Episode 11
Wildly Exotic Night
Matahari terlihat hampir tenggelam saat aku hampir tiba di tempat tujuan, rumah kost tempatnya tinggal. Cukup lama juga perjalanan dari rumah orang tuaku, mungkin hampir dua jam lamanya. Jalanan Jakarta pada akhir pekan memang cukup padat. Atau mungkin setiap saat padat, sepertinya.
Kutepikan mobilku di depan sebuah bangunan yang sudah sangat familiar. Kuambil gawai untuk mengabarkan bahwa aku telah tiba kepada seorang yang memang akan kutemui. Tak lama pesan dariku dia balas, mengabarkan bahwa dia akan turun dari kamarnya sebentar lagi. Sambil menunggu, aku pun membuka pesan yang masuk selama perjalananku yang hampir memakan waktu hingga dua jam lebih tadi.
Isi dari pesan yang dikirim Nadila langsung muncul saat kubuka notifikasi
Whatsapp. Lebih dari sejam yang lalu ternyata Nadila sudah tiba di Bogor. Akhir pekan ini memang Nadila sudah mengabarkan kepadaku bahwa dia akan pulang ke rumah orang tuanya pekan ini. Dia pun bersikeras untuk mengemudi sendirian saat aku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
Langsung kubalas pesan tersebut dan kembali mengecek pesan selanjutna.
Pesan dari Anin muncul saat kubuka notifikasi selanjutnya. Sebetulnya, setelah Nadila mengabarkan bahwa dia akan mudik kerumah orangtuanya pekan ini, aku langsung membuat janji untuk pergi bersama Anin. Namun, tadi siang dia menelepon, mengabarkan bahwa tiba-tiba saja kekasihnya menjemputnya untuk pergi berkencan.
Hubunganku dengan Anin pun semakin lama semakin dekat semenjak kejadian tempo hari. Beberapa kali kami sempatkan diri untuk bertemu, sekedar berjalan-jalan maupun makan bersama diluar. Aku pun merasa semakin nyaman berada didekatnya.
Tanpa membalas, kembali aku menutup chat tersebut. Aku pun lantas berselancar di berbagai akun sosial media yang kumiliki. Tak lama, notifikasi
Whatsapp kembali muncul. Ternyata Aby mengirim pesan kepadaku.
Aku hanya bisa tersenyum melihat isi pesan dari Aby tersebut. Tak lama, tiba-tiba saja seseorang membuka pintu mobilku dan langsung masuk kedalam mobil.
“Lama amat, kak. Katanya lu pergi dari jam tiga?” Tanyanya sembari mengenakan sabuk pengaman. Dia pun kemudian menatap kearahku.
“Lalu-lintasnya sangat padat, Rel. Kamu tahu sendiri pekan ini
long weekend.” Ya, gadis yang sekarang berada didalam mobilku adalah Aurel. Dia yang mengetahui bahwa Nadila akan menghabiskan akhir pekannya di Bogor langsung menghubungiku. Dia pun meminta sesuatu yang tidak biasa, yang bahkan membuatku tak habis pikir kenapa dia bisa meminta hal seperti itu.
“Duh … pasti cape banget, ya? Lu bakalan kuat nggak, nanti?” Tukas Aurel sembari terkekeh. Aku yang mengerti maksud dari pertanyaannya hanya tersenyum simpul.
“Kita makan terlebih dahulu atau bagaimana?”
“Ntar bakalan maen di hotel, kan, Kak? Makan direstorannya aja, deh. Ntar malah kejebak macet lagi kalo kita makan dulu. Lagian, temen lu udah ada dihotelnya, kan?” Cerocos Aurel lagi. Entah kenapa dia terlihat sangat bersemangat.
“Okay, Rel.”
Tanpa banyak bicara, aku pun kembali mengemudikan mobil, membelah kemacetan kota Jakarta yang memang luar biasa. Beruntung, selama perjalanan, Aurel terus berbicara, membuat perjalanan kami menuju salah satu hotel di bilangan Kuningan tidak begitu membosankan.
“Sama Anin gimana, Kak?” Tiba-tiba saja Aurel bertanya tentang Anin,
out of the blue. Aku yang kaget akan pertanyaan tersebut terdiam cukup lama.
“Kak Jan?”
“Ah, Anin ….
We’re okay, it seems.” Aurel pun hanya tersenyum mendengar jawabanku. Kemudian dia mulai memainkan gawai yang dia rogoh dari tasnya. Setelah mengemudi hampir satu jam, kami pun tiba di tempat tujuan. Aurel yang berada disebelahku tampak memandangi gemerlapan lampu kota dibawah langit gelap Jakarta.
“Ayo, Rel. Kita turun. Randi sudah menunggu di lobi, sepertinya.” Tanpa menjawab, Aurel kemudian turun dari mobil ketika pintu dibukakan oleh
Security yang langsung menghampiri mobil kami. Di dalam lobi, kami langsung disambut oleh Randi. Dia pun tersenyum seraya mendekat.
“Apa kabar, Jan?!” Sapa Randi saat dirinya semakin mendekati kami.
“Aku baik, Ran,” Balasku sembari merangkul tubuhnya. “Ah, iya. Kenalkan, ini Aurel.” Aurel pun mengulurkan tangan kepada Randi.
“Aurel ….” Randi terlihat melamun melihat Aurel yang sekarang juga melirik kebingungan kearahku.
“Ah-hem ….”
Mendengar dehamanku, Randi seperti terhenyak. Dia pun lantas menerima uluran tangan Aurel untuk bersalaman.
“Ra-randi …” ucapnya agak terbata. Aurel tertawa kecil melihat kelakuan gugup dari Randi.
“Kita kemana dulu, Ran?”
“E-eh, iya …. Kita makan dulu aja, Jan. Kita langsung aja naik ke resto yang ada di atas.” Randi pun kemudian memimpin jalan menuju lift untuk naik ke restoran hotel yang berada di area
executive hotel ini.
Kami pun berbincang sembari menikmati hidangan yang tersedia. Aurel sendiri seperti mencoba membuat Randi yang memang sedari tadi terlihat tegang agar menjadi rileks. Pengalaman Aurel berinteraksi dengan fans mungkin membuatnya luwes dalam berkomunikasi, ditambah dengan pembawaannya yang supel membuat suasana diantara kami mulai mencair. Canda tawa mulai mengalir hingga tak terasa malam terasa semakin larut.
“Udah malem banget, nih. Lanjut ngobrol dikamar aja, ya?” Tanya Randi yang hanya dijawab anggukan olehku dan Aurel. Kami pun lantas pergi meninggalkan ruang makan menuju kamar hotel yang berada satu lantai dibawahnya.
Dalam perjalanan menuju kamar, Aurel tiba-tiba saja merangkul tangan Randi. Randi tampak terkejut seketika melihat kearahku, yang hanya bisa tertawa kecil melihat tubuhnya yang tegang. Bahkan Randi hanya bisa menatap lurus kedepan saat Aurel menyenderkan kepala di bahunya ketika kami berada di dalam lift.
“Tak usah tegang seperti itu, Ran,” ucapku kepada Randi. Randi yang kaget kemudian menatap kearahku. Wajahnya terlihat sangat tegang. Melihatnya seperti itu, aku hanya bisa tertawa kecil.
“Ba-bacot, elu, Jan,” timpal Randi dengan terbata. Sontak tawaku keluar melihatnya. Tak jauh beda dengan Aurel, yang terlihat menahan tawanya.
“Kak Randi lucu, deh.” Ucapan dari Aurel tersebut sukses membuat Randi kembali salah tingkah, membuat tawaku semakin tak terbendung.
Setelah sampai di lantai yang dituju, kami langsung berjalan beringingan menuju pintu kamar. Aku pun langsung duduk di sofa yang menghadap langsung ranjang yang berada di ruangan sebelah saat sudah berada di dalam kamar.
“Sini, Kak,” ajak Aurel kepada Randi. Dia pun kemudian menarik tubuh Randi, kemudian dia dorong hingga Randi duduk disamping ranjang. “Rileks aja, nggak usah tegang kayak gitu.”
Aurel lantas mencium bibir Randi. Tangannya mulai bergerilya, menyusuri tubuh Randi yang terlihat sangat kaku. Melihat Randi gugup, Aurel lantas menoleh kearahku.
“Gue sama temen elu dulu ya, Kak. Kayaknya butuh perhatian ekstra, nih,” ujar Aurel sembari menyeringai. Aku pun hanya mengangguk kecil. Tak ada salahnya juga, menonton pertunjukan sebelum menikmati menu utama,
Threesome.
Ya, entah angin darimana, Aurel yang tahu bahwa hari ini aku tak bersama Nadila, tiba-tiba mengajakku berkencan. Namun, dia turut meminta sesuatu yang lain.
“Kita udah pernah threesome sama Anin, kan? Gimana kalo sekarang, elu yang ajak temen buat maen sama kita. Biar nggak bosen, gitu.”
Permintaannya yang mendadak tersebut cukup membuatku kelimpungan. Untung saja aku teringat akan Randi. Hanya dia lah yang bisa aku percaya untuk urusan personal seperti ini. Dia pun pasti tertarik apabila berurusan dengan masalah wanita. Benar saja, tanpa banyak bertanya dia langsung mengiyakan ajakanku. Bahkan dia pun bersedia menyediakan akomodasi yang cukup baik, seperti kamar hotel yang cukup mewah ini.
“Rileks aja, kak ….”
Aurel pun naik ke pangkuan Randi. Wajah mereka semakin mendekat. Tak lama, bibir mereka pun bertemu, saling bersentuhan. Aurel terlihat lebih agresif menciumi Randi yang hanya diam sembari menopang tubuh kebelakang dengan kedua tangan. Perlahan, dia pun hanyut dalam permainan bibir Aurel.
“Cppllkk … mmhh … ssllrrpp ….”
“Hhmmpp … cuupphh … nngghh ….”
Desahan bercampur decak liur mulai terdengar cukup kencang saat ciuman mereka menjadi semakin panas. Randi pun sudah membalas lumatan Aurel. Terkadang lidah mereka terlihat saling memagut, saling menghisap satu sama lain. Tangan Aurel mulai menggerayangi tubuh Randi, terus turun hingga menuju pahanya. Aurel tersenyum melepas cumbuannya, saat melihat tonjolan diantara paha Randi.
“Ngghh!” Randi sedikit tersentak saat tangan Aurel mulai mengelus tonjolan penisnya.
“Dilemesin aja, Kak …” bisik Aurel sedikit mendesah kepada Randi. “Dibuka kaosnya, ya?” Randi hanya mengangguk, kemudian membantu Aurel menarik kausnya hingga terlepas.
“Sshhh ….” Randi mendesis sembari memejamkan mata ketika Aurel mulai menyisir menciumi lehernya. Terlihat bahunya mulai mengendur. Randi sepertinya mulai menikmati perlakuan Aurel kepadanya.
“Sluurpp … cuuphh ….”
Cumbuan Aurel terus turun menuju tubuh bawah Randi. Tangannya sekarang mulai mencoba melepas celana jeans sekaligus dengan celana dalam yang Randi gunakan. Randi sedikit mengangkat pantat, memudahkan Aurel untuk meloloskan seluruh bawahannya hingga terlepas. Penis Randi yang tegak menjulang seketika terpampang dihadapannya, dan langsung dia remas hingga Randi meringis.
“Lumayan lah, ya …” ucap Aurel dengan nada sedikit mencibir. Dia pun mendorong Randi untuk naik sepenuhnya keatas ranjang. “Lu mundur, Kak. Biar gue bisa naek.” Mereka pun kemudian memposisikan diri sedemikian rupa hingga Randi berbaring di ranjang. Sedangkan, Aurel menungging menghadapku, dengan penis Randi yang sekarang tepat berada di depan wajahnya.
“Awhh … rel …” desah Randi saat kepala penisnya mulai dijilati oleh Aurel. Tak lama dia pun memasukan penis tersebut kedalam mulutnya. Dikulumnya penis tersebut, sembari tangannya ikut mengocok batang penis yang belum masuk kedalam mulutnya. Beberapa kali terlihat pipi gembil Aurel mengempot, seperti sedang menghisap penis Randi. Randi pun hanya bisa terbaring keenakan. Bahkan terlihat beberapa kali dia menggenggam erat selimut yang menutupi ranjang.
“Uuuhh … aahh … reell enak bangeet ….”
“Mmmhh … mpphhh … ccllpkk … mmmppuahh ….” Aurel pun melepas kulumannya. Sambil tetap mengocok penis, kuluman dan jilatannya kini beralih ke testis Randi.
“Aaahh … uu-udaah reel … ntar keluar …” ucap Randi sembari menahan tangan Aurel. Kocokan tangan Aurel pun terhenti. Dia kemudian bangkit, lalu melucuti pakaiannya hingga telanjang bulat. Ekspresi takjub dari Randi melihat tubuh sintal Aurel cukup membuatku geli. Wajahnya yang bengong seakan tak pernah melihat gadis telanjang sebelumnya.
“Gitu amat ngeliatinnya, Kak?” Cibir Aurel kepada Randi.
“Badan kamu bagus banget, Rel.” Tubuh Aurel memang tergolong cukup indah. Lekuk pinggulnya terlihat sungguh seksi dibalut dengan kulit eksotis yang sangat kencang. Lemak tubuhnya pun terlihat merata, membuat tubuhnya empuk namun tetap sedap dipandang. Mungkin itu juga yang dirasakan oleh Randi sehingga dia terpukau karenanya.
“Hihi …. Makasih, Kak. Sekarang giliran elu puasin gue.”
Aurel pun mencium bibir ringan bibir Randi, yang langsung dibalas oleh lumatannya. Selepas cumbuan singkat tersebut, Aurel membaringkan tubuhnya diranjang, sembari menuntun Randi untuk menjamah tubuhnya.
“Remesin, Kak …. Jilatin juga puting gue ….”
Randi pun langsung menggerayangi payudara montok Aurel. Sepertinya dia sudah mulai “masuk” kedalam permainan yang diinginkan Aurel. Tangan dan mulutnya bergantian membuai kedua bongkahan dada Aurel. Lidahnya terlihat aktif berputar di sekitar areola, sebelum mulutnya melumat dan menghisapi puting Aurel. Tangannya pun terlihat cukup kasar meremasi payudara yang satunya.
“Uuhh … ssshh … Kaakk … iyahh gituu ….”
“Memek guehh juga, kaakhh ….”
Sambil terus meracau, Aurel menarik tangan Randi turun menuju selangkangannya. Randi yang mengerti lantas menggosok tonjolan klitoris Aurel, membuat Aurel menggelinjang kenikmatan. Tangannya terlihat gemas meremas rambut Randi. Sesekali Aurel menggigit bibir bawahnya, pertanda dia merasakan kenikmatan yang semakin menjalari tubuhnya.
“Jilatin juga memek guehh-aahh ….”
Perintah tersebut langsung diikuti oleh Randi yang sekarang memposisikan kepalanya diantara paha Aurel. Bunyi hisapan ludah langsung terdengar saat Randi dengan beringas menjilati bibir vagina Aurel. Jarinya pun sekarang sudah mulai masuk dan mengorek rongga vagina Aurel, membuat Aurel meronta sembari mendongak. Matanya terpejam menahan kenikmatan yang terus mendera tubuhnya.
Disuguhi pemandangan yang sangat erotis, birahiku yang sedari tadi terus naik mulai tak tertahan. Aku pun bangkit dan mulai mendekati pergumulan panas mereka sembari melucuti pakaian. Langsung kuarahkan penisku yang sudah menegang kearah wajah Aurel.
“Hisap, Rel.”
Aurel yang disodori penis awalnya sedikit kaget meski tak berlangsung lama. Tangannya pun menggenggam penisku, dan langsung dia masukan kedalam mulutnya. Kepalanya bergerak maju mundur, saat mulutnya mengocok dan menghisapi penisku. Sesekali tangannya ikut mengocok batang penis yang mulai basah oleh liurnya tersebut. Mata Aurel beberapa kali merem-melek akibat permainan mulut dan tangan Randi di kepada vaginanya saat mengulum penisku.
“Mmhhh … nnggg … slllrrpp ….”
Payudaranya pun sudah mulai dia remasi sendiri. Suara decakan ludah saat lidahnya mengecap penisku terus terdengar kencang, membuat malam yang harusnya dingin ini menjadi semakin panas.
“Ssllrrpp … mmhh … ccpllkkhh … mmppuaahh … aaawwhh kaakk Rann nngghh ….”
Aurel yang semakin menggelinjang melepas kulumannya terhadap penisku. Desahannya semakin menjadi. Dia memejamkan mata sembari menggigit bibir bawahnya. Tangannya terasa kuat meremas penisku.
“Ggghhh ….”
Gemas akan remasan tersebut, aku pun lantas memegangi kepala Aurel. Tanpa ampun, kupaksakan penisku untuk kembali masuk kedalam mulutnya. Pinggangku langsung bergerak maju-mundur, memompa penis yang berada didalam mulut Aurel. Aurel hanya pasrah menerima sodokan penisku, yang semakin lama semakin dalam hingga hampir menyentuh pangkal tenggorokannya.
“Mmm … mmm … MMMMHH!!!”
Aurel tiba-tiba saja mengejan. Matanya beberapa saat mengerjap. Sepertinya dia orgasme akibat rangsangan mulut Randi kepada vaginanya. Decakan air liur yang bercampur cairan kewanitaan Aurel semakin kencang, sepertinya Randi sedang menghisap seluruh cairan cinta Aurel yang meluber keluar.
“HHNNGG!!”
Aurel terbelalak saat kumasukan seluruh batang penisku kedalam mulutnya,
deepthroat. Kutahan kepalanya dengan tangan agar
deepthroatnya tidak terlepas. Hangat basah rongga mulutnya terasa sangat nikmat memanjakan penisku yang berada didalamnya.
“GHHOKK … GHHOOKK!!”
Aurel yang seperti kehabisan nafas lantas memukul-mukul pahaku. Dia langsung menarik kepala, melepaskan penisku dari mulutnya saat pegangan tanganku terlepas.
“Gila elu, Kak! Gue nggak bisa nafas, tau!” Aku hanya terkekeh. Tanpa banyak bicara, kubalikan tubuhnya hingga dia menungging, bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Sambil bersimpuh, kuarahkan penisku untuk masuk kedalam vaginanya yang sudah merekah tersebut.
“Nngghh … kaakk …” erang Aurel manja. Tanpa menunggu lama, langsung kupompa vaginanya dengan tempo cukup cepat. Tubuhnya terhentak disetiap tusukan penis, membuat payudaranya yang menggantung bebas berguncang liar. Aurel kembali mengerang, mendesah menikmati setiap gesekan antara penisku dan dinding vaginanya.
Aku pun mendelik kearah Randi, memberikan kode untuk menyodok mulutnya. Randi yang mengerti lantas meyodorkan penisnya kedepan wajah Aurel, yang langsung dilahap olehnya.
“Nngghh … mmmhhppp … hhmmmppp ….”
“Ssshh Reel … mulut kamu enak banget uuhh ….”
Diserang dari dua arah sekaligus membuat Aurel hanya bisa pasrah. Kepalanya bergerak maju sembari mengulum penis Randi yang berada dimulutnya, disaat tubuhnya terus menyentak akibat sodokan penisku. Desahannya pun terdengar tertahan oleh penis yang menjejali mulutnya tersebut.
“Mmhh … mmaahhh kaak … gue mau ….”
Aurel pun melepas kuluman penisnya. Sambil meringis, dia pun berpegangan kepada pinggul Randi. Vaginanya terasa semakin basah, sepertinya dia akan orgasme. kedutan dinding vaginanya terasa nikmat memijati penisku. Kupegangi pinggulnya, dan langsung menggenjot vaginanya dengan kecepatan tinggi. Aurel pun terus mendesah sejadi-jadinya, hingga akhirnya dia mendesah cukup kencang.
“Gue kelua-AAAHHH!!!!”
Pahanya mengejan, saat kutusukan penisku dalam-dalam. Aurel pun terasa menarik tubuhnya hingga penisku terlepas. Cairan bening terlihat meluber dari liang vaginanya, turun bercampur dengan peluh hingga menetes ke ranjang. Dia pun menyenderkan tubuhnya yang penuh peluh ke arah Randi yang sedang bersimpuh. Payudaranya bergesekan hingga mengenai penis Randi yang masih tegang, saat tubuhnya bergerak naik-turun seirama dengan tarikan nafasnya yang berat.
“Mau istirahat dulu?” Tanya Randi dengan wajahnya khawatir kepada Aurel. Rambut lepek Aurel yang menghalangi wajah pun disibakannya.
“Ngeremehin gue, elu?!” Aurel pun menyeringai kearah Randi. Randi yang melihat kebingungan tak sempat berkata apapun, saat tubuhnya didorong oleh Aurel hingga dia terbaring diatas kasur. Dia pun merangkak naik keatas tubuh Randi. Sambil tersenyum simpul. Dia arahkan penis Randi ke depan bibir vaginanya.
“Awwhh sshhh ….”
Aurel sedikit mendesah saat kepala penis Randi mulai menyeruak masuk kedalam vaginanya. Dia pun menurunkan pinggulnya hingga batang penis Randi berhasil terbenam seluruhnya, menjejali rongga peranakannya yang hangat.
Aurel pun mulai menggerakan pinggulnya. Dia bergoyang diatas tubuh Randi sembari terus menatap kearahnya dengan ekspresi yang menggoda. Randi beberapa kali terlihat memejamkan mata. Sepertinya dia pun menikmati goyangan pinggul Aurel yang liar diatas tubuhnya.
“Remesin dongh shay ….”
Aurel manarik tangan Randi dan langsung diarahkan ke payudaranya. Jemari Randi pun mulai membuai bongkahan dada Aurel yang padat berisi, membuatnya semakin mendesah tak karuan. Aurel yang gemas pun membungkuk, mencoba menciumi bibir Randi. Dengan panas, Randi pun membalas cumbuan Aurel. Mereka terus bercumbu liar disaat tubuh bawah mereka saling menggenjot.
“Lu mau nngg … bengong aja?” Aurel yang tiba-tiba bangkit langsung menatapku. “Analin gue aja, sini.”
Tanpa banyak bicara, aku pun langsung mendekati pergumulan mereka. Kuludahi liang anus Aurel. Kemudian kumasukan jari tengah dan langsung mengorek liang tersebut. Aurel hanya mengerang disela desahannya. Dirasa cukup, kuarahkan penisku untuk masuk kedalam liang yang terlihat rapat tersebut.
“Pelan, kak … ouwhh …. Kontol elu gede banget …” rintih Aurel saat kepala penisku berhasil masuk. Wajahnya terlihat meringis kesakitan, bahkan air matanya terlihat menetes. Dia menggigit bibir bawahnya, sepertinya untuk menahan rasa perih yang terasa dari anusnya. Perlahan, penisku mulai terbenam hingga setengahnya. Kugerakan pinggulku maju mundur sembari memegangi punggungnya.
“Aaahh … yaashh, kak … perihh … tapi enak … ouwhh ….”
Dalam beberapa genjotan, penisku berhasil masuk seluruhnya. Langsung kugenjot lubang yang terasa amat sempit tersebut. Sama seperti Randi, dia pun dengan konsisten menggenjot vagina Aurel dari bawah.
“Aaahh … Aahhh … ssshhh … aahhh ….”
Aurel terus mendesah dan merintih, entah karena kesakitan atau merasa keenakan. Atau mungkin keduanya. Aku dan Randi secara kompak memompa penis masing-masing di kedua lubang Aurel. Saat penisku kutarik keluar, Randi menancapkan penisnya di vagina Aurel. Sebaliknya, ketika Randi menarik penisnya keluar, penisku kembali menyodok anus Aurel.
“
Shit! Enak banget, aahh ….”
“Uuhh … Ssshhh … aahhh … terus kaakk ... enha banghe … aahhh ....”
“Pantatmu sempit sekali nngghh … Rel ….”
Desahan maupun erangan kami bertiga terus-menerus terdengar, menggema ke setiap sudut kamar ini. Suhu ruangan yang sudah dipasang AC tak mampu mendinginkan panasnya pergumulan gila ini. Keringat terus menetes dari tubuh kami yang terus bergerak, saling berkejaran memburu puncak kenikmatan masing-masing. Aku sendiri tak tahu yang mereka rasakan. Namun, yang pasti, lubang anus Aurel terasa sempit, bahkan lebih sempit dari vaginanya, membuatku merasakan sensasi nikmat yang lain dari biasanya, dan lebih nikmat.
“Aahh … aahh …. Gue mau … gue nyamp-NNNGGHH!!!”
Aurel kembali mengejan. Pinggulnya menegang. Sepertinya dia kembali orgasme. Bola matanya berputar, hingga yang terlihat hanya bagian putihnya saja. Mulutnya pun terus menganga, seperti tercekat. Bahkan lidahnya pun sedikit menjulur keluar.
Pantatnya pun semakin terasa menjepit dan berkedut. Aku yang masih ingin menikmati tubuh Aurel lantas mencabut penisku, sebelum pijatan liang anusnya membuat pertahananku goyah.
“Gue mau keluar … ngghh!!!” Randi melenguh sembari mendongak. Sepertinya, pijatan dari otot vagina Aurel membuat pertahanannya roboh.
“Jangan didalem! Gue lagi subur!!”
Aurel yang sudah kembali sadar lantas mengangkat tubuhnya hingga penis Randi terlepas dari vaginanya. Dia pun langsung mengulum penis Randi. Dihisapnya kepala penis Randi, sembari tangannya mengocok batang penis yang tak masuk mulutnya.
“Aaahh Anjing!!! Enak banget … gue keluar!!!
Pinggul Randi mengejan, menghentak beberapa kali. Sepertinya, dia menembakan sperma langsung kedalam mulut Aurel.
“Mmmpphh!! Mppphh!!!”
“Aaaahhhh anjiiiinggg!!” Randi kembali berteriak, terlihat pinggulnya kembali menghentak beberapa kali. Pipi Aurel terlihat semakin menggembung. Tampak rongga mulutnya tidak sanggup menampung tembakan sperma Randi yang terus menerus keluar.
“Mmmpphhh … Ghhhkk … ghookkk …” Aurel tersedak. Sementara itu Randi masih terus menahan penisnya di dalam mulut Aurel. Terlihat sperma mulai meleleh dari sela mulut Aurel setiap kali Randi mengejan.
“Anjiinnggg!!” Randi berteriak sangat kencang. Bersamaan dengan itu, penis Randi terlepas dari mulut Aurel namun masih terus menembakan spermanya. Ceceran sperma Randi pun terlihat menodai tubuh sintal Aurel.
“Gulp … glek ... hah … hh ... h ….” Aurel pun menelan sisa-sisa sperma di mulutnya sambil mengatur nafas. Wajahnya tampak sedikit kebingungan dengan kejadian yang baru saja terjadi.
“Slurp …." Aurel menyeka sperma yang menempel pada pipinya dengan ujung jarinya, kemudian menjilatnya dengan sensual.
“Gila ... banyak banget keluarnya, dong …. Badan gue ampe anget semua gini.” Aurel pun lanjut menyeka gumpalan-gumpalan sperma kental yang menempel di sekujur tubuhnya, kemudian dengan telaten menjilatinya satu persatu. Matanya pun tertuju pada Randi, yang ternyata sudah pingsan tidak sadarkan diri.
“Hihi … temen elu lucu, ya, Kak. Tapi kayaknya masih butuh banyak dilatih, deh,” ujarnya sambil tersenyum dan menjilat bibirnya.
Melihat Aurel yang sangat sensual seperti itu, tanpa pikir panjang aku pun menerjangnya.
"
God, you are so sexy," bisikku pada telinganya. Aku pun langsung membuatnya menungging.
"Aaahhh!!"
Kumasukan penisku kedalam vaginanya hingga Aurel mengerang. Langsung kugenjot vaginanya dengan tempo yang cukup kencang.
“Aahhh … uuhhh … kaakk … geli banget sumpaah … uuuhhhh …”
Aurel terus mengerang penuh kenikmatan. Vaginanya yang baru orgasme masih sangat sensitif, berkedut dan terus memijat-mijat penisku dengan nikmat. Cairan vaginanya pun kembali menyemprot hangat didalamnya. Seluruh kenikmatan yang diberikan oleh liang vaginanya membuatku akhirnya merasakan gatal yang teramat nikmat di ujung kepala penisku, dan terus menjalar menuju paha.
“Aahhh … kaakk … guee mau piph …. Gue keluar lagi NNGGHH!!!”
Aurel pun mengejan. Dia kembali orgasme. tubuh bawahnya beberapa kali tersentak. Pinggangnya pun mengejan, membuat otot-otot kewanitaannya menegang dan seperti meremas penisku.
Namun masih belum. Aku pun lantas mencabut penisku dari vaginanya. Aurel sedikit mengerang. Dia hanya bisa pasrah saat kubalikan tubuhnya hingga terlentang menghadapku. Kembali, kutancapkan penisku kedalam vaginanya.
“Aahh … aawhhh … kaakk ….”
Langsung kupompa vagina Aurel dengan tempo yang kembali kencang. Aurel yang sudah tak berdaya hanya bisa mengerang pasrah. Semakin lama semakin kencang aku gempur vaginanya, yang sekarang malah menjadi semakin nikmat. Hangat dan basahnya vagina Aurel, ditambah dengan kedutan dinding vaginanya yang terasa memijat, membuat rasa gatal di penisku semakin menjadi.
“GGHH!!! Reell ….”
“Awwhh kaakk Jan NGGHH!!!”
Tanpa peringatan sebelumnya akhirnya aku berejakulasi. Kutembakan spermaku didalam vagina Aurel. Sepertinya, dia pun kembali mengalami orgasme. Tangannya terasa erat memeluk tubuhku. Wajahnya pun terlihat meringis, memejamkan mata sembari mendongak.
“Cuuphh … mmhhh … ccllppkk ….”
Bibir kami pun kemudian saling bertemu dan bercumbu, mencoba saling menyalurkan kenikmatan dari orgasme masing-masing. Tak lama cumbuan kami pun terhenti, menyisakan tarikan nafas yang terengah dan bersahutan satu sama lain. Kami pun lantas bertatapan. Aurel tersenyum kepadaku, yang langsung kubalas dengan senyuman yang sama, senyuman penuh kepuasan.
“Elu nembak di dalem, ya? Gue kan udah bilang tadi, gue lagi subur,” ungkap Aurel sembari memainkan rambutku.
“E-eh, iya! Celaka! aku lupa, Rel! Terus sekarang bagaimana!?” Aku yang panik langsung mencabut penisku dari vaginanya. Namun, Aurel tetap terlihat tenang, bahkan sekarang dia mulai tertawa kecil.
“Hihi …. Elu lucu deh, kak, kalo lagi panik gitu. Tenang aja, gue punya pil, kok. Gue juga belum mau hamil, kali.” Aurel dengan tenang menjawab seluruh kepanikanku.
“Tapi, kalo misalnya gagal, elu mau tanggung jawab, kan?”
“Ehh!?!?” Dia pun kembali tertawa melihat reaksiku.
“Udah ah, jadi ngomongin yang nggak penting, deh.” Aurel pun beranjak dari ranjang, kemudian berjalan menuju meja yang berada di ruangan sebelah. Dia pun lantas membuka botol air mineral dan langsung meminumnya.
“Masih berdiri, kan?” ucap Aurel sembari melirik kearahku dengan tatapan menggoda. Dia lambaikan jemarinya, seakan menyuruhku mendekat. “Sini dong, sayang. Kita ganti suasana.”
Aku pun lantas berjalan mendekat kearahnya. Langsung kurengkuh tubuhnya. Bibir kami pun kembali saling memagut, terus melumat dan saling menghisapi liur. Sembari bercumbu, kudorong Aurel hingga dia berbaring diatas sofa, lalu kutindih tubuh sekalnya tersebut. Cukup lama kami bercumbu panas hingga akhirnya cumbuan kami terlepas. Sambil terengah, Aurel pun menatapku dengan penuh nafsu.
“Nggak akan gue biarin elu menang kali ini, Kak.” Cibir Aurel setengah mendesah.
“Kita lihat saja, Rel.” Jawabku sembari tersenyum simpul.
Kembali kami pun bergumul mesra. Entah berapa banyak spermaku yang tumpah ditubuhnya. Yang pasti, hampir sepanjag malam kami bercinta. Bahkan, Randi pun kembali ikut serta saat dirinya kembali bangun. Benar-benar malam yang sangat gila.
A wild, exotic night, eh?
.
.
.
tbc