Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Lockdown Corona: Bella

Hanupis Teh... Apdetannya mateb pisan. Sayang belum pecah perawan yah
 
Thx updatenya hu.. tinggal 1 part lagi yaa? Duuh cerita bagus..
 
Maaf telat apdeeet, kaka-kaka tersayang.
Ini lanjutannya, ya.

Yang udah ngomen makasi banyak banyak banyak.





Semerbak wangi pandan dan vanilla sangat jelas tercium di hidungku, terutama karena sebagian spermanya masuk ke lubang hidungku.

"Suka tapi?" Tanyanya.

Aku tersenyum dan mencolek spermanya dari pipi dan daguku dengan telunjukku.

"Suka." Jawabku sambil menghisap sperma yang ada di telunjukku.
"Sperma Kak Zaki enak."

---

Sekitar pukul 13.00, aku dan Kak Zaki sudah setengah jalan dalam perjalanan pulang. Meninggalkan kosanku dengan kenangan yang nampaknya tak akan pernah bisa aku lupakan.

Saat masih ABG, aku tak habis pikir kenapa seks sebegitu pentingnya. Kenapa orang selingkuh, kenapa orang bercerai, kenapa orang sampai harus ke tempat prostitusi, kenapa ada PSK, kenapa ada pelacur, kenapa ada gigolo, kenapa setiap film harus ada adegan seksnya. Setahuku ketika itu, seks hanyalah permainan alat kelamin. Begitu pun saat aku bersama pacarku. Dari masturbasi, aku tahu itu enak tapi kalau memang mau begituan ya nikah saja, kalau memang mau puas ya minta sama istri atau suaminya. Tapi hari ini aku mulai paham.

Seks rupanya bukan sekedar rutinitas, tapi ada petualangan di dalamnya yang akan selalu dicari orang. Dua hari ini, aku berpetualang mengalami berbagai hal yang sebelumnya tak pernah aku alami, bahkan hal sepele yang tak pernah aku sadari. Orgasmeku misal, setelah delapan belas tahun aku hidup dengan kemaluanku, aku baru tahu organ intimku bisa membuatku orgasme senikmat itu. Mungkin kelak aku menikah, aku akan butuh petualangan-petualangan baru seperti itu, seperti petualangan yang dilakukan Kak Zaki terhadapku.

Aku tak pernah menyangka seorang adik bisa melakukan hal mesum dengan kakak iparnya. 'Skandal di kosan bersama Kakak Ipar', mungkin itu judulnya seandainya kejadian tadi terekam video dan tersebar di dunia maya.

"Kenapa senyum-senyum?" Tanya Kak Zaki sambil melirikku.

"Gak apa-apa." Jawabku tersenyum.

Di pemandangan jalan Tol yang lurus ini, diam-diam aku berharap semoga saja besok-lusa, ada kesempatan mesum lagi, walau pun peluang untuk melakukan hal seperti tadi akan sangat kecil, mengingat Kak Della juga pasti akan menghabiskan lebih banyak waktunya di rumah. Pikirku, kalau pun tak ada kesempatan di rumah nanti, aku bisa saja mencari seribu satu alasan agar Kak Zaki mengantarku kembali ke kosan.

"Jadi nih kita makan dulu?" Tanya Kak Zaki, karena melihat plang biru yang menunjukkan Rest Area di satu kilometer ke depan.

"Jadilaaah."
"Aku udah laper banget."
Jawabku.

"Emang gitu biasanya." Tanggapnya.

""Gitu biasanya" gimana?" Tanyaku tak mengerti.

"Kamu tau pembakaran kalori berenang berapa?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

"Berenang satu jam, itu kira-kira 500 kalori."
"Kamu tau kalori yang kamu abisin tadi?"


Aku menggeleng.

"Coba kuhitung."
"Orgasme, itu ngebakar sekitar 350 kalori."
"Di mobil, mungkin ngabisin 50 kalori."
"Di balkon, kira-kira 50 kalori."
"Di kamar, mungkin 250 kalori."
"Belum ditambah kamu bersihin muka, ngobrol, tiduran, itu kira-kira 100 kalori."
"Semuanya 750 kalori."

"Haha!"
Aku tertawa.
"Masa sih?"

"Ya itu kira-kira kalau aku hitung begitu."
"Jadi. Kalo kamu berenang sejam bisa bikin kamu kelaperan, apalagi tadi."
Pungkasnya dengan sebuah senyuman yang sangat meyakinkan.

Persis ketika mobil memasuki lorong drive-trough restoran yang kami tuju, handphoneku berbunyi.

"Bell." Suara lembut Kak Dilla di speaker handphoneku.
"Tadi Papa telfon."

"Iya, Kak."

"Katanya, kemungkinan lockdown bakal diperpanjang sampe bulan depan."

"Oh iya?"
Tanyaku terkejut.

"Papa nyuruh Kak Zaki anterin kamu pulang hari ini." Jelas Kak Della.
"Mumpung masih bisa keluar-masuk kota. Kalo besok kan udah mulai ditutup."

"Tapi UAS aku gimana?"
Tanyaku kebingungan.

"Aku gak tahu itu."
"Tapi Papa ada benernya. Kalo kejebak di rumahku sampe sebulan, kamu pasti gaje."
"Udah. Kamu pulang aja. Kakak bukannya ngusir, kamu tau Kakak seneng ada kamu di rumah."

"Hemm."

"Coba, mana Zaki, aku mau ngomong."
Pinta Kak Della kemudian.

Aku pun menyerahkan handphoneku, keduanya lanjut berdiskusi soalku dan perjalanan nanti, selain itu keduanya juga berbicara soal urusan rumah tangga mereka. Di sini, aku jadi tersadar hubungan yang sedang aku ganggu ini tak hanya urusan kemaluan, tapi ada istri dan tanggung jawab terhadap rumah tangga. Dan mendengar aku harus pulang hari ini juga, rasanya seperti sengaja diatur Tuhan biar skandal ini berhenti sampai di sini. Rasanya seperti dimarahi Tuhan, apalagi aku tadi sempat berharap yang tidak-tidak.

"Kamu kenapa? Jangan sedih gitu, dong." Tanya Kak Zaki, mungkin meliat air mukaku yang berubah.

"Enggak kok. Cuma karena dadakan aja mesti pulang."

"Bener? Bukan karena entar malem gak akan ada yang godain kamu lagi?"


Aku hanya tertawa, karena memang salah satu alasannya itu.

Sesampainya di rumah Kak Della, aku menyempatkan diri untuk beres-beres dan mandi. Menjelang petang, aku dan Kak Zaki pun berangkat, dengan berat hati tentunya.

---

Jam di LCD dashboard memperlihatkan angka 21.48 ketika Kak Zaki membangunkanku. Mobil kulihat sedang berhenti di depan gerbang kompleks perumahan rumahku. Sementara itu, wiper kaca depan terlihat bergerak lambat, menyeka rintik hujan yang jatuh di kacanya.

"Satpam, Bell." Ujar Kak Zaki sambil menunjuk Pak Hadi, satpam penjaga gerbang.

Walau pun jendela basah, aku tetap menurunkan kacanya untuk menyapa Pak Hadi.

"Oh. Neng Bella."
"Libur kuliah, Neng?"
Tanya Pak Hadi, menghampiriku dengan payungnya.

"Iya, Pak."
"Terpaksa diliburkan."

"Enggak bawa virus kan, Neng?"
Tanya Pak Hadi sambil tertawa.

"Insyaallah aman, Pak."

"Mantap, Neng."
Ujarnya sambil berlalu untuk mengangkat portal.
"Silahkan, Neng. Silahkan."

Di sepanjang jalan memasuki perumahan, aku mendadak merasa sedih. Entah karena basahnya jalan, rintik hujan, gelapnya malam, atau karena lagu Hurt Lady Antebellum yang samar terdengar dari bluetooth Spotify-ku. Aku jadi berpikir, sepertinya ini akan jadi momen terakhir aku berdua bersama Kak Zaki hingga waktu yang tak tentu.

Aku menatap sosok laki-laki yang sedang mengemudikan kendaraan yang kunaiki ini. Sosok yang tadi siang sudah bertukar kehangatan dan kenikmatan, sosok yang tak hanya sangat mengerti dan memanjakan tubuhku tapi juga hati dan pikiranku. Harus aku akui sekarang, rupanya aku menyukainya.

"Kenapa liatin aku kayak gitu?" Ujarnya saat menangkap basah tatapan mataku.

Mobil baru saja berhenti di depan gerbang rumahku. Gerbang berpagar besi setinggi dua meter, tersinari lampu jalan yang kuning.

"Hmmhhhh."
"Gak apa-apa."
Jawabku sambil menghela nafas.

"Ada yang nyari kepuasan batin, ada yang juga yang buat kepuasan biologis aja."
"Yang jelas jangan dicampur-campur, pasti jadi malapetaka."

Aku ingat betul kata-kata Kak Zaki tadi siang. Dan aku tak boleh baper, tak boleh nuntut, tak boleh sedih.

Mungkin karena pegal setelah menyetir sepanjang tiga jam ini, Kak Zaki memundurkan jok dan merendahkan sandarannya. Dengan kedua tangan membantali kepalanya, dia merebahkan diri dan meluruskan kaki.

"Aku suka liatin hujan begini." Ujarnya dengan nada rendah.
"Bikin tenang." Kedua bola matanya menerawang, menatap rintik hujan yang berjatuhan dan berkilauan diterpa lampu jalan.

"Sama." Jawabku, sambil ikut-ikutan menyandarkan kepala di pundak jok.
Suasana mendadak intim ketika itu. Jelas saja, siapa yang tak baper berduaan di mobil di kala hujan.

"Eh. Kamu tau, Bell." Katanya sambil berpaling ke arahku.
"Setelah kupikir-pikir, kamu cewek yang paling cantik yang pernah aku cium."

Aku menatapnya balik.
Awalnya aku merasa ucapannya itu tak berbeda jauh dengan ungkapan cowok lainnya yang sedang menggombal. Entah kenapa, ucapan Kak Zaki terasa lain. Dari tatapan matanya, aku merasakan pernyataan yang sangat tulus. Hatiku berbunga-bunga rasanya.

"Kak Zaki juga cakep." Balasku.

"Enggak. Aku serius, Bell."
"Kamu yang paling cantik yang pernah aku cium."

"Haha. Tapi kenapa harus ditambahin terus kata-kata "yang pernah aku cium" sih?"
Protesku.

"Karena aku pengen nyium lagi." Jawabnya, di luar dugaanku.
"Boleh?" Tanyanya seraya menggapai daguku.

Aku tertawa dengan akal bulusnya, tapi sentuhan tangannya di daguku mendadak melupakan segalanya.

Aku terdiam sesaat sambil menatap bibir Kak Zaki yang perlahan mendekat.
Oh ya ampun, kenapa bibir kakak iparku ini mendadak jadi sangat menggoda? Padahal selama dua tahun jadi suami Kak Della, aku tak pernah berpikir sebegitunya. Yang terbayang olehku saat ini, momen di mana mulutku dilumati bibirnya seperti tadi siang. Dan sedihnya, besok-lusa aku belum tentu bisa menikmati cumbuan bibirnya.

"Gak boleh." Ujarku tersenyum, membiarkan bibir hangatnya mengecup bibirku.

Berlatarkan suara rintik hujan di atas kabin dan sayup lagu dari speaker mobil, kami pun berciuman dengan lekat, berhisapan, berpagutan. Aku sendiri sangat terbawa susana hati karena merasa akan kehilangan dia.

Kecipak suara mulut yang basah terdengar berirama dengan suara dengus nafas kami yang bersahutan. Hawa panas tubuhku dan tubuhnya terasa seperti selimut birahi yang membungkusku dengan keintiman dan kemesraan. Sesaknya nafas oleh gelora ini mulai kurasakan kembali saat tangannya mengusap, membelai, dan mengelus dadaku.

Nafsu sudah sedemikian menguasai pikiranku, aku bahkan tak menolak ketika Kak Zaki menarik celana jeans dan celana dalamku. Dia sendiri kemudian sibuk melepas celana jeans dan celana dalamnya.

"Kita gak ML kan, Kak?" Tanyaku was-was. Sekali pun penisnya yang tegang tampak merangsang buatku, tapi dengan berdua bertelanjang kelamin di mobil seperti ini aku jadi khawatir.

Kak Zaki menggeleng, lantas menciumku dan meraihkan tubuhku agar aku mengangkangi selangkangannya.

Aku terdiam karena ragu saat aku duduk di pahanya, menjauhkan kemaluannya dari kemaluanku.

"Kita gak akan ML, kok Bell." Ujarnya, tahu apa yang aku pikirkan.

Aku pada akhirnya menurut saja ketika Kak Zaki meraih pantatku dan menariknya maju.

"Aaahhh!" Jeritku bercampur desahan.
Untuk pertama kalinya seumur hidupku, kemaluanku disentuh alat kelamin laki-laki. Rasanya enak sekali. Kepalanya yang lembut dan batangnya yang panas dan keras terasa melekat di lemak-lemak kemaluanku.

"Aku janji gak akan kumasukin." Katanya, merasakan penolakan tubuhku saat tangannya menarik pantatku untuk lebih maju lagi.

Pada akhirnya, aku tak bisa protes. Aku hanya bisa menjerit nikmat ketika penisnya yang berebah itu melonjor di sepanjang bibir kemaluanku. Lemak-lemak yang ada di bibir kemaluanku rasanya terbelah, mengapit, menyelimuti batang kemaluannya.

Mengetahui penisnya sudah berada di tengah-tengah kemaluanku, Kak Zaki meremas pantatku, kemudian memaju-mundurkannya.

"Awhhh. Shiitt!" Pekikku tak terkontrol.
Seperti bagaimana aku biasanya masturbasi dengan bantal, pantatku bergerak maju dan mundur. Bedanya, kali ini aku menunggangi sebatang penis. Bibir kemaluanku yang terbelah rasanya seperti roda kereta yang mencapit rel berbentuk sosis. Semua bagian kemaluanku yang paling luar rasanya tergesek dengan nikmatnya. Di setiap kayuhan pantatku, belahan bibir kemaluanku terggores-gores dan tergaruk-garuk, dari belahan lubang vaginaku hingga belahan kuncup klitorisku. Licinnya batang kemaluan Kak Zaki yang perlahan terlumuri cairan cintaku hanya semakin menambah kenikmatan. Kontur kemaluannya yang merenjul-renjul kenyal terasa jelas oleh indera-indera peraba di permukaan bibir kemaluanku.

Seirama dengan gerakan wiper di kaca depan yang bergerak lambat, tubuhku dan tubuh Kak Zaki bergerak berlawanan. Seperti friksi antara elektron bermuatan positif dan negatif, gesekan antara kemaluanku dan kemaluan Kak Zaki terasa menyengat-nyengat dan menyetrum-nyetrum segenap penerima rangsangan di kemaluanku. Licinnya cairan cinta yang merembes dari dalam relung vaginaku bak konduktor yang menghubungkan arus kenikmatan.

Adegan vulgar yang panas dan intim ini makin membuatku tak karuan ketika tangan Kak Zaki menarik kaosku, lalu mengangkat braku hingga kedua payudaraku terbuka persis di hadapan wajahnya.

Untuk beberapa saat, Kak Zaki terdiam melongo menatap buah dadaku. Karena ini memang pertama kalinya aku memperlihatkan payudara di hadapan dia, refleks aku pun menutupkan tanganku di dadaku karena malu. Walau pun sebetulnya remang, tapi tetap saja aku merasa malu.

Kak Zaki menatap mataku saat tangannya menyusuri bagian sisi payudaraku, seolah meminta izin.

"Cantik banget, Bell." Bisiknya, sambil menyingkirkan tanganku perlahan.

Ditatap, digenggam dan diremasnya payudaraku, seolah-olah dokter yang sedang melakukan pemeriksaan.
"Kenyal."

"Tapi gak segede punya Kak Della."
Keluhku, khawatir Kak Zaki berharap lebih.

"Kamu gak tau ya."
"Justru ini yang aku cari."
"Yang padat dan kenyal."
Ujarnya sambil meremas dadaku.

Aku melenguh.

"Umur kamu berapa sih?" Tanyanya heran.

"Delapan belas. Kenapa emang?"

"Pantesan kenceng gini."
Pujinya, sambil menggoyang-goyangkan buah dadaku.
"Ranum." Buah dadaku dipujinya seolah-olah varietas buah-buahan.

Aku refleks memeluk kepalanya ketika lidahnya terjulur menyentuh dan membelai-belai puting susuku.
"Emhhhhh."

Begitu puting susuku masuk ke mulutnya, aku refleks mengayuhkan kembali pantatku. Rangsangan di buah dada dan kemaluanku seperti mengkali-lipat kenikmatan yang kurasakan. Bahkan, hanya dalam beberapa kayuhan, aku sudah tak lagi bisa menahan kenikmatan yang hendak meluap.

"Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh." Jeritku sambil mencengkramkan kemaluanku pada batang kemaluan Kak Zaki. .
Kutahan gerakan pantatnya sekuat tenaga agar Kak Zaki diam sementara aku menghabiskan sisa-sisa orgasmeku.

"Kamu orgasme?" Tanyanya, saat aku terlihat menghela nafas yang panjang.

Sebelum aku sempat menjawab, Kak Zaki memaju-mundurkan kembali penisnya. Di luar dugaanku, gerakan itu kembali membuat aku orgasme.

"Ahhhhhhhhhhhh!!" Aku kembali menjerit dan mengejang.

Orgasme seperti itu berulang, hingga sampai untuk ke-lima kalinya aku tak kuat untuk melanjutkannya lagi.

"Hahhhh. Hahhhh. Hahhh."
"Cukup. Stop dulu. Hahhh."
Pintaku dengan nafas tersengal, tubuhku yang lemas terkapar memeluk tubuh Kak Zaki.

"Gila." Keluhku di antara helaan nafasku.

"Enak banget emang ya?" Tanya Kak Zaki, mendengar ucapanku.

Dengan serius, aku bangun dan menatapnya dengan keheranan.
"Sumpah. Baru kali ini aku ngerasain orgasme kayak tadi." Ujarku mendengus-dengus.
"Enak banget." Keluhku, sambil kembali menjatuhkan tubuh lemasku di pelukannya.

Kak Zaki tertawa dengan bangga.

Rintik air hujan di luar masih menemani keintimanku dan Kak Zaki. Mobil dengan AC menyala ini bahkan tak terasa dinginnya karena panasnya tubuhku dan tubuh Kak Zaki. Aku pun sadar kali itu baru aku saja yang klimaks. Ingin membalas budi, aku pun pindah jok untuk memblowjobnya.

Kak Zaki tersenyum senang saat aku mengikat rambutku agar tak terurai.

Lantas aku menundukkan kepalaku ke arah penisnya. Aroma dan lengketnya penis Kak Zaki oleh cairan dari dalam vaginaku mendadak membuatku bernafsu. Baru kali ini aku mendapati cairan cintaku begitu seksi dan erotis. Tapi belum sempat bibirku menjangkau kemaluannya, suara dering handphone Kak Zaki membuatku diam.

"Iya, Om. Ini baru nyampe." Ujar Kak Zaki. Rupanya ayahku yang menelfon.

Singkat cerita, blowjob pun urung terlaksana. Kak Zaki tahu ini jam yang terlalu larut untuk membiarkan ayah dan ibuku menungguku. Walau pun sedih karena kado kenikmatan yang bisa aku berikan untuk yang terakhir kalinya itu gagal, aku hanya bisa pasrah ketika Kak Zaki memasukkan mobil ke pekarangan rumah.

"Gimana. Gak disetop di jalan Tol?" Tanya Ayah, berbasa-basi ketika aku dan Kak Zaki sampai di ruang tengah.

Ayah, dan Ibu kemudian mengajak Kak Zaki berbincang-bincang sementara aku ikut nimbrung sekedar meluruskan kakiku yang pegal.

"Jadi. Zaki pulang langsung sekarang?" Tanya Ayah.

"Iya, Om. Soalnya besok, Tol resmi ditutup sementara." Jawab Kak Zaki, seraya menatapku.

Ada raut yang sedih di wajahnya. Persis seperti apa yang sedang kurasakan. Kakak iparku ini mendadak seperti pacar saja buatku. Kepergiannya seolah-olah akan meninggalkan ruang kosong dalam hatiku.

"Eh. Tapi Kak Zaki tadi bilang ke aku, katanya ngantuk?" Tanyaku mengada-ngada.
"Tidur dulu aja. Kan pulang gak mesti lewat tol juga."

Kak Zaki menatapku heran tapi ujung bibirnya tersenyum menyeringai, tahu maksud dan tujuan akal bulusku.
Aku hanya tertawa nyengir.

"Iya, bener, Zaki."
"Bahaya kalo malem-malem nyetir sambil ngantuk, tuh."
Timpal ibuku.

---

Maaf bersambung lagi. Tinggal satu part lagi kok. Sabar, ya.
Kok manggil ayah mertua Om sih? nggak salah?
 
Ayo sebelum berpisah.kasih kenangan yang tak terlupakan buat bela dan zaki. Hehehe..

Makasih updatenya suhu
 
Hi Bella/Giaraini,

Cerita percumbuan/petting yg sangat rinci dan tdk kalah seru- dg cerita ngemprut....👍😆

Kalo boleh jangan lama-lama bisa release bagian akhir ya🙏🙏

Habis PSBB dan tdk dirumah saja apakah akan ada sessi 2 ?
 
Hi Bella/Giaraini,

Cerita percumbuan/petting yg sangat rinci dan tdk kalah seru- dg cerita ngemprut....👍😆

Kalo boleh jangan lama-lama bisa release bagian akhir ya🙏🙏

Habis PSBB dan tdk dirumah saja apakah akan ada sessi 2 ?

Tergantung, kalo pada suka sama Bella, bisa aja aku teterusin di judul cerbung yang baru
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd