Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lorem Ipsum Dolor Sit Amet (All I Wanna do is Keep on Loving You) END

Status
Please reply by conversation.
Episode 18

One Call Away




“Jadi gitu, ya? Aku tak bisa berbuat apa-apa kali ini, Rel,” ucapku kepada Aurel ditelepon. Sepertinya baru pertama kali kami mengobrol suatu hal yang serius sampai selama ini. Aurel tiba-tiba saja menelepon. Saat kutanyakan kabarnya, dia langsung menangis. Dia pun lantas bercerita tentang masalah yang dia alami, serta mengapa dia seakan menghilang selama dua pekan kebelakang.

Ya, selepas acara di rumah Bang Ahmad, Randi yang merupakan kekasih, atau mungkin bisa disebut “peliharaan” Aurel bercerita kepadaku tentang dirinya yang seakan dijauhi oleh Aurel. Dia tak dapat menghubungi atau pun menemui Aurel.

Sebenarnya, saat Randi bercerita aku langsung mengirim pesan kepada Aurel, mencoba menanyakan kabarnya. Namun, pesan tersebut tak dibalas oleh Aurel. Randi terus mendesak agar aku menghubungi Aurel, menanyakan kabarnya. Beberapa hari Aurel pun tidak mengangkat teleponku. Saat kususul ke rumah kostnya, tidak ada seorang pun disana. Hingga akhirnya, Aurel lah yang menghubungiku.

“Nggak apa-apa, Kak. Semuanya salah gue, kok. Gue udah siap nerima semua konsekuensinya. Kalo emang sampe nyebar, kayanya gue harus ngilang dulu, Kak,” ucap Aurel sedikit terisak.

Aku hanya bisa menghela nafas. Aku tak tahu bagaimana cara menolongnya kali ini. Dan memang, blunder yang dilakukannya kali ini cukup fatal. Dia salah mengirim video personal yang seharusnya dia kirimkan kepada Randi. Setelah itu, kontak yang tak sengaja mendapat video tersebut tiba-tiba saja menghilang. Hal itu jelas membuat Aurel stress hingga dia tak mau bertemu dengan siapa pun.

Please take time as much as you want. Aku masih berharap semoga videomu tak tersebar luas, Rel. Hubungi aku jika kau butuh sesuatu, Okay?”

Oke, Kak. Makasih banyak, ya ….”

Kututup layar gawai ketika sambungan telepon kami selesai. Kembali, aku menghela nafas. Aku tak habis pikir mengapa dia bisa kembali melakukan kesalahan yang sama. Kesalahan yang membuat hubungan kami bisa seperti ini.

***

Bandung, tiga tahun yang lalu – Selepas makan siang bersama, aku pun langsung menuju kamar yang biasa kugunakan saat berada di kediaman Kakek. Cukup melelahkan, baru saja tiba dari London, aku langsung dicerca dengan banyak pertanyaan oleh Kakek dan juga beberapa saudaraku.

Akhirnya aku pun bisa beristirahat. Kurebahkan tubuhku diatas ranjang yang terasa sangat empuk. Sungguh, perjalanan selama 17 jam di pesawat membuat tubuhku sangat pegal.

BZZZ BZZZ

Gawai yang masih berada di sakuku terasa bergetar. Langsung langsung kurogoh dan kutatap layar gawai itu. Terlihat nomor asing mencoba mengirimkan ku pesan. Kontak dengan nomor awal +62. Entah, tidak ada orang Indonesia lain yang mengetahui nomor teleponku selain keluarga besar. Penasaran, aku pun langsung membuka pesan tersebut.

Aku dikejutkan dengan isi pesan yang dikirimkan oleh orang itu. Dia mengirimkan foto selfie, dimana dia tidak mengenakan atasan apa pun. Seluruh kulit tubuhnya yang eksotis terlihat jelas tak terhalang apapun, begitu pula payudaranya yang terlihat bulat.

Kuperhatikan lagi wajah didalam foto tersebut. Sepertinya tidak asing. Ternyata ini merupakan foto Made! Salah satu saudariku. Dilihat dari latarnya, foto tersebut diambil di rumah ini. Bisa jadi foto ini pun diambil tak terlalu lama.

Tak lama, pintu kamarku pun diketuk. Ketukannya pun semakin lama terdengar semakin kencang dan intens. Aku pun langsung menuju pintu, dan kembali terkejut oleh sosok yang mengetuk pintu kamar ini.

“Made?”

Tanpa basa-basi dia pun menarikku masuk dan menutup pintu kamar. Dia pun langsung membungkuk, menopang tubuh atasnya dengan berpegangan ke dengkul. Helaan nafasnya terdengar cukup berat. Sepertinya dia berlari menuju kemari.

Dia pun lantas melirik kearahku. Wajahnya kembali berubah kecewa saat melihat gawai yang sedang kupegang.

“Elu udah liat, Kak Jan?” Aku yang mengerti maksud pertanyaannya kemudian mengangguk. Wajahnya kini terlihat cemas

“Bego, kenapa bisa salah kirim, sih?!” Aurel tiba-tiba saja menggerutu. Aku yang merasa disalahkan hanya menatapnya sinis.

“Eh, gue bukan ngatain elu, Kak. Maksudnya, gue yang bego,” jelas Made kembali.

Foto itu seharusnya tak dikirim untukku, kan?” Tanyaku. Made tidak menjawab pertanyaan tersebut. Namun, wajahnya terlihat gusar. Dia nampak berpikir sejenak.

“Kenapa? Kalau benar itu bukan pesan untukku, anggap saja aku tidak pernah melihat. Kau bisa pergi sekarang,” lanjutku kembali. Aku pun mencoba mendorongnya keluar dari kamar.

“Bentar.” Made mencoba menghentikanku untuk mengusirnya keluar dari kamar ini. “Elu mau apaan Kak buat tutup mulut?” tawar Made. Aku hanya mengernyit mendengar pertanyaan tersebut.

“Aku tak butuh apa pun, Made. Keluarlah. Aku ingin beristirahat.”

Dia hanya tersenyum simpul mendengar jawabanku itu. Alih-alih meninggalkanku sendirian, dia malah mendorong tubuhku hingga terjerembab keatas ranjang. Dia pun ikut merangkak naik dan menindih tubuhku diatas ranjang.

“Gue nggak percaya elu bakalan diem, Kak,” lirih Made didepan wajahku. Sangat dekat, hingga kudapat merasakan detak jantungnya yang berdegup semakin kencang, hembusan nafasnya pun terasa panas menerpa wajahku.

“Mau apa kamu-nngghh ….” Made tiba tiba saja mencucup leherku. Rasa nikmat yang tiba-tiba tersebut membuatku melenguh. Dia pun terus merangsang seluruh bagian leher hingga belakang telinga. Diciuminya dan dijilati seluruh bagian tersebut membuatku merasakan geli yang bercampur nikmat.

“Ngg ….” Lenguhanku semakin tak tertahan seraya Made terus menjilati leherku. Seluruh perlakuannya membuatku menengadah menahan kenikmatan tersebut. Made lalu menatapku nakal saat aku melirik kearahnya.

“Hehehe … keenakan elu, Kak?” ucapnya sembari terkekeh. Cumbuannya semakin naik, mulai dari dagu hingga kini menuju bibirku. Aku yang semakin terangsang akhirnya membalas cumbuannya. God! She’s pretty good at it.

Tanpa sadar seluruh kancing kemejaku berhasil dia lucuti. Tangannya yang hangat kini menggerayangi seluruh tubuhku. Elusan demi elusan terasa sangat nikmat, serta semakin membuat nafsuku membuncah. Dia pun menggesek-gesekkan selangkangannya diatas penisku yang terlihat menyembul dibalik celana.

Made kembali mencumbui tubuhku saat cumbuan bibir kami terlepas. Jemarinya dengan terampil memilin kedua putingku yang menegang, seraya cumbuannya terus turun menyusur leher, dada, perut, hingga kini wajahnya tepat berada didepan selangkanganku.

Tanpa basa-basi, dia mulai membuka ikat pinggang dan mencoba menurunkan celanaku. Kuangkat pantatku, memudahkannya untuk melucuti seluruh pakaian bawahku.

Made terbelalak saat melihat penisku yang berukuran cukup besar menjulang dihadapannya. Dia seakan tidak percaya dengan ukuran penis tersebut. Namun, dia kemudian tersenyum tipis. Sambil menatap nakal kearahku, dia mulai menggenggam dan mengurut penisku.

“Ssshh … Madegghh ….”

Pahaku sedikit mengejan saat lidahnya yang hangat dan basah mulai menjilati penis itu. Lidahnya terus menyapu saat kepalanya naik-turun didepan selangkanganku, membasahi seluruh permukaannya. Kemudian, dia pun mulai memasukan penis besar tersebut ke mulutnya. Rambutnya yang dia ikat semua keatas membuatku dapat melihat semua aksinya dengan jelas.

“Aahhh ….” Sapuan mulutnya benar-benar terasa nikmat. Mulutnya terasa aktif menghisap-hisap penisku dengan kuat. Made kini menggerakan kepalanya naik turun, seraya mengocok setengah penisku dengan mulutnya. Lelehan liur yang menetes keluar dari sela mulutnya dia gunakan sebagai pelicin tangannya yang sekarang ikut mengocok batang penis yang tak masuk kedalam mulutnya.

Cukup lama Made memainkan penisku dengan mulutnya. Namun, semua itu tak cukup untuk membuatku berejakulasi. Dia yang sepertinya pegal akhirnya menghentikan seluruh aksinya tersebut.

“Emang beda ya, stamina bule,” tukas Made sembari menyeka liur yang ada di bawah bibirnya dengan punggung tangan. “Awalnya, gue pikir cuman nyepong juga cukup. Ternyata butuh dikasih lebih.”

Made pun menurunkan celana dalam seraya menaikkan rok overall denimnya kearah perut. “Gue juga jadi horny, Kak.” Dia kemudian berjongkok diatas penisku. Dia kulum jari tengah dan manisnya sebelum dia tusukan kedua jari tersebut kedalam vaginanya.

“Hhmmpphh ….” Made menggigit bibir bawah saat kedua jarinya mengocok liang vaginanya. Tangannya kirinya tetap mengocok penisku, mencoba membuatnya tetap tegang. Selang beberapa saat, Made mulai mengarahkan penisku kedalam liang vaginanya.

“Uugghh ….” Made mengerang saat kepala penisku mulai memasuki bibir vaginanya. Liang yang terasa basah itu terasa sangat menjepit. Made sendiri terlihat kesulitan memasukan penis tersebut. Terlihat dia beberapa kali menaik-turunkan pinggulnya seraya meringis.

Aku yang tak tahan lantas memegangi pinggul Made dan menariknya kebawah. Tarikan tersebut sukses membuat seluruh batang penisku masuk kedalam vaginanya. Made pun langsung menjerit cukup kencang.

“AAAKKK!!”

Tubuh Made terlihat bergetar sebelum akhirnya terkulai lemas diatas tubuhku. Isak tangis mulai terdengar dari balik wajahnya.

“Hiks …. Sakitt …. Kak ….” Mendengarnya menangis, aku menjadi sedikit bingung. Namun, rasanya tanggung sekali bila kami harus selesai seperti ini. Kubalikkan tubuh kami sehingga Made kini berada dibawahku.Tubuh Made terasa sangat kaku. Dia benar-benar tegang. Kedua tangan Made kini dengan kuat meremas bahuku.

Kucium kening Made seraya menyeka air mata yang mengalir dipipinya. “Relax, Made. Aku tak akan bermain kasar kepadamu.” Aku pun mencium bibirnya, mencoba untuk membuatnya kembali tenang.

Lambat laun, Made mulai membalas cumbuanku. Bahunya kini mulai mengendur. Dia sudah mulai tenang. Perlahan aku pun mulai menggerakan pinggulku, memompakan penisku keluar-masuk liang vaginanya.

Lambat laun, Made mulai menikmati pompaan penis tersebut. Lenguhan beserta desahan mulai keluar dari sela-sela cumbuan kami, dan terus berubah kencang seiring dengan pompaanku yang semakin cepat. Tangannya kini meremas belakang kepalaku, menekan kearahnya agar cumbuan bibir kami semakin dalam.

Tak lama, Made menggeliat hebat. Tangannya kembali meremas bahuku. Tiba-tiba saja punggungnya menegang, melenting kearahku. Dia pun melenguh cukup kencang disela cumbuan kami. Made ternyata orgasme. Matanya terlihat mengerjap sesaat, memutih sebelum akhirnya terpejam. Sepertinya dia sungguh menikmati orgasmenya kali ini.

Kuhentikan seluruh pompaan dan cumbuanku, mencoba membiarkannya beristirahat. Nafas Made terdengar cukup berat. Namun, dapat kupastikan dia merasa puas dengan permainan tadi, terlihat dari senyumnya yang lebar kearahku.

“Gue kok malah ngerasa untung ya, salah kirim foto ke elu,” kekeh Aurel setelah nafasnya berangsur membaik. “Kapan-kapan gue salah kirim lagi dah. Siapa tau dapet ena-ena lagi.”

Be careful what are you wish for, Made,” ucapku sembari tersenyum kepadanya.

***

BZZZ BZZZ

Seluruh lamunanku buyar saat gawaiku kembali bergetar. Saat kulihat layar gawai, ternyata Lala mencoba menelepon. Suara khasnya langsung terdengar saat kuangkat telepon tersebut.

Halo, Kak Jan …” sapanya saat sambungan telepon kami dimulai.

“Halo, Lala. Ada yang bisa kubantu?” tanyaku datar.

“Ngg … Kak Janu lagi sibuk?”

“Ah, tidak … La. Maaf jika nada bicaraku kurang mengenakan.” Sepertinya, Lala salah sangka dengan nada bicaraku yang terdengar ketus.

“Gitu ….”

“Aku mau cerita, Kak ….”


Apa yang dia ceritakan kembali membuatku menggelengkan kepala. Ternyata, dia pun menghadapi permasalahan yang hampir mirip dengan apa yang dihadapi oleh Aurel. Seseorang membagikan fotonya sedang bersama Boy di media sosial. Hal tersebut mampu diredam oleh beberapa kalangan maupun manajemen JKT48. Namun, tetap saja. Lala harus menerima konsekuensinya.

“Aku lagi diawasin sama JOT, Kak. Aku juga jadi nggak bisa ketemu sama Boy. Kalo ketauan, konsekuensinya bisa lebih berat lagi dari sekarang,” jelas Lala. Ya, sebagai hukumannya, dia mendapat skorsing selama satu bulan dari seluruh kegiatannya di JKT48. Selain itu, dia sekarang benar-benar diawasi sehingga tidak bebas bertemu siapapun, termasuk kekasihnya sendiri.

“Begitu, ya … aku hanya berharap semoga masalahnya tidak menjadi lebih besar lagi,” ucapku menyemangatinya. “Ada hal lain yang bisa kubantu, La?”

Makasih banyak, Kak Janu,” balas Lala. “Mmm, itu, kak …. Aku kangen …” lanjut Lala dengan suara yang terdengar manja. Aku sendiri tersenyum mendengar suaranya seperti itu.

“Iya, La. Kamu pasti rindu kepada Boy, kan? Sabar, ya …. Mungkin kau bisa menghubunginya via telepon atau video call.

“Aku baru beres VC ama Boy, Kak. Tapi dia doang yang beres, aku nggak!” ucap Lala ketus. Aku sedikit tak mengerti dengan arah pembicaraan ini.

“Maksudmu tidak beres itu seperti apa, La?” tanyaku kebingungan.

“Iiihhh, Kak Janu mah …. Masa nggak ngerti, sih?!” Lala terdengar seperti kesal dibalik telepon. “Si Boy keluarnya cepet banget, Kak! Aku belum ngapa-ngapain dia udah crot duluan, kan kesel ya?! Mana abis itu dia langsung tidur, lagi. Ngentangin banget!” jelas Lala kemudian. Entah kenapa, nada bicaranya terasa menjadi tersipu. Setidaknya itu yang bisa aku rasakan.

“Hahaha …. Ada-ada saja kamu, La.” Aku sendiri hanya bisa tertawa karenanya.

“Makanya, aku kangen sama Kak Janu. Kak Janu jago banget muasin akuu …. Aku jadi sering banget horny, Kak. Gampang banget basahnya.”

Aku sedikit kaget mendengat penuturan Lala. Sepertinya, permainan panas kami kemarin telah membuka gerbang baru baginy.

“Kak Janu tanggung jawab, dong. Udah bikin aku jadi kaya gini.

“Hah? Kenapa aku yang harus tanggung jawab?” sanggahku. Aku hanya mengikuti apa yang diinginkan oleh kekasihnya. Tapi mengapa aku malah dikambinghitamkan seperti ini.

“Gamau tau, wlee …” cibirnya dibalik telepon.

Aku kembali menghela nafas. “Baiklah, La. Kau mau aku melakukan apa kali ini?” Aku sendiri tak mau mengelak. “Selama tidak ada yang aneh, akan kuturuti kemauanmu.”

“Ituu … Kak. Temenin aku, nggg ….” Lala terdengar seperti berpikir sebelum akhirnya meminta kepadaku. “Terusin VCS ama aku, ya ….”

Perlu beberapa saat untukku mencerna permintaan anehnya itu. Namun, sepertinya tidak ada yang aneh bagi pasangan tersebut.

“Iya, La.” Setidaknya, dia masih meminta hal tersebut kepadaku. Aku sendiri tidak ingin dia melampiaskan nafsunya ke sembarangan orang. Aku tak ingin dia melakukan blunder yang sama dengan sepupuku, Aurel.

“Beneran, Kak? Yeaayy!” Lala terdengar sumringah. “Bentar ya, aku rubah jadi video call dulu.” Tak lama, sambungan telepon kami berubah menjadi video call. Lala langsung tersenyum kearahku sembari melambaikan tangannya.

“Haloo … Kak Jan. sebentar, ya!”

Lala yang terlihat menempelkan airpods di telinganya. Kemudian dia simpan gawainya di sebelah ranjang. Lala pun mundur sehingga aku dapat melihat seluruh tubuhnya. Ternyata, dia tak mengenakan apa pun dari pinggang kebawah. Aku cukup kaget saat menyadari hal tersebut.

Lala kemudian mengangkang dihadapan gawai, mempertontonkan vaginanya yang terlihat indah. Matanya terlihat sayu menatap kearahku, seakan pasrah dan memintaku untuk menggagahinya.

Lala mulai meraba-raba area selangkangannya. Jarinya kini mulai menggosok area klitorisnya secara berputar. Aku sendiri masih terpaku menatap kearahnya.

“God! You’re so sexy, La.” Lala terlihat semakin terangsang mendengar pujianku. Dia pun kemudian menggigit bibir bawahnya dengan gemas sembari terus menggosok klitorisnya. Desahan-desahan kecil terdengar semakin jelas seiring dengan meningkatnya intensitas gosokannya.

“Ssshhh … aahh kak …. Pengen liat burung Kakakh”

Mendengar permintaannya, aku pun lantas mengeluarkan penisku yang sudah cukup tegang dari dalam celana. Kurubah sorotan videoku menjadi kamera belakang, yang langsung menampilkan penisku kepadanya.

“Gedhe banghet, Kaakh … uuwwhh ….” Lala lantas mengambil sesuatu dari balik selimutnya. Ternyata dia mengambil sebuah dildo. Terlihat dildo tersebut dia remas-remas sembali menatap kearah layar. Sepertinya, sorot matanya tak bisa lepas memandangi penisku yang semakin lama semakin menegang melihatnya bernafsu seperti ini.

Aku sendiri mulai menggosok penisku dengan tangan. Kuremas-remas penis tersebut seperti Lala yang sedang meremas dildo yang berada didalam genggamannya. Sepertinya, Lala sudah menganggap dildo yang dia pegang sebagai penisku.

“Kulum penisku, La.” Seakan mengerti, Lala lantas menjilati batang karet yang berada didalam genggamannya. Jilatan tersebut terlihat sangat seksi. Tak lama, dia pun mulai mengulum dildo yang sepertinya seukuran dengan penisku. Dikulumnya dildo tersebut dengan sangat nikmat sembari terus menatap mataku.

Mmmhh … hhmmm …..” Liur terlihat menetes dari sela-sela bibir Lala, saat dia mulai mengocok dildo tersebut didalam mulutnya. Lala benar-benar terlihat menghayati seluruh permainan ini.

“Aku ingin meremas dadamu, La.”

Lala lantas mulai memegangi payudaranya. Dia pun mulai memijati payudaranya tersebut sembari tetap mengulum dildo yang berada didalam mulutnya. Kelamaan, pijatan tangannya mulai berubah menjadi remasan berputar. Lala pun terlihat memejamkan mata sembari melenguh nikmat.

“Mmmhh … nggghhh …. Mmpaahh ssshhh Kaakkh … geliih ….”

Terlihat Lala mulai memainkan putingnya yang mengeras tercetak dari balik blouse merah muda. Hal tersebut membuatnya menggelinjang keenakan sehingga penis mainan yang sedari tadi dia kulum terlepas dari mulutnya. Dia pun mendongak sembari memejamkan mata, seperti meresapi kenikmatan yang menjalar di area payudaranya.

“Aku mainkan juga vaginamu ya, La.”

Mendengar hal itu, jemari Lala kini kembali menjamah bibir vaginanya. Kembali dia gosok klitorisnya sembari tetap meremasi payudaranya. Lala sekarang tak terlalu banyak bicara, dia hanya menuruti seluruh perkataanku, seakan seluruh rangsangan yang dia lakukan sendiri merupakan perbuatan cabulku kepadanya.

“Enak, La? Biar kujilati vaginamu, ya ….” Lala pun semakin kencang mengusap klitorisnya. Dia pun memejamkan mata sembari meringis. Pinggulnya pun semakin lama terus bergerak gelisah.

“Kumasukkan jariku kedalam vaginamu, ya … biar kukocok vaginamu yang terasa nikmat itu.”

Lala yang memandangiku sayu lantas mengangguk mendengar perintahku. Dia pun mengulum jari telunjuknya, kemudian dia masukan kedalam rongga vaginanya yang terlihat sudah basah. Terlihat cairan bening meleleh dari sana.

“Aawhh … kak Jan …. Kocok terus kaaakkhh …” desah Lala yang semakin lama semakin terdengar kencang. Dia pun terus mengocok vaginanya hingga kini terlihat semakin becek. Bahkan suara decakan cairan vaginanya pun semakin terdengar jelas.

“Enak, La?” Lala hanya mengangguk sembari memelankan kocokan jarinya. “Basah banget, Kaak ….” Lala pun lantas memperlihatkan telunjuknya yang basah kuyup akibat cairan cinta yang sudah banjir di dalam maupun sekitaran vaginanya.

“Sekarang, biar penisku yang masuk, La.” Lala yang mengerti lantas mengambil kembali dildo yang berada diatas ranjang. Dia pun mengulum sebentar dildo tersebut, kemudian dia arahkan kedepan bibir vaginanya.

“Aku masukin ya, La …. Hingga mentok.” Lala mengangguk. Dia pun mulai memasukkan dildo yang sudah cukup basah itu kedalam rongga vaginanya. Pinggulnya terlihat menggeliat seiring dengan semakin dalamnya dildo itu masuk menjejali rongga vaginanya itu.

Awwhh ssshhh … mmmhhh.” Lala yang merasa keenakan kembali menggigit gemas bibir bawahnya. Terlihat dia menggeliat seiring dengan semakin dalamnya penis mainan itu masuk.

“Uuuhhh Kaakk …. Dalem banget …. Aku sukahhh ….” Lala mulai menggerakan dildo tersebut keluar masuk, mengocok vaginanya dengan tempo yang semakin lama semakin cepat. Aku pun mulai mengocok penisku dengan tempo yang sesuai dengan kocokan Lala. Aku menjadi semakin bernafsu melihatnya bermain sendiri sepanas itu.

Semakin lama, Lala semakin cepat mengocok dildo tersebut kedalam vaginanya. Dia pun sudah menarik turun blouse yang dia gunakan, sehingga payudaranya yang bulat kini terpampang jelas dihadapan kamera. Dia pun ikut meremasi payudaranya tersebut.

Aaahhh … aaahhh …. Enak banget kaakkhhh …. Aku nggak tahaannnngghh …..”

Pinggul Lala terus menggeliat gelisah. Desahannya pun semakin lama semakin tedengar lebih kencang. Tak jauh beda, sepertinya aku pun akan berejakulasi sebentar lagi. Pengalaman baru seperti ini benar-benar membuatku excited, sehingga aku tak mampu menahan nafsu.

“Terus, Laa …. Sedikit lagihh ….”

“Kaakk … akhuu … nngghh …. AAAHHH!!!”

Sembari mendesah kencang, pinggul Lala mengejan. Dia pun mencabut dildo tersebut dari vaginanya, kemudian menggosokan penis mainan itu ke klitorisnya. Dia orgasme. Terlihat cairan bening mengalir deras meleleh turun dari bibir vagina menuju selangkangannya.

Aku pun ikut mengejan. Kutembakan spermaku sembarang saat penisku berejakulasi. Nikmat juga rasanya. Lala yang masih menghela nafasnya kemudian menatap kearahku sembari tersenyum. Dia nampak terlihat lemas.

Makasih banyak ya, Kak Janu.” Lala terlihat tersenyum puas dengan permainan tadi. Aku pun hanya membalas dengan senyum.

“Lemes banget, Kak …” ucapnya manja.

“Ya sudah, La. Kamu istirahat saja sehabis ini. Sudah cukup larut juga, kan,” ucapku kepadanya. Lala pun hanya mengangguk. Lala pun melambaikan tangannya.

“Dadah Kak Janu ….”

Tak lama, sambungan Video Call pun berhenti. Namun, entah kenapa aku belum merasa cukup puas dengan permainan tadi. Meski memang terasa cukup nikmat, tetap saja rasanya tanggung. Tidak ada yang dapat menyaingi rasa dari persetubuhan yang asli.

Waktu menunjukkan hampir sepuluh malam. Sepertinya cukup waktu jika aku menghubungi Nadila dan menjemputnya pulang. Meski belakangan memang dia cukup sibuk, tidak ada salahnya jika aku mencoba menghubungi dan mengantarnya pulang.

Langsung kuhubungi Nadila dengan gawaiku. Setelah menunggu nada sambung yang cukup lama, telepon kami pun tersambung.

“Halo, Nad ….”

“….”

Tak ada jawaban dari Nadila. Samar-samar, aku mendengar seperti helaan nafas yang terdengar cukup berat. Aku pun kembali berbicara.

“Kamu sedang sibuk, Nad?”

“NNgghh halo, Jaanhh ….”

Aku sedikit kaget dengan suara Nadila dari balik telepon. Dia terdengar seperti sedang mendesah.

“Kamu tak apa-apa, Nad?”

Akkhuuh … lagihh sibuukkhh Jaaanaahhmmp …. Ntar aku telphon lagihhh yaa …..”

Sambungan telepon kami pun terputus. Mendengar jawaban dari Nadila yang seperti itu, aku menjadi sedikit khawatir. Kembali aku mencoba untuk meneleponnya. Namun, dia menolak panggilan tersebut. Bahkan, setelah beberapa saat, nomornya tak dapat dihubungi. Dia seperti mematikan gawainya.

Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Nadila??

.

.

.

tbc
 
Terakhir diubah:
Update lagi,
udah mau ke penyelesaian cerita ini.

Btw, bagian flashback SS Aurel, aku pake yang dari forum lain, ntar kalo yang forum itu udah catch up ceritanya, aku bikin yang beda tapi esensinya tetep sama.

Yah gapake lama, silahkan kakak-kakak semua nikmatin updatean kali ini.
 
Suwun apdetnya
sama-sama kak,
makasih dah mampir
Hhmmm jadi kangen Made
janu juga kangen kayanya,
aku juga, sih.
Pov nadila harus ada kayaknya ini:mantap:
Wahinii titip juga lahh hahaha
sudut pandangnya aja apa sama SSnya juga kak?
ehehe'
Mantapppp om suhu
makasih kak, semoga terhibur dengan update kali ini.
Mantap Nadila lg selingkuh kayaknya wkwkwk
semoga aja nggak, kak.
bisa jadi kan lagi olahraga.
ehehe'
endingnya sama anin mantap ini
Wah kalo sama anin sih semua juga enak
ehehe'
Next ada anin pasti nih hahah
kita lihat aja, apakah ada anin di eps selanjutnya?
Nadila? What's goin' on?
I dunno,
but somethin' smells fishy.
 
Episode 19

Dreadful Calm Before the Thunder Rolls




“Saya, Nadila Cindi Wantari …. Menyatakan lulus dari JKT48.”

Sontak seisi teater kembali terdengar riuh. Nadila yang berada diatas panggung pun membungkuk, memberikan penghormatan kepada seluruh penonton yang hadir. Dia pun melambaikan tangan kearah penonton selepas bangkit. Wajahnya terus melayangkan senyum meski terlihat seperti dipaksakan. Air mata pun semakin banyak meleleh membasahi pipinya.

Pantas saja Nadila memintaku menonton pertunjukkan teaternya hari ini. Ternyata dia ingin mengumumkan sesuatu yang sangat penting. Nadila menyatakan lulus dari JKT48, grup yang sudah tumbuh bersama dirinya selama lebih dari delapan tahun.

Dia terus melambaikan tangannya kearah penonton, sembari memandangi ke arah mereka. Sampai pada akhirnya, pandangan kami bertemu.

“Makasih, ya.”

Setidaknya itu yang bisa kutangkap dari gerak bibirnya saat kami bertatapan. Aku pun hanya membalasnya dengan senyuman. Dia pun ikut tersenyum setelahnya. Senyuman yang sangat manis.

“God, she’s so beautiful tonight.”

.

.

.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Nadila yang mengatakan kegiatannya selesai sebentar lagi membuatku turun menuju parkiran mobil di basemen lantai tiga. Aku pun lantas menunggu didalam mobil, menunggunya turun menyusulku kemari.

Nadila pun muncul keluar dari balik lift beserta tiga orang temannya sesama member JKT48. Mereka terlihat mengobrol sesaat sebelum Nadila memisahkan diri dari mereka. Nadila awalnya berjalan cepat menuju kearah mobilku. Namun, tak lama dia menjadi sedikit berlari.

“Maaf ya sayang, kamu nunggu kelamaan,” ucap Nadila sembari tersenyum saat dirinya sudah masuk kedalam mobil. Nadila benar-benar terlihat amat manis, entah karena dia sedang berada dalam mood yang baik atau aku sendiri yang jarang bertemu langsung dengannya.

Cuph

Tiba-tiba saja Nadila mengecup pipiku. Aku yang kaget lantas menoleh kearahnya.

“Makasih banyak ya, sayang. Kamu selalu ada buat aku,” ungkap Nadila sembari menatap kearahku. Senyum terus terpancar dari wajahnya yang bulat. Melihatnya seperti itu, aku pun ikut tersenyum.

Always, Nad …” jawabku sembari mengelus pipinya yang gembil menggemaskan. “Kita pergi sekarang, ya?”

Nadila mengangguk. Kami pun langsung pergi meninggalkan Mall yang sebentar lagi akan menjadi sejarah bagi Nadila. Mall yang selama delapan tahun kebelakang menjadi rumah kedua baginya.

“Jan ….” Nadila yang sedang asik bermain dengan gawainya tiba-tiba memanggilku. “Kita kesini dulu, ya? Aku udah lama pengen kesana.”

Kupelankan laju mobilku dan menoleh kearahnya. Nadila pun menyodorkan layar gawainya tepat kedepan wajahku.

Ice cream?” Yang Nadila tunjukkan adalah sebuah kedai eskrim. Jaraknya pun tak begitu jauh dari tempat kami berada. “Larut malam seperti sekarang kamu menginginkan Ice cream?”

Nadila pun mengangguk. “Dah lama aku pengen kesana, tapi nggak pernah ada waktu. Kamu mau nemenin aku kesini, kan?”

“As you wish, Nad.” Nadila kembali tersenyum lebar mendengar jawabanku. Tak lama, mobil yang kukendarai akhirnya sampai ketempat yang dia inginkan, sebuah kedai eskrim yang tak begitu jauh dari jalan utama. Kami pun langsung berjalan masuk setelah kuparkirkan mobilku tepat didepan kedai tersebut.

Suasana kedai ini terlihat nyaman. Tidak banyak yang berkunjung karena memang sudah cukup larut. Kami pun langsung mengambil tempat duduk setelah selesai membereskan pesanan. Nadila memesan Strawberry Cheesecake Gelatto sedangkan aku sendiri menunggu kopi yang kupesan diantarkan.

Nadila nampak menikmati eskrim yang dia pesan. Wajahnya tampak bersinar saat lidahnya terus menjilati eskrim yang yang ada digenggamannya.



“Is that good?” tanyaku sembari tertawa kecil. Nadila hanya tersenyum menjawab pertanyaan tersebut.

“Kamu tau nggak, Jan?” Nadila tiba-tiba berucap sembari menatap kearahku. “Aku tuh udah lama banget mikirin buat lulus dari jeketi. Cuman aku masih takut, kalo aku nggak bisa nerusin impianku buat jadi penyanyi.”

Nadila tertunduk sejenak. Kemudian, dia mengangkat wajahnya dan kembali menatap kearahku. Kemudian, dia pun tersenyum. “Beruntung, disekitarku banyak banget yang dukung aku supaya aku bisa lebih dari sekarang. Terutama kamu, Jan.”

Aku pun berinisiatif menggenggam tangan kirinya yang berada di meja. Nadila nampak menoleh kearah tangannya sebelum kembali menatap kearah mataku.

“Aku akan selalu mencoba jadi yang terbaik untukmu, Nadila,” ucapku sembari tersenyum. Kutatap dalam kedua bola matanya yang sekarang sudah terlihat berkaca-kaca.

“Makasih banyak ya, Jan ….”

.

.

.

Perlahan aku membuka mata. Kuusap wajahku seraya mengumpulkan kesadaran. Beberapa saat berpikir, aku baru menyadari jika aku bangun di tempat yang bukan merupakan kamar tidurku. Meski demikian, tempat ini tak asing, paviliun tempat Nadila tinggal.

Sepulang dari kedai eskrim, Nadila lantas memintaku untuk menemaninya semalaman penuh di paviliunnya. Suasana yang amat romantis membuat kami bercinta hampir semalaman. Kelelahan, kami berdua pun tertidur tanpa sehelai kain pun menutupi tubuh kami. Beruntung kami tidur didalam selimut sehingga tubuh kami tetap terlindung dari terpaan AC yang ternyata di set cukup dingin. Terutama Nadila yang mudah sekali terserang masuk angin.

Tubuhku seperti tertindih sesuatu saat mencoba bangun. Saat kutoleh ternyata Nadila masih terlelap disampingku. Dia pun menggunakan bahuku sebagai alas untuk kepalanya.

Kukecup ringan kening Nadila yang terlihat cukup menggemaskan saat tertidur pulas. Sepertinya kecupan tersebut cukup mengganggu tidurnya. Perlahan, Nadila membuka matanya.

“Jam berapa sekarang, Jan?” Tanya Nadila pelan. Matanya terlihat masih setengah terpejam. Namun, bibirnya nampak tersenyum. Senyuman manis yang membuat parasnya semakin terlihat cantik.

“Setengah delapan, Nad.”

“Oh … masih ngantuk …” jawab Nadila manja. Dia pun kembali memejamkan mata sembari memeluk tubuhku dengan lebih erat. Tubuhnya terus menggeliat, seperti mencari posisi yang nyaman untuk bersandar diatas bahuku.

Kubelai rambut Nadila sembari terus mengecup keningnya. Nadila pun semakin merapatkan tubuhnya, membuat kulit tubuh kami terus bergesekan. Nadila sepertinya ingin beristirahat sebelum dia kembali magang pukul dua siang nanti. Lain halnya denganku, yang lambat laun mulai kembali dikuasai oleh nafsu birahi.

Tanganku kini mulai jahil menggerayangi tubuh Nadila. Sembari mengecup wajahnya, tubuhnya yang terasa halus berisi terus kuelusi dengan lembut. Nadila nampak tak menggubris seluruh perlakuanku. Dia tetap tak bergeming. Hingga akhirnya, tanganku sampai kedepan payudaranya. Kuremasi payudara yang bulat itu, sembari mencolek putingnya dengan jari.

Lambat laun, Nadila pun mulai bereaksi. Mulutnya mulai mengeluarkan desahan meski terdengar lirih. Sepertinya, dia pun mulai terangsang.

“Nngghh, Jaan …” lirih Nadila sembari membuka matanya. Sambil merengut, dia menatap tajam kearahku. Hal tersebut sontak membuat jantungku berdegup kencang. Aku malah menjadi takut dia akan marah atas aksiku mesum yang akhirnya kuhentikan.

“Kenapa berhentih?” tanya Nadila sedikit merengek. Respon dari Nadila sungguh tak bisa kuduga. Nadila memejamkan mata saat aku kembali mencium keningnya. Dia pun memegang kepalaku, lalu menarik kearahnya hingga bibir kami pun bertemu.

“Cuuphh … ccllppkk ….”

Dibakar oleh nafsu, cumbuan kami pun berlangsung cukup panas. Tubuh Nadila kini terus menggelinjang menerima seluruh rangsanganku terhadap tubuhnya. Tanganku bergerak dari payudara Nadila, terus turun menelusuri kulit perutnya yang halus, hingga kini berada tepat d ujung vagina Nadila.

“HHmmpp! Ahmmpp … cclkkpp ….”

Dia mendesah kuat hingga cumbuan kami terlepas saat vaginanya mulai kurangsang. Sesaat dia menatap sayu kearahku, kemudian dia kembali menyambar bibirku dengan ganas. Tubuhnya terus menggelinjang seiring dengan semakin cepatnya jariku menggosok klitorisnya. Nadila yang sepertinya sudah sangat terangsang pun ikut menggerayangi tubuhku dengan tangannya.

“Uugghh, Nad ....” Aku melenguh cukup kencang saat Nadila menekan penisku dengan cukup kuat. Nadila yang sepertinya puas melihatku melenguh keenakan kemudian tersenyum nakal kearahku. Dia pun terus mengocok penis yang sudah mengeras itu. Terasa jempol Nadila pun mengolesi kepala penisku dengan cairan precum yang keluar dari ujungnya.

“Jaann …” lirih Nadila saat aku mendorong tubuhnya hingga terlentang diatas ranjang. Aku pun lantas merangkak diatas tubuh Nadila. Sejenak kupandangi tubuh mungil yang tak pernah bosan untuk kunikmati itu. Tak lama, aku pun mulai membuai payudara bulatnya dengan bibir dan tanganku. Kujilati memutar puting payudara kanannya lalu kuhisap dengan cukup kuat.

“Uuuhh … jaann gellihhh ….” Nadila melenguh sembari menggeliat keenakan. Beberapa kali puting kiri dan kanannya kuhisap sebelum ciumanku kembali turun menyusuri tubuhnya. Terus turun hingga kini vaginanya tepat berada dihadapan wajahku.

Pinggul Nadila sedikit menghentak saat lidahku mulai menyeruak membelah lipatan vaginanya. Pahanya terus menekan saat kujilati vaginanya dengan rakus hingga aku harus memegangi kedua pahanya yang tebal itu.

“Ouuhh … Jaanuhhh ….” Sambil menjambak rambutku, Nadila terus meracau nikmat. Tangannya kini terus memegangi kepalaku, meremas rambut serta menekan kearah vaginanya. Cairan bening pun terus mengalir dari liang yang sudah semakin basah itu. Terus kujilati liangnya sembari jemariku ikut menggosok klitorisnya dengan cepat.

“JAann-UUHHH!!!” Pinggul Nadila menghentak kuat. Cairan bening pun meleleh membasahi selangkangannya. Dia orgasme. Tubuhnya terlihat kembang-kempis, saat dia coba untuk menghela nafasnya yang terdengar berat.

Aku pun bangkit dan duduk bersimpuh dihadapan Nadila. Kusibak rambut lepeknya yang menghalangi wajah, seraya menatap matanya yang sayu. Dia pun lantas tersenyum sembari terus menghela nafas.

Beberapa saat kemudian, aku pun mulai memposisikan penisku tepat di bibir vaginanya. Aku pun kembali menatap kearah Nadila, seakan meminta ijin. Nadila yang mengerti hanya tersenyum lemah. Namun, aku mengerti bahwa itu merupakan persetujuan darinya.

“Aawwhh Jaann …” lirih Nadila sembari mendesah saat penisku mulai menjejali vaginanya. Dia memejamkan mata sembari sedikit mendongak, seakan meresapi setiap senti gesekan antara kulit kemaluan kami. Aku pun sedikit melenguh karena dinding vagina Nadila yang berdenyut seakan memijiti penisku didalamnya.

Langsung kucumbu bibir Nadila saat dia kembali menoleh kearahku. Pinggulku pun mulai kugerakkan, memompa penisku keluar-masuk liang vaginanya. Lenguhan dan desahan terus keluar dari sela-sela decak ludah percumbuan bibir kami.

Tubuh Nadila terus menghentak seiring dengan semakin kencangnya penisku menghujam vaginanya. Kuangkat tubuhku atasku sedikit agar kudapat memompa penisku dengan lebih kencang. Kembali, Nadila memejamkan matanya, menggigit bibir bawahnya seakan sedang menahan kenikmatan yang tiada tara. Pemandangan tersebut membuatku semakin bernafsu untuk menggenjot vaginanya dengan lebih kencang.

“Januuhhaahhh ….” Nadila terus mendesah seiring dengan vaginanya yang terasa semakin basah. Aku kembali bangkit, memposisikan tubuhku bersimpuh dihadapannya. Kutarik kedua tangannya kearahku, sembari menahan kedua pahanya agar tetap terbuka lebar membentuk huruf M. Kembali, kugerakan pinggulku dengan cukup kencang, memompakan penisku dengan cepat kedalam vaginanya.

Nadila hanya bisa terpejam sembari meringis menerima genjotanku yang semakin kencang. Ranjang yang menjadi tempat kami beradu nafsu pun ikut berguncang hebat. Payudaranya pun berguncang cukup hebat seiring dengan sodokan penisku. Desahannya pun semakin bertambah liar.

“Uuuhh … jann-AAHHH!!!” Nadila mendesah cukup kencang ditengah sodokanku. Pinggangnya pun menegang, melengkung sejenak seperti busur. Dia kembali orgasme. Pinggulnya pun terasa mengejan saat vaginanya menyemprotkan cairan yang semakin membasahi penisku didalamnya. Kuhujamkan penisku dalam-dalam sembari melepaskan tangannya. Nadila pun menggelinjang keenakan.

Aku pun kembali merangkak diatas tubuh Nadila. Deru nafas terdengar saling bersahutan diantara kami. Keringat pun mulai menetes dari tubuhku. Nadila pun demikian, tubuhnya kini basah kuyup oleh tetesan keringat yang keluar dari tubuhnya.

Kami pun kembali saling berpandangan. Terlihat Nadila tersenyum lemah menatap sayu kearahku. Dapat kupastikan dia puas akan permainan kami. Dia pun mulai membelai wajahku.

“Masih belum, sayang?” tanya Nadila lemas. Aku menggeleng. “Kamu capek? Biar aku yang diatas, ya?”

Tawaran Nadila tersebut hanya kubalas dengan anggukan. Nadila lantas mengangkat kepalanya, mencoba mencium bibirku. Selepas berciuman, kami pun bertukar posisi. Nadila kemudian berjongkok dengan kedua kakinya menghimpit tubuhku yan terlentang.

Nadila lantas memposisikan bibir vaginanya tepat diatas penisku. Dia gunakan tangan kanannya untuk bertumpu kedadaku, sedangkan tangan kirinya menggenggam penisku, mengarahkan penis tersebut untuk masuk kedalam vaginanya. Setelah merasa pas, dia pun menurunkan pinggulnya hingga penisku mulai menembus bibir vaginanya.

“Aahh ….”

Nadila mendesah lirih saat pinggulnya semakin turun. Matanya terpejam, seakan menahan rangsangan yang sepertinya mendera dinding kemaluannya. Dia menghela nafas cukup panjang saat selangkanganku bertubrukan dengan pantatnya.

“Kumulai, ya ….” Sambil bertumpu kepada dadaku, Nadila mulai menggenjot penisku keluar masuk dari vaginanya. Dia goyangkan pantatnya naik-turun. Sesekali dia gigit bibir bawahnya sembari memejamkan mata. Terdengar desahan tertahan keluar dari mulutnya yang tertutup.

Melihatnya bernafsu, aku pun ingin ikut menjamah tubuhnya. Kumainkan payudaranya yang sedikit berguncang akibat goyangan tubuhnya. Dapat kurasakan puting Nadila yang kembali mengeras. Kutekan dan kupilin puting itu seraya sesekali meremas gundukan payudaranya dengan cukup kencang. Hal tersebut sontak membuat Nadila menjadi blingsatan dan tak mampu menahan desahannya.

Nadila kini meraih pipiku. Dia lantas membungkuk serta menjadikan tanganku yang meremasi payudaranya sebagai tumpuan. Dengan penuh nafsu dia pun menciumi bibirku. Terasa bibirnya yang basah terus melumat bibirku, lidahnya pun ikut aktif menjelajah rongga mulutku. Vaginanya pun semakin bergoyang semakin cepat, menggenjot penisku yang semakin basah oleh cairan vaginanya.

Deru nafas Nadila terdengar semakin memburu. Dinding vaginanya pun kembali berkedut. Sepertinya dia akan kembali orgasme. Aku pun memeluk tubuh Nadila, menekan tubuhnya agar semakin merapat. Puting payudaranya yang keras kini terus bergesekan keatas kulitku, semakin cepat seiring dengan pinggulnya yang semakin liar menggenjot.

“NNGGHHMMMPPP!!”

Tiba-tiba saja Nadila melumat bibirku dalam sembali mengerang kencang didalam cumbuannya. Nafasnya terdengar sangat berat. Goyangannya semakin lama semakin melemah, namun diiringi dengan hentakan yang keras. Dia sepertinya orgasme. Tubuhnya sempat menggelinjang sebelum akhirnya genjotannya menjadi semakin lemah. Namun, dinding vaginanya terasa lebih hangat dan basah, mungkin cairan cintanya keluar cukup banyak akibat orgasmenya barusan.

Nadila pun menghentikan genjotannya dan langsung merebahkan kepalanya diatas dadaku. Tubuhnya kembali kembang-kempis seirama dengan tarikan nafasnya yang berangsur pulih. Kuelusi rambutnya yang benar-benar terasa basah oleh keringat.

Nadila yang sudah cukup bertenaga kini menoleh kearahku. “Masih belum mau keluar, Jan?” tanyanya lemas. Aku hanya menggeleng sembari tersenyum. Dia pun kembali merebahkan kepalanya keatas dadaku. Dia sepertinya benar-benar kehabisan tenaga.

“Biar aku bereskan, Nad.” Nadila pun mengangguk lemah. Kuangkat tubuhnya lalu kubaringkan diatas ranjang. Kubuka lebar kedua paha Nadila sebelum kembali memasukkan penisku kedalam rongga vaginanya.

Nadila mendesah keenakan saat aku mulai menggenjot vaginanya. Dia pun lantas memeluk tubuhku. Kami kembali bercumbu mesra. Sambil berciuman, aku pun mulai mempercepat genjotan penis, mulai mengejar orgasme yang sepertinya sebentar lagi akan tiba.

Nafas Nadila kini kembali terdengar memburu. Dia menarik salah satu tanganku, lalu mengarahkan tangan tersebut kedepan payudaranya. Sepertinya genjotanku yang stabil dan cukup cepat kembali membuatnya mendekati orgasme.

“Hmm … ccppmmhh ….” Decak ludah terus mengiringi genjotanku yang semakin kencang. Ciuman kami terlepas saat Nadila melenguh sembari menengadah. Lehernya yang mulus kemudian menjadi sasaran cumbuanku berikutnya. Kujilat dan kucucup kulit leher yang terasa menggairahkan itu.

Rasa gatal diujung penisku pun memuncak. Aku pun semakin kencang memompakan penisku. Liang vagina Nadila pun semakin lama semakin terasa hangat. Desahan Nadila semakin tak beraturan, begitupun dengan nafasnya. Rangkulannya pun semakin lama semakin erat.

“Jaann-NNGGHH!!”

Nadila kembali menggelinjang keenakan. Dinding vaginanya pun terus berkedut. Dia orgasme, orgasme keempatnya pagi ini. Kedutan dari dinding vaginanya pun merangsang penisku nikmat, hingga akhirnya aku pun sampai di puncak kenikmatan.

“GGHHH!”

Kutusukkan penisku dalam sembari menyemprotkan spermaku didalam vaginanya. Nadila sedari malam membiarkanku untuk keluar dimanapun sesuka hati, karena memang dia sedang tidak subur. Kugenjot penisku beberapa kali, memastikan semua spermaku keluar didalam vaginanya yang hangat itu. Aku pun kembali mencium bibir Nadila, dimana dia pun langsung membalas ciuman tersebut.

“I love you, Jan …” ucap Nadila selepas ciuman kami. Tangannya yang lembut ikut mengelus wajahku.

Love you too, Nad.

Sejenak kami pun berpandangan, sembari mengumpulkan mencoba kembali mengumpulkan tenaga. Tak lama, aku pun beranjak dari atas tubuhnya, membuat penisku yang sudah setengah menciut terlepas dari vaginanya.

“Pagi-pagi udah bikin capek, huft!” ungkap Nadila dengan nada kesal. Wajahnya terlihat merengut menatap kearahku.

“Maaf, ya … Nad. Biar kubuatkan sarapan, ya? Kamu istirahat saja dulu.” Nadila pun mengangguk. Dia pun kembali memejamkan matanya. Aku pun bangkit dari atas ranjang, kemudian mulai merapikan diri dan bersiap.

.

.

.

Selepas makan siang, aku pun langsung mengantar Nadila pergi ke tempat magangnya. Nadila yang kelelahan hanya tertidur selama perjalanan kami. Aku pun tak ingin mengganggunya. Kukendarai mobilku senyaman mungkin sehingga membuatnya terus terlelap. Wajah tidurnya sungguh terlihat menenangkan. Sesekali kutatap wajahnya agar tetap tenang menghadapi lalu lintas kota yang cukup menggemaskan ini.

Tak lama kami pun tiba di gedung tempat Nadila bekerja magang. Langsung kuarahkan mobilku untuk parkir di lantai dua parkiran gedung ini.

Nadila sendiri masih tertidur saat mesin mobil kumatikan. Memang tidak ada bedanya, karena sedari tadi aku menggunakan e-mode pada G30ku sehingga sedari tadi mobilku hanya menggunakan mesin listriknya. Ingin rasanya kubiarkan dia beristirahat. Namun, waktu sebentar lagi menunjukkan pukul dua siang, waktu dimana jam kerja magangnya dimulai.

“Nad …” ucapku sembari mengguncangkan tubuhnya. “Bangun …. Kita sudah tiba ditempat magangmu.”

Perlahan Nadila pun membuka matanya. “Udah sampe ya?” Aku mengangguk. Nadila pun sedikit menggeliat serta meregangkan tubuhnya. Dia pun lantas memandang tajam kearahku. Bukan marah, memang itu merupakan salah satu raut wajahnya ketika baru terbangun, apalagi ketika dia bangun dalam keadaan masih lelah. Perlu beberapa saat bagiku untuk menyadari hal tersebut.

“Kita beli kopi terlebih dahulu, ya? Mungkin itu bisa membuatmu lebih segar.” Nadila pun mengangguk mendengar ajakanku. Seperti setengah sadar, dia pun mengikutiku pergi ke sebuah kedai kopi yang ada di lobi gedung ini.

Aku pun langsung memesan kopi begitu tiba di depan kedai tersebut. Nadila yang masih mengantuk menyenderkan kepalanya kebahuku sembari berdiri. Beruntung dia mengenakan masker sehingga tak ada satu pun yang menyadari dia merupakan anggota idola ibukota.

Pesanan kopi kami pun selesai. Kuambil kopi tersebut seraya menarik Nadila untuk duduk sejenak di bangku kedai.

“Ini pesananmu, Nad. Seperti biasa. Iced Cofee Latte.” Matanya terlihat tersenyum sembari meraih minuman kesukaannya itu. Dia pun membuka maskernya, kemudian menyeruput minuman tersebut.

Tap

TIba-tiba saja punggungku ditepuk dari belakang. Suara yang tak asing lantas memanggil namaku.

“Januar Hadiwinata,” sapa pria yang tak lain adalah Bang Renaldy. “Tumben-tumbenan elu anterin doi kesini?” Dia pun mengambil tempat duduk disamping Nadila.

“Beliin gue juga atu, ya?” pintanya sembari cengengesan. DIa pun lantas menoleh kearah Nadila kemudian menggodanya. “Ciye yang dianterin sama cowoknya ….”

“Apaan sih, Bang Ren.” Nadila pun merengut sembari memukul bahu Bang Renaldy. Mereka pun kemudian bercengkrama dengan akrab. Melihat kelakuan mereka, aku pun teringat akan suatu hal.

Ya, tentang sambungan telepon dimalam itu. Sambungan telepon dimana Nadila menjawabnya sembari mendesah.

“Bang Renaldy, boleh aku bertanya sesuatu?” tanyaku kepada Renaldy. Mendengar ucapanku, sontak Renaldy dan Nadila kini berhenti bercanda.

“Elu mau nanya apaan, sih? Tanya mah tanya aja, kali,” balasnya sembari cengengesan. Namun, entah kenapa suasana menjadi seperti berat. Bahkan Nadila pun sedikit tertunduk.

Setelah menghela nafas sejenak, aku pun meneruskan pertanyaanku. “When I called Nadila some days ago, you two had sex, right?”

Renaldy sedikit terbelalak mendengar pertanyaanku. Wajahnya seakan terhenyak. Suasana disekitar kami mendadak seperti hening. Padahal, cukup banyak juga orang yang berlalu-lalang disekitar kami.

“Ka-kamu nanya apaan, si-sih, Jan?” Tiba-tiba saja Nadila menyangkal seluruh ucapanku sembari terbata. Rona ketakutan jelas terlihat dari wajahnya.

“Aku tak bertanya kepadamu, Nadila,” ucapku dingin sembari menatap kearahnya. Nadila pun kembali menundukkan kepala. Jelas, telah terjadi sesuatu diantara mereka berdua. Aku sedikit mengetahui tabiat Renaldy yang suka sekali memanfaatkan keadaan. Apalagi mengenai wanita. Sepertinya, ketakutanku sekarang benar-benar terjadi.

“Maafin gue, Jan.” Bang Renaldy pun mulai berbicara. “Gue ama Nadila emang ada maen dibelakang elu.”

Aku sedikit terhenyak mendengar pengakuan Bang Renaldy. Dia kemudian menjelaskan bahwa hubungan mereka pun berdasarkan consent antara kedua belah pihak. Tidak ada rasa penyesalan keluar dari mulutnya, hanya pembenaran tentang seluruh aksi mereka selama ini. Selama penjelasan Bang Renaldy, Nadila sendiri terus menunduk. Dia seakan tak berani menatap kearahku.

“Cukup, Bang Renaldy.” Kusela seluruh penjelasan yang diberikan oleh Bang Renaldy, karena itu semua tak mengubah fakta bahwa Nadila telah mengkhianati hubungan kami.

“Sepertinya, kita harus mengakhiri hubungan ini, Nadila.” Nadila yang menunduk kemudian menatap kearahku. Matanya terlihat membulat. Namun, dia seperti tak kuasa berkata apa pun.

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku langsung meninggalkan mereka berdua. Tak kutoleh sedikit pun kearah Nadila dan Bang Renaldy yang sepertinya masih terdiam di meja tersebut. Sembari mencoba tenang, aku terus melangkah menuju tempat dimana mobilku terparkir. Aku ingin segera meninggalkan tempat ini.

Meninggalkan Nadila dengan segala kenangan tentangnya.

.

.

.

tbc
 
yeay, akhirnya bisa update lagi.
akhirnya udah mulai mendekati ending.

udah ketebak kali endingnya kemana ya.
ehehe'
 
emang cowok gitu ya, hobinya selingkuh tapi kalo diselingkuhin balik gak terima..
-ucap seorang teman lama kepadaku😭
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd