Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Lonely Adventure Story 4 - NEXT GENERATION

Selamat malam buat momod, submod, pertapa, pendekar, guru besar, master, ahli cerita, senior, suhu guru, senpai, tukang, guru, addict, holic dan para suhu terhormat yang berbahagia.

Izinkan nubie yang hijau dan masih merah kuncup ini melanjutkan cerita fiksi ndeso nubie.

Nubie hanya berusaha memberikan yang terbaik dari nubie hijau ini. Sangat tidak berarti dibandingkan pada cerita para ahli dan senior cerita di forum tercinta ini.

Semoga bisa sedikit memberi warna, walau tidak ada artinya.

Mohon di lemparkan kritik dan saran atas cerita ini.

Selamat malam.
 
Mulustrasi...

Terminal Pakupatan Serang


Pasar Anyer


Ressort di Anyer




Sebelumnya


Stevan masih mengamati si tatto..

Tiba-tiba...

Wuuoossshhhh...

"Van... awaass.."

Daaassshhh...


Sebuah gelombang energi meluncur deras menghantam Stevan dari arah belakang nya. Energi yang memancarkan panas dan menggulung menghantam ke arah Stevan. Stevan yang agak terlambat menyadari nya tak sempat menangkis paling mungkin adalah melengos ke kiri atau kanan tapi tetap akan terhantam sebagian badannya.. tak sempat pula ia membentengi diri dengan energi bentengan nya.

Terdengar suara Putra meneriaki nya. Dan sesosok bayangan berkelebat tak dapat tertangkap bayangan mata, menerima arus pukulan itu dengan menghadang tangan kanan terlontar lurus menerima gelombang energi itu. Energi yang datang menghantam tangan kanan Putra.

Tapi...

Seperti sebuah wadah lembek, hawa pukulan itu hanya berdesis pelan dan lenyap.

Stevan selamat.

Tampak wajah Putra sesaat pucat, kakinya sedikit gontai. Tapi hanya sesaat, dan selanjutnya, ia kembali tenang dan wajahnya kembali seperti semula, seperti sedia kala..

"Maaf.. siapakah yang mau mengajar kami anak kecil ini dengan tangan yang sangat keras..? kami hanya anak kecil, masa di hajar dengan cara tidak layak, dibokong begini.. mohon kiranya paman atau bapak menunjukkan diri, agar kami yang muda ini bisa mengenal siapa kiranya paman yang gagah dan sakti ini dan memberi hormat yang layak.."

cetus Putra sambil bersiaga dengan menekuk kedua tangan di depan dada tanda hormat.

Sunyi sejenak. Tapi yang di tuju belum keluar dari arah gelapnya malam. Sedang Putra yang masih berdiri di pinggir trotoar, nampak terang sebab ada lampu jalan.

Tapi, mata Putra tetap memandang pada satu titik dalam gelap malam itu. Seakan tak terpengaruh gelap nya situasi, dan tetap memandang ke satu arah.

Tak lama kemudian, satu sosok keluar dari gelap persis di titik sasaran yang di pandang oleh Putra.

Sosok itu memakai baju hitam lengan panjang sejenis baju pangsi betawi. Ber ikat kepala slayer, memakai celana hitam silat.


~~~©©©~~~

Sambungannya ya gan...


Pinggang nya di balut sebuah kain semacam ban kain hitam. Rambut pendek dan telah ada uban di rambut itu. Dengan telanjang kaki, si sosok itu jelas seorang lelaki. Berjalan pelan ke arah Putra.

Dua orang preman yang melihat sosok yang datang segera bangkit berdiri walau dengan terbungkuk-bungkuk dan beringsut mendekati sang lelaki tua itu.

"Aki.. hormat aki..
Kami mohon maaf, kami kalah.."

jawab si tatoo.

Susah payah memberi hormat dengan berdiri tegak dan menemukan kedua tapak tangan di depan dada membuat posisi salam sambil menundukkan kepala..

"MEMALUKAAN..."

Hiihhh..

Duuughhh....

Buggghhh....


Tendangan si lelaki tua menghantam perut si tatto dan tendangan satunya juga mengantam dada si gondrong. Kedua preman itu terlempar 3m ke belakang tanpa sempat teriak dan bereaksi, kedua tersuruk dan diam tak bergerak.

"Tak berperasaan.. pengecuut.. "

cetus Stevan tajam

Si kakek memandang tajam ke Stevan. Stevan juga memandang balik, tapi tetap dengan pandangan biasa.

"Bicaralah semaumu hai bocah. Karena sebentar lagi akan ku buat kamu lebih menderita dari kedua orang tak berguna ini..."

"Anda orang tua, harusnya bertobat segera. Jangan malah jadi boss preman.."

jawab Stevan lagi

"Bersiap lah menerima hajaran ku.. kalian berdua.."

"Biar lah saya yang hina ini lebih dulu meminta ajaran dari kakek.. saudara saya ini jauh diatas saya. Biarlah dia yang berikut nya..."

Putra maju menyelak

Putra sadar, si kakek ini bukan mainan. Energi dalam nya sudah jadi dan matang. Jadi Putra tau, Stevan belum tentu bisa menerima serangan tenaga si kakek. Putra mengambil alih, karena dia tau, energi dalam nya yang lebih bisa menghadapi tenaga si kakek.

"Bocah sombong... baiklah.. terima ini.. "

Hiiaatt

Woooottt..

Wuuussshhh
...

Pukulan tangan dengan tapak terbuka, menghantam sangat cepat tak terlihat mata menyasar dada Putra. Angin pukulan nya terasa menyambar pakaian Putra.

Putra dengan jelas melihat pukulan itu, mundur selangkah dan melengos ke kanan. Melihat serangan lewat, si kakek melancarkan kendangan sabit menghantam ke pinggang Putra. Putra kembali mundur. Gelombang angin kembali terasa menghantam tubuh Putra. Tapi itu tak berarti apa pun.

Serangan luput, si kakek maju merangsek. Tangan kiri menyabet dari kiri ke kanan menyasar dagu kanan Putra, Putra tidak mundur, tapi hanya melentingkan pinggang ke belakang. Sodokan lewat, dengan sangat cepat si kakek memutar ke kanan dan kaki kanan terangkat menendang putar belakang ke arah perut Putra. Kaki Putra yang tadi nya tertanam kokoh, kembali meneluk lutut nya, kepala menunduk setinggi pinggang. Tendangan lewat.

Jelas Putra sejak tadi hanya menghindar tanpa mau menyerang balik. Menangkis pun tidak.

Serangan kilat si kakek kembali luput.

Si kakek kembali bersiap.

"Hmmmhh.. siapa kamu sebenarnya.. kamu bisa menghadapi serangan ku.."

"Maaf kakek, aku bukan siapa-siapa kek. Hanya ingin melanjutkan perjalanan.. tapi anak buah kakek mengganggu kami. Kami tidak ingin membuat yang keras pada siapapun.."


kata Putra penuh hormat

"Hah... kalian udah mengganggu wilayah aku. Siapa yang suruh kalian..? mat Rojak..??"

"Hadehh kek.. siapa itu mat Rojak. Gak kenal kek.."


jawab Stevan

"Banyak omong, terima jurus ku. Kamu bisa hadapi, kalian boleh pergi dengan aman. Tapi selama ini tak ada yang bisa keluar dengan selamat. Berdoalah hai bocah.."

"Jangan kek.. jangan.. tolong.. tidak perlu kaya gini.. nanti kita semua yang menyesal..."

"Bersiap lah..."


Si Kakek memasang kuda-kuda. Kaki dibuka sejajar hampir satu meter. Di tekuk sedikit lutut nya. Tangan bersatu di depan dada. Tangan kanan maju sedikit ke depan. Mulut komat kamit tak jelas. Terasa energi panas di sekitar sang kakek.

"Van.. pasang bentengan.. ini harus benturan.."

kata Putra

Kedua pemuda itu membuka kedua kaki, memasang kuda-kuda. Tangan menyatu di depan dada, tapak saling bertemu. Membuang nafas habis, lalu tarik nafas melalui hidung penuh ke dada. Tahan. Lalu kedua tangan sama terbuka dan maju ke depan, lurus habis, tapak mengarah ke depan sejajar. Lalu tangan itu membuka dan melebar ke kiri dan kanan. Sampai habis tertekuk semua belikat mereka. Setelah itu kembali ditarik ke depan disatukan, dan kembali di tarik ke arah dada. Setelah rapat, nafas dibuang dengan lembut melalui mulut.

Terasa energi mereka naik dari bawah pusar, naik ke perut, dada dan ke ujung tangan. Lalu energi itu terbuka mengikuti tangan yang terbuka dan menutupi seluruh tubuh. Bentengan sudah terpasang. Semua dilakukan dengan cepat dalam satu tarikan nafas.

Setelah itu, sang kakek yang melihat nya, wajah nya makin membesi. Si kakek menyadari, bahwa si bocah mempunyai jurus pelindung juga.

Lalu mata si kakek memandang tajam pada Putra. Sejenak matanya meyorot tajam. Seolah menyadari sesuatu.

"Haaaahhh.. hiiaaaattttt...."

si kakek menghantam sekuatnya pada Putra.

Putra diam tak bergerak. tangan tetap terpasang tegap di samping badan. Hantaman membentur dada Putra..

DUUUGGGHHHH....


Tangan si kakek menghantam telak tanpa halangan. Putra menerima hantaman dengan diam tak bergerak. Sesaat tampak warna kuning menyebar di tubuh Putra. Muka, tangan semua yang terbuka, terlihat menguning. Dan matanya pun menjadi kuning cenderung merah bagian yang putih nya, pupil mata menjadi lebih hitam.

Sang Kakek, menghantam seakan menghantam busa lembut. Tapi tenaga nya tetap terlontar dan lepas.

Putra mengambil keputusan menerima hantaman itu. Ia bisa saja menahan balik atau mengalihkan tenaga pukulan itu. Tapi akan ada dampak, yaitu sekitar nya akan terkena arus panas yang membakar.

Dampaknya itu yang Putra tidak ingin terjadi. Dan karena menerima tenaga pukulan itu, membuat tubuh nya bereaksi. Energi nya menerima energi si kakek, dan tubuh nya menjadi menguning.

Si kakek yang melihat hal itu... tercengang... mundur tiga langkah, menatap tak percaya..

"Aa.. nak...pinang... ah.. apa aing gak salah lihat..? anak pinang... hoooohh.. ya Allah.. ya Allah... ampuunn... ampuunn.."

tiba-tiba si kakek tersungkur di bawah kaki Putra sampai kepalanya menyentuh tanah..

"Ampuuunnn.. ampuni aing yang tidak kenal tinggi nya gunung, dalam nya lautan.. aing pantas mati.. aing ampunn.."

"Kek.. sudah.. jangan kek.. siapa itu anak pinang? saya mah anak orang.. saya gak kenal anak pinang.. juga jangan kaya gini.. aduhh.. saya jengah.. gak pantes banget.."


jawab Putra sambil mencoba mengajak si kakek untuk berdiri..

"Ampun.. jangan hukum saya tuan.. saya kapok.. gak akan ganggu lagi. Kalo tuan mau bermurah hati sedikit saja, biar saya yang hina ini mematahkan kedua tangan hamba yang sangat lancang tadi menyentuh tuan.. tapi.. ampuni selembar nyawa hamba ini.."

"Jangan kek.. jangan sakiti diri kakek. Udahlah biarkan kami berdua pergi. Masalah ini sudah aku anggap selesai. Aku anggap gak ada sudah..."

"Maaf kan hamba tuan.. maafkan hamba.."

"Kek.. udah bangun. Jangan bersimpuh begitu.. ayo kek.. bangun kek.."

"Ii.. ii.. ya.. hamba bangun.."


Si kakek bangun, berdiri tapi masih membungkuk-bungkuk.

"Kek.. liat saya..."

Kakek mengangkat wajahnya. Tampak masih raut ketakutan di sana..

"Saya Putra.. saya ini hanya anak kecil kek. Bukan siapa-siapa... apalagi apa tadi.. anak pinang..? bukan kek.. bukan.."

"Ee.. tapi.. tuan pasti titisan nya. Dan itu hanya ada 1000 tahun sekali. Guru hamba bilang, kalau terbentur dengan anak pinang, aku pasti mati. Sebab anak pinang itu seorang Satria yang tanpa tandingan, hidup lurus dan benar. Sedang kan hamba sejak muda, sudah hidup dalam kejahatan. Guru hamba adalah seorang sakti yang sangat ditakuti seantero Banten sampai ke tanah seberang. Ia hanya takut pada anak pinang. Seorang sakti yang akan menguning laksana buah pinang masak saat ia menyerap tenaga lawan nya. Seperti baru saja. Setengah energi hamba sudah diserap oleh tuanku. Tapi hamba ikhlas, sebab hamba tau, selama ini kekuatan hamba adalah untuk melakukan kejahatan semata. Mungkin ini adalah sedikit hukuman atas kesombongan dan kejahatan hamba.."

"Tapi.. aku gak bermaksud demikian kek. Aku hanya menerima pukulan kakek untuk menjaga dampak nya agar tidak menyerang dan mencelakakan pada yang lain. Hanya itu tujuan saya kek.. oh iya.. aku minta panggil Putra aja ya kek.. jangan ada embel-embel tuan atau apapun. Dan kakek juga bukan hamba aku, jadi berhenti menganggap diri hamba aku ya kek.."

"Kalau itu perintah nya, hamba.. eh.. aku akan lakukan.. tapi maafkan orang tua hina tak berguna ini tu... eh.. Put..ra.."

"Sudah kek.. gak ada lagi kesalahan apapun. Sudah selesai. Aku pun tidak merasa di rugikan apa-apa. Mungkin ini jalannya kita bisa saling kenal ya kek.."

"Iya eh Putra.. iya.. aku janji, aku kapok berbuat jahat. Aku sesungguhnya.. sudah lelah hidup begini, selalu takut tersaingi. Selalu penuh kekhawatiran wilayah kekuasaan ku di rebut orang. Aku takut pencaharian ku hilang, di rebut saingan ku, mat Rojak."

"Kalau kakek sudah bertekad hidup baik dan lurus, insya Allah kakek akan dipelihara oleh NYA. Jangan khawatir kek. Bahkan Mat Rojak sekalipun tidak akan bisa mencuri rejeki nya kakek yang sudah digariskan oleh NYA."

"Terima kasih nak.. maaf kalo si orang tua ini selalu hidup dalam ketakutan. Sungguh tiap hari aku lelah dan jenuh.."

"Lepaskan semua kek, maka kakek akan lega dan merdeka.."

"Iya.. aku bersumpah, akan melepas semua wilayah ini, aku akan bubarkan anak buahku, dan aku mau hidup bebas tanpa terikat oleh kekhawatiran.."

"Alhamdulillah.. selamat ya kek.. aku senang denger nya.. biar bagaimana, kakek akan tetap saya ingat. Aku ternyata juga punya seorang kakek yang gagah dan satria di banten ini.."

"Ehh.. kok.. gak berani saya.. saya bukan kaya gitu.. saya ini jahat nak.. saya gak pantes.."

"Tadi iya, sekarang tidak lagi. Seorang satria adalah orang yang mengakui kesalahan dan mau memperbaiki nya menjadi benar. Dan kakek.. adalah seorang satria itu.."


jelas Putra sambil tersenyum lebar.

Tiba-tiba...

"Ya Allah.. ampuni hamba ya Allah. Belum pernah hamba di hargai sebesar ini.."


Si Kakek kembali berlutut. Tapi kali ini, kepalanya mengadah ke langit, tangan terbuka di depan dada. Air mata keluar tak tertahan lagi. Badan yang sedikit bergetar.. lalu kakek menutup mukanya dengan kedua tangan nya. Dan pandangan nya lurus ke depan, tapi terlihat kosong. Seperti sedang berpikir sesuatu.

Putra dan Stevan melihat dengan tersenyum.

Iya hari ini, ada tobat yang di alami kakek ini. Seorang bos preman yang sangat di takuti karena kesaktiannya. Saat ini, tanpa bertempur, tanpa ada yang tewas, tanpa ada yang hancur.

tapi...

sudah cukup membuat sang jagoan ini untuk berubah. Bertobat.. dan memulai hidup yang baru.

Putra mendekat, mengajak kakek bangkit.

Si kakek berdiri.

Putra mengangsurkan tangan kanan nya meminta tangan kanan si kakek. Kakek dengan tulus memberikan..

Lalu...

Putra salim dan mencium tangan si kakek tanda hormat. Si kakek melongo.. lalu Stevan pun melakukan hal yang sama. Membuat sang kakek kembali terharu senang. Tampak senyum penuh kasih di wajah si kakek.

"Kek.. biar bagaimana, kakek adalah orang tua yang wajib aku hormati. Saat ini, kakek bukan lagi musuh ku, tapi kakek adalah sudah menjadi orang tua dan panutan buat kami. Tolong nasehati kami ya kek, tegor kami. Kami mau jadi cucu kakek..."

kata Putra

"Ohhh.. aku.. gak tau musti omong apa lagi nak.. tapi.. saat ini aku bertekad, aku Saiman.. akan melakukan apapun agar aku tetap dianggap kakek kalian.. aku si orang tua ini, akan membimbing kalian, mengantar kalian pada tujuan kalian, dan memastikan kalian aman. Walau aku tau, kemampuan ku jauh di bawah kalian, tapi aku masih sanggup sebagai pelindung kalian, agar kalian tidak perlu bersusah payah."

"Tapi.. kami gak berani merepotkan kakek Saiman.. kami gak enak.."


jawab Stevan

"Tidak nak.. izinkan kakek mengantar kalian berdua, agar tidak ada cecunguk yang mengganggu kalian. Selagi kakek ada bersama kalian, kakek jamin kalian aman. Sekarang bilang sama kakek, kalian mau kemana..?"

"Kita mau ke eh... sebenarnya kami mau ke kawasan carita, tapi karena kendaraan ke sana sudah habis, kami mau terus ke labuhan, baru dari sana kami balik lagi arah carita. Itu yang kami tau..."


jawab Stevan.

Sesungguhnya mereka hanya mengikuti jejak signal dari hape, hape nya seseorang yang bernama Yudhi.

"Ya sudah, kalian kakek antar. Tunggu sebentar yah biar kakek panggil orang kakek.. ayo kita ke warung itu, kita minum dulu nunggu kendaraan datang.."

jawab kakek sambil menunjuk warung di dalam terminal yang masih buka

"Eh.. gimana Van..?"

"Ayo deh, kan kita mau diantar ama kakek. Jadi kita gak perlu bingung lagi. Ayok, aku juga mau minum yang anget-anget."


Si kakek tersenyum lebar. Ia mengambil hp nya, menelpon seseorang. Gak lama kemudian ke tiga nya berjalan menyeberangi jalan utama masuk ke terminal menuju warung si ibu yang sebelumnya Stevan dan Putra mampir.


"Atik.. minta kopi buat akang yah. Buat para anak muda ini, kasih aja minta apa ajah.."

"Eh.. aki Raga tadi panggil nama saya..?"

"Tik.. saya panggil nama asli kamu. Saya udah gak mau lagi kasar sama kamu dan semua orang. Hehehe.. jangan panggil saya aki Raga lagi ya Tik.. aki Raga udah mati. Udah di matiin ama cucu saya ini.. sok kenalin.. ini Putra, ini.. belom kenal euy.."

"Saya Stevan kek. Kami berdua saudara se-bapak tapi beda ibu.."

"Masya Allah, sama dengan saya dan Atik. Kita satu bapak beda ibu.. wah.. wah.. tapi kalian kompak yah. Ya kan dik..? Tinggal kalian gimana..?"

"Kang... Raga.."


Bu Atik yang punya warung tercengang seakan tak percaya

"Saiman dik.. panggil akang Saiman yah.. nama pemberian bapak, nama lahir akang. Akang mulai tadi, 15 menit lalu, jadi Saiman. Saiman.. akang kamu yang dulu dik.."

"Akang... ini sungguhan..? aaa.. aa.. Atik kok kaya mimpi..?"

"Kamu gak mimpi dik.. akang juga mau minta maaf sama kamu dan dik Sumanta yang selama ini kasar sama kalian. Akang juga akan bubarin anak buah akang. Akang capek hidup keras, penuh kejahatan. Akang tobat Tik.. akang insyaff.."

"Ya Allah.. ah... A.. tik.. gak salah denger kan kang? Atik.. gak ngayal kan kang..?"

"Nggak adikku.. kamu gak lagi pingsan kok. Ini buktinya ada di depan akang.."

"Kang pukul tanganku, cubit kang.. Atik biar percaya.. ayo kang..."

"Nih... eeemmm.. adikku yang cereweett.."


Pak Saiman mencubit ke dua pipi bu Atik..

"Huaaaa.... akang... aku kangen.. aku kangen akang yang ini... huaa... haaaa.."

"Mau peluk akang.. ayo peluk aja.. sini.."


Bu Atik langsung memeluk Pak Saiman. Menciumi pipi pak Saiman. Air mata nya deras mengalir. Pak Saiman juga memeluk adiknya itu, seakan mereka baru saja bertemu setelah berpisah sekian lama.

Padahal, nyatanya, mereka sering bertemu, sering bicara.. tapi.. bukan sebagai saudara, bukan sebagai keluarga, tapi sebagai penguasa wilayah dan sebagai pihak yang ditindas.

Terlihat, betapa selama ini ibu Atik sangat mengasihi kakaknya, sangat menyayangi nya. Hanya karena selama ini kakaknya yang dia sayangi itu, salah jalan, terhilang, maka nya dia merasa sangat rindu akan akang nya yang dulu, akang nya yang juga menyayangi nya, sepenuh hati.

Dan saat akang nya ini, kakak lelaki nya ini kembali ke jati dirinya yang dulu, yang ia kenal sejak masih kecil, suka cita dan kegembiraan nya tak dapat ditahan oleh bu Atik.

Sungguh... bu Atik sangat merindukan akang nya ini kembali, seperti dahulu yang ia kenal.

Bu Atik melepas pelukan, menatap akang nya, memegang ke dua pipinya. Senyum nya terpancar sangat lebar..

"Mana dik Sumanta.. panggil dik.."

"Mbung.. gak mau.. ntar aja masih kangen.."

"Iiihh.. nyi lampir cerewet.. gak pernah mau langsung jalan kalo disuruh aing.."

"Aaahhh... akang... masih ingat panggilan aing..? lagi kang.. panggil lagi kang.. lagi.."

"Apa..?"

"Itu tadi.. barusaaaannn..."

"Nyi lampir cerewet.. heh nyi lampir cerewet..?"

"Iyyaaa... iya kang.. aahh.. aing kaya kecil lagi kang.. aing gak bisa lupa kang.."


Nampak wajah berseri di muka bu Atik.

"Kang.. Atik sangat sedih saat akang pergi dari rumah, dari bapak dan emak. Saat akang balik, akang berubah.. bukan akang yang dulu lagi.. udah lain.. lain pisan.. Atik gak kenal lagi ama akang. Apalagi akang jadi preman, banyak bikin kejahatan, berantem sana sini, bikin semua susah dan takut sama akang. Tapi Atik tetap sayang ama akang, akang yang dari kita sama-sama kecil, menjaga aing, mengawasi aing, menasehati aing. Atik gak bisa benci ama akang. Tapi Atik hanya merasa akang udah bukan akangnya aing, akang kaya kasurup. Tapi sekarang.. setelah Atik tunggu 40 tahun, aing ketemu lagi ama akang nya aing. Kang Saiman.. kang Saiman ireng.."

"Atikk.. iya.. akang minta maaf ama Atik, juga nanti kalau akang balik, akang mau minta maaf ama semua keluarga. Semua yang pernah akang jahatin. Tapi sekarang akang mau ketemu ama ipar akang, suami kamu, Sumanta yah.."

"Emang akang mau kemana..?"

"Nanti akang cerita.. ayuk atuh panggil suami kamu.."

"Sebentar kang.. sebentar.. "


Bu Atik segera berlari ke belakang, menuju sebuah rumah yang pintu belakang nya tembus ke tembok pembatas terminal. Jadi rumah itu persis ada di samping tembok pembatas terminal, dan ada lubang pada tembok itu yang di lubangi sebesar pintu rumah itu. Bu Atik segera masuk ke pintu itu.

Tak lama, bu Atik keluar sambil menyeret seorang lelaki setengah baya. Masih terkantuk-kantuk tapi tetap penuh keheranan..

"Kang Raga.. ada apa kang..? maaf kalo kami ada salah..."

kata si Lelaki masih dengan wajah khawatir.

"Dik Sumanta.. gak ada yang salah pada kalian. Aku yang banyak salah dan menyusahkan kalian. Aku.. Saiman.. mau minta maaf sama dik Sumanta atas kelakuan ku selama ini yang menebar kejahatan dan ketakutan. Aku mau bebas dik, aku mau merdeka dik, aku tobat dik.. maaf kan aku ya dik.."

Pak Saiman menunduk.

"Kang Raga.. ini apa.. jangan kang.. aduuhh..."

"Dik.. Raga sudah mati.. mati selamanya. Yang ada di depan mu ini adalah Saiman."


"Aku mau minta maaf sama dik Sumanta karena selama ini, mulai dari kalian ber rumah tangga sampai tua saat ini, aku selalu membuat yang jahat, dan susah kalian. Aku mohon di maafkan yah, aku tobat dik.. aku mau hidup lurus.."

"Kang.. kok bisa tiba-tiba gini.. iiiihh.. saya jadi.. ah.. gak percaya.. maksud aing.. kok kaya ngayal.. siapa yang bisa bikin akang Saiman berubah sama sekali, dan... jadi baik...?"

"Sama seperti dulu aku yang berubah jahat dengan tiba-tiba, saat ini pun aku berubah dengan tiba-tiba. Karena dari ke dua cucu baru aku ini.. Putra dan Stevan. Aku juga mau antar mereka ke labuan.."

"Hehh.. kan mereka tadi mampir di sini kang.. malah Atik sempat omong ama mereka. Kan mereka baru sekali ini kan ke sini.. bisa berubah akang gitu? iiihhh.. kumaha itu..?"

"Iya dik, mereka yang menyadarkan akang. Mereka sudah ngalahin akang lahir bathin. Tanpa luka, darah atau nyawa. Sungguh.. akang takluk dan akhirnya sadar, disadar kan oleh Putra.. dan kesempatan ini, akang gak mau sia-sia in lagi. Akang capek, hidup penuh takut kalah, takut kerebut wilayah nya, takut hilang pengaruh, ahhh... pokok nya serba takut. Walau akang di takuti banyak orang, akang terlihat memang gak takut sama siapapun, tapi di dalam sini (menunjuk dadanya), akang takut dik.. akang selalu hidup dalam kekhawatiran. Mau sampai kapan begitu. Maka itu, saat ini akang mau mundur, akang lepas semua wilayah ini, akang bubarin anak buah akang, akang mau hidup normal lagi, seperti dulu sekali.."

"Kek.. ini yang namanya seorang Satria. Kakek menang dengan sukses. Menang atas diri sendiri. Itu paliiiing sulit. Nanti aku diajari ya kek caranya.. aku pasti perlu nasehat kakek nih.. oh iya.. buat ee.. nek Atik dan kakek Sumanta juga yah.. Stevan seneng banget bisa kenal ama semua di sini.."

"Iya nak.. iya.. nenek udah punya firasat sama kalian berdua sebelumnya. Kalian bukan termasuk golongan ABG biasa.. bukan.. nenek kok sangat yakin.. kalian beda. Maka nya sudah timbul rasa suka di hati nenek sama kalian ber dua. Jadi waktu kalian ngotot mau pergi juga tadi itu, dan menolak usulan nenek diantar oleh suami nenek, nenek luar biasa cemas. Nenek hanya bisa berdoa untuk kalian. Ternyata... haaahhh... kalian memang tidak hanya menyenangkan, tapi bisa merubah kakang nenek dalam sekejap. Entah.. gimana itu ceritanya..?"

"Wah.. gimana yah nek..?"

"Cerita nya sebenarnya simple kok Tik.. mereka kalahin akang dan gak menghukum akang, malah ngasih akang kesempatan. Sekejap akal sehat dan suara hati akang bicara, inilah saat nya. Sekarang atau terlambat.. dan akang ikut suara hati akang. Akang udah gak mau ikut emosi dan kesombongan lagi. Itu lah yang sebenarnya.."

"Ooohhhh... kalian.. kalahin kang Saiman..??"


tanya pak Sumanta

"Ya aku kalah dik.. kalah semua nya sama dua satria ini. Anak buahku pun sudah tergelepar sama mereka sebelumnya.. "

"Sudah ya kek, kakek Sumanta dan nenek Atik, jangan di sebarkan lagi hal ini. Biarlah hanya kita saja yang tahu. Karena biar gimana pun, ini kan gak perlu diomongin kemana-mana. Nanti aku dan Stevan juga susah. Aku gak mau dikenal karena kejadian ini. Memang dari awal, aku memang gak mau sebenarnya hal ini terjadi. Tapi kalau tau untuk kebaikan semua, ya aku mau. Tapi setelah itu, anggap saja selesai, tak ada apa-apa ya nek.. kek.."

"Kalian sungguh berbeda. Orang tua kalian pun kakek puji habis, bisa mengajari kalian akhlak yang sangat baik seperti ini. Salam sama mereka yah.. eh.. kalian jadi ke labuan nya..? biar kakek Sumanta antar, tadi nenek kalian itu udah setuju kan kalo kakek yang antar. Kalau dia gak setuju, hadooohh, cerewet nya itu lho.. gak tahan..."

"Apa sih si kang Sumanta.. yee.. siapa yang cerewet... cuma.. aku tuh kelebihan hormon ngomong..."

"Ha ha ha ha.. sama aja itu mah nek.."


Stevan tergelak, Putra pun tertawa..

"Kenapa kalian tidak di sini dulu menunggu terang. Biar nenek masakin kang Saiman dan kalian berdua..?"

"Terima kasih nek. Saat ini memang belum bisa, bukan menolak ya nek. Stevan janji, setelah urusan ini selesai, Stevan pasti mampir di rumah kakek dan nenek.. gak apa-apa ya nek.."

"Ya baik lah. Walau nenek gak paham urusan kalian, tapi nenek doakan agar lancar yah.."

"Aminn.."

"Dik.. yang mengantar mereka ber dua ini akang sendiri.."

"Oh... iya juga kang, biar mereka aman dan selamat sampai tujuan.."

"Bukan gitu, akang juga belum tau urusan mereka, tapi akang gak ingin mereka jadi repot di ganggu para cecunguk. Akang tau, mereka gak kan bisa di sentuh preman-preman curut itu. Tapi paling tidak, dengan adanya akang, para curut itu udah mundur, jadi mereka aman sama urusan nya.."

"Eh.. wah.. kami terimakasih banyak ya kek. Kakek mempermudah juga urusan kami, karena kami di kejar waktu juga. Dengan diantar kakek, kami bisa langsung sampe labuan deh.."

"Iya kakek antar, mobil nya juga udah datang tuh..."


Sebuah mobil mitsubishi strada double cabin masuk terminal dan parkir di depan warung nek Atik.

Kek Saiman segera bangkit dan menghampiri mobil itu.


"Mun.. ka deui kan kunci nya. Sok maneh balik bae. Tinggal bae di rumah yah, sampe aing balik."

"Tapi kang Raga.. aing gak bisa kang. Gak berani kang.."


Kang Raga tersenyum. Iya.. ini adalah hal yang aneh untuk anak buah nya..

"Jangan kang... ampuunnn.. aing minta ampun kalo salah.. jangan hukum aing kang.. jangan.."

Si supir tersuruk di kaki kek Saiman.

Kek Saiman terdiam.. dia hanya diam dan melihat tindakan anak buah nya itu..

"Bangun Mun.. berdiri Mun..."

Kata kek Saiman pelan. Ya pelan lembut

Mumun tersentak.. Dia dengan badan bergetar bengkit dan berdiri. Tapi kepalanya tetap menunduk.

"Mumun.. lihat saya Mun. Jangan menunduk kalau di ajak bicara.."

Mumun mengangkat wajah nya..

"Mun.. sedemikian menakutkan kah aku buat kamu..?"

Mumun dengan gemetar mengangguk pelan sekali..

"Mun... maafin saya Mun.. saya yang kasar dan jahat ini. Saya makin sadar sekarang, saya adalah monster buat kalian. Ah.. betapa jahat nya saya selama ini di mata kalian, anak buahku sendiri. Mun.. aku tobat Mun.. aku mau berubah. Mumun sekarang bukan lagi supir saya, bukan lagi anak buah saya. Mumun bebas kalo mau pergi, Mumun gak akan saya tahan lagi. Dan saya tidak akan menyakiti kamu dan keluarga kamu. Mumun tenang saja yah.."

"Kang Raga.. ??"


Kek Saiman tersenyum lebar..

"Kang Raga sudah mati.. yang ada sekarang di depan kamu ini, Saiman.. yah.. ini Saiman ya Mun..."

Mumun mundur selangkah, ia terbelalak. Ia melihat mata kek Saiman seakan tak percaya..

"Kenapa Mun, kamu pikir saya surup?. Saya sadar Mun.. sepenuhnya sadar. Justru selama ini.. saya justru surup.. lupa diri.. gak sadar.. sekarang ini saya sadar Mun..."

"Kang... ini beneran kan..? bukan karena saya di pecat kang...?"

"Bukan Mun.. kamu bebas sekarang. Kamu bisa pergi kalau kamu mau pergi, jika pun enggak, saya akan tetap pakai kamu tapi sebagai pekerja saya, bukan lagi anak buah.. dan ini.. saya mau pergi ke labuhan. Bilang ama yang lain, jangan lagi bikin yang jahat. Ingat yah, jangan lagi bikin yang jahat. Tunggu saya balik. Eh.. itu si Ajo ama Akmal di rawat. Bawa ke rumah sakit, tagihan nya saya yang tanggung. Sampe sembuh.."

"Baik kang... baik, saya akan laksanakan perintah akang. Saya.. minta maaf ya kang kalo bikin salah. Akang balik kapan..?"

"Insya Allah besok kalo semua lancar.. pokok nya tunggu aja.."

"Siap kang..."

"Ayo kita jalan Put, Stevan.."


Mobil Double cabin itu bergerak keluar terminal. Diikuti tiga pasang mata yang masih setengah percaya atas yang barusan terjadi.

"Kek Saiman.. kami nggak enak repotin kakek.. sungguh.."

Putra membuka bicara

"Cu.. kakek ini walau sudah tua masih bisa mikir kok. Kalian gak akan ngotot tetap jalan kalau tidak ada yang penting. Pokok nya, kakek antar kalian mau kemana. Kakek akan ikut, hanya kakek merasa, kalian mempunyai tugas maha penting, dan kalian bukan orang umum nya. Kalau kalian hanya orang umumnya, masa kalian di lepas orang tua kalian jalan begini. Terbukti, kalian bisa menjaga diri dengan sangat baik. Kakek tidak akan tanya-tanya kalau tidak diminta pun kakek hanya menunggu. Kakek tau, kalian dalam tugas.."

"Eeh.. kakek tau dari mana?"


tanya Stevan

"Ya kakek yakin, kalian lurus. Mengenai tugas apa, kakek gak tau dan memang boleh tahu? Enggak kan? Kakek hanya ingin cari pahala cu.. hehehe..."

"Wah... kakek antar kami saja ke labuhan. Habis itu kakek bisa tinggalkan.. biar kita jalan sendiri kek.."

"Kalau boleh.. kakek dampingi kalian... karena kalian belum paham daerah sini kan..?"

"Ya baik lah. Kita lihat nanti ya kek. Kakek lindungin orang lain saja yah... kami aman kok.."


Putra duduk di depan mendampingi kek Saiman. Stevan duduk di belakang.

"Van.. lokasi dimana?"

Stevan segera meng otak atik hape nya. Posisi nya yang di belakang membuat ia lebih leluasa membuka aplikasi hp nya tanpa khawatir di ketahui oleh kek Saiman. Biar bagaimana, tetap mereka merahasiakan hal ini pada siapapun.

"Lagi moving.. ke arah anyer dari labuhan.. "

jawab Stevan

"Kita gap dari arah anyer aja. Keliatannya dia masih blom sadar.. signal on terus Put.."

kata Stevan lagi

"Kek.. punten.. kita lewat anyer gak ya kek?"

tanya Putra

"Nggak cu, kita mau lewat Pandeglang.. kenapa mau lewat anyer..?"

"Iya kek kalo boleh.."

"Siap.. laksanakan.. pegangann..."



Ciiiiitttt...

Mobil berbalik arah 180° lalu gak lama membelok ke kiri.

Terlihat, kek Saiman menguasai betul mobil milik nya..


Mobil membelah kota serang, menuju cilegon, setelah lewat cilegon, berbelok kanan arah ke anyer melewati pelabuhan laut cigading.

Waktu sudah menjelang dini hari. Beberapa angkot mulai jalan mencari penumpang.

Kek Saiman dengan mantap terus meluncurkan kendaraannya. Mereka sampai daerah pasar anyer. Sudah tampak banyak pedagang dan pembeli di pasar tradisional itu.

Tiba-tiba ada pesan masuk di hp Stevan..

Karena pesan ini khusus, Stevan agak bingung menyampaikan nya ke Putra yang ada di depan, di samping kek Saiman.

"Ehh.. kek.. maaf bisa kita singgah sebentar. Aku perlu ke air kek.. Kamu ke air ga Putra"

Putra yang menyadari, segera menjawab..

"Iya Van... aku juga nih.. "

"Oh.. oke.. 2 km di depan ada SPBU. Bisa kan..?"


"Oke kek, bisa kok.."

Lima menit kemudian mereka sudah masuk area SPBU. Kedua anak muda ini kompak segera masuk arah toilet. Tapi langsung menyusup ke belakang toilet. Stevan segera mengeluarkan kabel headset, memasang di hape dan memberikan satu kabel speaker nya ke Putra. Kedua nya bersama mendengarkan via headset agar tak bisa di dengar pihak lain.

"Siap komandan.. disini Stevan dan Putra.."

"Kalian baik-baik saja saat ini..?"

"Siap.. kami baik-baik komandan.."

"Baik.. ini ada informasi tambahan. Kelompok Yudhi Pratomo itu ada tiga orang, Yudhi dan dua rekan nya. Dua orang pemburu hadiah profesional. Sangat berbahaya dan mematikan. Asal dari Kazakstan. Masih muda. Bersaudara kandung, hanya belum jelas jenis kelamin, kedua nya lelaki atau perempuan atau satu lelaki satu perempuan. Mereka bertiga sudah beraksi dengan Yudhi sejak seminggu terakhir. Dan di perkirakan mulai dari pengintaian kita dari signal di temukan dari jawa tengah sampai saat ini di daerah serang."

Diam sejenak

"Saat ini kalian bertugas menggagalkan usaha mereka, dan terutama, seret Yudhi Pratomo, dan dua orang Kazakstan yang telah membunuh Mantan Dirjen, dan memfitnah kalian, terutama sudah masuk wilayah tempat tinggal kita wilayah pribadi kita, dan ini sangat berbahaya. Ingat, mereka sangat profesional dan sungguh terlatih. Mempunyai spesialisasi lebih dari satu. Mereka akan bergerak besok malam, ada waktu satu hari untuk kalian mempelajari dan mempersiapkan diri. Kalian mengerti..??"

tanya komandan mereka, Balak 6 a.k.a Julian Raja

"Siap.. izin..."

tanya Stevan

"Iya apa?"

"Bisa tau apa rencana mereka yang harus kami gagalkan, komandan..?"

"Pengiriman emas batangan.."

"Siap komandan, dimengerti.."

Hubungan telp berakhir. Stevan dan Putra bergerak ke depan. Langsung menuju ke kakek Saiman di mobil..

"Udah beres..?"

"Sip kek.. beres... "


"Yok kita jalan lagi.. mumpung jalanan blom ramai.."

Mereka kembali meluncur di jalan. Arah ke carita.


Sementara itu di suatu rumah megah.di kawasan Maruya, Jakarta Barat.


Tampak Anto masih berkutat di ruang kerjanya. Dia menghubungi semua jaringan yang ia punya. Praktis semalaman ia tidak tidur. Ia memback up operasi anak-anak nya dan memperkuat jaringan nya.

Lalu Anto menghubungi ayah nya, Tigor Habonaran.

"Malam pak... maaf ganggu tidur pak?'

"Nggak lah masih omong-omongan sama teman bapak dari korea. Ada apa Julian?"

"Gimana kabar nya jadi nya Julian, ada info apa yang kau dapat soal kejadian ini?"


"Ini pak.. ada info yang aku dapat, ini permainan mafia tambang ini pak. Ia menampung semua hasil tambang Ilegal yang banyak beredar saat ini. Dia juga ikut bertanggung jawab dengan memberikan penawaran untuk membeli pasir emas siapa saja dengan harga tinggi dan dia olah menjadi emas batangan. Banyak sekarang tambang ilegal bermunculan, sehingga banyak juga kejadian kecelakaan yang memakan korban jiwa akibat terjebak dan tambang runtuh. Ini otak nya bermuara pada satu sosok Riswan Khairul. Seorang pedagang tambang internasional. Usaha nya sudah menggurita ke asia dan eropa. Selain men-suply ke PLN, Ia juga pengeksport resmi batubara. Memiliki kapal dan tongkang sendiri. Dan selama ini, izin eksport nya di keluarkan oleh Sardiman Yusuf. Mantan dirjen yang korupsi dan di bunuh itu pak. Dan operasi ini sudah berjalan lebih dari 15 tahun. Ini ternyata kita berhadapan dengan para pencuri kekayaan alam kita sendiri.."

"Hmmh.. mafia tambang. Mereka ada perkumpulan nya yang bapak tau. Bukan hanya tambang berupa pasir mineral tapi juga migas. Bapak rasa, ada pihak-pihak kuat di kalangan terbuka maupun underground yang bermain. Informasi yang bapak dapat, mantan presiden sebelum nya, ada di belakang semua permainan tambang ini. Ini hanya sebagian kecil. Masih ada yang lebih besar lagi bahkan melibatkan tambang raksasa punya asing."

"Wah ini seperti gunung es pak. Ternyata hanya atas nya terlihat."

"Iya.. seperti ini, perusahaan asing meminta izin eksplorasi suatu wilayah. Dengan mineral misal emas. Biasanya juga dia izin bangun dengan smelter nya sekalian. Izin diberikan oleh pemerintah dengan berbagai syarat dan aturan. Nah saat tambang itu operasi, tanah, lumpur atau apapun hasil yang di dapat dari bumi, di bawa ke smelter nya mereka juga. Dipisah kan.."



"Ada emas di dapat, itu yang di laporkan pada pemerintah dan dikenakan bea sesuai aturan yang berlaku. Nah.. bagimanalah kalau yang di dapat itu mineral lain? Intan, uranium, tembaga atau mineral lainnya. Bagaimana nasib nya kau pikir? Smelter mereka yang punya kan..? Maka itu saat ini pemerintah ingin agar smelter harus mandiri. Izin tambang di berikan, tapi smelter nya haruslah dengan pihak lain. Agar pengawasannya bisa mandiri dan terpisah. Smelter akan mengambil bagian dari setiap kandungan mineral yang dia proses. Dan di kenakan biaya tarif masing-masing sesuai aturan. Itu baru fair untuk pendapatan negara.."

"Ya betul juga pak. Dan karena saat ini dipisah antara tambang dan smelter, terjepit juga mereka. Mungkin cara belakang pun di lakukan dengan menerima hasil tambang illegal. Atau malah mereka yang mendorong orang agar menambang secara gelap. Karena kalau gak ada yang menampung hasil nya mana mau orang ambil resiko menambang dengan tingkat resiko yang sangat besar.."

"Itulah.. setelah dapat bahannya, dia lebur lah dan dibuat batangan. Untuk cara pengirimannya, yah diselundupkan lah di dalam tongkang batubara yang di eksport resmi. Penerima di sana yah tentu jaringannya mereka.."

"Kalau gitu kita berhadapan dengan bangsa sendiri dan mungkin malah orang penting di negara ini.."


Bersambung lagi ya gan...

Mohon kritik dan saran nya di lemparin ke nubie ya suhu...
 
Terakhir diubah:
Masih menunggu clashnya nih.....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd