Episode 09b
I Write Sins not Tragedies Extended (Dari Kemarin Semakin Suka)
“Aaahhh … nnnggghhh … oouuhhh ….”
Lenguhan dan desahan terus keluar dari mulut Aby saat kusodok vaginanya dari belakang. Aby yang berdiri berpegangan pada
counter dapur hanya bisa menungging pasrah saat vaginanya terus kuhujam tanpa ampun.
“Aaahhh … padahal masih pagi yaanngghhh ….” Aby terdengar protes disela desahannya. Benar, jarum jam bahkan belum menunjuk angka tujuh, tapi aku sudah kembali menggumulinya. Padahal sejak kemarin malam entah berapa banyak kusemprotkan spermaku ke dalam vaginanya.
“Nnggghhh ….” Tak sadar aku melenguh di tengah pompaanku. Meski kugempur semalaman, vaginanya masih terasa menjepit di setiap sodokannya. Aby sendiri terus meracau, tubuhnya terhentak-hentak seirama dengan tusukan penisku.
“Emang … auuwwhh … kakakh nggak … capeenngghh???” Tanya Aby ditengah racaunya. Aku sendiri tak berencana menggumuli Aby pagi ini. Namun, melihatnya menyiapkan makanan mengenakan
apron, nafsuku kembali naik.
“Salahmu sendiri, Bi. Kenapa berpakaian seperti ini.”
“Aaahh … tapi kaaakkhh … akuu kan nggak pakhee apa-pa nnnggghhh ….”
Tepat sekali, di balik
apron tersebut, Aby tidak mengenakan apa-apa lagi. Buah dadanya yang ranum dan kencang, membusung seakan mengintip di balik celah
apron. Pantatnya yang mencuat pun seakan menantang. Entah dia sengaja atau tidak berpenampilan seperti itu. Yang jelas, tubuhnya sekarang menjadi salah satu menu sarapan pagiku hari ini.
“Aawwwhh … kaaakkk ….”
Plok plok plok
“Ssshhh … Aaahhhh ….”
Sudah hampir dua puluh menit aku memompa vaginanya dari belakang. Racau nikmat Aby yang awalnya cukup kencang kini mulai melemah. Tumpuan kakinya yang berjinjit pun sedikit mengendur. Tanganku harus ikut menahan pinggulnya agar tidak jatuh. Terlihat bekas tanganku tercetak di pantatnya putih mulus, karena beberapa kali aku menampar bongkahan sekal tersebut. Mungkin karena masih pagi, penisku terasa lebih sensitif. Terasa spermaku sudah ingin terpencar keluar.
“Nnnggghhh … aku mau keluar … Bi.”
“Aaahhh … di dalem ajhaaa kaakkhh … barengghh ….”
Aby mendongak saat kutarik rambutnya dari belakang. Mulutnya yang mengap-mengap terus mendesah. Kupercepat sodokan penisku. Suara tumbukan dari selangkanganku terhadap pantatnya terdengar semakin cepat. Vaginanya kembali berkedut dan terasa hangat. Sepertinya Aby pun sudah ingin orgasme, orgasme ketiganya pagi ini. Pompaanku semakin tidak beraturan hingga akhirnya dengan sekali hentakan kubenamkan penisku dalam-dalam ke vaginanya.
“Enhaaa bangheeett yaangg NNGGGHHH!!!”
“GGGHHH BIII!!!”
Aby yang sepertinya orgasme terlebih dahulu terlihat mengejan. Vaginanya terasa seperti menghisap penisku. Aku pun ikut berejakulasi, kembali menyemprotkan sperma kedalam rahimnya. Orgasme pagi ini sungguh terasa nikmat. Dahiku pun terasa basah oleh keringat. Tak jauh berbeda dengan Aby, rambutnya yang lepek terlihat sangat berantakan. Nafasnya pun tersengal.
PLOP
“Nnngg …” Aby sedikit mengerang saat penisku yang sudah setengah tegang keluar dari liang vaginanya. Tak lama, sperma yang bercampur dengan cairan bening miliknya meleleh keluar dari vagina tersebut. Aku pun langsung mengambil tempat untuk duduk, pegal sekali.
Well,
morning sex ini terasa seperti lari marathon. Apalagi sedari tadi posisiku hanya setengah berdiri, mencoba menyeimbangkan tinggi kami.
“Hhh … hhh … pagi-pagi Kak Janu udah bikin capek, ih!” Protes Aby yang bersimpuh di depan meja
counter. Tubuhnya bergerak naik-turun. Tatapan tajamnya kontras dengan senyum penuh arti dari bibirnya.
“Tapi enak, kan?” Aby tersipu mendengarnya. Wajahnya tak bisa memungkiri bahwa dia pun menikmati permainan singkat di pagi ini.
“Biar aku bantu menyiapkan makanan, ya.” Aku bangkit dan mendekatinya. “Habis makan nanti kita bisa bersiap untuk pergi. Aku sudah janji kepadamu, kan? Atau kita beristirahat saja sampai pulang nanti?” Tanyaku.
“Jadi, dong, Kak. Masa iya aku nolak jalan sama pacarku sendiri? Yuk, masak.” Seolah mendapat tenaga tambahan, Aby bangkit dan kembali menyiapkan makanan. Canda tawa terus mengiringi kami hingga kami selesai sarapan. Semenjak malam tadi, Aby menetapkan pilihannya untuk menjadi pacarku. Dia setuju untuk menjaga hubungan ini tetap menjadi rahasia. Tidak masalah buatku, selama dia mau melayaniku.
“Aku mandi dulu ya, Kak.” Aby kemudian bangkit dan mulai beranjak menuju kamar. Namun, melihat pantatnya yang mulus tanpa terhalang apapun membuat nafsuku berangsur naik. Tanpa menunggu lama aku pun bangkit dan mengikuti Aby dari belakang.
“Kita mandi bersama saja, Bi,” ujarku sembari mendekap tubuhnya dari belakang. Tanganku mulai mengerayangi paha dan payudaranya. Aby pun sedikit meronta dan mendesah.
“Nngghhh … nggak mau ahh kak nngghh … nanti malah nggakh mandi aaahhh ….” Aby memejamkan mata seperti meresapi setiap sentuhanku. Tak kugubris protesnya tersebut. Kudorong tubuhnya hingga ke depan kamar mandi, dan kami pun akhirnya mandi bersama, setelah sebelumnya kembali “bermain” didalam
bathtub, tentunya.
.
.
.
“Sudah cukup, kan, Bi?” Kuusap peluh yang membasahi kening saat memarkirkan sepeda. Cukup terik juga sinar matahari siang ini. Bahkan hembusan angin yang menerpa tubuh pun terasa panas.
Fuck,
I really hate beach!
“Makasih ya sayang, udah nemenin aku.” Aby langsung merangkul lenganku saat kami berjalan masuk kedalam vila.
“Banyak juga yang kamu beli, Bi” Ucapku sambil melirik jinjingannya. Beberapa tas belanja milik Aby turut “pulang” bersama kami. Aby hanya tersenyum lebar dan terkekeh menatapku.
“Kamu senang, Bi?” Aby mengangguk. “
Happy is good,” ucapku kembali. Aku lantas duduk di sofa saat kami sudah masuk kedalam vila. Aby sendiri langsung mengecek barang belanjaannya.
Aku pun merogoh gawai dari saku. Ternyata cukup banyak juga notifikasi pesan yang masuk. Salah satunya dari kekasihku, Nadila.
NADILA CINDI
Maafin aku kemaren ya sayang (08.59)
Aku kangen kamu Jan (10.23)
Ntar kalo urusan kamu udah beres, kasih tau aku ya (10.23)
Love you (10.45)
Aku menghela nafas cukup panjang. Sebenarnya aku sudah cukup jengah dengan Nadila yang seperti ini. Namun, di sisi lain, aku juga sangat menyayanginya. Kubalas pesan tersebut dengan mengabarkan bahwa aku akan menghubunginya kembali nanti.
“Sebentar lagi kita pulang, ya, Bi,” ucapku kepada Aby yang terlihat fokus memperhatikan barang belanjaannya sedari tadi. Mendengar hal tersebut, Aby merengut. Bibirnya mengerucut.
“Yah, kak. Nggak bisa gitu kita pulangnya nanti sore aja? Aku masih ingin kepantai,” rajuknya manja. Wajah merengutnya malah membuatku geli, dan terlihat sangat lucu.
“Baiklah. Kita ke pantai belakang saja, ya?” Raut wajahnya berubah sumringah. Dia pun menggandeng tanganku.
“Yuk sekarang yuk.” Dia pun menarik diriku untuk pergi ke pantai belakang vila ini.
Sesampainya dipantai, Aby terlihat bersemangat. Kami pun berjalan menyusuri pantai yang cukup luas ini.
“Aku tuh suka banget kak, sama pantai.” Aby yang sekarang berjalan agak didepan menatap kearah laut.
“Suara ombaknya bener-bener nenangin, Kak.” Kami pun kembali berjalan beriringan saat aku berhasil menyusulnya.
“Aku juga, Bi. Terutama pantai ini.”
“Emang pantai ini kenapa, Kak?” Tanya Aby sembari menghentikan langkah dan menatap kearahku.
“Karena di pantai ini ada kamu, Bi.” Sambil tersenyum kutatap matanya yang langsung terbelalak.
“Iiiihhh gombal banget siiihhh.” Wajah Aby terlihat begitu merona. Sembari tersipu dia alihkan pandangannya dariku. Aku hanya bisa tertawa melihatnya salah tingkah seperti itu. Kupegang dagu Aby, kuangkat hingga dia menatap wajahmu.
“You’re so beautiful, Bi.” Aby yang tersipu hanya bisa mematung menatapku. Mulutnya sedikit terbuka. Kudekatkan wajahku dan langsung kucium bibirnya. Aby yang awalnya kaget lama kelamaan mulai membalas ciumanku. Dipegangnya kedua pipiku sembari mulutnya terus melumat bibirku. Cumbuan kami menjadi semakin ganas dan membabi buta.
Hembusan nafas kami bersahutan terdengar berat dan memburu. Tanganku yang awalnya mengelus wajah mulai turun, menuju payudara dan pantatnya yang membusung.
“Mmmmaaahh … ja … ngaaannn, kaaakkhh ...” rintih Aby. Dia meronta hingga cumbuan kami terlepas. Setelah itu dia melirik kesana-kemari.
“Tenang, sayang. Ini
private beach. Tak akan ada yang memergoki kita disini.” Kembali aku mencumbu bibir Aby sembari mendorong tubuhnya hingga bersender kepada tebing. Aby yang sudah mulai tenang kini semakin berani. Cumbuannya terasa semakin dalam, bahkan lidahnya sekarang sedang bermain didalam mulutku, mencari lidah untuk saling terkait.
“Hhmmm … cccllppkkkhhh … mmmhhh ….”
Kuturunkan
mini dress hitam bercorak bunga yang dia gunakan beserta bra hitam hingga ke perut. Langsung kusambar payudaranya yang seakan tak pernah bosan kumainkan selama dua hari kebelakang. Kuremas gundukan daging kenyal tersebut, lalu kupilin putingnya lembut. Aby terdengar mendesah nikmat disela cumbuan kami.
“Aaauwwhh kaakkhh … pelan ….”
Cumbuan kami terlepas karena Aby tiba-tiba mengadahkan kepalanya. Sekarang giliran lehernya yang mulus menjadi sasaran cumbuanku. Kucumbu dan kujilati dan terus turun hingga lidahku kini mulai menjilati putingnya yang sudah mengeras. Desahnya kian menjadi saat putingnya yang satu lagi terus kupilin memutar.
“Aaahhh … geliii kaakk … enaakkk ….”
Tanganku yang lain kini mulai menyingkap
mini dressnya dari bawah. Terasa cukup lembab saat tanganku mulai mengelus vaginanya dari luar celana dalam.
“Geliii kaak ….” Pinggul Aby terus bergerak gelisah saat jemariku masuk kedalam celana dalam dan menggosok-gosok klitorisnya. Hisapanku terhadap putingnya pun tak berhenti. Terasa tangan Aby mulai meraba-raba celana pendek yang kugunakan. Sepertinya dia berusaha untuk merogoh penisku yang memang sudah sesak ingin keluar dari celana.
“Aaahhh kaaakkk ….”
Aby mendesah keras saat jariku mulai menusuk-nusuk liang kemaluannya yang sudah sangat basah. Aby yang sudah berhasil mengeluarkan penisku yang mengacung tegak pun berusaha mengocok batang berurat tersebut. Kami kembali berpagut mesra sembari terus saling merangsang area vital satu sama lain.
“Kurang, kak ….”
Tiba-tiba saja Aby berkata seperti itu. Wajahnya terlihat sudah terangsang berat.
“Apa yang kurang, Bi?” Kuhentikan kocokan jariku, namun tetap kubiarkan jari tersebut berada didalam liangnya. Aby kemudian terlihat memelas menatapku. Pinggulnya mulai meronta. Aby kemudian menggigit bibir bawahnya sambil terus menatapku.
“Ti … titit, kaak …” lirihnya sembari tersipu. “Uuhhh … Eehhh??” Aby terlihat keheranan saat aku mencabut jari dan merebahkan tubuh diatas pasir. Kaus yang tadi kulepas kini kujadikan alas untuk kepala.
“Mau gimana, Kak?” Aby yang mulai gelisah. Pahanya bergerak gelisah, mengapit selangkangannya sendiri.
“Kemari, Bi.” Kubalikkan tubuhnya hingga dia menghadap ke laut lepas ketika dia mulai menaiki tubuhku. Kupegang pinggangnya, sembari mengarahkan penis untuk masuk kedalam vaginanya.
“Aaawwhh kaaakk … pelaaann ….” Vagina Aby terus berkedut dan terasa menyempit, menyulitkanku untuk melakukan penetrasi. Lirih dan desah seakan menjadi latar suara yang menemani percobaan penetrasi ku. Setelah beberapa kali tubuhnya naik-turun, penisku masuk seluruhnya.
“Hhhh … Hhhhh ….” Hanya deru nafas Aby yang terdengar. Aku sendiri hanya bisa memandangi punggungnya yang putih mulus. Vaginanya yang hangat dan basah berkedut, memanjakan penisku yang ada di dalamnya.
“Aaauuhhh ...” lirih Aby sembari mendongak saat aku menggoyangkan pinggulnya dengan tangan. Dia kemudian menoleh kearah belakang.
“Bentar, kaak. Aku deg-degan.” Tatapannya sungguh sayu diatas pipi yang merona. Aku hanya tersenyum. Tak lama, Aby mulai menggerakan pantatnya naik turun. Tangan Aby memegangi lututku untuk bertumpu. Diposisi ini aku hanya bisa melihat punggungnya yang indah serta penisku yang keluar masuk ke dalam vaginanya. Rambutnya yang dikepang tersibak ke samping, membuatku bisa melihat tengkuknya yang putih penuh peluh. Sesekali Aby menoleh kebelekang sembari memejamkan mata dan mendesah.
“Aaawwhhh … kaaakkk … enaakkk banget … sayaanngg ….”
Masih diposisi yang sama, tubuh Aby sekarang condong ke belakang. Sambil menggerakkan pinggul maju mundur, satu tangannnya bertumpu kedadaku, sedangkan tangan kirinya terlihat seperti meremas payudaranya sendiri. Kubantu gerak pinggulnya dengan tanganku.
“Aaawhhh … saaayaangg … aaahhh ….”
Aby terus mendesah, tubuhnya semakin condong kebawah, kepalanya menggeleng liar. Gerakan pinggulnya pun semakin tak beraturan.
“NNNGGGHHHH!!!”
Aby melenguh kencang. Pinggulnya menegang hingga penisku tercabut. Tubuh Aby yang lemah dan basah penuh peluh ambruk menindih tubuhku. Nafasnya berat dan tersengal.
Kuelus rambutnya, kemudian kucium kening Aby sebelum mengangkat tubuhnya untuk berbaring di pasir.
“Nnngghhh kaakk ….”
Aby melenguh pelan saat penisku mulai kembali menjejali vaginanya. Tidak sesulit penetrasi awal, vaginanya sudah mulai beradaptasi dengan penisku. Perlahan pinggulku bergerak, memompa vagina Aby yang masih saja terasa menjepit.
“Aahhmmmppp … ccclpppkkk … sssllrppaahhhmmpp ….”
Cumbuan kami begitu dalam dan mesra ditengah pompaan penisku. Terik matahari menambah panasnya pergumulan kami diatas pasir pantai ini. Penisku terasa mulai gatal. Kuangkat tubuhku sehingga tegak dan bertumpu kepada kedua lutut, kupegangi kedua pahanya yang terbuka cukup lebar. Tanpa ampun langsung kupercepat tempo sodokan, mulai mengejar orgasme yang sebentar lagi akan sampai.
“Aaawhhh … kaaakkk … aaahhh … terusiinn ….”
Tubuhnya tersentak disetiap sodokan penisku yang cukup keras. Kedua bongkahan payudaranya pun memantul tak karuan. Wajahnya terlihat meringis, meski mulutnya terus meracau penuh kenikmatan.
“Aaahhh … kaaak … Aaahhh …. NNNGGGGHHHH!!!”
Aby melenguh cukup kencang. Matanya terlihat mengerjap. Vaginanya terasa menyemprotkan cairan hangat. Dindingnya pun terasa memijit-mijit, membuatku yang terus memompa penis kewalahan dan akhirnya pertahananku jebol.
“NNNGGGHHH!!! Biii …”
Kutusukan Penisku dalam-dalam di vaginanya, dan kusemburkan sperma di dalam liang tersebut. Langsung kusambar bibirnya untuk kucumbu. Aby yang berada sedang menikmati orgasmenya pun membalas ciuman sembari memegangi gemas wajahku.
“
I love you, Kak Jan …” ujar Aby sembari tersenyum saat ciuman kami terlepas. Matanya menatap penuh arti. Aku hanya tersenyum, kemudian kembali mengecup keningnya. Aku pun beranjak dari tubuhnya, penisku yang masih tegang ikut tercabut, membuat sperma yang bercampur dengan cairan vaginanya meleleh keluar.
Aby langsung bangkit dan berinisiatif membersihkan penisku. Aku hanya duduk dan menikmati setiap hisapannya. Aby kembali mengulum penisku hingga basah oleh liurnya. Lidahnya terasa nikmat menyapu batang penis yang berada di mulutnya, hingga liur keluar dari sela bibir manisnya. Dihisapnya kuat penisku, terasa ngilu hingga aku hanya bisa memejamkan mata meresapi kenikmatan tersebut.
“Mmmhhh … Mmmmppuuaahh … hehe ….” Aby langsung tersenyum lebar sembari terkekeh melihatku. Tangannya masih tidak henti mengelus penisku.
“Kita kembali sekarang, ya, Bi. Kasihan Pak Rosyid menunggu kita untuk pulang.” Kuelus ringan rambutnya. Aby hanya mengangguk. Aby terlihat membetulkan pakaiannya, begitu pula denganku. Sambil berjalan, Aby terus merangkul lengan, memeluknya seperti tidak ingin lepas. Kami pun masuk kedalam vila dan langsung mempersiapkan diri untuk pulang.
.
.
.
Bahkan hingga kami duduk diatas geladak kapal dalam perjalanan pulang, Aby terus memeluk lenganku. Tangan kami pun saling menggenggam. Aby menyenderkan kepalanya di bahuku, menikmati senja yang mulai menghilang dibalik horizon.
“Makasih, ya, Kak. Udah ngajak aku liburan. Aku seneeeng banget.” Aby mengangkat kepalanya dan mencium pipiku. Dia tersenyum manis saat kutoleh. Kubalas senyuman tersebut dan kucium keningnya.
BZZZ BZZZ
Langsung kurogoh gawai yang bergetar dari saku celana. Saat ku cek notifikasi, ternyata Aurel mengirim pesan.
VANIA AURELLIA
“Duh yg sbuk smp lupa sm gw” (15.13)
“Ktmuan bs kli ka, gw kgn ni” (15.13)
Aku merasa geli melihat isi pesan tersebut. Pesannya selalu rumit untuk dibaca, Aurel terlalu sering menyingkat kata.
“Kenapa senyam-senyum sendiri, Kak?
WA dari siapa?” Tanya Aby yang terlihat keheranan melihatku tersenyum sendirian.
“Tidak ada apa-apa, Bi. Sepupuku mengirim pesan yang lucu.” Kukunci layar gawai dan langsung kumasukan kedalam saku.
Maybe I will pay Her a visit, later.
.
.
.
VANIA AURELLIA
“Dih mnt d jmpt” (16.46)
“Lu dh gd kn? Kmr gw msh yg sma” (16.46)
“Bruan ksni! Bntu gw” (16.46)
Huft …
Sambil menghela nafas aku pun turun dari mobil. Sekarang Aku berada di depan rumah kostnya. Entah apa yang akan dia bawa sehingga aku harus membantu mengangkatnya keluar. Tepat dua pekan berlalu semenjak liburan singkatku bersama Aby, akhirnya aku bisa kembali bertemu kembali dengan Aurel.
Pagi tadi Aurel memintaku untuk menemaninya makan diluar. Kebetulan sekali Nadila dan Aby secara bersamaan menjadi bintang tamu di salah satu acara malam televisi swasta. Karena tidak ada yang ingin kulakukan, aku pun mengiyakan ajakannya.
TOK TOK TOK
Pintu kamarnya kuketuk.
“Kak Janu? Bentar!” Sahut Aurel dari dalam kamar. Terdengar suara langkah kaki hingga akhirnya berhenti di dekat pintu, berganti dengan suara kunci pintu yang diputar. Kepala Aurel muncul dari balik pintu yang setengah terbuka. Mulutnya berkumut, memamerkan giginya yang berkawat.
“Apa yang harus kuangkat, Rel?” Tanyaku ketus.
“Buset dah, asem bener tuh, muka? Sapa dulu, kek.” Aku tersenyum simpul mendengar protesnya tersebut.
“Selamat sore, Nona Ni Made Ayu Vania Aurellia. Ada yang bisa saya bantu?”
“Dih, sensi amat. Kaya pacarnya, deh.” Aurel terkekeh, “Masuk dulu, Kak. Biar gue tunjukin barangnya.”
Aku langsung masuk saat Aurel membuka pintu. Tidak banyak perubahan dari dalam kamarnya semenjak kukunjungi beberapa bulan yang lalu. Hanya saja barangnya menjadi semakin sedikit. Mungkin karena sekarang dia tinggal sendirian, tidak bersama temannya sesama anggota JKT48 Akustik itu. Aku pun mulai membalikan badan, mencoba melihat Aurel yang sedari tadi berada di belakang pintu.
“Yang mana bar-Eeehhh!!” Belum selesai ucapanku, Aurel yang tiba-tiba sudah berada di belakang membuatku kaget. Aurel kemudian mendorong tubuhku hingga terjatuh duduk di samping ranjang. Matanya menatap tajam sembari menyeringai.
“Re-Rel?”
Aku hanya bisa terpaku melihatnya. Tubuh Aurel sekarang hanya berbalut
lingerie one-piece dengan belahan dada yang sangat rendah berbahan sutra yang cukup tipis.
Cleveage terlihat jelas diantara buah dadanya yang membusung. Wajahnya semakin mendekat kearahku. Aurel mencium ringan bibirku, melumatnya perlahan. Kemudian dia berbisik mesra ketelingaku, sembari meremas benda menonjol diantara selangkanganku.
“Aku kangen juga sama ini, Kak ….”
.
.
.
tbc