Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Lockdown Corona: Bella

Bimabet
embat wes perawannya......nanggung dah kena jilat juga.......ya ngga sis hehehehe
 
Catatan dulu niy, biar pelanggannya puas,

Buat yg gak suka kentang, lanjutannya ini ya:
Tapi kami malas ke kamar. Kami langsung bersetubuh saat itu juga di mobil. Astaganaga, akhirnya aku diperawani. Tapi enak, ah-ah-ah, crot-crot-crot.
Tamat


Buat yg ga suka ceritaku yang terus2an bersambung, mungkin bisa klik di sini:
Daftar Cerita di Semprot.com (Entar di sana jangan klik lagi yang ada tulisan "Cerita Bersambung" atau pun "Cerbung", klik yang lainnya aja, dijamin langsung tamat)


Sekarang,
khusus buat yg suka sama kolak kentang bikinanku yang gak abis-abis, selamat menikmati.



Tuk!
Ranting kecil dari pohon mangga terjatuh di atas kaca mobil, aku bisa melihatnya tersangkut di wiper kaca depan. Sesaat, kilatan kesadaranku sesekali memberkas di kepalaku, menyadarkanku akan tempatku sekarang berada.

"Kak." Bisikku lirih.
"Di kamarku aja, ya?"

Saat aku menutup pintu mobil, terik dan panasnya udara di luar sudah tak terasa lagi, tergantikan oleh panas dan kacaunya pikiranku. Mengabaikan Kak Zaki, aku berjalan sendiri menuju lorong tangga menuju kamarku. Berkali-kali, aku harus mencubiti celana dalamku, maksudnya membetulkan letak celana dalamku. Katun super tipis dan lentur di bawah sana terkadang terjepit-jepit bibir kemaluanku karena permukaannya yang saat ini basah. Ini kali pertama aku berjalan dalam keadaan terangsang. Rasanya aneh, seperti sedang menstruasi tapi kelupaan bawa pembalut, cuma rasanya lebih geli karena cairan yang satu ini memang licin.

Di lantai dua, tangga yang kunaiki berakhir di ruangan terbuka yang semacam lobby, yang mana semua pintu kamar-kamar kosan di blok ini menghadap ke ruangan ini. Di ruangan dengan udara bebas ini terdapat sofa yang biasa dipakai oleh mahasiswi-mahasiswi yang suka merokok. Aku pun duduk di sana untuk melepas sepatuku.

"Bentar." Ujar Kak Zaki yang baru saja sampai.
"Sini aku bantuin."

Kak Zaki menjulurkan tangannya ke sepatu cheers Kappa-ku yang hendak kubuka. Dengan teliti, dilepasnya simpul talinya. Kemudian sepatuku itu ditariknya hingga lepas dari kakiku. Sejenak, aku merasa tersipu, merasa tersanjung diperlakukan seperti itu.

"Kaos kakinya lucu." Katanya sambil menggulung keluar dari kakiku.
"Kakinya tapi lebih lucu lagi." Lanjutnya, sambil mengusap-usap kakiku.

Dia pun lantas berlutut di hadapanku, lalu diciumnya salah satu kakiku yang sudah tak beralas itu.
"Cantik." Ujarnya, mengomentari jari-jari kakiku dengan kukunya yang terpotong dengan rapi.

"Seksi." Pujinya kemudian, membelai-belai betisku yang dipegangnya. Lantas diciuminya juga betisku itu.

Berkali-kali dia mencium kakiku sambil berangsur-angsur naik, ke lutut, ke pahaku, hingga perbatasan ujung keliman rok jumpsuitku.

"Halus. Mulus." Pujinya lagi, kali ini sambil mengangkat kakiku sedikit lebih atas, dan mendorongnya sedikit lebih lebar, sehingga dengan mudah ciuman bibirnya itu melewati bagian pahaku yang tertutupi rokku.

Hatiku terasa luluh, melting-melting menyaksikan perlakuannya. Aku bak putri kerajaan saja rasanya. Apalagi ketika ciumannya kian dekat dengan selangkanganku, rasanya nikmat-nikmat mesra.

Perlahan, dia mengangkat kakiku yang tak bersepatu itu naik ke atas sofa. Sekarang, aku jadi duduk dengan sebelah kaki mengangkang di hadapan wajah Kak Zaki, dengan jarak bibirnya yang tinggal beberapa mili lagi dari celana dalam putihku.

Aku sangat penasaran dengan rasanya seandainya bibir Kak Zaki berlabuh di kemaluanku. Tapi Kak Zaki seperti tahu apa yang tengah kutunggu-tunggu itu. Alih-alih, dia berpindah ke kakiku yang sebelahnya lagi. Dilepasnya sepatuku, dipuji, dibelai, dan dicium-ciumnya lagi seperti kakiku yang sebelumnya, hingga ciumannya berakhir lagi menjelang mendekati celana dalamku. Aku merasa mabuk dibuatnya, putri raja pun tak akan mungkin diperlakukan seperti ini (ya iyalah, mana ada putri raja dimesumin).

Kedua kakiku, sekarang sudah di atas sofa, membuka, mengangkang persis di hadapan wajah Kak Zaki. Karena kain tipis yang melapisi lemak tembamku itu tampak jelas basah, aku tutupkan kedua tanganku di atasnya karena merasa malu. Tapi tanpa berkomentar, Kak Zaki menggenggam tanganku itu dan lantas menariknya keluar.
"Iiihhhh." Protesku malu, wajahku terasa memerah panas. Tapi pada akhirnya kubiarkan juga.

Dia menatapku sesaat, seperti meminta izin. Aku diam saja, membiarkan wajahnya makin mendekat ke selangkanganku yang terbuka lebar ini. Aku sudah bisa menebak apa yang akan dia lakukan. Dan tebakanku benar, persis seperti yang sejak tadi aku nantikan-nantikan. Bibirnya berlabuh di permukaan celana dalamku, persis pada bagian bibir kemaluanku yang cembung.

"Hmmmhhhh." Aku mendengus pelan, mendapati kelembutan bibirnya bersatu dengan bibir kemaluanku. Dua bibir yang sama-sama kenyal. Sementara celana dalamku yang menghalangi keduanya, justru hanya menambah kenikmatan rasanya.

"Ahhhh." Aku menggeliat. Bibirnya mengecap-ngecup, memijat-mijit, memecal-mecal bibir kemaluaku.

Di antara hawa panas birahi yang menguap dari selangkanganku, sesekali hawa panas dari luar yang terbawa angin menerpa wajahku, mengingatkanku akan keberadaanku. Ah, seandainya aku sudah ada di kamar.

"Kak Zaki." Bisikku.

"Ke dalem?" Tanyanya, tahu apa yang kupikirkan.

"Iya."
"Tapi …"
"Hehhhh."
Dengusku sedikit kesal.
"Aku harus nyalain dulu AC-nya."

Kamarku memiliki jendela yang sangat lebar, sehingga setebal apa pun gordengnya, panas tetap masuk ke dalam kamar. Dengan kamar tertutup seperti itu, panas yang masuk tak bisa lagi ke luar, membuatnya terperangkap seperti efek gas rumah kaca. Jika ditinggal tanpa pendingin, udara dalam kamarku malah jadi lebih panas dibandingkan dengan udara di luar. Karenanya, aku harus menyalakan AC terlebih dahulu untuk bisa nyaman berada di dalam.

"Berapa lama dingininnya?" Tanya Kak Zaki tak sabar begitu melihatku sudah keluar lagi dari kamar.

"Emm. Bentar kok. Sepuluh menitan." Jawabku sambil berharap-harap, semoga alur kemesuman tadi tak terputus di tengah jalan.

"Oke deh."
"Ini, aku boleh aku ngerokok?"

"Boleh."
"Aku suka kok liatin orang ngerokok."

"Lah. Kenapa?"

"Emm. Keren aja."
"Ya, walau pun gak sehat, bikin kanker, impotensi, bla..bla..bla."
Jawabku sambil duduk di atas pagar pembatas besi balkon, menikmati angin yang sedikitnya bisa mendinginkan ketiakku.

Kak Zaki pun menyalakan rokoknya. Sepanjang mulutnya kembang-kempis menghisap rokok, matanya tak pernah lepas memperhatikanku.

"Kenapa ih?" Tanyaku, merasa risih dilihat terus seperti itu.

"Kamu suka liatin orang ngerokok, kan?"
"Kalo aku suka ngeliatin cewek cantik."
Ujarnya terkekeh.

Aku pun tertawa mendengarnya.
"Memangnya aku cantik?" Tanyaku.

"Hemssp. Fhuuh."
"Mata kamu lebar, hidung kamu mancung, rambut kamu gaya, kulit kamu putih, badan kamu …"

"Badanku gimana?"
Tanyaku menggodanya.

"Emm. Apa ya."
"Seksi."
Jawabnya.

"Bohong." Jawabku sambil tersipu.

"Bohong atau enggak itu kan ucapanku. Faktanya kamu bisa liat sendiri di cermin."

"Hehhh. Dasar penggombal sejati."
Bisikku dalam hati.

"Kalo ini, gimana?" Tanyaku, sambil melebarkan sedikit pahaku.

Kak Zaki mendadak diam, matanya memicing ke arah selangkanganku, mulutnya menganga seperti tak percaya.
"Kamu kapan ngelepas celana dalem?" Tanyanya, masih dengan mata yang melotot.

"Aku cuma kegerahan." Ujarku, membela diri.
"Lagian celanaku udah kebasahan. Gak enak dipake." Itu memang alasan sebetulnya, karena sejak tadi aku sudah merasa tak nyaman. Saat menyalakan AC, aku sempat melepas celana dalamku.

Buru-buru Kak Zaki mematikan rokoknya yang baru habis setengah batang itu, lalu bergegas berjalan ke arahku.

Aku tertawa-tawa melihatnya. Dia seperti anak kecil yang melihat kado ulang tahun.
"Kenapa sih? Haha." Tanyaku sambil berjalan menyamping untuk menghindarinya.

"Aku baru kali ini liat."
"Memek kamu indah."


Aku tersenyum dan kali ini membiarkannya mendekatiku.
"Apanya yang indah?" Tanyaku lagi.

Kak Zaki merapatkan tubuhnya ke tubuhku, sampai-sampai dadaku terasa sesak dibuatnya. Parfum bau maskulin yang menguap dari tubuhnya terasa menggelitik pangkal syaraf penciuman di belakang kepalaku.

"Memek kamu indah." Katanya sambil berbisik, berbarengan dengan ucapannya, tangannya menyelinap ke dalam rok kremku itu.

"Emnggghh." Aku melenguh keenakan.
"Kayaknya sekarang udah dingin." Ujarku, berjinjit untuk berbisik ke samping telinganya.

Dia pun meraih tanganku dan menariknya ke pintu kamar dengan tak sabar. Sesampainya di dalam, dia melemparkanku ke kasur sedemikian rupa hingga aku terlentang di atas kasur.

Kak Zaki kemudian naik ke kasur dan menindih tubuhku. Aku tersipu, tersenyum-senyum sendiri merasakan tertindih badannya yang berat dan padat itu. Aku pernah ditindihi pacarku seperti ini, tapi tidak dalam keadaan sesensual ini.

"Boleh kucium?" Tanyanya berhenti saat wajahnya sudah di depan wajahku.

"Boleh! Boleh! Boleh!" Teriak otot-otot kemaluanku yang merenyut-renyut nikmat di bawah sana. Memangnya apa yang aku harapkan selanjutnya dalam keadaan tertindih laki-laki seperti ini? Di kosan yang sepi dengan kemaluan yang sudah licin? Sebelum dia meminta pun, bibirku sudah berdenyutan memohon untuk dihisap oleh bibirnya.

"Gak boleh." Jawabku tersenyum.

Kak Zaki tertawa mendengar jawabanku. Sedetik kemudian, tangannya menggapai daguku. Ditariknya daguku perlahan hingga kedua bibirku membuka.

Bibirku yang tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya seperti meronta-ronta, tak sabar ingin segera dicium.

Tapi Kak Zaki lebih pandai dari yang kukira, lebih tau cara memanjakan perempuan. Dilekatkannya bibirnya pada bibirku yang menganga itu dengan hati-hati. Didongkraknya kedua bibirnya hingga bibirku turut membuka lebih lebar. Aku pun terpejam dengan sendirinya, menikmati kenyal dan lembutnya bibir Kak Zaki.

Di antara pertukaran udara dari dalam mulutku dan mulutnya, pelan-pelan lidahnya yang panas dan basah terasa menjulur ke dalam bibirku, bergerak-gerak, mencari-cari lidahku yang masih diam. Secara naluriah, lidahku pun bergerak menyambutnya. Kedua lidah ini bergerak perlahan, saling memijat dan membasahi. Sesaat kemudian, dia menghisapkan mulutnya, menyisip habis air liur dalam mulutku. Di antara hisapannya itu, bibirnya kemudian menguncup, lalu menyedot habis sisa udara yang ada di dalam mulutku.

Pok!
Bunyi mulut Kak Zaki yang lepas dari mulutku.

Aku diam mematung, dengan mulut monyong dan lidah yang menjulur di tengah bibirku. Aku terkesima dengan caranya menciumku.
"Gimana dia bisa ngelakuin yang kayak gitu?" Pikirku tak percaya. Sekujur tubuhku rasanya mendadak terangsang secara tiba-tiba. Relung vaginaku bahkan terasa jadi hangat, saking merasakan betapa sensualnya ciuman Kak Zaki.

Kak Zaki menarik kembali daguku seperti tadi, dan melakukan ciuman serupa. Dilakukannya ciuman itu berulang-ulang, sampai ritme ciuman bertambah cepat, bertambah liar, bertambah ganas. Bibirku, lidahku, dan permukaan daging dalam mulutku terasa terulek-ulek, terganyang ciumannya.

Saking liarnya, dan saking nikmatnya berciuman, bahkan untuk berhenti menghela nafas saja rasanya tak rela. Hanya dengusan nafas yang tidak beraturan yang terdengar dari hidung masing-masing, selain kecupak-kecipak bunyi mulut yang basah yang saling berhisapan air liur.

Tanpa sadar, tanganku sudah memegangi kepala Kak Zaki, seperti halnya tangan Kak Zaki yang memegang erat leherku. Seolah-olah, tak ada satu pun dari kami yang mau mengalah untuk melepaskan ciuman.

Sampai akhirnya aku mulai megap-megap kehabisan oksigen saking sedikitnya nafas yang bisa kuambil, aku melepaskan ciumannya dengan terengah-engah.

"Gila!" Dalam hati aku menggeleng-gelengkan kepala, masih tak percaya menemukan ciuman sedahsyat itu.

Tubuhku pun beraksi serupa. Payudaraku terasa sangat kencang, kemaluanku yang otot-ototnya sejak tadi berkontraksi-kontraksi menahan nikmat terasa lincir, terlumasi cairan kenikmatan yang tak bisa kubendung.

Dalam lemas, aku melihat Kak Zaki membuka kaosnya.

Aku bangun dan menahan tangannya saat dia hendak melepaskan ikat pinggangnya.

"Kak." Ujarku lirih.

Dia menengok dengan tatapan yang penuh kasih sayang.

"Emm.. Maaf aku baru ngomong sekarang." Lanjutku pelan.
"Aku masih perawan."

---

Bersambung aja gitu ya?

:baca::baca:

Belaaaa , dimana kah kau berdada, ingin aku tuk berjumpa...meski lewat nadaaa..hooowooo nyanyian emesh buat dedek bela ..buat kak zaki :bata::bata: pergi kau jauh jauh dari dedek bela.
 
gillaaaa enak bener ngerujaknyaa,, manis asem asin, pedes gurih gurih nyoii.. mangstap suhuu
 
Kentang atau pun kolak sikat ... Jangan kasih kendor tapi enak kentang kayak ad yg dinantikan
 
Bimabet
Bau bauan badan ketek sampe memek dari tadi dibahas. Bau rokok enjoy aja.. maskulin baunya.. hekekek

Gimana kalo udah tinggal selangkah lagi jaki dapet nembus, tiba2 ada yg teriak "PERMISII.. Semprot desinfektan lingkungan!!"
Jaki gantung diri pake tali sepatu bella
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd