bisa semua dirupakan Piala bisa juga sebagaian. Kalau ketemu kelompok yang lebih gila bahkan Piala Bergilirnya 2 cewek sekaligus, tentu saja taruhannya juga lebih besar. Namanya Piala Bergilir, harus cuma satu untuk diperebutkan selama even, yang biasanya 2-3 hari berlangsung. Bagi yang kalah, selamat gigit jari dan tidak boleh mencari piala lain selama even itu berlangsung, kecuali setelahnya. Kalau ini dilanggar untuk selanjutnya dia tidak akan diundang lagi, tapi siapa yang tahu. Tentu saja aturan ini tidak menghapus taruhan lainnya diluar yang ini.

"Kamu adalah orang kedua yang kami pilih setelah cewek yang pertama datang kami tolak karena Pak Napit tidak setuju dan aku beruntung bisa mendapatkanmu secara gratis bahkan 2 kali".
Aku bingung mendengar penjelasan Pak Bambang, tak menyangka ada perilaku sekelompok orang seperti ini, padahal mereka dari keluarga yang bahagia, paling tidak itu yang kutangkap dari pembicaraan telepon Pak Bambang dan Pak Napit kemarin.

Cerita Pak Bambang diakhiri dengan kuluman di putingku, tanpa membersihkan sperma di vaginaku dia kembali mengocokku dengan keras. Babak ini dengan lebih santai dia menyetubuhiku, bahkan sempat berpindah dari ranjang ke sofa, dengan sabar kulayani semua keinginannya hingga dia bisa bertahan hingga lebih dari 15 menit sebelum mencapai klimaksnya. Berkali kali dia mengucapkan terima kasih karena telah membuatnya merasa perkasa di usianya itu.


Episode Lain

Pukul 7 malam kami berpisah di lobby hotel, dia naik taxi ke Juanda dan aku ke tempat parkir bersiap pulang. Tiba tiba aku teringat si Doni yang tadi siang telah membajakku. Kuhubungi HP-nya sambil berharap dia bersedia melanjutkan acara tadi siang sekalian menuntaskan nafsuku yang tidak tersalurkan saat menemani Pak Bambang tadi, 2 babak tanpa orgasme tentu siksaan tersendiri yang susah untuk dibawa tidur dalam keadaan birahi tinggi, meskipun itu sudah sering sekali terjadi.

"Don, kita lanjutkan yang tadi siang yuk" ajakku langsung.
"Kenapa?, si tua itu nggak bisa muasin kamu ya" ejeknya.
"Udah jangan cerewet, mau nggak?".
"Sorry aku nggak bisa sayang, aku udah mau pulang nih, nggak tahu temenku kayaknya mau deh".
Agak kecewa juga aku mendengar ketidakbisaannya itu, apalagi melihat temannya yang kelihatannya masih lugu banget, mana bisa muasin aku.
"Oke dia mau asal nggak buru buru" lanjutnya kemudian.
"Terserah deh sampai pagi juga boleh" tantangku kepalang tanggung.
Aku yang masih tergantung birahi tinggi langsung saja menyetujuinya dan turun dari mobil kembali ke hotel menuju kamar tempat Doni membajakku tadi.

Sesampai di kamar, Doni yang sudah bersiap pulang, mencium pipiku.
"Kamu temanin dia malam ini, jangan bikin kecewa, jangan lupa mandi dulu biar bersih!!" pesannya sebelum meninggalkan kami.
"Beress Boss" godaku.
"Jangan lupa nanti uangnya kasih ke dia, itu sampai besok pagi" teriak Done ke temannya sebelum menutup pintu.
Sepeninggal Doni kami menjadi canggung, ternyata temannya itu tidak terlalu suka bicara seperti Doni, aku harus bisa membuat suasana akrab. Beberapa pertanyaan hanya di jawab dengan pendek, terlihat dia cukup nervous hanya berduaan di kamar.

"Aku belum pernah selain sama pacarku" akhirnya dia berterus terang.
"Itupun baru beberapa kali" lanjutnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu terkejut melihat dia begitu canggung ketika kudekati.
"Masih mau terus nggak, aku nggak mau kamu terpaksa melakukannya, ntar kecewa dan Doni marah" kucoba bersikap netral.
Dia diam saja, begitu juga ketika kutumpangkan tanganku ke pahanya, tidak ada reaksi, tapi dia juga tidak menolak ketika kucium dan kuelus selangkangannya beberapa saat kemudian. Terus terang, inilah pertama kali aku melayani tamu selugu dia, kalau pengakuannya benar. Dan aku belum punya kiat khusus menghadapinya, semua tamuku selama ini adalah para jawara dan expert dalam perselingkuhan dan permainan sex, jadi tak perlu lagi memandu, semua berjalan secara otomatis.

Sepuluh menit terbuang sia sia, dia masih belum memberikan respon positif atau dia belum berani menyentuhku meskiupun selangkangannya sudah keras kuremas remas dari luar.
"Aku mandi dulu ya, mau ikut nggak" teringat aku pesan Doni tadi sekalian ingin memancingnya lebih jauh, dia hanya diam tanpa jawaban ketika aku beranjak dari sisinya menuju kamar mandi.
"Koh, sini tolong lepasin ini dong" aku teriak dari kamar mandi memancingnya untuk membantu membuka kaitan bra.

Kulihat tangannya agak gemetar saat membuka kaitan bra, apalagi kaitan yang ada didepan itu memang nyangkut. Keringat dingin membasahi dahinya. Kuusap dengan mesra. Begitu kaitan bra terlepas, terpampanglah keindahan bukit di baliknya, entah setan darimana tiba tiba muncul keberaniannya atau nafsu yang sudah tak tertahan lagi. Diremasnya kedua buah dadaku dan langsung dikulumnnya putingku dengan penuh nafsu dan ganas, aku kaget akan serangannya yang tak terduga. Bersamaan dengan itu tangannya menggesek gesek selangkanganku yang masih tertutup celana dalam mini yang hanya menutupi bagian segitiga di depan.

"Kita mandi dulu yuk" bujukku sambil mendesah tapi dia tak menghiraukan ajakanku malah makin memperkuat sedotannya.
Maka akupun membalas dengan melucuti pakaiannya menyisakan hanya celana dalam, dari remasan tadi aku perkirakan penisnya lebih besar dari Doni dan kelihatannya dugaanku benar. Aku merosot turun berlutut didepannya, saat kutarik celana dalamnya sejenak kutertegun, dugaanku ternyata salah, penisnya tidak lebih besar dari Doni tapi jauh lebih panjang, mungkin 17 cm, suatu ukuran yang jarang dimiliki seorang Chinese, paling tidak itu dari pengalamanku selama ini.
"Kenapa? Kecil ya?" katanya melihat ketertegunanku.
"Bukan kurang besar tapi terlalu panjang" godaku sambil mengocoknya, penis itu terlihat indah dengan warna kemerahan belum disunat, segera kujilati dengan gemas, dia mulai mendesis sambil meremas rambutku.
Pantatnya mulai ikutan bergoyang ketika kumasukkan ke mulutku, goyangannya mengocok penis itu di mulut, desahannya makin keras.
"Uff, kita kedalam aja" ajaknya

Dia menelentangkanku di ranjang dan langsung menggumuli tubuhku, melumat bibirku, menjilati leherku, mengulum rakus buah dada dan putingku, aku mendesah menggelinjang geli dan nikmat.
"Gantian" bisikku setelah beberapa lama merasakan cumbuan ganas darinya, kudorong dia telentang disampingku.
Segera kulahap penisnya yang panjang, hanya separuh yang bisa masuk, kepalaku turun naik diselangkangannya. Kunaikkan kakinya lalu kujilati kantong bola hingga ke lubang anus, dia menjerit keras tak menyangka kuperlakukan seperti ini, semakin dia menjerit semakin aku bergairah.
"Udah udah aahh" desahnya, mungkin sudah tak tahan lebih lama lagi.

Aku tersenyum, telentang disampingnya. Dia mencium bibirku dan mengatur posisinya di antara kakiku, penisnya disapukan ke bibir vaginaku dan mendorongnya pelan pelan memasuki celah sempit kenikmatan. Penis keempat yang mengisi vaginaku di hari ini. Terasa begitu lama perjalanan sebelum semua tertanam, rahimku serasa ditusuk keras, aku menggeliat. Dengan halus dia mengocokku, berlawanan dengan cumbuan ganasnya tadi, ditatapnya tajam mataku seakan ingin melihat seberapa nikmat yang kualami. Kubalas tatapannya, baru kusadari kalau dia masih begitu muda, paling belum 25 tahun, atau mungkin malah masih kuliah, suatu perbedaan mencolok dibandingkan dengan Pak Bambang yang seusia Papaku.

Meski tidak terlalu ganteng tapi dengan wajahnya yang putih bersih layaknya chinesse, tak segan aku memandangnya apalagi semburat semu merah menghiasi wajah penuh birahi itu. Dia masih mengocokku dengan irama tetap, kami masih beradu pandang, kalung emasnya sering berayun mengenai mukaku. Tubuhya kurarik dalam dekapanku, dan kamipun saling beradu bibir dan lidah. Kocokannya serasa menyodok rahimku, terasa sedikit nyeri tapi banyak nikmat.

Namun sayang, tak lebih 5 menit tubuhnya sudah mengejang pertanda orgasme, padahal aku baru mulai mendaki menuju puncak, sedetik kemudian denyutan kuat menghantam vagina dan rahimku, aku teriak kaget karena tak menyangka semprotan spermanya begitu kuat dan banyak, cairan hangat serasa membanjir di celah celah liang kenikmatanku. Dia langsung mencabut penisnya begitu denyutannya habis, beranjak menuju kamar mandi. Tapi aku mencegahnya, aku tahu dia ingin segera membersihkan penisnya, kuraih dan kumasukkan ke mulutku penis basah yang sudah mulai lemas, tak kuhiraukan jeritan protesnya karena kutahu dia pasti tak keberatan, entah kenapa ada keinginan untuk melakukan yang aku yakin belum pernah diberikan pacarnya atau apa yang belum dialaminya.
"Sekarang boleh kamu cuci" kataku setelah menjilat habis sperma yang ada, tapi dia nggak jadi ke kamar mandi.
"Nggak usah, udah bersih kok" katanya sambil tersenyum puas menatapku.

Kami istirahat cukup lama sambil makan malam di kamar, dia tak pernah mengijinkanku mengenakan penutup tubuh, bahkan handuk yang menutupiku setelah mandi dilepasnya.
"Body kamu bagus" katanya saat kami makan, masih telanjang.
"Tapi tak sebagus pacarmu yang masih mahasiswa itu kan" godaku asal teMbak aja.
"Rupanya Doni banyak cerita ya".
Lebih satu jam kami bersantai, suasana tidak sekaku tadi, bahkan dia menunjukkan foto pacarnya, pretty chinesse girl.
"Tapi tidak se-sexy dan sepintar kamu" komentarnya saat aku memuji kecantikannya.

Saatnya untuk mulai lagi, babak kedua kami lakukan di sofa, ternyata dia mengaku belum pernah melakukan selain di ranjang, aku bertekad memberi yang belum pernah dia rasakan. Penisnya benar benar menggelitik rahimku ketika aku bergoyang di pangkuannya, serasa begitu panjang seakan tembus hingga dada, tak kupedulikan rasa nyeri yang timbul karena rasa nikmatnya jauh melebihi rasa sakit itu. Kali ini dia bertahan lebih lama, kami berganti posisi, aku duduk di sofa menerima kocokannya, kami saling berhadapan hingga dia bisa bebas menciumi bibir dan leherku.

Mungkin karena sering melihat BF, kini kreatifitasnya timbul, dia mulai berani meminta posisi yang dia mau. Justru aku semakin bergairah melayani improvisasinya, orgasme pertama kuraih saat dia mengocokku dari belakang, masih di sofa, dan kudapatkan kembali hanya berselang beberapa menit ketika dia mengocokku saat aku telentang di meja, ini semua hasil improvisasinya. Lebih 25 menit permainan babak kedua sebelum dia menyudahi dengan denyutan hangat beberapa detik setelah orgasme keduaku. Akupun terkulai lemas dalam kelelahan yang hebat, tamuku terakhir ini ternyata bisa memenuhi kehausanku seharian, bahkan melebihi harapan, berat rasanya mengangkat tubuh yang masih tergolek di atas meja.

Malam itu dia benar benar mewujudkan semua fantasi terpendamnya selama ini, tanpa memperhatikan rasa capekku dia mencumbuku semalaman, seakan tak ada hari esok. Tak perduli apakah aku sudah tertidur atau masih bangu, begitu dia terbangun dari tidurnya langsung menindihku dan mengocoknya dan kalau aku masih malas diapun melakukannya dengan posisi miring. Semua kulayani tanpa protes karena pada dasarnya aku juga menikmatinya, hingga kami benar benar tertidur. Aku tak bisa menghitung lagi berapa babak permainan di malam itu, dia seperti kuda liar yang lepas dari kandang dan bertemu kuda betina, ditambah stamina darah muda yang prima membuat malam menjadi semakin panjang.

Aku pulang pukul 10 pagi setelah Doni datang menjemput temannya untuk melanjutkan kulakan ke Tanggulangin. Sesampai di tempat kost barulah kurasakan nyeri yang hebat di vaginaku, luka saat melayani Pak Napit semakin lebar dengan perlakuan tamuku sepanjang malam (sampai saat itu aku tidak tahu siapa namanya, karena memang tidak dikenalkan dan kami terlalu bernafsu hingga tak sempat saling menanyakan nama, bagiku itu sudah sering terjadi).

Sejak kejadian dengan para golfer tersebut, aku sering dijadikan piala bergilir di antara mereka, meski anggotanya tidak sama tapi permainannya hampir sama. Baru kutahu ternyata komunitas para golfer berperilaku seperti itu banyak di Surabaya dan aku menjadi salah satu favorit piala itu. Karena booking-an seperti itu uangnya besar dan hampir semuanya puas dengan pelayananku, maka GM memberiku hadiah satu set perangkat Golf "Mizuno" dan membiayaiku untuk kursus Golf. "Pasarnya menjanjikan" katanya. Hingga cerita ini dibuat tak pernah sekalipun aku turun ke lapangan menggunakannya, meskipun permainan Piala Bergilir masih sering kuterima.


.... masih berlanjut
 
13: Berbagi Ceria Dimana Saja

"Ly, kita ke tretes yuk" terdengar suara dari Hari dari ujung telepon pada suatu siang.
"Kapan?" jawabku antusias karena udah beberapa minggu aku nggak keluar kota, sekalian refreshing, sekalian dapat duit, berarti taripnya adalah menginap di luar kota yang besarnya bisa 2-3 kali daripada short time.
"Ntar sore kujemput ke tempat kost-mu gimana, kita berangkat rame rame" kata Hari, salah seorang langgananku yang sudah seperti seorang teman meski tak pernah melupakan bisnis.
"Rame rame?, emang dengan berapa orang?" tanyaku penasaran.
"Kita tiga orang, tapi yang satu bawa pacarnya sedangkan satunya lagi masih kosong, dia baru datang dari Jakarta nanti jam 5 sore, kalo kamu ada teman boleh juga di ajak sekalian, tapi yang bagus dong, minim kayak kamu lah, ha.. ha.. ha"
"Berarti harus lebih cantik dong, ah nggak ah, ntar aku dicuekin, lagian susah nyari orang yang lebih cantik dari aku" jawabku tak mau kalah.
"Oke deh terserah kamu aja lah, yang jelas harus cantik, sexy, tinggi, putih dan .. ah kamu tahu sendiri deh gimana maunya, ntar aku jemput jam setengah empat, ke Juanda dulu lalu langsung ke Tretes, oke?"
"Jangan setengah empat, jam limaan gitu lho" aku mencoba menawar karena jam 2 nanti aku harus melayani tamuku di Shangri La, takut waktunya terlalu mepet.
"Jangan, ntar terlambat kasihan dia menunggu kelamaan di Juanda" jawabnya.
".. setengah lima deh"
"Oke tapi carikan temanmu ya.. "
"Oke aku carikan, tapi nggak janji lho, aku kan kurang punya teman" jawabku menyanggupi.

Beberapa teman kucoba kuhubungi tapi banyak yang lagi off atau sedang ada booking-an, aku nggak mau mencari lewat GM, karena khawatir tidak tahu ceweknya dan kalau ternyata nggak cocok menjadi bebanku. Akhirnya aku menyerah, tak bisa mendapatkannya.
Kucoba menghubungi Hari untuk melapor tapi HP-nya sibuk, sementara aku harus segera berangkat ke Hotel Shangri-La, menemui tamuku yang sudah bikin appointment. Untuk sementara kulupakan Hari, masih ada waktu 3 jam sebelum Hari menjemputku, waktu yang lebih dari cukup untuk sekedar short time.

Perhatianku benar benar kucurahkan pada tamuku ini, meskipun aku belum pernah bertemu tapi karena dia adalah rekanan bisnis dari Koh Toni, tamu langgananku, yang sedang di servis, maka aku harus memberikan servis dan kepuasan padanya, supaya tamu langgananku tidak kecewa. Koh Toni menyambutku di lobby hotel, berdua kami naik ke lantai 9 menemui rekanan bisnisnya.

Ternyata ada 3 orang di kamar itu, satu persatu aku diperkenalkan, sementara aku sendiri tak tahu yang mana yang harus aku layani. Sepuluh menit kami berlima di kamar itu, satu persatu mereka meninggalkan kamar hingga tinggallah aku, Koh Toni dan rekanan bisnisnya yang bernama Tio, inilah tamuku yang sebenarnya.

"Ly, aku tinggal dulu, kamu temanin Pak Tio ya, ntar kalo udah selesai hubungi aku di lobby" kata Koh Toni seraya meninggalkan kami berdua.
Sepeninggal Koh Toni kami berbasa basi sebentar, lalu seperti biasa kamipun berpacu menembus batas mengejar nafsu menggapai kepuasan. Detail permainan tak perlu diceritakan karena ini hanyalah pembuka alur cerita, detailnya ya seperti biasa saja, tak ada yang istimewa pada diri Pak Tio. Seperti kebanyakan tamuku besar nafsu tenaga kurang, meskipun kami bermain tiga babak tapi aku tak mendapatkan orgasme darinya karena masing masing babak hanya bertahan tak lebih dari 5 menit, jadi kurang
menarik untuk diceritakan.

Kuhabiskan waktu 1,5 jam menemani Pak Tio, kutinggalkan dia sendirian dengan mengantongi beberapa ratus ribu tips. Aku langsung pulang lewat pintu samping, tak sempat kutemui Koh Toni yang katanya di Lobby, seperti biasanya dia akan mentransfer pembayaran lewat rekeningku.

Di perjalanan pulang ternyata Koh Toni meneleponku.
"Kamu udah pulang kok nggak ngomong ngomong, ada apa?" tegurnya.
"Ah nggak ada apa apa, kata Pak Tio tadi nggak usah nunggu Koh Toni, jadi aku langsung pulang aja, gimana dia puas nggak?" jawabku memancing.
"Pak Tio puas banget sama kamu, dia malah minta kamu temanin dia ntar malam, gimana?"
Aku terdiam sejenak, baru sekarang teringat ajakan Hari.
"Maaf Koh, aku nggak bisa, ntar sore mau ke Tretes sama teman teman, biasa refreshing" tolakku halus
"Refreshing mah bisa menyusul, ntar aku ajak ke Bali deh, inikan ada duitnya" dia berusaha merayuku.
"Nggak bisa Koh, ini juga bisnis" aku berusaha menolak halus.
"Sayang deh, padahal dia suka kamu lho, sampai kapan di Tretes?" masih juga dia tak mau menyerah.
"Entahlan mungkin besok malam kali baru balik"
"Ya udah kita lihat besok deh, apa dia masih mau" akhirnya dia menutup telepon.

Sesampai di tempat Kost yang hanya 15 menit dari Shangri La, kucoba menghubungi Hari, melaporkan kegagalanku mendapatkan teman tapi HP-nya selalu sibuk. Pukul 4 hari menghubungiku, dia kecewa ketika tahu aku tidak bisa mendapatkan teman untuk tamunya yang dari Jakarta.
"Wah sekarang udah nggak ada waktu untuk hunting" jawabnya pasrah.
"Kita cari aja disana, kan banyak" hiburku
"Mana mau dia dengan cewek cewek di sana, bukan seleranya" jawabnya ketus.
Aku jadi serba salah, tentu saja aku tak mau ribut menyalahkan dia karena HP-nya selalu sibuk waktu dihubungi, biarlah kesalahan ini kutanggung aja.
"Ya udah, kita lihat saja nanti, kali kali dia bisa nemukan cewek yang cocok disana, aku jemput kamu 10 menit lagi, udah dijalan nih" katanya memutus pembicaraan.

Berempat kami berangkat menjemput kedatangan Piter di Juanda, Aku dan Hari mengendarai Mercy E320 keluaran terbaru sementara Ivan dan Nenny, pacarnya, membawa BMW 520. Untunglah selama perjalanan ke Juanda Hari tidak mengungkit ungkit kegagalanku mendapatkan cewek untuk Piter. Justru Hari banyak bercerita tentang Piter, rupanya mereka adalah sahabat karib sejak sekolah di California, begitu juga dengan Ivan, mereka adalah tiga serangkai yang menjalankan bisnis keluarga mereka masing masing dan sukses. Diusia mereka yang relative muda, awal 30-an, sudah manjadi pengusaha sukses, dan bisa berfoya foya tak perlu menunggu tua. Hubungan mereka bak saudara, sepiring bahkan seranjang bersama, berbagi kesenangan dan kesusahan.

Kami tak perlu menunggu terlalu lama di Juanda, begitu Piter keluar dari pintu kedatangan, mereka langsung berpelukan dan termasuk Nenny yang memberikan ciuman di pipinya. Kedua mobil langsung meluncur ke arah Tretes, berhenti sebentar di Restorant Dewi Sri di Pandaan untuk sekedar mengganjal perut, dan tak lupa membawa bekal karena ntar malam tak perlu keluar Villa mencari makan.

Setelah melewati pasar di depan Hotel Surya mobil belok kanan menyusuri jalan kecil yang hanya cukup untuk 1 mobil, 500 M kemudian tampaklah vila yang dituju, vila milik keluarga Hari. Si penjaga Vila buru buru membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali setelah kami berada di dalam, lampu lampu yang tadi Cuma temaram sekarang terang benderang. Hari membawa kami masuk menjelajahi kamar kamar yang ada, semua ada 5 kamar dengan 2 kamar besar, kolam renang berbentuk oval tidak terlalu besar namun indah.

"Oke terserah kalian pilih kamar yang mana, yang jelas aku dan Lily ambil yang depan di sebelah kolam, Pit kamu kamar yang tempo hari kamu pakai aja biar Ivan dan Nenny bisa bulan madu di kamarnya bokap" kata Hari mengatur.
"Sip, gue sih kamar mana aja oke tapi temannya ini nih gimana?" Piter mulai menanyakan.
Aku dan Hari saling berpandangan.
"Van, kita mau hunting kamu terserah deh mau ikut apa nggak" kata Hari pada Ivan dan pacarnya.
"Nggak, disini aja, lagian ada Nenny" jawab Ivan sambil meringis dicubit pacarnya.

Bertiga kami turun menuju ke diskotik di depan Hotel Surya (namanya udah lupa tuh), beberapa cewek berdiri disitu menjajakan diri secara terselubung, beruntunglah aku tidak dalam grup itu, batinku.
Dari satu kelompok ke kelompok lain sepertinya Piter belum mendapatkan yang cocok dengan seleranya.
"Maumu yang gimana sih Van?" Tanya Hari yang sudah capek berkeliling jalan kaki karena lebih praktis daripada naik mobil.
"Ya yang kayak cewekmu itu" jawabnya ringan sambil tetap memelototi satu persatu cewek yang ada disitu.

Jarum jam menunjukkan pukul 21.00, makin banyak cewek yang datang ke diskotik, makin banyak pilihan tapi sepertinya belum ada yang sesuai dengan seleranya. Entah sudah berapa banyak jagung bakar dan bir hitam yang mereka tegak dan tak terhitung lagi batang rokok yang telah berceceran di bawah, tapi sang idaman tak juga kunjung didapat.

Mungkin karena sudah kedinginan dan pasrah atau karena terpaksa akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada salah satu gadis yang ada disitu, aku yakin dia terpaksa memilih karena sudah tidak ada pilihan lagi, daripada kedinginan sendirian, maka kamipun kembali ke Vila dengan membawa seorang gadis.

Sesampai di Villa ternyata Ivan dan Nenny sudah masuk ke kamar, sayup sayup kami dengar jeritan kenikmatan Nenny dari dalam kamar, kami hanya tersenyum berpandangan dan langsung masuk ke kamar masing masing. Hari ngomel memaki maki Piter yang terlalu banyak pilihan, sudah berapa jam waktu terbuang percuma, aku makin merasa bersalah. Sebenarnya bisa saja Hari memintaku menemani Piter, berarti mengorbankan diri sendiri, tapi itu tak dilakukannya.

"Kasihan Piter, dia mendapat cewek yang bukan seleranya" kataku pelan sambil melepas sweater dan Jins-ku.
"Emang sih, tapi itu diluar rencana" jawabnya tanpa menyinggung kesalahanku tadi siang.
"Har, aku usul nih, jangan marah ya, janji?" aku memberanikan diri, dia diam menatapku tajam, lalu menganggukkan kepala.
"Piter kan jauh jauh dari Jakarta, sedangkan kamu kan di surabaya, gimana kalo aku temanin Piter malam ini, toh kita bisa ketemu kapan saja, anytime, tapi itu terserah kamu sih" aku memberanikan diri, takut dia tersinggung, tak berani menatapnya.

Hari diam saja memandangku makin tajam, sepertinya ada gejolak di batinnya, entah mempertimbangkan entah marah.
"Lalu aku harus tidur sama cewek kampung itu?" dengan nada tinggi.
Aku diam saja sambil berpura pura sibuk melepas bra-ku, menyesal mengajukan usul. Kupeluk dia dan kucium bibirnya.
"Ya udah, lupakan usulku itu sayang" kataku sambil melepas baju dan celananya, ternyata dia sudah tidak mengenakan celana dalam.
Aku langsung berlutut di depannya, kuraih kejantanannya yang lemas, kuremas dan kukocok sambil menciuminya untuk membangkitkan gairah yang terpendam sejak tadi. Hari meremas remas rambutku ketika aku mulai mengocok dengan mulutku, penisnya yang tidak disunat dengan cepat keluar masuk menerobos bibirku, apalagi ditambah gerakan pantatnya yang seakan mempercepat kocokannya. Mulutku kewalahan menerima gerakan liarnya, tetesan air liur keluar dari celah bibirku.

Kami pindah ke ranjang yang besar, baru kusadari ternyata kamar itu begitu erotis, dikelilingi cermin disepanjang dinding dindingnya, begitu juga atap di atas ranjang, aku bisa melihat pantulan bayanganku telentang pasrah di atas ranjang.

Hari langsung mendatangi selangkanganku, dilepasnya celana dalam ungu transparan yang menutupi kewanitaanku, dia mencium celana dalam itu sebelum melemparnya ke lantai.

Tanpa buang waktu, bibirnya segera mendarat di vaginaku, dikulumnya sambil mempermainkan lidah, klitorisku dipermainkan dengan jari tangannya. Dia menyedot seperti seorang yang kehausan, aku menjerit kaget dan nikmat, dengan cepatnya vaginaku menjadi basah, baik karena ludahnya maupun karena cairan vaginaku sendiri. Jari jari tangannya ikutan menjarah permukaan kewanitaanku, dua jari sudah mengocokku diselingi permainan lidah di klitoris, aku makin menjerit nikmat, tak kuhiraukan apakah jeritanku terdengar dari kamar sebelah, toh mereka juga melakukan hal yang sama.

Aku benar benar dibuatnya kelojotan karena permainan tangan dan oralnya, nikmat sekali, kuremas remas kedua buah dadaku. Berkali kali kutarik rambutnya untuk segera memasukkan penisnya, tapi tak digubris, sepertinya dia menikmati siksaannya.

Tubuhku dibalik pada posisi menungging, aku berharap dia segera melakukannya dengan posisi doggie, tapi kembali kurasakan tangan dan lidahnya yang menyentuh organ kenikmatanku, jeritanku makin keras ketika lidahnya menyentuh anusku, tak kusangka dia melakukan itu meski aku sering malakukan padanya hal yang sama.

"Come on Har, pleeasse" desahku tak tahan menghadapi foreplay-nya, napasku sudah tersengal sengal menahan gejolak birahi.
Aku mendekap bantal erat erat saat kurasakan kepala penisnya mulai mengusap bibir vaginaku, bersiap mendapatkan kenikmatan darinya.
"Aauuwww.. sshit" teriakku kaget ketika tanpa aba aba Hari langsung mendorong masuk penisnya dengan keras dan sekali dorong, meskipun ukurannya tidak terlalu besar, alias rata rata tapi dengan sodokan keras seperti itu tak urung membuatku kaget, sakit bercampur nikmat, semua beraduk menjadi satu. Dia tersenyum penuh kemenangan melihatku menggeliat karena sodokannya.

Dengan tempo tinggi dia langsung mengocok vaginaku tanpa ampun diiringi remasan remasan kuat di buah dadaku. Hari tak mempedulikan jeritanku, justru semakin aku menjerit semakin kuat dia menghentakkan penisnya, berulang kali aku berusaha menahan sodokannya tapi tanganku selalu ditepisnya, sepertinya dia melampiaskan dendam yang sudah lama terpendam.

Suatu permainan kasar yang tidak biasa dia lakukan, lima menit kemudian aku sudah bisa menyesuaikan dengan irama permainannya. Kubalas setiap hentakan dengan hentakan lagi, bahkan aku menggoyang goyangkan pantatku mengimbanginya. Tiba tiba dia menarik penisnya dengan kasar, aku menjerit kecewa.

Dia meninggalkanku turun dari ranjang, sambil menyalakan rokok, dikecilkan lampu kamar hingga meredup dan dibukanya jendela yang ke arah kolam. Pemandangan kota Surabaya terlihat indah di malam hari, diiringi dinginnya udara pegunungan yang menerobos masuk ke kamar. Aku masih belum tahu apa maksudnya, menghentikan permainan yang lagi seru dan membuka jendela, memandang keluar sambil merokok. Kuselimuti tubuhku dengan selimut untuk menahan dinginnya udara malam pegunungan yang menerobos masuk kamar, kudekap Hari dari belakang.

"Kok tiba tiba berhenti sayang" tanyaku manja sambil mengelus elus dadanya manja.
Dia diam, hanya menghembuskan asap rokok kuat kuat keluar. Tubuh telanjangku kupepetkan ke punggungnya, terasa kehangatan yang mengalir, elusanku turun ke perut dan selangkangan, aku kaget, ternyata penisnya basah dan banyak cairan, ketika kucium aroma sperma yang kuat menyengat, ternyata dia menariknya keluar saat orgasme.
"Ih curang, begitu keluar ditarik keluar" protesku sambil menggigit ringan pundaknya.
Dia hanya tertawa terbahak bahak, kami kembali berpelukan di depan jendela yang terbuka, selimut penutup tubuhku sudah jatuh ke lantai, udara dingin berubah menjadi kehangatan pelukan gairah birahi.

"Ntar dilihat orang" bisikku disela sela ciumannya.
"Nggak mereka udah pergi kok, lagian tempat ini terpencil" hiburnya meyakinkanku.
Maka kamipun kembali bercinta di depan jendela yang terbuka dengan pemandangan kelap kelip kota Surabaya, dinginnya angin malam tak mampu mengusir panasnya nafsu kami.

Aku tak bisa mengingat sudah berapa kali orgasme dan berapa babak melayani buasnya nafsu Hari dengan berbagai posisi, meskipun begitu bersemangat tapi kami harus menyerah dengan apa yang namanya capek dan lapar, mungkin terlalu banyak energi yang keluar ketika kami bercinta tadi. Sebenarnya aku masih ingin melanjutkan merengkuh kenikmatan lebih lama, aku sendiri tak tahu, semakin bergairah semakin bersemangat aku bercinta tanpa mengenal lelah, namun Hari sudah menyerah dan minta "Time out", terpaksa aku harus ikutan menunda keinginanku. Akhirnya kami putuskan untuk break dan membuka bekal yang kami bungkus dari Dewi Sri tadi.

Perlahan lahan kami membuka bungkusan di tengah temaram lampu ruang tamu yang sengaja tidak kami besarkan. Dalam waktu singkat ludeslah seekor ayam berpindah ke perut kami berdua didorong setengah botol Aqua, masih menyisakan 2 ekor lagi tapi kami biarkan tetap terbungkus.

Limabelas menit kami beristirahat di ruang tamu, udara dingin mulai terasa menusuk kulit, apalagi aku hanya mengenakan kemeja tipis milik Hari tanpa dilapis jaket, bahkan kakiku tetap telanjang tanpa penutup, hanya kemaja Hari itulah yang menutupi tubuhku hingga ke paha. Begitu juga dengan Hari yang hanya mengenakan celana pendek tipis, kamipun duduk berpelukan menikmati sunyinya malam dipegunungan diiringi suara jangkrik yang jelas terdengar, suasana begitu romantis.

Terbawa suasana, tak lama kemudian kamipun akhirnya berciuman, kuselipkan tanganku ke dalam celana Hari, dia melepas kancing kancing kemejaku dan meremas kedua buah dadaku bergantian. Aku mendesah pelan ketika dia mengulum putingku, kuremas makin keras kejantanannya, segera kami kembali dalam pergulatan penuh nafsu, lupa sudah dimana kami berada.

Hari duduk di sandaran sofa menerima kulumanku pada penisnya, dia mendesah perlahan, mungkin takut terdengar lainnya.
Hari berlutut didepanku, penisnya disapukan sejenak lalu menyodokku dengan keras, seperti sebelumnya, aku hanya menggigit jariku menerima kocokan kerasnya, tak berani bersuara, tangannya ikutan meremas dan memilin ringan putingku, membuatku semakin kepanasan, semakin keras kugigit jariku. Dia tersenyum melihat expresiku yang aku sendiri tak bisa menggambarkan seperti apa, begitu bernafsu dia menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku.

Kurebahkan Hari di atas sofa, langsung kubimbing penisnya memasuki liang kenikmatanku, sama seperti yang dilakukannya padaku tadi, dengan sekali gerakan melesaklah kejantanannya mengisi rongga vaginaku dengan cepat, dia menjerit kaget tanpa sadar, aku hanya tersenyum melihatnya. Sebelum dia sadar, kususul dengan gerakan dan goyangan pantat yang liar tidak beraturan, aku ingin melihatnya terkapar dalam kenikmatan, seperti apa yang telah dilakukannya padaku, lebih mengasyikkan lagi karena dia tidak berani mendesah keras, kunikmati permainan ini. Gerakanku makin menjadi ketika dia mulai meremas remas buah dadaku, kami sadar bahwa permainan ini beresiko tertangkap basah sama lainnya, tapi kami tak peduli, hanya menjaga supaya tidak menimbulkan berisik yang bisa membangunkan macan tidur.

Tiba tiba lampu ruang tamu menyala terang, kami berdua kaget, bersamaan kami menoleh ke arah pintu depan, ternyata Piter sudah berdiri disitu, matanya tertuju pada tubuhku, dalam keadaan kaget kami ternyata hanya terbengong, aku masih di atas Hari dengan penis yang masih tertanam, sementara tangan Hari masih meremas buah dadaku. Celakanya, begitu tersadar bukannya segera menutupi diri tapi langsung memeluk rapat tubuh Hari, maksudnya menutupi tubuhku dari pandangan Piter, tapi justru posisi itu makin membuat pemandangan menjadi lebih erotis.

"Wah curang, kalian bermain begitu hot, tapi aku kamu kasih si mayat hidup" komentar Piter sambil berjalan masuk dan duduk di depan kami.
Aku yang masih di pelukan Hari jadi serba salah, apalagi Piter duduk tepat menghadap kami yang sedang telanjang berpelukan, sepertinya dia sudah biasa, tak ada rasa segan menghadapi kami yang sedang dalam keadaan begini.
"Lho cewek kamu kemana?" Tanya Hari yang masih memelukku.
"Aku pulangin, habis udah hitam nggak bisa ngapa ngapain, untuk apa dilanjutin, aku tadi keluar mau nyari lagi, tapi rupanya nggak ada yang bagus" jawabnya sambil menyalakan rokoknya.
"Iadi kamu belum main toh"
"Nggak ah sayang, mending dikasih ke cewek lain yang cocok, entah kapan dimana"

Tak mungkin kami ngobrol dalam keadaan begini, kuberanikan untuk turun dari tubuh Hari dengan resiko tubuh telanjangku terlihat Piter. Meskipun aku seorang call girl yang terbiasa telanjang di depan laki laki tapi belum pernah aku telanjang dihadapan orang yang tidak mem-booking-ku.

"Wow, suit suit" celetuk Piter melihat tubuhku, langsung kututupi dengan kemeja yang ada di lantai, aku ingin masuk kamar tapi Hari mencegahku dan meminta duduk disampingnya menemani ngobrol dengan Piter, agak segan juga aku karena sudah pasti kemeja tipis itu tak mampu menutupi postur tubuhku, apalagi selangkanganku saat duduk, terpaksa kuturuti kemauan Hari.
Hari tetap telanjang sambil memelukku ketika bicara dengan Piter yang mengeluhkan cewek-nya tadi, pada dasarnya dia kecewa apalagi membandingkan denganku. Ternyata sudah lama dia berada di luar, dia melihat semua yang kami lakukan di kamar tamu, bahkan sesaat dia melihat kami bercinta di depan jendela kamar yang terbuka. Kembali rasa bersalah menyelimutiku.

"Kamu nggak fair Har, masak teman yang jauh disuruh cari sendiri, terang aja nggak bisa, bilang kek kalo kamu nggak bisa nyariin, kan aku nggak perlu jauh jauh terbang hanya untuk ketemu si mayat hidup tadi" Piter mulai protes, aku diam saja, begitu juga Hari, entah apa yang ada dalam benaknya karena apa yang diucapkan Piter meskipun dengan bergurau ada benarnya dan sama dengan usulku tadi, tapi semua itu tergantung pada Hari.

Hari menatapku tapi kualihkan pandanganku ke luar sambil menyalakan rokok yang ada di meja.
"Oke sekarang maumu apa?" Tanya Hari
"Ya cariin aku cewek yang seperti dia dong, kan nggak mungkin aku minta ke Ivan"
"Malam malam begini? ngaco kamu" kata Hari.
"Ya udah selamat bersenang senang deh, aku mau tidur aja biar besok bisa tenang kembali ke Jakarta" kata Piter seraya berdiri meninggalkan kami berdua, sepertinya dia ngambek.

Aku dan Hari terdiam melihat sikap Piter, semua tergantung Hari, namanya orang dibayar aku sih terserah sama yang bayar, lagipula dari segi fisik, umur maupun wajah mereka tak jauh berbeda.
"Ly, kamu keberatan nggak kalo nemenin Piter malam ini" kata Hari dengan suara terbata bata.
"Terserah kamu saja Har, toh kamu yang booking, lagipula apa kata Piter emang ada benarnya" kataku pelan takut membuatnya tersinggung.
"Tapi rasanya aku nggak rela melepasmu ke Piter, kamu nggak akan puas sama dia, aku tahu betul permainannya, mana bisa dia muasin kamu dengan permainan sejam nonstop kayak tadi" bisik Hari.
"Ya terserah saja, kalo kamu nggak rela sama sahabat sendiri ya tungguin saja biar tahu aku lagi diapain " jawabku asal karena sudah kesal sama Hari yang selalu mencari pembenaran tindakannya disamping itu aku juga ingin menebus kesalahanku, tak ada pamrih lain.
"Kamu nggak keberatan aku ikut ndampingi?" tanyanya bego
"Jangan Tanya aku, Tanya sama Piter, mau nggak dia main ditungguin dan dipelototin gitu"
Tanpa menjawab dia langsung menuju ke kamar Piter, aku sendirian kedinginan, kembali kudengar sayup sayup desahan Nenny dan Ivan.
"Oke dia setuju" katanya menggandengku menuju kamar Piter.

Kini ganti aku yang salah tingkah, baru kusadari konsekuensi atas ucapanku tadi, belum pernah aku bercinta ditonton laki laki lain, kalo dilihat bahkan main bertiga dengan dua wanita sih udah sering tapi kali ini keadaannya terbalik, penontonnya adalah Hari, tamu langgananku sendiri.

Aku berhenti di depan pintu kamar Hari, entahlah seolah ada yang menahanku, sepertinya aku belum siap untuk bercinta dihadapan laki laki lain, tapi Piter menyambutku dengan senyuman kemenangan, dia membimbingku ke ranjang diikuti Hari yang sudah mengenakan celana pendeknya, dia langsung duduk di sofa di ujung kamar setelah menyalakan lampu dengan terangnya, seolah ingin melihat dengan jelas bagaimana sobatnya memuaskanku atau ingin melihat bagaimana aku melayani laki laki lain.

Piter langsung melucuti pakaian satu satunya penutup tubuhku, kini aku telanjang dihadapan dua laki laki, belum pernah aku mengalami hal seperti ini, kembali rasa nervous membayangiku.
"Nah ini baru betul, nggak rugi dibelain terbang dari Jakarta" komentarnya sesaat melihat tubuhku yang telanjang duduk di tepi ranjang.
Dia duduk disebelahku, dielusnya punggungku, celotehan pujian terucap setiap kali tangannya bergeser ke bagian lain tubuhku. Tangannya mulai menjelajahi kedua buah bukit di dada, diremasnya dengan gemas sambil menciumi pipi dan leherku, aku menggelinjang geli.

Secara reflek tanganku menjamah selangkangannya, kubuka resliting celananya dan kususupkan tanganku ke dalam, langsung masuk di balik celana dalamnya, ada perasaan aneh ketika tanganku berhasil meraih kejantanannya, ternyata jauh lebih pendek dari punya Hari yang berukuran sedang itu, meskipun besarnya hampir sama, mungkin segenggaman sudah hilang padahal sudah keras menegang.

Aku menggeser tubuhku ke bawah, berlutut di antara kedua kakinya, tak kuhiraukan dinginnya lantai kamar yang menusuk, kulepas celananya bersamaan dengan dia melepas kaos dan jaketnya. Ketika kutarik turun celana dalamnya, mencuatlah kejantanannya, hamper mengenai mukaku, kugenggam dan kuremas remas, begitu kecil rasanya sehingga tak ada sisa dalam genggaman tanganku, bisa dibayangkan sebesar pisang emas yang manis dan mungil. Tak kupedulikan ukuran penis di genggamanku, segera kucium dan kujilati penisnya, tak ada aroma sperma, berarti dia memang tidak sempat melakukan dengan ceweknya tadi, kukulum dan kulumat habis hingga pangkalnya, bukan masalah besar bagiku untuk melumat penis seukuran ini.

Piter mulai mendesis saat kocokanku makin cepat, berulang kali dia memuji permainan oralku yang menurut dia the best, apalagi ketika lidahku menyusuri seluruh daerah sensitif di selangkangannya. Ditariknya tubuhku naik, aku duduk dipangkuannya sambil beradu lidah, tangannya menggerayang di dadaku, terus turun hingga ke vagina, dua jari masuk tapi cepat ditariknya lagi, mungkin dia merasakan sperma Hari yang masih ada di dalam. Dia merebahkan diri sambil menarik tubuhku dalam pelukannya, kamipun saling bergumul penuh nafsu di atas ranjang, bergulingan dan saling memagut. Putting dan kedua bukitku dikulum dan dilumat dengan gemas, wajahnya ditanam dan dijepitkan diantara kedua payudaraku.

Kugenggam erat dan kukocok kejantanannya, kusapukan ke bibir vaginaku tapi dia menolak dan berdiri menuju traveling bag-nya, rupanya dia mengambil kondom dan diserahkan padaku. Dengan gerakan mulut tanpa kesulitan kukenakan kondom bergerigi dan berassesoris itu ke penisnya. Kini dia tak menolak saat kubimbing memasuki liang kenikmatanku, vaginaku yang sejak sore sudah di-obok obok penis Hari yang jauh lebih besar, kini serasa begitu mudah ditembus.

Piter menelungkupkan tubuhnya di atasku, kami saling berpelukan rapat, bibir kami kembali saling melumat seiring dengan gerakan pantatnya turun naik, penisnya sudah keluar masuk vaginaku makin cepat, kini baru terasa pengaruh gerigi dan assesoris yang begitu nikmat menggesek gesek dinding vaginaku, apalagi ketika mutiara di pangkal kondom mengenai klitorisku, membuatku mulai mendesis nikmat, ternyata tak terpengaruh oleh ukuran penisnya.

Sepertinya dia tahu bagaimana bermain dengan kondomnya, seringkali dia memasukkan dalam dalam lalu menekan kuat kemudian menggoyang goyangkan pantatnya, kontan saja aku mendesah nikmat tak tertahan, tubuhku menggeliat enak saat mutiara mutiara itu bergerak liar menggesek klitorisku, ini pengalaman baru bagiku yang belum pernah kualami.

Desahanku semakin keras, terlupa sudah keberadaan Hari di pojok ruangan sedang menonton permainan kami. Bunyi kecipuk cairan vagina dan sperma Hari jelas terdengar saat Piter mengocokku keras, kupeluk tubuhnya yang sudah mulai berkeringat, desahan kami saling bersahutan. Sepintas kulihat Hari ternyata sudah telanjang, mengamati kami sambil meremas remas penisnya, aku sudah tak pedulikan lagi, toh dia sudah menyerahkanku ke Piter.

Kami beralih ke posisi dogie, dia menyetubuhiku dari belakang, kugeser tubuhku tepat menghadap Hari, tanpa kusadari secara demonstratif ingin kutunjukkan pada Hari beginilah caraku melayani laki laki lain. Ternyata posisi dari belakang tidaklah senikmat dari depan, mungkin karena mutiara mutiara itu tidak bisa mengenai klitorisku, semakin cepat Piter mengocokku, serasa hanya berlarian di dalam vaginaku.

Tanpa permisi, kutarik keluar penisnya, kudorong dia telentang di ranjang, aku mengambil posisi di atas. Pinggulku langsung bergoyang lincah begitu penisnya tertanam ke dalam, dengan posisi ini aku bisa leluasa mencari posisi sudut yang kurasakan paling nikmat, dimana mutiara mutiara itu bisa menggesek dan bergerak liar pada klitoris. Aku benar benar terbuai hingga tersadar ketika kurasakan pelukan dan remasan buah dada dari belakang, ternyata Hari sudah berada dibelakangku.

"Kamu memang membuatku tak tahan dan aku benar benar cemburu" bisiknya sambil menciumi telinga dan tengkukku.
Gerakanku terganggu ciumannya, sesaat aku berhenti, konsentrasiku terpecah antara Piter di bawah dan Hari di atas, apalagi Piter tak mau gerakanku terhenti, kini dia yang mengocokku dari bawah, sungguh aku dibuatnya kewalahan mendapat rangsangan dari dua arah yang berbeda, tubuhkupun menggeliat tak karuan dan meledaklah jeritanku, entah jeritan kenikmatan atau kegelian, yang jelas keduanya sama enaknya.

Beberapa menit kulalui dengan segala "Kerepotan", dikeroyok dua orang sekaligus yang sama sama tidak mau mengalah, masing masing ingin membuktikan dialah yang terbaik, akibatnya aku yang jadi korban ajang pembuktian mereka. Belum pernah kualami keroyokan macam ini, ternyata cukup merepotkan, apalagi ada tuntutan untuk memuaskan mereka berdua, ini pengalaman baru bagiku.

Perlahan aku mulai bisa menyesuaikan dengan kedua rangsangan yang ada, pinggulku mulai bisa bergoyang seraya berciuman dengan Hari. Baru sekarang kurasakan sensasi yang hebat bermain bertiga, biasanya akulah yang mengeroyok laki laki, kini aku dikeroyok laki laki, pengalaman pertama yang tak pernah terlintas dalam fantasiku sekalipun. Bahkan ketika Hari beranjak ke depanku, menyodorkan kejantanannya di saat aku masih di atas Piter, tanpa ragu segera kulumat dan kukulum dengan bibirku, sensasinya sungguh luar biasa mendapat kocokan atas bawah sekaligus, apalagi mutiara itu selalu menggesek klitoris dengan liar tanpa ampun.

Mungkin karena sensasi yang terlalu berlebihan, aku tak bisa menahan lebih lama lagi, dan meledaklah teriakan orgasme tanpa bisa kubendung, segera kukeluarkan penis Hari dari mulutku, takut tergigit tanpa sengaja, berganti dengan kocokan tangan yang cepat. Tubuhku menegang dalam remasan Piter yang justru makin meningkatkan tempo kocokannya di vagina. Hari memaksakan memasukkan penisnya kembali ke mulutku tapi aku menolak, hanya kusapukan ke wajahku. Teriakan orgasme kembali terdengar, kali ini dari Piter, kurasakan denyutan sangat kuat di vaginaku membuat aku ikutan menjerit nikmat dan kuremas makin kuat penis di genggamanku.

Tubuhku langsung lemas dan terkulai dalam dekapan Piter yang langsung menyambutku dengan pelukan, napas kami menyatu dalam pacuan tak berirama, kurasakan penis Piter sudah terlepas dari liangku. Hari yang kutinggalkan sesaat ternyata sudah bergeser diantara kaki kami, aku menoleh protes saat kurasakan penisnya menyapu vaginaku.
"Har, pleass aku istirahat dulu" aku menghiba, tapi dia menyodokkan penisnya sebagai jawabannya.
Gila dia, masak mau menyetubuhiku dari belakang saat aku masih dalam pelukan sahabatnya, pikirku.

Kembali aku terdongak merasakan penisnya yang menerobos masuk mengisi liang basah kenikmatanku, terasa nikmat yang aneh setelah merasakan penis Piter, padahal sejam yang lalu penis itu telah meng-aduk aduk vaginaku tapi kali ini lain rasanya, aku diselimuti sensasi yang erotis, dalam waktu kurang semenit kurasakan 2 penis yang berbeda, biasanya ini kualami dalam kurun sekitar satu jam, tapi ini secara simultan, akupun mendesah dan menggeliat dalam pelukan Piter yang semakin erat mendekapku.

Aku tak menyangka sama sekali bahwa begitu nikmat bercinta keroyokan seperti ini, meskipun membutuhkan stamina yang lebih, pantesan banyak laki laki yang ingin dikeroyok dan diladeni 2 atau lebih cewek sekaligus. Penis Hari makin dalam dan cepat menghunjam di vaginaku, akupun tak mau terhanyut lebih lama dalam irama permainannya, maka kuangkat tubuhku melepaskan diri dari pelukan Piter, posisi tubuhku seperti merangkak, dan akupun bisa mengimbangi irama kocokannya dengan ikutan menggoyangkan pantatku.

Ternyata posisi tubuhku membuat Piter jadi lebih leluasa berkreasi, buah dadaku yang bergoyang goyang indah karena kocokan Hari langsung mendapat kuluman darinya, aku menjerit kaget tak menyangka mendapat rangsangan sekaligus seperti ini, desahanku kembali memenuhi kamar dingin yang sudah membara terbakar nafsu kami. Berulang kali kuluman Piter terlepas saat Hari menyodokku keras, tapi dengan sabar dia meraih dan mengulumnya lagi.

Piter menggeser tubuhnya keluar dari kungkunganku, dia duduk selonjor, penisnya tepat di mukaku, segera kuraih, kulepas kondomnya dan kumasukkan ke mulutku, tak kuhiraukan lagi aroma sperma yang menusuk. Meskipun kocokan Hari cukup keras menghantam vaginaku, tapi dengan ukuran penis Piter yang mini aku masih bisa mempermainkannya dengan mulut dan lidahku, konsentrasiku sudah mulai terbiasa terbagi diantara dua kenikmatan.

Terbersit kebanggaan bisa membuat dua laki laki mengerang kenikmatan dalam waktu bersamaan, gerakanku kepala dan pantatku semakin liar, aku ingin mengendalikan permainan ini meskipun dikeroyok, desahan kami bertiga saling bersautan membentuk simponi nafsu yang indah. Hari memang tipe laki laki penikmat sex, belum ada tanda tanda dia segera mengakhiri, justru Piterlah yang untuk kedua kalinya menggapai orgasme lebih dulu. Kumasukkan semua penisnya saat kulihat tanda tanda orgasme darinya, maka keluarlah sperma yang tidak banyak, mungkin hanya tetesan tetesan sisa yang ada, penisnya berdenyut lemah dalam mulutku, Piter yang tidak menyangka mendapatkan servis seperti itu berteriak kaget, apalagi saat kupermainkan lidahku di penisnya yang sedang berdenyut.

Kocokan Hari tidak berkurang apalagi berhenti, justru dia lalu memintaku telentang, dan kamipun kembali bercinta one on one lebih bergairah meskipun sensasinya tak mengalahkan two in one. Giliran Piter yang menonton kami disampingku, sambil tangannya mengusap dan meremas buah dadaku. Saat kujepit pinggang Hari dengan kedua kakiku hingga penisnya makin dalam
melesak, Piter menuntun tanganku ke penisnya yang lemas lunglai, kuremas remas sambil merasakan kocokan Hari yang makin tidak beraturan. Aku hanya menjaga supaya tidak orgasme terlebih dahulu, kalau ini terjadi maka seluruh ototku langsung lemas dan tidak mampu lagi melanjutkan permainan yang mengasyikkan ini, kuingin mereguk kenikmatan lebih dari mereka berdua, terlalu sayang untuk dilewatkan dengan cepat, meskipun sebenarnya sudah cukup lama berlangsung, tapi sepertinya tak ada kata puas.

Aku harus mengagumi kondisi Piter, meskipun penisnya kecil tapi begitu cepat recovery, tak lama dalam genggamanku dia sudah bisa tegak kembali, siap tempur. Dia turun dari ranjang, mengeluakan kondom yang bentuknya berbeda dengan sebelumnya, ada seperti kepala anjing di ujung dan rambut rambut pada pangkalnya, dari pengalamanku bentuk kondom memang sangat banyak variasinya, sebenarnya kesemua itu hanya untuk memuaskan kaum wanita, rupanya dia sudah mempersiapkan segalanya, tinggal menunggu giliran. Rupanya dia tidak perlu menunggu terlalu lama ketika Hari memberinya kesempatan sebelum dia orgasme, aku
tahu trik dia, pasti sudah mau orgasme makanya buru buru mencabut keluar, aku hanya tersenyum melihat tingkah lakunya.

Penis besar berganti penis kecil berkondom unik mengisi vaginaku, tak kurasakan ke-unikan saat Piter mendorong masuk penisnya, biasa saja, tapi begitu semua penisnya masuk semua barulah kurasakan kepala anjingnya menusuk vagian dalam vagina dan bulu bulunya menggelitik klitoris. Ketika dia mulai mengocok, barulah kurasakan sensasi keunikan yang sesungguhnya
yang membuatku mendesah kelojotan dalam kenikmatan. Hari duduk di tepi ranjang sambil mengusap usap buah dadaku, membuatku semakin terbakar birahi, apalagi saat dia mengulum dan lidahnya menari nari di putingku.

Kuraih penisnya dan kubalas dengan remasan kuat, Piter semakin cepat menancapkan penisnya, kepala anjingnya terasa makin dalam menyundul rahimku, apalagi ketika dia menekan kuat ke selangkanganku, antara sakit dan nikmat bercampur menjadi satu.
Hari mengganjal kepalaku dengan bantal lalu memasukkan penisnya ke mulutku yang sedang terbuka mendesah dalam nikmat, dia langsung mengocok begitu penisnya masuk ke mulutku, kembali aku mendapat dua kocokan yang bersamaan dengan posisi kebalikan.

Akhirnya pertahananku runtuh juga dikeroyok secara bersamaan, meledaklah jeritan kenikmatanku, kujepit Piter dengan pahaku erat erat dan kuremas penis Hari, tubuhku mengejang kaku, suatu orgasme yang menjebol segala dinding dinding pertahanan dan menerbangkan semua energi yang tersisa, beruntung Piter menyusulku beberapa detik kemudian, kepala anjing itu serasa membesar di vaginaku, aku memejamkan mata dan menggigit bibir bawah, tak mampu lagi meneriakkan kenikmatan yang teramat nikmat.

Piter langsung mencabut penisnya begitu denyutan berakhir, melepas kondom lalu menumpahkan isinya di perutku sambil mengusapkan penisnya di selangkanganku. Masih tersisa satu penis di tanganku, tanpa menunggu lagi Hari langsung mengocok mulutku dengan cepat, tubuhku yang berada di bawah kangkangan kakinya tak mampu menghindar, hanya pasrah menerima. Beberapa menit kemudian aku berhasil melaksanakan tugasku, Hari menyemprotkan spermanya memenuhi mulutku, sebagian tertelan sebagian menetes keluar dari celah celah bibirku, lalu dia menyapukannya ke wajahku dengan senyum penuh kepuasan.

Kedua laki laki itu lalu menggeletak di sampingku, napas kami masih tersengal, baru sekarang kurasakan betapa letihnya aku, entah sudah berapa jam mulai di kamar Hari tadi, sama sekali aku tak menyangka mengalami pengalaman seperti ini, ternyata kenikmatannya jauh lebih mengasyikkan. Akhirnya akupun terdidur dalam pelukan kedua laki laki ini, membawa sejuta kenikmatan dan kenangan, kubiarkan sperma yang ada di vagina dan tubuhku seakan tak mau terbangun dari mimpi.

Keesokan harinya aku terbangun kesiangan, matahari sudah tinggi, sinarnya yang menerobos jendela menyilaukan pandangan mataku yang baru terbuka, kulihat Hari dan Piter masih tertidur di sampingku, kaki kanan Hari menumpang kakiku sedang tangan Piter masih memelukku, perlahan kusingkirkan dan aku beranjak ke kamar mandi.

Kehangatan air dari shower menyegarkan tubuhku, terasa segar dan mengembalikan kebugaran, mengusir semua kelelahan yang ada, kupejamkan mata relax, entah berapa lama aku berendam dalam bathtub, ketika kusadari ternyata Hari dan Piter sudah berdiri menghadapku, masih telanjang.
"Hai, kamu bikin aku kaget saja"
"Habis kamu sepertinya asik banget" kata Hari lansung menyusulku masuk ke bathtub, diikuti Piter, air bathtub meluber keluar.
"Sini aku mandiin" kata Piter yang posisinya di belakangku seraya mengambil busa dan sabun, digosoknya punggungku sambil tangannya meraba raba bagian dadaku.

Hari yang posisinya berhadapan di depanku ikutan meraba bagian yang sama, empat tangan menjamah kedua buah dadaku. Kuraih penis Hari dan mengocoknya dalam hangatnya air, ciuman Piter dari belakang menjelajah telinga, tengkuk dan punggung, aku menggeliat geli. Hari menarikku dalam pangkuannya, sesaat kemudian penisnya sudah berada dalam hangatnya vaginaku. Air beriak keras makin meluber saat aku mulai mengocoknya, kami mulai saling mendesah, Piter keluar dari bathtub dan berdiri disampingku menyodorkan penisnya ke mulut, kusambut dengan jilatan dan kuluman yang membuat kami mendesah berbarengan. Aku sangat menikmati permainan bertiga ini, makanya kukerahkan segala kemampuanku untuk meraih kenikmatan demi kenikmatan.

Piter memegang kepalaku dan mengocoknya dengan cepat sementara pantatku juga bergoyang di atas kejantanan Hari. Tak kusangka permainan bertiga di kamar mandi di pagi hari membuatku lebih cepat melayang, dan akupun mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu, kali ini tak kukeluarkan penis Piter dari mulutku, aku hanya menahannya di dalam, suatu percobaan apakah aku bisa menanganinya tanpa gigitan, dan aku berhasil melalui puncak dengan penis di mulut.

Hari memintaku doggie, tapi sebelum dia sempat pada posisinya, Piter sudah mendahului memegang pantatku.
"Aku ingin merasakannya tanpa kondom, sebelum kamu mencemarinya, oke?" katanya sambil menyapukan penisnya.
Aku sih terserah saja siapa yang melakukannya, tapi dengan Piter tanpa kondom uniknya, aku bisa memperkirakan berkurangnya kenikmatan apalagi setelah penis Hari mendahuluinya. Perkiraanku benar, penis Piter serasa meluncur begitu saja dalam vaginaku, jauh dari nikmat, masih lebih nikmat kocokan dua jari yang bisa berputar putar di dalam, apalagi dibandingkan dengan Hari.

Untunglah Hari membantu rangsanganku, tubuhnya berada di bawahku yang nungging menghadap dinding kamar mandi, dikulumnya buah dadaku yang menggantung berayun ayun di depannya, inilah yang membuatku mendesah desah. Hari memegangi tubuhku, kami saling berpelukan dan berciuman, sementara Piter masih asik mengocokku dengan sodokan sodokan kerasnya dari belakang, tapi apalah artinya untuk ukuran penisnya, bahkan lebih sering terlepas karena terganjal pantatku. Mereka membalik posisiku, aku berpelukan dengan Piter dan ganti Hari mengocokku dari belakang, barulah kini kurasakan nikmatnya. Beberapa kali posisiku berbalik mondar mandir seperti itu, aku sudah tak peduli lagi siapa yang akan memenuhi vaginaku dengan spermanya terlebih dahulu.

Mereka menuntunku keluar dari bathtub, aku kira mereka mau melanjutkan di ranjang seperti tadi malam tapi aku keliru, justru mereka memintaku jongokok, dua penis yang berbeda ukuran dan dalam keadaan tegang telah siap di depan mulutku, kuraih keduanya dan bergantian aku kulum penuh gairah. Piter mengisi mulutku dengan spermanya tak lama kemudian, kutelan habis tanpa ada sisa, lalu kusapukan ke wajahku, dia langsung mandi setelah itu. Giliranku membuat Hari orgasme, cukup lama mulutku mengocoknya hingga terasa pegal. Akhirnya dia menyemprotkan spermanya di wajahku, dan diusapkan ke seluruh mukaku, berakhir dengan kuluman membersihan, kujilati dan kutelan sisa sisa sperma yang masih menempel di penisnya hingga bersih.
Inilah sarapan pertamaku di Tretes, dua macam sperma yang berbeda rasa dan aroma.

Hanya mencuci muka membersihkan wajahku, dan tanpa mandi lagi kukenakan kemeja Hari tadi malam karena setelah ini kami berencana menyusul Ivan dan Nenny ke kolam renang. Bersamaan kami keluar dari kamar Piter, ternyata terpergok Ivan dan Nenny yang sedang menuju kamarnya.
"Eh kok kalian bertiga keluar dari kamar Piter, baru bangun lagi siang siang begini dan kemana si cewek kampung itu?" Tanya Nenny.
Kami hanya diam tersenyum tanpa menjawab, tapi kulihat mata Ivan yang menatapku dengan tatapan aneh, mungkin dia menebak apa yang telah kami lakukan.

Karena aku memang tidak siap untuk berenang, maka terpaksa kupakai bikini yang semi transparan untuk berenang, toh mereka sudah tahu isi tubuhku, untuk apa ditutupi lagi, bagitu pikirku tanpa mengingat bahwa masih ada Ivan dan pacarnya. Lebih dari satu jam kami berenang dan bermain di kolam, Ivan dan pacarnya kembali ikutan bergabung dengan kami, sering kulihat tatapan nakal Ivan yang mengarah ke tubuhku, apalagi hanya mengenakan bra semi transparan yang bisa menggambarkan apa dibaliknya.
"Piter sudah cerita apa yang terjadi tadi malam, kapan kapan aku ingin mencobanya, tapi yang jelas bukan sekarang" katanya pada suatu kesempatan di pinggir kolam yang jauh dari pacarnya.

Sehabis makan siang, Hari mengajakku ke kamarnya, disusul Piter. Terjadilah adegan ulangan tadi malam, aku melayani mereka dengan penuh kenikmatan, kami lakukan tidak hanya diranjang bahkan di kursi dan di atas meja seperti santapan penutup makan siang. Hampir tanpa istirahat aku melayaninya hingga sore, kami hanya keluar kamar untuk makan malam, setelah itu melanjutkan lagi sampai keesokan paginya, terlupakan sudah keberadaan Ivan dengan pacarnya. Dengan penuh semangat kuhadapi mereka berdua, baik secara sendiri sendiri, bergantian maupun bersamaan.

Aku paling menyukai ketika mereka bersamaan mengulum putingku atau saat dimana satu mengulum puting dan satunya menjilati vagina bersamaan, sensasinya sungguh luar biasa, tentu hal ini tak bisa dilakukan kalau hanya bermain dengan satu orang. Dan juga ketika kami bercinta bertiga di pinggiran kolam di tengah dinginnya malam udara Tretes beratapkan langit yang berbintang cerah, suatu moment yang tak didapat setiap saat. Aku yakin Ivan dan Nenny sudah tahu apa yang kami lakukan selama di kamar bertiga, tapi tentu saja mereka tak tahu detilnya.

Setelah menghabiskan segala nafsu selama 3 hari 2 malam, sorenya kamipun kembali meluncur ke Surabaya, mengejar flight terakhir. Piter ingin melanjutkan lagi di Surabaya tapi pekerjaannya menuntut dia berada di Jakarta esoknya. Perjalanan Tretes-Juanda terasa begitu cepat meski kecepatan kami tidak lebih dari 60 km/jam, tapi mulutku terpaksa bekerja sangat keras. Bergantian aku melakukan oral pada mereka di jok belakang New Eyes, masing masing mendapatkan satu kali orgasme dengan semua sperma keluar di mulutku. Kalau saja tidak diingatkan Hari, Piter sudah minta jatah lagi, karena mobil sudah keluar dari tol, terlalu beresiko kalau melakukan di jalanan umum meskipun kaca film-nya tidak tembus pandang.

Kami mengantar hingga di depan Pintu Keberangkatan, aku berharap tak ada orang yang memperhatikanku karena mungkin masih ada sisa sisa sperma di wajah atau rambutku. Setelah mendapat ciuman perpisahan dari aku dan Nenny dia masuk.
"Thanks atas segalanya, kita lakukan lagi lain waktu, aku akan sering ke Surabaya" bisiknya ketika aku menciumnya.

Kamipun berpisah ke mobil masing masing, Ivan dengan pacarnya entah kemana lagi, sedangkan Hari mengantarku ke tempat kost.
"Ivan ngajak kita main bertiga seperti kemarin, entah besok entah lusa, di Surabaya aja, nggak perlu jauh jauh dan nggak usah nginap, kita lakukan di jam kerja" kata Hari ketika kami meluncur di jalan.
Aku yang udah merasakan nikmatnya bermain bertiga tentu saja menyambut gembira tawaran ini, tapi tentu saja aku harus bertindak professional.

"Terserah, tapi jangan mendadak" jawabku meng-iyakan, asal nego-nya cocok, lanjutku dalam hati.
Sebelum sampai di tempat Kost, HP-ku berbunyi, dari Koh Toni.
"Aduuh susah banget dihubungi" katanya tanpa basa basi, memang selama di Tretes HP-ku sengaja kumatikan agar tidak mengganggu.
"Sorry Koh, nggak ada sinyal, ini baru sampai, belum juga mandi" jawabku bohong, Hari hanya memandangku sambil tersenyum. Dia pasti sudah tahu siapa yang menelepon.
"Ya udah langsung saja ke Shangri La, Pak Tio udah nunggu tuh, dia kemarin sama sekali nggak puas dengan cewek yang di dapat dari GM-mu itu, minta aku carikan lagi, untung kamu udah datang" kata Koh Toni mendesakku.
"Tapi aku masih capek Koh, besok aja gimana, aku janji deh" bujukku karena aku masih capek setelah 3 hari melayani Hari dan Piter, paling tidak perlu semalam istirahat.
"Ly, please tolong aku, aku nggak mau ngecewain Pak Tio dua kali, please temanin dia malam ini, ayo dong sayang" Koh Toni memelas.
Aku diam sejenak, rasa capek masih terasa.
"Oke deh, demi Koh Toni" akhirnya aku mengalah demi kepuasan tamuku dan yang pasti juga demi uang.
"Gitu dong, aku tunggu di kamar ya sekarang" katanya seraya menutup HP-nya.
"Har, jangan marah ya" kataku nggak enak sama Hari yang masih menyetir.
"Nggak dong, masa gitu aja marah" jawabnya santai, tentu saja dia nggak boleh marah meskipun ada nada cemburu pada jawabannya, toh dia tahu siapa aku.
"Turunin aku di Pom Bensin depan itu deh" pintaku.
"Nggak usah ragu, kamu mau kemana, aku antar deh sekalian pulang, asal jangan minta di antar kembali ke Airport" jawabnya enteng.
"Shangri La" jawabku, berarti memang sejalan.
Akhirnya malam itu hingga pagi aku menemani Pak Tio, berpindah dari satu ranjang ke ranjang lain, dari pelukan satu laki laki ke laki laki lain, itulah perjalanan hidupku.

*****

Pengalaman pertama melayani 2 tamu sekaligus ternyata tidaklah seseram yang kubayangkan, justru semakin membuatku ingin mencoba lagi dan lagi. Sensasi yang kudapat sungguh luar biasa, berbeda kalau melayani tamu dengan gadis lain. Kutekatkan keberanianku untuk tidak menolak permainan bertiga seperti ini.

Hingga cerita ini dibuat, permainan bertiga dengan Hari dan Ivan tidak pernah terjadi.



...masih mau lanjut???...
 
14: Widya


Selama menjalani profesi sebagai seorang Call Girl, banyak pengalaman yang selama ini tak pernah kubayangkan atau hanya bisa kulihat di film porno, tapi kini aku mengalami keunikan demi keunikan atas fantasi manusia, tiada beda antara laki dan perempuan.

Siang itu mobilku sudah meluncur menuju Palm Inn di kawasan Mayjen Sungkono, tempat yang memang strategis untuk sekedar SAL atau selingkuh lainnya.
"Ly, ketemu yuk, kita kan udah lama nih nggak ketemu, kangen deh, ntar siang oke?" begitu sapaan hangat dari Pak Edi, seorang Manager disebuah perusahaan Export Import yang berkantor di Wisma BII, paling tidak sebulan sekali mem-bookingku. Usianya relatif masih muda, hampir 40 tahun menurut perkiraanku.
"Mas Edi mesti begitu, senangnya buru buru, ini kan udah jam 11 lewat berarti sekarang dong" jawabku manja.
"Iya aku lagi judeg nih, dan lagi mumpung ada temannya" katanya
"Tumben kok bawa teman, perlu dicariin cewek lain nggak? atau udah punya sendiri" tanyaku heran, nggak biasanya dia selingkuh rame rame.
"Nggak usah kali ini spesial, dia sekretaris di kantor sebelah, kebetulan suaminya keluar kota" jelasnya, aku jadi mengerti, ternyata dia menginginkan permainan dengan 2 wanita.
"Lho udah ada gitu kok masih cari aku lagi" godaku pura pura nggak ngerti.
"Udahlah pokoknya mau apa nggak?" tegasnya
"Asal aku tidak ikutan melayani teman wanitamu itu sih, ya.. ya.. yaa" jawabku menirukan iklan kondom, kebanyakan tamuku tahu kalau aku sangat membenci dan selalu menolak permainan lesbian.

Ternyata mereka telah menungguku didalam kamar, Mas Edi ditemani seorang wanita cantik yang usianya sedikit lebih tua dariku, mungkin sekitar 30 tahunan.
"Ly, kenalin ini Widya" sambut Mas Edi setelah mencium pipiku di depan pintu.
Wanita yang disebutkan Widya berdiri menyalamiku, tinggi kami hampir sama tapi dia terlihat begitu anggun dengan blazer hitam membungkus tubuhnya, kesan pertama aku menyukai penampilan dan kecantikannya.
"Welcome to the party, hope we have wonderful one" katanya, aku hanya tersenyum.

"Terserah kalian tapi aku ingin mandi dulu" katanya sambil melepas pakaiannya dan menuju ke kamar mandi.
Aku yang tanggap dengan permintaannya segera menyusulnya. Setelah melepas semua pakaianku, kupeluk tubuh Mas Edi yang sedang asyik berada dibawah kucuran hangat air shower. Kami berpelukan dan berciuman dibawah hangatnya air, serasa segar dan menggairahkan, tangannya meraba sekujur tubuhku, meremas remas buah dada dan pantatku, aku membalasnya dengan remasan di kejantanannya.
"Wah kalian udah duluan nih" suara Widya mengagetkan kami, dia sudah telanjang di depan pintu kamar mandi, tubuhnya langsing dan sexy dengan buah dada yang montok meski udah agak turun. Segera dia bergabung dibawah siraman air shower, kami bertiga berpelukan mesra penuh gairah, terutama Mas Edi yang begitu bernafsu menciumi kami bergantian, dari satu bibir ke bibir lainnya.

Kejantanan Mas Edi yang dari tadi tegang kini semakin tegang merasakan remasan tangan 2 wanita cantik dan sexy. Aku masih belum mengenal Widya, belum tahu gaya permainannya. Ketika aku jongkok di depan Mas Edi, Widya mengikutiku, bahkan saat aku mulai menjilati penisnya, diapun ikutan, dua lidah menyusuri penis Mas Edi yang tegang mengeras.

Kami pindah ke ranjang setelah mengeringkan badan, Mas Edi telentang di tengah diapit tubuh kami berdua. Bergantian kami berciuman bibir, tak kusangka sangka Widya mendaratkan bibirnya dibibirku, aku kaget tak menyangka mendapat ciuman darinya, hampir tubuhnya kudorong keras, belum pernah ada wanita yang mencium bibirku. Namun tanpa kusangka ada getaran getaran aneh yang membuatku diam menikmati kuluman bibirnya, ada getaran aneh menjalari seluruh tubuhku, aku bukanlah seorang bisex dan benci lesbian tapi sentuhan bibir Widya yang lembut berbeda dengan kuluman laki laki, membuatku tertegun tanpa tahu harus berbuat apa, hanya berdiam sambil memejamkan mata, tidak membalas lumatannya namun juga tidak menolak.

Melihat aku hanya terdiam, Widya makin memberanikan diri, lidahnya menyapu rongga mulutku, aku yang biasanya muak melihat adegan lesbi di film porno, kini terdiam menikmati sapuan bibir dan lidah Widya di bibirku. Dia semakin bergairah, kepalaku dipegang dan aku diciumi seperti layaknya dilakukan laki laki lain. Baru kutahu ternyata ciuman wanita sangat berbeda dengan laki laki. Mas Edi yang sesaat sempat kuabaikan meraba buah dadaku dan meremasnya, aku menggelinjang, apalagi saat tangan Mas Edi mulai menyentuh klitorisku. Tanpa bisa kukendalikan lagi, bibirku mulai membalas kuluman Widya, begitu juga lidahku menyambut lidahnya, semua seperti diluar kehendakku.

Aku hanya nurut saja ketika mereka merebahkan tubuhku, Widya kembali melumat bibirku, kali ini aku membalas lumatannya, Mas Edi mengulum buah dadaku bergantian sambil tangannya mempermainkan klitoris, aku mendesah disela ciuman Widya. Ciuman Widya turun menyusuri leher hingga ke dadaku, sebaliknya Mas Edi naik hingga ke bibir, memang terasa beda ciuman Widya dan Mas Edi, begitu juga kenikmatannya terasa berbeda. Jilatan dan kuluman Widya di putingku serasa begitu lembut dan terasa kenikmatan yang aneh saat dia menyedot putingku. Pengalaman pertama bagiku mendapat "Serangan" dari 2 orang yang berbeda, terus terang aku kewalahan menghadapi keduanya, konsentrasiku terbelah diantara keduanya, tapi tanpa kusadari aku lebih tertuju pada Widya.

Aku menjerit keras terkaget saat Mas Edi dan Widya bersamaan menyedot putingku dengan cara yang berbeda, belum pernah kedua putingku disedot dan dikulum bersamaan seperti ini, hanya sekali aku mengalami sedotan bersamaan oleh 2 laki laki (baca: "Lily Panther: Berbagi Ceria Dimana Saja"), tapi kali ini benar benar lain, aku tak bisa menggambarkan dengan kata kata akan nikmatnya. Kuremas remas kedua kepala yang ada dikepalaku, tubuhku semakin menggelinjang kala kurasakan gesekan jari jari tangan di vaginaku, aku yakin Mas Edi melakukan bersamaan dengan Widya. Jari jari itu begitu liar bermain di lorong vagina dan klitorisku, desahanku semakin keras diiringi geliat tubuh bak cacing terbakar birahi.

Kejutan demi kejutan kuterima dari permainan mereka, dan tak berhenti sampai disitu. Widya sudah berada di selangkanganku, aku tahu yang akan terjadi, kupersiapkan mental menghadapi jilatan seorang wanita pada vaginaku, hal yang belum pernah kualami. Mas Edi masih asyik menjilat dan mengulum putingku, tak sadar aku menjerit keras saat lidah Widya menyentuh klitoris, terasa sangat lembut sentuhan lidahnya. Aku menggelinjang, permainan oral Widya sangat sangat berbeda dengan kebanyakan laki laki yang pernah kurasakan, sepertinya dia banyak tahu sisi sisi kenikmatan seorang wanita, begitu pintar dia memainkan irama jilatannya. Celah celah sensitif di daerah kewanitaanku tak luput dari sapuan lidahnya, aku semakin membumbung tinggi dalam irama permainan kedua tamuku ini.

Kenikmatan yang kudapat semakin bertambah saat Mas Edi ikutan bermain di selangkangan, jeritan kenikmatanku sudah tak bisa kukontrol lagi, aku benar benar seperti gadis kesetanan yang tenggelam dalam lautan kenikmatan, benar benar pengalaman yang tak pernah aku alami, serasa berjuta juta nikmatnya, dua lidah yang berbeda bergerak liar dengan cara yang berbeda pula di daerah vaginaku. Bisa kulihat dengan jelas bagaimana gerakan liar kedua lidah itu, sungguh sensasi yang tak terbayangkan sebelumnya.

Tak kuasa aku menahan lebih lama.. dan rontoklah pertahananku digempur habis kedua lidah itu dengan kenikmatan tak terhingga. Jeritan orgasme diiringi tubuh mengejang, bersamaan dengan denyutan kuat pada otot otot vaginaku. Mereka tidak berhenti sampai disitu, justru semakin kuat menyedot vaginaku seakan hendak menguras habis cairan orgasme yang ada di vaginaku.

Aku telentang dengan napas yang masih menderu disamping tubuh mereka yang sedang ber-69, bisa kulihat jelas bagaimana Widya yang berada di atas mengulum penis Mas Edi dengan penuh gairah, sesekali matanya berbinar menatapku. Penis itu dengan cepat meluncur keluar masuk di celah bibir mungilnya, membuatku yang hanya melihat ikutan bergairah. Tak lama kemudian akupun kembali berbagi penis dengan Widya, mereka masih ber-69, penis Mas Edi bergantian meluncur di mulutku dan Widya.
"Masukin" kata Widya sambil menyodorkan penis di tangannya ke arahku, kubalas dengan senyuman lalu aku mengatur posisi tubuhku di atas Mas Edi.

Perlahan kuturunkan tubuhku melesakkan penis itu ke vaginaku, tak ada yang istimewa dengannya, namun kembali kurasakan sensasi aneh saat penis itu mulai melesak masuk bibir lembut Widya menyentuh dan melumat bibirku. Sambil mendesah kubalas kulumannya dengan gairah, Widya menuntun tanganku ke buah dadanya, agak ragu aku menuruti permintaannya dan dengan ragu pula kuremas remas buah dada itu sesuai kemauannya. Bersamaan melesaknya penis ke vaginaku kami bertiga mendesah bersamaan, kepala Mas Edi yang berada di bawah selangkangan Widya rupanya menyedot kuat vagina yang ada di atasnya, terjadilah permainan segitiga. Goyanganku di atas tubuh Mas Edi makin keras seiring dengan gairah ciuman kami sambil saling meremas lembut buah dada.

Aku tak tahu pasti apa yang dilakukan Mas Edi pada vagina Widya tapi desahan kenikmatannya tak kalah bergairah dengan desahanku. Kukocok penis divaginaku semakin liar, serasa mengaduk aduk liang kenikmatanku dengan hebatnya. Remasanku pada buah dada Widya makin keras begitu juga remasannya pada buah dadaku, bibir dan lidah kami semakin bertaut menyatu.
"Mau ganti posisi?" tanyaku setelah beberapa lama mengocok Mas Edi.
Rasanya nggak enak kalau harus menguasai penis itu sendirian, tapi dia tersenyum menatapku sambil menggelengkan kepala. Akupun melanjutkan goyanganku di atas Mas Edi. Beberapa menit kemudian kudengar teriakan histeris dari Widya, rupanya dia mendapatkan orgasme dari permainan oral Mas Edi.

Mas Edi minta posisi dogie, kembali Widya menolak tawaranku untuk bergantian. Akupun kembali menerima kocokan Mas Edi, kali ini dari belakang, Widya masih terbaring di sebelah kami, melihat expresi kenikmatan di wajahku saat menerima sodokan dan hentakan keras. Tak lama kemudian Widya kembali bergabung bersama kami, tubuhnya berada dibawahku yang sedang nungging menerima kocokan Mas Edi, dia menarik tubuhku dalam pelukannya. Seperti orang sedang bercinta, aku dan Widya berpelukan dan berciuman, tubuh telanjang kami menyatu dalam ikatan birahi dihiasi keringat yang saling yang bercampur menjadi satu. Buah dada kami saling berhimpit, kurasakan kelembutan sentuhan kulit kami menimbulkan sensasi tersendiri.

Sesekali ciuman bibirku terlepas saat Mas Edi menyentakku keras tapi Widya kembali meraih dan mengulumnya. Mungkin terbawa sensasi, kocokan dan sodokan dari belakang makin keras dan liar, serasa mengaduk aduk rongga vaginaku. Entah sudah berapa lama kami bercinta, ketika tiba tiba Mas Edi mencabut penisnya dengan kasar, dia bergeser ke arah kepala kami lalu menyodorkan penisnya diantara wajahku dan Widya. Kulihat mata Widya melotot ke Mas Edi, tapi tanpa protes dia segera membuka mulutnya, penis yang masih ada cairan vaginaku itu langsung mengisi mulutnya yang terbuka, akupun jadi terbawa gairah mereka. Sambil kepala penis keluar masuk mulut Widya, aku tak mau kalah dengan menjilati batangnya, lalu berganti penis Mas Edi keluar masuk mulutku.

Akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, menyemprotlah spermanya ke mulutku, namun belum habis denyutan di mulut, Widya mengambil alih dan segera memasukkan ke mulutnya. Sperma itu tercecer ke di mulut dan wajah kami berdua, Mas Edi tampak tersenyum puas melihat spermanya menghiasi wajah cantik kami. Aku dan Widya berpelukan sesaat sebelum akhirnya turun dari tubuhnya. Kami bertiga rebah berjejer di atas ranjang, tanpa suara namun jari tangan kami saling meremas seakan menyalurkan getaran getaran birahi yang menurun.

Babak kedua kami lakukan 30 menit kemudian, Widya masih menolak saat kutawari berbagi penis Mas Edi di vaginanya. Berulang kali dia memintaku mengulum puting dan vaginanya namun sebanyak itu pula aku menolak permintaannya, untuk yang itu aku masih belum bisa melakukannya. Aku tahu dia kecewa tapi dalam hal ini tak seorangpun bisa memaksaku, dia boleh melakukannya padaku tapi tidak sebaliknya. Akhirnya dia mendapatkan orgasme dari jilatan dan kocokan jari tangan Mas Edi, tanpa penetrasi penis ke vaginanya. Kali ini sperma Mas Edi dikeluarkan di dalam vaginaku saat aku berada di atasnya, dan kembali Widya menyambar penis itu begitu keluar dari vaginaku, dia sangat menyukai sperma yang ada di penis.

"Sorry Wid, aku nggak bisa melakukan apa yang kamu lakukan padaku" aku minta maaf telah berkali kali menolak permintaannya, berharap pengertian darinya.
"Nggak apa kok, lagian aku udah dapat orgasme dari Mas Edi" jawabnya menyenangkan hatiku.
"Kalo aku tanya marah nggak" tanyaku sambil menatapnya serius, dia membalas tatapanku
"Tanya apa?"
"Kenapa sih kamu selalu menolak penis Mas Edi di vagina?" kuberanikan diri setelah kulihat isyarat gelengan kepala pertanda tak keberatan dengan pertanyaanku.
"Aku udah berkeluarga dan tak kubiarkan penis laki laki lain menyentuh kehormatan dan vaginaku, ini hanya untuk suamiku dan aku tak mau selingkuh" jawabnya dengan mimik serius
"Apa ini bukan selingkuh?" pertanyaanku semakin berani seperti orang tolol
"Ya nggak toh, selama tidak ada penetrasi atau pertemuan kelamin ya aku masih tetap suci tak tercemar laki laki lain" lanjutnya.
Aku menjadi bingung, ternyata dia mempunya definisi sendiri tentang arti perselingkuhan.

*****

Meski aku tanpa sengaja menikmati ciuman, lumatan, jilatan bahkan sentuhan dari wanita lain, tapi aku tak ingin melakukannya lagi, kecuali "kecelakaan" semacam ini. Ini pengalaman yang sama sekali baru bagiku, entah apa aku bisa melakukan lagi dengan wanita lain meskipun tak ada keinginan mengulangi.


... masih berlanjut...
 
Trims suhu cerita yg ku tunggu² akhirnya muncul juga ga bosen² aku baca berulang² cerita ini betul² legend...yg paling berkesan adalah "mutiara hitam" kalo ga salah👍👍
 
15: Live Show

"Ly, nanti sore jam 4 di Hotel Westin, bisa nggak?" tanya seorang GM wanita via HP pada suatu hari.
"Kalau untuk cicikku yang satu ini pasti bisa dong" balasku manja karena aku tahu GM wanita yang satu ini, biasa kupanggil cicik karena selain yang aku tahu dia seorang chinese yang banyak kenalan kalangan atas, aku tak tahu nama aslinya.
Seperti biasanya dia pasti memberi orderan gede, bukan kelas kakap bahkan tak jarang kelas paus.
"Tapi kali ini agak lain, terserah kamu mau nggak, biasanya kan kamu nggak suka yang aneh aneh" tanyanya ragu.
"Emang kenapa cik?" tanyaku penasaran.
"Emm.. dia cuman ingin lihat kamu main sama laki lain, kalo kamu nggak mau nggak apa sih" jelasnya, aku tercenung sejenak.

Ini adalah hal baru bagiku, belum pernah aku di booking untuk hanya ditonton live seperti ini, apa asiknya melihat orang bercinta padahal dia bisa menikmatinya secara langsung pemain wanitanya. Atau jangan jangan orang itu hanya timbul gairahnya saat melihat orang bercinta lalu baru menikmati tubuhku, sejuta pikiran berkecamuk penuh tanda tanya.
"Ly? gimana?" tanya cicik mengagetkanku.
"Laki laki lainnya siapa? teman dia?" Tanyaku makin penasaran
"Nggak sih, dia nyerahin ke aku, tapi terserah kamu kalo kamu punya pilihan atau pacarmu barangkali kalo kamu mau, lumayankan udah dapat enak dapat duit lagi.. ha.. ha.. ha" godanya.
"Gila apa, masak pacar dilibatkan urusan beginian, saru" jawabku sambil membalas candaannya.
"Ya udah pilih siapa yang kamu kenal" desaknya.

Terus terang meski aku cukup lama malang melintang di dunia ini, tapi aku termasuk "kuper" karena lingkungan pergaulanku emang jarang dengan teman sesama profesi baik wanita apalagi para prianya. Kalaupun kenal paling juga sebatas asal kenal tidak terlalu erat, apalagi sampai main seranjang, sangat jarang sekali.
"Gimana Ly, ada pilihan nggak, cari aja yang cakep gitu biar kamu bisa enjoy" kembali dia menggoda.
"Aku nggak ada cik, terserah cicik aja deh" aku menyerah
Dia menyebut beberapa nama yang kesemuanya gigolo, baik yang profesional maupun yang hanya sampingan. Banyak nama yang kutolak tapi beberapa nama aku tidak mengenalnya.
"Ala pake pilih pilih segala, biasanya sama laki laki siapa saja nggak nolak, udah pokoknya percaya deh sama aku, pasti kamu nggak kecewa" akhirnya dia maksa.
"Iya deh, aku percaya sama cicikku yang satu ini" akhirnya aku menuruti keinginannya setelah menyebutkan beberapa nama yang tidak aku suka.

Sebenarnya aku masih merasa capek setelah melayani 2 tamu sebelumnya, tapi "keanehan" yang ditawarkan si cicik tadi sungguh membuatku penasaran akan sensasinya. Sepuluh menit sebelum waktu yang disepakati, aku sudah berada di lobby Hotel Westin (sekarang JW Mariot), langsung menuju lantai 10 tempat kamar tamuku berada. Seorang laki laki muda awal 30-an menyambut kedatanganku di depan pintu, namanya Hengki.
"Ah tepat waktu, dia baru saja datang" katanya sambil menunjuk laki laki lain yang lebih muda sedang memegang botol Kratingdaeng, aku tidak mengenalnya.
Usianya mungkin sekitar 25 tahuh, dengan wajah yang sedap dipandang dengan kulit kuning bersih.
"Kalian sudah saling kenal?" tanyanya, hampir bersamaan kami menggeleng kepala
"Bagus, lebih asyik berarti karena kita bertiga tidak saling mengenal, silahkan berkenalan sendiri" lanjutnya.

Setelah berkenalan, aku mengambil tempat di sampingnya, dia bernama Bram, aku pernah dengar namanya, dia simpanan seorang istri pengusaha di Surabaya.
"Aku banyak dengar tentang kamu, akhirnya bisa juga kita ketemu" kata Bram
"Semoga hanya dengar yang baik saja" jawabku.
"Oke silahkan mulai, terserah dari mana, aku hanya penonton" Pak Hengki menyela pembicaraan kami, baru kali ini ada keraguan dan merasa canggung ketika ada laki laki memelukku, apalagi saat Bram mencium pipiku ditambah adanya orang yang menonton permainan kami.

Inilah pertama kali aku bercinta dengan seorang gigolo, mungkin bisa terjadi adu keahlian dan permainan. Dengan masih penuh keraguan, kami berciuman saling melumat bibir, tangan Bram sudah berada di dadaku, memulai remasan remasan ringan pada kedua buah dadaku, aku menggelinjang saat tangan Bram mulai menyusup disela sela resliting depan blusku dan menyelinap dibalik bra. Diraihnya putingku dan dipermainkan dengan penuh gairah, aku mendesah antara geli dan nikmat. Ciuman Bram sungguh romantis dan penuh gairah, dia seakan tahu betul bagaimana memuaskan wanita, dia tahu persis bagian bagian sensitif dan erotis.

Hanya beberapa menit sejak ciuman pertama, aku sudah dalam keadaan topless, dia memandang sejenakkedua buah dadaku yang menggantung indah.
"Very beautiful" pujinya, sebelum mendaratkan lidahnya pada putingku, disusul kuluman dan sedotan ringan oleh bibirnya, aku kembali mendesah nikmat.
Tangan Bram beralih dari kedua buah dadaku turun ke selangkangan, dengan mudah dia melepas celanaku tanpa mengangkat mulutnya dari putingku. Sedetik kemudian akupun sudah dalam keadaan telanjang dihadapan kedua laki laki yang masih berpakaian lengkap. Pak Hengki mendekati kami seolah hendak melihat lebih jelas kemolekan dan kemulusan tubuh telanjangku, matanya melotot menatap tanpa kedip. Kami tak pedulikan, terserah dari sudut mana saja dia menonton.

Bram sudah jongkok di depan kakiku yang terbuka lebar, menunjukkan liang sempit kenikmatanku yang sedikit dihiasi bulu bulu halus. Kembali bibir dan lidah Bram mendarat ditubuhku, disusurinya kedua paha dan berhenti di sekitar selangkangan, dia tidak langsung menyentuh daerah vagina tapi justru mengitarinya dengan jilatan jilatan menggairahkan. Aku mendesah penuh gairah, kuremas rambutnya dan kutekankan ke selangkanganku berharap dia segera melakukan jilatan pada vagina, tapi dia tak terpengaruh.

"Bram, please" pintaku sambil mengerang penuh kenikmatan, dia hanya menatapku sambil tersenyum.
Akhirnya aku menjerit lepas saat lidahnya menyentuh klitorisku, disusul dengan ciuman bibirnya pada vaginaku, desahanku semakin keras saat jari jari tangannya ikutan bermain pada liang kenikmatanku. Pak Hengki sudah jongkok disamping kami, Bram semakin liar bermain main di vaginaku, permainan oralnya sungguh menghanyutkan, tak dapat dipungkiri aku sangat menikmatinya.

Bram berdiri di depanku, aku segera membuka celananya dan menarik turun berikut celana dalamnya, tampaklah penisnya yang sudah keras menegang, tidak terlalu istimewa, sama seperti umumnya. Kuraih kejantanannya dan kukocok kocok dengan tanganku, dia mulai mendesis. Kujilat kepala penisnya lalu kumasukkan ke mulutku, perlahan lahan hingga lebih separoh berada di dalam. Bram memegang kepalaku, sebelum aku mulai gerakanku, dia mendahului dengan mengocokkan penisnya di mulutku. Pak Hengki makin melototkan matanya saat penis Bram keluar masuk mulutku, aku semakin bergairah dibuatnya. Sekilas kulihat tangannya meremas remas di selangkangannya sendiri. Aku semakin over acting, kujilati sekujur batang penis Bram hingga ke pangkal lalu kembali mengocok dengan mulut, desahan Bram makin terdengar penuh gairah. Sambil mengulum Bram, tanganku bermain di klitorisku membuat aku ikutan mendesah beriringan dengannya.

Aku dan Bram sudah tak tahan lagi, dia kembali berlutut diantara kakiku. Kami berciuman saling melumat bibir sambil mengusapkan penisnya ke vaginaku yang sudah basah. Namun sebelum Bram mendorong masuk penisnya, Pak Hengki menyela permainan kami.
"Pake ini" katanya sambil menyodorkan kondom yang sudah dia buka, kami saling berpandangan lalu tersenyum bersamaan.
Sedikit demonstratif, kupasangkan kondom ke penis Bram dengan mulutku, dibalas dengan pandangan kagum dari kedua laki laki itu. Bram menyapukan sejenak kepala penisnya, perlahan didorong memasuki celah celah kenikmatanku sambil kembali melumat bibirku, lidah kami saling beradu seiring melesaknya penis itu semakin dalam.

Kami berpandangan ketika kejantanannya sudah masuk semua, sama sama tersenyum memberi isyarat, tatapannya begitu romantis menghanyutkan. Dia mulai gerakan menarik dan mendorong dengan perlahan dan semakin cepat, gerakan dan tatapannya membuaiku dan semakin cepat. Tanpa malu akupun mendesah lepas tanpa dibuat buat, sungguh nikmat bercinta dengannya, dia tahu kapan saatnya melakukan apa, sungguh seorang penakluk wanita. Tangannya dengan halus meraba raba dan meremas lembut kedua buah dadku, sesekali dikulumnya putingku, semua dilakukan tanpa menurunkan irama kocokannya. Kakiku diangkat ke pundaknya, penisnya semakin dalam menghunjam liang vaginaku, dan desahanku semakin lepas tanpa kendali.

Bram memutar tubuhku untuk posisi dogie, tubuhku bertumpu pada sandaran sofa, agak kecewa aku karena tidak bisa menatap wajahnya yang cool itu. Namun kekecewaanku tak berlangsung lama saat Bram kembali mengisi vaginaku dengan kejantanannya yang serasa semakin tegang, diraihnya kedua buah dadaku yang berayun sembari memulai kocokannya. Sesekali dia mencium dan menjilati punggung hingga tengkukku, aku menggeliat geli bercampur nikmat, dan jeritanku tak tertahankan saat dia mengulum telingaku. Pak Hengki mendekati wajahku, dia mencium kening dan bibirku, baru kusadari kalau sejak awal tadi dia tidak pernah menyentuh gadis yang di booking ini. Ciumannya tak berlangsung lama, lebih tepat sekedar kecupan tanpa bertindak lebih jauh, dia kembali agak menjauh.

Kocokan Bram semakin menggila, remasannyapun makin kuat namun lebih nikmat. Tiba tiba dia menarik tubuhku ke atas, lenganku dipegangnya dari belakang, kini tubuhku tergantung pada pegangan kedua tangannya, penisnya serasa makin menusuk dalam.
Pak Hengki kembali bergeser di depanku, tepat berhadapan denganku, sepertinya dia begitu menikmati wajahku yang penuh expresi kenikmatan sambil sesekali meraba mukaku dengan gemas. Sementara Bram makin liar mengocokku, semakin membawaku melambung tinggi dan beberapa kocokan kemudian jeritan kenikmatan terlontar dari mulutku. Aku orgasme dalam pelukan Bram dari belakang dan didepan Pak Hengki yang tak pernah bosan menatapku. Tak kupedulikan rabaan Pak Hengki di wajahku yang tengah dilanda orgasme, aku begitu menikmati kenikmatan yang tengah kugapai.

"Gila kamu Bram, enak banget" bisikku setelah denyutanku habis.
"Mau lanjut?" tanyanya sambil mencium bibirku. Tanpa menunggu jawabanku, dia duduk di sofa dan menarikku dipangkuannya. Setelah napasku normal kembali, kuatur posisi tubuhku dan perlahan turun melesakkan penis Bram ke vaginaku. Aku mencium bibirnya saat kumulai gerakanku diatas pangkuannya.
"Kini giliranku pegang peranan" pikirku sambil menggoyangkan pinggul dan turun naik.
Desahan Bram mengiringi desah desah nikmatku, tangannya meremas remas buah dadaku yang tepat bergoyang menggoda di depannya diselingi kuluman dan gigitan ringan pada puting, aku menggeliat nikmat. Gerakan goyanganku semakin cepat dan liar diatasnya, aku seperti kesurupan dalam permainan penuh gairah, apalagi keberadaan Pak Hengki sebagai penonton ternyata membuat sensasi yang semakin bergairah. Tiba tiba Bram menghentikan gerakanku.
"Sebentar, ganti kondom dulu" katanya dengan berani sambil mendorong tubuhku turun.
"Pak bisa kami diambilkan kondom lagi" katanya pada Pak Hengki yang dari tadi menonton aksi kami, tanpa bertanya lebih lanjut dia mengambil kondom kedua dan menyerahkan kondom yang sudah dibuka kepadaku.

Terpaksa aku lepas penisnya dari vaginaku, ternyata kondom itu sudah terisi cukup banyak cairan putih keruh, sepertinya dia sudah keluar tapi entah kapan karena tak kurasakan orgasme darinya, atau mungkin dia memang menahan orgasmenya, pantas sering kurasakan denyutan denyutan kecil ketika kami bercinta. Segera kuganti kondom dengan mulutku, kukulum sejenak lalu kembali kulesakkan ke vaginaku, disusul goyangan tubuhku di atas pangkuannya. Tak lama kemudian kami saling mengocok, saling melumat dan saling memberi kenikmatan, Pak Hengki tak pernah bosan melihat dengan berbagai sudut pandang.

Berulang kali Bram memuji keliaranku di sela desahannya, tak jarang dia hanya diam saja menikmati gerakanku tanpa menyentuhku sama sekali, hanya tatapan dan desahannya yang menandakan dia menikmati gerakan tubuhku dipangkuannya.. dan akupun tak bisa bertahan lebih lama lagi, untuk kedua kalinya kuraih orgasme dari Bram, orgasme yang indah. Pak Hengki mendekapku dari belakang dikala aku menggelinjang menikmati sensasi orgasme, hanya pelukan tanpa ada usaha meremas buah dadaku, disusul lumatan pada bibirku yang terbuka saat merasakan nikmat orgasme. Bram hanya dia melihat kami.

"Uff.. istirahat dulu Bram" kataku sambil turun dari pangkuan Bram, ternyata dia mengikutiku berdiri, penisnya yang masih terbungkus kondom menggelayut kekar diselangkangannya.
Sedetik kemudian dia mendekapku dari belakang lalu tubuhku direbahkan diatas ranjang hangat, permintaanku untuk istirahat tak digubris, justru dia menjawab dengan membuka kakiku lebar lebar dan langsung membenamkan kepalanya diselangkanganku, aku teriak menjerit kaget tapi tak dipedulikan. Sangat rakus Bram menjilati sekujur vaginaku, disedotnya kuat seluruh cairan orgasme yang ada di vagina, aku menjerit nikmat, belum pernah diperlakukan seperti ini oleh laki laki. Biasanya akulah yang membersihkan sperma dari penis tapi kini terjadi sebaliknya, kuremas remas rambut Bram yang masih asyik menikmati cairan vaginaku.

Puas bermain di selangkangan, Bram langsung menindihku, penisnya kembali menghunjam dalam di vaginaku, kocokannya begitu nikmat membuatku kembali naik menuju puncak. Kami berpelukan rapat, kakiku menjepit pinggangnya, keringat dan desah napas menyatu dalam irama permainan penuh nafsu. Lidah dan bibirnya tak pernah beranjak dari tubuhku, dari leher, bibir, pipi atau telinga, aku semakin mendesah sambil menggelinjang penuh kenikmatan. Tak perlu waktu lama untuk membawaku kembali ke puncak birahi, dan untuk ketiga kalinya kuraih kenikmatan itu dari Bram tanpa membuat dia orgasme.

Tidak seperti sebelumnya, kali ini Bram tidak menghentikan kocokannya dikala aku sedang menggelinjang penuh kenikmatan, justru dia makin mempercepat kocokannya, karuan saja jeritanku semakin nyaring terdengar. Tanpa memberiku kesempatan lebih lanjut, dia membalik tubuhku. Aku hanya nungging dengan dada masih menempel di ranjang, tubuhku terlalu lemas untuk kuangkat.

Dari belakang dengan Bebasnya Bram mengocokku, aku tak kuasa lagi menjerit, hanya desah kenikmatan yang keluar dari hidungku, beberapa kocokan dan sodokan keras kurasakan tapi aku tak kuasa menggeliat, tiba tiba Bram menghentikan kocokannya, kurasakan denyutan kecil di vaginaku.
"Pak tolong kondom lagi dong" kudengar dia minta Pak Hengki untuk kondom ketiga, berarti kondom terakhir dalam satu kemasan. Kurasakan Pak Hengki naik ke ranjang, Bram mencabut penisnya lalu tak sampai semenit kembali dilesakkan ke vaginaku, rupanya dia mengganti kondomnya, dilemparkan kondom bekas itu ke depanku, terlihat cairan putih sedikit mengisinya.

Untuk kesekian kalinya kurasakan penisnya menghentak dan menyodok vaginaku dengan keras, entah apa yang dilakukan Pak Hengki dibelakang sana, tak bisa kulihat jelas dan akupun tak berminat melihatnya. Disaat kocokan Bram sedang menghebat, kurasakan cairan hangat membasahi punggungku lalu diusap usap ke sekujur punggung hingga pantat.
"Entah apa yang dilakukan Bram, mungkin meludahi belakangku" pikirku, aku tak peduli, kulawan gerakan Bram dengan mengoyangkan pantatku mengimbanginya.

Entah sudah berapa lama dia mengocokku dari belakang, hingga kudengar jeritan kenikmatan darinya, penisnya serasa membesar disusul denyutan keras pada vaginaku, dia meremas pantatku kuat kuat, aku membalas dengan tetap menggoyangkan pantatku, dia makin menjerit keras tapi aku tak peduli. Akhirnya Bram mencabut penisnya, dia segera bergeser ke depanku, dicabutnya kondom yang penuh sperma dan disodorkan kejantanannya ke mulutku, aku tak menanggapi namun dia mengusap usapkannya ke wajahku. Akhirnya kuturuti kemauannya, kuraih penis di depanku dan kumasukkan ke mulutku, aroma sperma sangat keras tercium, kupermainkan penis yang mulai mengecil itu di mulutku, tak kubiarkan dia menariknya keluar, lidahku menari nari di kepala penisnya, Bram menjerit histeris.

Kami telentang bersebelahan, napas kami masih menderu sisa sisa permainan birahi yang melelehkan, Pak Hengki kembali ke sofa melihat tubuh kami yang tergolek lemas diranjang.
"Kalian berdua memang pasangan yang cocok, 1 jam 7 menit permainan kalian" kata Pak Hengki, tak kusangka selama itu, padahal rasanya baru 10 atau 15 menit kami bercinta, mungkin kami terlalu menikmati hingga terasa waktu berjalan cepat.
"Ternyata apa yang aku dengar selama ini memang tidak bohong, dan beruntunglah aku ikut membuktikan, ntar kita lanjutin lagi" kata Bram masih dengan napas berat.
"Oke Bram, tugas kamu sudah selesai dan kamu bisa tinggalkan kami" kata Pak Hengki sambil meletakkan amplop di meja.
Sebenarnya aku agak kecewa mendengar Bram harus pergi, rasanya terlalu sayang melewatkan waktu dengan dia cuma sebentar, dalam hati aku tidak keberatan kalau harus melayani mereka berdua, toh ini bukan pertama kali meskipun aku baru mengalaminya sekali, tapi Pak Hengkilah yang berkuasa, aku diam saja.

Dengan muka penuh kecewa, Bram beranjak dari ranjang, dipungutinya pakaiannya dan dikenakan kembali. Kini dia tampak seperti anak muda umumnya, tak ada kesan kalau dia seorang gigolo yang pandai memuaskan wanita, termasuk aku. Dia mengambil amplop yang ada di meja dan menyalami Pak Hengki, setelah itu menghampiriku yang masih rebahan telanjang di ranjang, dikecupnya keningku.
"Bersihkan sperma Pak Hengki di punggungmu" bisiknya saat mencium pipiku, baru kusadari cairan hangat yang kukira ludah tadi adalah sperma Pak Hengki.
"Terima kasih Pak, Bapak tahu bagaimana kalau menghubungiku lain waktu, selamat bersenang senang" katanya sambil pamit melirikku.
"Jangan pergi, kita main bertiga saja, aku sanggup kok melayani kalian berdua sekaligus" teriak batinku, tapi kata kata itu tak keluar dari mulutku.

Pak Hengki menyeringai melihatku masih telanjang, wajah gantengnya sebenarnya cukup mempesona tapi aku masih terbuai dengan permainan Bram. Dia mengeluarkan tisu basah dari bajunya dan menyerahkan kepadaku.
"Usap wajahmu dari spermanya" perintahnya, aku menurutinya.
Pak Hengki duduk ditepi ranjang menghadapku.
"Kamu memang benar benar menggairahkan, hampir tak tahan aku melihat permainanmu tadi, makanya aku berubah pikiran, terlalu sayang melewatkan saat saat seperti ini begitu saja" katanya sambil menyibakkan rambut yang menutupi sebagian dadaku. Aku diam saja ingin tahu rencananya lebih jauh, sebenarnya ini sudah diluar kesepakatan, harus melayani 2 orang.

"Jangan khawatir, aku mengerti kok soal uangnya, tak perlu dipikirin, atau kamu mau telepon GM-mu" lanjut Pak Hengki seakan membaca pikiranku.
Malu aku dibuatnya, kujawab dengan senyuman.
"Nggak usah, aku percaya sama Bapak kok, aku mandi dulu ya" kataku seraya hendak beranjak dari ranjang, tapi dia menahan tubuhku.
"Nggak usah mandi, biar lebih hot dengan keringat di tubuhmu" katanya pendek disusul gerakan menindihku, aku terkejut tapi terlambat, dia sudah berada di atasku menciumi leher dan melumat bibirku.
Aku segera membalas lumatan penuh gairah itu.
"Kamu cantik.. dan bertambah cantik saat mendesah.. dan makin cantik kala orgasme" katanya disela ciuman kami, aku membalas dengan desisan ringan, apalagi ketika bibirnya sudah berada di putingku.

Tak berlama lama kami melakukan pemanasan karena sama sama terbakar pada babak sebelumnya. Tanpa melepas ciuman dan tindihannya, dia mengeluarkan penisnya, kurasakan sapuan kepala penis di bibir vaginaku, aku tak tahu seberapa besar penis yang akan melesak di liang vaginaku kali ini. Tanpa kondom, perlahan kepala penis itu menembus celah vaginaku, sepertinya cukup besar dan terus menembus masuk makin dalam, seperti perjalanan yang panjang sebelum menyentuh dasar vaginaku. Aku mendesis nikmat meski baru 15 menit yang lalu kurasakan kenikmatan yang sama dari Bram. Harus kuakui kalau kurasakan penis yang lebih panjang telah melesak memenuhi vaginaku.

Beberapa detik kemudian mulai kurasakan ayunan kenikmatan dari Pak Hengki dan semakin cepat. Sambil menikmati kayuhannya kulepas pakaiannya, terkesiap sesaat disela desah kenikmatanku melihat dada bidang Pak Hengki yang dihiasi bulu bulu, begitu sexy tanpa timbunan lemak. Aku semakin terangsang hebat, kekecewaan ditinggal Bram segera terlupakan dan berganti kenikmatan kocokan Pak Hengki, tamuku yang sebenarnya.

Kutarik tubuhnya dalam dekapanku, aku ingin merasakan dekapan kehangatan penuh birahi dari tamuku yang sexy kali ini, berkali kali kubalas lumatannya dengan lumatan tak kalah gairah. Entah mimpi apa aku tadi malam mendapatkan berkah yang tak terhingga seperti ini, 2 laki laki jantan berurutan menikmati tubuhku dan memberi kenikmatan yang tak terhingga, berulang kali aku berterima kasih pada si cicik yang memberiku kedua laki laki ini.

Kami saling mendekap erat, terlupakan sudah rasa capek dengan Bram tadi, napas kami bersatu menderu diiringi desah kenikmatan dari kami berdua.
"Sshh.. trus Pak.. uff.. ennaak Pak" desahku ditelinganya tanpa dibuat buat.
Cukup lama dia mengocok dari atas sebelum membalik tubuhku. Aku tak mau posisi diatas karena hampir bisa dipastikan tamuku tak akan bisa bertahan lama berada dibawahku.
"Dari belakang Pak" kataku sambil turun dari tubuhnya dan nungging disamping.
Pak Hengki melepas pakaian yang masih tersisa, kami sama sama telanjang, diraihnya pantatku dan sedetik kemudian melesaklah penisnya kembali ke vaginaku disusul kocokan cepat. Aku menggeliat nikmat merasakah hunjaman penis itu, meski belum sempat melihat tapi yakin bahwa lebih besar dari punya Bram.

Sodokan demi sodokan menghunjam tajam di vaginaku, desahan demi desahan mengiringi permainan kami, remasan demi remasan menambah gairah semakin tinggi. Aku benar benar melambung dalam nikmat, dan tak bisa kutahan lebih lama lagi akupun mencapai puncak kenikmatan mendahului Pak Hengki. Tubuhku langsung lunglai begitu denyutan di vaginaku menghilang, lututku serasa gemetar, mungkin terlalu banyak orgasme berturut turut dalam waktu yang singkat. Pak Hengki menghentikan kocokannya sesaat, tapi melanjutkan kembali dengan lebih keras. Kembali aku dipaksa untuk mendaki birahi yang tinggi, beberapa sodokan menusuk tajam, aku terhenyak dalam kelelahan.

Kami berganti posisi beberapa menit kemudian, aku langsung bergoyang di atas tubuhnya, pandangan mata dan tubuh atletisnya ternyata membuaiku semakin tinggi, gerakanku semakin liar tak beraturan, kututup mataku rapat tak mampu melawan tatapan mata dan ke-sexy-annya. Aku terlalu lelah untuk menggoyangkan tubuhku, kutelungkupkan di atas dada bidangnya, bulu bulu dada serasa menggelitik putingku, semakin terangsang aku dibuatnya. Dengan mendekap tubuhku rapat, dia mengocokku dari bawah, dan tak lama kemudian kurasakan denyutan yang sangat kuat dari penisnya seiring jeritan kenikmatan yang keluar dari mulut Pak Hengki, pelukannya semakin kuat. Akupun tak kuasa ketika denyutannya membawaku ikutan berdenyut menyusulnya ke puncak, kami orgasme hampir bersamaan, cairan hangat terasa memenuhi liang vaginaku.

Tubuh kami terkulai berpelukan lemas tak berdaya, detak jantung kami saling beriringan berpacu menuruni puncak kenikmatan, kusandarkan kepalaku di pundaknya dengan napas masih berat tersengal, sungguh orgasme yang indah yang kuraih dari 2 laki laki berbeda berurutan.
"Kamu nginap disini aja ya" kata Pak Hengki ketika sudah bisa bernapas normal, aku tak keberatan tentu saja, setelah apa yang kudapat darinya.
"Terserah Bapak saja" jawabku pelan menyembunyikan gejolak kegembiraan, aku harus tetap bersikap profesional meski mengharap tawaran seperti itu yang datangnya belum tentu sebulan sekali.
Kamipun mandi malam bersama, baru kusadari ternyata kejantanannya lumayan besar melebihi milik Bram yang sempat membuatku menggelepar kenikmatan. Secara fisik sebenarnya Pak Hengki lebih sexy tapi dari segi variasi permainan, Bram jauh lebih unggul.

Malam itu kami habiskan dengan penuh gairah, 2 babak lagi kami bercinta, sekali di sofa dan meja lalu disusul adegan di ranjang, sebelum akhirnya tertidur setelah lewat tengah malam. Keesokan paginya ketika aku bangun, tak kutemui Pak Hengki disampingku, terdengar gemericik air dari kamar mandi. Segera aku bangun dan menyusul ke kamar mandi.
"Pagi Bapak, wah udah duluan nih, kok nggak mbangunin aku sih" sapaku melihat Pak Hengki yang sedang menyiram tubuhnya di shower.
"Eh pagi sayang, udah bangun rupanya, habis tidurmu nyenyak banget sih, nggak tega aku mbangunin" jawabnya sambil melanjutkan mandi.
"Aku mandiin sini" aku menawarkan diri.
"Monggo, tapi buruan ya, aku sedang buru buru nih"
"Sip lah" jawabku langsung masuk ke bathtub, kusabuni tubuhnya dengan gerakan gerakan menggoda terutama disekitar selangkangannya.

Sebenarnya aku masih menginginkan bercinta darinya sebelum kami berpisah, paling tidak sekali lagi. Tapi rupanya dia tidak menanggapi meskipun kejantanannya sudah menegang dalam genggamanku.
"Udahan ah, kamu lanjutin aja mandi" katanya lalu ngeloyor pergi mengambil handuk dan meninggalkanku di kamar mandi, aku agak kecewa juga dengan penolakannya.
Sengaja aku agak berlama lama di kamar mandi untuk meredakan birahi di pagi hari. Ketika aku keluar dari kamar mandi, ternyata Pak Hengki sudah berpakaian rapi bersiap ke kantor, meskipun sebenarnya terlambat karena sudah jam 9 pagi.
"Ly, aku duluan ya, ntar kamu check out-in aja, bisa kan?" katanya bersiap hendak pergi
"Beress" jawabku sambil melepas handuk penutup tubuhku dan mengeringkan rambutku.
"Oh ya, yang itu nanti sama si cicik aja ya dan ini untuk bayar hotel dan bensin" katanya tentang pembayaran seraya meletakkan amplop putih di meja.
"Thanks" jawabku masih mengeringkan rambut.

Sebelum Pak Hengki meninggalkan kamar, dia mencium bibirku, ciuman perpisahan, cukup lama dia memeluk tubuh telanjangku, maka tak kusia siakan kesempatan, kuremas remas penisnya hingga berdiri.
"Sekali lagi yuk, sebentar aja" ajakku, dia menatapku tajam seakan ingin menengok isi hatiku.
"Kamu benar benar penggoda" jawabnya sambil meremas buah dadaku.

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku langsung merosot turun, berlutut didepannya, kubuka resliting celananya dan kukeluarkan penis yang sudah menegang keras. Sedetik kemudian kejantanan Pak Hengki sudah keluar masuk mulutku, mendahului sarapan pagi. Hanya beberapa menit aku mengulumnya, Pak Hengki menarikku berdiri, memutar tubuh telanjangku hingga menghadap tembok. Kubuka kakiku lebar ketika dia mengusapkan penisnya dari belakang.. dan melesaklah penis pertama di hari ini mengisi vaginaku.

Tanpa menunggu lebih lama, dia langsung mengocokku cepat dan keras, aku menggeliat dan mendesah menikmati sodokan demi sodokan yang nikmat. Sepertinya tak pernah puas aku menikmati kocokannya meskipun sudah 3 babak kami lakukan semalam.

Tak lebih dari 10 menit akhirnya kami menggapai orgasme hampir bersamaan, cairan hangat membanjiri liang vaginaku. Aku segera berbalik meraih penisnya, kujilati dan kukulum hingga tiada lagi sisa sperma di kejantanannya lalu kumasukkan kembali ke celananya. Tanpa berkata kata lagi Pak Hengki langsung meninggalkan kamar setelah merapikan kembali pakaiannya.

Hingga kami berpisah, aku tak tahu kenapa dia memerlukan bantuan seorang gigolo sebelum bercinta, padahal secara keseluruhan tak ada masalah dengan dirinya apalagi dia masih muda dan tampan lagi, tapi pertanyaan itu tetap kupendam, biarlah dia hidup dalam fantasi fantasinya, bukan urusanku untuk mencampuri khayalan seseorang, tapi merupakan pekerjaanku bila harus memenuhi fantasi fantasi itu.

Belakangan setelah beberapa kali ketemu dan selalu menggunakan "jasa" laki laki lain, baik itu gigolo pilihannya atau dia dapat dari GM, akhirnya kutahu ternyata dia sangat terobsesi melihat permainan sex orang lain dan ritual itu selalu dilakukan sebelum berhubungan dengan wanita, beruntung dia belum kawin, tentu berabe kalau sudah. Aku sangat menyukai fantasinya, meski terkadang laki laki lain tidak sekelas Bram, tapi bagiku cukup memberikan sensasi aneh sebelum bercinta dengan Pak Hengki.


... to be contiecrot ...
 
16: I Love This Game

Sore itu Kuketuk pintu kamar 812 Hotel Shangri La, Edward membuka pintu dengan senyum ramah dan mempersilakanku masuk.

"Udah lama nunggu?" tanyaku basa basi.

"Ah enggak, barusan aja mandi".

Edward adalah seorang chinese tamu langgananku, entah sudah berapa kali aku melayaninya, hampir tak terhitung, kutemani dia setiap kali datang ke Surabaya. Sebenarnya tak ada yang istimewa darinya kecuali pembawaannya yang santai dan cenderung lucu, aku menyukai pembawaannya itu, di usianya pertengahan 30-an, dia seorang bisnisman sukses, kalau nggak salah dia mensuply suku cadang ke Pertamina. Seringkali aku diminta melayani client-nya yang dari pertamina, tentu saja setelah puas dia menikmati hangatnya tubuhku.

"Kamu itu bawa rejeki, setiap kali kukasih kamu pasti proyeknya gol" ujarnya suatu hari ketika kucoba menawarkan gadis lain saat aku "Fully booked".

Hampir jadi kebiasaan setelah menikmatiku semalaman, besoknya aku diberikan ke rekanannya untuk servis, bahkan ketika harus men-servis dua atau tiga tamu, aku dan gadis lain ditidurinya dulu bersamaan, tentu saja tanpa setahu mereka. Bagiku sendiri nggak masalah dengan siapa aku harus tidur, yang penting negosiasinya jelas dan menguntungkan.

"Ly, malam ini kamu nginap ya dan besoknya dengan Pak Sastro, nggak apa kan?" katanya sambil menghembus asap rokoknya.

Ini bukan pertama kali hal seperti itu, tentu saja aku nggak keberatan, toh nggak ada bedanya antara dia ataupun Pak Sastro yang belum kukenal. Tak lama kemudian kami sudah berpelukan telanjang di atas ranjang, saling berciuman dan meraba. Tangannya menjamah seluruh tubuh dan dadaku, kubalas pada selangkangannya.

Tubuhku ditelentangkan, dengan bebasnya dia menggumuli sekujur tubuhku, dari telinga, leher, dada, dikulumnya penuh gairah kedua putingku, lalu turun ke selangkangan. Tapi dia tidak langsung menjilati vaginaku, justru memutari menjilati paha hingga lutut. Aku menggeliat antara geli dan nikmat, desahan sudah keluar dari mulutku.

Kubuka kakiku makin lebar saat kepalanya berada di depan liang kenikmatanku, desahan berubah menjadi jeritan nikmat ketika lidahnya menyentuh perlahan klitoris dan bibir vagina. Kuremas kepalanya yang berada diantara kedua kakiku, tubuhku menggelinjang merasakan nikmatnya jilatan demi jilatan menyapu vagina, apalagi diselingi kocokan jari tangannya.

Napasku sudah ter-engah engah menerima permainan oralnya, aku terpejam sambil meremas remas kedua buah dadaku. Melihat aku sudah terbakar birahi, Edward mulai menyapukan kejantanannya ke bibir vagina, dengan dorongan pelan penis itu menerobos masuk celah sempit yang sudah lembab. Terasa begitu nikmat setelah sehari tadi melayani 2 tamu yang sudah tua, yang hanya mengandalkan nafsu tanpa tenaga.

Tarikan pertama yang perlahan kurasakan begitu indah untuk dirasakan, begitu juga sodokan sodokan berikutnya, aku benar benar melayang dengan penis yang tidak terlalu besar itu, mungkin karena perlakuan 2 tamu sebelumnya yang tidak bisa memuaskanku.

Kulihat wajah Edward yang penuh nafsu, wajah putihnya memerah terbakar birahi. Beberapa menit sudah dia mengocokku dari atas, kenikmatan demi kenikmatan kami reguk bersama. Tubuh kami rapat menyatu dalam ayunan irama birahi, desah dan dengus napas penuh gelora memenuhi kamar ini. Kujepit pingganggnya dengan kedua kakiku hingga penisnya semakin dalam mengisi rongga kewanitaanku, semakin nikmat rasanya.

Namun tak lebih 3 menit kami memacu birahi ketika kurasakan tubuhnya menegang disusul teriakan bersamaan dengan semprotan kuat pada vaginaku. Akupun ikutan teriak merasakan denyutan hebat darinya, 6.. 7.. 8 denyutan kurasakan, cairan hangat memenuhi liang vagina hingga serasa penuh dan meluber. Tubuhnya telungkup menindihku, napas dan denyut jantungnya begitu kencang terdengar, kupeluk dan kuelus punggunggnya untuk meredakan ketegangannya.

Aku yang sudah sering bercinta dengannya tak terlalu kecewa karena sudah tahu perilakunya, dia memang cepat selesai tapi cepat juga recover, dalam sort time kami kadang bisa bercinta hingga 3-4 kali, tapi kalau menginap tak bisa terhitung lagi, bahkan sering tidak sempat tidur untuk melampiaskan nafsu. Edward turun dari tubuhku, kami diam telentang berdampingan. Kupeluk kembali dia dan kusandarkan kepalaku di dadanya, dibalasnya dengan elusan lembut pada rambutku.

"Ly, kamu marah nggak kalau kita tambah satu orang lagi, bertiga gitu" katanya memecah kesunyian, entah kenapa suaranya sedikit bergetar.

"Kenapa harus marah? kan kita pernah ngelakuin, waktu itu di Sheraton kalo nggak salah" jawabku agak heran, nggak biasanya dia minta ijin seperti itu. Aku memang tak pernah menolak untuk main bertiga karena kerjanya lebih ringan tapi bayarannya sama atau bahkan lebih besar karena sensasinya bisa berlipat lipat.

"Bukan yang itu maksudku, tapi orang ketiganya itu laki" jawabnya pelan hampir tak terdengar.

Aku agak kaget, kutatap matanya tapi dia menghindari tatapanku. Aku diam saja, meski pernah melayani 2 laki laki sekaligus, tentu saja aku tak mau terlalu vulgar menerima ajakannya, tetap harus menjaga image supaya tidak terlalu terkesan murahan. Teringat kembali bagaimana aku melayani 2 tamuku bersamaan di Tretes (baca: Berbagi Ceria Dimana Saja) atau saat bergantian melayani tamuku dan seorang gigolo (baca: Live Show), entah model mana yang dia mau.

"Kamu marah ya, ya udah nggak usah dipikirin, anggap aja omongan orang bingung" kata Edward melihat aku terdiam. Aku beranjak dari tidurku dan duduk di atas tubuhnya, kutatap matanya dalam dalam.

"Emang kamu ingin melakukannya?" tanyaku. Dia diam, hanya anggukan kepala yang menjawab. Kami sama sama diam.

"Kalau kamu maunya gitu, ya terserah saja, toh tamu adalah raja" jawabku sambil memeluknya.

"Benar? nggak marah?" tanyanya seolah nggak percaya.

"Tapi aku belum pernah ngelakuin" jawabku bohong, pura pura lugu.

"Aku juga belum pernah, justru kita perlu coba, kata teman teman sih lebih asik" suaranya masih bergetar.

"Ntar jangan salahkan aku kalo nggak bisa muasin kamu" kataku lagi.

"Ah nggak, namanya juga nyoba". Aku terdiam, begitu juga dia.

"Lalu bagaimana dengan.."

"Masalah uangnya kamu nggak usah khawatir, aku ngerti kok" dia memotong pertanyaanku seakan tahu apa yang ingin aku tanyakan.

"Trus satunya lagi siapa?" tanyaku. Sesaat dia terdiam.

"Ada temanku yang sering ngelakuin bertiga seperti itu, dari dia aku pingin nyoba, tapi kalo kamu keberatan bisa juga orang lain kalo kamu punya kenalan" katanya.

Aku teringat si Hengki, tamuku yang senang juga main bertiga dan aku sangat menikmati bercinta dengannya baik sendirian maupun bertiga (baca: Live Show), tapi kalo kupanggil dia, pasti kedokku terbongkar bahwa aku pernah main bertiga.

"Terserah kamu sajalah" jawabku pelan, toh dengan siapa saja bukanlah masalah bagiku.

Edward turun dari ranjang, diambilnya HP yang tergeletak di meja, dia menghubungi temannya menawari permainan itu. Aku menyusulnya ke sofa tapi duduk diantara kakinya, kubiarkan dia bicara dengan temannya, tak kuperhatikan bagaimana cara mengajaknya karena aku sudah asik memasukkan penisnya ke mulutku, sesekali terdengar desahan di sela pembicaraannya.

"Oke dia menuju kesini, paling 15 menit udah sampai" katanya ketika aku berdiri didepannya, tak kuperhatikan pembicaraannya, aku langsung duduk dipangkuannya. Namun dia menolak saat kucoba memasukkan penisnya yang sudah menegang.

"Kita tunggu Raymon aja dulu" katanya sambil mendorong tubuhku turun dari pangkuannya. Aku yang sedari tadi sedang tergantung dalam birahi tinggi, dengan muka masam meninggalkannya di sofa.

"Sambil nunggu kan bisa pemanasan dulu" kataku seraya memhempaskan tubuhku ke ranjang, dengan sedikit demonstratif kubuka kakiku lebar sambil mempermainkan klitorisku, akupun mendesis tak dibuat buat. Pancinganku berhasil, Edward berdiri menyusulku ke ranjang.

"Kamu memang wanita penggoda" katanya disusul kuluman pada putingku, tanpa menunggu lebih lama, kutarik tubuhnya keatas tubuhku dan kamipun berpelukan bergulingan di atas ranjang.

Tubuh telanjang kami bergantian di atas dan dibawah, saling menindih. Kali ini Edward diam saja saat kusapukan penisnya ke bibir vaginaku, kami saling bertatapan penuh nafsu, dengan sekali dorong amblaslah penisnya mengisi liang kewanitaanku. Untuk kesekian kalinya aku menjerit nikmat merasakan kocokan demi kocokan darinya. Kuraih kepalanya, kudekatkan ke wajahku dan kulumat bibirnya, kami saling memagut dengan gairahnya. Terlupakan sudah Raymon yang sebentar lagi datang bergabung dengan kami.

Meskipun kami bercinta dengan penuh nafsu, namun tanpa kata seolah sama sama menjaga supaya tidak orgasme, ini terlihat beberapa kali dia menahan gerakan atau bahkan mengeluarkan penisnya sejenak lalu memasukkan kembali tak lama kemudian. Akupun melakukan hal yang sama. Edward mulai mengocokku dari belakang, posisi dogie, bak berkuda liar, kami naik turun bukit birahi tanpa ada niatan menggapai puncaknya.

..DING ..DONG, bunyi bel pintu membuyarkan konsentrasi kami, tanpa aba aba Edward langsung mencabut keluar penisnya dan turun dari ranjang. Dia memintaku mengikutinya menuju pintu. Edward membuka pintu menyambut temannya, aku memeluknya dari belakang sambil menyembunyikan tubuh telanjangku dipunggungnya.

"Wah rupanya kalian sudah pemanasan" sapanya ketika melihat tubuh telanjang kami yang berdiri menyambutnya.

"Habis kamu kelamaan sih, eh kenalin ini Lily" kata Edward setelah menutup pintu. Masih bersembunyi di balik punggung Edward, kusalami Raymon.

"Oh ini toh yang namanya Lily, sudah lama aku dengar nama kamu tapi belum ada kesempatan mencobanya, habis katanya kamu susah sih" kata Raymon sambil menyalamiku.

"Ah nggak juga, mungkin belum jodoh kali" balasku.

"Begitu ketemu langsung berpesta nih" lanjut Raymon seraya menarik tubuhku dari punggung Edward.

"Wow.. perfect body" komentarnya ketika tubuh telanjangku sudah terpampang jelas dihadapannya, sorot matanya sekan hendak menelanku bulat bulat tapi dia tidak bertindak lebih jauh.

"Ed, rupanya kesampaian juga fantasimu ngeroyok seorang cewek" lanjut Raymon seraya duduk di sofa.

"Gara gara kamu juga sih, makanya kupanggil kamu kemari" jawab Edward.

Edward dan Raymon duduk di sofa sedangkan aku dengan tubuh masih telanjang duduk di pinggiran ranjang melihat kedua laki laki itu saling meledek terutama mengenai pengalaman sex mereka, terlihat bahwa Raymon mempunyai jam terbang yang jauh melebihi Edward, entah permainannya, masih perlu dibuktikan apakah sehebat omongannya.

Edward memintaku duduk diantara mereka, Raymond masih mengenakan pakaian lengkap, sepertinya dia tidak terlalu terburu buru, atau dia hendak melihat aku dan Edward bercinta duluan, entahlah. Bagiku Edward dan Raymon tidaklah jauh beda, baik fisik maupun penampilannya, sama sama chinese dan seusia, tapi Raymon tampak lebih langsing. Aku tidak duduk diantara mereka, tapi langsung duduk dipangkuan Edward, kami saling berhadapan, tak kupedulikan si Raymon yang duduk disamping. Kucium dan kulumat bibir Edward yang rupanya tidak menyangka akan kenekatanku itu.

"Wow, ternyata benar yang kudengar selama ini, yang namanya Lily sangat agresif dan explosif dalam bercinta, aku ingin membuktikan permainan oralnya yang sudah lama kudengar itu" komentar Raymon melihat ke-cuek-anku.

Aku hanya tersenyum mendengar celotehannya. Bibir dan lidah Edward sudah menempel asik mempermainkan kedua putingku. Tanpa melepas baju, Raymon berdiri dibelakangku, mengelus elus punggungku dengan elusan menggoda sambil menciumi tengkuk, aku menggeliat geli diciumi dari depan dan belakang.

"Sshh.. ih nakal deh" desahku sambil mencari pegangan diselangkangan Raymon tapi dia menepis halus tanganku, tentu ini membuatku penasaran.

Tak tahan dipermainkan kedua laki laki tanpa bisa berbuat banyak, akupun turun dari pangkuan Edward dan jongkok di depannya. Kusambar dan kumasukkan penis Edward ke mulutku, dia mendesis menikmati kulumanku, sengaja kubuat se-attraktif mungkin supaya Raymon segera tergoda. Tak kupedulikan celotehan pujian dari Raymon, tanganku meremas remas selangkangannya, kali ini dia diam saja, bahkan ketika kubuka resliting celananya diapun masih diam, namun perlahan mendesis. Saat tanganku memasuki ke celananya dan mengeluarkan kejantanannya, aku sedikit terkaget, meski panjangnya tidak melebihi punya Edward, mungkin lebih kecil, tapi diameternya sungguh besar, hampir tak muat jari tanganku melingkarinya.

Raymon mendekatkan kejantanannya ke mukaku, dua penis ada digenggamanku. Aku beralih ke Raymon, kusapukan penisnya ke wajahku lalu kujilati sekujur batang hingga ujung bahkan kantong bolanya, dia mulai mendesis, dan bertambah keras desisannya saat penisnya memasuki mulutku dan langsung keluar masuk dengan cepatnya. Dipegangnya kepalaku dan dikocoknya mulutku seperti memompa ban sepeda. Meski agak susah karena penisnya cukup besar, kucoba mempermainkan lidah saat penis itu berada di dalam sekalian menyedotnya, desahan bercampur celoteh semakin keras.

Edward yang sejenak terlupakan ikutan berdiri di depanku, 2 penis yang menegang telah terpampang jelas begitu dekat di wajah, kuhentikan kulumanku pada Raymon, kukocok kedua penis yang ada di kedua tanganku.

Aku sama sekali tak menyangka kalau mendapatkan 2 penis sekaligus seperti ini begitu exciting, meski bukan pertama kali melakukan, tapi ini adalah direncanakan untuk main bertiga hingga sensasinya begitu berbeda. Aku merasa bak ratu yang sedang dilayani kedua pelayannya, pantesan banyak tamu yang menyukai dilayani 2 wanita sekaligus, mungkin perasaan itu sama dengan perasaanku saat ini, be like a queen.

Bergantian aku mengulum penis Edward dan Raymon, sesekali kedua penis itu bersentuhan di bibirku, bahkan sengaja kuadu kepalanya. Perbedaan ukuran diameter kedua penis itu menambah sensasi tersendiri bagiku, baik saat kuremas maupun saat memasuki mulutku, pasti akan bertambah ketika bergantian memasuki vaginaku, pikirku.

Beberapa menit aku melakukan oral pada mereka, kini giliranku untuk menjadi the real queen. Tanpa melepas kedua penis dari genggamanku, aku berdiri diantara mereka, Raymon segera meraih kepalaku dan mencium bibirku, kami saling melumat dan bermain lidah. Kulepas pakaian Raymon hingga telanjang, baru kulihat dengan jelas postur tubuhnya yang cukup atletis meski masih tampak sedikit timbunan lemak di perut, namun tak sebanyak Edward. Dan penisnya yang putih kemerahan tampak tegar kokoh begitu menggoda.

Kutuntun mereka menuju ranjang dengan menarik penisnya, aku rebah pasrah di atas ranjang menunggu mereka bersamaan menggumuliku, suatu sensasi yang luar biasa dicumbu 2 laki laki bersamaan. Raymon kambali menciumi bibirku, menyusuri pipi dan leher dan berhenti di kedua buah dadaku, sementara Edward mendapat bagian pada paha dan vaginaku. Namun saat Raymon mengulum putingku, Edward bergeser naik dan mengulum puting satunya, aku menjerit kaget dan nikmat mendapat kuluman pada kedua putingku bersamaan.

Meski ini bukan pertama kali, tapi entahlah, kenikmatan selalu berbeda pada setiap event, kuremas remas kedua kepala yang ada di dadaku sambil mendesah lepas. Dan desahanku semakin tak terkendali ketika kedua tangan mereka bersamaan ikut bermain di daerah vagina, antara bermain di klitoris dan mengocok dengan jari tangan, aku benar benar serasa melayang, hanya geliat dan desah napas panjang yang bisa kulakukan.

Bibir Edward mulai menjalar turun menyusuri perut, tapi segera kutarik keatas dan kucium bibirnya, Raymon ikutan melepaskan putingku dan menciumiku, bergantian kulumat kedua bibir itu. Kembali mereka berbagi tugas, Raymon mengulum kedua putingku bergantian, tak dipedulikannya sisa ludah temannya yang masih basah di putingku. Edward dengan lincahnya menyapukan lidah dan bibirnya di vaginaku.

Untuk kesekian kalinya aku menggeliat dan menjerit nikmat diperlakukan begitu bernafsu oleh kedua tamuku ini, sulit untuk dibayangkan kenikmatannya ketika dua lidah secara bersamaan menari nari di puting dan vagina. Aku berharap pertahananku mampu bertahan dari gempuran birahi yang begitu hebat, kalau sampai kebobolan juga berarti perjalanan panjang akan semakin terasa panjang dan terjal.

"Ed, aku mau berduaan dulu sama Lily sebelum kita keroyok dia, tadi kamu kan udah, oke?" pinta Raymond.

"No problem, you are my guest" jawab Edward disela sela jilatannya.

Bersamaan dengan itu, Raymon sudah menggeser posisinya disamping temannya, bersiap memulai babak pendahuluan, aku hanya pasrah mengikuti permainan mereka sambil membayangkan penis Raymon yang gede itu segera memenuhi vaginaku, tentu akan lebih nikmat dibanding punya Edward.

"Wait..wait..wait, sebelum kamu acak acak dia, aku mau 69 dulu" kata Edward seraya mengatur posisinya di atasku.

"Lily yang di atas dong" atur Raymon, Edward hanya menuruti perintah temannya tanpa banyak komentar.

Untuk kesekian kalinya penis Edward mengisi mulutku, ternyata Raymon tak mau jadi penonton, dia menyodorkan penisnya saat aku masih mengulum temannya, akupun menurutinya, bergantian penis penis itu keluar masuk mengocok mulutku bersamaan sapuan lidah Edward yang tak kalah nikmatnya menyusur vaginaku. Entah sampai berapa lama kami ber-69 kalau saja Raymon tidak menghentikan kami.

Aku telentang bersiap untuk Raymon, dia membuka kondom tapi segera kurebut. "Sini aku pasangkan" kataku, dengan mulut aku memasukkan kondom itu ke penisnya, dia memuji ketrampilanku ini. Raymon menindih tubuhku, kami berciuman sambil menyapukan penis gede itu ke bibir vaginaku, kupejamkan mataku saat penisnya mulai menyeruak masuk, terasa penuh sesak. Meski bukan yang terbesar yang pernah kurasakan, tapi dalam sehari ini rasanya penis itu begitu besar seolah nggak muat vaginaku menerimanya, apalagi dibandingkan penis Edward yang beberapa saat lalu kurasakan.

Kubuka kakiku selebar mungkin saat dia memulai gerakan mengocoknya, hanya beberapa kali kocokan pelan setelah itu berubah menjadi cepat dan keras sambil ditekankan ke pinggulku. Aku mendesah semakin keras, sesekali kulirik Edward yang nonton kami sambil memegangi kejantanannya, terlihat kecil dibanding penis yang sedang berada di vaginaku.

Kocokan Raymon semakin liar, aku tak sempat lagi memperhatikan Edward, sorot mata Raymon begitu menyala penuh nafsu, tubuhnya menindihku, semakin rapat aku dalam dekapannya, seolah tubuh telanjang kami menyatu dalam ikatan emosi yang sama, saling memberi kenikmatan. Meski terasa begitu nikmat, aku tak mau orgasme duluan, perjalanan masih sangatlah panjang, apalagi masih ada penis lain yang menunggu, tentu cukup memalukan apabila minta istirahat hanya pada putaran pertama.
Kakiku sudah bergantian turun naik di pundak Raymon, tapi belum juga dia menurunkan temponya.

Mau tak mau, kocokan nikmat dari Raymon membawaku perlahan mendaki puncak kenikmatan, meski aku berusaha menahannya lebih lama. Sebelum terlanjur terlalu jauh, aku mengambil inisiatif, kudorong tubuh Raymon menjauh hingga dia rebah telentang, kunaiki tubuhnya, dengan posisi di atas aku bisa pegang kendali permainan. Tak lama kemudian tubuhku sudah turun naik bergoyang di atas Raymon, penis besar itu serasa mengaduk aduk isi vaginaku, namun justru semakin nikmat.

Sambil tetap bergoyang dan mendesah, kupanggil Edward mendekat, sudah saatnya dia gabung, sudah cukup Raymon sendirian menikmatiku. Edward berdiri mendekati kami, kuminta dia naik ke ranjang, sepertinya dia tak tahu harus berbuat apa atau harus mulai dari mana.

"Tuh atasnya masih kosong" teriak Raymon pada temannya yang tampak kebingungan.

Edward berdiri di atas ranjang, kuraih penisnya dan kumasukkan ke mulutku, dua penis mengisi lubang tubuhku bersamaan, atas dan bawah. Kembali kurasakan sensasi yang berlebihan menghadapi keadaan ini, suatu sensasi yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, meskipun sering kulihat di film porno, tapi kini aku mengalami sendiri, bercinta dengan 2 orang secara bersamaan, orang bilang threesome atau 2 in 1 atau MMF atau gangbang.

Mulanya agak kerepotan juga aku mengatur gerakanku meng-handle 2 penis sekaligus, apalagi kedua penis itu bergerak cukup liar di lubangnya masing masing. Kenikmatan yang kurasakan sungguh jauh dari apa yang kubayangkan, aku kewalahan dibuatnya. Seringkali hanya terdiam menerima kocokan nikmat dari mereka di atas dan dibawah.

Perlahan aku bisa menguasai gejolak emosiku dan gerakanku mulai bisa aku kendalikan mengimbangi kocokan kocokan itu, bahkan aku semakin berani aktif bergoyang pantat dan kepala. Kami semua saling bergoyang dengan irama permainan yang sama, tiga gerakan berpadu menjadi suatu sensasi dan kenikmatan yang sangat tinggi.

Tak ada desahan dari mulutku kecuali dengus napas kenikmatan yang keluar dari hidung, hanya desisan mereka berdua yang terdengar bersahutan. Remasan remasan Raymon pada buah dadaku semakin membawaku terbang tinggi.

"Ganti" perintah Raymon setelah kami bertiga bercinta lebih 10 menit.

Edward memintaku dogie, melanjutkan yang tadi sebelum temannya datang. Aku merasa ada yang kurang ketika penis Edward memasuki liang vaginaku, begitu beda dengan penis Raymon yang gede. Pergantian penis yang begitu cepat, hanya dalam hitungan detik, tentu belum bisa membuat vaginaku berkontraksi menyesuaikan besarnya penis Edward, serasa begitu longgar saat dia mulai mengocok, aku yakin dia juga merasakan hal yang sama, tapi aku tak berani menanyakannya.

Raymon mengambil posisi didepanku, bersandar pada sandaran ranjang, penis yang sudah tanpa kondom menantang tegak dihadapanku, siap mengisi mulutku. Dari belakang Edward sudah mulai mengocok dengan tempo tinggi, menyodokku dengan keras hingga sesekali penis Raymon yang hampir tidak muat dimulutku terlempar keluar. Raymon tak mau kalah, dipegangnya kepalaku dan ditekankan lebih dalam ke selangkangannya, aku benar benar dalam tekanan kuat dua laki laki itu, namun semakin nikmat rasanya.

Cukup lama kami bercinta dengan posisi dogie seperti itu, rupanya dengan kondom Edward bisa melakukan lebih lama dari biasanya. Edward tak mau menuruti ketika Raymon minta bertukar posisi, "Tanggung" katanya tanpa menurunkan temponya. Dan benar saja, hanya berselang semenit kemudian kurasakan penisnya membesar disusul denyutan kuat melanda dinding dinding vaginaku, dia menjerit histeris, aku menghentikan kulumanku untuk menikmati denyutan demi denyutan darinya.

Raymon bergeser ke belakangku, memasang kondom baru ke penisnya, hanya sedetik setelah penis Edward dicabut keluar, liang vaginaku sudah kembali terisi penis Raymon yang besar itu, terasa perbedaan yang sangat menyolok dan serasa begitu penuh. Aku mendesah terkaget akan perbedaan yang begitu mendadak.

Edward yang sudah kehabisan napas menyodorkan penis yang masih terbungkus kondom ke mukaku, sambil merasakan nikmat sodokan Raymon dari belakang, kulepas kondom Edward lalu kumasukkan penisnya ke mulut, aroma sperma begitu kuat tercium. Penis Raymon sangat kuat dan keras menghunjam vaginaku, ditariknya rambutku ke belakang hingga penis temannya tercabut dari mulutku. Seperti menunggang kuda betina, dia mempermainkan gerakannya sambil meremas remas buah dadaku yang menggantung berayun bebas.

Beberapa menit berlalu, mungkin total sudah lebih 30 menit kami bercinta bertiga, tapi tak tanda tanda puncak kenikmatan belum kelihatan, apalagi Raymon pintar mengatur irama permainan, seringkali dia menghentikan gerakannya menahan supaya tidak orgasme. Sedangkan aku sendiri, disetubuhi 2 orang bersamaan dan bergantian secara terus menerus, tak dapat disangkal lagi, berulang kali kuraih "Orgasme kecil", meskipun puncak dari kenikmatan itu belum juga kuraih, karena sengaja.

Namun demikian, pertahananku tak bisa bertahan lebih lama lagi, akhirnya tanpa bisa dicegah meledaklah segala emosi dan gairah yang terpendam, aku menjerit histeris hampir menggigit penis Edward yang ada di mulutku kalau tidak segera kukeluarkan, kutelungkupkan wajahku di selangkangan Edward saat vaginaku berdenyut hebat merasakan orgasme yang tertahan sedari tadi. Mengetahui aku sedang orgasme, Raymon justru semakin mempercepat gerakannya, aku semakin teriak histeris tapi dia tidak peduli, dihentakkannya tubuhnya lebih keras ke arah tubuhku, tak tahu lagi rasanya antara nikmat, geli dan sakit, kucengkeram lengan Edward kuat kuat.

Tubuhku langsung melemas seiring hilangnya denyutan di vaginaku, tapi Raymon masih tetap mengocokku tanpa belas kasihan dan itu masih berlangsung beberapa menit kemudian sebelum dia menyusulku menggapai puncak kenikmatan, denyutan penisnya begitu kuat menghantam dinding dinding vaginaku membuat aku kembali menjerit, inilah salah satu kenikmatan bercinta saat merasakan penis di vagina membesar dan berdenyut, apalagi bila disusul dengan semburan hangatnya sperma membasahi vagina.

Raymon mencabut penisnya, menarik lepas kondomnya dan menuangkan spermanya ke punggung dan pantatku. Aku terkapar telentang diantara kedua laki laki yang telah menyetubuhiku berbarengan. Tak kusangka Edward yang sudah recovery kembali bersiap menindihku, vaginaku masih terasa tebal dan panas karena kocokan Raymon tapi aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa menangani kedua laki laki itu, timbul ego-ku untuk merasa lebih hebat dari mereka.

Kubuka kakiku bersiap menerima penis Edward, dia mengganjal pantatku dengan bantal hingga menantang ke atas dan dengan sekali sodok masuklah penis itu ke vagina. Dua penis bergantian mengisi vaginaku dalam hitungan detik, terasa sekali perbedaannya, baik rasa, ukuran dan irama kocokannya, mungkin kalau mataku ditutup aku bisa membedakan siapa yang sedang menyetubuhiku.

Raymon masih telentang dengan napas menderu sambil tangannya meremas erat tanganku ketika temannya mulai mengocokku dengan cepatnya. Seperti sebelumnya Edward tidak bisa terlalu lama bertahan, tak sampai 5 menit kemudian dia sudah menggapai puncak kenikmatannya. Kali ini kondom tidak banyak membantu, mungkin sensasinya terlalu berlebihan hingga dia begitu cepat menyudahi permainan, seperti halnya Raymon, diapun menumpahkan sisa sperma di kondom yang nggak banyak di dadaku lalu diapun ikutan terkapar disebelahku.

Kami sama sama telentang dengan napas dan degup jantung yang berdetak kencang, tubuh telanjangku dijepit kedua tubuh telanjang mereka.

"Gila, kamu memang hebat bisa melayani kami berdua tanpa kewalahan" kata Raymon memecah keheningan. Aku diam saja, napasku belum normal dan vaginaku masih terasa berdenyut panas karena gesekan kondom.

"Pantesan kamu suka main bertiga seperti ini, ternyata mengasyikkan, tak kalah dengan main sama 2 wanita" Edward menimpali.

"Ternyata apa yang selama ini kudengar bukanlah isapan jempol belaka, bahkan melebihi apa yang kubayangkan" lanjut Raymon.

"Nggak salah kan pilihanku" timpal Edward.

"Sepertinya 2 orang nggak berat, mungkin perlu tambah orang lagi nih" ledek Raymon lagi.

"Kalian edan, 2 aja udah ngos ngosan, nih vaginaku masih panas" potongku.

"Tapi mau kan?" desak Raymon.

Entah karena masih terbawa suasana yang begitu liar atau karena aku memang ingin mencoba "Something new" atau perlu petualangan baru yang nggak umum atau memang aku menikmati dikeroyok rame rame seperti ini setelah selama ini selalu menjadi pihak yang mengeroyok, atau juga karena tingginya sensasi yang kudapatkan saat penis penis yang berbeda bergantian mengisi vaginaku, sebenarnya aku nggak menolak kalau tambah seorang lagi, tapi tentu saja aku malu mengatakannya. Tanpa menjawab kutinggalkan mereka ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari sisa sperma yang belepotan hampir di sekujur tubuhku.

"Apa itu berarti iya?" desak Raymon melihat aku diam meninggalkan mereka.

"Tau ah" teriakku sambil menutup pintu kamar mandi.

Jam baru menunjukkan pukul 7.30 malam ketika aku keluar kamar mandi, berarti sudah hampir 2 jam aku menemani mereka termasuk permainan bertiga hampir 45 menit.

"Ly, kalau kamu mau, kita habikan malam ini disini dengan satu orang lagi, biar kamu ngerasain dikeroyok 3 orang sekaligus" kata Raymon yang memang bicaranya ceplas ceplos tanpa risih.

"Kalian kalian ini memang sakit kali, terlalu sering nonton film porno" jawabku ketus.

"Udah nggak usah komentar, mau apa nggak, jawab aja simpel kan" desaknya.

Kali ini aku benar benar terpojok, dilain pihak aku tertarik juga melakukannya tapi sisi lain aku harus menjaga image bahwa aku ini hypersex, mengenai uang kalau lagi senang seperti ini apalagi dengan pengalaman baru bukanlah menjad pertimbangan utama, yang penting enjoy, meskipun aku sangat yakin mereka akan membayarku sesuai tarifku.

"Mau apa enggak?" desaknya, Edward hanya diam saja melihat temannya mendesakku. Aku hanya diam saja tak menjawab.

"Oke aku anggap mau, aku akan kontak si Leo" katanya sambil berdiri mengambil HP yang ada di celananya.

"Leo? si ambon itu ceking itu?" komentar Edward terheran, sepertinya dia nggak rela berbagi gadis dengan yang namanya Lea si Ambon.

"Bukan Ambon tapi Irian, kelihatannya aja ceking tapi dia berisi dan dia itu kuda jantan di atas ranjang, jangan remehkan" koreksi Raymon sambil menekan nomor di HP-nya

Edward memandangku tajam seolah meminta pertimbangan, tapi kualihkan pandanganku ke tempat lain, aku tak peduli siapa orang ketiga itu, aku sudah begitu bergairah setelah permainan bertiga tadi, tambah satu orang lagi rasanya masih bisa mengatasi.

"Sialan nggak diangkat, kita makan aja dulu, udah lapar nih" usul Raymon.

"Ya udah pesan aja dari Room Service" kata Edward.

"Nggak ah, kita keluar saja sekalian beli kondom, udah habis nih stok" kata Raymon lagi.

Kulirik sisa sisa kondom yang masih berserakan di lantai, kuhitung ada 5, entah kapan mereka mengganti kondom kondom itu, tak kuperhatikan. Kami segera berpakaian, bersiap untuk keluar tapi Raymon tidak mengijinkan aku memakai bra padahal kaos yang kukenakan press body dan tipis, pasti putingku akan tampak menonjol dan membayang dari luar.

"Biarin aja orang orang lihat, toh hanya melihat tapi aku sudah menikmatinya" komentar Raymon.

Dengan menggunakan mobil Raymon, BMW seri 7, kami menuju TP. Raymon memilih tempat yang terbuka dan ramai, seafood di TP2 atas (namanya udah lupa).

"Kalau bertiga gini orang kan nggak curiga kalau kita lagi selingkuh, paling dikira teman" komentarnya atas kenekatan show of force-nya. Kupikir ada benarnya juga apa kata Raymon, mana orang menyangka kalau kedua laki laki ini barusan menyetubuhiku berame rame, pasti tak ada yang menyangka sejauh itu.

Selesai makan Edward mengajak kami ke Matahari, ternyata kedua laki laki itu memilihkan aku pakaian dalam yang sesuai dengan selera fantasy mereka. Setiap kali aku mencoba pakaian dalam atau lingerie yang mereka pilihkan, mereka selalu melihat atau bahkan mengikutiku masuk ke Fitting Room. Praktis selama mereka memilihkan bergantian aku hanya menunggu di dalam Fitting Room, telanjang, dari pada buka tutup, kan capek.

Akhirnya kudapatkan 5 pasang bra dan panties yang semuanya serba mini dan berwarna mencolok ditambah 3 pakaian tidur sutra yang sexy, aku nggak tahu kenapa mereka membelikan semua itu, toh kalaupun dipakai paling tak lebih dari 15 menit sudah terlepas kembali. Sebelum keluar dari Fitting Room, Edward memberikan kaos ketat dan rok mini.

"Pake untuk sekarang, lepas celana dalammu" bisiknya, akhirnya kupakai juga kaos kuning tak berlengan dengan belahan dada rendah yang aku yakin buah dadaku terlihat jelas bila membungkuk, dipadu dengan rok mini setinggi lebih sejengkal dari lutut.

Edward mengajak ke Station, diskotik yang terletak di lantai atas TP, tapi jam masih menunjukkan 21.15, mana buka diskotik jam segitu.

"Ya udah kita kembali ke hotel aja, toh lebih baik kita habiskan waktu di kamar" usulku, perasaan horny kembali menyelimutiku, mungkin pengaruh pakaian ketat tanpa pakaian dalam membuatku begitu terangsang dengan sendirinya, ingin segera menikmati dua penis bergantian atau tiga penis, membayangkan saja vaginaku sudah basah dengan sendirinya.

Sesampai di lobby hotel ternyata mereka tidak mau langsung ke kamar, tapi justru ingin nongkrong di lobby lounge yang nyaman itu sambil dengerin musik, aku meskipun sudah begitu bergairah terpaksa mengikuti saja. Aku meskipun menyukai pakaian ketat tanpa pakaian dalam ini, merasa kurang nyaman duduk di lobby seperti itu, salah duduk bisa bisa vaginaku terlihat dari kejauhan, disamping itu ini adalah hotel dimana paling banyak kuhabiskan waktu waktu malam bersama tamu tamuku, boleh dibilang inilah rumah kedua bagiku.

Sambil menemani mereka berdua aku berharap tidak ada orang yang melihatku meskipun tampaknya mustahil karena tempat duduk kami berada di tengah. Kami bertiga menikmati alunan musik live yang berkumandang, kusapukan pandanganku ke arah lobby, sekedar meyakinkan bahwa tak ada yang kukenal, beruntunglah hanya wajah wajah asing yang kulihat. Para tamu asik berbicara dengan rekan di sebelah atau dihadapannya seolah tak memperhatikan alunan musik yang mengalun indah, mungkin pembicaraan bisnis.

Tiba tiba pandanganku terpaku pada salah seorang yang sedang duduk berdua di bawah pohon besar di tengah lobby, aku mengenalnya, dia Pak Pram, salah satu orang kepercayaan cendana, lebih 3 kali aku menemaninya bahkan sekali kami "Berbulan madu" di Bali selaa 2 malam saat dia ada Turnament Golf. Pak Pram tersenyum ke arahku pertanda dia melihat kehadiranku, akupun tersenyum dengan sembunyi sembunyi takut ketahuan Edward maupun Reymon. Sepertinya tahu kalau aku sedang menemani tamu makanya dia tidak menghampiriku, tapi memberi isyarat supaya untuk bicara. Sehabis memberi isyarat dia langsung berjalan melintasi tempatku duduk, aku permisi ke toilet sebentar, Edward dan Raymon langsung mengajak ke kamar tapi dengan alasan aku masih ingin menikmati musik lagi kuminta mereka menunggu sebentar. Pak Pram sudah menunggu di depan Lift.

"Malam Bapak, tumben ke surabaya nggak kontak kontak" sapaku.

"Kontak apaan, HP kamu mati sedari sore tadi" jawabnya.

"Lagi ada orderan nih" godanya, aku hanya tersenyum.

"Temanin aku ke atas sebentar yuk, aku ada hadiah untuk kamu" ajaknya, dengan halus aku menolak, nggak mungkin meninggalkan tamuku terlalu lama.

"Please.. sebentar saja" pintanya memelas, aku nggak enak kalau harus bersitegang di depan lift, ntar dilihat orang, akhirnya aku mengalah.

"Tapi nggak macam macam kan?"

"Janji deh.. paling cuma satu macam". Akhirnya aku naik mengikutinya ke lantai 16.

"Aku paling nggak bisa pegang janji kalo sama gadis secantik kamu" katanya setelah menutup pintu kamar, dia langsung memelukku dari belakang, diremasnya kedua buah dadaku. Pak Pram tampak kaget saat tahu aku tak memakai bra.

"Aku kangen lho sejak kita dari Bali, sayang harus berpisah di Ngurah Rai, padahal aku masih ingin melanjutkan lagi di Surabaya, gara gara big boss yang memanggil mendadak" bisiknya sambil mencium telingaku, remasannya tak berhenti, bahkan menyusupkan tangannya dibalik kaos ketatku.

"Pak aku sedang ditunggu di bawah, tadi pamit cuma ke toilet, besok aja aku temanin Bapak, janji deh" kataku sambil menggeliat geli.

"Kita quickie aja sayang" bisiknya, dia selalu memanggilku sayang, seperti memanggil putrinya yang seusiaku.

Aku segera berbalik menghadapnya, kucium bibirnya dan dia membalas lumatan bibirku, sambil tetap berciuman kukeluarkan kejantanannya dari lubang resliting, sudah tegang. Segera aku berjongkok di depannya, kujilati sejenak lalu kumasukkan ke mulutku, hanya semenit aku mengulumnya. Kutuntun Pak Pram ke arah meja kerja, aku duduk di atasnya, saat kusingkap rok miniku, terlihat expresi terkejut di wajahnya saat tahu aku sudah tidak memakai celana dalam, tanpa memberinya kesempatan bertanya lebih lanjut kusapukan penisnya ke bibir vaginaku yang sudah basah sedari tadi.

Pak Pram melapas kaosku lalu melesakkan penisnya ke dalam dan mengocok langsung dengan tempo tinggi, desahan kenikmatan keluar dari mulutnya, akupun ikutan mendesah, sedikit terlampiaskan gairah yang terpendam sedari tadi meskipun tidaklah senikmat dikala bermain bertiga nanti. Hanya semenit kami sudah berganti posisi, aku berdiri telungkup di atas meja menerima sodokan Pak Pram dari belakang, kugoyang goyangkan pantatku mengimbanginya, aku hanya berharap dia segera menuntaskan nafsu birahinya secepat mungkin, nggak enak meninggalkan Edward dan Raymon dibawah, ntar mereka curiga.

Dan beberapa menit kemudian, kurasakan penisnya membesar diiringi semprotan sperma yang hangat membasahi vaginaku, tubuh Pak Pram menegang mencengkeram erat pantatku. Akhirnya dia menarik keluar dan mengusap usapkan sisa spermanya pada pantatku. Aku berbalik dan jongkok di depannya, kukulum penisnya yang masih banyak spermanya, dia melotot melihat kenakalanku tapi tak mencegahnya, justru malah mengusap usapkan ke wajahku. Aku berdiri merapikan rok-ku, mengenakan kembali kaosku, lalu mencuci vagina dan wajahku dari sperma Pak Pram.

"Lain kali kamu seperti ini saja kalo ketemu, besok aku hubungi" kata Pak Pram sambil memberikan beberapa lembar ratusan dollar, kita keluar kamar bersamaan tapi turun dengan lift yang berbeda.

Hampir 12 menit aku meninggalkan Edward dan Raymon, ternyata mereka ketemu 2 temannya, berempat mengelilingi meja kami, aku diperkenalkan sama mereka, tak ada yang bernama Leo, berarti bukan salah satu dari mereka. Aku minta maaf karena terlalu lama meninggalkannya, semoga mereka tidak curiga saat kubilang sakit perut mendadak.

"Mungkin kebanyakan nelan sperma dan bereaksi dengan kerang rebus tadi" bisik Raymon, tenanglah hatiku berarti dia tidak curiga.

Lima belas menit kami melanjutkan di lobby, aku masih tak tahu apakah salah satu atau kedua temannya itu ikut bersama kami. Ternyata tidak satupun yang ikut, mereka berpisah sedangkan aku, Edward dan Raymon kembali ke kamar, berarti malam ini kita melanjutkan permainan bertiga alias 2 in 1, tak ada 3 in 1.

Malam sudah semakin larut, sudah melewati pukul 11 malam, lobby hotel mulai sepi. Bertiga kami masuk Lift, begitu pintu lift tertutup, Raymon menarik tubuhku dalam pelukannya, diciuminya bibirku sambil meremas remas buah dada. Edward tak mau ketinggalan, dia menyingkap rok-ku dan mempermainkan klitorisku, aku mendesah di dalam lift. Meskipun sudah terbakar nafsu, aku masih bisa berpikir normal, kutolak ketika Edward hendak menyetubuhiku di lift, terlalu beresiko apabila tiba tiba lift berhenti dan ada orang masuk. Mereka berdua tertawa terbahak.

Namun begitu, sepanjang perjalanan di lift, tangan kedua laki laki itu tak berhanti menjamah dan menyusuri tubuhku, mulai dari tangannya yang menyusup masuk di balik kaos hingga menyusup di balik rok dan meremas buah dada maupun pantatku yang tanpa menutup lagi. Ternyata rangsangan bercampur ketegangan membuat birahiku sempat turun setelah melayani Pak Pram, bangkit kembali dengan cepatnya, akupun mendesis pelan dalam lift.

Beruntung pintu Lift tidak terbuka hingga lantai 8, kamipun bergegas menuju kamar. Aku heran saat mereka menekan bel pintu, bukannya langsung membukanya dengan kunci yang ada. Keherananku segera terjawab ketika pintu terbuka dan muncullah seorang laki laki hitam manis dari balik pintu.

"Inikah yang namanya Leo?" pikirku.

"Ly kenalin, ini Edo, karena Leo tidak ada kebetulan yang muncul dia, ya rejeki dia lah" kata Raymon setelah kami semua di dalam, rupanya si Edo sedang mandi.

"Sorry tadi nggak sempat ketemu soalnya aku baru dari Malang, jadi mandi dulu tapi kalian keburu naik" katanya, sepintas kulihat Edo seperti orang Ambon atau Irian meskipun tidak terlalu hitam tapi dibandingkan dengan kedua chinese itu dia tampak sekali bedanya.

Cengkeraman tangannya begitu kuat saat menjabat tanganku, pertanda dia bukan orang kantoran. Dengan santai dan hanya mengenakan handuk membalut pinggangnya, Edo menemani kami ngobrol di sofa, obrolan mereka justru seputar permainan kami tadi siang dan membandingkan dengan pengalaman mereka sebelumnya. Terbersit sedikit kebanggaan saat mereka memuji bagaimana aku melayaninya dan mereka puas. Baru sekarang kutahu kalau mereka sendiri belum pernah main berempat seperti ini, berarti sama sama pengalaman pertama, terutama bagi Edward, baru bermain rame rame langsung main berempat, tentu saja dia sangat exiting.

Selama kami ngobrol, aku duduk antara Edward dan Raymon, tangan keduanya tak beranjak dari tubuhku, baik di punggung maupun paha, Edo hanya melihat sambil tersenyum. Tak lebih 10 menit kami ngobrol, tangan Edward dan Raymon bersamaan menyelinap masuk dibalik kaosku dan berbagi buah dada, mereka berpandangan lalu tersenyum, bersamaan pula mereka mencium pipi kanan dan kiriku, menyusur turun ke leher sambil masih meremas remas buah dada, aku mendesah desah diperlakukan seperti ini, apalagi didepan Edo yang kelihatan begitu cool melihat temannya sudah mulai.

"Lepas kaosnya dong" teriak Edo tanpa beranjak dari duduknya, kulihat tangannya sudah berada dibalik handuknya.

Tanpa diminta dua kali, Edward menarik lepas kaosku, bersamaan mereka langsung mengulum putingku yang sudah menantang, Edo memuji keindahan payudaraku sebelum kedua laki laki di sebelahku mengulumnya. Tangan Edward sudah mulai menjamah selangkanganku, aku semakin mendesah, kuraih kejantanan mereka, ternyata sudah keluar dari celananya. Dua penis berbeda bentuk dan ukuran berada dalam genggamanku, kukocok dan kuremas, mereka mulai ikutan mendesah. Raymon mendahului berlutut di antara kakiku, disingkapnya rok-ku, aku mendorongnya menjauh, khawatir masih tersisa aroma sperma Pak Pram, tapi dia tak mempedulikan penolakanku, kubiarkan saja ketika lidahnya mulai menyusuri pahaku, justru kakiku kubuka semakin lebar.

Aku mendesah atau lebih tepatnya menjerit nikmat ketika lidah Raymon mulai menyentuh klitoris dan bibir vaginaku, sementara Edward masih menempelkan mulutnya pada puting, dua lidah bermain dengan lincahnya di kedua titik sensitif tubuhku, desahan demi desahan keluar dari mulutku tanpa terkendali. Kuremas remas kepala Raymon yang berada di selangkangan dan kutekankan lebih dalam sambil mengocok penis Edward.

"Ugh.. ss.. copot dong pakaiannya" pintaku sambil mendesah.

Kedua laki laki itu berdiri melepaskan diriku dari cumbuannya, melihat kekosongan ini, Edo berdiri menghampiriku, dilemparnya handuk penutup tubuhnya, tampaklah tubuhnya yang cukup atletis dengan penis yang menegang, sama besar dengan punya Raymon, dia langsung menyodorkannya ke mukaku. Dengan tersenyum kuraih penisnya, kukocok sejenak sambil menatapnya, dia tersenyum. Aku mulai menciumi penis Edo, menjilatinya sekujur batang hingga ke kantong bola, cairan bening meleleh dari kepala penisnya, terasa asin tapi tak kupedulikan. Penis itu segera memasuki mulutku ketika Edward kembali duduk di sampingku, Raymon berdiri di samping Edo menunggu giliran, ternyata Edward mengikutinya, akupun menyesuaikan posisiku, jongkok di depan ketiga laki laki telanjang yang 2 diantaranya baru kukenal bebarapa jam yang lalu.

Tiga penis yang tegang sudah berada di mukaku, kulumanku pada Edo berhenti lalu berganti ke Raymon kemudian dilanjutkan ke Edward, dua penis kukocok dengan tangan dan satu dengan mulut, bergantian penis penis itu memasuki dan mengocok mulutku. Aku begitu bergairah dan semakin terbakar nafsu, sering kali sengaja kudekatkan ke mulut dan ketiganya bersentuhan satu sama lain seakan berebut memasuki rongga mulut yang hanya cukup untuk satu penis. Sebentar saja mulutku terasa pegal mengulum seperti itu terus menerus meskipun sebenarnya aku ingin lebih lama lagi bermain oral dengan mereka.

Kutinggalkan mereka yang sedang mendesah nikmat, aku telentang di atas ranjang menanti cumbuan ketiga laki laki itu secara bersamaan. Tanpa dikomando lagi, ketiga laki laki itu mengerubungi tubuhku, Raymon dan Edo di kedua putingku sedangkan Edward pada vagina.

Inilah sensasi terbaru bagiku, belum pernah aku alami sebelumnya bahkan membayangkan saja tidak berani, hanya ada di film porno yang sering aku lihat, tiga laki laki bersamaan memainkan mulutnya pada tiga titik sensitif, tiga lidah menari nari dengan bebasnya dan tiga pasang tangan menggerayang sekujur tubuhku, aku mendesah dengan kerasnya merasakan sensasi dan kenikmatan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya, sungguh sensasi yang jauh melebihi anganku.

Aku tak tahu harus bagaimana, akal sehatku sudah terbenam jauh tertutup naluri hewani yang meledak ledak. Bak seorang putri yang sedang dilayani para budaknya, aku benar benar terbius dan melayang tinggi dalam belaian para budak budak nafsu yang sedang melampiaskan hasrat naluri hewannya.

Mereka berganti posisi dengan melakukan rotasi, dari ketiga laki laki itu, ternyata Edo yang paling pintar mempermainkan lidahnya di vaginaku, dia tahu bagaimana dan dimana melakukan jilatan, kapan saat menyedot dan bilamana perlu sedikit gigitan lembut, apalagi dia melakukan kuluman hingga jari jari kakiku, aku benar benar terbuai dalam ayunan nafsu birahi.

"Kasih Edo kesempatan berdua dulu, biar dia bisa menikmatinya sebelum kita keroyok" seperti sudah menjadi "Kode etik", masing masing diberi kesempatan berdua dulu sebelum memulai permainan.

"Satu babak atau paling lama 10 menit" kata Raymon sebelum meninggalkan aku dan Edo berdua di ranjang, Edward mengikutinya duduk di sofa melihat kami bercinta di atas ranjang.

"Thank you" kata Edo sambil memintaku ber-69, aku di atas.

Ketika kami sedang asik saling menjilat dan mengulum, ternyata Edward dan Raymon sudah berada didepanku, menyodorkan penis mereka. Kembali tiga penis berada di depanku, dan untuk kesekian kalinya mulutku mendapat kocokan tiga penis bergantian.

"It's my time guys" kata Edo beberapa saat kemudian sambil memintaku turun dari tubuhnya.

Edo segera mengusap penisnya pada vaginaku yang sudah banjir, aku yang telantang pasrah membuka lebar kakiku dengan lutut ditekuk ke atas, dia menatapku tajam ketika mulai mendorong masuk menguak celah vagina, aku mendesis merasakan penis keenam yang mengisi vaginaku hari ini, sungguh terasa besar setelah kurasakan penis Pak Pram barusan, penuh rasanya. Dia mencium bibirku yang menengadah mendesah nikmat, dilumatnya bibirku dengan lembut saat dia mulai mengocok pelan, desah kenikmatan tertahan.

"Pake ini dulu" potong Raymon yang sudah berdiri disamping kami sambil menyodorkan kondom yang sudah dibuka.

"Aku bawa sendiri" katanya sambil meminta Edward mengambilnya dari travel bag-nya. Ternyata kondom dia berbeda, berwarna merah menyala dengan kepala anjing di ujungnya, rambut rambut halus menempel di pangkal, terlihat unik.

"Tuh aku bawa banyak kemarin dari Singapore, macam macam terserah kalian pilih aja yang kamu suka" katanya seraya menyapukan dan memasukkan kembali penisnya ke vaginaku, aku mendelik dan melotot kearahnya, terasa sekali perbedaan dengan sebelumnya, jauh lebih nikmat, dan saat penisnya masuk semua kedalam, "Kepala anjing" serasa menggelitik rahimku.

Aku menjerit keras menikmati kocokannya, dan jeritanku bertambah keras saat rambut rambut halus itu menggesek gesek klitorisku, sungguh nikmat rasanya. Lima menit sudah aku terbakar dalam nikmatnya permainan Edo, Edward dan Raymon mendekat dari sisi yang berbeda seakan hendak melihat expresi wajahku yang sedang terbakar nikmat. Melihat mereka begitu menikmati permainan kami, aku semakin bergairah menggoyangkan pantatku mengimbangi kocokannya.

Sambil mengocok sendiri penisnya, Edward memegangi kakiku tinggi diikuti Raymon hingga kakiku terbuka lebar lurus membentuk huruv "V" dengan Edo di tengah huruf itu, penis Edo semakin dalam mengisi vaginaku, desahan liar semakin terdengar liar. Ingin kugapai kedua penis mereka untuk pegangan tapi terlalu jauh tak tergapai tangan, bahkan mereka tidak mau memberikannya seakan membiarkan aku sendirian menggeliat bak cacing kepanasan terbakar birahi.

Edward dan Raymon masih membiarkan sobatnya menikmatiku sendirian saat kami berganti ke posisi dogie, penis Edo semakin dalam mengaduk aduk vaginaku. Berulang kali kuminta Raymon dan Edward mendekat tapi Raymon selalu mencegah ketika Edward hendak berdiri, dia sungguh menikmati pemandangan indah di atas ranjang. Lima belas menit telah berlalu namun tak satupun dari 2 laki laki itu mendekat, mereka justru membiarkan sobatnya makin lama menikmati kehangatan tubuhku sendirian.

"Ternyata apa yang kudengar salama ini memang bukan isapan jempol belaka" kata Edo sambil mengocokku semakin keras.

"Emang dengar apa" tanyaku disela desahan.

"Berisik" jawabnya sambil menghentakku keras.

Tubuhku nungging dengan dada menempel di ranjang, Edward mendekat ke Edo di belakang, aku tak memperhatikan apa yang mereka lakukan, tiba tiba Edo menarik keluar penisnya, sejenak vaginaku "Kosong", mungkin mereka bergantian. Namun aku segera menjerit kaget ketika sebuah penis melesak kembali dengan cepat dan rasa yang berbeda, tak mungkin punya Edward karena masih terasa penuh, aku menoleh ternyata masih Edo yang menyetubuhiku, rupanya dia minta Edward mengambil kondom jenis lain dan begitu terpasang yang baru langsung menggenjotku.

Gelitik nikmat lain kembali kurasakan, pasti jenis kondom yang berbeda, aku tak tahu bentuknya tapi tak kalah nikmat dengan sebelumnya, membuat desahanku semakin lancar mengalir. Disetubuhi Edo dengan 2 laki laki lain yang menonton menunggu giliran membawaku lebih cepat ke puncak kenikmatan, dan tak bisa dibendung lagi ketika doronan emosi yang begitu kuat meledak dari dalam, menimbulkan suatu sensasi kenikmatat yang tinggi, tubuhku menegang, otot vaginaku berdenyut hebat, sehebat dorongan roket yang melesat hingga akupun menjerit dalam nikmat orgasme yang tinggi. Sejenak Edo menghentikan gerakannya tapi aku justru menggoyangkan pantatku dan minta dia tetap mengocokku disaat dilanda orgasme.

Tubuhku mulai melemas seiring dengan hilangnya denyutan di vaginaku, lututku terasa ngilu, namun kocokan nikmat dari Edo membuatku terlupa akan rasa capek dan lemas karena orgasme. Perlahan gairah birahiku mulai naik kembali terbawa arus permainan dari Edo.

Mungkin sudah 25 menit berlalu saat Edward yang kelihatan sudah tak bisa lagi menahan nafsunya mengambil posisi di depanku. Kakinya dibuka lebar hingga kepalaku berada diantaranya, penisnya yang tegang terasa sangat keras saat kupegang. Tanpa diminta, segera kumasukkan penis itu ke mulutku, 2 kocokan sekaligus menerpaku, sensasi dan gairahku semakin bertambah, pesta sudah dimulai, sebentar Raymon pasti menyusul, entah apa yang akan dia lakukan padaku mengingat kedua lubangku sudah terisi.

Dugaanku tepat, Raymon menyusul naik ke ranjang, sejenak dia hanya mengelus elus punggung dan meremas remas buah dadaku yang berayun ayun, sambil masih meremas remas, disodorkannya penisnya, dua penis berada di depan mulut sementara satu lainnya masih dengan kerasnya menyodok nyodok dari belakang. Meskipun kocokan Edo cukup keras, aku berusaha mengatur irama permainanku sendiri pada kedua penis di mulut walaupun sesekali terpental keluar saat dari belakang menghentak.

Aku benar benar kewalahan melayani mereka bertiga sekaligus, 2 penis berebut masuk ke mulut bergantian sementara di vagina seperti tak mau kalah perhatian, agak susah juga membagi konsentrasi diantara mereka. Raymon menggeser ke samping Edo, rupanya dia minta giliran, agak lama juga dia menunggu sebelum Edo "Memberikan" vaginaku padanya, tak ada perbedaan yang berarti antara penis Edo dan Raymon, hanya gelitik geli di vagina saat penis itu melesak masuk, mungkin karena pengaruh kondom. Edo duduk disamping Edward yang masih asik menerima kulumanku, dilepasnya kondom dari penisnya dan menyapukan ke wajahku, segera aku berganti mengulum penis Edo yang basah, tercium aroma sperma meski aku tak merasakannya saat dia orgasme, mungkin hanya keluar tapi belum orgasme.

Kembali aku menerima sodokan keras dari belakang dan 2 penis di mulut, semuanya mengocokku dengan iramanya sendiri sendiri, aku kewalahan mengikuti irama permainan yang berbeda beda, tapi justru membuat permainan semakin menggairahkan. Tidak seperti Edo yang cool cenderung pendiam saat menyetubuhiku, Raymon banyak mendesah bersahutan dengan desahanku apalagi ditimpali desah Edward, terjadi simponi indah beriramakan nafsu birahi.

Sepuluh menit Raymon menyetubuhiku dari belakang, dia membalik tubuhku hingga telentang. Setelah mengganti dengan kondom yang baru, dilesakkannya penisnya dengan sekali dorong, gelitik lain kembali kurasakan, kali ini lebih geli dan nikmat, apalagi sepetinya ada bagian yang menggesek keras klitorisku dan sepertinya lebih dalam menjangkau relung relung vaginaku. Aku tak sempat melihat apa yang menggesek klitorisku karena 2 penis sudah dipukul pukulkan ke wajahku. Kubuka mulutku lebar terserah siapa dulu yang mau memasukkan penisnya. Kalau sebelumnya aku yang mengatur penis yang memasuki mulutku, kali ini kubiarkan mereka mengatur sendiri.

Rupanya Edo yang lebih berpengalaman segera mengambil inisiatif, dia naik ke atas kepalaku setelah mengganjal dengan bantal, dimasukkannya penis gedenya memenuhi mulut dan mengocoknya. Kini aku benar benar mendapat dua kocokan atas bawah tanpa bisa berbuat apa apa karena tubuhku tergencet mereka. Kocokan di mulut tak kalah liarnya dengan di vagina, hampir aku tak bisa bernapas, meskipun begitu aku masih teringat untuk meremas dan mengocok penis Edward yang masih dalam genggamanku.

"Aku mau keluar" teriak Edward, mungkin sensasinya terlalu tinggi hingga dia tak bisa menahan lebih lama lagi melihat aku disetubuhi 2 laki laki sekaligus dengan 1 cadangan menunggu giliran.

"Di mulut aja" jawab Raymon tak mau memberikan giliran kenikmatan padanya.

Edo menyingkir dari atas dadaku, Edward segera menggantikan penis Edo pada mulutku, hanya beberapa kocokan pada mulut dia sudah menyemprotkan spermanya, memenuhi mulutku, terasa gurih dan keras aromanya. Dengan posisi seperti ini aku tak bisa mengelak kecuali hanya menelan semua sperma yang sudah memenuhi mulutku.

Edward segera turun dan Edo kembali mengambil alih rongga mulut dan memasukkan kembali penisnya, Raymon seperti tak peduli apa yang sedang terjadi di atas, mengetahui temannya menyemprotkan sperma di mulutku, dia malah semakin bergairah dan mengocokku makin cepat.

"Do, tukar" perintah Raymon pada sahabatnya itu.

Edo yang mendapat giliran kembali bersiap menikmati hangat vaginaku, tapi dia tidak mau melanjutkan gaya permainan Raymon, tapi memintaku pada posisi di atas. Kupasang kondom ke penis Edo dengan mulutku seperti yang kulakukan pada Raymon tadi, entah kondom yang keberapa yang dia pakai, bentuknya lain pula dengan sebelumnya, dia mengagumi kemahiranku itu.

Edo langsung meremas remas kedua buah dadaku ketika aku sudah berhasil memasukkan penis dan duduk di atasnya. Raymon tidak langsung bergabung tapi dia ke kemar mandi dulu, entah ngapain, sedangkan Edward masih duduk di sofa mengamati kami bercinta. Beberapa saat lamanya Edo kembali menyetubuhiku sendirian tanpa "Gangguan" teman temannya.

Aku yang sudah benar benar lupa diri dan begitu bergairah bergerak liar di atasnya, antara naik turun dan berputar pantat mengocok penis Edo, vaginaku serasa semakin di aduk aduk dan semakin nikmat, apalagi penggeli pada kondom bekerja dengan semestinya membuatku melayang tinggi ke awan. Kuluman Edo pada buah dadaku tak kuperhatikan lagi, puncak kenikmatan sudah didepan mata dan sebentar lagi kuraih. Orgasme kedua bakal kugapai, gerakanku semakin cepat tak beraturan, Edo hanya diam saja menikmati kebinalanku, desah kenikmatan menimbulkan gairah tersendiri baginya.

Raymon naik dan berdiri di atas ranjang, menyodorkan penisnya ke mulutku dan untuk kesekian kalinya penis itu mengisi dan mengocok mulutku. Puncak kenikmatanku semakin bertambah dekat dan meledaklah jeritan kenikmatan yang tiada henti. Kali ini tak kukeluarkan penis Raymon dari mulutku dikala orgasme, aku yakin bisa mengendalikan diri hingga tak sampai menggigit penisnya, tapi aku tak sanggup melakukannya, terlalu sayang kalau expresi kenikmatan orgasme ditahan hanya karena ada penis di mulut. Kukeluarkan juga akhirnya penis Raymon hingga jeritanku semakin menjadi jadi.

Sendi sendiku serasa mau copot, rasa capek yang hebat tiba tiba melanda namun kembali kocokan Edo membuatku segera melayang, perlahan tapi pasti. Dua kali sudah aku mendapat orgasme dari Edo tapi aku tak tahu apakah dia sudah orgasme atau belum, sungguh konyol tidak memperhatikan laki laki yang telah memberi 2 kali kenikmatan. Konsetrasiku terlalu terpecah pada 2 laki laki lainnya hingga terkadang tak kurasakan denyutan denyutan kecil darinya.

Edo menarik tubuhku dalam dekapannya, dengan posisi seperti ini Raymon praktis tak bisa mendapatkan bagian, hanya elusan di punggung dan belaian di rambut yang bisa dia perbuat. Dikocoknya vaginaku dari bawah dengan cepatnya, kulumat bibir Edo meskipun beberapa kali dia menghindar, mungkin aroma sperma Edward masih tercium dari nafasku tapi akhirnya dia membalas juga lumatan bibirku itu. Tak lebih 5 menit dari orgasme keduaku, Edo mengejang sambil berteriak nyaring seiring denyutan kuat melanda vaginaku, akupun ikutan menjerit terkaget merasakan kuatnya denyutan itu, didekapnya tubuhku erat erat sambil wajahnya menatapku, hidung kami bersentuhan, napas kami sama sama menderu berat.

Kami berdiam sesaat menikmati indahnya orgasme, namun Raymon tak mau membiarkan suasana terlalu romantis. Dia duduk disamping kami, ditariknya tubuhku dalam pangkuannya, sebelum aku sempat memasukkan penisnya, Edward memintanya, mengingat Edward belum mendapat giliran di vagina, dengan tersenyum Raymon mengalah, direlakannya vaginaku pada temannya.
Kuturuti saja apa mau mereka, aku beranjak dari pangkuan Raymon ke pangkuan Edward, kucium dan kulumat bibirnya sambil menyapukan penisnya ke vaginaku dan amblas masuk kedalam dengan mudahnya, otot vaginaku belum berkontraksi sempurna setelah mendapat kocokan Edo, hingga penis Edward serasa berlari lari dalam vaginaku. Dalam keadaan seperti ini, kondom unik sangat banyak membantu menggelitik saraf saraf sensitif di vaginaku.

Kudorong tubuh Edward hingga dia telentang di antara kedua temannya, sembari bergoyang pinggul, kukocok kedua penis lainnya, kini 3 penis berada dalam kendaliku. Kubiarkan 4 tangan berebut menjamah kedua buah dadaku, justru semakin menambah sensasi tersendiri. Aku menggeliat nikmat ketika tangan tangan itu mempermainkan putingku, kutatap mata mereka satu persatu, semua memancarkan sorot mata penuh nafsu namun terlihat begitu tak berdaya dalam genggaman dan kendaliku seorang. Dengan bebas aku menggerakkan tubuhku di atas Edward sambil membungkuk ke kanan dan ke kiri begantian untuk mengulum kedua penis yang menunggu giliran.

Edo duduk lalu mengulum putingku, diikuti Raymon melakukan hal yang sama, aku menjerit nikmat yang tak terhingga mendapatkan perlakuan seperti itu. Dua laki laki mengulum putingku bersamaan sementara satu lainnya mengocokku, sungguh suatu kenikmatan yang sangat tinggi kurasakan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana, antara mengocok penis di genggaman atau meremas rambut mereka, sungguh pengalaman yang tak terduga. Jerit kenikmatanku membuat mereka semakin kuat menyedot kedua putingku.

"Sshh.. gila.. kalian gilaa" teriakku meracu, dan goyangan pantatku semakin tak karuan iramanya, tapi justru semakin menambah kenikmatan. Dan benar saja, tak sampai 10 menit aku bergoyang di atas Edward, dia sudah memuntahkan spermanya, denyutan pelan nyaris tak terperhatikan olehku, namun teriakan dan remasan kuat pada paha menyadarkanku bahwa dia sedang orgasme.

Aku segera turun dan kembali ke pangkuan Raymon, vaginaku kembali terasa penuh sesak terisi penis Raymon yang lebih besar dari Edward. Belum sempat aku menggerakkan tubuhku, Edo sudah berada di depan menyodorkan penis hitamnya ke mulut. Bersamaan dengan masuknya penis itu ke mulut, aku mulai bergoyang pantat diatas Raymon, 2 penis besar mengocok kocok kedua lubangku. Edo memegangi kepalaku dan suka suka menggerakkan penisnya pada mulutku. Beberapa menit berlalu dengan kocokan atas bawah, Edward kembali bergabung, memeluk dan menciumi tengkukku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku, aku menggelinjang geli dan nikmat yang tak terkira, goyanganku terbatasi pelukan Edward, namun tak mengurangi gerakan pantatku pada Raymon.

Raymon praktis hanya berdiam menikmati kocokanku sekaligus menikmati bagaimana aku melakukan oral pada Edo. Begitu aku terbebas dari Edo dan Edward, segera tubuhku mengocok Raymon dengan gerakan liar, geliat penuh nafsu tak bisa dihindari. Tubuhku condong kebelakang bertumpu pada kaki Raymon ketika secara bersamaan Edo dan Edward mengulum kedua putingku, aku menjerit histeris dalam nikmat birahi yang tak terkatakan. Dan beberapa menit kemudian pertahananku pun bobol, dengan mencengkeram kedua kepala yang ada di dada, aku menjerit keras, sekeras denyutan pada vaginaku. Mereka tak menghentikan gerakannya, malah justru semakin menjadi jadi saat melihat aku tengah dilanda orgasm hebat.

Baru terasa kelelahan yang teramat sangat, rasa ngilu disekujur tubuhku, 3 orgasme berturut turut dalam sekali permainan, tapi ketiga laki laki itu masih juga belum beranjak dari tubuhku, bahkan semakin gila menyetubuhi dan mencumbu sekujur tubuhku.

Tetes demi tetes keringat sudah membasahi tubuh kami berempat tapi tak ada tanda tanda permainan berakhir, dan ketika Raymon mendapatkan orgasmenya, Edo langsung menggantikan posisinya tanpa memberiku istirahat, aku benar benar ter-exploitasi dalam permainan sex yang tiada akhir, namun aku begitu menikmatinya, terutama saat pergantian antara satu penis dengan penis lainnya, terasa sekali perbedaan sensasi yang kurasa.

Edward bersiap menyetubuhiku kembali saat Edo mencapai puncak, begitu seterusnya selalu bergantian menyetubuhiku setelah satu selesai, entah kapan permainan ini berakhir, antara kelelahan dan kenikmatan selalu datang susul menyusul, tak terhitung sudah berapa kali aku orgasme dan tak kuhitung pula berapa kali mereka masing masing orgasme, semua memoriku jadi error tersapu gelombang kenikmatan yang datang bertubi tubi. Ini permainan tanpa akhir, endless game.

Namun manusia ada batasannya meskipun emosi selalu mengalahkan logika pada saat seperti ini.
Akhirnya aku menyerah terkapar tak berdaya di tangan ketiga laki laki itu, benar benar habis, bahkan untuk ke kamar mandipun rasanya begitu berat.

Belum pernah kurasakan capek yang hebat seperti ini, vaginaku terasa berdenyut nyeri. Sekitar 2 jam mereka menyetubuhiku tanpa henti, tak sedetikpun vaginaku "menganggur" selama itu. Aroma sperma tercium dari tubuhku, baik di dada, wajah, rambut apalagi mulut, entah berapa banyak sperma yang mengisi perutku, aku benar benar berantakan, tapi justru tambah sexy, kata mereka menghibur.

Setelah mandi air hangat di malam hari, badan terasa segar kembali, Edward mengangsurkan Lipovitan ketika aku keluar dari kamar mandi. Ranjang yang masih berantakan dan ceceran sperma masih membekas di sana sini, begitu juga kondom, lebih dari selusin kondom sisa yang tercecer di lantai.

"Beri aku istirahat dulu, oke" pintaku pada mereka sambil merebahkan tubuhku di atas hangatnya ranjang yang masih penuh nafsu. Mereka hanya tertawa tanpa memberi jawaban.

Setengah jam mereka memberiku waktu istirahat sebelum Edo memulai untuk babak berikutnya, dan Endless Game berputar kembali, di atas ranjang kulayani ketiga laki laki itu bersamaan. Kali ini aku benar benar kewalahan melayani mereka yang seolah melampiaskan semua nafsu birahinya tanpa henti, tak ada kata puas pada diri mereka. Aku hanya bisa bertahan sekitar satu jam sebelum menyerah kalah akan kebuasan mereka bertiga, tak kuhitung lagi berapa kali aku mengalami orgasme dan tak tahu lagi aku siapa yang sedang mengisi vaginaku, aku benar benar habis.

Kami berempat tergeletak lunglai di atas ranjang dalam kebisuan, hanya napas berat yang terdengar. Mataku serasa berat dan pandanganku mulai nanar, tak lebih 10 menit kemudian akupun terlelap dalam buaian malam yang penuh nafsu.

Keesokan paginya saat aku bangun, hari sudah terang, jam menunjukkan pukul 7:30 pagi, terlihat Edward dan Raymon tidur di samping kiri kananku, tangan Raymon ditumpangkan ke dadaku sedang kaki Edward menindih pahaku, Edo yang tidak mendapat tempat tidur di sofa, kami semua masih telanjang, entah jam berapa kami tadi malam tidur setelah pertempuran terbesar yang pernah kualami. Mereka masih tidur pulas ketika aku turun dari ranjang. Setelah gosok gigi dan cuci muka, aku kembali ke kamar, ternyata Edo sudah bangun.

"Kamu makin cantik setelah bangun tidur" katanya sambil menghembuskan asap rokok.

"Ngeledek nih" jawabku seraya duduk di sampingnya.

"Udah fresh? siap melanjutkan?" tanyanya sambil menjamah buah dadaku.

Tanpa diperintah lebih lanjut, aku segera berlutut didepannya dan kulahap penis hitam yang masih setengah tidur sebagai sarapan pagi, makin lama makin membesar di mulut. Aku makin asik ber-oral ria saat Edward bangun dan turun dari ranjang, dia duduk disamping Edo, kugapai penisnya dan kukocok kocok sebentar lalu kulumanku berpindah ke penis Edward. Dua penis berbeda ukuran dan warna bergantian mengisi mulutku, aku lebih bisa mempermainkan lidahku pada punya Edward yang relatif lebih kecil.

"Ikut dong" Raymon mengagetkanku, dia sudah berdiri di belakang, karena terlalu asik aku nggak perhatikan dia bangun dari ranjang.

"Ntar aja deh, aku belum sarapan nih, habis makan aja ya" usulku pada mereka.

"Satu putaran" kata Edward sambil berdiri mengambil posisi dibelakangku, Raymon menggantikan posisinya.

Tanpa membuang waktu lebih lama, Edward segera memasukkan penisnya ke vaginaku, penis pertama di hari itu. Tidak seperti tadi malam, kali ini penis Edward terasa cukup penuh mengisi liang kenikmatanku, mungkin karena ototku sudah berkontraksi normal dan belum kemasukan penis Edo atau Raymon.

"Jangan keluarin di dalam kalo nggak pake kondom" kata Raymon melihat Edward langsung mengocokku tanpa kondom, dia hanya tersenyum.

Sambil menerima kocokan dari belakang dengan posisi dogie, bergantian kedua penis di tangan mengisi mulutku. Tak lebih 5 menit kemudian Edward orgasme, mencabut keluar dan menumpahkan spermanya di punggung dan pantatku. Edo segera mengganti posisinya, kurasakan otot otot vaginaku membesar menerima penisnya. Kocokan cepat dan keras menghantam dinding vaginaku dan terdengarlah jeritan kenikmatan di pagi hari. Meski tanpa kondom yang unik kurasakan penisnya sama nikmatnya, mungkin lebih nikmat karena kepala penis Edo yang membesar bak jamur, aku menggeliat kenikmatan. Kucoba menahan orgasme lebih lama, paling tidak akan kuberikan pada Raymon yang mendapat giliran terakhir nanti, namun apa dayaku, sodokan Edo terlalu nikmat untuk dibendung. Dan tanpa kumau dinding dinding vaginaku berdenyut kuat, aku menjerit dengan tubuh kaku, orgasme pertama di pagi hari. Edo semakin mempercepat sodokannya dan semenit kemudian dia mencabut keluar lalu memuntahkan spermanya di pantat, terasa hangat.

Raymon tanpa menunggu lebih lama segera mengisi "Kekosongan" vaginaku, untuk kesekian kalinya aku disetubuhi secara maraton. Setelah bertahan cukup lama, akhirnya Raymon tak sanggup melanjutkan lagi, namun sebagai pemain terakhir, dia tidak mencabut penisnya, diseprotkannya spermanya membasahi vagina, terasa nikmat sekali dengan siraman hangatnya. Rasanya sudah berbulan bulan tak mendapatkan siraman sperma, aku merindukan denyut bercampur kehangatan itu, semalam hanya denyutan kuat tanpa sperma yang kurasakan.

"Oke guys, time to breakfast" kata Edward.

"Aku mandi dulu" kataku, namun dia mencegahnya.

"Nggak usah, kita sarapan sekalian renang di kolam, kan asik" usulnya, ide gila apalagi ini.

"Setujuu" teriak kedua temannya menimpali.

Mereka tak mempedulikan kalau aku tak bawa pakaian renang, dan memang aku nggak pernah bawa kalau menginap di Hotel bersama tamu, toh tidak ada yang pernah ngajak renang bersama di Hotel, kecuali kalau keluar kota.

"Kita cari aja di bawah, mungkin ada" kata Edo.

Jarum jam menunjukkan pukul 8:20, berarti hanya untuk satu putaran cepat tadi memakan waktu lebih dari setengah jam.
Kukenakan kembali pakaian baru tadi malam, masih tanpa bra dan panty, berempat kami keluar kamar bersamaan. Sungguh suatu kebetulan ketika pintu lift terbuka, ternyata Pak Pram ada di dalam, kami berpandangan sejenak dengan tatapan mata penuh arti. Aku jadi salah tingkah berada di dalam lift dengan semua laki laki yang pernah meniduri dan merasakan kehangatan tubuhku.

Kami semua terdiam dengan beribu pikiran di benak masing masing, aku masih belum percaya bahwa aku telah bercinta dengan tiga orang sekaligus, semalaman lagi, tak pernah terbayangkan sebelumnya. Kulirik satu persatu laki laki itu, terbersit kebanggaan aku sudah mengetahui permainan dan apa yang ada dibalik baju yang dikenakannya, terutama Pak Pram yang begitu anggun mengenakan setelan Jas hitam. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran beliau melihat sepagi ini bersama 3 laki laki turun dari kamar, meski begitu aku sangat yakin dia tidak akan berpikir terlalu jauh mengenai apa yang telah kami perbuat semalam.

Lamunanku buyar saat pintu Lift terbuka di lobby, kami turun satu lantai lagi, sementara Edward pergi mencarikan pakaian renang untukku. Ternyata nggak dapat, beruntunglah aku, tenagaku bisa dipakai untuk melanjutkan babak selanjutnya. Selama makan pagi, berulang kali Pak Pram menatap ke arahku tapi aku pura pura menghindar, khawatir kejadian "Perselingkuhan" semalam terulang lagi.

Ketika aku mengambil makanan di table, dia mendekat disampingku.

"Kamu nginap sini ya" bisiknya sambil mengambil makanan.

"He eh" jawabku pendek takut ketahuan ketiga tamuku.

"Sama yang mana?". Aku diam, bingung menjawabnya, tak menyangka dia tanyakan itu dan tak mungkin kubilang sama semuanya.

"Sama mereka" jawabku mengambang.

"Mereka yang mana?" desaknya.

"Yang bersamaku tadi".

"Kan ada tiga, masak ketiganya". Aku tak menjawab lalu menginggalkannya kembali ke meja, membiarkan dia berteka teki.

Aku sadar kalau banyak mata memandang ke arahku, entah mungkin karena penampilanku atau karena mereka tahu kalau aku tak mengenakan pakaian dalam atau mereka berhasil mencuri pandang payudaraku saat mengambil makanan, entahlah, tapi aku enjoy saja melihat banyak sorot tersedot ke arahku. Yang aku yakin pasti adalah mereka tidak akan pernah mengira kalau aku telah melayani ketiga laki laki ini sekaligus.

"Desertnya ntar aja dikamar" cegah Raymon ketika aku hendak mengambil makanan penutup, aku segera tahu yang dimaksud adalah aku sebagai penutup makan pagi mereka dan desertku adalah sperma mereka.

Sekembali kami ke kamar, kejadian semalam terulang lagi, aku dikeroyok rame rame. Mereka merebahkan tubuhku di atas ranjang setelah terlebih dahulu saling melucuti pakaian. Mula mula Edward sebagai pembuka sementara kedua temannya berada di atasku menyodorkan penis mereka, semua tanpa kondom. Ketika Edward hampir orgasme, Edo bertukar tempat dengannya. Edward dan Edo yang sudah mengocok vaginaku, melanjutkan kocokannya pada mulutku bergantian. Kini Raymon yang sedang menikmati kehangatan liang kenikmatanku, cukup lama dia melakukannya.

Tak lama kemudian Raymon menarik keluar dan bergegas ke arah kepalaku, kini tiga penis tepat berada di wajahku, mereka mengocok sendiri penisnya, hendak menumpahkan sperma mereka ke wajahku. Raymon yang sudah diambang pintu orgasme menyemprotkan spermanya mengenai wajahku, disusul Edward tak lama kemudian lalu diakhiri dengan semprotan sperma Edo menyirami wajahku. Aku hanya menengadah membuka mulut menerima tumpahan sperma mereka, seperti yang pernah kusaksikan di film porno. Sebagian besar memasuki mulutku, ada yang tercecer mengenai hidung, dahi, mata bahkan rambut. Aku tak bisa membayangkan seperti apa rupaku dengan sperma ketiga laki laki itu belepotan di hampir sekujur wajahku, tentu terlihat aneh, mungkin inilah yang dimaksud dengan desert tadi.

Kami beristirahat sebentar untuk melanjutkan ke babak yang lebih seru seperti tadi malam, dan kenyataannya memang sangat seru, bahkan melebihi permainan semalam. Bertiga mereka menyetubuhiku baik bersamaan maupun bergantian, tidak hanya di ranjang bahkan kami melakukannya di sofa bahkan di meja seolah aku menjadi santapan makanan bagi mereka dan tak terlewatkan dengan posisi berdiri.

Entah berapa babak kami melakukannya, rasanya tak pernah ada kata cukup untuk melampiaskan segala nafsu birahi, aku benar benar di-exploitasi habis habisan seakan budak nafsu mereka, namun justru semakin menggairahkan. Meskipun tidak ada kata puas, stamina dan waktu jua-lah yang membatasi kami, setelah puas menyetubuhiku berulang ulang dengan segala variasi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, akhirnya kami harus mengakhiri permainan ini pukul 1 siang. Edward harus mengejar pesawatnya balik ke Ujung Pandang setelah 2 kali diundur.

Pukul 13:30 kami keluar kamar bersama sama, disamping membawa beberapa pakaian dalam yang tidak sempat kupakai semalam (seperti dugaanku), aku membawa banyak sekali rupiah dan dollar. Edward membayarku 5 kali tarif bookingan semalam sementara Raymon dan Edo tak ketinggalan memberi Tip yang nilainya hampir sama dengan Edward, sungguh hari yang indah, disamping mendapat kenikmatan dan pengalaman baru yang sangat berkesan, juga mendapatkan uang puluhan juta hanya dalam semalam bersama mereka.

"Ly, kalau nggak ada acara, minggu depan kita ke Sarangan, temanku punya Villa disana, sekalian ajak dia berpesta semalam suntuk" kata Edo ketika kami di Lift.

Aku yang masih terbawa suasana horny hanya meng-iyakan saja usulan itu. Edward dan Raymon yang mendengar hanya tersenyum penuh arti.

"Ketagihan nih" kata Raymon entah ditujukan pada siapa.

Aku tak bisa menolak saat mereka minta ikutan mengantar Edward ke Juanda, dan bisa ditebak sepanjang perjalanan aku masih harus melakukan oral di jok belakang secara bergantian.

Sepeninggal Edward, ternyata Edo mengajak melanjutkan lagi hingga sore tapi aku nggak sanggup melakukannya lagi hari itu, terlalu capek dan pasti Raymon pasti nggak mau ketinggalan, aku ingin istirahat dulu hari ini setelah bercinta sepanjang pagi hingga siang tadi. Namun aku berjanji untuk ikut Edo ke Sarangan minggu depan, berarti 2 hari lagi, untunglah mereka menyadari staminaku dan mengantar aku kembali ke Hotel untuk mengambil mobilku.

*****

... to be contiecrot...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd