Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Foolish Love (Those Were The Days)[ 2019]

Foolish Love (Those Were The Days)



Present



Senja hari disebuah villa di pinggir kota, seorang wanita sedang menikmati persetubuhannya di atas ranjang. Rambutnya terurai basah dan tubuhnya bermandikan peluh. Sambil tak hentinya melenguh, ia terus mengoyangkan pinggulnya. Dengan posisi WOT, wanita itu terlihat sangat mendominasi permainan. Ia tak hentinya menggenjot dan bergoyang dengan binal, berusaha meraup kepuasan dan kenikmatan nafsunya. Sesekali ia menengadahkan kepala, tangannya meremas payudaranya sendiri, diiringi erangan dan desahan.



“Arrhh… yaaang aaakkuuu maauu saampai.…” pekiknya sambil mempercepat goyangan. Ia meraih tangan lawan mainnya dan mengarahkan pada payudara agar diremas. Lawan mainnya pun mengerti apa yang wanita itu inginkan, dengan sigap ia langsung meremas kedua bongkah daging itu dengan lembut, dan sesekali menarik pentil payudara wanita itu.



Seeerrrrr..!!



“Yaaanngg aaakuuuu keeeluaaar…” tanpa melepaskan penis yang masih tegang dalam vaginanya, tubuh wanita itu langsung ambruk menindih lelakinya. Senyumnya tersungging puas di antara engahan nafasnya. Senyum kepuasan terpancar pada wajahnya yang berpeluh.



“Kamu puas sayang?” ujar lelaki itu sambil mencium ubun-ubun kepala wanita itu.



“Puass.. saaangat puas.. tapi kamu kan belum keluar, sayang. Masih keras nih… bentar yah aku istirahat dulu!” wanita itu menjawab dengan lemas lalu mencium bibir lelaki tersebut.



“Aku sih belum puas tapi keburu malam.. nanti kamu dicari keluargamu..” jawabnya dengan tangan yang sesekali iseng meremas payudara wanita itu.



“Gapapa.. aku gak mau puas sendiri, aku pengen kita puas bersama..” jawabnya sambil tersenyum, lalu digoyangkan pinggulnya.



Kemudian wanita itu mengangkat pinggulnya hingga penis yang masih tegang itu terlepas dari liang vaginanya. Lalu direbahkannya tubuhnya di samping lelaki itu seraya berbisik menggoda, satu tangannya ia gunakan untuk mengocok penis yang masih tegang dan basah oleh cairan cintanya.



“Tuh kan masih keras… hihi!!” tawanya genit.

“Kamu nih.. bener-bener buat aku gak bosen kalo ama kamu, selalu mancing gairah aku.”



Lelaki itu langsung berbalik merangkul dan mulai menciumi leher untuk memancing gairah wanita yang ada disampingnya. Sesekali jilatan lidahnya menyusuri setiap inci dari kulit leher terus hingga ke belakang telinga merangsang membangkitkan gairah.



“Ouuughhh yaaaaangg.. ggeeellii.” desah wanita itu, membuat lelaki itu makin beringas menciuminya, dibalikan tubuh wanita itu, ciumannya mulai menjalar ke arah payudara, dan dengan nakal kedua tangannya meremas lembut.



“Sruuppp…!!” tiba-tiba ia mengulum dan menghisap putingnya.



“Terruuussss hisap yaaaangggg oogghh..!!!” sang wanita makin melenguh, saat titik sensitifnya terkena sapuan mulut lelaki itu.



“Koookk kamuuu ssuka seekalli neeeteee yanggg..??” erangnya sambil memejamkan mata, menikmati cumbuan pada payudaranya, lalu lelaki itu beringsrut mendekatkan wajahnya sambil berbisik, “Habisnya susu kamu ngegemesin. Apalagi kalo ada air susunya, tiap hari aku pasti bakalan nete terus.” jawabnya sambil tersenyum.



Wanita itu lalu menarik kepala lelakinya lalu melumat bibirnya, setelah terlepas ia berkata, “Tunggu 7 bulan lagi, sayang. Pasti kamu bakalan ngerasain air susunya.” jawabnya lembut.



“Haaa kamuuu..??” lelaki itu terkejut mengetahui apa yang terjadi, sedang wanita itu tersenyum sambil menggangguk.



“Udah jalan dua bulan… aku sedang hamil anakmu, yang.” sambil mengusap kepala lelaki itu.



“Terus kalo suami kamu tau itu hamil oleh aku gimana?” tanyanya sambil tak henti melumat puting payudara wanita itu.



“Yaa jangan sampe tau dong… yang jelas aku puas ama kamu. Dah.. yang jelas itu urusan aku, sekarang ayo puasin aku sebelum keburu malam.” jawabnya. Lalu wanita itu bangkit dari tidurnya lalu didekatinya penis yang masih tegang.



“Karena ini yang aku bikin puas..” ujarnya lalu mulai menciumi dan mengulum penis itu. Sedang asik-asiknya mereka saling mencumbu dan memberika rangsangan kepuasan, tiba-tiba…



Brrrrraaaakkkkkk!!!



Segerombolan orang berpakaian seragam mengerebek tempat itu dan mengelilingi ranjang yang sudah acak-acakan dimana pasangan yang sedang memadu kasih itu berada. Sontak kedua insan tersebut tidak sempat menutupi tubuh mereka, dan hanya saling bersandar berdempetan pada tembok sambil menutup daerah sensitif masing-masing dengan tangan mereka.



“ANNISSA…… ARDI……. KAAALLLIAAANNN….. APAA YANG KALLIAAN LAKUKANNN?!!! AARRGGGHH DASAR KAALIAAAAAN BRENGSEK!!!” Tiba-tiba muncul seseorang dari belakang para petugas berseragam itu.

“KKKAAAANG AAAHHHMMMAADD??” wanita yang dipanggil Anissa itu menjerit histeris saat mengetahui siapa yang datang memergokinya.



Tiba-tiba dan tanpa terduga, dari belakang lelaki tersebut muncul dua pasang anak remaja yang berlari menerjang lelaki yang sedang bertelanjang.



“AANNNJJIINNNGGG….. KAAAUUU APAKAN IBUKU?”



Seorang bocah laki-laki menghambur dan melompat menendang lelaki yang masih berbugil ria itu, diikuti gadis remaja di belakangnya. Gadis itu meraih lampu meja yang tak jauh dari ranjang dan mengayunkannya untuk menghantam kepala lelaki itu.



Buggg…!!!!



Tendangan bocah itu mengenai dada lelaki itu hingga ia meringis menahan sakit. Belum selesai… dari arah samping, gadis belia itu dengan nafsu amarahnya memukulkan lampu meja sekuat tenaga pada kepala lelaki itu.



“ANNIINNDAAA JAAANGAAANNN??” teriak Anissa.



Tanpa memedulikan kondisinya yang tanpa busana, ia refleks menarik tangan gadis itu agar menjauh tapi tanpa sengaja tarikan tangannya membuat tubuh gadis remaja yang bernama Aninda itu terpental jatuh di samping ranjang dan kepalanya terbentur mengenai sudut meja hingga terluka dan jatuh pingsan.



Sontak orang-orang yang tak sempat menghalangi dua bocah itu bergerak memisahkan mereka.



“ANINDA….!!!” jerit lelaki yang bernama Ahmad sambil meraih gadis yang telah pingsan dan berlumuran darah pada kepalanya.



“….NIIIINDAAAA…” teriak bocah lelaki dengan amarah yang tak terkira melihat kondisi adiknya. Sontak ia menendang wajah Anissa dengan penuh amarah. Anissa pun terjengkang ke atas kasur.



Beberapa petugas keamanan pun mulai bergerak mengamankan bocah dan meringkus lelaki lawan main Anissa. Sementara Ahmad langsung bergerak cepat menggendong Aninda dan membawanya keluar.



Dengan tergopoh Anissa menutupi tubuhnya dengan seprei, kepalanya terasa begitu pening akibat tendangan bocah tadi. Setelah membalut tubuhnya dengan seprei, ia segera turun dari ranjang untuk mengejar Ahmad.



“DIAAAMMM DI SITU, JANGAN DEKATI NINDA…!!!” teriak Ahmad dengan geram sambil menunjuk muka Anissa. Hal itu sontak membuat semua orang yang ada disitu terdiam sejenak, karena tak menyangka orang sekalem dan sesabar Ahmad bisa murka sedemikian rupa.



Langkah Anissa terhenti, ia pun tak mengira bahwa Ahmad yang ia kenal sebagai pria lembut bisa marah seperti itu.



“Kkkaaaanggg… aaakkuu…. hiikkss mmaaaffkan akku… aakkuuu..” tubuhnya bergetar, rasa sesal dan bersalah menyelimuti hati Anissa apalagi tanpa sengaja membuat putri bungsunya terluka.



Tanpa memandang Annisa, Ahmad berdiri dan meninggalkan ruangan itu sambil menggendong Aninda. Anissa yang merasa tidak dihiraukan oleh Ahmad hanya bersimpuh di lantai sambil sesegukan menangis, lalu ia menoleh kearah bocah yang sedari tadi memandang tajam dirinya.



“Nanddaaa, maaaffkan ibumu nak, iibuuu.. hiikkss.”



“IBU… KAU INGIN AKU MEMANGGIL KAMU IBU? APA KAMU PANTAS JADI IBU AKU? APA ADA SEORANG ANAK YANG TEGA MENENDANG WAJAH IBUNYA? MELIHAT DIRIMU SEKARANG PUN AKU RASA KAMU TAK PANTAS JADI IBU KU!!” ujar bocah yang bernama Nanda tersenyum sinis.



Anisa pun langsung bersimpuh tertunduk di lantai, ia menangis dan meratapi betapa hancurnya dirinya sekarang ini. Ia yang seharusnya bisa hidup bahagia bersama keluarga, kini hanya bisa meratapi dan menyesali ulah perbuatannya sendiri. Kebahagiaannya telah hancur oleh karena ulahnya sendiri yang tak kuasa menahan godaan kenikmatan sesaat di dunia barunya ini.




--- oo0oo --​



Tiga tahun sebelumnya….



Di perbatasan Provinsi Jawa Barat yang jauh dari keramaian kota, Anissa Puji Astuti (32 tahun) adalah seorang wanita lugu dan sholehah. Suaminya bernama Ahmad Darmawan (34 tahun). Mereka memiliki 2 orang anak. Putra pertama mereka bernama Ananda Rizki Ramadhan (14 tahun) dan putri bungsunya bernama Aninda Fitri Ramadhani (12 tahun).



Seperti seorang istri dan seorang ibu pada umumnya, Anissa ingin agar ia dan keluarganya mendapatkan kehidupan yang bahagia dan berkecukupan. Ia tak ingin putra-putrinya bernasib sama seperti dirinya yang merupakan anak sebatang kara tanpa orang tua karena kedua orangtuanya telah meninggal dunia saat dirinya masih balita. Anissa pun besar di sebuah Pondok Pesantren milik kenalan orang tuanya dulu.



Keanggunan dan kecantikan yang Anissa miliki, membuat Ahmad salah seorang putra tokoh desa dan boleh dibilang seorang pengusaha sukses di bidang material di wilayah itu pun jatuh hati. Dan tak butuh waktu lama setelah mereka berkenalan, Ahmad pun melamar Anissa.



Setelah mereka menikah dan dikaruniai dua orang anak, Ahmad atas desakan para warga mencalonkan diri menjadi kepala desa sampai akhirnya terpilih. Karena kepiawaiannya, Ahmad pun terpilih dua periode berurut-turut memimpin desanya. Dan di saat popularitas suaminya menanjak tiba-tiba ada penawaran dari salah satu parpol yang terkenal untuk mengusung suaminya menjadi seorang bakal calon anggota legistatif.



“Kang, apa akang gak menerima tawaran mereka?” ujar Annisa sambil menyandarkan kepalanya di dada Ahmad suaminya.



“Bukan akang gak mau menerimanya, tapi akang belum siap menghadapi semua godaannya, apalagi amanat yang diberikan pada akang sangatlah berbeda dengan ketika akang menjabat sebagai kepala desa.” jawab Ahmad sambil mengusap lembut punggung Anissa.



“Iya sih kang, tapi kesempatan ini gak akan datang dua kali. Nissa kepingin anak-anak kita bisa bersekolah di kota dan memiliki hidup yang lebih baik daripada ibunya.” timpal Annisa sambil lembut Ahmad.



“Sfuuuuhh..” Ahmad hanya menghela nafas seperti sedang ada yang dipikirkan.



“Nissa percaya kok sama akang. Akang pasti bisa menghadapi semua godaan itu, lagian Nissa akan terus berada di samping akang, selalu mengingatkan akang terus dan terus tanpa henti.” Anissa tersenyum lalu dikecupnya bibir suaminya dengan lembut.



Ahmad hanya tersenyum setelah menerima kecupan di bibirnya, lalu mengelus lembut rambut Anissa dengan mesra.



“Nis, makasih kamu percaya pada akang. Tapi bukan hanya untuk akang saja godaan itu akan datang, tetapi pada kita semua.” jawab pelan Ahmad.



“Kita semua belum pernah tinggal di kota besar, aku gak mau anak-anak kita pun pasti terpengaruh Nis.. Dan… aku pun khawatir akan dirimu!!” lanjut Ahmad sambil sedikit mendesah mengeluarkan kekhawatiran dalam pikirannya.



“Maksud akang… akang gak percaya ke Nissa? Terusss Nissa bakalan terpengaruh kehidupan kota?” dengan nada sedikit tinggi Nissa bangkit dari rebahannya.



“Bbuukan… Bukan gitu.. bukan akang gak gak percaya ke Nissa tapi..!!” Ahmad tak melanjutkan ucapannya saat melihat wajah Nissa yang sedikit kecewa padanya.



“Kaangg.. Nissa dari 4 tahun hidup di pesantren, Nissa menimba ilmu agama di sana hampir 16 tahun. Nissa tahu, kang, mana pergaulan yang baik dan mana yang gak baik, dan sekarang akang meragukan Nissa. Sudah hampir 13 tahun kita hidup bersama, seharusnya akang udah mengenal Nissa bahwa Nissa akan mampu menghadapi itu semua!!” masih dengan nada tinggi.



Ahmad pun bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap Anissa, tangannya memegang kedua pipi istrinya sambil tersenyum untuk memberikan ketenangan.



“Niss, akang percaya kok sama kamu, kamu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yang akang takutkan adalah cobaan dan godaan itu mungkin datang pada saat kamu berada di titik terlemah kamu, apalagi di saat akang tak ada untuk melindungi kamu. Dunia kota penuh dengan persaingan dan orang bisa melakukan segala macam cara untuk menghancurkan semua yang dianggap penghalang dalam mencapai tujuan. Akang juga gak tau siapa lawan atau siapa kawan yang berada di dekat kita, akang takut semua itu menimpa kita khususnya kamu, tapi ya sudahlah… kalo emang kamu siap menghadapinya, kita akan bersama-sama akan mencobanya.” ujar Ahmad sambil tersenyum dan akhirnya Ahmad pun menyanggupi permintaan Anissa, hatinya luluh saat melihat wajah kecewa pada istrinya, biar bagaimana pun juga Anissa adalah istri yang paling ia cinta dan sayangi sepanjang hidupnya.



“Sudah jangan cemberut terus, entar cepet tua dan cantiknya ilang, senyum dong… yuk akh tidur, dah malam, lagian akang lagi pengen nih.. Malam Jumat.” sedikit berbisik menggoda dengan menjembil kedua pipi Anissa.



“Ih akang, ga mood sebel.” Anissa pun berbaring dengan memunggungi Ahmad, ia masih memperlihatkan kekecewaannya, walaupun di dalam hatinya ia merasa bahagia karena suaminya telah luluh dan mau menuruti kehendaknya.



Ahmad pun memeluk Anissa dari belakang, dikecupnya tengkuk istrinya. Dia tau titik sensitif Anissa adalah di tengkuknya, dijilatnya perlahan tengkuk istrinya dan mulai menjalar ke belakang telinga.



“Kkaaangg.. udah dong geli… gaakkk maauu.. akhhh.” desah Anissa dengan mata terpejam. Ia mencoba menepis dan masih merajuk menunjukkan kekeselannya walaupun tak dipungkiri bahwa ciuman Ahmad menaikan birahinya.



Ahmad tidak menyerah, ia malah menyelipkan tangan kirinya ke balik daster istrinya dan meremas lembut bongkahan daging di dada Anissa yang tanpa kutang. Anissa pun pasrah, ia hanya diam menikmati rangsangan Ahmad. Tanpa butuh waktu lama Ahmad pun telah melucuti daster Anissa, sehingga tubuh istrinya hanya tinggal berbalut celana dalam berwarna krem.



“Niiiss.. ssluuuurrp akang mohon kamu jangan pernah berubah.. hmmmp terus bersama akang, apapun yang akan terjadi nanti.. jangan pernah berhenti mengingatkan akang.” cumbuan Ahmad mulai beralih pada payudara Anissa dan mulai mengenyot puting kanannya. Rangsangan Ahmad pun membuahkan hasil, Anissa pun mulai mendesah menikmati sentuhan-sentuhan lembut Ahmad.



“Aaakkhhhh… kaaang..” sambil menekan kepala Ahmad pada dadanya.



“Bbeenner yah kkkanngg, daaann Nissa jjaaanji akaann slalu ddissamping akanggg,… ooouugghhh.” Anissa pun mulai melenguh dan mulai melayani suaminya, mereka pun tenggelam dalam kenikmatan persetubuhan sebagai suami istri.



Satu jam kemudian setelah merengkuh kenikmatan, mereka pun beristirahat meredakan nafas masing-masing yang masih terengah-engah. Tubuh polos Anissa menyandar memunggungi Ahmad yang sedang mencoba memejamkan mata sambil memeluknya.



“Kang, Nissa tau godaan disana lebih kuat, tapi Nissa gak akan gampang terpengaruh apalagi untuk berselingkuh di belakang akang. Nissa gak akan mudah melakukannya.” Anissa membuka suara.



“Yah.. akang percaya kok.” sambil mengangguk dan mengecup tengkuk istrinya.



“Tapi..!!” Anissa sedikit tertahan, lalu dilepaskannya pelukan Ahmad dan tubuhnya berbalik menghadap lalu kedua tangannya memegang pipi Ahmad. Ahmad pun menatap dalam mata istrinya.



“Kalo akang ngelakuin yang gak bener apalagi sampe berselingkuh, Nissa gak akan segan meninggalkan akang bersama anak-anak.” dengan tatapan tajam dan nada serius.



“Hhmm..” Ahmad hanya menanggapi dengan tersenyum.



“Dan begitu juga kalo sebaliknya, Nissa terima jika akang ama anak-anak ninggalin Nissa.” dengan lantang menyakinkan Ahmad agar mau mengikuti keiinginannya, Ahmad hanya menatap tajam pada Anissa.



“Ihh akang malah bengong, ini beneran Nissa pasti gak akan buat yang gak-gak apalagi kalo Nissa sampe selingkuh. Nissa yakin… berbekal ilmu agama Nissa gak akan mudah tergoda. Supaya ngeyakinkan akang, nih janji sumpa Nissa… kalo itu terjadi tanpa akang suruh, Nissa akan lebih dulu pergi meninggalkan akang dan anak-anak. Daripada akang sama anak-anak menanggung malu, biar Nissa yang tanggung sendiri aja.” cerocos Anissa.



“Kok jadi ngawur gitu sih omongannya, denger yah… semua itu gak akan pernah terjadi, apalagi kita dah berumah tangga 14 tahun lebih, seharusnya kita bisa saling percaya, saling mengingatkan dan menjaga satu dengan yang lainnya, bukannya punya pikiran jelek seperti itu. Sampai-sampai kamu menilai akang punya niat untuk berselingkuh… hmmm atooo jangan-jangan emang kamu dah diniatin yah untuk selingkuh.” jawab Ahmad sedikit menggoda, sambil menjiwil pipi Anissa.



“Iiihh enggak… akang mah gitu.. diajak serius ngobrolnya malah becanda terus.”



“Lagian kamu ngomongnya kejauhan. Daftar calon aja belum, yang jelas kita jalanin aja. Selama kita saling percaya, akang rasa kita akan baik-baik aja. Hmm.. ooh iya tabungan akang kelihatannya udah cukup buat beli rumah idaman kamu. Kamu kan punya impian pengen beli rumah di bukit deket pantai waktu itu, gimana kalo minggu ini kita ke sana dan cari rumah baru untuk kita.” Ahmad sedikit mengalihkan obrolan.



“Tuhh kan… akang mah bisa aja ngebelokin.. bodo akh udah gak minat..” ujar Anissa sambil langsung berbalik kembali memunggungi suaminya. Ahmad pun tersenyum melihat kelakuan istrinya.





Dan di malam itu pun mereka tenggelam dalam kehangatan kemesraan suami-istri hingga tak terasa mereka pun tenggelam dalam mimpi indah tentang harapan-harapan mereka.


---oo0oo---​


Telah satu bulan Ahmad dan keluarganya pindah dan mendiami sebuah rumah tugas di kota. Ahmad akhirnya lolos dan terpilih sebagai salah satu anggota legistatif tingkat 1. Anissa pun merasakan bahagia yang tak terkira, kini semua harapan dan impiannya telah terwujud. Ia yang dulu hanya berpakaian kerudung sederhana, sekarang telah berubah tampilannya. Meskipun berkerudung, Anissa nampak semakin cantik dan modis. Hal ini ia lakukan untuk menjaga image suaminya yang notabene adalah wakil rakyat.



Di awal-awal Ahmad bekerja, Anissa selalu mengikuti suaminya dalam berbagai acara, tapi itu hanya beberapa bulan. Setelah 5 bulan Ahmad bekerja, ia mulai merasakan kesepian dalam kehidupannya, dirinya sering ditinggal sendirian dirumah tanpa teman. Ahmad yang selalu sibuk dinas seringkali mengikuti kunjungan-kunjungan keluar kota tanpa dirinya, ditambah kedua putra-putrinya yang juga telah sibuk mengikuti pelajaran di sekolah. Memang sesekali Anissa sering ikut hadir dalam acara arisan ibu-ibu di lingkungan kerja suami atau mengikuti kegiatan yang menunjang karier suaminya untuk menghilangkan kejenuhan dan kesepiannya.



Disuatu hari…



Sebelumnya saat Anissa menelepon Ahmad.



“Kang, kapan sih pulangnya masa gak ada waktu diem di rumah?” dengus Anissa.



“Nissa sayang, kan akang lagi jalanin tugas program kerja langsung dari pusat. Akang kan gak bisa nolak.” jawab Ahmad lembut.



“Tapi kan seharusnya akang sempet-sempetin dong dua hari libur, ini mah sekalinya pulang akang langsung pergi lagi, kapan dong akang punya waktunya untuk aku dan anak-anak?” cerocos Anissa yang tak terima dengan kesibukan Ahmad.



“Iiiya iyaa akang janji, sehabis ini kelar akang akan cuti, kita sempetin liburan ama anak-anak.” bujuk Ahmad.



“Basiii.. dari bulan kemaren janji-janji terus.” ketus Anissa.



“Iya.. iya.. kali ini akang gak akan ingkar deh, akang janji katanya Nissa pengen ke Bali, kita pergi kesana. Oh Nis, akang denger kamu suka jalan ama kelompok bu Christin yah?” tiba-tiba suara Ahmad berubah serius.



“Awas kalo bohong, Nissa kejar janji akang.. truss hmm … Akang tau dari mana Nissa jalan ama kelompoknya bu Christin? Cuma beberapa kali Nissa ikut mereka, itu pun ngumpul-ngumpul di cafe aja untuk ngilangin rasa jenuh, emangnya kenapa kang? ” jawab Anissa.



“Nggak. Kebetulan temen akang liat kamu jalan ama mereka. Akang cuma ngingetin supaya kamu jangan terlalu dekat ama mereka, akang kurang begitu sreg dengan mereka..” jawab Ahmad dengan intonasi tertahan membuat Anissa penasaran.



“Emang kenapa sih? Apa Nissa gak boleh bergaul dengan mereka? Kami cuma ngobrol-ngobrol gitu aja, mereka baik kok. Lagian ini kan gara-gara akang jarang di rumah, terus anak-anak sibuk dengan kegiatan mereka. Cuma mereka yang bisa nemenin Nissa.” sedikit membela diri.



“Ya sudah.. akang cuma ngingetin aja supaya hati-hati. Yaudah dulu, entar akang telepon lagi, nih acaranya udah mau dimulai lagi.” ujar Ahmad.



Tiba-tiba Anissa mendengar suara cekikikan wanita di belakang suara suaminya.



“BBeeennntaarrrr, kang. Itu suara siapa?? Kok ada suara perempuan tertawa genit gitu? Akang dimana sih?” Anissa sedikit terpekik menahan pembicaraan dia dengan Ahmad, timbul rasa ingi mengetahui tetapi gak dipungkiri dalam hatinya sudah mulai mencurigai suaminya ada main dengan wanita lain.



“Siiiaapaa? Oooo itu sekretaris temen akang, gak tau tuh lagi bahas apa, lagian ini kan akang ada di ruang rapat, kenapa kamu curiga hahaha. Udah kamu percaya saja ama akang, akang gak macem-macem kok.” jawab Ahmad, ia sudah mengerti pertanyaan istrinya yang nampaknya sedang mencurigainya.



“Ya udah, akang tutup dulu mau mulai lagi rapatnya, dah sayang. Muuah!!” mesra Ahmad.



Tetapi sebelum ditutup Anissa mendengar seorang wanita yang menggoda Ahmad, “Pak Ahmad ntar malam jadi kan? Kita reflesing, dah jenuh bahas rapat terus dari tadi, kita seneng-seneng mau kan…?”



Kliiiikkk



“Eeehh kaangg. Tunggu!!!” Anisa pun tak sempat berbicara karena teleponnya telah ditutup oleh Ahmad.



Dalam benak Anissa berkecamuk pikiran-pikiran jelek tentang kelakuan Ahmad di sana, apalagi ia mendengar cerita miring dari bu Christin tetangga di lingkungan dia sekarang yang baru dikenalnya beberapa minggu di suatu arisan. Wanita itu menceritakan bahwa setiap anggota yang sedang melakukan perjalanan dinas sering disuguhi wanita-wanita penghibur untuk menghilangkan stress dan dia juga mengakui pernah menerima job mencarikan wanita untuk menjamu para anggota dewan dari daerah lain.



Rasa ragu dan khawatir terus menyerang pikirannya. Meskipun sesekali ditepisnya, tapi tetap saja pikiran bahwa suaminya sedang bergumul dengan wanita lain selalu datang, apalagi dengan bukti suara genit wanita yang terdengar saat tadi menelepon Ahmad.



Kriiingg….



Dering telepon rumah membuyarkan pikirannya, dengan rasa malas Anissa kembali mengangkat telepon masuk.



“Hallo.” dengan nada lemas.



“Hallo, bu Anissa, kok lemes banget sih, ini aku bu Christin..!! sibuk gak?” suara di balik telepon yang ternyata bu Christin.



“Eeeh mbak… gak kok lagi santai, ini cuma suntuk aja.” jawabnya.



“Kebetulan dong, aku ini lagi di luar ngumpul ama temen-temenku di café biru, trus mau jalan dan kepikiran tuk ngajakin kamu, gimana mau?” tawarnya.



“Duh gimana yah… kepengen sih tapi anak-anak belum pada pulang?”



“Bentaran doang kok, kan ada pembantu… katanya lagi suntuk, kita havefun aja refresing ngurangin streess, kan mumpung gak ada papahnya anak-anak.. hihi!!” rayunya.



“Tapi..!!”



“Udah.. gak usah kebanyakan mikir. Bu Anissa siap siap aja, setengah jam lagi temenku jemput ke situ. Bye sampe ketemu..”



“Bu Chrris…!!”



Klikk.



Telpon langsung terputus. Anissa mendesah lalu duduk selonjoran, ia bingung apakah harus dirinya pergi, lagi pula anak-anak belum pada pulang. Tapi bayangan suaminya yang berselingkuh dengan sekretarisnya kembali muncul menambah kegalauan hatinya.



“Sepertinya bener kata Bu Christin, keliatannya aku musti ngilangin stress aku..” gumamnya. Lanjutnya lagi, “Ya udah aku siap-siap aja dulu..!” Anissa pun bergegas bersiap-siap berdandan.



Lima belas menit kemudian Anissa telah bersiap-siap, ia hanya mengenakan pakaian jilbab sederhana tapi tak menutupi aura kecantikannya. Sambil menungu jemputan ia memanggil pembantunya agar menyiapkan makanan untuk anak-anak jika mereka sudah pulang dan menitip pesan bahwa dirinya ada menemui teman.



Tinggg tonggg.



Bel pintu rumah berbunyi. Anissa pun membukakan pintu dan kini dihadapannya telah berdiri sesosok lelaki muda yang gagah dan tampan.



“Maaf dengan bu Anissa? Saya diminta jemput ibu oleh mbak Christin. Hmmmm ehhh.. Teh Nissa? Ini beneran Teh Nissa..?” lelaki itu tanpa diduga mengenali dirinya.



“Ehhh iyaa siapa yah…?” Anissa kaget bahwa lelaki muda itu mengenali dirinya dan berusaha mengingat-ingat sosok yang berdiri di hadapannya ini.



“Masa sih lupa? Coba ingat-ingat apa masih kenal dengan ini?” jawab lelaki itu sambil memasang gaya satria baja hitam.



“Arrrdiii…!!? Ya ampun ini beneran kamu? Kamu udah gede yah sekarang, ganteng pula!!” ujar Anissa sambil menutup mulutnya, ia seakan gak percaya bahwa lelaki muda yang ada di hadapannya adalah salah satu santri di tempat pasantrennya dulu.



Ardi Mulyawan (25 tahun) adalah salah satu santri yang berada dalam pengawasan Anissa kala itu. Umur mereka terpaut hampir 10 tahun. Waktu usia Ninda berumur 2 tahun, Anissa ikut membantu mengurusi kebutuhan para santri muda dan kebetulan waktu itu Ardi dipercayakan untuk menginap di rumahnya. Tetapi hanya satu tahun Ardi mengenyam ilmu di pesantren karena ada sesuatu hal yang tidak diketahui banyak orang, termasuk oleh Anissa sendiri.



“Ayoo masuk, Ar. Duh hampir aja Teteh lupa ama wajah kamu, kalo gak liat gaya gila kamu pasti deh Teteh gak ngenalin kamu hihi.” ujar Anissa.



“Gak usah, Teh. Kita langsung aja, udah ditungguin ama mbak Christin.” jawab Ardi.



“Ya udah, ayo kalo gitu!! Biii, ibu pergi dulu ya, hati-hati di rumah!!” sambil mengambil tas di sofa ia pamitan kepada pembantu rumah tangganya.



Dalam perjalanan Anissa dan Ardi tak henti mengobrol dengan sedikit tertawa mengenang waktu itu. Kehadiran Ardi membuat Anissa sejenak melupakan kegalauan dan kecurigaan hatinya pada Ahmad. Di sisi lain, Ardi tampak bersorak dalam hatinya, ia tidak menyangka bisa bertemu kembali dengan sosok bidadari yang jadi bahan colinya saat itu. Sambil bercakap-cakap, dalam otaknya ia memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa menikmati tubuh bidadarinya ini.



Setibanya di tempat yang telah dijanjikan, sekelompok wanita setengah baya, yang berjumlah 6 orang sudah berkumpul. Bu Christin yang dikenalinya pun sudah ada di sana. Anissa dan Ardi pun segera bergabung bersama mereka.



“Hai Bu Anissa, akhirnya datang juga. Temen-temen, kenalin nih warga baru yang mau gabung dalam kelompok arisan kita.” sapa Christin lalu memperkenalkan Anissa pada yang lain.

“Anissa..” ia mulai memperkenalkan diri.



“Laela. Selamat gabung dengan kita-kita.” ujar wanita yang terlihat seumuran dengannya dan memiliki postur yang pendek dan montok. Ia adalah istri dari seorang guru dan temen dekat Christin sewaktu sekolah.



“Ratna.” ujar wanita umuran 45an yang memakai drees mini sehingga terlihat anggun dan cantik. Ia menyalami Anissa dengan genit sambil melirik ke arah Ardi. Ia adalah istri dari pejabat ditingkat propinsi.



“Halimah.” seorang wanita berjibab hijau memperkenalkan diri dengan sedikit dingin. Wanita berumur 39 ini pernah bertemu dengan Anissa karena sama-sama istri dari anggota legistatif, rekan Ahmad.



“Nina.. senang bertemu dengan kamu, Nis!!” ujar wanita berjilbab putih yang juga merupakan istri dari anggota legistatif.



Dan yang terakhir.



“Dini…” wanita yang memakai kaos oblong dan rok mini, dia adalah pengusaha kuliner terkenal dan seorang janda ditinggal cerai.



Bu Christin sendiri adalah seorang wanita yang berwajah cantik oriental, yang berumur tak jauh dengan Anissa. Ia adalah istri simpanan seorang pejabat pemerintah pusat, dan kadang dia pun ikut terjun dalam proyek-proyek pemerintah. Ia menggunakan dress panjang berwarna putih, belahan sampai hampir pangkal pahanya membuat ia terlihat semakin cantik dan seksi.



“Temen-temen, keliatannya kita dah lengkap dan bisa mulai membahas arisannya. Niss, kamu mau ikutan gak arisannya? Murah kok, cuma 1 juta tiap minggunya, dan dikocok per dua minggu untuk 2 pemenang.” ujar Christin memulai percakapan.



“Boleh deh dari pada jenuh di rumah.” jawab Anissa tanpa pikir panjang. Padahal sebelumnya ia belum pernah mengikuti arisan. Jangankan arisan, mengkredit suatu barang pun dia tidak pernah. Karena tuntutan lingkungan yang asing, akhirnya Anissa pun mencoba berbaur.



“Ar, keliatannya kamu senyam-senyum aja dari tadi?” tanya Ratna.



“Iya nih mbak.. lagi seneng bisa ketemu lagi ama bidadari cantik impian Ardi..” jawab Ardi seenakya sambil mengarahkan pandangan pada Anissa sehingga membuat Anissa gak enak hati dan malu.



“Apaan sih kamu, dia dulu pernah tinggal di rumah kami.” ujar Anisa dengan wajah malu, memperjelas awal dia kenal Ardi.



“Ga papa juga kali. Ardi suka ama kamu Nis, seharusnya bangga ada berondong yang mengidolakan kita. Iya gak, Bu Chris? Hihi..” timpal Dini.



“Yahh ada bakalan nempel ama dia.” gerutu Nina pelan tapi terdengar oleh Anissa.



“Kenapa, Nin?” tanya Anissa.



“Ciiee.. cemceman dia ada yang ngerebut.” ujar Bu Christin meledek, seiring dengan itu raut wajah Halimah berubah tak nyaman.



“Chriss, aku pulang dulu, gak enak ama papahnya anak-anak, ia sudah SMS terus!!” ujar Halimah sambil berdiri berpamitan.



“Iya aku juga ada janji sama anak-anak.. aku juga pulang yah.” ujar Lela yang tiba-tiba ikutan berpamitan.



“Seperti biasa kalian berdua kalo mau jalan jalan suka ngehindar.” ketus Ratna.



“Yah gimana lagi, suami pada nunggu di rumah!! Chris, aku nitip bayarin jajanan aku.” jawab Halimah sambil memberikan selembar uang 50 ribuan, dikuti juga oleh Lela.



“Ya udah ati-ati di jalan. Yuk kita bayar dulu soalnya Ardi dah booking tempat, jadi kita langsung ke sana aja.” ujar Crhistin yang sudah mengerti sifat Halimah dan Lela, Christin pun berdiri menuju kasir.



Halimah pun langsung berbalik meninggalkan tempat, tapi sebelum pulang ia bercipika-cipiki dengan Anissa dan berbisik.



“Aku harap kamu bisa menjaga kepercayaan suami kamu.” Halimah yang tadi hanya berwajah dingin lalu tersenyum dengan penuh makna, tapi Anissa tak mengerti yang dimaksud olehnya. Lela pun berpamitan cukup dengan mengangguk dan tersenyum tersirat. Dan akhirnya mereka pun Pergi.



“Teh, nanti Teteh jangan jauh-jauh dari Ardi yah, Ardi kangen ama Teteh apalagi Teteh makin cantik aja.” puji Ardi sedikit merayu genit.



“Apaan sih.. kegenitan kamu.” Anissa sedikit risih atas sikap Ardi meskipun tak dipungkiri bahwa hatinya sangat tersanjung karena pujian pemuda itu.



“Udah dong gombalannya, entar di sana aja. Oh iya, Ar, temen-temen kamu jadi kan datang?” tanya Ratna.



“Jadi dong, dan keliatannya pas deh.” jawab Ardi sambil mengacungkan jempolnya.



“Emang kita mau kemana?” tanya Anissa sedikit curiga.



“Karokean, say…” tiba-tiba Christin yang baru kembali dari kasir menjawab.



“Katanya lagi suntuk makanya aku ngajakin kamu biar terhibur. Yuk aah.” lanjutnya.



Dan akhirnya mereka pun pergi menuju tempat yang telah dipesan Ardi.



---oo0oo--​


Di sebuah apartemen.



“Ini tempat apa?” tanya Anissa setengah berbisik pada Christin.



“Apartemen aku, Nis. Daripada karokean di tempat umum mending di sini aja deh, lebih asiik.” jawab Christin sambil tersenyum dan mengedipkan matanya.



“Ayo Teh masuk.” Ardi langsung merangkul pundak Anissa, membuat Anissa sedikit merasa risih. Biar bagaimana pun selama ini ia belum pernah dirangkul oleh lelaki lain selain oleh suaminya sendiri, tetapi karena merasa tidak enak pada yang lainnya ia tidak melepas rangkulan Ardi dan hanya diam saja.



Akhirnya mereka pun masuk, dan ternyata di dalam sudah ada empat orang pria muda yang sudah menunggu. Mereka mengelilingi meja yang sudah penuh oleh makanan dan minuman sambil asyiiik berkarauke ria.



“Hiii guys, dah lama nungguin?” sapa Ratna yang langsung melompat ke atas pangkuan para lelaki.



“Lumayan, Tan.” jawab salah satu dari mereka sambil iseng meremas dada Ratna.



“Iihh dah langsung genit, main remas aja.” genit Ratna.



Dini dan Nani pun tangpa sungkan langsung duduk di antara mereka. Anissa hanya bisa bengong melihat ketiga temannya yang langsung nempel, apalagi salah satunya tanpa marah ketika diremas payudaranya



“Hey Nis, ayo gabung duduk di sini, geser lu Jim.” ajak Dini sambil memberi ruang untuk Anissa samnil mendorong lelaki yang bernama Jimi.



“Eeeuu aku di sini aja deh.” ujar Anissa sambil melangkah ke arah sofa kecil. Hatinya mulai cukup berdebar melihat semua yang terasa asing dimatanya. Jantungnya berdetak cukup keras ketika ia melihat Ratna dan Nani asyiik ngobrol sambil tertawa genit dengan lelaki yang bukan suami mereka.



“Tenang aja Nis, kita mo happy-happy disini. Ya gak guys..?!!” ujar Christin yang langsung nimbrung duduk di hadapan mereka.



“Biar aku aja yang nemenin dia, Tan.” Ardi menawarkan diri dan langsung duduk di samping Anissa, tanpa ragu tangannya langsung memeluk pinggang kecilnya. Anissa tersentak kaget. Ardi yang dulu dikenalnya alim kini mulai berani memeluk dirinya, lantas ditepiskan tangan pria itu dengan pelan. Christin hanya tertawa melihat tingkah Anissa yang risih, tapi matanya seperti memberi kode pada Ardi.



“Niss, nih kamu mau minum apa.” tawar Christin sambil menuangkan botol minuman.



“Makasih, teh manis aja..” jawabnya.



“Apaa?? Hahahahaha emangnya ini warteg, Tan.” timpal salah seorang yang duduk sebelah Nani diikuti tawa yang lainnya.



“Udah.. udah jangan diledek, entar diciduk lakinya.. dia kan belum pernah. Nis, kalo itu sih gak ada, cobain ini deh.” Christin menyodorkan gelas yang tadi telah dituang, dan dengan ragu Anissa menerimanya.



“Kenapa.. kok malah diliatin, cobain deh ntar juga kamu biasa.” ujar Christin yang memperhatikan Anissa yang ragu meminum isi gelas di tangannya.



Semua lalu terdiam dan memperhatikan Anissa yang hendak minum, sesekali menyoraki dia agar segera meminumnya, dan akhirnya Anissa pun meminumnya.



“Pppppuuaaahh.. mmpuaahhh.. kok paittttt sih Chrisss?” Anissa langsung meludah menumpahkan air yang diminumnya, seketika semua tertawa melihat Anissa.



“Ini minuman keras, say.. jarang dijual lho udah mahal ditambah aku susah dapetinya.” ujar Christin sambil tertawa. Ardi hanya mesem-mesem kecil melihat bidadarinya yang sibuk melepehkan bibirnya.



“Ok, its time partyyy….!!!” Ratna yang langsung berdiri di atas sofa sambil berteriak, diikuti riuhan sorak yang lainnya, mereka pun mulai berkarauke dengan meriah.



Beberapa jam kemudian, entah apa yang ada di otak Anissa, yang jelas Anissa sekarang mulai terbiasa minum, malah ia sudah tak sungkan untuk memintanya bila gelasnya telah kosong. Tubuhnya mulai mabuk, sesekali Ardi mulai menggerayang tubuh Anissa, tapi Anissa tetap masih risih bila tubuhnya dijamah Ardi, ditepisnya tanpa membuat pemuda itu tersinggung.



Makin lama suasana semakin panas, Nina yang sudah mabuk tak sungkan berciuman di hadapan Anissa, apalagi Ratna yang sudah semakin gak malu-malu, pakaian ditubuhnya sudah mulai terlepas hanya meninggalkan pakaian dalam. Dalam keadaan seperti itu, ia duduk di pangkuan 2 orang lelaki. Mereka sesekali mengerepe tubuh dan menciumi tubuh Ratna. Ratna terlihat menikmati perlakuan dua lelaki itu dengan tubuh yang meliuk-liuk mengikuti irama musik, seakan menggoda birahi. Nina dan Christin entah kemana yang jelas pakaian yang dikenakan mereka teronggok di depan TV.



Tanpa disadari Anissa yang sedang merem-melek menikmati mabuknya, tiba-tiba Ardi merangkul dan mencium tengkuk Anissa. Mendapat ciuman di titik sensitifnya Anissa hanya melenguh menikmati jilatan itu.



“Udah lama aku ingin menikmati tubuhmu, Teh.” bisik Ardi. Entah terdengar atau tidak tubuh Anissa malah makin liar menikmati rangsangan.



Krriiinnggg.



Tiba-tiba handphone Anissa berbunyi, dengan tubuh lemas Anissa meraih dan mengangkat handphone.



“Hhaaaalooowww!!” dengan nada orang mabuk, Ardi yang gak mau melewati momen, segera memasukan tangannya ke dalam pakaian Anissa.



“Wwwww..” Anissa tersentak kaget saat menyadari tangan Ardi yang sedang meremas payudaranya, dicabutnya tangan Ardi sambil melotot tapi tak memarahinya.



“Haloo bu, ibu dimana? Kenapa menjerit ada apa?” ternyata Ahmad yang menelepon

“Euu.. ngaanuu kkaang, Nissa laagi berrrkaraouke ama Chrisstiin, ini taanggannya kejepit.” jawabnya sambil terbata-bata menjawabnya dan menyembunyikan apa yang dilakukannya Ardi,



“……..” Ahmad terdiam sejenak seperti ada yang dipikirkan. Lalu ujarnya, “Kata anak-anak kamu belum pulang, apa kamu gak tahu ini jam berapa? Aku sekarang mau pulang, aku minta kamu udah di rumah sebelum aku datang.”



Kliiik!!!



Ucapan Ahmad yang keras membuat Anissa tersadar, lalu melihat jam di dinding, ternyata sudah jam 9 malam, tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Saat dia melirik temannya Ratna dan Nina, terlihat mereka tengah bersetubuh tanpa malu. Meski masih mabuk, melihat situasi ini Anissa mulai menyadari bahwa yang dimaksud pesta oleh Ratna adalah sex party. Dengan tubuh limbung ia langsung bangun, ingin segera meninggalkan tempat ini.



“Akkku harus pulang.. suamiku mau pulang.” sambil berjalan goyah.



“Biar aku antar, Teh.” ujar Ardi sambil langsung memapah Anissa.



Saat melewati kamar terdengar erangan suara Christin dan Dini, Anissa pun menoleh ke sumber suara, seketika tertegun menyaksikan Christin dan Dini sedang saling menjilati vagina dengan posisi 69, sedangkan lubang anal mereka sedang digenjot oleh dua orang lelaki.



“Kenapa, Teh? Teteh mau kayak mereka?” bisiknya lembut.



“Ehhh nggak…” Anissa pun langsung meninggalkan ruangan, diikuti Ardi.



Selama perjalanan pulang hati Anissa tak menentu, di satu sisi ia merasa waswas jika yang dilakukannya diketahui oleh Ahmad, tetapi di sisi lain ia membayangkan Christin yang mereguh kenikmatan yang tak pernah dia lakukan sampai sekarang.



Akhirnya kendaraan yang ditumpangi Anissa telah berhenti di depan gerbang halaman rumah. Saat Ardi hendak turun, Anissa mencegahnya.



“Ar, Teteh turun sendiri saja, gak usah diantar!!” pintanya dan ia pun membuka pintu, tetapi Ardi langsung menarik tangan Anissa.



Cuuppp!!!



Bibir Ardi mencium bibir Anissa dengan lembut, dikulumnya bibir Anissa. Entah kenapa Anissa tak mencoba melawan, ia hanya diam dengan mata terpejam menikmati sentuhan di bibirnya. Merasa Anissa tak menolak tangan Ardi pun mulai meraba dan meremas lembut payudaranya.



“Sudah Ar.. kamu gak boleh melakukan ini!” Anissa pun tersadar dan mendorong tubuh Ardi.



“Teh, bagi Ardi, Teteh adalah dambaan Ardi. Sedari dulu Ardi ingin sekali memiliki Teteh, wajar kan jika Ardi mengungkapkannya sekarang.” jawab Ardi.



“Ar, kamu masih muda, usiamu jauh di bawah teteh, carilah wanita lain yang lebih pantas untuk kamu, lagian teteh sudah punya keluarga.” ujar Anissa sambil dengan lembut mengelus pipi Ardi, dalam hatinya sebenernya Anissa telah terhanyut perlakuan oleh perlakuan pemuda ini.



“Ya sudah Ardi pergi dulu.” ujar Ardi.



Anissa tersenyum lalu mengecuk pipi Ardi dan turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah, sesaat sebelum membuka pintu Anissa menengok mobil Ardi yang telah jauh berjalan.



“Dari mana kamu?” saat membuka pintu tanpa diduga Ahmad telah duduk dikursi tamu.



“Kang.. sudah pulang, habis arisan dengan bu Christin..!!” jawabnya berbohong.



“Fuuuftt.. aku udah minta kamu jangan terlalu dekat dengan dia. Kali ini aku mohon!” Ahmad pun berdiri mendekati Anissa.



“Kenapa kang, kan tak salah jika aku bergaul dengan dia.” jawab Anissa sedikit keberatan, hembusan nafas Anissa pun tercium oleh Ahmad. Membuat tatapan Ahmad pada Anissa semakin tajam dan membuat Anissa semakin risih.



“Kamu yang lebih tahu dibanding aku.” ujar Ahmad dingin lalu berbalik dan meninggalkan Anissa. Sesaat Anissa terdiam memikirkan ucapan dingin suaminya lalu ia pun melangkah menuju kamar tidurnya. Tanpa membersihkan diri, Anissa pun langsung merebahkan diri dan tertidur lelap.



Jam 2 pagi Anissa terjaga dari tidurnya, kepalanya masih terasa pening akibat mabuk tadi. Diliriknya suaminya yang sudah tertidur lelap memunggunginya. Anissa yang sudah sebulan tidak dijamah oleh suaminya, ditambah bayangan pergumulan Christin membuat birahinya terpancing. Dipeluknya Ahmad tapi pelukannya ditepis.



“Kang, Nissa lagi kepengen.” tangannya menyelusup ke dalam celana Ahmad dan meraih penis suaminya.



“Akang capek!!” ketus Ahmad sambil kembali menepis tangan Anissa, lalu bangun dan membawa bantal lalu beranjak meninggalkan Anissa sendirian di kamar.



Dengan sedikit kesal, Anissa menarik selimutnya menutupi tubuhnya. Anissa sedikit heran dengan sikap Ahmad yang gak biasa menolak jika diajak bersetubuh. Sebersit terbayang yang dilakukan Ahmad di belakangnya.



“Apa jangan-jangan kang Ahmad sudah tidur dengan sekretarisnya.” gumamnya.



Dihentakkan kakinya untuk melampiaskan kekesalannya, dan mencoba untuk kembali tidur.



Tapi bayangan suaminya yang bergumul dengan wanita lain kembali hadir, malah sosok wanita itu terlihat seperti Christin. Melihat permainan Christin yang liar dalam bayangannya membuat birahi Anissa naik, tanpa sadar tangan kirinya memainkan putting payudaranya silih berganti. Nafasnya mulai memburu dan tangan kanannya mulai merogoh ke dalam celana dalamnya yang mulai lembab akibat vaginanya yang mulai becek. Digesek klitorisnya dengan lembut dan dipilinnya putting dadanya dengan keras, khayalannya pun semakin liar, dalam bayangannya sosok Ardi muncul mencumbu dirinya.



“Arggghh terus Aaarrr, Teeetehh sukaaaa itu.“ Anissa makin liar pinggulnya makin bergoyang liar seiring gesekan tangannya sendiri, dalam bayangannya Ardilah yang sedang menjilati vaginanya. Hingga tak terasa puncak kenikmatan pun dicapainya, dengan terengah-engah dia tersenyum puas meskipun hanya bermartubasi dan kembali tertidur.



Keesokan harinya, saat terbangun, terbersit rasa sesal dalam hati Anissa karena merasa telah berselingkuh dengan Ardi walaupun hanya dalam mimpi. Teringat dirinya yang belum membersihkan tubuhnya dari semalam, Anisa pun langsung bangun dan menuju kamar mandi.



Seperti ibu rumah tangga lainnya, setelah mandi Anissa pun langsung menyiapkan makanan untuk keluarganya. Nampak Ahmad sedang duduk di ruang tengah dan asik membaca koran, Nanda sedang asik menonton film kartun kesayangannya di televisi. Anissa membawa minuman kesukaan Ahmad lalu disodorkan pada suaminya itu.



“Kang .. Kopinya..!!” ujar Anissa.



Ahmad hanya melirik ke arah kopi tanpa menjawab lalu melanjutkan membaca koran. Rasa heran atas perubahan sikap Ahmad pun kembali datang, apa mungkin Ahmad mulai berpaling darinya semenjak kehadiran sekretaris di sisi Ahmad, tanpa menyadari apa yang dilakukannya semalam.



“Bu, katanya sekarang mau belanja bulanan.” tiba-tiba Ninda muncul.



“Ohh iya, ibu lupa sekarang hari minggu. A yooo ajakin tuh ayah mumpung libur.” jawab Anissa, sendirinya pun lupa bahwa hari ini hari minggu.



“Ayah, jalan-jalan yuk ke mall, kan kita belum pernah jalan bareng.” bujuk Ninda pada Ahmad, tanpa banyak bicara Ahmad pun melipat koran dan mengangguk, lalu pergi ke kamar untuk berganti pakaian.



Nanda yang sedari tadi memperhatikan Anissa dan Ahmad pun hanya terdiam.



“Kak Nanda, ayo siap-siap ganti baju, kita jalan-jalan.” ajak Anissa, tanpa menjawab Nanda beranjak meninggalkan televisi dan masuk ke dalam kamarnya.



“Kok Nanda jadi aneh?” kembali Anissa heran.



Nanda pun jadi ikut berubah sikap padanya. Tanpa pikir panjang Anissa pun melangkah menuju kamar untuk bersalin pakaian.



Beberapa jam kemudian di supermaket, di suatu mall terkenal di kota itu, Anissa nampak sedang asik memilih barang kebutuhan rumah bersama Ninda, sedangkan Ahmad dan Nanda sedang menunggu di konter buah-buahan.



“Teteh lagi ngapain di sini?” tiba-tiba Ardi telah berdiri di sampingnya.



“Eh Ar, ini Teteh lagi belanja bulanan sama keluarga.” jawabnya sambil celangak-celinguk mencari Ahmad, ia merasa tidak enak atas kehadiran Ardi di sini.



“Ini Ninda yah, duh dah gede yah dulu kan masih kecil.” lanjut Ardi melihat Ninda di samping Anissa.



“Hmmm, jadi lupa Teteh. Iya Ar, ini Ninda. Dulu kan masih kecil. Nin, kenalin ini om Ardi, dulu dia pernah tinggal bersama kita waktu jadi santri di pasantren.” ujar Anissa memperkenalkan Ardi pada putri bungsunya.



“Ninda, Om..” Ninda pun memperkenalkan diri tapi sedikit jaga jarak.



“Cantik yah kayak teteh..!!” puji Ardi, membuat Anissa tersipu malu.



“Siapa, Bu??’ tiba-tiba Ahmad dan Nanda telah berdiri di belakang Ardi.



“Eh Kang.. ini Ardi kang, yang dulu pernah tinggal di kita, sekarang dia sudah gede kan? Kemarin Nissa ketemu ama dia di arisan!!” jawab Anissa sedikit ragu.



“Ohhh Ardi, akang masih inget. Gimana kabar kamu ama keluarga? Eh gimana ayah kamu, apa udah beres yah kasusnya?!!” sapa Ahmad dan tiba-tiba menyerempet ke masalah keluarga Ardi yang tak diketahui permasalahan oleh Anissa.



Sewaktu itu Ardi tak bisa melanjutkan pasantrennya dikarenakan ayahnya yang menjabat sebagai kepala Dinas di suatu instansi pemerintah pusat telah terciduk menerima suap dari seseorang untuk memenangkan tender proyek yang dipegang oleh ayahnya Ardi.



“Baik kang, papih sudah lama meninggal terkena serangan jantung sewaktu kasus itu dan 5 tahun kemudian mami juga telah menyusulnya.” jawabnya sedih.



“Ohh maaf akang gak tau, turut berduka cita Ar, semoga kamu bisa melewatinya, dan sekarang kamu kerja dimana??” lanjut Ahmad bertanya.



“Sekarang ardi jadi asistennya bu Christin, makanya kemarin ketemu dengan Teteh di sana.” jawab Ardi, dan jawaban Ardi membuat rona wajah Ahmad sedikit berubah.



“Oooo kamu asistenya dia.” ujarnya dengan seketika berubah menjadi dingin.



“Kak, kenalin ini om Ardi.” Anissa memperkenalkan Ardi pada Nanda tapi tanpa diduga Nanda hanya melengos pergi meninggalkan mereka.



“Nanda kamu mau kemana, gak sopan kamu.” ujar Anissa melihat sikap Nanda pada Ardi.



“Kesini bu, ngambil ice cream.” jawab Nanda tanpa menoleh.



“Maafin Nanda yah, Ar..” ujar Anissa.



Ninda dan Ahmad pun gak ikut bicara, mereka hanya terdiam.



“Gak apa-apa, Teh. Yaudah lanjut aja belanjanya, Ardi juga buru-buru. Kang.. Ninda… Ardi pamit dulu.. mari Teh!” pamit Ardi langsung meninggalkan mereka.



“Kang, kenapa ama Nanda kok jadi acuh, terus akang juga kok jadi dingin ama Ardi padahal dulu kan akrab ama dia?” tanya Anissa penasaran.



“Gak papa, mungkin akang cuma capek. Ninda ayo belanjanya, ayah pengen cepet-cepet pulang, pengen istirahat.” ujar Ahmad pada Ninda yang sedari tadi hanya bengong melihat sikap kakak dan ayahnya pada Ardi.



Dan akhirnya mereka pun melanjutkan belanja.



---oo0oo--​


Sudah hampir dua bulan lebih aktifitas Anissa dengan Christin semakin intens. Kepolosan, rasa penasaran, dan ketidaktahuan atas sesuatu yang baru membuat Anissa terus mengikuti kelompoknya Christin, seringkali urusan rumah tangga menjadi terbengkalai hanya untuk berkumpul. Tidak mengherankan jika hanya dalam hitungan hari Anissa sudah mulai terpengaruh oleh gaya hidup Christin, hal itu terlihat dari cara berpakaiannya. Dulu ia sering memakai hijab, tetapi kini Anissa mulai melepasnya; cara berpakaiannya pun mulai kekinian seperti ibu-ibu sosialita.



Sementara Ahmad sendiri semakin ke sini semakin dingin seperti tak peduli meskipun tanpa ada pertengkaran yang jelas di antara mereka. Ahmad lebih sering diam atau menghindar. Jangankan menyentuh tubuh Anissa, untuk mengobrol pun Ahmad selalu saja mencari alasan untuk menghindar; ditelepon pun gak pernah diangkat. Ada kalanya Ahmad menanyakan perubahan Anissa dan menegurnya tetapi Anissa selalu membantah dengan berbagai alasan yang akhirnya Ahmad memilih diam. Entah apa yang ada di benak Ahmad dengan membiarkan istrinya berubah dan selalu mengalah dengan perubahan Anisa. Dengan diamnya Ahmad, kebebasan Anissa semakin menjadi, ia tak menyadari bahwa putra-putrinya pun mulai menjauh, malah lebih dekat dengan Ahmad.



Makin lama hubungan Ahmad dan Anissa pun renggang. Sebenarnya Anissa menyadari hal ini dan ia mulai merasa kesepian. Namun ajakan Christin untuk berkumpul membuat dirinya sedikit terhibur dan melupakan kesepiannya.



Semenjak bergaul dengan Christin, Anissa pun mulai mengetahui kebiasaan-kebiasaan mereka yang hampir tiap hari tak lepas dari pesta dan lebih parahnya lagi Anissa pun sering hadir dalam sex party, meskipun Anissa tak terlibat. Lama-lama Anissa pun mulai menikmati lingkungan barunya, ia mulai lupa diri, kadang-kadang ia pulang dalam keadaan mabuk. Meski begitu, ia masih bisa menjaga diri dari godaan syahwatnya.



Hubungan Ardi dan Anissa pun semakin intim meskipun hanya sebatas saling curhat tentang masalah yang mereka hadapi. Dan dari obrolan itu tercetus pengakuan Ardi tentang dirinyanya, Ardi ternyata hanyalah lelaki simpanan Christin, boleh dibilang sebagai budak pemuas nafsu perempuan itu. Ardi mengaku bahwa tak jarang ia melayani Anita dan yang lainnya seperti Ratna, Dini dan Nina bersama teman temannya.



Tetapi dengan tahu siapa Ardi tak membuat Anissa menjauh atau menjaga jarak, sebaliknya malah semakin akrab. Sikap Ardi yang lembut dan masih menjaga jarak pada Anissa membuat Anissa luluh dan sedikit tertarik meskipun hanya sebatas mengagumi sosok Ardi.



Semakin hari Ahmad suaminya yang semakin dingin padanya menimbulkan permasalahan baru pada Anissa, ia merindukan kehangatan dari suaminya. Kegiatan hubungan suami-istri yang dulu dilakukan hampir 2 atau 3 kali dalam seminggu, kini sudah tidak pernah terjadi lagi. Sudah dua bulan lebih Ahmad mendiamkannya.

Setiap Anissa berkumpul dengan kelompok Bu Christin, tak jarang ia menonton langsung pergumulan mereka dengan lelaki muda simpanan mereka, yang tanpa malu beraksi di hadapannya membuat nafsu birahi yang selama ini ditimbun seakan ingin terlampiaskan. Ingin rasanya ia bisa seperti mereka yang dengan bebas digauli lelaki yang bukan suaminya, tapi akal sehatnya masih berkata tidak, dan Ardi pun selalu berada disisinya, menemani tanpa menyentuhnya.



Disuatu hari di café.



“Nis, kamu mau ikut gak ke apartemenku? Kita nginep disana dah, selama kamu ikut gabung dengan kita, kamu tidak pernah ikut nginep.” ajak Christin pada Anissa.



“Duh gimana yah, aku kan gak enak ama ayahnya anak-anak, lagian aku kan gak pernah nginep tanpa suami, lagian kasian anak-anak gak ada nyiapin makanan.” tolaknya.



“Ayoolah, kan suami kamu kemarin pergi tugas ama suami aku dan lusa pulangnya, mumpung gak di rumah, dan urusan anak-anak kan ada pembantu, buat apa dibayar kalo gak ada kerjaan.” timpal Dini ikut merayu.



“Eh kalo mau tau, lakinya si Dini ini minta dicariin cewek buat nemenin laki lu ke Christin. Bener kan, Chris.” ujar Ratna mencoba memanasi Anissa, dan dijawab anggukan oleh Christin.



“Kok kamu diam aja, Din? Liat suami kamu gandengan ama cewek lain, terus waktu itu kamu gak berdosa tidur sama laki-laki lain.” tanya Anissa.



“Aku sih bodo amat, asal uang bulananku lancar, dan anak anak dah ada yang ngurus sama mertua aku. Yah aku sih tinggal nikmati aja selagi bisa, suami aku aja bisa tidur ama cewek lain kenapa aku gak bisa.. kan impas kalo aku bisa main ama cowok lain, lagian suami aku gak keberatan kok malah makin hottt aja hihi.” jawab Dini.



“Ayo dong, Nis, ikut yah. Lagian kasian si Ardi, ia ngarep banget pengen deket ama bidadarinya. Dia tuh kontolnya gede dan mainnya juga kuat. Kita-kita dah pada dientot ama dia pokoknya puas deh pelayanannya.” ujar Ratna terus mempengaruhi Anissa.



Sedikit jengah Anissa mendengar omongan Ratna. Tapi tak dipungkiri sudah berhari hari dirinya tak dijamah oleh Ahmad, membuat dirinya tergoda dan penasaran untuk melampiaskan nafsunya bersama Ardi.



“Kita liat sore yah, aku liat anak-anak dulu, ntar aku SMS kalo bisa.” sambil berdiri lalu pergi pulang.



Saat tiba di rumah, Anisasa hanya mendapati pembantu keluarga yang sedang membereskan rumah, tak terlihat putra-putrinya atau pun suaminya Ahmad.



“Bi, anak anak kemana?” tanya Anissa.

“Lah kok ibu lupa sih, Kak Nanda kan lagi kemping trus Ninda kan pergi ke rumah kakek-neneknya, lagian kan ibu dah janji ke Ninda untuk nganter nengok neneknya, tadi mereka nunggu lama dan akhirnya pergi ama bapak!! Dikira bibi ibu mau menyusul.” jawab pembantu, Anissa teringat akan janji pada Ninda untuk menemani mereka pada mertuanya.



Dirinya merasa bersalah telah mengingkari janjinya, buru-buru Anissa masuk ke rumah dan menelepon Ahmad, tapi tetap tak diangkat.



“Bi, kok bapak dah pulang sih kan dia dinas ke kota A3 hari?” tanya Anissa, hatinya waswas.



“Kata bapak, Ninda tadi nelepon ibu belum pulang padahal udah janji mau nganter dia, jadi bapak sengaja pulang dulu untuk nganter Ninda!!” terang pembantu, membuat Anissa makin merasa bersalah.



“Kang Ahmad dan Ninda keliatannya pasti marah, duh kenapa aku bisa lupa.” terbersit dalam pikirannya untuk menyusul kesana tetapi karena waktu telah sore, bis umum yang melewati desa mertuanya sudah tak ada yang lewat. Dengan perasaan tak Menentu Anissa mencoba menghubungi Ninda tetapi tetap tak ada yang menjawabnya. Sambil dengan perasaan waswas Anissa berpikir apa yang akan dilakukannya.



“Gimana kalo sekarang aku ikut Christin dan besok aku minta anter Ardi untuk menyusul suami dan anak-anakku.” gumamnya.



Ting tong..



“Bu, itu ada tamu, katanya temen ibu yang mau jemput ibu.” ujar pembantunya yang datang tergopoh-gopoh dari arah pintu depan. Anissa pun melangkah menemui tamunya.



“Teh, gimana dah siap?” sapa Ardi yang ternyata datang mejemput.



“Eh, kok kamu udah kesini lagi, kan Teteh gak ngasih kabar.” tanya Anissa keheranan.



“Sengaja Teh bikin kejutan. Gimana dah siap?” tanya Ardi.



“Duh gimana Ar..” Anissa gak mampu berbicara tentang kondisinya saat ini.



“Emang kenapa, Teh? Apa ada kang Ahmad di dalam?” Ardi celingak-celinguk ke arah dalam rumah.



“Bukaann… Ya udah deh…!! Aku ikut tapi besok mesti cepet pulang, terus kamu anterin aku.” ujar Anissa menutupi, sebenernya Anissa gak enak ama pembantunya jika dia tau pergi dengan Ardi.



“Hmmm, kemana?” tanya Ardi.



“Entar aku kasih tau, sekarang kamu nunggu di mobil bentar, aku mau siap-siap dulu!!” lanjutnya, Anissa pun masuk kedalam rumah, meninggalkan Ardi.



Setelah bersiap..



“Bi, aku mau pergi dulu, bibi hati-hati di rumah!!” pamit Nissa.

“Ya bu.” sahut pembantunya.

Anissa pun akhirnya pergi untuk menginap.


---oo0oo---​
 
Terakhir diubah:
Diperjalanan Anissa mulai melupakan kegalauan hatinya, ia terhibur oleh Ardi yang selalu bercerita. Akhirnya Anissa pun mulai bercerita tentang dirinya yang saat ini hubungan dengan keluarganya mulai renggang, ditambah Ahmad yang sudah tak menyentuhya. Ardi mendengarkan dengan penuh perhatian, kadang diselingi dengan candaan-candaan agar Anissa tak terlalu terlarut akan masalahnya.



“Yang sabar ya Teh, mungkin kang Ahmad lagi sedang masa titik jenuh saja!!” ujar Ardi tersenyum diakhir pembicaraan, tangannya langsung memegang tangan Anissa dengan hangat.



Kedua insan itu sejenak saling berpandangan, dan saling melempar senyum. Saat memandang wajah Ardi, Anissa merasakan ada getaran dalam hatinya. Rasa haus akan kehangatan yang ia tak dapatkan dari Ahmad, mulai ia temukan dalam diri Ardi. Ardi yang begitu perhatian dan tak berani macam-macam membuat dirinya jatuh hati padanya. Meskipun usia Ardi jauh di bawahnya, tetapi sikap yang dewasa dan jantan membuat hatinya sedikit berpaling padanya.



“Sudah sampe, Teh.” ujar Ardi menyadarkan lamunan Anissa.



Mereka tiba di sebuah villa yang jauh dari keramaian penduduk. Terlihat Christin dan Dini keluar untuk menyambut mereka.



Sebelum turun dari mobil…



“Di, besok siang antarkan aku yah menjemput anakku, bisa?” ujar Anissa.



“Hmmm, kita liat besok aja Teh!!” jawabnya sedikit bercanda.



“Eh kok gitu sih?” Anissa sedikit cemberut.



“Iya iya aku antar.. ayo turun, tuh yang lain dah nyambut kita!!” ajak Ardi.



“Duhhh yang lagi pedekate, keliatannya mesra banget sampe gandeng tangan.” ledek Dini, tanpa sadar Anissa saat berjalan menggandeng lengan Ardi, dengan wajah malu Anissa pun melepas dekapannya.



“Apaan sih, rese.” timpal Anissa.



“Udah udah… kita ngumpul di dalam yuk, yang lain juga udah pada datang tuh.” ajak Christin, mereka pun masuk ke dalam villa.



Saat sampai di dalam villa, telah berkumpul Ratna dan Nina ditambah 1 orang wanita muda yang tak dikenalnya, ditambah 3 orang lelaki, diantaranya dua orang yang terlihat lebih tua darinya.

“Kenalin nih Nis, ini Pak Prapto, dia pejabat yang bantuin proyekan suami Dini lho… dan ini Pak Robert pengusaha garment.” Ratna yang menggandeng lelaki setengah baya itu memperkenalkan pada Anissa.



“Nis, duduk sini.” ajak Nina yang sedang bermesraan dengan lelaki muda.



“Chis, kamar dimana? Aku pengen istirahat dulu, kalian lanjut aja asik-asiknya.” ujar Anissa sedikit menolak secara halus. Anissa tahu apa yang akan dilakukan oleh teman-temannya, tetapi dirinya masih tetap menjaga jarak, ia tak ingin seperti yang lainnya. Anissa pun berlalu menuju kamar yang ditunjuk Christin. Direbahkan tubuhnya di atas ranjang, pikirannya kembali memikirkan rasa bersalah pada putrinya hingga akhirnya Anissa tertidur lelap.



Malam pun tiba dan Anissa pun terbangun. Saat Anissa membuka matanya Ardi tengah berbaring di sisinya dengan wajah yang lembut memandanginya, sesekali tangannya mengusap kepala Anissa.



“Bener kata orang, jika melihat kecantikan wajah wanita adalah saat dia bangun tidur.” ucapnya sambil tersenyum.



“Apaan sih, Ar?” Anissa tersipu malu.



“Eh kok kamu bisa masuk sih..!! Jam berapa ini terus yang lain pada kemana?” tanya Anissa, merasa suasana Villa sepi.



“Jam 8, yang lain pada karaokean semua, gak dikunci kok.” jawab Ardi.



“Terus kenapa kamu gak ikut?” tanya Anissa.



“Aku pengen nemenin kamu disini.” jawab Ardi dengan lembut, sambil tangannya menyibakan rambut Anissa, keduanya terdiam saling memandang, entah siapa yang memulai wajah mereka saling mendekat dan kedua bibir mereka bertemu.



“Mmmmhhhh.” saat bibir bawahnya dilumat lembut oleh Ardi.



“Aku mencintaimu, Teh.” ujar Ardi, Anissa tak mampu berkata-kata dan hanya bisa memandang dengan pasrah menerima perlakuan Ardi, Ardi pun mencium bibir Anissa kembali.



Tak tahan atas perlakuan mesra Ardi, Anissa pun membalas ciuman pemuda itu, dia mulai melumat bibir Ardi. Merasa mendapat respon dari Anissa, Ardi pun semakin agresif, ciumannya mulai menjalar ke leher Anissa, Anissa mengelinjang kegelian. Tangan Ardi pun mulai mengusap dan menyelusuri lengan Anissa hingga ke dada Anissa. Anissa semakin mendesah saat Ardi meremas payudaranya.



“Arrrrr…” menikmati remasan di payudaranya.

Tangan Ardi pun mulai menyelusup kedalam pakaian terusan Anissa dari bawah, dengan perlahan pakaian Anissa mulai terangkat oleh lengannya hingga kedua bongkahan daging di balik bra hitam dan CD hitam terlihat sangat kotras dengan kulitnya. Ciuman Ardi pun mulai turun ke arah dadanya. Dijilatinya bongkahan daging dengan pelan, tanpa terasa bra yang dikenakan Anissa pun terbuka, terpampanglah payudara yang tak begitu besar beserta puting yang kecil dan kecoklatan dihadapan wajah Ardi.



“Teh…” ucap Ardi seperti meminta izin pada Anissa untuk menciuminya. Anissa yang sudah naik birahinya menyodorkan dadanya pada bibir Ardi sambil membuka pakaiannya hingga tersisa pakaian dalamnya saja, dikulumnya puting Anissa sesekali digigitnya perlahan.



“Arrrr… hhhisap yang kkkuat..” dengan meremas rambut Ardi, Anissa pun makin tenggelam dalam cumbuan Ardi, tangan Ardi pun tak ketinggalan mulai memeras payudara yang lainnya. Anissa mulai mengelinjang kencang.



Dengan perlahan jilatan Ardi mulai turun ke perut Anissa, perut Anissa yang masih ramping dengan sedikit lemak, tak menampakan dirinya telah melahirkan dua orang Anak. Ardi terus menjilati dan menciumi perut Anissa, tangannya mulai mengelus selangkangan Anissa yang masih terbungkus CD hitam. Digesekannya jari tangannya ke sela-sela belahan selangkangannya, celana dalamnya Anissa pun muai lembab, tercium aroma khas oleh Ardi.



Jilatan Ardi mulai turun, seiring itu tangan Ardi mulai menarik celana dalam Anissa, hingga terpampanglah vagina yang berbulu rapih yang telah basah. Disibakan bulu rambut vagina terlihat belahan vagina yang merah merekah dengan klit yang tak terlalu besar, dijulurkankan lidah Ardi lalu disapu klit dengan lidahnya.



“Arrrrr agggrrrhhh eeenaaakkk..” lenguh Anissa.



Haus akan nafsu birahinya yang lama tak tersalurkan seakan tercurah saat itu juga. Paha Anissa mulai mengangkang memberi ruang seakan meminta agar dipuaskan, dan tangan Anissa dengan meremas rambut Ardi mulai menekan kepalanya seperti tak ingin lepas dari cumbuan Ardi. Lidah Ardi pun mulai menjorok ke dalam lubang peranakannya, sesekali dihisapnya kuat klitoris dan labia vagina Anissa di sela jemari Ardi yang ikut memainkan lubang vagina Anisa. Anissa pun semakin menggelinjang kencang, lubang vaginanya pun semakin basah. Melihat Anissa yang semakin bernafsu, kedua tangan Ardi langsung mulai meremas kedua payudara tanpa melepas kuluman pada vagina Anissa.



“Aarrrrrrr.. Tetehh maaaauooo.” Anissa merasa akan mencapai puncaknya.



Seeerrrrrr!!!



Semburan cairan dari lubang vaginanya membasahi wajah Ardi, Ardi pun semakin beringas menjilati dan menghisap vagina Anissa. Setelah puas mengeksplore vagina Anissa, Ardi lalu bangun dan membuka seluruh pakaiannya hingga terpampang penis hitamnya yang sudah tegang. Ardi mendekatkan penisnya kemulut Anissa. Anissa yang mengerti maunya Ardi, ia memegang penis itu dan menciumi palkonnya, dijulurkanrkan lidahnya lalu disapukannya pada lubang kencingnya, lantas jilatannya mulai menjalar kebatang penisnya. Sesekali tangannya mengocok penis Ardi.



“Ttteeeeeeehhh.. “ Ardi dengan mata yang merem-melek menikmati jilatan Anissa pada batang kemaluannya.



Dikulumnya batang penis Ardi lalu dihisap pelan-pelan, lidahnya mulai menari mengelitik kulit dari batang penis dan mulai mengocok dengan mulutnya. Ardi yang semakin terangsang menekan pinggulnya kuat membuat batang penis nya terbenam dalam mulut Anissa.



Anissa mendorong pinggul Ardi hingga terlepas penis dari mulutnya.



“Huuukhuukkk..” tersedak akibat sundulan kepala penis pada tenggorokannya.



“Jaahatt kamuu..” ujarnya sedkit manja dengan mata yang berair dengan sedikit meremas peler Ardi, ia merasa gemas karena perlakuan Ardi.



“Aawww… sakit Teh… hehehe abisnya sedotan Teteh enak sih, maaf yah!!” sambil mengelus kepala Anissa.



Ardi pun lalu turun dan dibukanya paha Anisa hingga mengangkang, lubang vaginanya terlihat menganga. Ardi memposisikan penisnya di hadapan lubang vagina Anissa, dengan perlahan pinggul Ardi menekan agar penisnya menyeruak masuk kedalam vagina Anissa.



Bleeessss..



“Arrr … mmaaasssukkkk…..” Anissa melenguh saat penis Ardi terbenam di vaginanya.



Dengan perlahan ardi mulai mengoyangkan pinggulnya semakin lama semakin cepat.



“Aah..ahhh… ahhhh eeeenaakkk Ar, ttteteh daahhh lama taak mainnn ama kaang Ahmad.. teruss yang cepat ahhh.. ahhh ahhh.” desah Anissa dengan kaki yang mengapit tubuh Ardi.



Anissa menggoyangkan pinggulnya menambah kenikmatan pada batang penis Ardi, kocokan penis Ardi pun semakin cepat dan liar, bibir Anissa pun tak lepas dari lumatan bibirnya.



Plok..plokkk..plook… tak berhenti Ardi terus menggenjot vagiina Anissa.



Aroma persetubuhan pun mulai tercium dalam kamar… saat akan mencapai puncak, Ardi mencabut penisnya, lalu tangannya mengarahkan tubuh Anissa agar berbalik. Anissa pun mengerti lalu dirinya berbalik dan menunging memunggungi Ardi. Ardi pun langsung memasukan kembali penisnya dan mulai menggenjot kembali.



Plaakk.. plaaakkk..





Kedua tangan Ardi meremas payudara Anissa, lalu diangkatnya tubuh Anissa hingga punggungnya menempel pada dada Ardi. Anissa yang pasrah menikmati genjotan Ardi hanya menengadahkan kepalanya pada bahu kanan Ardi.



“Aahh.. ahhh.. yang keeeraassss.” desah Anissa saat tangan Ardi ikut meremas payudaranya. Remasan tangan Ardi pada payudara makin kuat seiiring itu juga genjotan penisnya makin cepat, bibirnya menciumi leher jenjang Anissa, menambah kenikmatan birahi Anissa.



“Aarrrr Teeeteeeh ssukkaaa ahh ahah..” erang Anissa yang ikut memaju-mundurkan pinggulnya mengikuti genjotan Ardi.



Setelah puas dengan gaya itu, disuruhnya Anissa dengan posisi sebelumnya dan mulai menggenjot kembali.



Semakin lama nafas Ardi dan Anissa semakin berat, genjotan Ardi pun semakin cepat.



“Ar teeeteeehh mooo keluuarrr.”



“Bbenntarr Teeeehhh.. Arrdddiii jjugggaaa.”



“Aaarrrr .. ooorrghhhhh.” Anissa pun meraih puncak kenikmatan, semprotran cairannya memancar dari dalam vaginanya, membasahi perut Ardi. Tubuh Anissa pun lemas tak bertenaga, Ardi yang masih menggenjot vaginanya tak lama kemudia mengerang panjang.



“Teeeeehhh, Arrrddiii jjuuuggaaaa sssmmmmpeeee.” Ardi mengerang keras dan genjotannya semakin liar.



Crooot croott..



Lima kali tembakan sperma Ardi dalam vagina Anissa.



“haaah haaah…haaah…” nafas terengah-engah keduanya terdenger, namun juga tersungging senyum kepuasan pada bibir mereka. Tubuh Ardi pun ambruk di samping Anissa, dengan tubuh penuh peluh Ardi memeluk mesra tubuh Anissa, Anissa masih mengatur nafasnya hanya diam menikmati persetubuhannya.



“Terima kasih Teh, impian Ardi sekarang dah tercapai bisa tidur dengan Teteh.” ujar Ardi.



“Ar.. ini pengalaman teteh yang pertama disetubuhi selain suami teteh.” pandangan menerawang ke langit.



“Tapi teteh puas, sudah lama teteh gak merasakan kepuasan ini.” sambil menoleh pada Ardi, Ardi pun tersenyum.



Malam pun semakin larut, entah berapa ronde mereka meraup kenikmatan terlarang hingga akhirnya mereka pun terlelap dalam mimpi indah.





Keesokan harinya saaat mereka keluar dari kamar.



“Duh ini yang lagi asiik malam pertama sampe lupa keluar, gimana servicenya Ardi puas kan?” Christin pun meledek saat Anissa dan Ardi keluar kamar, diikuti sorakan yang lainnya.



Anissa hanya tersipu malu tak menjawab.



Lama mereka bercakap-cakap hingga tak terasa waktu telah siang.



“Arrrr, duh teteh lupa, antarkan teteh jemput Ninda tapi antarkan dulu teteh kerumah.” mulai teringat terlalu lama dia disini, padahal sebelumnya dia merencanakan ingin menyusul putrinya, setelah berpamitan dengan yang lain Anissa langsung buru-buru pulang diantar Ardi.



Setiba di rumah Anissa terkejut anak dan suaminya telah ada di rumah.



“Kang, kok udah pulang? Ninda, ibu tadinya mo menyusul kesana.” sedikit kaku saat dirinya dipandangi oleh keluarganya, tanpa menjawab Ninda malahan melengos meninggalkan Anisa, membuat Anisa merasa tak enak hati pada Aninda. Nanda pun keluar dari kamarnya wajahnya terlihat sinis padanya.



“Darimana kamu?” tanya Ahmad.



“Aanuu kang dari rumah Christin, maaf aku lupa.” jawab Anissa sambil menunduk.



Ahmad hanya menghembuskan nafasnya tak bertanya lagi lalu beranjak ke kamar meninggalkan Anissa, teringat Ardi yang menunggu diluar Anissa pun kembali keluar.



“Ar, kamu gak jadi antar sekarang lebih baik kamu cepat pulang suamiku ada dirumah.” pinta Anissa, Ardi pun mengerti. Sebelum meninggalkan Anissa, Ardi mencium bibir Anissa membuat Anissa kelabakan takut aksi Ardi diketahui orang rumah, dengan senyum bahagia Ardi meninggalkan Anissa kembali ke villa.



*

*

*



Semenjak itu, hubungan antara Anissa dan Ardi pun semakin erat layaknya suami istri. Ardi pun dengan seiizin Christin mulai mengurangi pelayanan sex untuk dirinya, hampir tiap minggu Ardi menggauli dan menyemprotkan spermanya dalam vagina Anissa.



Hingga dua bulan berikutnya saat Anissa sendirian di rumah…



“Huuueekkk.. hueekkk…” mulut Anissa merasakan mual dan tak enak badan.

“Kenapa yah kok aku ngerasa mual.” ujar anissa sambil mengelap mulutnya.



“Perasaan bulan lalu aku masih datang bulan, atau jangan jangan… ah aku mesti periksa ke dokter?” Anissa mulai menyadari bahwa minggu-minggu ini ia tidak datang bulan. Dengan perasaan bimbang Anissa pun pergi bergegas ke dokter untuk memeriksa keadaan dirinya.



“Selamat bu, ibu tengah mengandung 6 minggu saat ini.” ujar dokter sesudah memeriksanya



Jeedaaarr… seperti tersambar petir perasaaan Anissa saat mengetahui kondisinya yang sekarang sedang berbadan dua. Apa yang musti ia katakan pada Ahmad dengan kehamilannya ini, padahal dirinya sudah lama tak digauli oleh Ahmad.



Anissa pun menelepon Ardi untuk ketemuan di villa pertama kali bertemu untuk mengabarkan, saat disana Ardi menyambut dengan hangat langsung mencumbunya, Ardi merasa tak bosan jika berada dekat wanita impiannya semenjak dulu berbeda jika menggauli yang lainnya.



“Arrr, bentarrrr aakkkhhhhh.” Anissa pun mulai terangsang ketika tangan Ardi meraba dan meremas dadanya.



“Akkuu kangen Teh, tak bosan-bosannya aku menyetubuhi kamu…. ” cumbuan Ardi membuat Anissa pun lupa akan maksud kedatangannya.



“Tehh kita ke kamar yuuk.” ucap Ardi sambil memangku tubuh Anissa ke dalam kamar.



Sementara itu dibalik jendela, 2 pasang mata sedang mengintip pergumulan Anissa dan Ardi, dengan mata terbelalak tak percaya melihat wanita yang dikenalnya melakukan yang tak semestinya dia lakukan, sedari keberangkatan Anissa dari rumah mereka terus membuntuti Anissa.



Salah seorang hanya bisa menangis terduduk bersandar di dinding bangunan tak percaya apa yang tengah terjadi, sedangkan yang satunya hanya mengepalkan tangannya menahan amarah diraihnya handphone lalu mengirim pesan WA kepada seseorang. Diketiknya handphone dan mengirim lokasi dimana dia berada sekarang.



“YAH, TOLONG DATANG KESINI SECEPATNYA!”


---oo0oo--​


Setelah kejadian penggerebekan, Anissa langsung kembali kerumah dan menunggu kedatangan suaminya Ahmad.



Di Ruang tamu kediaman Ahmad.



“Kang maafkan Nissa huuuhuuuu..” Anissa yang bersujud bersimpuh di kaki Ahmad memohon ampun. Sepulang dari pengerebekan, Anissa langsung kembali pulang tanpa Ardi, sebelumnya dia menyempatkan diri ke rumah sakit untuk mengetahui kabar Ninda tapi dilarang oleh Ahmad untuk menemuinya. Perih rasanya hati Anissa dimaki oleh anak kandungnya tapi dia hanya bisa menerima kenyataan karena kelakuannya.



Ahmad terus melangkah tak perdulikan Anissa yang terus memeluk betisnya.



“Kaaannng.. huhuhu… Nisssaaa … mooohooom ampun..huhu.. “ terus memohon ampun.



Ahmad lalu terdiam dan berkata lirih, “Dulu kau yang memintaku agar mengikuti impian kamu, tapi kau sendiri yang menghancurkannya.” dengan sedikit menghentakan kakinya pelukan Anissa pun terlepas.



Ahmad pun pergi kedalam kamar Ninda untuk mengambil pakaiannya. Ditinggalkannya Anissa yang sedang meringkuk menangis dilantai. Ahmad pun kembali dengan membawa tas pakaian Ninda.



“Selama ini aku diam bukan karena mengalah, aku lakukan karena rasa sayangku padamu dan semua itu juga untuk menjaga sumpah kamu dulu, sering kali aku mengingatkan kamu tapi kamu selalu mengidahkannya, aku sebenernya menyesali diri kenapa aku tak bisa menjaga kamu yang selalu percaya dengan semua keperkataanmu dulu, aku tak ingin semua ketakutan aku padamu akan merendahkanmu. Selama ini aku tau apa yang kamu lakukan dibelakangku tapi aku hanya bisa diam, kututupi semua itu aku tak mau anak-anak mengetahuinya. Dengan diamku aku harap kau mengerti tapi kenyataannya membuat aku tak mengerti. Dan yang aku takutkan ternyata terjadi anak-anak telah mengetahui apa yang kamu lakukan selama ini.”



Ahmad melempar sebuah buku diary berwarna merah pada Anissa yang masih bersimpuh menangis di lantai.



“Aku tak tau harus bagaimana, jadi pikirkanlah baik-baik!!” dan Ahmad pun meninggalkan Anissa seorang diri.



Sepeninggal Ahmad, Anissa meraih buku diary tertulis “Tam Tam” yang ternyata itu adalah buku diary milik Ninda putri bungsunya, dengan tangan yang bergetar dan tangis Anissa membaca lembar demi lembar setiap halaman hingga dia terkejut saat membaca tulisan putrinya.



27 agustus

Tam tam, Ninda dah dikota ini seneng deh rasanya bisa tinggal disini. Baru sekolah sebulan Ninda dah banyak temen. Eh tam.. waktu aku nganterin temen aku ke tantenya ke sebuah apartemen yang amat megah, aku liat ada wanita seperti ibu tapi kok dipeluk ama lelaki yang aku gak kenal, mau aku kejar tapi mereka udah masuk, akh mungkin cuma khayalan aja gak mungkin itu ibuku.



Hatinya sangat terkejut bahwa Ninda diwaktu yang sama ada diapartemen milik Christin meskipun Ninda tidak menduganya saat memergokinya. Pikiran Anissa langsung mengingat saat dirinya sedang digandeng Ardi waktu diajak gabung oleh Christin. Lalu Anissa kembali membaca kembali dan dirinya menemukan kembali



6 september

Tam, kok aku semakin penasaran dengan ibu, semakin hari ibu jarang di rumah sekarang ibu jarang memperhatikan aku, hampir tiap hari pergi pagi pulang malam, dia asyik sendiri ama temen-temennya. Tammm aku kesel ama ibu…. ibu sekarang kok berubah ibu sekarang udah ngelepas jilbabnya pake pakaian sexy, aku gak suka ibuku berubah Tam… aku suka yang dulu, lebih cantik, tapi aku tak tau musti berkata apa.. untung selalu ada ayah yang selalu ada memperhatikanku.



Anissa kembali menangis tersedu sedan ternyata Ninda selama ini kecewa, pada perubahan penampilannya. Terlebih yang menyakitkan dulu dia menyangka bahwa anaknya yang menjauhinya kini dia tersadar bahwa dirinyalah yang mulai tak ada waktu dengan keluarga.



1 Oktober

Kemarin Kak Nanda cerita tentang ibu, dia menemukan ibu yang sedang bermesraan di cafe tapi aku tak mempercayainya tam.. sampe-sampe aku bertengkar dengan kak Nanda, untung ada ayah yang memisahkan, senengnya aku ayah membela aku dia ngeyakinkan Kak Nanda bahwa dia salah lihat.



28 oktober

Tam, aku kesel ama ibu dia udah ingkar janji untuk nengokin kakek dan nenek, ditunggu-tunggu dia gak datang, untung ada papah jadinya aku dengan papah pergi ke desa.



29 oktober

Sepulang dari nenek aku liat kak Nanda sedang termenung seorang diri di ruang tengah, malamnya aku hanya sekilas mendengar kak Nanda yang sedang menangis berbicara dengan ayah di ruang tengah, dia bercerita di tempat camping melihat ibu sedang berciuman dengan seorang lelaki. Lalu entah apa lanjutannya ayah mengajak kak Nanda berbicara dalam kamar. Meskipun aku tak percaya tapi rasanya perih mendengarnya.



30 oktober

TAM…. TAMMM

KEMARIN MALAM AKU LIAT IBU BERCIUMAN DENGAN PRIA LAIN DIDEPAN RUMAH. AKU KECEWA TAM.. AKU GAK MENYANGKA IBU BEGITU.

TAM AKU GAK MENYANGKA LELAKI ITU TERNYATA OM ARDI YANG PERNAH BERTEMU DI SUPERMARKET… HIIIKS…



AAAAKKKKUUUU BENCIIIII IBUUUUU .. AKUUU GAK MAU PUNYA IBU SEPERTI ITU !!



AKU GAK AKAN KENAL LAGI DENGAN IBU…….!!



Dijatuhkannya buku harian putrinya, tubuhnya bergetar dan kembali menangis dalam penyesalan, ternyata awal pertama dirinya berhubungan dengan Ardi telah diketahui oleh putra putrinya. Akhirnya Anissa mengerti sekembalinya dari villa waktu itu Ninda dan Nanda seperti jijik dan enggan berbicara lagi padanya. Seribu sesal terus datang menerpa ingin rasanya seperti dulu tapi waktu tak bisa diputar kembali, Anissa hanya bisa meratapi dirinya.



Beberapa hari kemudian…



Anissa yang hanya bisa menunggu cemas akan suami dan putra putrinya di rumah, entah apa yang sekarang akan Anissa rasakan dalam hatinya, dimatanya masih terlihat sembab setiap hari dirinya hanyalah bisa menangis menyesali akan kebodohannya, ditambah rasa bersalah akan perselingkuhannya yang telah terbongkar saat itu yang mengakibatkan putri bungsunya yang sekarang sedang dirawat dirumah sakit dikarenakan mengalami geger otak ringan yang disebabkan oleh dirinya. Sudah dua hari suaminya beserta anak sulungnya tak pulang ke rumah mereka menemani Ninda di rumah sakit.



Setelah sadar apa yang dilakukannya dirinya selama ini membuat Nissa tak berani menjenguk atau pun menemani putrinya yang berada di rumah sakit hanya pasrah dengan nasibnya sekarang.



Masih untung kasus penggerebekan pada dirinya tak dimuat dalam masuk kabar berita multimedia, hingga nama baik Anissa beserta keluarga masih bisa terjaga oleh kelakuan bejatnya.



Yang terjadi pada saat penggerebekan waktu itu Ahmad yang membopong Ninda melengos bergegas pergi tanpa sepatah kata meninggalkan Anissa dan Ardi diikuti oleh aparat keamanan yang juga meninggalkan mereka, entah mengapa mereka tak menangkap mereka, hanya Nanda putra sulungnya yang tiba-tiba tertahan dipintu lalu berbalik menatap ibunya tajam tak sepatah kata yang terucap dibibirnya terlihat gengaman tangannya yang menahan gemuruh amarah. Begitu pula Anissa yang hanya tertunduk terdiam tak berani melihat tatapan amarah putranya itu entah apa yang dirasakan dalam hatinya yang jelas hanya penyesalan yang amat sangat. Lalu beberapa saat Nanda pun pergi meninggalkan kamar terkutuk itu menyusul ayahnya.

Anissa langsung bangkit meraih pakaiannya yang tercecer dilantai dan dipakainya buru buru, tanpa peduli akan kerapihan pakaiannya lalu dia berlari menyusul suaminya tapi sebelum keluar didepan pintu tanpa berbalik Anissa berkata pada Ardi.



“Lebih baik kamu jangan hubungi aku lagi semuanya telah berakhir hingga saat ini dan seterusnya jangan mencari aku lagi biar semua ini aku tanggung sendiri apapun yang terjadi” terdengar lirih yang bergetar terucap di bibir Anissa lalu Anissa pun pergi meninggalkan Ardi. Tapi entah apa yang ada dibenak Ardi seolah olah dia tak peduli dengan semuanya dia hanya tersenyum tak sedikitpun ada rasa sesal atwu bersalah, yang dilakukannya hanya kembali tidur diatas ranjang tanpa mengejar Anissa.



Anissa yang terus berlari ke lobi hotel mengejar Anak dan suaminya, tetapi mereka telah pergi meninggalkan hotel. Anisa pun duduk bersimpuh dilantai dan menjerit menangis di lobi hotel membuat orang orang disekitarnya memperhatikan dirinya.



Dengan pikiran yang berkecamuk Anissa lalu duduk di sofa tengah lalu diraihnya remote tivi dinyalakannya. Anissa yang tak bergairah saat menonton matanya terlihat kosong hingga tiba tiba matanya terbelalak pada suatu berita breakingnews, sekelompok orang yang dia kenal sedang digiring oleh petugas keamanan, tertulis dilayar kaca penangkapan komplotan mafia proyek pemerintah dan beberapa pejabat yang telah melakukan penyuapan, penyelewengan dana serta pencucian uang RAPBD.



Meskipun para tersangka mencoba menutupi wajahnya dengan tangan mereka tapi Anissa mengenali sosok itu, salah satunya adalah Bu Christin dibelakangnya dikuti Bu Cindi dan…

“Arrrdiii….” Ucapnya saat mengetahui sosok lelaki yang telah menjerumuskan dia dalam perselingkuhan hingga dirinya sekarang telah berbadan dua. Diapun mendekati layar tivi ingin mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi.



Dengan seksama Anissa mendengarkan berita hingga akhirnya dia sadar bahwa proyek yang mereka garap adalah proyek yang dinaungi oleh komisi yang dipegang suaminya.



“Arrrrrrrrgghhhh.. brengsseeekkk kaliannn semua huuuuhuuuu.. kalian mencoba memperalat akuuu huuuuhuu… brengsseekk kauuu Arrdiii kaau telah menghancurkan hidupku.. huuuhuuu.” Anissa menjerit menangis seorang diri, akhirnya Anissa tersadar bahwa orang yang selama ini baik dimatanya ternyata tujuan mereka adalah hanya memanfaatkan dan menjerumuskan dirinya ke jurang kenistaan.



Saking tak kuasa menahan amarah dilemparnya remot itu ke tivi hingga hancur berantakan. Anissa menjerit keras dan menangis didepan TV meluapkan penyesalannya.



Beberapa jam kemudian…



Anissa yang mematung dihadapan figura dirinya bersama keluarga kecilnya, bibirnya tersempil senyum dalam tangis penyesalan, saat ini dia telah bulat mengambil keputusan yang akan dia ambil.

“Kang, maafkan Nissa ternyata Nissa gak bisa menjaga kepercayaan akang seandainya dulu Nissa menuruti apa kata akang mungkin ini semua tak akan terjadi hiikss…………. Nissa terlalu bodoh dan percaya diri tetapi kenyataannya Nissa lah yang hikks……… (menghela napas tak menamatkan ucapannya)…………. (dengan senyum dipaksakan) Dan juga Maafkan Nissa yang gak bisa menemuimu beserta anak anak, Nissa rasa Nissa sudah gak pantas menemui dan berpamitan dengan kalian, Nissa tahu bahwa kelakuan Nissa gak akan pernah bisa dimaafkan, Nissa harap Akang bisa menemukan pengganti yang lebih baik dari Nissa dan bersama sama dia membesarkan Nanda dan Ninda hiiksss….. sesuai sumpahku dulu……….. (tak menamatkan pikirannya kembali menerawang akan sumpahnya dulu)……………….. Nissa akan pergi meninggalkan akang, semoga akang bersama anak anak bahagia hiikkss ” lirih Anissa sambil mengusap pigura, dicopotnya cincin dijari manisnya dan diletakkan diatas meja dibawah figura dan dengan tas travel usang Anissa pun pergi tanpa pamit meninggalkan keluarga kecilnya.



Sepeninggal Anissa…



“Kamu masih pusing gak sayang?” ujar Ahmad hendak menggendong Ninda saat turun dari mobil dikuti Nanda turun setelahnya, Ninda yang sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat

“Dah enggak yah, udah dong malu turunin Ninda malu tau dari rumah sakit same sekarang digendong lagi malu ama tetangga, lagian Ninda kan berat dah gede dah smp bisa jalan sendiri ” Ninda dengan cemberut manja dengan kening masih diperban sambil meronta ronta tubuhnya menolak tawaran ayahnya menggendong dirinya.



“Biarin gak berat kok lagian ayah yang pengen gendong kamu, lagian dimata ayah, Ninda masih putri kecil ayah.” Ahmad makin tak gemas.



“Huuup.” Ahmad pun menggendong Ninda



“Tuh kan ayah masih kuat lagian gak berat putri kecil ayah ini..” ujar Ahmad ceria



“Basa-basi kamu mah Nin, padahal pengennya digendong ayah.” ledek Nanda, Ninda hanya cengengesan lalu memeluk leher Ahmad menutupi wajah malunya.



“Tuhh kan diledek Kak Nanda.” manjanya.



Ahmad hanya bisa tersenyum melihat kelakuan putra putrinya yang masih bisa tertawa walaupun dengan luka dalam hati mereka, tapi senyum itu menghilang seketika saat pandangannya mengarah ke pintu rumah dalam pikirannya entah apa yang akan terjadi dan yang akan dilakukannya didalam rumah jika bertemu dengan Anissa disana.



“Yaaahhh..” Nanda melihat ekspresi perubahan ayahnya saat melihat rumah dihadapannya. Ninda pun tergugah lalu mengarahkan pandangannya kearah rumah.



Ahmad lalu memandangi putra putrinya lalu mengangguk dan tersenyum seakan memberi kekuatan pada dirinya untuk masuk kedalam rumah. Nanda pun tersenyum dan mendahului ayahnya. Saat hendak membuka kunci pintu Nanda tertegun seperti ada yang aneh pada pintu, perlahan Nanda membuka pintu dan ternyata tak terkunci. Nanda pun dengan berjalan perlahan mengamati setiap sudut ruangan diikuti Ahmad yang mengikutinya dengan penuh hati hati. Ninda pun turun dari gendongan Ahmad, sambil memegang ujung baju Ahmad mengikuti perlahan.



Saat diruang tengah sontak mereka pun kaget saat melihat kadaan TV yang telah hancur berantakan. Melihat kondisi yang janggal Ahmad pun langsung berlari ke setiap ruangan dalam rumah begitu juga Nanda langsung tergopoh gopoh keluar memanggil sopir agar cepat membantu ayahnya karena takut ada pencuri yang masuk ke dalam rumah dan kembali kedalam memeriksa kedalam ke setiap kamar tidur. Sang sopir pun langsung bergegas kehalaman belakang untuk memeriksa.



Beberapa saat kemudian…



“Pak gak ada siap siapa.” sang sopir melapor pada Ahmad, dijawabnya dengan anggukan lalu sopir pun kembali untuk memeriksa disekeliling rumah.



“Yaaahh..” Ninda depan Figura keluarga memanggil Ahmad sambil menunjuk kearah atas meja. Ahmad pun mendekati lalu meraih benda diatas meja, lalu diam termenung seperti memikirkan sesuatu.



“Yah, Nanda rasa gak ada orang masuk, semua masih rapi” ujar Nanda yang telah memeriksa kamar tidur, tanpa menjawab Ahmad pun langsung bergegas kedalam kamar memeriksa setiap lemari diikuti oleh kedua anaknya.



“Gak ada yang hilang yah, surat surat penting dan perhiasan ibu masih kumplit” Ujar Nanda dan Ninda yang masih memeriksa isi lemari.



“Pak pintu gudang samping terbuka tapi saya periksa gak ada yang hilang” sang sopir kembali melapor pada Ahmad dan membuat ahmad kembali bergegas kearah gudang sepertinya Ahmad telah mencurigai sesuatu.



Dan setelah memeriksa barang barang dalam gudang, tubuh Ahmad langsung tersandar lemas disudut gudang hingga terduduk, kedua tangannya menutupi wajahnya tak lama terdengar isak tangis dari mulut Ahmad.



“Kenaapaa Nis.. kenapa kita gak bicara baik baik dahulu, apa yang kamu lakukan semua ini belum cukup menyakiti semua ..” lirihnya.



Nanda Ninda yang telah memeriksa lemari orang tuanya lalu menyusul Ahmad ke gudang, mereka pun melihat Ahmad yang duduk sambil menopang tangan dilututnya tertunduk menangis.



“Yaaahh kenapa nangis, ada apa?” Ninda merasa ada sesuatu yang salah pada ayahnya, langsung duduk disamping ayahnya dan memeluknya, Nanda pun hanya jongkok dihadapan ayahnya.

Tanpa mengangkat kepalanya…



“Nnaanda.. Ninndaa maafkan ayah mu ini, yang tak mampu membimbing dan melindungi ibu.. hingga semuanya terjadi” ujar Ahmad yang tak mampu menahan penyesalan yang mendalam.



“Ada apa sih yah?, kenapa ? apa Ibu buat masalah lagi?” Ujar Nanda sedikit geram mendengar bahwa Ibunya Anissa disebut oleh Ahmad.



“Tidak nak, ibu kalian sudah pergi … dia telah pergi jauh meninggalkan kita.. maafkan ayah…” lirihnya lalu terdiam, Nanda dan Ninda pun hanya terdiam tak mampu berkata kata meskipun ada rasa marah tapi jauh dari dalam lubuk hati mereka ada rasa sesal dan mengkhawatirkannya.








13 tahun kemudian…

Dipagi hari disebuah desa yang masih asri di kaki bukit pinggiran pantai selatan gak jauh dari perbatasan propinsi jabar banten, tampak sebuah rumah kecil yang menghadap kearah pantai yang sangat berbeda dengan rumah disekitarnya, walau Nampak kecil bermodelkan rumah modern tetapi bernuansa natural minimalis memiliki halaman luas yang ditanami beraneka tanaman buah buahan serta Bunga bunga yang menambah keasrian. Seorang wanita setengah baya berjalan menuju sebuah bangunan toko disamping halaman rumahnya.

“Neng, gimana pesanan ibu kemarin dah dikirim belum ama gudang pusat?” Tanya wanita itu pada seorang pegawai yang sedang mengulak minyak goring di depan took.

“Belum bu.. katanya masih dalam perjalanan mungkin sebentar lagi” jawab pegawai itu lalu dia memberhentikan kerjanya lalu mendekati wanita itu lalu mencium tangannya.
“Ya sudah ibu mau masuk dulu ke dalam mau cek catatan stok barang kita?” jawabnya

Anisa Puji Astuti 47 nama wanita setengah baya, 13 tahun yang lalu dia sebagai warga baru di desa ini. Dilingkungan yang sangat asing tak seorang pun ada yang dia kenal dia datang seorang diri tanpa seorang pun yang mengantar. Untungnya beberapa tokoh masyarakat sangat berbaik hati salah satunya adalah memberi bantuan menampung sementara waktu hingga Anissa mendapatkan tempat tinggal sendiri. Hanya beberapa hari saja pak lurah menawarkan sebuah rumah kecil diatas bukit dengan harga yang sangat miring, dan yang Anissa merasa senang dan langsung membelinya yaitu lokasi rumahnya yang merupakan impiannya sedari dulu, sebuah rumah kecil diatas bukit yang menghadap kea rah pantai.
Anissa dapat membeli rumah dari uang hasil tabungan dia semenjak menikah yang ia sisihkan yang dulu direncanakan untuk pergi haji bersama ahmad tapi ternyata itu hanyalah angan dan sekarang uang yang dikumpulkan selama ini digunakan untuk membeli rumah untuk tinggal bersama anak yang dikandungnya saat meningalkan suaminya.

6 jam berlalu anissa disibukan melayani para pelanggan.

“Bu , ini udah jam 12 mungkin sebentar lagi anak anak akan pulang..!!” ujar Eneng pegawai yang paling dipercaya olehnya.

“Ya udah ibu pulang dulu, ntar tolong neng cek lagi barang yang stoknya kosong, supaya kita langsung order ke pusat agar bisa secepatnya dikirim.”

“Baik bu.” jawab Neng.

Anissa pun kembali pulang kerumah, tanpa disadari oleh dirinya dua orang anak kecil mengikuti dibelakangnya. Ketika Anissa hendak membuka pagar rumah.

“DUUUAAARRR!” salah seorang dari anak itu mengagetkan Anissa.

Anissa yang terkejut langsung berbalik menangkap anak itu.

“Kamu nakal yah mengangetkan ibu sih, kalo ibu jantungan ntar kalian repot sendiri, awas ibu balas” Ujar Anissa sambil mengilitik kedua anak itu.

“Hahhaha.. ampun bu.. bagas nyerah bu.. ampun hahaha” kata anak itu, yang bernama Bagas Cendikiawan 12th meronta ronta melepaskan diri.

“Hihi, rasain tuh makanya jangan godain ibu” timpal salah satunya yang ternyata seorang gadis cilik.

Chika Anissa Putri 12 nama gadis cilik tersebut. Bagas dan Chika adalah anak kembar dari Anissa, 12 tahun sudah Anissa membesarkan kedua putra putrinya seorang diri. Hampir seluruh warga tak mengetahui jati diri Anissa yang sebenarnya mereka hanya tahu bahwa Anissa adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya dan tak memiliki orang tua serta sanak saudara.

“Bu, Bagas dan Chika tadi dipanggil kepala sekolah, katanya bagas dan Chika dapet beasiswa pendidikan untuk biaya ke smp, malahan lagi kalo Bagas ama Chika nilaiya bagus mau diajukan untuk beasiswa sampe kuliah!!” Ujar bagas memberikan selembar kertas pemberitahuan.

“Iya bu.” Chika hanya menyahut peryataan kakak kembarnya.

“Alhamdulillah, ibu seneng deh dengernya dari awal sekolah hingga sekarang bagas ama chika selalu dapet bea siswa, emang siapa yang memberikan?” balik bertanya, sambil membuka lembaran kertas tadi.

“PT Cahaya Nurani.. heemm sebentar ibu merasa tak asing ama nama perusahaan ini” Anissa merasa tak asing denga gambar Logo perusahaan itu.

“Ya sudah kalian ganti baju dulu gih terus makan siang.” perintah Anissa.

“Ya bu..” jawab mereka.

Anissa pun masuk kekamar lalu membuka laci lemari dan mengambil beberapa berkas kertas. Dibacanya satu persatu, hingga dia menemukan sesuatu dari beberapa berkas.

“Kok ini perasaan logo perusahaan nya mirip yah dengan yang selama ini memberi beasiswa untuk anak anakku, heem ini akta jual beli waktu aku membeli rumah ini dengan harga murah pemiliknya … kok sama logonya, dan ini koperasi yang membantu memasok barang juga mirip, apa ini dari perusahaan yang sama?, apa ini orang kenal aku? Tapi siapa? Aku kesini tak seorang pun tau!!” Gumam Anissa, beberapa lembar kertas dari berbagai perusahaan yang selama ini membantu segala kebutuhannya disetiap kop suratnya memiliki logo yang sama. Otaknya terus berputar mencari jawaban dari semua ini.

Tok..tok..

Terdengar ketukan pintu depan membuyarkan pikirannya, Anissa pun langsung merapihkan berkas berkasnya dan menyimpan kembali kedalam laci lemari, lalu dia bergegas ke pintu depan. Setelah dibukanya pintu kini dihadapannya seorang wanita cantik sambil menggandeng seorang anak kecil.

“Dengan ibu Anissa?” Sapa Wanita itu sambil tersenyum manis.

“Yah dengan saya sendiri, Mbak siapa yah ? Ada keperluan apa mencari saya?” jawabnya
“kebetulan saya ada sedikit keperluan dengan mbak, Bolehkah saya masuk?” jawab wanita itu.

“Ehhh ohh maaf jadi lupa saya mempersilahkan, mari mbak duduk!!” Anissa pun mempersilahkan wanita itu masuk .

“Apa yang bisa saya bantu mbak?” Tanya Anissa sambil duduk dihadapan, wanita itu lalu mengeluarkan sesuau dari dalam tasnya, sepucuk amplop undangan berwarna Hijau. Lalu disodorkannya diatas meja dihadapan Anissa.

“Apa ini?” Anisa yang masih bertanda Tanya.

“Bacalah dulu Mbak” jawabnya sambil tersenyum. Anissa pun membuka amplop dan membacanya hatinya lalu berdetak kencang dengan apa yang tertulis di dalam kertas undangan itu. Tak terasa air matanya menetes dipipi tubuhnya bergetar lemas, tak mengira orang yang tertulis disana telah mengundangnya apalagi dia mengetahui dimana tinggal. Penyesalan yang telah ia kubur dalam hatinya kita telah terbuka kembali dimana Anissa telah merusak semua impiannya dan meninggalkan kebahagiaannya bersama orang yang dia sayangi.

Setelah membacanya Anissa pun kembali memasukan kertas undangan, sambil mengusap air matanya.

“Makasih mbak sudah mengantarkan ini, tapi bisa kah aku menitip pesan pada Nanda mohon maaf aku tak bisa hadir dipernikahannya, aku…” ujarnya dengan senyum dipaksakan.

“Dia mengharapkan kehadiran mbak disana” jawab wanita membujuk Anissa.

“Aku masih pantas untuk hadir disana..” lirihnya.

“Pantas gak pantas.. dia itu anak kandung mbak, buang perasaan bersalah itu mbak, ikatan seorang ibu dengan anak kandungnya itu sangatlah kuat, tak peduli yang terjadi ikatan itu tetap masih ada” jawab wanita itu sambil menyodorkan sepucuk surat lagi pada Anissa.
Anissa pun membuka dan membaca surat itu.

Untuk Ibu,

Bu, Gimana kabarnya sehat? Aku harap ibu baik baik disana. Bu Nanda serta Ninda kangen ama ibu, Nanda harap Ibu mau kembali berkumpul lagi bersama kita!!.
Oh iya Bu, sekarang Nanda sudah menjadi Prajurit Angkatan Darat dan juga Ninda sudah menjadi drg pasti ibu seneng dengernya kalo anak anak ibu sudah sukses.

Bu, maafkan perlakuan Nanda pada ibu waktu itu. Bukan maksud Nanda menghujat ibu tapi mungkin Nanda yang belum dewasa untuk menyikapinya jadi mudah terpancing amarah.

Bu, maafkan juga Nanda yang belum bisa menemui dan menjemput ibu, bukan berarti Nanda membuang ibu tapi Nanda rasa dimenemui ibu pun pasti akan menghindar dari Nanda. Yang bisa Nanda lakukan hanyalah berdoa untuk ibu. Nanda hanya bisa menulis kekangenan pada ibu dalam surat ini yang dititipkan pada bunda Resti.

Oh iya Bu, minggu depan Nanda akan menikah. Nanda sangat mengharapkan ibu bisa hadir mendampingi Nanda saat ijab Kabul, Nanda mohon.

Sekali lagi Nanda harap ibu bisa kembali lagi berkumpul dengan kami disini karena dimata nanda masih ibu yang melahirkan Nanda. Salam dari Nanda untuk adik adik Nanda disana

Wasallam dari anak mu

Ananda Rizki Ramadhan

Anissa hanya terdiam setelah membaca isi surat, dalam hatinya berkecamuk antara rasa rindu pada Nanda dan Ninda serta rasa penyesalan yang tak ingin menemui mereka.

“Bunda…. Kok lama sih, kalila kan kesel nunggu di mobil” tiba tiba dari luar masuk gadis cilik.

“Kalila salim dulu ke ibu Anissa, Mbak kenalkan ini putri bungsu saya namanya Kalila Dwi Anugerah.” Wanita itu meraih gadis cilik dan memperkenalkan pada Anissa.
“Kalo boleh tau Mbak itu siapa dan hubungannya dengan Nanda putra saya apa” Tanya Anissa sambil menyalami Kalila.

“Oh yah maaf mbak saya belum memperkenalkan diri saya Resti Septiani ..emmmm.. “jawab Wanita itu tapi seperti ragu melanjutkan jawabannya, Anissa hanya menatap seperti meminta penjelasan pada Resti.

“Emmm.. saya ibu tirinya Nanda.. istrinya mas Ahmad.” lirihnya pelan.

“Ehhh…. ” Anissa terkejut mengetahui siapa yang ada dihadapannya ini,
“Aku mohon mbak Resti meninggalkan tempat ini, dan tolong pada mereka jangan mencariku lagi” ucapnya tegas lalu dia berdiri seperti hendak meninggalkan Resti, sesaat akan memasuki kamar.

“Sebentar mbak aku mohon pergi, dengarkan penjelasanku dulu… aku mohon sedikit waktu untuk menjelaskan..” Resti pun berdiri dan menahan lengan Anissa. Anissa hanya diam mematung memunggungi Resti.

“mbak, aku kesini dengan maksud baik atas permintaan mas Ahmad, Nanda serta Ninda untuk menemui mbak Anissa. Mereka tau kalo mereka yang datang mbak pasti akan menghindar akhirnya mereka menyuruh aku untuk menemui Mbak” jelas Resti, Anissa hanya diam tubuhnya mulai bergetar kembali menahan tangis.

“Jika mbak gak memang tidak menerima aku disini aku minta maaf, tapi aku mau sampaikan bahwa Nanda dan Ninda masih menunggu mbak disana. Begitu juga Mas Ahmad didalam hatinya masih menunggu mbak untuk kembali padanya…. Cuma itu yang aku sampaikan mbak, maaf kalo kehadiran resti membuat mbak gak nyaman, aku mohon pamit… Kalila ayo nak kita pulang” Lanjut Resti langsung mengajak Kalila pergi.

Bagas dan Chika pun muncul dari arah dapur melihat ibunya berdiri menangis mereka pun berdua memeluk Anisa.

“Bu kenapa menangis..” Tanya Chika, Anissa hanya membalas pelukan Chika dan Bagas.
“Gak papa nak.. ibu cuma sedikit lelah” dengan senyum menenangkan kedua anak kembarnya ini.

“Mbak, Nanda dan Ninda pun merindukan pelukan hangat dari seorang ibu kandungnya seperti yang mbak lakukan pada kedua putra putri mbak ini untuk menenangkan perasaannya, tolong mengertilah mbak buang rasa bersalah mbak jangan siksa perasaan mereka” ujar Resti yang ternyata belum meningalkan ruangan dan akhirnya Resti pun meninggalkan Anissa
Dan Anissa pun menangis makin menjadi-jadi.



---oo0oo---​







dikota besar ujung timur pulau jawa, sebuah mobil berhenti disebuah parkiran gedung pernikahan terlihat tak begitu mencolok dibandingkan mobil mobil tamu lainnya yang terlihat mewah, mobil itu didalamnya membawa Anisa beserta kedua putra putrinya, Anissa memang sengaja menyewa mobil milik tetangganya untuk hadir memenuhi undangan pernikahan. Sebenarnya dirinya enggan menghadiri undangan itu, karena rasa malu, sesal dan bersalahnya kembali muncul tetapi didalam surat undangan terselip selembar kertas tulisan anaknya Nanda yang mengharapkan dirinya hadir dipernikahannya membuat Anissa mengesampingkan semua itu. Apapun yang terjadi nanti dengan berat hati Anissa pun mengajak kedua anak kembarnya untuk hadir.

“bu ini gak salah tempatnya yakin ini, mewah banget pestanya emang siapa sih yang ngundang dari kemarin ibu gak mau jawab


Pov anisa

Dengan berat ku melangkah memasuki Gedung pernikahan, tertegun saat meihat putraku yang sedang melaksanakan prosesi upacara pernikahan militer, dengan langkah tegap menggandeng seorang wanita cantik berkerudung, yah dia menantuku istri dari anakku yang lahir dari rahimku..

Lalu aku mencari tempat dimana aku dapat melihat kebahagian putraku tanpa diketahui olehnya.. disuatu sudut gedung tertutup oleh para tamu, dan disana mataku terus tak lepas melihat putraku , prosesi demi prosesi pernikahan telah dilaluinya terpancar jelas diwajahnya kebahagiaan. Saatnya mereka menaiki pelaminan, dikuti oleh….

“Kang….” Mataku melihat kang Ahmad menaiki pelaminan dengan resti disampingnya, Tak kuasa aku meneteskan air mata, entah apa yang ku tangisi apa ini kebahagiaan atau penyesalan.

“Sungguh beruntungnya kamu Nak, mendapatkan Istri yang cantik..!!” aku mengagumi kecantikan wanita disamping putraku

“Bu.. bu.. stand makanannya dah dibuka boleh Chika kesana mencicipnya!!” terdengar Chika menarik tanganku.

“ehh.. Chika.. bentar..” dengan mengusap Air mataku agar tak diketahui Chika

“Kok ibu nangis kenapa, ada yang salah ama pengantinnya bu??” chika mengetahui aku yang menangis.

“Gak kok nak, ibu menangis membayangkan jika nanti kamu menikah, ibu ingin kamu seperti seperti pengantin wanita itu, Chika pasti bahagia dan ibu pun sangat bahagia nak” jawabku mengalihkan perhatiannya

“Ah ibu, Chika kan masih kelas 6 sd masih jauh dah kepikiran kesana!, dah akh bu itu keliatannya enak!!” jawabnya dengan manja sambil menunjuk sebuah stand.

“Eh Kakak kamu kemana?!” aku mulai tersadar Bagus sudah tak berada disisiku, tapi chika sudah berlari meninggalkan ku.



“KEPADA KELUARGA MEMPELAI PRIA DIHARAP MENAIKI PELAMINAN, KITA AKAN ABADIKAN HARI KEBAHAGIAAN INI, KEPADA BAPAK AHMAD DAN IBU RESTI BESERTA PARA ADIK DARI MEMPELAI PRIA KAMI PERSILAHKAN MENGAMBIL POSISI YANG TELAH DIATUR OLEH KRU” terdengar MC berbicara, membuyarkan pencarian Bagus, aku pun kembali memandang pelaminan, terlihat Kang Ahmad tertawa bahagia diikuti Rizki memeluknya, begitu pula Resti yang telah menggantikan posisiku disamping Kang Ahmad, seorang anak gadis kira kira seusia Chika menggandeng bocah kecil berjalan menaiki pelaminan dan dikuti seorang gadis cantik dibelakangnya



DEGGG



Berdetuk kencang hati ku saat tau bahwa gadis cantiik itu adalah Aninda putriku, dengan anggun berjalan mendekati kedua mempelai bercipika cipiki dengan keduanya terlihat mulutnya seperti mengucapkan selamat dan lalu mengambil posisi berdiri disamping Resti. Lalu mereka pun berfoto bersama mengabadikan hari kebahagiaan ini



Perih hati ini melihat disaat mereka berdiri dipelaminan di hari kebahagiaan putraku, seharusnya itu aku yang berada disana yang menikmati semua ini bukan resti, ya allah aku bener benar bodoh telah menghancurkan kebahagiaan aku sendiri oleh kebodohan ku yang terbius oleh nafsu dunia. Aku sangat… sangat menyesali semuanya harus aku lalui.

Tak terasa air mata ini menetes dengan deras dan tak kuasa tubuhku bergetar ingin ku berteriak meluapkan perasaan ini.

“Buuu… kenapa ibu menangis!!” tiba tiba Bagus menyadarkanku. Terlihat ditangannya memegang hp yang dia pinjam dari ku

“Nak kita pulang saja yuk…!! Mana Chika” sambil menarik lengan Bagus lalu kau mencari cari chika dan akhirnya chika pun kutemui sedang menikmati sebuah hidangan, tanpa banyak bicara akupun menariknya.

“Chika ayo kita pulang nak”

“Tapi bu chika belum mencicipi semua hidangannya”

“Iya bagus juga malahan belum makan..!!” Ada penolakan dari mereka saat ku menarik lengan mereka, tapi…

“Ntar kita makan yang lebih enak dijalan dan setelah itu kita sebelum pulang kita singgah dulu dikota Y, kalian belum pernah kesana kan, entar keburu kemalaman disana” bujukku agar kedua anakku mengerti

“Assyiikk bener nih bu..!! kalo gitu ayo kak, chika pengen cepet kesana pengen liat candi yang megah itu ” chika pun tersenyum bahagia rasa kecewanya terobati malahan dia yang menarik cepat lenganku.

Saat hendak melangkah keluar di pintu gerbang terdengar MC berbicara

“SEGENAP KRU MANDIRI WEDDING ORGANIZER MENGUCAPKAN SELAMAT BERBAHAGIA KEPADA BAPAK AKHMAD DARMAWAN SELAKU PEMILIK PT CAHAYA ANUGERAH, BESERTA KELUARGA DAN TAK LUPA JUGA SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU KEPADA KEDUA MEMPELAI PENGANTIN”



Deggg.. kakiku terhenti melangkah

Hatiku tersentak saat mengetahui pemilik dari nama perusahaan yang selalu tak henti hentinya memberikan bantuan kepadaku selama 12 tahun ini telah disebut oleh MC tadi,

“Kang, apakah selama ini kamu..!!” aku menoleh kearah pelaminan dan disaat itu juga kang Ahmad pun menatap tajam ke arahku. Aku pun langsung memalingkan wajah engan keberadaanku ini di ketahui olehnya, dengan air mata yang tak henti menetes aku bergegas pergi meninggalkan gedung pernikahan ini



….



….



….



Dalam perjalanan aku hanya diam, otakku terus berputar mencari jawaban dari semua ini mulai dari kepindahan ku, pembelian rumahku yang dinilai sangat murah, dan beasiswa yang diterima oleh bagus dan chika hingga kuliah nanti.



“Bu, bagus pengen deh kayak kakak tadi, dengan seragam militer dia terlihat ganteng dan gagah disana!!” bagus memulai percakapan sambil memperlihatkan foto yang dia ambil di hp ku.

“Iya kak, chika juga pengen kayak mempelai wanitanya .. dia anggun cantik dengan hijabnya.. tuh liat” ikut nimbrung melihat foto yang diambil kakaknya.

“Bagus.. chika, jikalau dah besar kamu harus mesti seperti mereka, contoh mereka, mereka itu sedari kecil giat belajar untuk mencapai cita cita, makanya mereka terlihat sangat bahagia karena cita cita mereka telah tercapai, apalagi kamu bagus kamu seorang lelaki kamu harus bisa jadi pemimpin kayak kakak yang tadi menikah” aku memberi nasihat pada kedua anakku.

“Kok ibu tau sih mereka giat belajar apa ibu mengenal mereka” Tanya Chika curiga

“Iya sih bu siapa sih mereka, eehh ibu tau gak kenapa bagus memfoto mereka, tadi pas bagus melihat dari dekat kok tiba tiba ada perasaan pengantin prianya seperti ada hubungannya dengan bagus bu, makanya bagus foto mereka supaya bisa menanyakan ke ibu??” bagus pun bertanya,

Ingin ku jawab pertanyaan kedua anakku ini tapi mulut ini seakan berat untuk berbicara, hanya air mata yang kembali menetes dan segukan kecil yang keluar dari mulutku, rasa bersalah yang aku kubur kembali terkuak dalam hatiku ini, aku tak ingin kedua anakku ini terluka jika mengetahui kebenaran yang terjadi, yah aku gak mau mereka menjadi korban seperti kedua kakak mereka akibat kebodohan ku ini.

Mungkin nanti jika saatnya kelak mereka akan mengetahui segalanya akan aku terima semua penilaian mereka pada diriku ini, biar sang waktu yang menjawab.

Tak kuduga kedua anakku memelukku erat

“jika ibu gak mau menjawabnya tak mengapa bu, kita gak akan bertanya lagi, lagian mereka gak ada hubungannya dengan kita” ujar mereka, membuat luka di hati ini makin teriris, isak tangisku pun semakin menjadi.

Dalam tangisku aku hanya bisa membalas pelukan mereka tanpa sepatah katapun terucap.

Entah apa yang nanti akan terjadi jika kedua anakku ini mengetahui kebenaran yang terjadi, tapi yang jelas sekarang ini aku hanya bisa mendidik dan membimbing mereka agar bisa seperti kakak-kakaknya kelak, dalam hati aku berjanji, akan curahkan segalanya untuk kedua anakku ini, aku ingin semua anakku yang lahir dari rahimku menjadi orang yang sukses dunia akhirat, aku ingin mereka selalu bahagia semasa hidupnya dan yang pasti aku ingin membekali mereka dengan iman yang kuat agar mereka tak seperti aku yang terlena akan indahnya duniawi dan menyianyiakan semuanya hanya karena kepuasan nafsu sesaat.

Yang sekarang aku pikirkan adalah setelah sampai dirumah aku akan kembali pindah menjauhi dari kang Ahmad dan Anak anaku hingga mereka tak ada yang tahu dimana aku tinggal

“Bagas Chika nanti sampe rumah kita beres beres yah, kita pindah rumah rasanya ibu gak betah lagi disana, pak nanti saya nambah satu hari untuk sewa mobilnya” ujar Anissa membuat kedua putra kembarnya kembali bingung dibuatnya.















Pov Ahmad

Satu jam sebelumnya dipesta pernikahan

“KEPADA KELUARGA MEMPELAI PRIA DIHARAP MENAIKI PELAMINAN, KITA AKAN ABADIKAN HARI KEBAHAGIAAN INI, KEPADA BAPAK AHMAD DAN IBU RESTI BESERTA PARA ADIK DARI MEMPELAI PRIA KAMI PERSILAHKAN MENGAMBIL POSISI YANG TELAH DIATUR OLEH KRU”

“Pah ayo kita foto dulu ntar menyambutnya didepan juga nanti bisa” Resti mengajakku saat aku sedang menyambut tamu.

“Iyaa bun, …pak bu maaf aku naik dulu nanti disambung kembali “ aku pun berpamitan pada para tamu yang menyapaku tadi.

Aku pun naik kepelaminan sambil menggandeng Resti

“Kamu sungguh cantik bun dengan kebaya ini” aku memuji kecantikan Resti,

“Ih papah bisanya ngegombalin Bunda aja” bisik resti manja sambil menggandeng lenganku Resti mencubit pinggangku.

Dulu resti adalah istri dari Aiptu Bagja anggota polisi sahabat dekatnyanya tak jarang dia membantu seperti saat penggerebekan istrinya Anissa, dia telah dibunuh oleh mengungkap sebuah kasus penggelapan dana yang melibatkan banyak pejabat di pemerintah pusat, meskipun kasus itu telah terungkap dan orang orang yang terlibat telah ditangkap tapi musti dibayar dengan mahal yaitu nyawanya. Nyawa Bagja tak tertolong saat dirawat di rs setelah dirinya ditembak oleh orang orang suruhan dalam perjalanan pulang. Bagja telah berpulang dengan meninggalkan seorang istri dan seorang putri. Sebelum kejadian tersebut bagja menelepon diriku dia berbicara bahwa semua bukti yang terlibat dalam kasus ini telah kumplit dan semua pelakunya akan ditangkap, tapi diakhir percakapan Bagja berkelakar jika apapun yang terjadi pada dirinya dia meminta ku untuk menjaga dan melindungi istri dan putrinya kalo bisa aku harus menggantikan posisi dia disamping isrinya dan menjadi ayah dari putrinya, aku hanya menanggapi dengan tawa. Tapi ternyata Aku tak mengira bahwa candaan dari perkataan bagja tadi adalah nyata dari insting bagja bahwa dirinya memang tengah terancam.

3bulan semenjak kematian Bagja aku pun berkata pada Resti untuk meminangnya, entah apa yang ada dibenak Resti dia hanya mengangguk menerima pinangan ku, butuh waktu dua tahun aku mulai menerima dan menyayangi Resti sepenuh hati hingga Kalila Putriku bersama dirinya lahir ke dunia ini. Akupun tak menyangka akan mendapatkan Resti pengganti Anissa, seorang istri yang cantik sholehah.

“Aninda, Karina, Azka ayo cepat kesini itu ademu Kalila gandeng” ucap Resti menyadarkan lamunanku akan Resti.

“Kak selamat yah.. dan untuk kak Sissil selamat datang di keluarga kami, semoga kalian menjadi keluarga yang bahagia” ucap Aninda sambil bercipika cipiki.

“Ninda, Azka sini berdiri samping bunda” ajak Resti memanggil Aninda yang telah berdiri disamping Rizki, akupun beranjak berdiri disamping Sissil menantuku lalu mengajak karina dan menggendong kalila putri bungsuku.

Kami pun berpose untuk mengabadikan momen kebahagiaan ini. Tiba tiba dihadapan ku sesosok bocah seumuran Azka mencoba mengabadikan kami, yah seseorang bocah wajahnya sangat ku kenal. pandanganku pun lalu mencari sosok yang bersama bocah itu.

“Pak.. liat kesini .. jangan kemana mana” tegur fotografer melihat mataku kesana kemari, akhirnya aku pun mengikuti permintaan fotografer.



Setelah di foto aku mencari sosok bocah tadi, dan ternyata dia sudah tak ada dihadapanku. Aku pun terus mencari sosok yang ku cari

“SEGENAP KRU MANDIRI WEDDING ORGANIZER MENGUCAPKAN SELAMAT BERBAHAGIA KEPADA BAPAK AKHMAD DARMAWAN SELAKU PEMILIK PT CAHAYA ANUGERAH, BESERTA KELUARGA DAN TAK LUPA JUGA SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU KEPADA KEDUA MEMPELAI PENGANTIN” terdengar MC mengucapkan selamat

Tatapanku tertuju pada sosok wanita berjilbab yang tergesa gesa meninggalkan gedung di pintu masuk gedung hingga akhirnya dirinya pun menoleh. Kami pun perpandangan sejenak



“Anissa..!!” gumam ku saat mengetahui siapa wanita itu, dengan cepat anissa memalingkan wajahnya lalu meninggakan gedung,

Entah apa yang ada dibenakku, saat anissa memalingkan pandangannya tanpa disadari reflek aku hendak mengejarnya tapi Resti menahanku lalu menyuruhku untuk duduk dipelaminan,

“Bun.. Dddia datang buun.. aaaku haruss mengejarnya” aku terbata bata tak kuasa meneteskan airmata.

“Pah bukan bunda menghalangi papah untuk mengejarnya, tapi papah liat sendirikan dirinya masih penuh dengan penyesalan yang akhirnya dia meninggalkan kita kembali, aku tau itu bukan rasa cemburu tapi rasa bersalah yang amat sangat pada papah dan anak anak, jika papah menemuinya pasti akan menyakiti perasaannya, tolong papah mengerti, jika aku dalam posisi itu pun aku bakalan kayak mbak Anissa, bunda harap papah bersabar ada waktunya mbak Anissa kembali ke keluarga kita”

“ttapi bun.. dia ibunya Nanda, dia pun harus ikut berbahagia dipernikahan dia” sanggahku

“liat pah apa, apa Nanda dan Ninda tak ingin bertemu dengannya” ucapnya dan dimata beningnya mulai tergenang airmata, lalu akupun berpaling pada Nanda, terlihat Nanda yang menangis sambil menenangkan Ninda dipelukannya, ternyata kedua putra putriku pun tau kehadiran ibu mereka.

“Aku tau pah papah masih mencintainya, aku pun tau selama ini papah membantu mereka diam diam tanpa sepengatahuan kami, pah apa papah ingin tau kenapa bunda menerima pinangan papah dulu” ucap Resti membuat aku memandang wajahnya.

“Karena papah masih mencintai mbak Anissa dan selalu menyanyangi dia meskipun dia telah melakukan kehilafan terbesarnya. Tapi papah masih bisa memaafkan dalam hati papah sosok mbak Anissa selalu ada meskipun dia telah pergi meninggalkan papah, semuanya itu membuat aku ingin menjadi salah satu bagian dalam hati papah, seperti bunda saat ini dalam hati bunda mas Bagja selalu masih ada dan tetap hidup meskipun papah hadir dalam hati ini” ujar Resti dengan berderai air mata.

Teringat perkataanku saat aku meminang Resti

“Res, bolehkah aku menjadi pemimpin dalam hidupmu menggantikan suamimu Bagja,.. maukah kamu mengantikan Anissa menjadi istriku disaat dirinya tak ada disampingku, tapi aku berjanji aku pun tak akan meninggalkanmu, aku akan selalu menjadi pemimpin, menjaga kamu, mencintai kamu serta melindungi kamu, jika sewaktu saat Anissa kembali kepadaku. Aku memang tak seperti almarhum suami mu Bagja tapi aku akan melakukan yang terbaik, aku tak ingin kejadian Anisa terulang lagi pada dirimu yang membuat diriku seakan menjadi pecundang, itu sumpahku jika kamu menerima lamaranku ini, Res aku melakukan ini bukan karena amanat Bagja suamimu yang telah berpesan untukku agar menggantikannya disamping kamu, tapi aku melihat ketulusanmu ke ikhlasanmu saat Bagja meninggalkan kamu perjuangan kamu akan semua ini membuat aku yakin bahwa kamu adalah wanita yang akan berada disampingaku selain Anissa, apa kamu terima lamaranku ini” ujarku.

Akhirnya aku mengerti alasan Resti tanpa ragu menerima lamaranku, bukan harta bukan jabatan yang menjadi alasannya tapi melihat besarnya rasa cintaku pada Anissa membuat dirinya pun ingin mendapatkan cintaku untuknya



“Maafkan Papah Bun, papah menyakiti perasaan kamu” aku mengusap airmata dipipinya

“Tidak pah, seperti yang bunda katakan apapun yang terjadi, papah adalah pemimpin bunda , dan itu selalu sampai salah satu kita tutup usia, bunda akan selalu ada untuk papah” jawab Resti sambil memegang tanganku yang berada dipipinya.

“Sudah pah malu diliat ama tamu, untung tadi mc mengumumkan dikira kita menangis karena bahagia hihi” Ujar Resti lalu berdiri mengambil posisi untuk mengabadikan kembali momen bahagia ini. Aku berpaling pada rizki dan ninda ternyata mereka pun sedari tadi memperhatikan kami berdua.

Mereka pun tersenyum dan mengangguk padaku seperti memberi semangat pada diriku meskipun aku tau dalam hati mereka merasakan kepedihan tak bisa membagi hari kebahagiaan ini bersama ibu mereka.

Lalu aku berdiri mengambil posisi dengan pandangan kearah pintu masuk

Dalam hati berkata

“Anissa maafkan kang Ahmad yang mengajak kamu pada dunia yang penuh kemunafikan ini, sehingga membuat kamu terlena akan nafsu sesaat, dan maafkan akang yang tak bisa mengingatkan kamu tak bisa menjadi pemimpin yang melindungi kamu dari semua godaan itu, akang hanya bisa diam, tapi ternyata kamu musti melalui ini. Anissa kembalilah akang ingin kamu kembali pada akang dan berkumpul kembali bersama keluarga kecil kita, tak peduli akan semua kesalahan yang kau perbuat aku tetap memaafkan kamu, tak terbersit dalam hati ini untuk meninggalkan kamu ataupun menceraikan kamu disaat kamu terpuruk, kamu tetap selalu menjadi istriku seumur hidupku. meskipun telah ada Resti disamping aku, tapi kamu tak usah khawatir akan itu Resti pun akan menerima mu kita bina lagi dari awal keluarga kecil kita bersama Resti. Aku mohon kembalilah padaku, pintu hatiku masih selalu terbuka untukmu, aku yakin disuatu hari nanti kamu pasti akan kembali padaku”.





--End--













 
Terakhir diubah:
Foolish Love



Aku tidak akan pernah mengalami cinta lain seperti ini

Karena Aku seorang yang naif dengan banyak penyesalan

Setiap lembaran yang melekat

Jangan memikirkannya dan pergi begitu saja

Bagimu itu adalah cinta yang tidak terpenuhi



Setiap kali ku merindu

Ku selalu mencari kabar

Meskipun ku tahu kau tak kan menjawab, kumasih tetap mencobanya

ku tak tahu apa yang sangat ku rindukan dari cinta yang sudah berakhir

Seseorang yang hidup setiap hari dalam air mata

Aku bukan Siapa-siapa lagi

Tempat kamu mencintaiku

Sekarang aku ditinggal sendiri di sana

Tidak dapat memegangmu, tidak dapat membiarkanmu pergi

ku terus memanggil namamu berulang kali

ku terus berjalan tak henti

Jika ini adalah harus berakhir, kita seharusnya tak pernah saling mencintai

Kita seharusnya tidak memulai hal seperti itu dan hanya menjalani hidup kita sendiri

ku seharusnya tidak pernah mulai berbicara cinta dengan mu saat itu

Seharusnya aku menahan diri dari cinta yang dialami semua orang





Hal yang paling bodoh di dunia ini adalah memiliki rasa penyesalan

Hal paling bodoh kedua adalah cinta

Dan hal paling bodoh ketiga adalah manusia

Aku seseorang yang penuh dengan penyesalan karena cinta

kau katakan padaku bahwa kau hanya mencintaiku

kau bilang tidak bisa hidup tanpa aku

Aku ingin mengambil bintang dari langit dan memberikannya kepadamu

Tapi sebaliknya aku menunjukkan air mata seterang bintang

Aku mencoba memegang kau dengan caraku ini

Dan ku mencoba berpegangan seperti itu

kau berkata kepadaku, “Seorang wanita yang berpisah denganmu

Apa yang kau harapkan darinya? ”

Oh, cinta bodoh ini yang terus memelukmu



ku menangis dan menangis dan mencoba memelukmu

Tapi waktu telah habis, semuanya sudah berakhir

Meskipun aku menangis dan menangis dan bergandengan denganmu seratus kali

Saya masih mengharapkan bahwa Kamu setidaknya akan melanjutkan dan menjalani kehidupan yang baik

Saya menangis dan menangis dan mencoba memegang Anda

Tapi waktu habis, semuanya sudah berakhir

Meskipun aku menangis dan menangis dan berpegangan padamu seribu kali

Mulai sekarang aku akan menjalani hidupku dari kebalikanmu



Aku tidak akan pernah mengalami cinta lain seperti ini

Karena Aku seorang yang naif dengan banyak penyesalan

Setiap lembaran yang melekat

Jangan memikirkannya dan pergi begitu saja

Bagi kamu, itu adalah cinta yang tidak terpenuhi



maafkan aku

Ini adalah yang terakhir dari air mata yang jatuh

Bahkan ketika aku mulai merindukanmu seperti orang gila

Sama seperti sekarang, di tempat yang tidak begitu jauh

hanya akan meninggalkan rasa sakit ini dan menghapus yang lainnya ...





-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------




Makasih untuk semua yang sudah sempat nengok di thread ini

En

Makasih juga buat juri, temen temen, dan para bapers yang udah nyuport Ane

Mohon maaf jika ceritanya tak berkenan, dan terkesan terburu buru hehehe
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd