Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END
- Thread starter alshawn
- Start date
- Status
BlaCkSwn
Adik Semprot
- Daftar
- 18 Feb 2017
- Post
- 120
- Like diterima
- 69
Wah langsung diupdate disini ternyata, mulai ada konflik lagi nih, part-part selanjutnya bakalan seru sih, tapi kayaknya bakalan agak lama updatenya wkwkw
Kalo ngomongin ending, diliat dari garis besarnya masih bisa fleksibel sih, bisa dibikin kemana aja ahaha
Kalo ngomongin ending, diliat dari garis besarnya masih bisa fleksibel sih, bisa dibikin kemana aja ahaha
Dhanu12428
Semprot Baru
- Daftar
- 11 Apr 2020
- Post
- 32
- Like diterima
- 25
Bentar lagi tamat deh hehe
saidkhamer
Semprot Addict
- Daftar
- 23 Jan 2014
- Post
- 479
- Like diterima
- 442
mantap liar ya ternyata, ternyata kurang 1 konti tuj
SundayTheSix
Adik Semprot
- Daftar
- 10 Oct 2019
- Post
- 102
- Like diterima
- 239
Lanjut terus suhu biar ceritanya sampe 10 tahun umurnya.
alshawn
Semprot Addict
- Daftar
- 9 Mar 2013
- Post
- 480
- Like diterima
- 1.200
gimana hu? sudah mengejutkan?
beda dong, kalo janu kan ga ketahuan, kalo nadilanya jelas-jelas ketahuan.
wkwkw'
Siap hu, semoga eps kedepannya bisa makin bikin crot.
Side story? ga usah kayanya, konklusinya juga kan udah ada.
siapa yang suka diselingkuhin coba?emang cowok gitu ya, hobinya selingkuh tapi kalo diselingkuhin balik gak terima..
-ucap seorang teman lama kepadaku
lagian, emang janu nya selingkuh? kan janu cuma nyari kegiatan waktu nadilanya ga bisa *alasan
Wh aku aja ga kepikiran kenapa tiba-tiba sama Rachel
Wah ini sama siapa enaknya kalo gitu endingnya?
ehehe'
siap kak, makasih banyak
semoga aja bisa cepet ya, kak.
ehehe'
masih bisa kemana-kemana ya? bisa aja janu rebutan lala sama boy.
ato bisa balikan lagi sama nadila?
siapa yang tau.
makasih banyak kak.
sama kak, bagi dong martabaknya.
iya bentar lagi kak,
semoga betah nunggu sampe akhir ya.
yang ada didepan mata ya hajar aja kak
tidak dong, cuma nyari kegiatan doang.Kayak km ga aja jan
siap hu.
update dong hu.
alshawn
Semprot Addict
- Daftar
- 9 Mar 2013
- Post
- 480
- Like diterima
- 1.200
Side Story 01
Salad Days
“Saya, Rona Ariestya Anggreani …. Menyatakan lulus dari JKT48.”
Rona, member yang menyatakan lulus pun langsung membungkuk kearah penonton. Seisi teater pun mulai riuh. Banyak yang terkejut akan pengumuman tersebut. Namun, sepertinya hal tersebut tak terlalu mengagetkan. Rona sendiri sudah memberikan hint di SRnya bersama dengan Nadila beberapa hari yang lalu.
“Tunggu tunggu ….” Tak lama, Nadila pun maju kedepan stage. Benar juga, selain Rona, Nadila pun kemarin sama-sama memberi hint bahwa mereka berdua akan grad dalam jangka waktu yang tak jauh berbeda. Nadila yang berada di depan stage terus-menerus menceritakan pengalamannya selama berada di JKT48. Sepertinya, dia pun akan mengumumkan kelulusannya malam ini.
“… Maka dari itu, saya … Nadila Cindi Wantari …. Menyatakan lulus dari JKT48.”
Kembali teater terdengar riuh. Namun, hampir semua yang menonton memberikan apresiasi yang baik terhadap mereka berdua. Mereka berdua merupakan salah satu pilar yang membuat JKT48 bisa terus berjalan hingga saat ini. Banyak yang memberikan mereka semangat sembari berteriak. Aku pun salah satu yang berbuat hal itu. Namun, tidak sedikit juga yang memperlihatkan ekspresi sedih, mereka seperti tak rela jika harus ditinggalkan saat ini. Seperti yang terlihat juga diatas stage.
Ya, Aurel dan Sisca nampak terpukul melihat kedua seniornya, yang juga merupakan partner mereka di sub-unit JKT48 Accoustic. Mereka berdua nampak tak percaya dengan keputusan yang sudah diambil oleh Rona dan Nadila. Aurel sampai tak kuasa menahan tangis. Dia bahkan harus ditenangkan oleh member yang lain.
Pertunjukan pun kembali diteruskan setelah semuanya kondusif. Beginilah hebatnya JKT48, mereka masih mampu menampilkan performa terbaik meskipun emosi mereka masih bercampur aduk. Lagu pun selesai dan seluruh member keluar dari atas stage.
Para penonton pun satu persatu mulai keluar dari teater. Di depan pintu masuk teater, para member yang tampil sudah menunggu untuk hi touch. Inilah momen yang aku tunggu-tunggu. Momen dimana aku bisa berinteraksi langsung dengan idolaku.
Tak terlalu kugubris beberapa member yang berada di urutan pertama hi touch. Meski mereka terlihat amat cantik bila dilihat dari dekat, pikiranku terus terpaku kepada satu member.
“Makasih udah nonton, ya … Kak Fajar!” Sahut member tersebut saat aku berada tepat dihadapannya. Dia melempar senyum kearahku saat pandangan kami bertemu. Gila! Ternyata dia mengingat namaku!
Senyuman yang langsung membuatku gesrek. “Sa-sama-sama, Nin. Ka-kamu cantik banget hari ini,” ucapku terbata kepada Anin. Ya, dialah member yang selalu ada didalam pikiranku. Aninditha Rahma Cahyadi.
Kakiku seketika lemas ketika Anin malah menggenggam tanganku saat hi touch. Belum lagi senyumannya yang benar-benar membuat seluruh tubuhku lemas. Ah, bagaimana caranya Tuhan bisa membuat gadis secantik ini, sih?
“Yok! Cepet-cepet, terus-terus.”
Teriakan dari staf serta dorongan dari belakang akhirnya membuatku sedikit demi sedikit menjauh dari Anin.
“Datang lagi ya, Kak!” sahut Anin yang sepertinya juga tidak rela melepaskan tangan kami. Setidaknya itu menurutku. Sambil meneruskan Hi touch yang sebenarnya tidak aku pedulikan lagi, aku yang gesrek hanya bisa berjalan gontai.
“Fajar Lesmana.” Seorang pria menepuk pundakku dengan cukup kencang. Tidak terlalu kencang, memang. Tapi efek dari gesrek tadi membuat tubuh lemasku hampir terjatuh jika tidak dipegangi oleh pria tersebut.
“Hehe … elu, Zul …” ucapku cengengesan saat menoleh kearahnya. Zulfahmi, teman kuliah yang juga merupakan teman ngidol terus memegangi badanku agar tidak jatuh. Dia pun membopong tubuhku untuk duduk di sekitaran kursi yang berada depan lift.
“Yaelah temen gue gesrek gini-gini amat.”
“Namanya juga gesrek, Zul …” ucapku cengengesan. Zul hanya menggelengkan kepalanya.
“Elu aman, kan? Gue tinggal duluan nggak papa?” tanya Zul kepadaku. Aku hanya mengangguk. “Abis ini elu mau kemana?”
“Gue paling nongkrong dulu sekitaran sini, sapa tau ada orderan member yang nyangkut ke gue.” Menjadi seorang driver ojol merupakan caraku mendapat uang jajan tambahan, terutama untuk menghidupi hobi ngidolku ini.
“Oke dah kalo gitu.” Zul pun bangkit dari sebelahku. “Gue cabs duluan dah …. Jan ampe telat ngampus besok! ada kuis dari Bu Rusmini.”
“Sans …” ucapku sembari mengacungkan jempol kepada temanku. Zulfahmi pun hanya tersenyum dan langsung masuk bersama beberapa orang yang lain kedalam lift.
Aku langsung membuka aplikasi gawai saat kumulai bisa kembali menguasai tubuh ini. Setelah menyalakan aplikasi ojol, aku pun bergegas pergi menuju gerobak sate yang terkenal sebagai tempat nongkrong fans JKT48 yang berada di gedung sebelah Fx.
.
.
.
Jam digawaiku menunjukkan pukul sebelas lebih tigapuluh menit. Sudah cukup lama aku menunggu order dari aplikasi ojol. Jangankan member, orderan biasa pun tak masuk satu pun. Entah kenapa aplikasi ojol ini bisa sesenyap ini. Padahal, beberapa temanku yang ikut nongkrong dan juga pengemudi ojol sudah beberapa kali mendapat orderan.
“Masih disini ae elu, Jar? Belum dapet order juga?” tanya Bang Rohmat saat dia kembali dari mengantar penumpang.
“Belum, bang … gatau kenapa anyep bener,” ucapku sedikit lemas. Aku pun mengecek gawai, melihat apa ada yang salah dengan aplikasi ojolku.
“******!” teriakku spontan. Sontak hal tersebut membuat hampir semua orang yang berada didalam shelter menoleh kearahku.
“Nape, jar? Batere hape elu abis?” Tanya Bang Rohmat yang sedang memesan kopi.
“Gue lupa ngaktifin ordernya. Pantes aja dari tadi nggak ada yang nyangkut,” ujarku sembari menggaruk kepala. Mendengar hal tersebut, semua orang yang berada di shelter tertawa.
“Taik! Taik! Sial bener, dah.” Aku pun langsung mengaktifkan order di aplikasi ojolku. Beberapa orang langsung mengolok-ngolok kebodohanku tersebut.
“Elu ade-ade aje deh, Jar …. Bisa ampe lupa ‘kek gitu,” ujar Bang Rohmat yang langsung menepuk bahuku. Aku hanya bisa tersenyum simpul. Bisa-bisanya aku sial sampai seperti ini.
Selang beberapa saat, gawaiku bergetar. Terlihat notifikasi dari aplikasi ojolku. Akhirnya, aku bisa mendapat order meski sudah hampir tengah malam. Seseorang bernama Saras mengorder ojek online untuk mengantarnya ke sebuah alamat dari halte yang cukup jauh dari Mall Fx.
“Akhirnya, gue dapet order juga,” ucapku penuh syukur.
“Syukur deh kalo elu dapet akhirnya,” ujar Bang Rohmat. “Pastiin lagi tu yang order orang, bukan demit.”
“Yaelah bang, malah nakutin ae. Dahlah, gue berangkat dulu.”
Aku langsung mengenakan helm serta menaiki motorku dan langsung tancap gas menuju tempat penjemputan. Suasana jalan terlihat cukup sepi. Hingga akhirnya aku sampai ke titik penjemputan.
Didalam halte, terlihat seorang gadis yang sedang tertunduk. Rambutnya yang panjang teruai terlihat menghalangi wajahnya. Bulu kudukku sedikit meremang. Seketika aku teringat akan cerita temanku sesama ojol yang mendapat orderan dari kuntilanak.
“Mb-mbak Saras, ya?” aku memberanikan diri menyapa gadis tersebut. “Bodo amat dah, biar kata setan juga die dah order, die kudu tanggung jawab,” batinku.
Gadis berambut panjang itu pun mengangkat kepala sembari merapikan rambutnya. “Iya, Mas.” Jawab gadis itu sembari berdiri. Saat kuperhatikan kakinya, ternyata masih menginjak tanah. Aku menghela nafas saat menyadari gadis yang bernama Saras ini ternyata bukan kuntilanak.
Wajahnya mulai terlihat dengan jelas saat dia sibak rambut panjangnya ke samping. Namun, aku hanya bisa melihat bagian matanya yang bulat karena dia menggunakan masker yang menutupi hidung hingga dagu. Matanya terlihat indah, namun terasa agak bengkak seperti sehabis menangis.
Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku, pakaiannya terlalu tipis untuk mengendarai motor di malam hari. Dia hanya mengenakan blouse ungu yang tak sampai menutupi perutnya. Belum lagi celananya yang yang dia gunakan terlihat amat ketat.
“Sebentar, Mbak.” Aku pun turun seraya membuka bagasi motor. Kuambil sweater yang masih terbungkus plastik. “Mbak pake ini, ya …” ujarku sembari menyodorkan sweater tersebut. Beberapa kali dia terlihat menggosokan tangan ke kulit bahunya yang tidak tertutup apa pun.
“Eh, nggak usah, Mas …” tolaknya halus. Namun aku tetap memaksa. “Nggak papa, mbak …. Itu baru saya ambil dari laundry, kok. Aman …. Lagian, kalo mbaknya kenapa-kenapa kan saya juga yang tanggung jawab,” ucapku sekenanya sembari cengengesan. Ya, siapa tahu aku bisa mendapat kontaknya apabila berbuat gentle seperti ini. Lagipula, matanya sudah terlihat cantik. Dan entah kenapa aku seperti familiar dengan mata tersebut, apalagi dengan suaranya.
“Ya udah, deh … Mas. Makasih, ya.” Gadis itu pun mengambil sweater yang kusodorkan. Dia simpan tasnya diatas motorku seraya mengenakan sweater yang tadi kuberikan.
Glek
Aku sedikit menelan ludah saat melihat perutnya yang seksi ketika dia mengangkat tangan mengenakan sweater. Belum lagi kulitnya yang eksotis dan kencang benar-benar membuatku darahku mulai berdesir. Buru-buru aku melihat kearah lain sebelum dia menyadari aku memandangi perutnya yang indah itu.
“Udah, Mas ….”
“Ah … iya, Mbak.” Aku mulai menaiki motorku. “Silahkan naik, Mbak. Tasnya mau ditaruh didepan aja?”
“Boleh, Mas.” Gadis itu memberikan tasnya seraya naik keatas motorku. Entah kenapa, aku menjadi gugup karenanya.
“Titiknya sudah sesuai, Mbak?” Tanyaku sopan saat gadis itu naik keatas motorku. “Iya, Mas. Ikutin aja,” jawabnya pelan. Aku mengangguk sembari melihat peta di gawaiku. Setelah memastikan orderan serta mengecek jalur yang paling cepat, aku pun mulai melaju.
Tidak ada obrolan berarti selama perjalananku mengantar gadis yang bernama Saras ini. Dia hanya diam memegangi jaketku dari belakang. Angin yang terasa semakin menusuk membuat duduk Saras terasa semakin mendekat. Saking dekatnya sehingga aku bisa mencium wangi parfum yang dia gunakan.
Harum tubuhnya kembali membuat pikiranku menerawang. Apalagi ketika aku ingat akan perutnya yang benar-benar terlihat seksi. Nafsu yang mulai membuncah membuat penisku mulai memberontak dari balik celana.
Dengan gelisah, kucoba untuk membenarkan posisi penisku. Aku bahkan harus sedikit berdiri untuk menarik celana agar posisi penisku bisa kembali nyaman.
“Kenapa, Mas?” tanya Saras dari belakang.
“Ng-nggak papa, Mbak … gatel aja. Mbaknya abis ditinggal, ya?” Aku yang sedikit panik entah kenapa malah melontarkan pertanyaan yang terdengar absurd.
“Eh, gimana … mas?” tanya Saras kembali. Dia terdengar seperti terkejut.
“Iya … mbaknya kayak lagi sedih gitu,” jawabku kembali. Ya, aku teringat akan cerita dari temanku, Widi Santiago sang penakluk wanita. “Apabila ada seorang gadis yang keluar dimalam hari dengan tanpa persiapan apa pun, sudah pasti dia sedang ditimpa masalah. Baik masalah pribadi maupun tentang hubungannya. Berikanlah dia sedikit perhatian, maka dia akan menjadi milikmu, setidaknya untuk malam itu.” Dan sepertinya akan kugunakan petuah tersebut untuk malam ini. Setidaknya, akan kucoba.
“Yakin ae lah, mbak. Nanti juga ada gantinya yang lebih baik buat Mbak,” ucapku dengan nada yang lebih gentle.
“Apaan, sih … Mas?” ucap Saras sembari tertawa kecil. Dia bahkan memukul bahuku dengan sedikit kencang.
“Hehehe ….” Aku hanya bisa ikut terkekeh. Sepertinya, usahaku kali ini gagal. Padahal aku sudah memikirkan akan melepas keperjakaanku malam ini. Too soon, Fajar.
Motor yang kukendarai pun akhirnya sampai ke titik pengantaran. “Sudah sampai, Mbak.” Aku yang awalnya sedikit excited kini hanya bisa menghela nafas. Ternyata apa yang diucapkan oleh Widi tidak semudah itu untuk dapat kupraktekan.
“Makasih, ya … Mas,” ujar Saras sembari turun dari motorku. “Uangnya udah, ya.”
Dia pun membuka helm dan memberikannya kepadaku. “Sama-sama, Mbak,” jawabku lesu sembari menerima helm tersebut. Aku pun mengambil tas milik Saras yang dia tadi titipkan di depan motorku. “Ini, Mbak.”
Entah kenapa, Saras yang akan mengambil tas miliknya malah ikut memegang tanganku. Punggung tanganku seperti terkena sengatan listrik dia mengelus menggunakan tangannya yang terasa halus.
“Mampir dulu, ya … Mas. Sekalian saya balikin sweaternya didalem.” Dia pun membuka maskernya. Lalu tersenyum sembari menatap kearahku.
ANJING! SETAN! BABIK!
Aku tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Ternyata sedari tadi yang menjadi penumpang adalah Sisca, member JKT48 yang aku tonton tadi.
“Kenapa, Mas? Yuk, masuk dulu.”
Seakan terkena sihir, aku turun dari motor seraya mengikuti Sisca dari belakang. Aku terus berjalan dibelakang Sisca, masuk kedalam rumah kost hingga naik kelantai tiga, hingga akhirnya Sisca berhenti disebuah pintu.
“Monggo, Mas ….” Kembali aku menuruti perkataannya. Aku pun masuk kedalam kamar Sisca tanpa penolakan sedikitpun. Lagipula, kenapa aku harus menolak jika diundang oleh member secantik dan seseksi Sisca.
Aku lantas memandang kesekeliling saat sudah memasuki kamar Sisca. Sebagai seorang idol, kamar Sisca sendiri terlihat sederhana. Tidak ada yang terlalu mencolok bagi seorang yang menurutku sering terlihat glamor di media sosial.
“Ngelamun mulu, Mas.” Sisca yang memanggil membuyarkan lamunanku.
“Eh, iya … Mbak Sisca,” ucapku kaget. Seketika raut wajah Sisca menjadi berubah. “Kok masnya bisa tau nama saya Sisca?”
Benar juga, kami sendiri belum berkenalan. “Sa-saya sering nontonin mbak Sisca di teater,” jawabku sedikit gugup.
“Owalah …. Jadi masnya ini fans jekate, ya?” Aku mengangguk. Sisca pun kembali tersenyum. Senyuman Sisca terlihat sangat lembut. Senyuman yang kembali membuatku gesrek hanya dengan tatapan matanya tersebut.
“Betewe, mas … jangan ada temen-temen mas yang tau tentang hal ini, ya ….” Kembali aku hanya mengangguk mendengar permintaannya. Entah kenapa, wajah Sisca pun kembali murung. Seketika aku teringat dengan pengumuman kelulusan Nadila dan Rona di teater tadi. Mungkin Sisca benar-benar sedih merasa kehilangan akan hal tersebut.
“Yang kuat ya, Sisca.” Kembali, aku yang gesrek tiba-tiba saja mengucapkan perkataan yang aku sendiri tak tahu kenapa bisa berkata seperti itu. “Saya percaya, dengan kemampuan yang kamu punya, kamu bisa semakin bersinar di Jeketi. Bahkan kamu juga bisa jadi center kedepannya. Semangat, ya.”
Mendengar ucapanku, Sisca seperti terhenyak. Matanya terlihat membulat. Ekspresi yang dia tunjukan benar-benar membuatku ingin segera pergi dari sini. Aku benar-benar malu. Bisa-bisanya aku berkata hal cringe seperti itu.
“Makasih, ya …. Mas ….” Sisca seperti memberi jeda untuk mencoba menanyakan namaku. “Fajar, nama saya Fajar.”
“Ah, iya …. Makasih ya, Kak Fajar. Aku sendiri ga kepikiran kayak gitu. Apa yang diomongin sama Kak Fajar ada benernya juga,” ungkapnya kembali. Perlahan, wajahnya kembali bersinar, senyum pun mulai nampak dari wajahnya yang ternyata jika diliat sangat dekat cukup manis juga. Selama menjadi fans, aku tak pernah HS bersama dengan Sisca. Mungkin, sehabis ini, aku akan mencoba mengunjungi HSnya.
“Duh jadi pengen peluk kakaknya, deh.” Tanpa basa-basi, Sisca langsung memeluk tubuhku. Pelukannya pun benar-benar terasa amat rapat. Payudaranya yang empuk pun terasa menekan kearah dadaku.
Begitu pula dengan pinggulnya yang terus menekan kearah selangkanganku. Aku yang jarang menerima pelukan wanita, mulai memikirkan hal jorok. Penisku pun mulai ereksi dan menekan kearah tubuh Sisca.
“Eeh?” Sisca yang kaget lantas mengendurkan pelukannya dan menatap kearah wajahku. “Kok ada yang nyundul, sih … kak?”
“Itu … anu …. Duhh … maaf, Sis.” Aku kini mulai panik, takut jika Sisca malah mengira aku ingin berbuat mesum kepadanya. Sudah terbayang didalam pikiran aku akan diarak dan digebuki orang sekampung. Namun, hal yang berikutnya terjadi sungguh diluar dugaan.
Alih-alih meneriakiku mesum, Sisca malah menatap nakal kearah mataku. “Kakak mikirin apa, hayo ….” Tiba-tiba tangannya pun mulai mengelus jendolan penis yang mulai mencuat dari balik celanaku.
“Makasih banyak, lho … Kak Fajar. Kak Fajar udah mau nyemangatin aku. Aku tadi beneran down, lho ….” Terasa Sisca seperti mulai membuka ikat pinggang yang aku gunakan. “Sekarang, gue butuh pelampiasan emosi, Kak Fajar mau bantu, kan?”
Aura Sisca sekarang seakan berubah. Dia sekarang seperti macan yang akan menerkam mangsanya. Entah apa aku harus takut atau senang dengan situasi yang kualami sekarang. Disatu sisi, aku seperti takut dengan apa yang akan Sisca lakukan kepadaku. Disisi lain, aku merasa senang jika bisa melepas keperjakaanku bersama idola yang selama ini hanya bisa kutonton diatas panggung.
Tanpa sadar, kini celanaku sudah berhasil Sisca turunkan. Entah kenapa, Sisca seperti terkejut melihat penisku yang masih terbungkus celana dalam.
“Gede juga, ya …” ucap Sisca sembari menggigit bibir bawahnya gemas. Aku sendiri hanya bisa diam terpaku, bingung dengan apa yang harus kulakukan saat ini.
“Rileks aja, Kak ….” Sisca yang mengerti kegugupanku mencoba menenangkan. Dia lantas menuntunku untuk untuk duduk disamping ranjangnya. Setelah memastikan bahwa aku duduk dengan nyaman, Sisca kini mulai duduk bersimpuh dihadapan selangkanganku.
Penisku yang mulai tegang langsung mencuat saat Sisca menarik turun celana dalam yang kugunakan. Kembali dia terbelalak, nampak kaget saat melihat ukuran penisku yang memang dapat kubanggakan. Sisca nampak tersenyum senang. Kembali dia gigit bibir bawahnya dengan gemas seraya menggenggam penisku.
“Nngghh ….”
Lenguhanku keluar tak tertahan saat kulit tangan Sisca yang halus mulai bergesekan dengan batang penisku. Tangannya terus mengocok penisku perlahan ketika matanya yang nakal terus memandang kearahku. Pandangan yang membuat jantungku terus berdegup kencang.
Sambil terus mengocok penisku dengan tangan kanan, dia olesi kepala penis itu menggunakan cairan precum yang keluar menggunakan tangan kirinya. Hal tersebut sontak membuatku merasakan kegelian yang belum pernah kurasakan sebelumnya, dan terasa sangat nikmat hingga ku menengadah.
“UUGGHH!!”
Tiba-tiba saja Sisca meremas penisku dengan cukup kuat saat aku mendongkak menatap kearah langit-langit. Sontak hal tersebut membuatku mengejan. Rasa geli yang tak tertahan membuatku berejakulasi ditengah remasan tersebut.
Aku hanya bisa memejamkan mata saat penisku berkedut dan menembakan spermanya. Tangan Sisca yang masih terus meremas penisku saat berkedut membuat orgasmeku kali ini benar-benar terasa sangat nikmat.
Beberapa saat setelah orgasmeku mereda, kembali aku membuka mata dan menatap kearah Sisca. Sisca sendiri nampak terhenyak sembari membuka mulutnya cukup lebar.
“Anjir, Elu … kak! Bisa-bisanya elu ngecrot padahal belum gue apa-apain!” pekik Sisca dengan nada setengah tak percaya. “Percuma elu punya P gede tapi ga bisa makenye ….”
Sisca pun melepaskan genggaman tangannya dari penisku. Ditangannya terlihat gumpalan sperma kental milikku yang tadi kutembakan sembarang saat berejakulasi. Dia yang nampak kesal kemudian kembali menggerutu. “Gue belum dapet apa-apa dah kotor duluan, dih!”
Ucapan Sisca tersebut cukup membuatku kaget bercampur malu. Disatu sisi aku kaget melihat Sisca bisa sevulgar dan seakan terbiasa dengan urusan seks seperti ini. Disisi lain aku pun merasa malu mendengar ocehannya. Bisa-bisanya aku berejakulasi dini seperti ini.
“Ma-maaf, Sis … gue baru pertama kali …” ucapku kepada Sisca. Awalnya dia terlihat kaget. Namun tak lama dia kembali terlihat biasa saja.
“Oohh … pantes aja …” timpal Sisca sembari mengelap tangannya dengan tisu basah. “Cowok gue juga dulu gitu, kok. Untung aja gue sempet cabut sebelum keluar di dalem V gue ….”
Aku sedikit terkejut dengan pengakuan Sisca. Aku sendiri paham jika member pun hanya gadis biasa yang bisa saja memiliki hubungan khusus dengan lelaki diluar pekerjaannya sebagai idol. Namun, mendengar langsung dari membernya tetap membuatku terkejut. Sepertinya, Sisca pun sadar akan keterkejutanku.
“Eh, napa gue jadi nyerita macem-macem, dah …” ucap Sisca sembari menampari bibirnya. Dia pun memandang kearahku dengan tatapan mata yang tajam. “Elu jangan ember, ya … kak!”
Aku hanya bisa mengangguk lemah. Dia pun tersenyum setelahnya. “Betewe, elu masih bisa berdiri, kan … Kak? Gue jadi agak horny, nih.”
Tanpa menunggu jawaban dariku, Sisca kemudian melepas sweater yang sedari tadi membungkus tubuhnya. Tubuhnya yang benar-benar kencang kini mampu kulihat dengan jelas karena lampu kamar yang cukup terang, tak seperti di halte sebelumnya.
Melihat lekuk tubuhnya yang hanya dibalut pakaian ketat, penisku mulai bereaksi. Perlahan, batang kemaluan tersebut mulai menegang. Sisca yang ikut memperhatikan hal tersebut pun kembali tersenyum.
“Yah, paling nggak gue masih bisa ML ‘ma elu malem ini, dah. Jadi nggak sedih-sedih amat.”
Tanpa aba-aba, Sisca pun menarik tubuhku agar kami mendekat. Dia pun kemudian mencium bibirku. Ciuman yang sontak membuat seluruh tubuhku bergetar karenanya. Jantungku pun kembali berdegup dengan semakin kencang. Aku sendiri masih diam terpaku, tak mampu membalas ciumannya.
“Nape diem doang, Kak? Jan bilang elu juga baru pertama kali ciuman ama cewek tadi …” ucap Sisca saat melepas ciuman bibirnya kepadaku. Aku hanya bisa terbelalak karena tebakannya yang tepat.
Sisca yang sepertinya membaca ekspresi mikro dari wajahku sontak ikut terkejut. Dia pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Ya udeh nggak apa-apa, dah. Elu ikutin aja semua perintah gue, oke? Tau enak aja dah elu mah.”
Dia lantas menuntunku untuk berbaring diatas ranjangnya. Kemudian, dia pun merangkat diantara kedua kakiku, mempoisikan wajahnya tepat didepan penisku. Baru saja dia menggenggam penisku yang setengah menegang, dia lantas menatap tajam kearahku.
“Elu jangan sampe keluar cepet lagi, ya!” bentak Sisca dengan wajah khasnya yang galak. Seperti biasa, bentakan darinya seperti membuat kepalaku otomatis mengangguk.
Sisca pun mulai mengocok penisku. Rangsangan dari kulit tangan Sisca yang halus lambat laun membuat penisku kembali menegang. Penisku pun terasa mulai basah saat lidahnya kini ikut menyapu bagian bawah kepala penisku.
Rasa geli lambat laun mulai terasa menjalar dari ujung penisku. Sensasi yang ditimbulkan dari blowjob pertama yang kuterima sungguh sangat nikmat. Penisku terasa hangat dan basah akibat kuluman dan kocokan mulutnya itu.
Sisca terlihat semakin stabil memaju-mundurkan kepalanya, ketika penisku sudah mengacung dengan sempurna. Sisca mengulum penisku layaknya bintang porno yang sering kutonton. Sangat rapi dan sungguh memanjakan. Pinggulku pun terus menggeliat dibuatnya.
“Nggghh!!”
Pinggulku menggeliat sejadinya saat Sisca tiba-tiba menghisap kuat penisku didalam mulutnya. Cukup lama dia melakukan hal tersebut sebelum dia lepas kulumannya seraya mengambil nafas. Penisku terlihat basah kuyup oleh liurnya. Bahkan, terlihat liur yang menjuntai bagai benang masih menyatu dari bibirnya hingga kepala penisku.
“Keknya keenakan banget, tuh?” goda Sisca sembari menatap nakal kearah mataku. Tangannya pun mulai mengocok penisku. Sisca kembali tersenyum bangga saat aku mengangguk mengiyakan ucapannya. Karena memang, meskipun ini merupakan pengalaman pertamaku, aku bisa menilai bahwa blowjob barusan sungguh sangat hebat.
Kembali, Sisca mulai memasukkan penisku kedalam mulutnya. Namun, kali ini terasa berbeda. Sisca membuka lebar mulutnya, lalu mendorong kepalanya hingga penisku mulai masuk seluruhnya kedalam mulutnya. Kepala penisku seakan menabrak sesuatu saat bibirnya kini menyentuh pangkal penisku.
Anjing! Jika diingat dari film yang sering aku tonton, Sisca saat ini tengah mendeepthroat penisku. Rasanya sungguh sangat nikmat. Kepala penisku seakan dijepit entah oleh apa yang berada didalam mulutnya, dan tersebut benar-benar terasa amat nikmat.
Cukup lama Sisca menahan kepalanya hingga dia terdengar seperti tersedak. Matanya terlihat mulai berkaca saat dia melepas kuluman penisnya. Dia pun mulai mencoba menghela nafasnya yang terdengar tak beraturan.
Dia pun kembali mengocok dan meremas penisku yang semakin licin akibat liurnya. Kocokannya kembali membuat rasa gatalku semakin memuncak. Sepertinya aku akan kembali berejakulasi jika membiarkannya mengocok penisku seperti itu.
“U-udah, Sis …” ucapku sembari menahan kocokan tangannya. Sisca yang mengerti kemudian menghentikan kocokannya tersebut.
“Yaelah, Kak … masa gini doang elu dah mo kelar lagi, sih?!” dengus Sisca kesal. “Ya udah, gentian aja.”
Sisca pun bangkit dan langsung melepas selluruh bawahan yang dia gunakan. Dia lantas menyandarkan tubuh setengah terlentang dengan menopang kepada kedua sikutnya. Dia pun membuka lebar kedua kakinya hingga sekarang kudapat melihat dengan jelas bibir vagina Sisca. Jika dilihat, Sisca sepertinya selalu merawat bagian intim tersebut karena rambut kemaluannya nampak tak terlalu lebat.
“Jilatin v gue sekarang,” perintahnya sembari menatap tajam kearahku. Tatapan yang membuatku langsung menuruti dan bersimpuh dihadapan selangkangannya. Aku awalnya enggan menjilati area intim Sisca tersebut. Namun, entah kenapa wangi dari vaginanya seakan membuatku tersihir dan mulai menjulurkan lidahku.
“Ssshhh ….”
Sisca mendesis saat lidahku mulai menyapu bibir vaginanya. Desisan yang langsung membuatku mendelik. Terlihat mata Sisca begitu bernafsu. Dia pun menggigit bibir bawahnya gemas. Sisca lantas meremas rambutku seraya menekan kepalaku semakin dalam kearahnya. Mau tak mau sekarang seluruh bibirku seakan berciuman dengan bibir vaginanya.
Kuhisap-hisap dan kujilati seluruh bibir maupun lipatan vagina Sisca. Instingku hewan liar mulai menguasai pikiranku, membuat rekaman mengenai film jepang yang pernah kutonton mulai bermunculan. Reflek jariku mulai bergerak membelah bibir vagina Sisca saat mengingat sebuah adegan, yang langsung kupraktekan saat itu juga. Kutusukan jari tengahku sembari terus menghisap klitorisnya dengan cukup kuat.
“Nnnggg … Aaarrgghh ….”
Tiba-tiba saja Sisca melenguh cukup kuat. Dia kepalanya menengadah sebelum dia kembali menatap kearahku. Beberapa kali matanya terlihat mengerjap. Desahan terus mengalun indah dari mulutnya, seraya aku terus menjilati klitorisnya hingga basah. Kocokan jariku pun semakin kupercepat. Terasa jari tengahku seperti semakin basah oleh cairan entah apa yang mulai merembes dari bibir vaginanya.
“AAhh … nngghh … gue dah nggak tahan!”
Tiba-tiba Sisca bangkit seraya menatap tajam kearahku. Dia lantas mendorong tubuhku hingga terlentang diatas kasur. Sisca pun merangkak diatas tubuhku, menindih dan langsung mencumbu bibirku dengan cukup ganas.
Lambat laun, aku pun mulai membalas pagutannya, mengikuti apa yang bibirnya lakukan terhadap bibirku. Sisca nampak tersenyum puas saat merasa aku mulai bisa mengikuti ritme permainan ini.
“Cuupphh … ssllrrppp … mmhhh … cpphhh ….”
Lenguh desah mulai terdengar diantara decak ludah percumbuan kami. Beberapa kali kami pun mulai saling menghisap bibir, saling menautkan lidah di mulut masing-masing. Entah, aku hanya mengikuti instingku namun dapat kupastikan cumbuan kami memang benar-benar panas dan bergairah. Terasa liur mulai meleleh disela-sela bibir kami.
Tanpa aba-aba, Sisca terasa mengangkat selangkangannya. Dia pun memegangi penisku. Sepertinya dia mengarahkan penis tersebut kehadapan bibir vaginanya. Jantungku berdegup cukup kencang. Perlahan, Sisca pun menurunkan pinggulnya, membuat penisku mulai melesak masuk kedalam vaginanya.
“Aaahhh ….”
“Ngghhh ….”
Baik aku maupun Sisca kompak mendesah secara bersamaan saat seluruh penisku berhasil masuk kedalam liang vaginanya. Mata Sisca bahkan kembali mengerjap. Dia pun mendongak sembari menduduki selangkanganku.
“Ah … jadi gini ya rasanya memek cewek,” batinku. Hangat, basah, dan terasa sangat nikmat. Jauh rasanya bila dibandingkan dengan tangan, seperti yang sering kulakukan sembari menonton film jepang.
“Gedhe banget sih P elu, kak ….” Nafas Sisca terdengar sangat berat saat memuji penisku. Tak lama kemudian, dia mulai menggerakan pinggulnya.
Pinggulnya terus bergerak maju mundur, membuat penisku seakan mengaduk isi vaginanya. Terkadang, gerakannya dia ubah menjadi berputar. Sungguh, Sisca terlihat sangat erotis saat bergoyang diatas tubuhku, dan sukses membuatku merem-melek keenakan.
Sembari bergoyang, Sisca mulai menggeliat sembari mencoba melepas seluruh atasan yang dia gunakan. Dia pun langsung menarik tanganku kearah kedua dadanya itu.
“Hh Rhemesin dada gueh ….”
Langsung kuremasi kedua bongkahan payudaranya yang tidak terlalu besar namun terasa kencang itu. Hampir seluruh bagian payudaranya terjamah oleh telapak tanganku. Kuremas berputar kedua payudaranya hingga membuat Sisca mendesah keenakan. Beberapa kali tangannya pun ikut meremas tanganku gemas.
“Aawhhh kaakhh!”
Sisca mendesah cukup kencang saat putingnya yang mengeras ikut kumainkan. Kupilin dan kucolek-colek puting berwarna coklat muda yang menggemaskan tersebut, sebelum kembali meremas payudaranya berputar. Sisca yang sepertinya menikmati remasan tanganku dan genjotan pinggulnya hanya bisa mendongak.
Sisca mulai meningkatkan tempo genjotan pinggulnya. Nafasnya pun terdengar mulai memburu. Dirinya terlihat fokus, seakan mengejar sesuatu hal. Vaginanya pun terasa semakin hangat. Sesekali dinding vaginanya berkedut, memijati penisku yang semakin terasa gatal.
“Aaahh … Sis, gue dah mau keluarh ….”
Ya, sepertinya penisku akan berejakulasi sebentar lagi. Sisca yang menyadari hal tersebut sontak menatap tajam kearahku.
“Tahan! Jan sampe elu keluar sebelum gue! Gue juga bentar lagi!!” hardiknya.
Aku hanya mengangguk. Sambil terus bergoyang, Sisca mencoba merapikan rambutnya sejenak. Dia sibakkan rambut yang berantakan didepan wajahnya. Sambil mengangkat kedua tangan, dia pun mulai mengikat ponytail rambut panjangnya tersebut. Pemandangan yang terlihat sangat seksi membuatku semakin sulit menahan orgasmeku.
Dia kembali meningkatkan tempo goyangannya. Semakin lama, goyangan tersebut semakin liar dan tak beraturan. Desahan Sisca pun semakin lama terdengar semakin kencang. Semakin lama, vaginanya terasa semakin hangat dan basah. Belum lagi kedutan dinding vaginanya yang semakin terasa intens. Sungguh, aku tak sanggup lagi menahan orgasmeku.
“NNGGHH GUE NYAMPE-AAAHHH!!”
Sambil mendongkak, Sisca melenguh cukup kencang. Pinggulnya menyentak beberapa kali. Vaginanya terasa menyemburkan cairan yang semakin terasa membasahi penisku. Tak hanya itu, pijatan dari dinding vaginanya serasa meremas kuat penisku yang berada didalamnya.
“AAHH SISS!!”
Aku sudah tak sanggup. Kuremas kedua paha Sisca dengan cukup kencang. Sambil mengejan, kutembakan spermaku didalam vaginanya.
“Eeehh, Kak!?”
Aku yang sedang diluputi orgasme semakin menekan pinggulku, mencoba menusukkan penisku semakin dalam di vaginanya. Pantas saja orang mau membayar mahal hanya untuk bercinta, ternyata rasanya senikmat ini. Apalagi dinding vagina Sisca yang terus memijati saat aku berejakulasi didalam vaginanya.
Eh?
Benar juga, aku mengeluarkan spermaku didalam vaginanya! Sisca sendiri masih terlihat tak percaya memandang kearahku.
“Elu kok keluar didalem, sih … Kak?”
“Ma-maaf, Sis!” Aku yang panik lantas mengangkat tubuhnya dari atas selangkanganku. Penisku yang sudah mulai turun langsung tercabut dari vaginanya. Terlihat, cairan kental spermaku merembes keluar bercampur cairan bening yang sepertinya berasal dari vaginanya itu.
Pikiranku langsung menerawang melihat hal tersebut. Bagaimana jika Sisca sampai hamil? Apa aku harus bertanggung jawab? Bagaimana caraku untuk menafkahi Sisca dan calon anak kami nanti?
Namun anehnya, Sisca tidak menunjukan reaksi yang sama denganku. Meski awalnya kaget, kini dia dengan cueknya membersihkan vaginanya menggunakan tisu basah. Dia malah menggerutu akibat spreinya yang kini kotor oleh ceceran spermaku.
“Elu nape bengong, kak? Dah sana bersiin dulu tuh P elu dikamar mandi,” ucap Sisca dengan nada yang sedikit tinggi. Aku sedikit bingung bagaimana bisa dia setenang ini padahal bisa saja dia hamil akibat persenggamaan kami tadi.
“Ka-kamu nggak akan kenapa-kenapa kan, Sis?” tanyaku memberanikan diri.
“Kenape-kenape gimane, kak?” tanyanya heran. Aku pun memandang kearah tisu yang sedang dia genggam. Dia pun ikut memandang kearah tisu tersebut.
“Aaah … elu kira gue bakal hamil gegara elu crot didalem V gue, kak?” Aku mengangguk lemah. “Tenang aja kali, Kak. Kalo dari itungan gue, gue lagi nggak subur, Kok.”
Aku hanya bengong mendengar penjelasannya itu. “Yaelah, kak …. Elu beneran kagak ngarti ginian, ya? Susah deh gue kalo ngejelasin panjang lebar, hadeh ….”
Sisca pun menarik cukup panjang. “Intinya, gue nggak bakalan hamil, kok. Dah sana bersiin dulu ….”
Meskipun aku masih kurang paham, mendengar dia tidak akan hamil cukup membuatku tenang. Tanpa banyak bicara lagi, aku pun berjalan menuju kamar mandi yang berada di ujung kamar ini.
“Tapi, ntaran lagi kalo maen, elu tanya dulu, gue subur apa nggak, oke?” ucap Sisca sembari menarik spreinya dari atas ranjang. Sontak hal tersebut membuatku kembali terkejut. Aku pun memandang kearah Sisca yang juga sepertinya ikut kaget atas perkataannya tadi.
“Nanti mau lagi, Sis?”
“NGGAK TAU AH!!”
.
.
.
End?
Salad Days
“Saya, Rona Ariestya Anggreani …. Menyatakan lulus dari JKT48.”
Rona, member yang menyatakan lulus pun langsung membungkuk kearah penonton. Seisi teater pun mulai riuh. Banyak yang terkejut akan pengumuman tersebut. Namun, sepertinya hal tersebut tak terlalu mengagetkan. Rona sendiri sudah memberikan hint di SRnya bersama dengan Nadila beberapa hari yang lalu.
“Tunggu tunggu ….” Tak lama, Nadila pun maju kedepan stage. Benar juga, selain Rona, Nadila pun kemarin sama-sama memberi hint bahwa mereka berdua akan grad dalam jangka waktu yang tak jauh berbeda. Nadila yang berada di depan stage terus-menerus menceritakan pengalamannya selama berada di JKT48. Sepertinya, dia pun akan mengumumkan kelulusannya malam ini.
“… Maka dari itu, saya … Nadila Cindi Wantari …. Menyatakan lulus dari JKT48.”
Kembali teater terdengar riuh. Namun, hampir semua yang menonton memberikan apresiasi yang baik terhadap mereka berdua. Mereka berdua merupakan salah satu pilar yang membuat JKT48 bisa terus berjalan hingga saat ini. Banyak yang memberikan mereka semangat sembari berteriak. Aku pun salah satu yang berbuat hal itu. Namun, tidak sedikit juga yang memperlihatkan ekspresi sedih, mereka seperti tak rela jika harus ditinggalkan saat ini. Seperti yang terlihat juga diatas stage.
Ya, Aurel dan Sisca nampak terpukul melihat kedua seniornya, yang juga merupakan partner mereka di sub-unit JKT48 Accoustic. Mereka berdua nampak tak percaya dengan keputusan yang sudah diambil oleh Rona dan Nadila. Aurel sampai tak kuasa menahan tangis. Dia bahkan harus ditenangkan oleh member yang lain.
Pertunjukan pun kembali diteruskan setelah semuanya kondusif. Beginilah hebatnya JKT48, mereka masih mampu menampilkan performa terbaik meskipun emosi mereka masih bercampur aduk. Lagu pun selesai dan seluruh member keluar dari atas stage.
Para penonton pun satu persatu mulai keluar dari teater. Di depan pintu masuk teater, para member yang tampil sudah menunggu untuk hi touch. Inilah momen yang aku tunggu-tunggu. Momen dimana aku bisa berinteraksi langsung dengan idolaku.
Tak terlalu kugubris beberapa member yang berada di urutan pertama hi touch. Meski mereka terlihat amat cantik bila dilihat dari dekat, pikiranku terus terpaku kepada satu member.
“Makasih udah nonton, ya … Kak Fajar!” Sahut member tersebut saat aku berada tepat dihadapannya. Dia melempar senyum kearahku saat pandangan kami bertemu. Gila! Ternyata dia mengingat namaku!
Senyuman yang langsung membuatku gesrek. “Sa-sama-sama, Nin. Ka-kamu cantik banget hari ini,” ucapku terbata kepada Anin. Ya, dialah member yang selalu ada didalam pikiranku. Aninditha Rahma Cahyadi.
Kakiku seketika lemas ketika Anin malah menggenggam tanganku saat hi touch. Belum lagi senyumannya yang benar-benar membuat seluruh tubuhku lemas. Ah, bagaimana caranya Tuhan bisa membuat gadis secantik ini, sih?
“Yok! Cepet-cepet, terus-terus.”
Teriakan dari staf serta dorongan dari belakang akhirnya membuatku sedikit demi sedikit menjauh dari Anin.
“Datang lagi ya, Kak!” sahut Anin yang sepertinya juga tidak rela melepaskan tangan kami. Setidaknya itu menurutku. Sambil meneruskan Hi touch yang sebenarnya tidak aku pedulikan lagi, aku yang gesrek hanya bisa berjalan gontai.
“Fajar Lesmana.” Seorang pria menepuk pundakku dengan cukup kencang. Tidak terlalu kencang, memang. Tapi efek dari gesrek tadi membuat tubuh lemasku hampir terjatuh jika tidak dipegangi oleh pria tersebut.
“Hehe … elu, Zul …” ucapku cengengesan saat menoleh kearahnya. Zulfahmi, teman kuliah yang juga merupakan teman ngidol terus memegangi badanku agar tidak jatuh. Dia pun membopong tubuhku untuk duduk di sekitaran kursi yang berada depan lift.
“Yaelah temen gue gesrek gini-gini amat.”
“Namanya juga gesrek, Zul …” ucapku cengengesan. Zul hanya menggelengkan kepalanya.
“Elu aman, kan? Gue tinggal duluan nggak papa?” tanya Zul kepadaku. Aku hanya mengangguk. “Abis ini elu mau kemana?”
“Gue paling nongkrong dulu sekitaran sini, sapa tau ada orderan member yang nyangkut ke gue.” Menjadi seorang driver ojol merupakan caraku mendapat uang jajan tambahan, terutama untuk menghidupi hobi ngidolku ini.
“Oke dah kalo gitu.” Zul pun bangkit dari sebelahku. “Gue cabs duluan dah …. Jan ampe telat ngampus besok! ada kuis dari Bu Rusmini.”
“Sans …” ucapku sembari mengacungkan jempol kepada temanku. Zulfahmi pun hanya tersenyum dan langsung masuk bersama beberapa orang yang lain kedalam lift.
Aku langsung membuka aplikasi gawai saat kumulai bisa kembali menguasai tubuh ini. Setelah menyalakan aplikasi ojol, aku pun bergegas pergi menuju gerobak sate yang terkenal sebagai tempat nongkrong fans JKT48 yang berada di gedung sebelah Fx.
.
.
.
Jam digawaiku menunjukkan pukul sebelas lebih tigapuluh menit. Sudah cukup lama aku menunggu order dari aplikasi ojol. Jangankan member, orderan biasa pun tak masuk satu pun. Entah kenapa aplikasi ojol ini bisa sesenyap ini. Padahal, beberapa temanku yang ikut nongkrong dan juga pengemudi ojol sudah beberapa kali mendapat orderan.
“Masih disini ae elu, Jar? Belum dapet order juga?” tanya Bang Rohmat saat dia kembali dari mengantar penumpang.
“Belum, bang … gatau kenapa anyep bener,” ucapku sedikit lemas. Aku pun mengecek gawai, melihat apa ada yang salah dengan aplikasi ojolku.
“******!” teriakku spontan. Sontak hal tersebut membuat hampir semua orang yang berada didalam shelter menoleh kearahku.
“Nape, jar? Batere hape elu abis?” Tanya Bang Rohmat yang sedang memesan kopi.
“Gue lupa ngaktifin ordernya. Pantes aja dari tadi nggak ada yang nyangkut,” ujarku sembari menggaruk kepala. Mendengar hal tersebut, semua orang yang berada di shelter tertawa.
“Taik! Taik! Sial bener, dah.” Aku pun langsung mengaktifkan order di aplikasi ojolku. Beberapa orang langsung mengolok-ngolok kebodohanku tersebut.
“Elu ade-ade aje deh, Jar …. Bisa ampe lupa ‘kek gitu,” ujar Bang Rohmat yang langsung menepuk bahuku. Aku hanya bisa tersenyum simpul. Bisa-bisanya aku sial sampai seperti ini.
Selang beberapa saat, gawaiku bergetar. Terlihat notifikasi dari aplikasi ojolku. Akhirnya, aku bisa mendapat order meski sudah hampir tengah malam. Seseorang bernama Saras mengorder ojek online untuk mengantarnya ke sebuah alamat dari halte yang cukup jauh dari Mall Fx.
“Akhirnya, gue dapet order juga,” ucapku penuh syukur.
“Syukur deh kalo elu dapet akhirnya,” ujar Bang Rohmat. “Pastiin lagi tu yang order orang, bukan demit.”
“Yaelah bang, malah nakutin ae. Dahlah, gue berangkat dulu.”
Aku langsung mengenakan helm serta menaiki motorku dan langsung tancap gas menuju tempat penjemputan. Suasana jalan terlihat cukup sepi. Hingga akhirnya aku sampai ke titik penjemputan.
Didalam halte, terlihat seorang gadis yang sedang tertunduk. Rambutnya yang panjang teruai terlihat menghalangi wajahnya. Bulu kudukku sedikit meremang. Seketika aku teringat akan cerita temanku sesama ojol yang mendapat orderan dari kuntilanak.
“Mb-mbak Saras, ya?” aku memberanikan diri menyapa gadis tersebut. “Bodo amat dah, biar kata setan juga die dah order, die kudu tanggung jawab,” batinku.
Gadis berambut panjang itu pun mengangkat kepala sembari merapikan rambutnya. “Iya, Mas.” Jawab gadis itu sembari berdiri. Saat kuperhatikan kakinya, ternyata masih menginjak tanah. Aku menghela nafas saat menyadari gadis yang bernama Saras ini ternyata bukan kuntilanak.
Wajahnya mulai terlihat dengan jelas saat dia sibak rambut panjangnya ke samping. Namun, aku hanya bisa melihat bagian matanya yang bulat karena dia menggunakan masker yang menutupi hidung hingga dagu. Matanya terlihat indah, namun terasa agak bengkak seperti sehabis menangis.
Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku, pakaiannya terlalu tipis untuk mengendarai motor di malam hari. Dia hanya mengenakan blouse ungu yang tak sampai menutupi perutnya. Belum lagi celananya yang yang dia gunakan terlihat amat ketat.
“Sebentar, Mbak.” Aku pun turun seraya membuka bagasi motor. Kuambil sweater yang masih terbungkus plastik. “Mbak pake ini, ya …” ujarku sembari menyodorkan sweater tersebut. Beberapa kali dia terlihat menggosokan tangan ke kulit bahunya yang tidak tertutup apa pun.
“Eh, nggak usah, Mas …” tolaknya halus. Namun aku tetap memaksa. “Nggak papa, mbak …. Itu baru saya ambil dari laundry, kok. Aman …. Lagian, kalo mbaknya kenapa-kenapa kan saya juga yang tanggung jawab,” ucapku sekenanya sembari cengengesan. Ya, siapa tahu aku bisa mendapat kontaknya apabila berbuat gentle seperti ini. Lagipula, matanya sudah terlihat cantik. Dan entah kenapa aku seperti familiar dengan mata tersebut, apalagi dengan suaranya.
“Ya udah, deh … Mas. Makasih, ya.” Gadis itu pun mengambil sweater yang kusodorkan. Dia simpan tasnya diatas motorku seraya mengenakan sweater yang tadi kuberikan.
Glek
Aku sedikit menelan ludah saat melihat perutnya yang seksi ketika dia mengangkat tangan mengenakan sweater. Belum lagi kulitnya yang eksotis dan kencang benar-benar membuatku darahku mulai berdesir. Buru-buru aku melihat kearah lain sebelum dia menyadari aku memandangi perutnya yang indah itu.
“Udah, Mas ….”
“Ah … iya, Mbak.” Aku mulai menaiki motorku. “Silahkan naik, Mbak. Tasnya mau ditaruh didepan aja?”
“Boleh, Mas.” Gadis itu memberikan tasnya seraya naik keatas motorku. Entah kenapa, aku menjadi gugup karenanya.
“Titiknya sudah sesuai, Mbak?” Tanyaku sopan saat gadis itu naik keatas motorku. “Iya, Mas. Ikutin aja,” jawabnya pelan. Aku mengangguk sembari melihat peta di gawaiku. Setelah memastikan orderan serta mengecek jalur yang paling cepat, aku pun mulai melaju.
Tidak ada obrolan berarti selama perjalananku mengantar gadis yang bernama Saras ini. Dia hanya diam memegangi jaketku dari belakang. Angin yang terasa semakin menusuk membuat duduk Saras terasa semakin mendekat. Saking dekatnya sehingga aku bisa mencium wangi parfum yang dia gunakan.
Harum tubuhnya kembali membuat pikiranku menerawang. Apalagi ketika aku ingat akan perutnya yang benar-benar terlihat seksi. Nafsu yang mulai membuncah membuat penisku mulai memberontak dari balik celana.
Dengan gelisah, kucoba untuk membenarkan posisi penisku. Aku bahkan harus sedikit berdiri untuk menarik celana agar posisi penisku bisa kembali nyaman.
“Kenapa, Mas?” tanya Saras dari belakang.
“Ng-nggak papa, Mbak … gatel aja. Mbaknya abis ditinggal, ya?” Aku yang sedikit panik entah kenapa malah melontarkan pertanyaan yang terdengar absurd.
“Eh, gimana … mas?” tanya Saras kembali. Dia terdengar seperti terkejut.
“Iya … mbaknya kayak lagi sedih gitu,” jawabku kembali. Ya, aku teringat akan cerita dari temanku, Widi Santiago sang penakluk wanita. “Apabila ada seorang gadis yang keluar dimalam hari dengan tanpa persiapan apa pun, sudah pasti dia sedang ditimpa masalah. Baik masalah pribadi maupun tentang hubungannya. Berikanlah dia sedikit perhatian, maka dia akan menjadi milikmu, setidaknya untuk malam itu.” Dan sepertinya akan kugunakan petuah tersebut untuk malam ini. Setidaknya, akan kucoba.
“Yakin ae lah, mbak. Nanti juga ada gantinya yang lebih baik buat Mbak,” ucapku dengan nada yang lebih gentle.
“Apaan, sih … Mas?” ucap Saras sembari tertawa kecil. Dia bahkan memukul bahuku dengan sedikit kencang.
“Hehehe ….” Aku hanya bisa ikut terkekeh. Sepertinya, usahaku kali ini gagal. Padahal aku sudah memikirkan akan melepas keperjakaanku malam ini. Too soon, Fajar.
Motor yang kukendarai pun akhirnya sampai ke titik pengantaran. “Sudah sampai, Mbak.” Aku yang awalnya sedikit excited kini hanya bisa menghela nafas. Ternyata apa yang diucapkan oleh Widi tidak semudah itu untuk dapat kupraktekan.
“Makasih, ya … Mas,” ujar Saras sembari turun dari motorku. “Uangnya udah, ya.”
Dia pun membuka helm dan memberikannya kepadaku. “Sama-sama, Mbak,” jawabku lesu sembari menerima helm tersebut. Aku pun mengambil tas milik Saras yang dia tadi titipkan di depan motorku. “Ini, Mbak.”
Entah kenapa, Saras yang akan mengambil tas miliknya malah ikut memegang tanganku. Punggung tanganku seperti terkena sengatan listrik dia mengelus menggunakan tangannya yang terasa halus.
“Mampir dulu, ya … Mas. Sekalian saya balikin sweaternya didalem.” Dia pun membuka maskernya. Lalu tersenyum sembari menatap kearahku.
ANJING! SETAN! BABIK!
Aku tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Ternyata sedari tadi yang menjadi penumpang adalah Sisca, member JKT48 yang aku tonton tadi.
“Kenapa, Mas? Yuk, masuk dulu.”
Seakan terkena sihir, aku turun dari motor seraya mengikuti Sisca dari belakang. Aku terus berjalan dibelakang Sisca, masuk kedalam rumah kost hingga naik kelantai tiga, hingga akhirnya Sisca berhenti disebuah pintu.
“Monggo, Mas ….” Kembali aku menuruti perkataannya. Aku pun masuk kedalam kamar Sisca tanpa penolakan sedikitpun. Lagipula, kenapa aku harus menolak jika diundang oleh member secantik dan seseksi Sisca.
Aku lantas memandang kesekeliling saat sudah memasuki kamar Sisca. Sebagai seorang idol, kamar Sisca sendiri terlihat sederhana. Tidak ada yang terlalu mencolok bagi seorang yang menurutku sering terlihat glamor di media sosial.
“Ngelamun mulu, Mas.” Sisca yang memanggil membuyarkan lamunanku.
“Eh, iya … Mbak Sisca,” ucapku kaget. Seketika raut wajah Sisca menjadi berubah. “Kok masnya bisa tau nama saya Sisca?”
Benar juga, kami sendiri belum berkenalan. “Sa-saya sering nontonin mbak Sisca di teater,” jawabku sedikit gugup.
“Owalah …. Jadi masnya ini fans jekate, ya?” Aku mengangguk. Sisca pun kembali tersenyum. Senyuman Sisca terlihat sangat lembut. Senyuman yang kembali membuatku gesrek hanya dengan tatapan matanya tersebut.
“Betewe, mas … jangan ada temen-temen mas yang tau tentang hal ini, ya ….” Kembali aku hanya mengangguk mendengar permintaannya. Entah kenapa, wajah Sisca pun kembali murung. Seketika aku teringat dengan pengumuman kelulusan Nadila dan Rona di teater tadi. Mungkin Sisca benar-benar sedih merasa kehilangan akan hal tersebut.
“Yang kuat ya, Sisca.” Kembali, aku yang gesrek tiba-tiba saja mengucapkan perkataan yang aku sendiri tak tahu kenapa bisa berkata seperti itu. “Saya percaya, dengan kemampuan yang kamu punya, kamu bisa semakin bersinar di Jeketi. Bahkan kamu juga bisa jadi center kedepannya. Semangat, ya.”
Mendengar ucapanku, Sisca seperti terhenyak. Matanya terlihat membulat. Ekspresi yang dia tunjukan benar-benar membuatku ingin segera pergi dari sini. Aku benar-benar malu. Bisa-bisanya aku berkata hal cringe seperti itu.
“Makasih, ya …. Mas ….” Sisca seperti memberi jeda untuk mencoba menanyakan namaku. “Fajar, nama saya Fajar.”
“Ah, iya …. Makasih ya, Kak Fajar. Aku sendiri ga kepikiran kayak gitu. Apa yang diomongin sama Kak Fajar ada benernya juga,” ungkapnya kembali. Perlahan, wajahnya kembali bersinar, senyum pun mulai nampak dari wajahnya yang ternyata jika diliat sangat dekat cukup manis juga. Selama menjadi fans, aku tak pernah HS bersama dengan Sisca. Mungkin, sehabis ini, aku akan mencoba mengunjungi HSnya.
“Duh jadi pengen peluk kakaknya, deh.” Tanpa basa-basi, Sisca langsung memeluk tubuhku. Pelukannya pun benar-benar terasa amat rapat. Payudaranya yang empuk pun terasa menekan kearah dadaku.
Begitu pula dengan pinggulnya yang terus menekan kearah selangkanganku. Aku yang jarang menerima pelukan wanita, mulai memikirkan hal jorok. Penisku pun mulai ereksi dan menekan kearah tubuh Sisca.
“Eeh?” Sisca yang kaget lantas mengendurkan pelukannya dan menatap kearah wajahku. “Kok ada yang nyundul, sih … kak?”
“Itu … anu …. Duhh … maaf, Sis.” Aku kini mulai panik, takut jika Sisca malah mengira aku ingin berbuat mesum kepadanya. Sudah terbayang didalam pikiran aku akan diarak dan digebuki orang sekampung. Namun, hal yang berikutnya terjadi sungguh diluar dugaan.
Alih-alih meneriakiku mesum, Sisca malah menatap nakal kearah mataku. “Kakak mikirin apa, hayo ….” Tiba-tiba tangannya pun mulai mengelus jendolan penis yang mulai mencuat dari balik celanaku.
“Makasih banyak, lho … Kak Fajar. Kak Fajar udah mau nyemangatin aku. Aku tadi beneran down, lho ….” Terasa Sisca seperti mulai membuka ikat pinggang yang aku gunakan. “Sekarang, gue butuh pelampiasan emosi, Kak Fajar mau bantu, kan?”
Aura Sisca sekarang seakan berubah. Dia sekarang seperti macan yang akan menerkam mangsanya. Entah apa aku harus takut atau senang dengan situasi yang kualami sekarang. Disatu sisi, aku seperti takut dengan apa yang akan Sisca lakukan kepadaku. Disisi lain, aku merasa senang jika bisa melepas keperjakaanku bersama idola yang selama ini hanya bisa kutonton diatas panggung.
Tanpa sadar, kini celanaku sudah berhasil Sisca turunkan. Entah kenapa, Sisca seperti terkejut melihat penisku yang masih terbungkus celana dalam.
“Gede juga, ya …” ucap Sisca sembari menggigit bibir bawahnya gemas. Aku sendiri hanya bisa diam terpaku, bingung dengan apa yang harus kulakukan saat ini.
“Rileks aja, Kak ….” Sisca yang mengerti kegugupanku mencoba menenangkan. Dia lantas menuntunku untuk untuk duduk disamping ranjangnya. Setelah memastikan bahwa aku duduk dengan nyaman, Sisca kini mulai duduk bersimpuh dihadapan selangkanganku.
Penisku yang mulai tegang langsung mencuat saat Sisca menarik turun celana dalam yang kugunakan. Kembali dia terbelalak, nampak kaget saat melihat ukuran penisku yang memang dapat kubanggakan. Sisca nampak tersenyum senang. Kembali dia gigit bibir bawahnya dengan gemas seraya menggenggam penisku.
“Nngghh ….”
Lenguhanku keluar tak tertahan saat kulit tangan Sisca yang halus mulai bergesekan dengan batang penisku. Tangannya terus mengocok penisku perlahan ketika matanya yang nakal terus memandang kearahku. Pandangan yang membuat jantungku terus berdegup kencang.
Sambil terus mengocok penisku dengan tangan kanan, dia olesi kepala penis itu menggunakan cairan precum yang keluar menggunakan tangan kirinya. Hal tersebut sontak membuatku merasakan kegelian yang belum pernah kurasakan sebelumnya, dan terasa sangat nikmat hingga ku menengadah.
“UUGGHH!!”
Tiba-tiba saja Sisca meremas penisku dengan cukup kuat saat aku mendongkak menatap kearah langit-langit. Sontak hal tersebut membuatku mengejan. Rasa geli yang tak tertahan membuatku berejakulasi ditengah remasan tersebut.
Aku hanya bisa memejamkan mata saat penisku berkedut dan menembakan spermanya. Tangan Sisca yang masih terus meremas penisku saat berkedut membuat orgasmeku kali ini benar-benar terasa sangat nikmat.
Beberapa saat setelah orgasmeku mereda, kembali aku membuka mata dan menatap kearah Sisca. Sisca sendiri nampak terhenyak sembari membuka mulutnya cukup lebar.
“Anjir, Elu … kak! Bisa-bisanya elu ngecrot padahal belum gue apa-apain!” pekik Sisca dengan nada setengah tak percaya. “Percuma elu punya P gede tapi ga bisa makenye ….”
Sisca pun melepaskan genggaman tangannya dari penisku. Ditangannya terlihat gumpalan sperma kental milikku yang tadi kutembakan sembarang saat berejakulasi. Dia yang nampak kesal kemudian kembali menggerutu. “Gue belum dapet apa-apa dah kotor duluan, dih!”
Ucapan Sisca tersebut cukup membuatku kaget bercampur malu. Disatu sisi aku kaget melihat Sisca bisa sevulgar dan seakan terbiasa dengan urusan seks seperti ini. Disisi lain aku pun merasa malu mendengar ocehannya. Bisa-bisanya aku berejakulasi dini seperti ini.
“Ma-maaf, Sis … gue baru pertama kali …” ucapku kepada Sisca. Awalnya dia terlihat kaget. Namun tak lama dia kembali terlihat biasa saja.
“Oohh … pantes aja …” timpal Sisca sembari mengelap tangannya dengan tisu basah. “Cowok gue juga dulu gitu, kok. Untung aja gue sempet cabut sebelum keluar di dalem V gue ….”
Aku sedikit terkejut dengan pengakuan Sisca. Aku sendiri paham jika member pun hanya gadis biasa yang bisa saja memiliki hubungan khusus dengan lelaki diluar pekerjaannya sebagai idol. Namun, mendengar langsung dari membernya tetap membuatku terkejut. Sepertinya, Sisca pun sadar akan keterkejutanku.
“Eh, napa gue jadi nyerita macem-macem, dah …” ucap Sisca sembari menampari bibirnya. Dia pun memandang kearahku dengan tatapan mata yang tajam. “Elu jangan ember, ya … kak!”
Aku hanya bisa mengangguk lemah. Dia pun tersenyum setelahnya. “Betewe, elu masih bisa berdiri, kan … Kak? Gue jadi agak horny, nih.”
Tanpa menunggu jawaban dariku, Sisca kemudian melepas sweater yang sedari tadi membungkus tubuhnya. Tubuhnya yang benar-benar kencang kini mampu kulihat dengan jelas karena lampu kamar yang cukup terang, tak seperti di halte sebelumnya.
Melihat lekuk tubuhnya yang hanya dibalut pakaian ketat, penisku mulai bereaksi. Perlahan, batang kemaluan tersebut mulai menegang. Sisca yang ikut memperhatikan hal tersebut pun kembali tersenyum.
“Yah, paling nggak gue masih bisa ML ‘ma elu malem ini, dah. Jadi nggak sedih-sedih amat.”
Tanpa aba-aba, Sisca pun menarik tubuhku agar kami mendekat. Dia pun kemudian mencium bibirku. Ciuman yang sontak membuat seluruh tubuhku bergetar karenanya. Jantungku pun kembali berdegup dengan semakin kencang. Aku sendiri masih diam terpaku, tak mampu membalas ciumannya.
“Nape diem doang, Kak? Jan bilang elu juga baru pertama kali ciuman ama cewek tadi …” ucap Sisca saat melepas ciuman bibirnya kepadaku. Aku hanya bisa terbelalak karena tebakannya yang tepat.
Sisca yang sepertinya membaca ekspresi mikro dari wajahku sontak ikut terkejut. Dia pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. “Ya udeh nggak apa-apa, dah. Elu ikutin aja semua perintah gue, oke? Tau enak aja dah elu mah.”
Dia lantas menuntunku untuk berbaring diatas ranjangnya. Kemudian, dia pun merangkat diantara kedua kakiku, mempoisikan wajahnya tepat didepan penisku. Baru saja dia menggenggam penisku yang setengah menegang, dia lantas menatap tajam kearahku.
“Elu jangan sampe keluar cepet lagi, ya!” bentak Sisca dengan wajah khasnya yang galak. Seperti biasa, bentakan darinya seperti membuat kepalaku otomatis mengangguk.
Sisca pun mulai mengocok penisku. Rangsangan dari kulit tangan Sisca yang halus lambat laun membuat penisku kembali menegang. Penisku pun terasa mulai basah saat lidahnya kini ikut menyapu bagian bawah kepala penisku.
Rasa geli lambat laun mulai terasa menjalar dari ujung penisku. Sensasi yang ditimbulkan dari blowjob pertama yang kuterima sungguh sangat nikmat. Penisku terasa hangat dan basah akibat kuluman dan kocokan mulutnya itu.
Sisca terlihat semakin stabil memaju-mundurkan kepalanya, ketika penisku sudah mengacung dengan sempurna. Sisca mengulum penisku layaknya bintang porno yang sering kutonton. Sangat rapi dan sungguh memanjakan. Pinggulku pun terus menggeliat dibuatnya.
“Nggghh!!”
Pinggulku menggeliat sejadinya saat Sisca tiba-tiba menghisap kuat penisku didalam mulutnya. Cukup lama dia melakukan hal tersebut sebelum dia lepas kulumannya seraya mengambil nafas. Penisku terlihat basah kuyup oleh liurnya. Bahkan, terlihat liur yang menjuntai bagai benang masih menyatu dari bibirnya hingga kepala penisku.
“Keknya keenakan banget, tuh?” goda Sisca sembari menatap nakal kearah mataku. Tangannya pun mulai mengocok penisku. Sisca kembali tersenyum bangga saat aku mengangguk mengiyakan ucapannya. Karena memang, meskipun ini merupakan pengalaman pertamaku, aku bisa menilai bahwa blowjob barusan sungguh sangat hebat.
Kembali, Sisca mulai memasukkan penisku kedalam mulutnya. Namun, kali ini terasa berbeda. Sisca membuka lebar mulutnya, lalu mendorong kepalanya hingga penisku mulai masuk seluruhnya kedalam mulutnya. Kepala penisku seakan menabrak sesuatu saat bibirnya kini menyentuh pangkal penisku.
Anjing! Jika diingat dari film yang sering aku tonton, Sisca saat ini tengah mendeepthroat penisku. Rasanya sungguh sangat nikmat. Kepala penisku seakan dijepit entah oleh apa yang berada didalam mulutnya, dan tersebut benar-benar terasa amat nikmat.
Cukup lama Sisca menahan kepalanya hingga dia terdengar seperti tersedak. Matanya terlihat mulai berkaca saat dia melepas kuluman penisnya. Dia pun mulai mencoba menghela nafasnya yang terdengar tak beraturan.
Dia pun kembali mengocok dan meremas penisku yang semakin licin akibat liurnya. Kocokannya kembali membuat rasa gatalku semakin memuncak. Sepertinya aku akan kembali berejakulasi jika membiarkannya mengocok penisku seperti itu.
“U-udah, Sis …” ucapku sembari menahan kocokan tangannya. Sisca yang mengerti kemudian menghentikan kocokannya tersebut.
“Yaelah, Kak … masa gini doang elu dah mo kelar lagi, sih?!” dengus Sisca kesal. “Ya udah, gentian aja.”
Sisca pun bangkit dan langsung melepas selluruh bawahan yang dia gunakan. Dia lantas menyandarkan tubuh setengah terlentang dengan menopang kepada kedua sikutnya. Dia pun membuka lebar kedua kakinya hingga sekarang kudapat melihat dengan jelas bibir vagina Sisca. Jika dilihat, Sisca sepertinya selalu merawat bagian intim tersebut karena rambut kemaluannya nampak tak terlalu lebat.
“Jilatin v gue sekarang,” perintahnya sembari menatap tajam kearahku. Tatapan yang membuatku langsung menuruti dan bersimpuh dihadapan selangkangannya. Aku awalnya enggan menjilati area intim Sisca tersebut. Namun, entah kenapa wangi dari vaginanya seakan membuatku tersihir dan mulai menjulurkan lidahku.
“Ssshhh ….”
Sisca mendesis saat lidahku mulai menyapu bibir vaginanya. Desisan yang langsung membuatku mendelik. Terlihat mata Sisca begitu bernafsu. Dia pun menggigit bibir bawahnya gemas. Sisca lantas meremas rambutku seraya menekan kepalaku semakin dalam kearahnya. Mau tak mau sekarang seluruh bibirku seakan berciuman dengan bibir vaginanya.
Kuhisap-hisap dan kujilati seluruh bibir maupun lipatan vagina Sisca. Instingku hewan liar mulai menguasai pikiranku, membuat rekaman mengenai film jepang yang pernah kutonton mulai bermunculan. Reflek jariku mulai bergerak membelah bibir vagina Sisca saat mengingat sebuah adegan, yang langsung kupraktekan saat itu juga. Kutusukan jari tengahku sembari terus menghisap klitorisnya dengan cukup kuat.
“Nnnggg … Aaarrgghh ….”
Tiba-tiba saja Sisca melenguh cukup kuat. Dia kepalanya menengadah sebelum dia kembali menatap kearahku. Beberapa kali matanya terlihat mengerjap. Desahan terus mengalun indah dari mulutnya, seraya aku terus menjilati klitorisnya hingga basah. Kocokan jariku pun semakin kupercepat. Terasa jari tengahku seperti semakin basah oleh cairan entah apa yang mulai merembes dari bibir vaginanya.
“AAhh … nngghh … gue dah nggak tahan!”
Tiba-tiba Sisca bangkit seraya menatap tajam kearahku. Dia lantas mendorong tubuhku hingga terlentang diatas kasur. Sisca pun merangkak diatas tubuhku, menindih dan langsung mencumbu bibirku dengan cukup ganas.
Lambat laun, aku pun mulai membalas pagutannya, mengikuti apa yang bibirnya lakukan terhadap bibirku. Sisca nampak tersenyum puas saat merasa aku mulai bisa mengikuti ritme permainan ini.
“Cuupphh … ssllrrppp … mmhhh … cpphhh ….”
Lenguh desah mulai terdengar diantara decak ludah percumbuan kami. Beberapa kali kami pun mulai saling menghisap bibir, saling menautkan lidah di mulut masing-masing. Entah, aku hanya mengikuti instingku namun dapat kupastikan cumbuan kami memang benar-benar panas dan bergairah. Terasa liur mulai meleleh disela-sela bibir kami.
Tanpa aba-aba, Sisca terasa mengangkat selangkangannya. Dia pun memegangi penisku. Sepertinya dia mengarahkan penis tersebut kehadapan bibir vaginanya. Jantungku berdegup cukup kencang. Perlahan, Sisca pun menurunkan pinggulnya, membuat penisku mulai melesak masuk kedalam vaginanya.
“Aaahhh ….”
“Ngghhh ….”
Baik aku maupun Sisca kompak mendesah secara bersamaan saat seluruh penisku berhasil masuk kedalam liang vaginanya. Mata Sisca bahkan kembali mengerjap. Dia pun mendongak sembari menduduki selangkanganku.
“Ah … jadi gini ya rasanya memek cewek,” batinku. Hangat, basah, dan terasa sangat nikmat. Jauh rasanya bila dibandingkan dengan tangan, seperti yang sering kulakukan sembari menonton film jepang.
“Gedhe banget sih P elu, kak ….” Nafas Sisca terdengar sangat berat saat memuji penisku. Tak lama kemudian, dia mulai menggerakan pinggulnya.
Pinggulnya terus bergerak maju mundur, membuat penisku seakan mengaduk isi vaginanya. Terkadang, gerakannya dia ubah menjadi berputar. Sungguh, Sisca terlihat sangat erotis saat bergoyang diatas tubuhku, dan sukses membuatku merem-melek keenakan.
Sembari bergoyang, Sisca mulai menggeliat sembari mencoba melepas seluruh atasan yang dia gunakan. Dia pun langsung menarik tanganku kearah kedua dadanya itu.
“Hh Rhemesin dada gueh ….”
Langsung kuremasi kedua bongkahan payudaranya yang tidak terlalu besar namun terasa kencang itu. Hampir seluruh bagian payudaranya terjamah oleh telapak tanganku. Kuremas berputar kedua payudaranya hingga membuat Sisca mendesah keenakan. Beberapa kali tangannya pun ikut meremas tanganku gemas.
“Aawhhh kaakhh!”
Sisca mendesah cukup kencang saat putingnya yang mengeras ikut kumainkan. Kupilin dan kucolek-colek puting berwarna coklat muda yang menggemaskan tersebut, sebelum kembali meremas payudaranya berputar. Sisca yang sepertinya menikmati remasan tanganku dan genjotan pinggulnya hanya bisa mendongak.
Sisca mulai meningkatkan tempo genjotan pinggulnya. Nafasnya pun terdengar mulai memburu. Dirinya terlihat fokus, seakan mengejar sesuatu hal. Vaginanya pun terasa semakin hangat. Sesekali dinding vaginanya berkedut, memijati penisku yang semakin terasa gatal.
“Aaahh … Sis, gue dah mau keluarh ….”
Ya, sepertinya penisku akan berejakulasi sebentar lagi. Sisca yang menyadari hal tersebut sontak menatap tajam kearahku.
“Tahan! Jan sampe elu keluar sebelum gue! Gue juga bentar lagi!!” hardiknya.
Aku hanya mengangguk. Sambil terus bergoyang, Sisca mencoba merapikan rambutnya sejenak. Dia sibakkan rambut yang berantakan didepan wajahnya. Sambil mengangkat kedua tangan, dia pun mulai mengikat ponytail rambut panjangnya tersebut. Pemandangan yang terlihat sangat seksi membuatku semakin sulit menahan orgasmeku.
Dia kembali meningkatkan tempo goyangannya. Semakin lama, goyangan tersebut semakin liar dan tak beraturan. Desahan Sisca pun semakin lama terdengar semakin kencang. Semakin lama, vaginanya terasa semakin hangat dan basah. Belum lagi kedutan dinding vaginanya yang semakin terasa intens. Sungguh, aku tak sanggup lagi menahan orgasmeku.
“NNGGHH GUE NYAMPE-AAAHHH!!”
Sambil mendongkak, Sisca melenguh cukup kencang. Pinggulnya menyentak beberapa kali. Vaginanya terasa menyemburkan cairan yang semakin terasa membasahi penisku. Tak hanya itu, pijatan dari dinding vaginanya serasa meremas kuat penisku yang berada didalamnya.
“AAHH SISS!!”
Aku sudah tak sanggup. Kuremas kedua paha Sisca dengan cukup kencang. Sambil mengejan, kutembakan spermaku didalam vaginanya.
“Eeehh, Kak!?”
Aku yang sedang diluputi orgasme semakin menekan pinggulku, mencoba menusukkan penisku semakin dalam di vaginanya. Pantas saja orang mau membayar mahal hanya untuk bercinta, ternyata rasanya senikmat ini. Apalagi dinding vagina Sisca yang terus memijati saat aku berejakulasi didalam vaginanya.
Eh?
Benar juga, aku mengeluarkan spermaku didalam vaginanya! Sisca sendiri masih terlihat tak percaya memandang kearahku.
“Elu kok keluar didalem, sih … Kak?”
“Ma-maaf, Sis!” Aku yang panik lantas mengangkat tubuhnya dari atas selangkanganku. Penisku yang sudah mulai turun langsung tercabut dari vaginanya. Terlihat, cairan kental spermaku merembes keluar bercampur cairan bening yang sepertinya berasal dari vaginanya itu.
Pikiranku langsung menerawang melihat hal tersebut. Bagaimana jika Sisca sampai hamil? Apa aku harus bertanggung jawab? Bagaimana caraku untuk menafkahi Sisca dan calon anak kami nanti?
Namun anehnya, Sisca tidak menunjukan reaksi yang sama denganku. Meski awalnya kaget, kini dia dengan cueknya membersihkan vaginanya menggunakan tisu basah. Dia malah menggerutu akibat spreinya yang kini kotor oleh ceceran spermaku.
“Elu nape bengong, kak? Dah sana bersiin dulu tuh P elu dikamar mandi,” ucap Sisca dengan nada yang sedikit tinggi. Aku sedikit bingung bagaimana bisa dia setenang ini padahal bisa saja dia hamil akibat persenggamaan kami tadi.
“Ka-kamu nggak akan kenapa-kenapa kan, Sis?” tanyaku memberanikan diri.
“Kenape-kenape gimane, kak?” tanyanya heran. Aku pun memandang kearah tisu yang sedang dia genggam. Dia pun ikut memandang kearah tisu tersebut.
“Aaah … elu kira gue bakal hamil gegara elu crot didalem V gue, kak?” Aku mengangguk lemah. “Tenang aja kali, Kak. Kalo dari itungan gue, gue lagi nggak subur, Kok.”
Aku hanya bengong mendengar penjelasannya itu. “Yaelah, kak …. Elu beneran kagak ngarti ginian, ya? Susah deh gue kalo ngejelasin panjang lebar, hadeh ….”
Sisca pun menarik cukup panjang. “Intinya, gue nggak bakalan hamil, kok. Dah sana bersiin dulu ….”
Meskipun aku masih kurang paham, mendengar dia tidak akan hamil cukup membuatku tenang. Tanpa banyak bicara lagi, aku pun berjalan menuju kamar mandi yang berada di ujung kamar ini.
“Tapi, ntaran lagi kalo maen, elu tanya dulu, gue subur apa nggak, oke?” ucap Sisca sembari menarik spreinya dari atas ranjang. Sontak hal tersebut membuatku kembali terkejut. Aku pun memandang kearah Sisca yang juga sepertinya ikut kaget atas perkataannya tadi.
“Nanti mau lagi, Sis?”
“NGGAK TAU AH!!”
.
.
.
End?
Terakhir diubah:
alshawn
Semprot Addict
- Daftar
- 9 Mar 2013
- Post
- 480
- Like diterima
- 1.200
Sore kakak-kakak semua ...
Maaf kalo tiba-tiba aku bikin cerita yang nggak begitu nyambung sama cerita utamaku. Tiba-tiba aja pengen bikin cerita fresh yang masih ada didalam universe cerita ini.
Semoga saja berkenan buat baca. Kalo misalkan yang tertarik cukup ramai, mungkin aku bisa bikin karakter-karakter lain buat eksplor sisi lain dari universe cerita ini.
Segitu aja kali, ya? aku nggak bisa banyak nyusun prakata soalnya, enjoy.
Maaf kalo tiba-tiba aku bikin cerita yang nggak begitu nyambung sama cerita utamaku. Tiba-tiba aja pengen bikin cerita fresh yang masih ada didalam universe cerita ini.
Semoga saja berkenan buat baca. Kalo misalkan yang tertarik cukup ramai, mungkin aku bisa bikin karakter-karakter lain buat eksplor sisi lain dari universe cerita ini.
Segitu aja kali, ya? aku nggak bisa banyak nyusun prakata soalnya, enjoy.
CokYeahhhhh
Semprot Addict
- Daftar
- 28 Oct 2019
- Post
- 451
- Like diterima
- 840
abis ngantar saras trus disuruh mampir, lalu sisaras jadi nama siska
alshawn
Semprot Addict
- Daftar
- 9 Mar 2013
- Post
- 480
- Like diterima
- 1.200
maap kak subes.Pantesan gw bingung, lah sama cerita utamanya aja sering bingung
ntar kedepannya aku bakal koreksi biar ga terlalu bingung.
nama panjang sisca kan fransisca saraswati, kak.
aku pake nama saras ceritanya buat nama di aplikasi ojolnya.
biar ga langsung tertuju ke sisca sih, awalnya.
tapi maaf kalo jadi bikin bingung, kak.
aku bikin pake pengalaman pas jadi ojol dulu soalnya, ada yang kaya gitu.
namanya di aplikasinya siapa pas nganterin namanya siapa.
sama-sama mas.
tapi maaf juga jadi agak melenceng dari cerita utamanya.
belum nemu celah soalnya.
Emangnya belum ada yang pernah nulis sisca, ya?
kalo diceritaku mah belum satu kosan, kak.
siap kak, makasih banyak.
- Status
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
