Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Ditunggu kelanjutannya suhu....
Siap kak, ditunggu ya.
Gaaaaaasssskeun hu thx
Mana nih hu hu hu
ditunggu, ya, kak.
maap agak lama, semoga dua hari kedepan bisa di posting, lagi dalam masa penyuntingan.
semoga nggak ada yang diedit lagi, sih.
Ijin nitip sendal mas bro
Ijin nitip sendal mas bro
Siap kak, semoga ceritanya bisa menghibur.
rindu pawpaw.... masih setia nunggu
sama, aku juga rindu sama pawpaw.
apalagi sekarang rambutnya lagi cakep.
yuk up hu kangen aby
Aby kemana, ya? apa masih sama kak Janu?

============

Maaf yah, kalo ada yang nungguin Aby, Aurel, sama Nadila.
Updatenya masih berkisar sama tokoh yang kemarin, Anin.

Semoga tidak bosan, aku sih tidak.

tapi story-wise, cerita ini udah mau tamat, kok.

Dan aku jadi penasaran, pendapat kakak-kakak semua tentang cerita ini gimana? (selain update yang lambat tentunya).

Aku pengen tau, sih. Biar kedepannya, siapa tau ada yang bisa kuakomodir, ketika bikin cerita selanjutnya ketika ini tamat.
 
Jujur hu, saya ga tau mau komen apa wkwk, soalnya menurut saya ini cerita udah bagus banget.

Kalo soal tema ataupun alur saya ga komen, itu terserah penulisnya mau gimana, kalo penulisnya nyaman selama nulisnya, pasti tulisannya juga bagus.
Soal pemeran pun buat saya mah bebas mau siapa aja, mau yg baru mau yg itu2 lagi, ga masalah. Kalo soal penokohan setiap pemerannya udah cocok sih ini, udah mendekati aslinya. Bagusnya emang gitu kan ya? Hehe

Kalo soal penulisan, ini juga udah bagus. Detail, rapi, ga bertele-tele, penyampaiannya juga dapet.
Dan menurut saya penulisan itu penting banget, saya tipe yg liat dulu penulisan gimana baru baca. Kalo penulisnya bagus pasti enak bacanya, sekalipun cerita itu mainstream.

Ini cerita jadi favorit saya difiksi ini, untuk saat ini, dan yg paling saya tunggu updatenya, walaupun lama wkwkw
Pokoknya ditunggu update2 selanjutnya, dan juga cerita2 yg akan datang. Cheers!



Wah, panjang juga komen saya ahaha
 
sekilas trailer eps selanjutnya,

Maafin aku, ya, sayang.

Anin hanya diam mematung. Jarinya terus menekan tombol intercom. Ekspresi wajahnya terlihat kebingungan. Dapat aku asumsikan tamu yang datang merupakan kekasihnya, Erza. Perlahan kudekati Anin, dia sendiri seakan tidak menyadari keberadaanku yang sudah sangat dekat.

“Anin … sayang ….

“Kamu pulang dulu aja ya, Za. Biar kita omongin besok siang.”

“Aku udah maksain datang kesini, lho, Nin.”

“Tapi, Za-nngghh ….”
 
sekilas trailer eps selanjutnya,

Maafin aku, ya, sayang.

Anin hanya diam mematung. Jarinya terus menekan tombol intercom. Ekspresi wajahnya terlihat kebingungan. Dapat aku asumsikan tamu yang datang merupakan kekasihnya, Erza. Perlahan kudekati Anin, dia sendiri seakan tidak menyadari keberadaanku yang sudah sangat dekat.

“Anin … sayang ….

“Kamu pulang dulu aja ya, Za. Biar kita omongin besok siang.”

“Aku udah maksain datang kesini, lho, Nin.”

“Tapi, Za-nngghh ….”
Waduh jam berapa nih update nya?
 
Episode 10b

You Reap What You Sow Extended (Only Today)



“Temenin aku malem ini, Kak ….”


.

.

.

Aku yang terkejut dengan ucapannya tersebut berhenti, lalu membalikan badan. Anin langsung memeluk, membenamkan wajahnya ke dada dan melingkarkan erat kedua tangannya di pinggangku. Dia seperti tak menginginkanku pergi.

"Aku nggak mau sendirian di hari yang harusnya spesial ini, kak ..." lirihnya. Pelukannya pun terasa semakin erat. Getaran tubuhnya semakin terasa. Tanpa sadar aku membalas peluknya, dan tanganku mulai membelai halus rambutnya yang lembut.

Okay, Nin,” ucapku menyanggupi permintaannya. Aku sadar ini salah. Namun, aku mengerti apa yang dirasakan olehnya, dan aku tak bisa membiarkannya sendirian. Setidaknya, untuk hari ini.

"Aku akan menemanimu hari ini." Jawabku lagi.

Mendengar jawaban tersebut, Anin melonggarkan pelukannya. Dia kemudian menengok kearahku. Tampak air mata yang hampir jatuh di kedua ujung bola matanya, namun dia tersenyum.

Anin perlahan memejamkan mata, sehingga air matanya kemudian menetes. Perlahan, wajah Anin mulai mendekat.

"Cuph …."

Bibir kami pun bertemu dan saling mengecup. Anin mengalungkan tangannya ke belakang leherku, sementara kedua tanganku mengelus rambut dan punggungnya. Sebuah ciuman penuh kasih sayang.

Tetesan air matanya jatuh mengenai wajahku. Aku dapat merasakan kesedihan terpancar darinya. Terus kucoba untuk membuatnya nyaman, mencumbu sembari tetap mengelus rambut dan punggungnya, berusaha mengusir rasa sakit yang dia rasakan.

“Makasih, Kak Jan …” lirihnya. Senyuman tipis mulai tersungging di bibir Anin selepas ciuman kami. Lelehan air mata mulai membasahi pipinya.

It’s okay, Nin. Jangan bersedih lagi, ya?” Kuseka pipinya yang basah menuju ujung matanya. “Sudah kukatakan sebelumnya, Aku tak suka melihat gadis cantik menangis,” sambungku sembari tersenyum.

Anin pun ikut menghapus air mata dipipinya. Dia kemudian tersenyum, senyuman paling tulus yang pernah kulihat darinya.

“Hehe …. Yuk masuk, Kak,” Ujarnya sambil menarik tanganku. Aku hanya tersenyum seraya mengikuti Anin untuk masuk kedalam apartemennya.

.

.

.

“Waahh! Enak banget, Kak!” Ucap Anin sedikit berseru sesaat setelah menyendokan makanan kemulutnya. Aku sendiri hanya bisa tersenyum melihatnya makan dengan lahap setelah dia berkata seperti itu.

Ya, tak lama setelah kami masuk, perut Anin tiba-tiba saja berbunyi. Terang saja, kami berdua belum sarapan dan waktu juga sudah hampir mendekati tengah hari. Awalnya, Anin akan memesan makanan untuk kami berdua. Namun, saatku melihat isi dari lemari pendinginnya yang lumayan lengkap, aku menawarkan diri untuk memasak makanan untuk kami.

“Aku nggak tau kalo Kakak bisa masak, deh,” ucap Anin dengan wajah yang berbinar. Syukurkah, moodnya semakin lama semakin membaik. Just like wise man said, makanan yang baik akan membuat harimu menjadi lebih baik.

“Aku terbiasa memasak makananku sendiri, Nin. Aku tinggal sendirian, soalnya.”

“Jauh banget ya, sama Erza. Jangankan masakin buat aku, dia mah nyalain kompor aja salah. Malahan, aku yang sering ngurusin kebutuhan dia,” selorohnya kembali.

“Haha ... Nadila jarang sekali mengurus kebutuhanku. Dia terlalu sibuk dengan urusan pribadinya.” Tanpa sadar aku menimpali. Perkataan tersebut membuat suasana menjadi sedikit canggung. Anin hanya tersenyum mendengarnya.

“Ah, Sepertinya aku salah bicara. Sudah, sudah. Kita mau menonton serial yang mana, Nin?”

“Sini, Kak.” Anin pun menarik diriku masuk kedalam kamarnya.

Ya, Selepas brunch, kami berencana bersantai-santai di ranjang sembari menikmati Netflix. Sebelumnya kami juga sempatkan untuk bergantian membersihkan diri. Beruntung aku selalu membawa beberapa spare pakaian yang tersimpan dalam bagasi mobil, berjaga-jaga apabila terjadi rencana mendadak, seperti saat ini.

Anin pun sekarang menggunakan pakaian yang cukup santai. Tubuhnya sekarang berbalut tanktop putih tipis berbelahan dada rendah, yang dilapisi oleh kardigan berwarna merah muda dipadu dengan celana pendek berbahan kain yang cukup tipis. Tanktop yang dia gunakan terlihat nampak kekecilan, bahkan tidak sampai menutupi pusarnya.



Dia pun memutar salah satu serial Korea kesukaannya di Netflix. Aku sebenarnya tidak begitu mengikuti tayangan apapun selain acara otomotif dan sepakbola. Namun, tak apa. Toh aku juga sudah menyanggupi permintaannya untuk menemaninya seharian ini.

“Erza tuh nggak pernah mau temenin aku nonton drakor, Kak.” Anin yang sedang berada disampingku menoleh dan berkata seperti itu. Sambil tersenyum, kutepuk ringan kepalanya hingga Anin tersenyum sembari memejamkan mata. Dia terlihat sangat menggemaskan.

Kami berdua menonton serial tersebut melalui televisi pintar yang terpasang di kamar Anin. Sembari berbaring, Anin begelayut manja di dalam dekapanku, menjadikan bahuku sebagai alas kepalanya. Matanya pun tak lepas dari layar televisi. Tangannya tak berhenti memindahkan keripik kentang dari bungkus plastik ke mulutnya.

Aku sendiri sebenarnya tak begitu tertarik akan tayangan di layar televisi. Yang kulakukan hanyalah membelai rambut Anin yang berada dalam dekapanku sambil sesekali membuka mulut ketika Anin menyuapiku keripik kentang. Dia hanya tersenyum setiap kali menyuapiku, kemudian kembali menonton serial kesukaannya tersebut.

Pipi dan dada Anin yang empuk terus bergesekan dengan tubuhku setiap dia bergerak, membuatku berdesir. Perlahan, namun pasti, birahiku mulai bangkit.

Ah, tidak. Aku tak ingin hari spesialnya berubah kacau akibat ketidaksabaranku. Kukecup keningnya, lalu kembali kubiarkan dia untuk fokus menonton serial favoritnya tersebut.

Sambil terus mencoba menenangkan diri, aku ikut menonton. Namun, lambat laun mataku terus terasa berat. Kesadaranku berkali-kali hilang karena mengantuk. Kuputuskan untuk terpejam sejenak, mencoba mengistirahatkan mataku yang mungkin lelah.

.

.

.

Mataku tiba-tiba saja terbuka, dimana ini? Kuperhatikan sekitarku, lingkungan tempatku terbangun terasa asing. Ah, iya. Kamar Anin. Sepertinya aku tertidur tadi. Di sampingku juga ternyata ada Anin sedang tertidur pulas. Wajahnya yang sedang tertidur terlihat sangat lucu.

Pelan-pelan, aku bangkit, berusaha untuk tak membangunkannya. Langsung kuselimuti tubuh mungilnya tersebut.

“Nnggghhh ….”

Anin mengerang sembari sedikit terusik. Namun, tak nampak tanda-tanda dia akan bangun. Nampaknya dia mengigau. Kusibak sedikit rambut yang menghalangi dahi Anin, sebelum kukecup kulit dahinya yang lembut. Kumatikan televisi seraya beranjak keluar dari kamar tidur.

Waktu sudah hampir pukul lima sore saat kutatap jam yang menempel di dinding. Tiba-tiba dalam pikiranku terbersit sesuatu, sepertinya proper dinner bukan hal yang buruk. Melihat bahan yang ada di dalam lemari pendingin Anin, sepertinya aku bisa membuat sesuatu yang spesial.

Aku pun lantas menyibukan diri kembali di dapur Anin. Jika dilihat, Anin sendiri bukan seseorang yang asing dengan dapur. Di dalam lemari pendinginnya banyak sekali bahan makanan yang sudah terorganisir dengan baik. Bahan makanan yang tersedia pun cukup beragam.

Tak sampai setengah jam, masakanku telah selesai dibuat. Aku hanya tinggal menyajikan masakan yang kubuat. Wine yang tadi diantarkan oleh Randi pun sepertinya akan membuat masakanku lebih sempurna. Kemudian aku pun mengatur meja makan apartemen Anin hingga layaknya sebuah restoran.

Setelah merasa cukup, kuketuk pintu kamar Anin, membangunkannya untuk mengajak makan malam. Setelah beberapa ketukan, Anin pun membuka pintu. Wajahnya terlihat lelah.

“Sore, kak. Maaf ya aku ketiduran,” ucap Anin sembari menatap sendu kearahku.

“Tak apa, Nin. Kita makan malam bersama, ya? Aku sudah siapkan makan malam untuk kita berdua,” jawabku sembari tersenyum. Dia kemudian terkejut saat melihat kearah meja makan.

“Waah, kita Dinner, nih, Kak?” Aku mengangguk.

Anin terlihat terkejut, kemudian tersenyum lembut kepadaku.

“Kak, tunggu sebentar, ya?” Aku pun hanya mengangguk pelan.

Dengan sedikit bergegas dia pun masuk ke dalam kamarnya. Cukup lama aku menunggu, bertanya-tanya apa yang dia lakukan di kamarnya. Selang beberapa lama, pintu kamar Anin akhirnya terbuka.



Dia pun keluar dari balik pintu kamarnya. Tampak Anin telah terbalut dengan dress hitam selutut yang sangat elegan, lengkap dengan riasan wajah yang tidak terlalu tebal namun membuatnya semakin mempesona.

Belum jauh Anin mendekat kearahku, dia tiba-tiba menghela nafas panjang. Raut mukanya berubah muram.

“Aku udah nyiapin gaun ini dari minggu kemarin, Kak …” Lirihnya. Wajahnya sedikit tertunduk.

“Kau terlihat sungguh cantik, Nin. Gaun tersebut cocok untukmu.” Aku yang tidak ingin melihat Anin bersedih lagi spontan memujinya. Ya, Anin terlihat sangat cantik dengan dress hitam selutut yang dia gunakan. Punggungnya yang mulus terekspos dengan cukup jelas, saat rambut coklatnya disibakan ke depan bahu. Lekuk tubuhnya cukup terlihat, karena memang dress yang dia gunakan sangat pas dengan lekuk tubuhnya.

Anin tersenyum lembut mendengar pujianku.

Thanks, kak.” Raut wajah murungnya perlahan memudar kembali.

“Silahkan, putri cantik.” Aku pun menuntun Anin menuju kursi, mempersilahkannya untuk duduk. Kemudian, kutuang wine yang sudah terbuka ke gelas kami.

“Let’s have toast, first
,” ucapku kembali sembari mengangkat gelas. Anin ikut mengangkat gelasnya.

“Untuk Anin, yang cantik. Cheers ….” Anin pun kembali tersipu mendengar hal tersebut.

Cheers ….

Ting

Kami lantas menyantap makanan yang tersaji di atas meja. Suara musik dari playlist spotify gawaiku mengalun dengan merdu menemani kami menikmati hidangan, membuat suasana menjadi semakin hangat. Kami saling bertukar cerita maupun berbagi interest. Tawa kecil terkadang keluar diantara percakapan kami. Aku sendiri merasa nyaman berada di dekatnya.

Tak lama hidangan yang ada di atas meja pun habis tak bersisa. Begitu pun dengan wine yang tadi sempat kubeli. Entah berapa gelas yang Anin teguk malam ini. Yang jelas, sepertinya efek wine sudah mulai terlihat. Matanya mulai teduh, rona pipinya pun benar-benar merah.

Tak jauh berbeda, tubuhku mulai menghangat. Kepalaku juga mulai sedikit pusing. Tak biasanya aku bisa ikut mabuk seperti ini. Sepertinya Wine yang tadi Randi berikan cukup kuat.

Lagu yang menemani kami kembali berganti. Kali ini, terdengar alunan suara Elvis Presley menyanyikan Love Me Tender. Aku pun berinisiatif bangkit, kemudian berdiri dihadapan Anin.

Shall we?

Sambil menjulurkan tangan, kuajak Anin untuk berdansa. Anin sedikit kaget mendengar ajakanku. Dia kemudian tersipu. Namun, diraihnya tanganku seraya bangkit dari duduk. Kami pun berdansa, mengikuti alunan lagu yang cukup sendu. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut kami. Hanya saling memandang dan melempar senyum selama kami berdansa.

Love me tender, love me sweet~

Never let me go~

You have made my life complete~

And I love you so~


“Aku nggak nyangka, Kak,” ujar Anin di tengah dansa. “Di hari spesialku, aku malah berdansa dengan lelaki selain pacarku.”

Love me tender, love me true~

All my dreams fulfil~l

For my darling', I love you~

And I always will~


Anin kemudian merapatkan tubuhnya. Disenderkan kepalanya kedadaku. Tubuh kami masih bergerak ringan seirama dengan alunan lagu.

“Aku kira, hari ini aku bakalan sendirian, Kak.”

Love me tender, love me true~

All my dreams fulfill~

For my darling', I love you~

And I always will~


Wajahnya kembali sendu saat kutatap. Sepertinya dia kembali mengingat lelaki itu. Lelaki yang tidak pernah menjadikannya prioritas. Lelaki itu juga yang telah meninggalkannya sendiri di hari yang harusnya spesial bagi mereka.

Tiba-tiba saja aku teringat akan Nadila, yang sering melakukan hal yang sama kepadaku. Rasa geram seketika muncul. Kami berhak untuk bahagia. Aku, dan Anin.

“Mmmmpphh!! Ahmmpp!! Clppkkk … slrppp ....”

Tanpa aba-aba, langsung kulumat bibir merah Anin. Kupaksakan lidahku untuk masuk ke dalam rongga mulutnya. Lidahku langsung menjelajah sesaat setelah masuk kedalam mulutnya.

Anin tampak terkejut oleh tindakanku. Sesaat, dia terdiam. Tak lama kemudian dia mulai membalas cumbuanku. Seketika suasana berubah, dari dansa yang romantis menjadi percumbuan yang penuh nafsu birahi.

“Sssllrppp … ssslllrrppp ….”

Anin membalas menghisap lidahku dengan kuat. Lidah kami pun berbelit, saling menghisap dan bertukar air liur. Kedua tangannya mulai berkalung di leherku. Terasa bagian belakang kepala dan leherku dielusnya gemas. Sementara, tubuh mungil nan sekalnya sekarang sudah berada di rengkuhanku. Tanganku mulai meraba-raba pinggang dan bokongnya, meremas-remas area tersebut secara perlahan.

“Haahnnggmm … slllrrppp … haaah ....”

Peraduan mulut kami terlepas. Kami pun terengah-engah, mengatur nafas kami yang hampir habis. Pandangan mata kami pun saling bertemu.

“Kamu cantik sekali malam ini, Nin. Sayang sekali, pria tersebut telah menyia-nyiakan kesempatan ini.” Antara kehabisan nafas dan nafsu yang sudah membumbung tinggi membuatku nafasku terengah-engah. “Aku akan membuatmu lupa dengan pria itu. Aku akan membuatmu bahagia, malam ini,” Imbuhku.

Kembali melumat bibirnya dengan ganas. Anin pun seperti tak mau kalah. Berkali-kali dikulumnya bibir atas dan bawahku secara bergantian. Anin sedikit mengerang di tengah cumbuan kami, saat tanganku kembali meremas bokongnya, lebih kencang dari sebelumnya.

“Slrppp ... mmmm ... aaah ....” Kembali, cumbuan kami terlepas. Hembusan nafas kami yang tersengal terus bersahutan.

“Haaah ... haah ... Buat aku lupa, Kak .... Buat aku lupa tentang malam ini," lirihnya sambil menatapku sayu.

“Mmmmmhh!!”

Tiba-tiba saja Anin dengan agresif melumat bibirku, tangannya meraba-raba muka dan kepalaku, menggerayangi seluk beluk bentuk wajahku. Lidahnya dengan agresif bermain di rongga mulutku, membasahi seluruh permukaan mulutku dengan liurnya.

“Slrpph ... Cllph ... Slrrpphh …."

Tidak tinggal diam, kulakukan hal yang serupa. Mulut kami yang sudah penuh dengan air liur membuat cumbuan kami penuh dengan bunyi decakan. Air liur yang sudah bercampur pun membasahi bibir kami. Bahkan beberapa tetes air liur menetes membasahi dagu kami.

“Aakk!”

Anin terpekik saat tubuhnya kudorong hingga bersender ke tembok. Belum sempat dia berkata, kembali kulumat bibirnya. Tak lama hingga cumbuanku beralih ke dagunya, turun hingga sampai ke area leher putih Anin. Kuloloskan gaun hitamnya hingga menuju perut, dengan tetap mencumbui lehernya. Anin hanya bisa mengerang pasrah, saat payudaranya yang terbungkus bra tanpa tali berwarna beige terpampang indah di hadapanku.

Cumbuan serta hisapanku terus turun, hingga sampai ke area tulang selangka Anin. Tulang selangkanya menjadi salah satu favoritku. Cukup unik juga, Anin memiliki tulang selangka yang menonjol padahal tubuhnya cukup berisi. Mulut dan lidahku langsung beraksi saat berada di daerah tersebut.

“Aaahh … ssshh … nngghh ….”

Bibir dan lidahku terus bergerilya di area leher Anin. Keringatnya dan liurku bercampur, membuat area tersebut basah kuyup. Tanganku pun mulai aktif, menyingkap turun cup bra yang dia gunakan.

“Aawwhh yaasshh kaakk ….”

Desahannya semakin menjadi saat payudara kirinya mulai kuremas. Anin menggigit bibir bawahnya gemas sebelum akhirnya mendongak akibat kenikmatan yang menjalar karena remasan tanganku kepada payudaranya. Bibirku kembali turun, kali ini menuju puting payudara kanannya yang mulai mencuat.

Langsung kumainkan puting berwarna cokat tersebut dengan mulutku. Kugigiti pelan puting yang sudah mengeras tersebut. Lidahku menjilat areolanya berputar, sebelum akhirnya kuhisap kuat puting yang menggemaskan tersebut.

"Awwuuh ..." desah Anin cukup kencang sembari meremas rambutku. Punggungnya terasa menegang, menekan kearah wajahku. Deru nafas Anin semakin terdengar memburu. Dia benar-benar terangsang.

Kusingkap bawah gaunnya ke atas saat aku bersimpuh di hadapanya. Tak sabar, kutarik celana dalam Anin yang berwarna senada dengan branya hingga terlepas. Langsung kubenamkan wajahku ke depan vaginanya. Terkejut, nafasnya tertahan begitu bibirku mengecup bibir vaginanya. Lidahku mulai menyapu garis vagina Anin, dari bawah hingga bertemu klitorisnya yang sudah menegang. Langsung kuhisap klitoris tersebut dengan kuat hingga tubuh Anin menggelinjang hebat.

“Uuuuhhh … ssshhh … kaakk geliii … aahhh ….”

Kupegangi pinggulnya agar tetap diam saat lidahku terus menjamah rongga vaginanya. Terkadang kuhisap bibir vagina yang terasa gurih tersebut, dan diselingi dengan gigitan-gigitan kecil. Serasa rambutku diremas dan kepalaku ditekan kearah kemaluanya. Seluruh rangsangan mulutku yang intens membuat Anin terus meracau dan mendesah penuh kenikmatan.

Dinding vaginanya terasa berkedut saat lidahku terus menari di dalam vaginanya. Cairan kewanitaanya pun mulai deras keluar. Sepertinya, Anin sebentar lagi orgasme. Tangannya mulai meremas-remas payudaranya sendiri. Sedangkan tangan yang satunya lagi memegangi ujung tembok. Aku pun kemudian menghisap klitorisnya dengan kuat hingga pinggulnya menekan kearahku.

“Kaak ... nnggghhAAAAHHHH!!!”

Desah Anin terdengar cukup keras saat pinggulnya mengejan. Dia orgasme. Cairan kewanitaannya deras keluar, meleleh di antara pahanya. Ekspresi wajahnya yang sedang dilanda orgasme terlihat sangat mengairahkan. Payudaranya berguncang naik-turun dengan seirama dengan tarikan nafasnya yang pendek.

Aku kemudian bangkit. Kami pun saling berpandangan sebelum kembali bercumbu ringan. Anin tersenyum setelahnya. Senyuman yang menyiratkan kepuasan di dalamnya. Matanya pun memandang penuh arti kedalam mataku. Kuelus ringan rambut Anin, saat dirinya membelai pipi dan menyibak rambutku lembut.

Mata Anin membulat, terkejut saat tubuh mungilnya kugendong. Dia hanya pasrah mengalungkan tangannya ke leher sembari menyenderkan kepalanya kedadaku, saat kubawa kedalam kamar.

Dengan perlahan, tubuhnya kurebahkan diatas ranjang. Anin hanya menatap nanar kearahku, saat kumulai melucuti seluruh kain yang menempel pada tubuhku. Dia kemudian tersenyum sembari meraih tubuhku yang mulai mendekat.

“Cuupphh … nnngghhh ….”

Anin kembali melenguh saat bibir kami berpagut. Tangannya menarik tengkukku dan menekan kuat kearahnya. Kulumat bibir Anin yang menggairahkan tersebut, atas dan bawah secara bergantian. Beberapa kali lidahku menyeruak kedalam mulutnya, dan disambut dengan hisapan mulut Anin.

“Hhmmpp … aahhmmpp ….”

Lenguh terus bersahutan disela cumbuan kami. Jarak antara tubuh kami pun semakin menghilang. Tubuhnya yang terus menggeliat membuat payudaranya bergesekan ke dadaku. Gemas, kulepas cumbuan dan beralih turun menuju payudaranya. Kupegang dan langsung kuremas berputar payudaranya kirinya.

“Aauuwwhh kaak gelii ….”

Tubuhnya mengejang dan menggeliat kesana kemari saat mulutku mulai melumat serta lidahku menjilati putingnya. Tangannya seraya menekan kepalaku semakin dalam, terus menuntut agar hisapanku semakin kuat. Racaunya pun semakin tidak karuan.

“Ahh ... kaak … ughh ... ughh ... ahhh ....”

Pun dengan vaginanya, yang sudah mulai kembali basah saat kuraba. Aku pun kembali menindih tubuh Anin, mencumbui lehernya sembari mengesekan penisku ke bibir vaginanya.

“Aaahhh … kaaakk … geli uuuhhh ….”

Anin yang sepertinya sudah terangsang berat terasa menggoyang-goyangkan pinggulnya, mencoba untuk memasukan penisku kedalam vaginanya yang gatal. Rona pipinya benar-benar merah saat kutatap wajahnya. Anin membalas nanar tatapanku, sembari menggigit bibir bawahnya.

“Aaahhh ….”

Desah Anin saat penisku mulai masuk ke dalam vaginanya. Liangnya yang sudah sangat basah memudahkan penisku untuk meluncur dengan mulus. Anin meringis kenikmatan sembari memegangi sprei, saat kuhentakan penisku hingga masuk dengan sempurna.

“Nnngghh … Nikmat sekali, Nin.” Anin hanya tersenyum lemas mendengar pujianku. Ditariknya kepalaku kearah wajahnya untuk bercumbu. Tak lama, aku pun mulai menggerakan pinggulku, maju-mundur memompa penisku keluar-masuk vaginanya.

“Aah … aahhh … awhhh … enaakk kaakk … ssshhh ….”

Desah nikmat Anin kembali menggema saat sodokanku menjadi semakin cepat. Sesekali kuremas payudaranya yang berguncang hebat tersebut, sembari memainkan putingnya yang sudah mengeras. Anin kembali meremas rambutku, mendongak menahan kenikmatan yang terus mendera tubuhnya. Peluh mulai mengucur di sebagian tubuh Anin, membuat gaun yang tersingkap di perutnya terlihat basah.

“Nnngghh … Nin.”

“Awwhh … kaakk … terusshh ….”

Bunyi tumbukan antara selangkangan kami terus mendominasi di antara racau desah yang terus menggema. Gesekan antara penisku dan dinding vaginanya yang sempit terasa nikmat sekali. Membuatku terkadang ikut melenguh. Terasa ranjang yang menjadi peraduan kami pun ikut bergoyang mengikuti genjotanku yang semakin cepat.

“Terusshh kaakk … aku mau nngghhh ….”

Kembali Anin meremasi sprei dengan kuat. Wajahnya meringis seperti menahan sesuatu. Benar saja, selang beberapa sodokan, pinggul Anin terlihat mengejan. Dia orgasme. Vaginanya terasa menyemburkan cairan hangat dan berkedut, memijat manja penisku yang berada di dalamnya. Rasanya sungguh nikmat hingga membuatku hampir lepas kontrol. Namun berhasil kucabut sehingga aku masih dapat menahan ejakulasiku.

“Hhh … hhh … haahh ….”

Anin sendiri tampak tersengal setelah mendapat orgasmenya yang kedua pada malam ini. Cairan kewanitaannya terlihat meleleh keluar dari vaginanya. Kami pun kembali berciuman dengan lembut. Tangannya yang halus terasa membelai wajahku. Begitu pun denganku, kubelai mesra rambutnya yang basah akibat peluh.

“Erza nggak pernah buat aku sepuas ini, kak.” Anin yang sedang memandangi dan membelai wajahku tiba-tiba saja berkata seperti itu.

“Aku bisa buat kamu lebih puas lagi, Nin.”

Anin hanya tersenyum sembari tersipu mendengar ucapanku. Kami pun kembali bercumbu. Tangannya mulai menggenggam penisku, mengocok dan mengurutnya dengan lembut. Kubalas perlakuan panas tersebut dengan mulai meremas payudaranya memutar. Kepalanya kembali mendongak hingga pagutan bibir kami terlepas saat putingnya kupilin dengan jariku.

“Uuugghh … kaak … masukin lagi, yaa ….” Sambil menatap nanar, Anin memelas. Birahi sepertinya kembali menguasai pikirannya. Sambil tersenyum simpul, kubalikan tubuhnya. Anin yang mengerti keinginanku langsung menungging membelakangiku, mempertontonkan pantatnya sekalnya yang sangat seksi. Dia pun menarik lepas gaun yang dia gunakan hingga sekarang dia telanjang bulat.

Aku pun bersimpuh di hadapan pantatnya. Sambil memegang pinggulnya, kugesek-gesek terlebih dahulu bibir kemaluannya dengan penisku. Anin menoleh ke belakang. Dia menatap sayu kearahku sembari menggigit bibir bawahnya, seakan memelas agar penis tersebut segera menggaruk vaginanya yang sudah gatal.

“Aaah kaakk ….” Anin sedikit merintih saat penisku mulai menerobos bibir vaginanya. Liangnya masih terasa sempit meski sudah kugempur sejak tadi.

Sambil memegangi pinggul Anin, kumulai memompa vaginanya dengan penisku. Pinggulku terus bergerak maju-mundur, berputar sehingga membuat penisku seakan mengorek seluruh rongga vaginanya. Gesekan antara penisku dan selaput vaginanya menimbulkan suara yang cukup erotis, membuatku semakin bernafsu menggenjotnya.

“Awwhh … ssshhh … uuuhh ….”

Dengan kasar kosodok vagina Anin dari belakang, membuat dirinya semakin terdorong hingga tumpuan lututnya roboh. Anin yang sekarang telungkup hanya bisa mengerang pasrah menerima sodokanku penisku dari atas. Lenguhan beserta nafasnya terdengar tertahan akibat wajahnya sekarang menempel di ranjang. Rambutnya lepek berantakan. Seluruh tubuhnya seakan terhentak seirama dengan sodokan penisku.

“Nnnghh … hhnngghh ….”

Tak puas, kutarik tangan kanan Anin sembari berbaring memunggunginya. Kuangkat kaki kanannya lalu kutaruh diatas pinggangku. Dengan posisi spooning, kembali aku menggenjot vaginanya dari samping.

“Aawwhh … kaaakkk … enak baangeett … uuwhhh ….”

Dipegangnya tanganku, lalu dia arahkan untuk meremas payudaranya yang memantul hebat. Anin kembali meracau.

“Aaaww … uuuhhh … kaakkk akuuu …. NNNGGHHH!!!”

Vaginanya kembali berkedut dan seperti menyemburkan cairan hangat. Disaat melenguh tadi, sepertinya Anin kembali orgasme. Dia mendongak sembari memejamkan mata, sebelum menarik wajahku dan melumat bibirku dengan ganas. Tangannya kembali menuntun tanganku untuk meremas payudaranya, kali ini dengan lebih kuat.

Kembali aku pun melepas penisku dari vaginanya. Alih-alih beristirahat, Anin kemudian bangkit dan menungging kehadapanku. Tanpa banyak bicara dia langsung bermain dengan penisku yang berada dihadapannya. Anin pun langsung menjilati kepala penisku.

“Nngghh Nin ….”

Tak kuasa menahan geli, pinggulku mengejan ketika tangan Anin mulai mengelus dan mengocok penisku. Sambil terus mengocok, dia kulum penisku. Lidahnya terasa menyapu permukaan penisku ketika berada didalam mulutnya. Testisku pun tak luput dari remasan tangannya.

“Enak, Kak?” Pertanyaan retoris yang sebetulnya bisa dia dapat dengan melihat ekspresi wajahku. Anin tersenyum bangga saat aku membalas pertanyaannya tersebut dengan mengangguk. Kembali dapat kurasakan hangat lembutnya mulut Anin, ketika dia memasukan batang kemaluanku kedalam mulutnya lagi, kali ini hingga tiga perempatnya. Tak sampai disitu, Anin kemudian mengatupkan bibirnya dan menarik keluar penisku dengan perlahan.

“Aaa … aarrhh … Nin ….”

Desahanku semakin tak tertahan menerima dera kenikmatan dari oral sex yang dia berikan. Tak mau kecolongan, kudorong tubuhnya hingga penisku terlepas dari mulutnya. Mata Anin terlihat membulat, kaget atas perlakuanku yang tiba-tiba.

“Kak?”

Langsung kupangku tubuhnya. Anin yang mengerti kemudian merangkul leherku. Penisku kembali dengan mudah masuk kedalam liang vaginanya yang becek. Terlihat matanya memutih saat kuhentakan penisku kedalam vaginanya hingga mentok. Dalam posisi berhadapan seperti ini, aku pun dengan mudah menikmati seluruh bagian tubuhnya. Kami pun kembali bercumbu panas.

“Ccupphh … mmhh … ssllrrpp ….”

Sambil bercumbu, kugerakaan pinggulku untuk memompa penis. Anin pun ikut menaik-turunkan pantatnya. Penisku serasa dicengkram nikmat oleh vaginanya kali ini. Pinggul kami bergerak dengan tempo sedang. Namun, seluruh gerakan tersebut justru menimbulkan kenikmatan yang luar biasa, setidaknya itu yang dapat kurasakan.

Tak lama, Anin mencengkram punggungku dengan kuat. Vaginanya kembali kontraksi. “Sshhh … kaakk Aku-AAAHH!!” Anin kembali orgasme saat dirinya mendesah kencang. Pijatan dari kontraksi vaginanya pun membuat penisku mulai gatal.

“Niin … Didalam?”

Anin hanya mengangguk lemah. Dia pun mencondongkan tubuhnya tubuhnya ke belakang, menopang tubuh atasnya yang setengah berbaring dengan sikut. Sambil memegangi pahanya, Aku pun langsung memompa vaginanya dengan kencang. Payudaranya yang besar terus berguncang hebat. Tak berapa lama, kurasakan seluruh muatan penisku ingin menyeruak keluar.

“AAarrhh Nin!!”

Kuhentakan penisku dalam-dalam dan langsung menembakan sperma kedalam rahimnya. Vagina Anin kembali berkontraksi, dia pun kembali orgasme. Namun kali ini, orgasmenya mungkin lebih nikmat. Terlihat matanya mengerjap, memutih sesaat. Mulutnya pun menganga hingga lidahnya sedikit menjulur.

“Hhh … hhh ….”

Sambil menopang dengan kedua tangan, aku mulai mengatur nafasku yang tersengal. Tak jauh berbeda dengan Anin yang berada di hadapanku, tubuhnya mulai roboh dikarenakan sikutnya sudah tak mampu lagi menahan berat tubuhnya. Penisku pun terlepas saat Anin menarik tubuhnya dan berbaring di hadapanku. Lelehan sperma bercampur cairan bening kewanitaannya mulai meluber keluar dari vaginanya yang merekah.

Anin hanya menatap nanar ke arah langit-langit. Tak lama, deru nafasnya berangsur normal. Anin kemudian menatapku saat aku berbaring disampingnya. Dia kembali mencium bibirku sesaat setelah kami bertatapan. Kembali aku memainkan rambutnya saat Anin mengelusi wajahku.

Anin lantas membenamkan wajahnya kedadaku, merapatku tubuhnya sembari memeluk tubuhku. Kudekap tubuhnya yang memang seperti tenggelam di antara tubuhku. Terus kuelusi rambutnya yang berantakan. Sesekali kukecup pangkal kepalanya.

“Kak …” Lirih Anin didalam dekapanku.

“Kenapa, Nin?”

Makasih, Kak. Udah bikin aku bahagia, malam ini ….”

.

.

.

TING TONG

Bunyi bel tiba-tiba saja membangunkanku. Perlu beberapa waktu hingga aku benar-benar bangun hingga menyadari bahwa bel apartemen Anin terus ditekan dengan terus menerus. Sepertinya, selepas cuddling, kami berdua tertidur lelap

“Ngg ….”

Anin yang terusik oleh suara bel sepertinya mulai terbangun. Kunyalakan lampu meja, sembari mencoba mengambil gawaiku.

TING TONG

Suara bel terus berbunyi. Waktu menunjukkan pukul setengah 3 pagi saat kubuka kunci layar gawaiku. Siapa yang bertamu hingga selarut ini?

“Siapa, sih?” Anin pun bangkit dari tidurnya, kemudian mengenakan bathrobe yang tergantung di balik lemari dan bergegas pergi menuju pintu.

Tak lama berselang, aku yang penasaran lantas pergi keluar kamar untuk melihat keadaan Anin. Saat kutoleh, kulihat Anin sedang berdiri di depan intercom yang berada di samping pintu masuk. Sepertinya dia sedang berkomunikasi dengan tamu yang berada di luar unit.

Maafin aku, ya, sayang.

Anin hanya diam mematung. Jarinya terus menekan tombol intercom. Ekspresi wajahnya terlihat kebingungan. Dapat aku asumsikan tamu yang datang merupakan kekasihnya, Erza. Perlahan kudekati Anin, dia sendiri seakan tidak menyadari keberadaanku yang sudah sangat dekat.

“Anin … sayang ….

“Kamu pulang dulu aja ya, Za. Biar kita omongin besok siang.”

“Aku udah maksain datang kesini, lho, Nin.”

“Tapi, Za-nngghh ….”

Anin mengerang saat tanganku mulai menyelusup kedalam bathrobe yang dia gunakan menuju area selangkangannya. Dia meronta, mencoba menyingkirkan tanganku.

“Nin? Ada apa?

“Nggakngghh … ada apa-apa za ….” Dia mencoba menahan desahannya, saat tanganku mulai menggosok-gosok klitorisnya. Kusingkap turun bathrobe yang dia gunakan, hingga bathrobe tersebut terbuka bagian atasnya dan hanya tertahan di bagian lengan. Sambil meremasi payudaranya, tengkuknya yang mulus pun terus kucumbui.

“Nin … tolong …. Aku mau ketemu kamu ….”

Anin tak menjawab pertanyaan tersebut. Lebih tepatnya, dia tak sanggup untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sambil terus meronta, dia berusaha untuk menahan desahannya yang semakin lama semakin tak terbendung.

“Zaahhhmmpp … phulangghhh!!!”

Anin menyahut sembari menutup mulut dengan tangan, menahan agar desahannya tidak keluar disela sahutannya. Dia sepertinya sudah pasrah kugerayangi. Sekarang dia hanya berusaha untuk mengontrol desahannya, sambil terus menyuruh Erza yang ada diluar untuk pergi.

“Pliss Za-nnngghh … phwulanaahhmm ….” Sepertinya Anin lepas kontrol hingga mendesah, saat jariku mulai mengorek liang vaginanya. Hebatnya dia masih bisa menyamarkan desah tersebut bersamaan dengan sahutannya.

"Tapi..."

“Plis, Za .... Atau aku panggil security-ghhmm!!!” Anin kembali menahan desahan dengan menggigit bibir bawahnya ketika mendadak kumasukkan jariku lebih dalam. Mukanya semakin memerah.

"Nin ...."

"Udah, Zannghh! Aku capek!! " Anin pun dengan searah mematikan percakapannya di interkom, kemudian berpaling ke arahku. Tanpa basa-basi aku pun langsung melumat bibirnya.

"Mmmpph ...."

Cumbuan yang tak berlangsung lama hingga bibir kami telepas. Anin pun menatap dengan pandangan nanar kepadaku. Nafasnya terengah.

“Kak …. Gila Hhh … hhh …. Ngapain, sih?!

“Sudah aku katakan sebelumnya, kan? Akan kubuat kau lupa akan malam ini.”

Anin hanya tersenyum simpul mendengar jawaban tersebut. Dia pun menarik kepalaku dan langsung melumat bibirku. Terasa seperti Anin sudah sangat bernafsu. Lidahnya menelusup masuk kedalam mulutku, menjelajahi setiap jengkal rongganya. Lidah kami pun saling bertaut, hingga liur kami saling tertukar.

“Mmmhh … ccllppkkhhh … cuupphhmm ….”

Anin dengan ganas melumat bibir bawahku saat kulumat bibir atasnya. Langsung kuremas payudaranya sesaat setelah bathrobe yang dia gunakan berhasil kuloloskan. Penisku yang mulai bangkit sekarang berada dalam kendali tangan Anin. Dikocoknya halus batang yang semakin lama semakin menegang. Anin terus mengerang nikmat di tengah cumbuan kami.

Kuangkat kaki kirinya, lalu kumasukan jariku kedalam vaginanya. Anin yang keenakan lantas melepas cumbuannya, mendongak sembari mengerang penuh kenikmatan saat jariku mengorek rongga liang intimnya.

“Aahh … iyaahh … uuhhh … terusshhh ….”

Anin terus mendesah kencang. Digenggamnya erat kedua bahuku, bahkan sekarang kukunya seakan menancap menembus kulitku. Jariku yang terus mengocok vaginanya terasa semakin hangat, basah oleh cairan yang terus menyembur.

“Kaakkk gelii … aahh ... pengen pipi-GGHHHH!!!”

Anin melenguh cukup kencang. Dinding vaginanya serasa menjepit jariku saat pinggulnya mengejan. Dia orgasme, bahkan squirt! Cairan bening langsung menyemprot kencang keluar dari vaginanya membasahi lantai. Pahanya terlihat bergetar sebelum tubuhnya terkulai lemas. Namun, tubuhnya berhasil kurengkuh sebelum dia terjatuh.

“Gila, Kak hhh … Enak bangeet hhh …” lirihnya pelan disela tarikan nafasnya yang tersengal. “Aku nggak pernah sampe pipis kayak tadi ….”

Sambil tersenyum, kubalikan tubuhnya hingga dia berdiri membelakangiku. Kugesek-gesek penisku ke sela-sela selangkangannya. Anin yang mengerti maksudku lantas menungging. Tangannya bertumpu pada pintu yang berada didepannya.

“Auuh … ssshhh ….”

Anin mendesis saat penisku mulai kembali masuk ke dalam liang intimnya. Aku yang juga sudah sangat bernafsu langsung menggenjot vaginanya dengan tempo kencang. Tubuhnya terus berguncang seirama dengan sodokan penisku. Sambil membungkuk kearah wajah Anin, kuremasi payudaranya yang menggantung, lalu kuhisap daun telinganya. Melihat wajahnya yang menggeliat keenakan, aku pun berbisik kepadanya.

“Kekasihmu bisa memberikan kenikmatan seperti ini hhh, Nin?”

Tubuhnya seperti tersentak saat kubisikan hal tersebut. Vaginanya pun terasa semakin menjepit, memijit-mijit batang penisku yang terus bergesekan dengan dinding vagina tersebut.

“Kekasihnya sendiri diusir hhh …. Kamu malah enak-enakan bercinta hhh, dengan pria lain.”

Anin hanya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan tersebut. Matanya terpejam, raut wajahnya pun seperti menahan sesuatu. Aku pun kembali bangkit sembari menarik kedua tangannya ke belakang, membuat pinggangnya melengkung kebelakang dan dadanya membusung. Kembali kusodok-sodok vaginanya dengan tempo kencang.

“Nnngghh … AAAAHHHH!!!”

Desah kencang Anin menandakan dirinya kembali orgasme. Tubuhnya bergetar hebat. Kedua pahanya pun seperti mengapit, tak jauh berbeda dengan vaginanya yang berkedut dan seperti menghisap kuat penisku. Pijatan dari dinding vaginanya tersebut membuat penisku mulai berdenyut.

“NNGGHH!!!”

DUGH

Kuhentakan penisku dalam dalam ke vaginanya. Didera kenikmatan membuatku tak mampu menahan beban tubuh Anin hingga tubuhnya jatuh bersimpuh kelantai dan membuat penisku yang hampir berejakulasi terlepas. Fuck! Tanggung sekali rasanya. Kukocok penisku yang sudah sangat gatal sembari diarahkan kehadapan muka Anin. Anin yang terkejut kemudian memejamkan mata, mengadahkan wajah sembari membuka mulutnya.

CROT! CROT! CROT!

Selang beberapa kocokan, penisku akhirnya menembakan spermanya kearah muka Anin. Spermaku sekarang berceceran di wajah manisnya. Dia pun kemudian memegang kendali penisku, mengulum sembari mengocoknya.

“Aa … Niin ….”

Dihisapnya kuat penisku, seakan ingin menghisap terus menghisap seluruh spermaku. Penisku terasa amat geli, bahkan cenderung linu. Aku pun hanya dapat berpegangan kepada counter dapur.

“Mmm … mmppaahh ….”

Anin melepas kulumannya. Kemudian membuka mulut, seakan memamerkan sperma bercampur liur yang ada didalam mulutnya, lalu ditelannya sperma tersebut. Kemudian, dia pun menyeka sperma yang berceceran di wajah dengan menggunakan jemarinya.

Kuambil serbet yang terdapat di counter. Sambil bersimpuh, aku pun ikut membersihkan wajahnya. Anin seperti kaget akan aksiku, namun dia kembali tersenyum setelahnya.

.

.

.

Setelah selesai membersihkan diri dan berpakaian, kami kembali naik keatas ranjang, mencoba untuk kembali beristirahat. Anin kembali menyenderkan kepalanya di bahuku, merapatkan tubuhnya dibalik selimut yang menutupi tubuh kami.

“Kak …” lirih Anin memecah kesunyian diantara kami. Aku pun mendelik kearahnya.

“Kalo aku putus sama Erza … Kakak mau putus, sama Kak Nadila?” Tanya Anin sembari mendongak. Terlihat jelas dua bola mata bulat yang jernih menatap dalam kearahku.

“Kamu sudah tak menyayangi Erza, Nin?”

Anin seperti terkejut mendengar pertanyaanku. Setelah terdiam cukup lama, dia kembali berbicara.

“Aku sayang dia, Kak. Tapi, aku ngerasa bahagia banget, hari ini.” Anin kembali memeluk tubuhku, menyenderkan kembali kepalanya didadaku. Aku pun mengelus kepalanya dengan lembut. “Aku ga pernah merasa sebahagia hari ini ketika bersama Erza, kak ….”

Sesaat, Aku hanya terdiam mendengar pengakuannya.

“Perasaanku kepada Nadila pun sama, Nin ….”

Tak ada satu kata pun kembali terucap dari mulut kami setelahnya. Kuelus ringan rambut Anin yang berada didalam dekapanku. Terkadang, kukecup pangkal kepala maupun keningnya. Anin pun terlihat menikmati elusan tanganku. Tangannya sendiri terus memainkan jemari tanganku yang satunya.

We'll make this happy day back another time, shall We?” Anin yang kembali mendongak menatapku kemudian mengangguk. Dia pun kemudian melumat bibirku, sebelum kembali merebahkan diri di dalam dekapanku. Matanya mulai terpejam, berusaha untuk beristirahat.

Sepertiku, yang mulai kehilangan kesadaran akibat rasa kantuk yang mulai datang.

.

.

.

tbc
 
Terakhir diubah:
Anjerrr bisa pas bgt moment dinner dan dansanya pas gue lagi dengerin Kenny G wkwkwk good story anyway :beer:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd