Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dea, Your Lewdly Neighborhood [Season 2]

Untuk season berikutnya, enaknya gimana?


  • Total voters
    114
  • Poll closed .
Chapter 7 — Extended Fun part 3 (last)





Di Jalan Raya Krukut, Depok, tepatnya setelah kolong jembatan tol yang baru dibangun, ada bekas kontrakan petakan tiga pintu yang sudah lama dibiarin terbengkalai setelah sebelumnya dibongkar. Tiap unit kontrakan itu punya tiga petak ruangan. Karena yang dibongkar itu cuma jendela, atap, pintu, dan tembok ruang paling depan dan belakang, jadinya tembok petak kedua masih berdiri tegak.

Meski aku tahu kalau kontrakan ini sudah lama dibongkar, tapi baru pagi ini bongkaran kontrakan ini menarik perhatianku, saat aku diantar Abi ke sekolah pakai motor. Tempatnya tuh... gimana ya, seperti halnya bongkaran bangunan pada umumnya, ya terbuka gitu deh di beberapa bagiannya. Tapi yang menarik, aku bisa bayangin kalau ada beberapa sudut-sudut yang ketika kita berada di sana, kita ga kelihatan sama orang yang lewat. Pemikiran ini bikin aku dapat ide, kayaknya... seru... kalau... aku bisa ngewe di sana.

Aku rasa, ide itu akan terealisasi, sebentar lagi. Memekku sampai berdenyut-denyut karena sudah ga sabar.

"Beres, Neng. Udah saya umpetin motornya," kata Pak Jumadi, yang muncul dari balik petak kedua pada bongkaran kontrakan paling kiri.

Setelah kita sampai di lokasi beberapa menit lalu, Pak Jumadi langsung sigap umpetin motornya di kontrakan sebelah kiri. Tapi ga gampang untuk umpetin motornya, karena Pak Jumadi harus dorong motornya keluar jalan aspal, lalu harus bersabar dengan susahnya proses ngedorong motor di landasan berbatu. Setelah beres, motornya pun kini tersembunyi di balik tembok, yang ku kira, ga akan kelihatan sama orang yang lewat.

Tapi kalau masukinnya aja susah, gimana keluarin motornya, ya, nanti? Ah, biar deh. Itu urusan dia. Biar lebih ada usahanya ini orang. Maksudku, bahkan dia ambil perawanku dengan bantuan obat perangsang. Ga ada kerja kerasnya banget, kan?

Untungnya, suasana sekitar memang lagi sepi banget. Jadinya, aku bisa buru-buru ngumpet di petak kedua pada bongkaran kontrakan yang tengah. Aku pilih ngumpet di sini, karena tembok depannya yang kelihatan paling minim lubang, juga karena tembok samping di kiri dan kanannya masih berdiri kokoh.

"Aman, Pak?" tanyaku, sambil bersiap membuka kancing seragamku.

Pak Jumadi mengacungkan jempol. "Aman, Neng. Ga bakal ada yang tau kalo kita lagi di sini," katanya, ngeyakinin aku.

Sambil mempreteli kancing satu persatu, aku juga celingukan ke sekitar. "Tapi serem juga, ya, Pak. Siapa sih yang ngide bikin kontrakan yang ga ada bangunan tetangga di kiri-kanannya gini?" komentarku, yang langsung ditanggapi dengan tawa oleh Pak Jumadi.

"Ya justru karena ga laku, makanya sepi, terus dibongkar." Pandangan Pak Jumadi pun ga lepas dari isi seragamku yang makin terekspos seiring makin banyak kancing yang lepas. "Takut sama setan, Neng?"

Mendengarnya, aku langsung tertawa getir. Rasanya, di keadaanku yang sekarang, justru jadi ironis kalau aku takut dengan makhluk yang katanya malah senang kalau ada manusia yang berbuat dosa. "Saya udah kepalang horny, Pak. Ga mikirin takut-takut sama yang begituan," setelah semua kancing seragamku terbuka, aku langsung menyodorkan sepasang tetek montokku ke Pak Jumadi, "nih, Pak, buat Bapak karena udah mau jemput saya."

"Ah, masa hadiahnya cuma tetek, sih, Neng? Mmhhh." Meski komplain, tapi tetek kananku dicaplok juga, sambil ngeremas yang kiri.

"Duh... geli...," aku menggigit bibir saat Pak Jumadi mulai mengemut putingku, "...hadiahnya kan... saya, Pak. Terserah Bapak... mau ngapain aja... saya terima, nnngghhh..."

Sebenarnya aku ga punya banyak waktu untuk bermesum ria di ruang terbuka begini, karena aku harus pulang sesegera mungkin biar Abi dan Umi ga khawatir. Tapi rasa enak karena kedua tetekku dirangsang bikin aku ga bisa menimbang skala prioritas. Makin terangsang, makin aku lupa diri. Akhirnya aku pasrah saja menerima kenyataan bahwa aku sedang dilecehin sama Pak Jumadi.

Atau lebih tepatnya, aku yang meminta untuk dilecehin. Hhhh... gatel banget memang kamu, Dea!

Pak Jumadi ga banyak bersuara. Mungkin karena sadar akan suasana sekitar yang sepi dan ga mau bikin kita ketahuan. Kalau gitu, sekarang penentunya ada di aku. Harusnya aku bisa tutup mulut juga. Tapi bener deh, rangsangan yang aku terima bikin aku ga tahan untuk mendesah.

"Mmmhhh... Paaakkk... iyahhh, gigit-gigit kecil kayak gitu. Emmmhh... auuuhhh... itu putingnya udah tegang banget... uuhh... digigitin... dijilatin... diisep-isep... terussshhh... terusssshhhh...."

Meski suasana sekitar yang gelap dan cuma terbantu oleh cahaya bulan, tapi karena kulitku yang putih, membuat Pak Jumadi bisa ngelihat ada banyak bekas merah yang dibuat Bu Siska di tetekku. Kata Bu Siska, tanda merah itu namanya cupang. Aku nikmatin banget proses pembuatan cupang ini. Rasanya sakit bercampur enak saat permukaan kulitku dihisap dan digigit kecil-kecil. Makanya, aku nagih saat Bu Siska buat satu cupang di leherku, dan berujung jadi banyak di sekujur leher sampai tetekku.

"Wah, ini siapa yang nyupang, Neng?" bisik Pak Jumadi saat pandangi banyak tanda merah di tetekku.

"Oohhh, itu... yang tadi... yang nemenin saya nungguin Bapak."

"Itu guru Eneng? Wah, wah... ada bakat ngelesbi juga ya, Neng?"

"I-iyahhh... itu guru... AAUUHHH—" Aku spontan menggigit lengan kananku, untuk meredam erangan tiba-tiba yang keluar karena Pak Jumadi sedang membuat cupangan di salah satu bekas cupang yang dibuat Bu Siska. "Oohh... Ppaaakkk... bikin lagi, Paaaakkk... bikin yang banyakkk..."

"Iya, Neng. Ini abis bikin satu lagi." Lidah Pak Jumadi pun liar banget ngejilatin seluruh permukaan tetekku. Baik di bagian daging yang kenyal dan putingnya ga luput dari sapuan lidah basah si bapak. "Pasti belom mandi dari hotelnya, ya, Neng? Ini masih bau keringet banget, saya suka. Terus ini teteknya pasti belom dibilas yang bekas dijilatin sama dicupangin gurunya. Bikin makin nafsu saya jilatinnya."

Bukannya tersinggung karena dengerin komentar mesum Pak Jumadi soal diriku dan Bu Siska, justru bikin aku makin horny. Badanku menggelinjang saat ngebayangin bekas mulut Bu Siska pada badanku, ternyata dinikmati juga sama Pak Jumadi. Rasanya sekarang sudah ga ada bagian yang luput dari mulut si bapak pada tetekku, seperti halnya yang dilakuin Bu Siska sepanjang siang sampai petang ini kepadaku.

"Engghh... engga, Pak, ga sempet mandiii... soalnya udah malemmm... kan saya harus pulang, ooohhh..."

Pak Jumadi kayaknya makin ga tahan. Sekarang dia lepas kancing celananya, terus keluarin kontol gemuknya yang sudah mengeras dari balik celana dalam. Celana panjang dan dalamannya sendiri langsung melorot ke kaki, bikin kontolnya menggantung bebas. Aku ngerasain kontol tegang itu pun menempel-nempel ke bawah perutku yang masih berbalut rok abu-abu.

"Neng, langsung aja, ya? Saya udah ga tahan, nih." Tangan Pak Jumadi yang lihai itu langsung menyelinap ke balik rok panjangku. Dia agak kaget ketika mendapati bahwa aku ga memakai celana dalam. Jari-jari kasarnya itu pun meraba bibir memekku, yang memang sudah basah dari tadi. "Nih, Eneng juga udah becek banget. Gampang lah dimasukkinnya."

Aku mengangguk pasrah. Ku biarkan Pak Jumadi yang mulai menyingkap rokku ke atas, lalu dia mengangkat sebelah kakiku sambil dia renggangkan selebar mungkin. Dia kemudian memposisikan kontol tegangnya ke bibir memekku. Aku spontan ingin mendesah karena merasa kegelian, tapi segera kugigit bahu Pak Jumadi agar suaraku ga keluar.

"Saya masukin, ya, Neng," bisiknya di sisi kiriku. Meski pakai hijab, tapi bisikannya kedengaran jelas, kok.

Pak Jumadi mulai arahin kepala kontolnya ke bibir memekku. Dia gesek-gesek supaya kepala kontolnya ikut licin terkena lendir memek. Aku cuma bisa menggigit bahu Pak Jumadi lebih keras, karena sensasi geli yang aku rasain di bawah sana terasa makin intens. Kemudian, Pak Jumadi mulai ngedorong kontolnya masuk ke lubang memekku. Pelan. Baru masuk sepertiga kepalanya, langsung dia tarik lagi. Lalu dia dorong lagi lebih jauh, habis itu dia tarik lagi. Begitu terus, sampai setengah bagian kontolnya masuk.

Aku yang sedang menanti-nanti kontol Pak Jumadi untuk masuk sepenuhnya ke memekku, sampai menahan nafas karena tegang. Meski sekarang setengah bagian kontolnya sudah masuk, tapi rasa gatal dan greget di dalam memekku masih terasa. Aku ingin dimasuki lebih dalam lagi!

Dan kayaknya, Pak Jumadi menangkap keinginanku. Dia lalu mengangkat kakiku yang satunya. Kedua kakiku sekarang terangkat, dengan posisi melipat dan belakang lututku dia topang dengan kedua lengannya. Badanku mengangkat dan bertumpu pada lengan Pak Jumadi, dan aku lumayan kagum dengan kekuatannya yang sanggup menopang badanku.

Sementara badanku terangkat dan kakiku mengangkang lebar, Pak Jumadi kembali mendorong kontolnya supaya masuk lebih jauh ke memekku. Tadinya, aku pikir Pak Jumadi akan mendorong pelan, seperti yang tadi, tapi...

"HHHNNNGGGGGGHHH!"

Erangan kaget lolos keluar dari celah mulutku yang sedang menggigit keras bahu Pak Jumadi. Dia ternyata langsung mendorong kontolnya kuat-kuat hingga mentok di memekku, dan aku yang ga siap dengan kejutannya jadi kaget banget. Apalagi sodokan mentoknya terasa enak banget, bikin aku otomatis mengerang. Lalu disusul dengan rasa gemetar di sekujur badanku, seiring rasa geli, keenakan dan ingin pipis yang meledak-ledak spontan terasa di memekku. Aku langsung orgasme di penetrasi pertama.

"Pak, Pak, Pak... memek saya masih... ahhh, ahhh, ahhh, oooouuhhh... OOOOHHNNGGGMMMFFFF!" Aku spontan kembali menggigit bahu Pak Jumadi untuk meredam desahan. Sementara, Pak Jumadi yang ga peduli kalau memekku masih sensitif habis orgasme, justru langsung menggenjot memekku dengan liar dan cepat. Kontolnya yang keluar dan masuk di memek sensitifku bikin dinding memekku terstimulasi lebih gila lagi. "HHHNNGGG! MMMMFFFF... MMMMFFFFHHH... OOOHHH... OOOHHHH... EEEERRRGGHHH!"

Aku sudah ga peduli lagi kalau memekku sedang digenjot habis-habisan oleh Pak Jumadi. Yang aku rasain sekarang cuma rasa nikmat yang datang bertubi-tubi, dan ga kasih aku jeda bahkan untuk bernafas. Tanganku pun memeluk erat punggungnya, melingkar dari bawah ketiak hingga mencengkeram bahunya. Sementara kedua kakiku kini mengapit pinggangnya yang masih terus bergerak maju dan mundur, dan kedua tangannya kini mencengkeram dua bongkah pantatku sambil menopang berat badanku.

Aku pun ga tahu sudah berapa lama aku digenjot dalam posisi ini. Yang aku tahu cuma rasa enak ketika kontol Pak Jumadi keluar-masuk di memekku, dan tiap kontolnya masuk tuh rasanya sampai mentok banget. Aku juga ga ingat sudah berapa kali aku orgasme. Yang jelas, karena ketika orgasme aku ga diberi jeda untuk merilekskan memekku yang super sensitif, jadinya memekku makin gampang untuk meraih orgasme berikutnya, lalu berikutnya lagi, dan seterusnya.

Ga ada lagi desahan verbal yang keluar dari mulut kami. Cuma nafas tersengal dari Pak Jumadi di kupingku, dan erangan tertahan dari mulutku yang masih menggigit bahunya. Lalu ku dengar nafas Pak Jumadi makin ga teratur. Makin memburu. Hujaman kontolnya juga makin cepat dan kasar. Kayaknya dia juga mau orgasme. Makin eratlah jepitan kakiku di pinggangnya, dan pelukanku pada punggungnya. Hatiku jadi bersemangat karena tahu kalau Pak Jumadi akan segera ngeluarin pejunya sebentar lagi.

Dan pada satu hentakan kuat, kontol Pak Jumadi melesak sampai mentok di memekku. Rasanya mentok banget, hingga aku merasa kalau kepala kontol Pak Jumadi sampai mencium bibir rahimku. Tentu saja, ini kasih efek nikmat yang jauh lebih gila dari yang sebelumnya aku rasain. Saking enaknya, aku sampai mengejan hebat. Apalagi saat kontol Pak Jumadi terasa berdenyut kencang saat mentokin memekku. Denyutannya berbalas dengan denyutan pada dinding memekku, dan ini bikin kontol Pak Jumadi memuncratkan pejunya. Sumpah, kerasa banget pejunya menyemprot kuat beberapa kali saat kontolnya berdenyut terus.

Semprotan peju Pak Jumadi bikin aku orgasme untuk kesekian kali. Yang ini bahkan sampai bikin lututku gemetar heboh. Aku pun pasrah saja, saat pipis enakku bermuncratan dengan derasnya karena efek orgasme yang ga bisa aku tangani.

Pak Jumadi pun masih terus mentokin kontolnya ke memekku, bahkan lama setelah pejunya ga lagi bermuncratan. Kayaknya dia kesulitan mau cabut kontolnya, soalnya pinggangnya masih terjebak di antara jepitan melingkar dari kedua kakiku. Baru setelah badanku berhenti mengejang, kakiku mulai lemas dan lunglai. Aku pun lepasin jepitanku pada pinggangnya, lalu kembali menapak tanah. Setelah itu, Pak Jumadi perlahan cabut kontolnya.

Begitu badan kami ga lagi terkoneksi, aku langsung jatuh duduk. Lututku lemas banget, rasanya sampai gemetar kalau berdiri. Aku pun memandang kosong. Rasanya orgasme yang terakhir membuatku hilang akal. Kupandangi kontol Pak Jumadi yang sudah mulai lemas. Kontol basah yang kelihatan mengkilap karena licin terkena lendirku. Aku ingin ngomong sesuatu, tapi otakku ga sanggup memprosesnya, dan mulutku akhirnya cuma bisa bergerak-gerak tanpa mengeluarkan suara.

Pak Jumadi pun berkata sesuatu, tapi aku ga bisa fokus sama apa yang dia katakan. Akhirnya, Pak Jumadi pergi setelah beres-beres, ninggalin aku yang masih duduk di lantai kotor, dengan seragam membuka yang mengekspos tetekku, hijab yang sudah berantakan, dan kacamata yang letaknya sudah ga simetris.

Setelah agak lama, aku akhirnya kembali bisa menguasai diri. Pak Jumadi juga balik lagi. Ternyata tadi dia sedang keluarin motor dari kontrakan sebelah. Saat balik menjemputku, Pak Jumadi tertawa melihatku yang seperti orang kebingungan karena kebanyakan bengong.

"Masih belom sadar, Neng?" tanyanya, sambil membantuku berdiri.

Setelah susah payah berdiri, ternyata lututku masih lemas. Jadinya aku langsung bersandar di dinding supaya ga jatuh lagi. "Udah, Pak. Cuma badan saya lemes banget, nih," jawabku.

Ga disangka, Pak Jumadi mau untuk pasang kancing seragamku seperti semula. Dia juga pakaikan jaketku. Saat sedang pakai jaket, aku agak kaget ketika menyadari kalau ada sesuatu yang mengalir keluar dari selangkanganku, dan turun melewati pangkal paha.

"Sini, saya bantu ke motornya, yuk. Tapi cepet, ya, takut ketauan orang."

Aku mengangguk, kemudian ngebiarin Pak Jumadi memapah badanku hingga ke motor. Aku juga dibantu untuk naik ke jok belakang, dan si bapak segera naik setelahnya. Motor pun dinyalakan, dan kami berdua buru-buru pergi dari tempat itu.

Sepanjang jalan, aku ga bicara sepatah kata pun. Aku terlalu lemas dan malas untuk ngomong. Tapi kurekatkan badanku ke badan Pak Jumadi. Aku peluk erat, sambil kusandarkan kepalaku ke punggungnya.

Ahhh... jadi ini yang namanya rasa tenang sehabis orgasme. Ini perdana aku rasain, dan rasanya menyenangkan. Tapi setelah kupikir ulang, aku butuh berhari-hari tersiksa oleh rasa horny dan puluhan orgasme buat mencapai fase ini. Gila. Panjang juga prosesnya.

Ah, bodo amat, deh. Aku ga mau mikir apa-apa lagi.


———


Sesampainya di depan pagar rumah, aku langsung lepas helm yang baru aku pakai saat baru masuk gerbang komplek, dan kuberikan ke Pak Jumadi. Karena aku tahu orang tuaku sudah menunggu di teras, aku jadi pura-pura cek HP di depan Pak Jumadi.

"Pak, bayarnya sudah pakai gopay, ya," kataku, sambil menghadap ke Pak Jumadi dan memberi kedipan mata sebagai kode.

Untung si bapak ini sigap. Dia langsung lihat HP-nya, terus acungin jempol ke aku. "Udah masuk, Neng. Sip, sip. Jangan lupa kasih ratingnya bintang lima, ya, Neng," balas dia.

Aku mengangguk pelan. Karena aku sedang memunggungi orang tuaku, jadi mereka ga bisa lihat kalau sekarang aku sedang menatap Pak Jumadi dengan tatapan nakal penuh nafsu dan gigi yang menggigit bibir bawah. Lalu aku balik badan, dan segera buka pintu gerbang kecil. Umi buru-buru menyambutku yang baru masuk garasi, sementara Abi sedang telponan, entah dengan siapa. Tapi Abi sempat menyambut salimku, tersenyum, lalu masuk duluan ke dalam.

"Abi kamu tuh udah was-was aja dari tadi," Umi menepuk pundakku, pelan, "tumben banget kamu pulang jam segini. Lama tadi pelajaran tambahannya?"

"Lumayan, Umi. Tadi ada ekskul ROHIS, terus abis itu ikut remidial di rumah Bu Siska. Kan kemarin lusa Dea ga masuk, karena sakit. Jadi ga ikut ulangannya Bu Siska," jawabku. Gila, lancar banget bohongku ke Umi.

"Bu Siska tuh baik, ya. Umi seneng deh kamu punya guru yang perhatian."

"Iya, Umi. 'Baik' banget. Dea kayaknya disayang deh sama Bu Siska."

Umi pun tersenyum lega mendengar apa yang aku bilang. Lalu Umi mengajakku masuk ke dalam rumah, sebelum akhirnya menutup dan mengunci pintu depan. Mengurungku di rumah yang para penghuninya bisa saja kalap dan membantaiku kalau mereka tahu bahwa, di balik jaket, seragam, hijab dan rok panjang yang kupakai ini, tersembunyi badan penuh cupang di leher dan dada, dan peju di dalam memek dan paha.

Dan aku malah menikmati sensasi takut ketahuannya. Entah, mungkin aku sudah sakit jiwa.





Nympherotica♡
 
Ane dapet info dari lapak sebelah klo agan nulis cerita juga :cool::cool:

Ane numpang titip bangku disini ya, pengen baca cerita Dea dulu disini :beer:
 
Terakhir diubah:
Ternyata.... BRUTAL AMAT NIH CERITA!! ASLI DAH WKWKWKWKWK :aduh: :aduh: :aduh:
Si Dea yang diracunin ama si Juned.. eh si Jumadi ujung2nya jadi "aus" melulu bawaanya ampe gurunya yang samaan gender diembat :pandaketawa::panlok2:



Makasih juga gan buat informasi seputar feromonnya di sela2 cerita. Kebetulan ane juga bikin cerita yang berhubungan sama unsur feromon2 itu, cuman gak terlalu spesifik banget sih ngasih taunya, bahkan sekelibat doang wkwkwk

Makasih udah buat cerita se dag dig dug ini. awal ane baca si MC ternyata masih sekolah. takutnya kena ciduk momod gak nih gegara masih sekolah si Dea, tapi udah bandel bener gara2 nenggak cairan cinta Jumaidi.... eh Jumadiiii :pandaketawa:
 
Ternyata.... BRUTAL AMAT NIH CERITA!! ASLI DAH WKWKWKWKWK :aduh: :aduh: :aduh:
Si Dea yang diracunin ama si Juned.. eh si Jumadi ujung2nya jadi "aus" melulu bawaanya ampe gurunya yang samaan gender diembat :pandaketawa::panlok2:



Makasih juga gan buat informasi seputar feromonnya di sela2 cerita. Kebetulan ane juga bikin cerita yang berhubungan sama unsur feromon2 itu, cuman gak terlalu spesifik banget sih ngasih taunya, bahkan sekelibat doang wkwkwk

Makasih udah buat cerita se dag dig dug ini. awal ane baca si MC ternyata masih sekolah. takutnya kena ciduk momod gak nih gegara masih sekolah si Dea, tapi udah bandel bener gara2 nenggak cairan cinta Jumaidi.... eh Jumadiiii :pandaketawa:

Oh iya yah, batasnya kan 18 dan harus udah lulus sekolah wkwkwkwkwk
Apa dirubah aja jadi anak baru kuliah ya, hu?
 
Bimabet
ya coba aja diubah, dariapda syg dibredel kan cerita bagus gini
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd