Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Love & Truth

Status
Please reply by conversation.
Cerita bagus, semoga tidak ada manusia copast dan plagiatisme yang mengambil tanpa permisi kemudian seolah olah ini karangannya dan membuat sang penulis menghentikan tulisannya.

Betul hu, banyak cerita bagus yang berhenti karena ceritanya di copast, moga kedepannya mrk jg bisa buat cerita bagus agar tdk copas lagi
 
Part 03. Maafin Gue!....


Sabtu pagi mengawali akhir pekan yang kurang bersahabat. Hujan turun sejak pagi, awan hitam terasa enggan berpindah dari atas kota. Matahari pun seperti sedang kedinginan, dia masih enggan menampakkan dirinya dan memilih tetap berselimut awan.

“Akhirnya jemputan Ibu sudah datang. Anak Ibu yang baik, jaga diri di rumah dan jangan keluyuran sampai larut....”

“Siap komandan, Ibu juga hati-hati. Jangan lupa oleh-olehnya....”

“Soal oleh-oleh kamu tenang saja, pasti Ibu cariin oleh-oleh yang spesial, kalau perlu nanti Ibu bawain calon menantu, hihihihi....”

“Menantu apaan, dah Ibu berangkat sana....”

“Iya Ibu berangkat, daaa.. jangan terlalu merindukan Ibu, nanti liburan Ibu jadi terganggu....”

Melepas kepergian Ibunya dengan sedikit candaan, dan kini tibalah saat Rizal sendirian di rumah.

Akhir pekan biasanya di nikmati dengan bersenda gurau dengan Ibunya, tapi kini ibunya sedang pergi berlibur. Cuaca hujan di luar juga menahan Rizal untuk tetap berada di dalam rumah.

Tv sudah menyala, cemilan juga sudah tersedia, tapi hari ini benar-benar membosankan. Sesekali Rizal mengintip kearah luar, tapi kembali dia kecewa dengan hujan yang tak kunjung reda.

“Ting tong... Ting tong...” dua kali bel rumah berbunyi, menandakan ada seseorang yang berkunjung.

Dengan langkah gontai Rizal berjalan kearah pintu dan membukanya.

“Ini dingin, boleh gue masuk?....” tanya seseorang yang berdiri di depan pintu.

“Hm....” gumam Rizal dan dia sedikit menggeser tubuhnya untuk membiarkan tamunya masuk.

“Seperti biasa, rumah lo bersih dan rapi....” puji seorang tamu yang begitu saja duduk di sofa ruang tamu tanpa permisi.

“Nona Lia yang terhormat, kenapa lo di sini sedangkan yang lainnya sedang berlibur?....” tanya Rizal seraya dia duduk berhadapan dengan wanita yang merupakan tamunya.

“Gue males liburan, enakan disini nemanin lo. Gue tahu lo pasti kesepian....” ungkap Lia, rekan kerja Ibunya Rizal.

“Bukannya lo yang kesepian karena punya suami tapi jarang pulang....” sindir Rizal.

“Biarin tuh orang jarang pulang, tuh orang gak pulang atau dia punya istri lain gue juga gak peduli. Gue tuh cuma peduli sama uang bulanan, asal uang bulanan gue lancar, gue gak akan nuntut apa-apa ke tuh orang....” ujar Lia.

“Dasar cewek aneh....” Rizal menyindir Lia, tapi tentu itu hanya bercanda.

“Biar aneh, banyak loh yang suka sama gue....” Lia mulai menyombongkan dirinya. Di lihat dari manapun, dia memang pantas sombong dengan dirinya. Kulit putih bersih, wajah cantik, dan bentuk tubuh sempurna, sulit menemukan kata yang tepat untuk membantah kesombongannya.

“Kalau udah bahas banyaknya orang yang suka sama lo, gue nyerah....”

Lia tersenyum dengan pengakuan Rizal. Ada rasa bangga tersendiri saat dia memenangkan perang kata dengan Rizal. Seumur-umur kenal dengan Rizal, baru kali ini tuh cowok menyerah kalah saat sedang perang kata dengannya.

“Lo udah sarapan apa belum?....” tanya Lia yang menatap kearah Rizal.

“Belum ada makanan, jadi belum sarapan....” Rizal teringat kejadian tadi pagi saat Ibunya telat bangun dan buru-buru bersiap. Jangankan untuk masak, saat pergi saja Ibunya belum sempat pakai makeup.

“Biar gue masakin, sekalian gue numpang sarapan....”

“Hmm.... Ya sana masak, bahan-bahannya ada di kulkas, gue kira bumbu di dapur juga masih lengkap....”

Lia hanya membalas Rizal dengan mengacungkan jempol kearahnya. Tanpa meminta izin ke tuan rumah, begitu saja Lia pergi ke dapur dan mulai menyiapkan bahan yang akan dia olah.

***

Satu jam telah berlalu, masakan Lia sudah tersaji di atas meja makan. Harum bau masakan yang terbawa udara, mengusik hidung Rizal. Dengan perut yang mulai terasa lapar, dia berjalan kearah tempat makan. Berbagai makanan yang tersaji di atas meja, segera menggugah nafsu makan Rizal.

“Masakan gue sudah kelar, saatnya makan....” Lia menarik Rizal untuk duduk di kursi tempat makan, dan setelahnya dia duduk di samping Rizal.

“Ternyata lo bisa masak juga....” Rizal tulus memuji Lia, karena baru kali ini dia melihat hasil masakan selain masakan Ibunya.

“Terimakasih pujiannya, tapi lebih baik kita segera makan, gue udah kelaparan....” ujar Lia seraya dia menaruh beberapa makanan di piringnya.

“Gue kira cuma bentuknya yang menggoda, ternyata rasanya juga enak....” Rizal kembali memuji Lia.

Mendapatkan pujian beruntun, membuat wajah Lia bersemu merah karena rasa senang. Dipuji cantik, seksi, bagi Lia sudah biasa, hal baru baginya di puji soal keterampilan, apalagi soal keterampilan memasak. Rasa senangnya beda dari rasa senang saat dia di puji seperti biasanya.

“Setelah makan mau gak lo temanin gue ke butik langganan gue?....” tanya Lia di sela kegiatan sarapan pagi.

“Lo lupa apa tuh lagi hujan, mau lo basah-basahan naik motor gue....” sebenarnya bisa saja Rizal makai mobil Ibunya, tapi takutnya ada apa-apa di jalan. Kalau cuma ban kempes atau bensin habis itu sih gak apa-apa, tapi kalau sedikit saja ada yang lecet dari tuh mobil, bisa kena murka Ibunya dia nanti.

“Tenang, gue tadi bawa mobil, dan gue nanti yang nyetir....”

“Hmmm.... Ya gue temanin....”

Butik itu termasuk tempat yang membosankan, tapi di rumah sendirian tuh lebih membosankan. Setidaknya itulah yang dipikirkan Rizal. Setelah sedikit obrolan, acara sarapan terus berlanjut dengan keheningan.

Selesai sarapan, seperti biasa Rizal merapikan meja makan dan segera mencuci wadah kotor bekas makanan. Lia yang melihat seorang cowok mencuci sendiri wadah tempat makan, ada rasa kagum tersendiri di dalam hatinya. Dalam batinnya Lia berujar betapa beruntungnya cewek yang kelak jadi jodoh Rizal.

***

Mesin mobil sudah menyala, sebelum berangkat dan sambil menunggu Rizal yang mengganti baju, Lia sedikit merapikan makeup nya. Melihat Rizal keluar dari rumah dan mengunci pintu, Lia segera memasukkan alat makeup nya kedalam tas.

“Suami lo gak cemburu nih lo ngajak gue?....” tanya Rizal begitu masuk mobil.

“Lo dan suami gue udah sering ketemu, dan suami gue sendiri menganggap lo tuh adiknya. Terus apa yang mau dia cemburuin saat gue jalan sama lo?....”

“Ya ya ya.... Dah buruan jalan!....”

Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang basah karena hujan. Dengan awan yang begitu tebal memayungi kota, sepertinya hujan tak akan reda untuk hari ini.

***

“Gimana kak Jun, cocok gak?....” Novi tampak antusias memilih dan mencoba beberapa baju.

“Semua terasa cocok saat lo yang pakai....” puji Juno, cowok yang saat ini menemani Novi berbelanja di salah satu butik.

“Harus ada satu kak yang paling cocok....” Novi terlihat bingung memilih.

“Udah gue beliin semua....” kata Juno yang seketika menghapus kebingungan Novi.

Bibir Novi seketika melengkung menciptakan senyuman bahagia. Siapa cewek yang gak bahagia saat dia mendapat apa yang di inginkannya.

“Mbak tolong ini di bungkus....” Juno menyerahkan baju pilihan Novi ke pelayan butik, dan setelahnya dia mengajak Novi menuju kasir untuk membayar yang dia beli.

Sambil menunggu Juno membayar baju pilihannya, Novi mengedarkan pengelihatannya untuk melihat sekelilingnya. Bertepatan saat dia melihat kearah pintu masuk, saat itulah penglihatannya bertemu dengan seorang cowok yang memandang kearahnya.

Novi sempat ingin tersenyum, tapi seketika dia mengurungkannya saat orang yang barusan memandangnya begitu saja membuang muka.

“Zal, ada apa dengan lo?....” batin Novi bertanya.

Orang yang barusan memandangnya tak lain adalah Rizal, dan entah kenapa Novi merasa sajabatnya itu berubah. Sorot mata Rizal menjadi begitu dingin, bahkan dia merasa Rizal melihatnya dengan penuh kebencian.

Dada Novi terasa sesak, bahkan matanya mulai berair. Tapi dia segera menahan tangisnya saat melihat Juno berjalan mendekatinya.

“Yuk balik....” ajak Juno.

Novi mengangguk dan berjalan di samping Juno, tapi matanya terus mencari keberadaan Rizal.

“Apa sebenarnya salah gue, kenapa lo jadi seperti orang asing?....” Novi ingin bertanya, tapi saat ini dia hanya bisa bertanya dalam hati.

***

“Kenapa lo diam, lo gak suka nemanin gue?....” Lia merasa aneh dengan sikap Rizal yang seketika diam dan murung begitu masuk butik.

“Gue gak apa-apa, mungkin agak kurang percaya diri saja datang ketempat yang biasanya hanya dikunjungi cewek....” jawab Rizal sekenanya. Dia mencoba berbohong, tapi sialnya dia tak begitu pandai berbohong untuk saat ini.

“Wajah lo nunjukin kalau lo memang ada apa-apa....” ungkap Lia dengan sorot mata tajam melihat kearah Rizal.

“Udah gue beneran gak apa-apa, lebih baik sekarang lo mulai cari apa yang mau lo beli....”

Lia mengangguk mendengar balasan Rizal. Meski masih ada yang mengganjal di perasaannya, dia segera membuang jauh-jauh perasaan itu.

Melihat Lia yang kembali fokus dengan tujuannya, Rizal merasa lega. “Setidaknya dia gak lagi bahas soal barusan....” batin Rizal.

Lega soal Lia, tak membuatnya lega dengan perasaannya. Bukan sekali, tapi sudah berkali-kali dia melihatnya. Biarpun sering melihat dan mencoba membuang jauh perasaannya, tetap saja dia merasa sesak. Bagaimanapun mencintai lebih mudah daripada melupakan.

“Haahh....” Rizal menghela nafas.

“Kenapa nafas lo?.... Mirip orang tua saja cara lo bernafas....” sindir Lia.

“Buruan lo pilih yang mau lo beli, gak usah peduliin gue....” balas Rizal yang masih mencoba menetralkan perasaannya.

Tanpa dua kali di suruh, Lia mulai memilih dress yang cocok untuknya. Besok malam dia akan menghadiri pesta, karena itu dia ingin sebuah dress yang bisa menunjang penampilannya.

“Menurut lo bagus yang hitam atau yang merah?....” Lia menunjukkan dua dress pada Rizal.

“Lo coba dulu, baru gue bisa nilai....” jawab Rizal.

“Ok....” Lia segera menuju kamar ganti dengan Rizal mengekor di belakangnya. Tentu Rizal tak ikut masuk kedalam kamar ganti, dia hanya menunggu di depannya.

Lima menit berlalu, Lia keluar dari kamar ganti dengan menggunakan dress berwarna merah yang mendapat penilaian OK dari Rizal. Ingin membandingkan dengan dress satunya, Rizal kembali menyuruh Lia masuk ke kamar ganti dan memakai dress warna hitam yang tadi dia pilih.

Lima menit kembali terlewatkan dan Lia akhirnya keluar dari kamar ganti dalam balutan long dress berwarna hitam.

Rizal seketika terdiam melihat penampilan Lia. Bagi Rizal, Lia terlihat sangat berbeda, dia terlihat lain dan begitu cantik, bahkan Rizal tak berani berlama-lama melihat kearah Lia.

“Gimana, bagus gak?....” tanya Lia begitu antusias.

“You look so beautiful in black....” ungkap Rizal.

Meski melihat Rizal sedang membuang muka, Lia merasa begitu bahagia mendengar pujian Rizal. Karena begitu senangnya, Lia tersandung saat ingin masuk kembali ke kamar ganti. Rizal yang berada di dekatnya dengan cepat menahan tubuh Lia hingga dia tak jadi jatuh tersungkur.

“Ngm.... Makasih....” wajah Lia merona merah.

Tak ingin terlalu lama terjebak situasi dengan Rizal, Lia segera bangkit dan begitu saja masuk ke kamar ganti. Rasa lega segera Lia rasakan saat dia sudah selesai mengganti baju.

Setelah menentukan pilihan, Lia mengajak Rizal untuk membayar belanjaannya. Selesai membayar, mereka jalan bersama menuju parkiran dan masuk kedalam mobil.

“Makasih ya lo udah mau nemanin gue!....” ungkap Lia.

“Anggap saja ini balasan untuk lo yang udah bikin sarapan untuk gue....” balas Rizal.

“Mau kemana nih kita?....” tanya Lia.

“Pulang....” Rizal menjawab begitu singkat.

“Lesu amat lo tuh, mirip orang baru kalah lotre....” cibir Lia.

“Bukan cuma kalah lotre, tapi gue kalah dalam segala hal....” Rizal semakin lesu. Dengan tubuh bersandar di sandaran kursi mobil, dia terlihat mulai memejamkan mata.

“Ternyata wanita tadi....” batin Lia. Biarpun hanya sekilas, Lia merasa wanita di dekat kasir yang di lihat Rizal saat masuk butik, dialah yang merubah sikap Rizal sampai detik ini.

“Tenang boy, masih banyak cewek di luar sana. Kalau perlu lo sama gue saja, gue rela kok ninggalin suami gue demi lo, tapi gue gak yakin lo mau sama janda, hihihihi....” Lia bergumam begitu lirih dan diakhiri sebuah tawa yang sama lirihnya.

“Gue udah putusin, malam ini gue nginep di rumah lo....” Lia berkata secara tiba-tiba. Rizal yang semula diam pun seketika melotot kearah Lia sesaat setelah mendengar apa yang baru Lia katakan.

“Apa lo lihat-lihat?....” bentak Lia. “Lo gak usah mikir mau ngusir gue, Ibu lo saja udah ngizinin, bahkan kemarin dia justru nyuruh gue sementara tinggal sama lo....” lanjut Lia yang seketika sanggup mengunci mulut Rizal.

“Terserah lo....” Rizal hanya pasrah menerima Lia menginap di rumahnya.

***

Langkah kaki Rizak melenggang gontai kedalam kamarnya. Tubuhnya yang tegap dihempaskan dengan kuat kearah tempat tidur. Dia membenamkan wajahnya ke bantal dan mencoba mengosongkan pikirannya.

“Arrgghhh....” Rizal mengerang kesal. Sekeras apapun dia mencoba tak memikirkan Novi, tapi Novi selalu menghantui pikirannya.

Rizal membalikkan badan, dan kini dia menatap langit-langit kamarnya yang polos. Perlahan pikirannya mulai tenang, tak lagi di penuhi Novi, kini dia mengganti pikirannya dengan seribu cara untuk masa depannya kelak.

Merasakan ketenangan, Rizal perlahan memejamkan mata. Belum matanya benar-benar terpejam, dia melihat siluet bayangan cewek masuk kedalam kamarnya. Begitu penglihatannya terfokus kearah yang semula hanya siluet bayangan, kini Rizal melihat Lia yang berdiri di samping tempat tidur dengan kedua mata melihat kearahnya.

“Sebelum ada yang melihat dan terjadi kesalahpahaman, lebih baik lo segera ganti baju. Lagian, kenapa lo ganti baju seperti itu, dan sejak kapan lo bawa baju ganti?....” Rizal hanya bisa menelan ludahnya sendiri saat melihat penampilan Lia. Tapi dia tak terpancing, dan memilih menyuruh Lia segera mengganti baju.

“Gue nyaman seperti ini, dan lagi cuma lo yang lihat....” Lia membaringkan tubuhnya di samping Rizal.

“Terserah lah....” gumam Rizal sambil bergerak memunggungi Lia.

Meskipun matanya tak lagi melihat kearah Lia, tapi bayangan tubuh Lia yang hanya dibalut lingerie tipis berwarna putih yang memamerkan keindahan bentuk tubuhnya terus saja terbayang di ingatannya. Jiwa muda yang dipenuhi nafsu yang masih sulit terkontrol, membuat Rizak tak berdaya menahan benda tumpul di selangkangannya untuk tidak mengalami ereksi.


“Gue ingin makan lo....” bisik Lia yang entah sejak kapan dia sudah menyandarkan kepalanya di bahu Rizal, bahkan bukit kenyal Lia sudah menempel begitu erat ke punggung Rizal.

“Gue bukan makanan....” ujar Rizal.

“Tapi gue nafsu ngelihat lo....” kata Lia.

“Jangan memulai, atau lo setelahnya akan menyesal....” seru Rizal setengah mengancam.

“Gue gak akan menyesal, mungkin justru lo yang menyesal....” Lia mulai menggoda Rizal dengan suara lembutnya.

“Lebih baik lo segera keluar!....” Rizal membentak Lia.

“Kenapa lo nyuruh gue keluar, apa lo gak tertarik dengan tubuh gue?....” Lia kekeh dengan tindakannya, bahkan bentakan Rizal cuma angin lalu baginya.

Rizal bangkit dan duduk di atas tempat tidur dengan mata melirik kearah Lia.

“Bukannya gue gak tertarik, tapi gue belum menginginkan hal itu, setidaknya bukan untuk saat ini....” jawab Rizal penuh kejujuran.

“Jangan bilang lo masih,-....”

“Gue memang masih perjaka, terus lo mau apa?....” kata Rizal memotong kata-kata Lia.

“Gue tau kok cewek di butik tadi yang buat lo seperti ini, dan mungkin cewek itu juga yang buat lo gak mau nglakuin itu dengan gue. Tapi, apa lo yakin tuh cewek masih suci?.... Apa lo kira cowok yang tadi bersamanya tak tergoda dengan tubuh tuh cewek?....” pertanyaan Lia yang seketika membuat Rizal diam mematung.

Pikiran Rizal mulai menerawang membayangkan sosok Novi. Kini Rizal benar-benar terjebak diantara percaya atau tak percaya dengan apa yang dikatakan Lia. “Nov, apa lo sudah sejauh itu dengan tuh cowok?....” batin Rizal bertanya dalam perih saat memikirkan Novi.

***

“Kak stop, gak seharusnya kita seperti ini....” Novi yang tersadar, segera menepis tangan Juno yang mulai melucuti bajunya.

“Kenapa Nov, bukannya kita saling menyukai?....”

“Gak kak, gak seharusnya kita sampai sejauh ini....” kata Novi sambil mengancingkan kembali kancing bajunya yang sempat dilepas Juno.

“Apa lo gak percaya sama gue?....” Juno bertanya dengan sedikit emosi.

Ingin Novi menjawab dia percaya, tapi di lain sisi dia sendiri belum terlalu yakin dengan perasaannya ke Juno. Bahkan ajakan Juno yang mengajaknya pacaran juga belum dia sanggupi.

Selama sebulan ini mengenal Juno, Novi mengakui dia mulai nyaman dengan Juno. Tapi dia sadar, senyaman nyamannya hubungan, dia gak boleh terlalu melewati batas, apalagi dia bisa di bilang baru mengenal Juno.

“Maaf kak, gue gak bisa seperti itu....” Novi berkata lirih dengan kepala tertunduk.

“Gue kecewa sama lo Nov, gue kira lo dah percaya sama gue, ternyata lo masih ragu....” Juno membentak Novi dan setelahnya dia begitu saja pergi tanpa pamit.

Novi cuma diam di tempatnya. Melihat kepergian Juno, sedikitpun dia tak ingin mengejarnya. “Maaf....” gumam Novi saat mendengar mobil Juno pergi menjauh dari rumahnya.

Dia tak habis pikir kalau cowok itu marah bahkan sampai membentak dia. Novi dalam diam sebenarnya berharap Juno menerima keputusannya, bukannya marah-marah.

“Zal lo kemana, kenapa lo gak ada saat gue butuhin....” batin Novi teringat akan sahabatnya yang biasanya selalu ada saat dia butuhkan.

Pikirannya jadi teralihkan dari Juno ke Rizal. Novi tak habis pikir, kenapa Rizal begitu sangat berubah.

Mengingat Rizal, membuat Novi teringat saat terakhir Rizal berada di rumahnya. Jika Novi pikir-pikir, malam itu sikat Rizal masih wajar, bahkan dia merasa Rizal begitu hangat dengannya.

“Astaga, apa waktu itu dia serius!....” Novi menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Kepingan ingatan malam saat bersama Rizal merasuk ke ingatannya. Satu persatu dia ingat, mulai kata-kata Rizal yang dia anggap candaan meski dia melihat Rizal begitu serius.

Terakhir ingatannya tertuju pada saat dia menyambut Juno. Terlepas dari sambutannya ke Juno, dia melihat saat itu Rizal sedang menatap kearahnya. Saat itu sebenarnya dia beberapa kali memanggil Rizal, tapi tanpa sebab yang pasti Rizal tak mempedulikan panggilannya dan begitu saja pergi.

“Bodoh, bodoh, lo bodoh Nov!.... Lo udah bikin dia kecewa, lo bodoh....” Novi mengutuk kebodohannya saat mengingat dan menyadari semua.

“Zal, maafin gue....” tak bisa terbendung lagi, air mata Novi mulai membasahi matanya dan semakin deras mengalir keluar, meluncur membasahi wajahnya.

“Tak ada gunanya gue menangis, ya lebih baik gue menemuinya, gue yakin dia ada di rumah. Ya, gue memang harus menemuinya....”

Novi menghapus air mata dengan kedua tangannya. Tanpa berlama-lama dia segera berlari menuju rumah Rizal ditengah hujan yang masih mengguyur.


***
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd