Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY M&Y Second Chapter

Status
Please reply by conversation.
PART 2





Seminggu sudah lelaki ini tinggal denganku, dan seminggu ini pula dia tak menyentuhku lagi. Bukan aku menghindarinya, tapi memang dia tak melakukan apa pun terhadapku. Hanya senyuman dan percakapan sederhana yang terjadi antara aku dan dia. Sedangkan Mariska yang sebelumnya cukup riang menjadi tampak menjadi lebih bahagia dengan kehadirannya. Mariska jadi lebih sering tertawa riang, jadi semakin sering bertanya padanya, ya padanya bukan padaku ibunya. Ada rasa iri dalam hati melihat sikap Mariska padanya, namun ada rasa bahagia ketika melihat Mariska bisa tertawa lepas.

Mariska terlihat merindukan figur seorang ayah yang selama ini tak pernah ia lihat dari suamiku terdahulu. Aku menikah dengannya hanya supaya ayah bisa naik jabatan. Setelah aku hamil dan melahirkan Mariska, mantan suamiku tidak pernah sekalipun mau bertemu dengan buah hatinya. Katanya ikatan pernikahan ini hanya sebagai kedok dan tidak ada cinta di dalamnya. Hingga akhirnya kematian suamiku bersama dengan ayahku waktu itu.

Lelaki yang belum aku tahu namanya ini, tampak begitu misterius. Meskipun aku telah melakukan pengecekan di data base kepolisian berdasarkan sidik jarinya. Bahkan ketika aku meminta adikku yang merupakan agen militer pun tidak menjawab siapa dia. Hanya pertanyaan demi pertanyaan yang sering kali ditanyakan olehnya padaku. Dia tampak khawatir dengan diriku yang tinggal bersama lelaki tak beridentitas ini.

Hari itu, adikku menelepon.

“Pagi kakakku yang cantik dan seksi. Pa kabar...?”.

“Pagi dek, kakak sehat-sehat saja kok...”.

“Kak bisa kita ketemu sebentar, aku ada di tempat kopi pelabuhan ibukota. Tempat biasanya.”

Aku terdiam, tak biasanya adikku meminta ketemu. Kalo bukan hal yang sangat penting.

“Aku sendiri?”, tanyaku memastikan.

“Ya kak.”.

“Ok, kakak berangkat sekarang ya...”, jawabku, lalu aku akhiri telepon dari adikku.

Segera aku berganti pakaian, lalu aku turun ke bawah di mana Mariska sedang menonton film kartun di televisi bersama dengan lelaki ini. ketika Mariska melihatku, dia bertanya, “Mama.. mama mau ke mana?”

“Mama, mau ketemu om Aldi sayang. Katanya ada oleh-oleh buat kamu...”, jawabku berbohong pada Mariska, supaya tidak mencurigakan bagi lelaki tampan di sampingnya.

“Asyiikkk, oleh-oleh dari om Aldi.”, jawab putriku gembira ketika mendengar oleh-oleh untuknya. Karena memang dia amat sangat jarang bertemu dengan adikku.

Sementara lelaki ini hanya tersenyum simpul melihat tingkah Mariska, namun tatapan matanya sesaat begitu meneduhkan hati, lalu berubah menjadi tatapan yang tidak dapat aku mengerti. Apalagi ketika dia melihatku memakai celana jeans dipadukan dengan tshirt putih dan cardigan serta topi baret. Matanya menatapku dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Adek, om anter mama sampai depan ya...”, katanya pada Mariska disertai kecupan di rambut.

“Iya om....”, jawab Mariska singkat, lalu kembali mengalihkan pandangan matanya ke arah televisi.

Lelaki ini berdiri dan berjalan mendahuluiku ke ruang tamu. Sementara aku mencium kedua pipi putriku lalu aku berjalan ke arah ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, tiba-tiba ada sepasang tangan memelukku dari belakang. Aku yang terkejut sempat menjerit kecil, dan ketika menyadari bahwa lelaki ini yang memelukku, aku tidak melakukan perlawanan.

“Trust your heart...”, bisiknya ditelingaku.

“Ugghhh... “, lenguhku geli. Aku tak melawan, malah memiringkan kepalaku memberinya akses untuk mencumbuku, tak kusadari aku pegang kedua tangannya dan mengarahkannya ke payudaraku. Seketika itu juga tangan lelaki ini meremas lembut payudaraku, dan aku membantunya.

Entah apa yang ada dalam pikiranku, mengapa gairahku seperti mudah di sulut oleh kehadirannya. Membara hanya dengan tatapan matanya, memanas ketika dia berbisik lembut di telingaku, menuntut ketika tangannya bermain-main dengan tubuhku. Aku merasa seperti wanita yang haus akan belaian, ya belaian lelaki ini.

Setelah beberapa saat, dia melepaskan pelukan dari tubuhku. Menarik tubuhku menghadapnya lalu mengakhirinya dengan kecupan lembut di bibir.

“Hati-hati di jalan...”, katanya setelah menciumku.

Akhirnya kesadaranku kembali, dan aku merasa malu dengan semua tindakanku. Mungkin dia menganggap diriku wanita gampangan dan murahan yang begitu mudah takluk padanya. Sesegera mungkin aku berjalan meninggalkannya, membuka pintu rumah dan berjalan menjauh sembari mengatur nafas dan gejolak gairah yang sudah muncul oleh perlakuannya.

Perjalanan ke ibukota negeri ini sebenarnya tidak terlalu lama, apa lagi aku menggunakan kapal cepat milikku. Yang susah adalah pada saat memasuki pelabuhan.

Setelah hampir 2 jam, aku sampai di kedai kopi kecil di pinggir dermaga. Tempat yang asri lengkap dengan fasilitas untuk kalangan atas. Karena memang dermaga ini berada di perumahan kalangan atas dengan pemandangan ke arah laut.

Aku memasuki tempat tersebut dan melihat sekeliling, mencari adikku, hingga pandangan mataku tertuju pada sesosok pria dewasa yang sedang menikmati kopi hitam dengan sebatang rokok ditangan.

Dia melihat ke arahku, dan seketika itu juga melambaikan tangannya memanggilku. Aku berjalan mendekatinya, lalu memeluk tubuhnya.
“Duduk kak, “, katanya sembari memberi kode pada pelayan untuk datang.

Setelah pelayan datang dan memberikan buku menu dan aku memesan minuman, adikku tampak duduk tenang, menatapku penuh selidik.

“Napa kamu liatin kakak kayak begitu?”

“Hahaha.... gpp kok”.

“Boong loe, ada apaan coba?”.

“Hehehe, loe tambah cantik and seger saja kak...”.

“Maksud loe apaan..?”, jawabku sambil memukul lengan adikku ringan penuh canda.

Entah semerah apa wajahku, mendengar pujian adikku ini. Disadari atau tidak aku memang merasakan perubahan semenjak pria itu tinggal bersamaku.

“Jadi gini kak, mengenai info yang gua kasih ke loe, tolong disimpan baik-baik ya. Jangan sampai ada orang yang tahu, cukup kakak saja.”, kata adikku dengan mimik serius.

“Info apaan sich? Jangan bikin orang takut dech..”, balasku.

“Jadi, gua sudah beberapa bulan ini nyelidikin orang ini.”, sambil memberikan secarik foto. Orang yang sama dengan pria yang tinggal bersamaku selama beberapa hari terakhir.

Adikku mengatakan bahwa pria ini adalah orang yang sangat berbahaya, seorang pembunuh bayaran yang dicari hampir sebagian besar negara di dunia. Mendengar itu semua, aku hanya terdiam. Namun informasi terakhir yang membuatku seperti terlempar ke alam lain. Adikku mengatakan bahwa lelaki tersebut yang membunuh ayah dan suamiku.

Aku bingung dan terdiam, mendengar info tersebut. Melihatku seperti tenggelam dalam lamunan, adikku tiba-tiba menyentuh tanganku, seakan-akan membangunkanku dari alam bawah sadar.

“Kak...loe gpp kan?”

“I..iya. tapi bener dia yang ngelakuin itu semua??”, tanyaku mencoba memastikan.

Dia mengangguk memastikan jawaban yang aku inginkan.

Adikku melanjutkan lagi informasi yang dia dapatkan, namun semua itu seperti hilang terbawa angin. Karena aku merasakan sesuatu yang sangat menyakitkan dalam hatiku. Ada pertentangan di dalamnya, rasa nyaman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya dan rasa sakit ketika mengetahui bahwa lelaki yang membuat aku dan putrinya kembali merasakan hidup ternyata seorang pembunuh legendaris.

“Aku minta kakak, hati-hati sama dia. Dan info ke adik ya, kalo ada hal-hal yang mencurigakan.”

Aku hanya mengangguk dan memberikan senyuman yang tampaknya terpaksa kepada adikku. Setelah itu, dia mohon ijin untuk kembali bertugas. Sedangkan aku hanya duduk sendiri di cafe ini, menatap kosong ke arah laut. Tenggelam dalam pikiranku sendiri.

Entah berapa lagi aku di sini, menikmati kesendirianku. Hingga aku sadar sudah saatnya aku kembali. Aku pun beranjak meninggalkan cafe itu setelah memastikan semua pesanan sudah terbayar. Aku berjalan menuju dok tempat speed boat kutambatkan. Aku yang tak pernah memperhatikan orang, entah kenapa aku jadi ingin memperhatikan semua orang di sekitarku, tampak beberapa orang yang seperti orang biasa, tapi sepertinya bukan orang biasa. Instingku mengatakan demikian.

Rasa takut pun muncul dalam pikiranku, namun tiba-tiba HP ku bergetar, dan ketika aku buka pesan di dalamnya, “Jangan panik, you’ll be save”. Pesan yang aneh dari nomor yang tak di kenal. namun ingatanku kembali kepada lelaki itu.

Senyuman pun kembali tersungging di bibir.

Beberapa menit berlalu, aku telah sampai di dermaga kecil pulau tempatku tinggal. Setelah menjatuhkan jangkar dan mengikatkan tali penambat pada tiang tambatan di dermaga. Aku menyeka peluh, namun tiba-tiba kembali aku mengamati sekelilingku. Pulau ini tidak besar, hanya ada beberapa rumah di dalamnya, termasuk rumah yang aku tinggal. Selama ini aku tak pernah memperhatikan mereka semua. Namun mereka tampak seperti bukan orang yang biasa tinggal di sebuah pulau, mereka tampak asing dengan gerak-gerik yang menurutku terlalu aneh. Meskipun mereka tidak pernah melihat diriku secara langsung, kalaupun bertemu hanya sekedar bertegur sapa.

Dalam perjalanan pulang ke rumah, aku menggunakan jalan memutar yang sebelumnya tidak pernah aku lewati. Entah mengapa aku melakukan ini, tapi hatiku mengatakan aku harus mengambil jalan ini. melewati jalan kecil dengan beberapa rumah berhadap-hadapan. Berpapasan dengan beberapa orang yang tampak terkejut melihatku berjalan melalui jalan ini.

Senyuman dan sapaan ringan aku berikan kepada mereka yang berpapasan denganku. Hingga aku sampai di ujung jalan ini, aku pun berbelok melalui jalan berumput yang mengarah ke rumahku. Sesampainya aku di samping rumah, aku mendengar tawa riang anakku, tawa yang jarang sekali terdengar darinya. Tampak dia bermain di kolam renang samping dengan lelaki tersebut.

Dalam hati aku bertanya, apakah benar lelaki ini pembunuh bayaran seperti yang dikatakan adikku. Lelaki yang dapat dengan mudah bergaul dengan siapa saja, lelaki yang dapat menaklukkan hatiku, lelaki yang dapat memberikan tawa riang gembira kepada anakku. Pertentangan pun muncul dalam hatiku, di satu sisi mencoba membenarkan informasi adikku, namun disisi lain menyalahkan info adikku. Hingga akhirnya aku putuskan untuk langsung bertanya padanya langsung, ya bertanya secara langsung padanya.

“Mama...mama pulangg.....”, teriak Mariska.

Menyadarkanku dari lamunan, dan secara spontan aku berikan senyuman terbaik padanya.

“Halo sayangg......”, jawabku ketika Mariska menghambur memelukku, membuat bajuku basah. Kecupan demi kecupan sayang aku berikan padanya diselingi dengan gelitikan pada pinggangnya. Membuat tertawa sembari menggeliat kegelian.

Sementara lelaki tersebut hanya tersenyum dengan begitu lembut, meskipun tubuhnya basah karena bermain air dengan Mariska.

Mariska melepaskan diri dari pelukanku dan berlari menuju lelaki tersebut, melompat ke arah kolam renang, membuatku terkejut. Karena dia tidak pernah begitu ketika denganku. Dengan sigap lelaki tersebut menerima tubuh Mariska yang terbang dengan senyum riang. Begitu tertangkap langsung menjatuhkan dirinya ke dalam air. Membuat anak gadisku tertawa riang. Membuatku iri.

“Mamaaaa...mama sini loncat maa. Nanti ditangkap sama om...”.

“Ihh ga dek, mama kan sudah gede, berat lagi. Entar omnya ga kuat nangkep mama...”, balasku sambil tersenyum.

Tiba-tiba lelaki tersebut berbisik pada anakku, dan seketika itu juga dia tertawa keras, lalu berkata padaku, “Mama, takut ya sama om... hihihihii”.

“Eh, mama ga takut kok sama om...”.

“Mama takuttt...mama takut...”, katanya lagi menggodaku. Sementara lelaki tersebut tersenyum mengejek. Membuatku seperti diremehkan, entah mengapa aku melepas tas dan sepatuku. “Adek bilang sama om ya, mama mau loncat seperti adek tadi...”, kataku.

“Hihihihi... ayo maaa.... loncattt..”, teriak anakku memberi semangat.

Aku berlari meskipun tidak sekuat tenaga, ketika mendekati kolam aku melompat. Suara teriakan Mariska tiba-tiba hilang seketika dan ketika tubuhku seperti menyentuh sesuatu, dan sesuatu itu bukan air untuk sepersekian detik lalu tiba-tiba tubuhku basah.

Tidak ada rasa sakit akibat benturan tubuhku dengan air, yang ada hanyalah benturan tubuhku dengan lelaki ini.

Aku segera menjejakkan kakiku di dasar kolam yang dalamnya hanya 1,5 meter. Dan setelah membersihkan wajahku, aku kembali mendengar tawa anakku.

“Mama kelenn, mama kelennn, hahaha...”.

“Adek ya nakal nyuruh mama terjun ke kolam...”, kataku sambil mengejarnya dan mengelitiki tubuh mungilnya.

Mariska pun tertawa kegelian dan mencoba menjauh dariku. Ketika dia sudah menjauh, Mariska berlari ke tempat mainannya, tiba-tiba sepasang tangan merengkuh tubuhku ke belakang membuatku menjerit kecil. Ternyata lelaki ini yang menarikku ke belakang.

“Ih kamu, ngagetin saja sich.”, kataku sedikit sewot. Sementara aku membiarkan sepasang tangan kekar memeluk perutku secara langsung. Membuat kulitku bersentuhan dengan kulitnya. Seperti biasa, dia tidak menjawab kata-kataku, hanya tersenyum kecil.

”Bagaimana ibukota...?”, tanyanya lembut lebih ke arah berbisik ke telingaku.

Membuatku merinding, sementara di bawah sana kedua tangannya bergerak perlahan dan lembut meremas-remas payudaraku. Seketika membangkitkan kembali gairah terpendamku. “Ugghh...Janga...nn...”, desahku.

“Enjoy it.”.

Setelah menjawab, dia kembali mempermainkan tubuhku. Kecupan lembut di leher disertai dengan remasan pada payudaraku, sukses membuatku basah. Dia seperti mengetahui semua titik lemah tubuhku.

Aku berusaha tetap tenang, karena Mariska sedang bermain tidak jauh dari tempatku dan lelaki ini berendam di kolam.

Aku mengerang sedikit keras ketika tangan kanan lelaki ini menerobos masuk ke dalam celana legging yang kupakai. Menyentuh langsung kewanitaanku. Bermain lincah. Mau tak mau membuatku memejamkan mata menikmati rasa ini, rasa yang begitu aku dambakan. Keringat mulai membasahi wajahku, meskipun tubuhku terendam air. Namun ketika akan mencapai puncaknya, dia melepaskan diri dariku. Berenang menjauhiku dan mendekati Mariska, aku kecewa dan akan melakukan protes, namun tiba-tiba aku sadar akan posisiku saat ini.

Dalam hati aku mengutuk keras lelaki ini, namun aku juga kecewa kenapa aku begitu mudah jatuh dalam pelukannya, begitu mudah takluk olehnya.

Rasa kecewa akibat permainan lelaki ini, mendadak hilang setelah mendengarkan tawa riang dewi kecilku.

Hari menjelang sore, maka kami pun beranjak membersihkan diri. Aku dan Mariska mandi bersama, meskipun akhirnya kita berlama-lama juga dikamar mandi. Setelah itu aku turun ke bawah hendak menyiapkan makan malam, namun betapa kagetnya diriku ketika melihat sayur hangat dan beberapa lauk telah tersedia di meja makan. Sementara aku melihat lelaki ini memakai celemek mempersiapkan meja makan untukku dan Mariska. Aku luluh dengan lelaki ini, rasa bimbang kembali melanda hatiku. Lelaki yang di klaim oleh adikku sebagai seorang pembunuh bayaran, namun semua tingkah lakunya tidak mencerminkan itu semua. Meskipun hati kecilku mengatakan bahwa lelaki ini sangat berbahaya, namun ada sesuatu yang membuatku luluh di hadapannya.

Dengan ragu dan malu aku duduk bersamanya dan Mariska di meja makan. Dia mengambilkan nasi untukku dan Mariska. Mengambil sayur dan lauknya juga. Dia menatapku ketika aku menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutku. Tatapan matanya begitu teduh dan hangat. Aku rasa aku jatuh cinta padanya.

“Enjoy the food, and keep smile for her...”, katanya singkat.

Membuatku tersentak kaget dengan segala perilakuku sendiri. Akhirnya aku menikmati makan malam sederhana ini dengan Mariska dan dirinya. Aku merasa utuh. Tanpa kusadari air mata menetes dari sudut mataku. Semakin lama semakin deras dan aku pun menangis sesenggukan. Seketika itu juga Mariska berhenti makan dan mencoba menghiburku, lelaki ini pun berjalan ke belakangku dan memelukku dan Mariska. Mengecup pipi yang basah oleh air mata. Tanganku pun memeluk erat tangannya. Sembari meluapkan semua emosi terpendam yang sudah lama mengendap.

“Sayang, lanjutin makan ya. Biar mama ga sedih lagi.”, katanya sambari mengelus lembut rambut anakku.

“Iyaaa om. Mama...mama jangan cedih ya.”, sahutnya lalu melanjutkan makanannya.

Tanpa diminta, lelaki ini menggendongku. Membawaku ke kamar dan membaringkanku di tempat tidurku. Menyelimutiku, mengecupku di kening. Membuatku merasa aman dan kembali menjadi gadis muda manja yang butuh perhatian. Aku pun tertidur setelah melepas semua kesedihanku.

Entah berapa lama aku tertidur. Aku menggeliat merenggangkan tubuhku. Udara cukup dingin, karena angin berhembus sangat kencang. Aku bangun dan berdiri mencuci wajah dan membersihkan diriku. Aku turun ke lantai bawah hanya memakai kaos long dress. Membuka lemari es untuk mengambil air dingin. Entah mengapa aku mempunyai keinginan kuat untuk melihat keluar melalui jendela. Dan betapa terkejutnya aku ketika melihat keluar, tampak lelaki itu berdiri dan dikelilingi oleh 4 orang yang tak kukenal.

Tampak ada percakapan antara mereka, namun tak dapat kudengar apa yang mereka bicarakan. Aku hanya diam bersembunyi di balik gorden kecil jendela dapurku. Menatap ingin tahu.

Entah apa yang terjadi, seorang dari mereka berempat bergerak cepat menyerang. Melakukan tendangan berputar disusul dengan beberapa pukulan. Lelaki ini hanya menghindar dan tidak melawan. Tak lama 2 orang yang tadi berdiri ikut menyerang. Entah pukulan atau tendangan silih berganti menyerang lelaki ini.

Hingga akhirnya sebuah tendangan kuat bersarang di tubuhnya. Dia tampak terhuyung mundur. Suasana yang cukup gelap, namun masih terbantu oleh terangnya lampu jalanan yang ada setiap 5 meter. Membuatku melihat sedikit lebih jelas wajah mereka. Tampak senyuman khas yang selalu diberikannya padaku muncul di bibir. Lalu dia bergerak sangat cepat menyarangkan sebuah pukulan telak ke arah dagu salah satu dari para pengeroyoknya. Membuatnya jatuh, lalu secara serentak yang lain bergerak menyerang bersama. Adu pukulan dan tendangan tampak begitu cepat. Tapi menurutku, dia tampak begitu santai meladeni para pengeroyoknya. Seperti bermain-main.

Tampak para pengeroyok itu mulai kehabisan nafas, karena setiap serangan mereka dapat ditahan ataupun dihindari oleh lelaki ini. hingga ketika salah seorang pengeroyok menyerang dengan pukulan lurus, dia tampak seperti memegang pergelangan tangannya, lalu bergerak ke arah dalam tubuh penyerangnya, melakukan sikutan kuat ke arah dada. Tidak berhenti, memegang kepalanya mendorongnya ke arah lutut yang sudah bergerak ke atas. Entah kena wajah atau apa, yang pasti penyerang itu langsung ambruk dan tidak bangun lagi.

Melihat rekannya tidak berdaya, ketiga pengeroyok tersebut langsung menyerang membabi-buta, namun kembali dia berhasil melumpuhkan seorang lagi pengeroyoknya. Namun kali ini seperti terdengar suara tulang patah. Hingga akhirnya mereka berhenti dan membawa rekannya yang tidak berdaya mundur atau pergi.

Sedangkan lelaki ini hanya diam menatap kepergian mereka tanpa berbuat lebih. Aku hanya diam melihat semua kejadian ini, tanpa kusadari aku terduduk bersandar lemas pada dinding hingga ada uluran tangan di hadapanku. Aku seperti tersadar dan segera mengarahkan pandanganku ke wajahnya. Tampak sebuah senyuman yang tak pernah hilang dari wajahnya. Melihatku tidak merespons, dia bergerak menggendongku.

Dia membawaku kembali ke kamarku. Mendudukkanku di ranjang.

Aku bingung, semua rasa ini bercampur aduk. Rasa benci, rasa sayang yang mulai tumbuh, rasa marah, dan rasa lelah. Tangis pun tak terbendung, aku menangis. Lelaki ini pun hanya berdiri di hadapanku, lalu ia merengkuhku dalam pelukannya, membiarkanku meluapkan semua emosi terpendam.

Setelah aku lampiaskan semua emosiku dalam pelukannya. Aku lepaskan pelukanku, dia memegang wajahku. Menghapus air mata yang membasahi, lalu mengecup lembut keningku, kedua mataku dan terakhir bibirku. “Istirahat....”, bisiknya lembut. Hingga akhirnya aku berbaring meringkuk, dia menyelimuti tubuhku. Dia bergerak bangkit untuk meninggalkanku, mematikan lampu kamarku, dan ketika akan menutup pintu, entah keberanian dari mana yang membuatku berkata padanya, “Tolong temani aku.....”.

Aku menatap matanya yang penuh kelembutan dan ketenangan itu, ketika dia bergerak masuk kembali dan mengunci pintu kamarku. Merebahkan tubuhnya di sampingku. Aku segera beringsut dalam pelukannya.

Hembusan nafas hangat menerpa wajahku, mengembalikanku ke alam nyata setelah aku beberapa saat aku berkelana di alam mimpi. Aku buka mataku, dan betapa terkejutnya diriku menatap wajah penuh ketenangan terpejam dengan nafas yang teratur seperti alunan angin pantai. Dia tampak begitu damai dalam lelapnya, tampak begitu gagah dengan kerutan keras wajahnya.

Aku mulai berpikir, untuk bisa menerimanya dengan segenap kekurangannya. Yang mana kekurangan itu sangat membahayakan hidupku, tapi hati ini tidak dapat dibohongi, dia meluluhkanku hanya dengan tatapan, senyuman dan sentuhannya. Aku bergerak perlahan mengecup lembut bibirnya, entah apa yang aku pikirkan tapi aku hanya bergerak mengikuti keinginan hatiku.

Gayung bersambut, dia membalas ciumanku. Kami pun berpagutan mesra, beradu lidah. Mencoba memuaskan gairah yang terlalu lama terpendam. Aku bergerak ke atas tubuhnya, sementara tanpa dikomando tangannya meremas gemas bongkahan pantatku. Memancing api gairah semakin membara dan panas. Sementara di bawah sana, sesuatu mulai terasa bergerak semakin keras melawan bagian bawah tubuhku. Membuatku semakin basah dan lembap.

Tangannya merayap naik, memasuki kaos tipis yang kupakai. Menyingkapkan semakin ke atas, membuat sentuhan kulitnya denganku semakin terasa memabukkan. Melepas mudah kait Bra yang kupakai, bergerak perlahan meremas lembut kedua payudaraku. Desahan lembut pun keluar dari sela-sela ciuman ini.

Tak butuh waktu lama baginya untuk melepaskan kaos long dress yang kupakai, dia lempar begitu saja. Disusul dengan Bra dan celana dalamku. Kami pun berguling di atas ranjang ini, berganti posisi dia di atas. Dengan tergesa-gesa aku lepaskan semua pakaiannya, hingga tubuh kita bagaikan bayi, polos.

Ciuman demi ciuman darinya begitu memanaskan tubuh. Bergerak perlahan dari bibir, dagu, leherku. Dengan sabar dan telaten dia mencoba memuaskan dahagaku. Erangan itu sudah tak mampu aku tahan, ketika dia menghisap lembut puting payudaraku. Bermain dengan nakalnya. Membuatku mencengkeram kuat rambutnya sebagai pelampiasan nafsuku. Tidak berhenti di situ. Dia bergerak semakin ke bawah, keringat semakin membasahi tubuhku. Tiba-tiba rasa itu datang begitu kuat menghempaskanku ke alam terindah dalam prosesi ini. Ketika gelinjang hebat tubuhku tidak mempengaruhinya. Bibir, lidah dan jarinya bermain liar di vaginaku. Menghisap, menjalar lembut dan mengobrak-abrik pertahananku.

Beberapa saat aku seperti melayang di atas awan, rasa yang lebih dari yang sudah aku rasakan sebelumnya. Entah karena penyerahan diriku secara total padanya saat ini.

Aku terhempas dengan tubuh penuh keringat dengan nafas yang memburu. Ketika dia bergerak menindihku terasa di bawah sana, sesuatu yang cukup keras menyentuh kemaluanku. Dia menciumku lembut, dan tanpa berkata-kata aku bisa mengerti apa yang dia mau.
Aku tersenyum dan mengangguk, dia pun membimbing tubuhnya untuk bersatu dengan tubuhku. Begitu keras dan berurat, bergerak lembut hingga terbenam seluruhnya. Rasa itu perlahan kembali menghampiriku, ketika dia bergerak dengan irama yang begitu lembut dan dalam. Erangan dan desahan kita pun bersahut-sahutan. Saling mencoba memberikan yang terbaik untuk kepuasan tertinggi.
Ketika rasa itu semakin dekat, kakiku mengapit kuat pinggangnya, sementara aku seperti lepas kendali. Segera aku memeluk erat dirinya dan melumat liar bibirnya, tanpa melepas tubuh kita, aku balikkan tubuhnya dan berganti menindihnya. Dia hanya mengikuti pergerakanku, setelah itu aku bergerak dengan liar mengejar kenikmatan duniawi itu. Memutar, naik turun, dan segala macam gerakan aku lakukan, disertai dengan erangan dan desahan liar, mengeluarkan sisi lain dariku.

Sementara itu dia ikut terbawa dengan mengimbangi semua gerakanku. Aku rasakan di bawah sana, kemaluannya semakin keras dan membesar, pertanda puncak itu akan menghampirinya juga. Namun rasa itu datang begitu cepat menghampiriku, menerbangkanku kembali ke langit ketujuh. “Aaaahhhh.....”, erangku.

Dia tidak berhenti, kembali dia membaringkan tubuhku lalu dengan cepat dan liar dia mencari kepuasannya, hingga akhirnya dia berhenti bergerak. Sementara itu rasa itu tidak hilang namun semakin kuat hingga dia melumat bibirku untuk menghentikan teriakanku. Orgasme panjang membuatku seakan lenyap.

Menit pun berlalu, sementara tubuh kita masih bersatu. Hangat cairan kepuasannya memenuhi rahimku, menghantarkanku ke lembah kenikmatan. Setelah beberapa lama, dia melepaskan pelukannya dariku. Menatapku lembut, “Thanks sexy, you’re awesome...”, bisiknya lembut.

Rasa malu pun segera menyerangku, aku rasakan betapa panas wajah ini. aku sadar bahwa aku sangat liar.

“Maaf....”.

“Gpp, memang harus liar gitu, hehehe..”

“Ihhh kamu..... malu tahu”

Tanpa melepas tubuh kita, aku duduk di atas pangkuannya. Saling berpelukan, seakan melepas rasa rindu yang tiada akhir.

“Apa yang mau kamu tanyakan?”, katanya lembut.

Sementara aku bergerak perlahan menikmati persatuan tubuh ini. memainkan otot tubuh bagian bawahku, mencoba memberikan kenikmatan terbaik yang bisa aku berikan padanya.

“Ugghh, aku tadi ketemu... adikku....”.

“Terus......”

“Hah...haaah....dia ngomong kalo kamu itu..... kamu...kamu....ooohhhh....”

Aku tak sanggup lagi mempertahankan ketenangan ketika dia mulai memegang pinggangku dan membuatku bergerak. Aku langsung melumat liar bibirnya, bergerak liar sembari memainkan otot kegel. Hingga akhirnya kita mencapai puncak kenikmatan duniawi itu bersama-sama.

Deru nafas kita silih berganti, melepas semua beban. Pelukan pun masih terjalin erat.

“Sampe kapan begini...?”, katanya lembut.

“HIhihii.... maaf.”, aku segera melepaskan diri darinya dan berbaring menikmati hangatnya cairan kepuasan darinya dalam diriku. Tidak lagi ada rasa malu atau rasa apa pun. Aku semakin yakin dengan keputusanku untuk memberikan semuanya pada lelaki ini.

Lelaki yang belum lama hadir dalam hidupku.

Dia berbaring di sampingku, mengusap lembut wajahku. Dilanjutkan dengan kecupan ringan.

“Yang adek kamu bilang, benar...”.

Meskipun aku sudah menduga jawabannya, aku masih saja terkejut.

“Jadi...”, katanya lagi.

Aku balikkan tubuhku menghadapnya, aku memegang pipinya. Aku mencoba menguatkan diriku. Lalu aku berkata padanya, “Makasih sudah mau jujur, i’ll take the risk.”.

Sekilas dia tampak bimbang, hanya sekilas dari tatapan matanya.

“Aku tau semuanya dari adekku, soal...... Song Ji juga....”, kataku ragu-ragu.

Dia menjawabku hanya dengan senyuman. Meskipun aku merasakan bahwa senyumannya itu hanya untuk menenangkanku.

“Thanks, but don’t love me. I have rough life.”.

“Aku tau itu, tapi aku....aku ga tau kenapa bisa kayak gini. Aku cuman ngikuti kata hatiku aja.”.

“Aku butuh kamu....”, lanjutku.

Dia memelukku erat, mencoba memberikan ketenangan untukku. “I know....”, bisiknya lembut.




POV Aldi


Baru saja aku mendapatkan panggilan dari team yang bertugas mengawasi pergerakan M.E. Dia berhasil meloloskan diri dari pihak kepolisian dalam pengejaran beberapa waktu yang lalu, namun meninggalkan banyak mayat anggota kepolisian yang berusaha untuk menangkapnya.

Sementara mayat yang ditemukan oleh pihak forensik kepolisian di TKP, setelah dilakukan pengecekan dna dan sidik jarinya tidak terdaftar di data kepolisian dan interpol, jadi mereka berasumsi bahwa M.E telah berhasil mereka tewaskan. Berita tersebut langsung mendapatkan respons dari begitu banyak negara yang mengejar M.E.

Sedangkan pihak BIN sendiri hanya mengamini hasil kinerja kepolisian. Sehingga pemerintah negeri ini memberikan penghargaan untuk para anggota kepolisian yang tewas dalam proses penyerbuan tersebut. Hanya demi seorang pembunuh bayaran legendaris banyak nyawa yang harus dikorbankan.

Sedangkan aku yang seorang kepala team elite intelijen Angkatan bersenjata negeri ini, tahu bahwa M.E masih hidup. Apalagi ketika kakakku mencoba mencari tahu tentang identitas seseorang yang telah ditolongnya, aku pastikan bahwa dia adalah M.E.

Namun ketika aku bermain ke tempat kak Maya, aku mendapati banyak anggota intelijen yang mengawasinya. Dari angkatan laut, darat, maupun udara. Mereka semua berada di tempat itu. Beberapa dari mereka adalah mantan team yang pernah bekerja sama denganku. Mereka menginformasikan tugas dan tanggung jawab mereka padaku, bahwa divisi angkatan bersenjata tersebut tertarik dengan M.E sehingga mereka ditugaskan untuk menjaga.

Kata tertarik menjadi sebuah kode bahwa M.E menjadi target oleh para anggota intelijen tersebut.

Aku berhadapan langsung dengan sang pembunuh ketika aku berkunjung ke rumah kakakku. Dia tampak seperti lelaki biasa dan tidak tampak seperti seorang pembunuh sama sekali. Namun aku dapat pastikan memang dialah M.E

“Nice to meet you agent Aldi.”, katanya ketika dia mengantarku kembali ke dermaga kecil pulau.

“Nice to meet you M.E.”, jawabku mencoba untuk tidak terprovokasi olehnya.

“Kau cukup sulit juga M.E, hati-hati banyak yang mengincarmu di sini.”.

“Termasuk dirimu agen Aldi”.

“Hahaha.... memang kau pantas menyandang gelar legendaris. Dan tolong jangan libatkan kakakku.”.

“Never....”.

“Jemputanku sudah tiba, sampai jumpa M.E.”.

Dia sangat berbahaya, bahkan baru saja aku mendapatkan informasi bahwa beberapa anggota intelijen dari angkatan laut terluka akibat bentrokan dengan M.E.


Drrrttt....ddrrtttt..... getar HP ku. Segera aku membaca pesan WA yang masuk. Setelah membaca pesan tersebut aku bergegas bangkit dari tempatku bersantai malam ini.

Aku berjalan ke arah taman di perumahan yang aku tinggali selama ini, tampak dari kejauhan seseorang sedang duduk di sebuah kursi taman yang memang tersedia. Sesampainya di taman aku memberi hormat di hadapan pria tersebut.

“Malam Jendral....”.

“Malam Kapten, bebas ya..”.

“Siap Jendral.”

Aku pun duduk di hadapan sang jendral. Sementara sang Jendral menikmat rokok kretek favoritnya. Sambil menghembuskan asap ke atas, dia berkata,

“Sudah dapat info terbaru Al...”.

“Siap sudah...”.

“Kamu siap...?”.

“Siap Jendral..”.

“Siapkan team kamu, dan kamu harus berhasil mengatasi pembunuh ini Al. Apabila tidak, nama baik badan intelijen Angkatan bersenjata kita tercoreng..!”, kata sang jendral dengan tegas.

“Siap laksanakan”.

Sang Jendral berdiri dan meninggalkanku sendiri di taman, yang sedang mencoba mencerna maksud dan tujuan misiku ini. Menyerang M.E tidak mungkin tidak meninggalkan korban jiwa, dan korban yang paling mungkin terjadi adalah dari keluargaku dalam hal ini kakakku.

Aku membuka pintu rumah dan berjalan masuk, aku tutup pintu dan menguncinya. Ruang tamuku dalam kondisi padam, lalu dengan berjalan seperti biasa aku mendekati meja tempatku biasa meletakkan HP dan kunci.

Tiba-tiba aku merasakan kehadiran seseorang di dalam rumah, dengan segera aku mengambil senjata yang sengaja aku simpan di bawah meja marmer. Dengan bersiaga penuh, aku merasa bahwa kehadiran sosok ini sangat luar biasa. Dia bisa menyembunyikan kehadirannya dariku.

Berjalan mengendap-endap, mempertajam instingku. Membuka pintu kamar perlahan tanpa menyalakan lampu dan membuat gerakan tak terduga. Mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan, dan ketika aku yakin kamar itu kosong aku berjalan lagi perlahan dengan siaga. Dan ketika aku hendak membuka pintu kamar kedua, aku merasakan sebuah benda dingin menyentuh tengkukku. Seketika itu juga aku berhenti, aku mencoba mengendalikan diriku untuk memikirkan dengan cepat langkah berikutnya. Tapi sebelum aku melakukan apa-apa, terdengar suara letupan senjata berperedam, rasa panas dan perih menjalar ditubuhku. Senjata yang kupegang pun terjatuh, tidak berhenti begitu saja, ketika aku merasakan kegelapan. Aku tak sadarkan diri.


Aku tersadar setelah beberapa saat pingsan akibat pukulan pada tengkuk. Ketika aku mencoba bergerak, rasa sakit kembali menyapa pundakku. Sakit akibat tembakan orang tersebut. Sementara matahari telah bersinar terang, menerangi kamarku.

“Ugghhh....”, erangku ketika aku mencoba duduk.

“Jangan bergerak dulu, nanti lukamu berdarah lagi.”, sahut seorang wanita yang berdiri di pintu kamarku. Tampak wanita dengan tinggi semampai, rambut hitam dengan wajah innocent. Mata sayu dan senyum yang sangat menawan. Dia berjalan ke arahku, duduk disampingku dan membantuku duduk bersandar pada tempat tidurku. Lalu ia memberikan segelas air putih padaku.

Setelah selesai memberikan air putih, dia meletakkan gelas tersebut di meja kecil di samping tempat tidur. Berjalan untuk membuka jendela kamarku, dan duduk di kursi.

“Apa kabar agen Aldi...?”.

Aku hanya diam sambil menatap tajam kearahnya.

“Hihihi... jangan emosi begitu dong. Ayolah jawab pertanyaanku. Atau kamu lebih suka aku panggil ‘Garuda Emas’.”, katanya sambil tersenyum.

“Ok, tapi lebih baik kamu perkenalkan diri kamu dulu dong.”, jawabku mencoba mengikuti permainannya perempuan ini.
“Hihihi, call me Nina...”.

“Nina....?”.

“Ya Nina, emang napa? Kenal ya sama aku..?”, katanya centil.

Aku seperti mendengar nama tersebut, tapi aku lupa di mana dan kapan. Lalu tiba-tiba dia berdiri dan duduk di pangkuanku. Memegang wajahku lalu mencium lembut bibirku, memainkan lidahnya di dalam mulutku, membuatku mau tak mau ikut terbawa oleh permainannya. Sementara tubuh bagian bawahnya bergerak teratur maju mundur, memancing gairah.

Sementara aku dengan tubuh telanjang, entah bagaimana berusaha kuat untuk bertahan dari godaannya. Namun ketelanjangan ini membuatku lemah. Sementara dia mulai melepas ciumannya dan bergerak turun ke leherku, turun lagi ke dadaku. Memberikan ciuman penuh godaan. Cukup lama cumbuannya padaku, hingga akhirnya aku melupakan rasa sakitku.

Aku peluk tubuhnya dan mulai membalas lumatannya, sementara tanganku meremas-remas liar bongkahan pantat yang begitu sekal dan padat itu.

“HIhihihi....”, tawanya.

Kemudian dia menarik tanganku dan menahan tubuhku, sambil berbisik. “Kamu diem saja....”.

Dia bangkit berdiri, dengan perlahan dia melepas baju dan celana legging yang dipakainya. Semua dilakukannya dengan gerakan erotis, membuat tubuh bagian bawahnya mengeras dengan sempurna. Dia lemparkan Bra yang dipakainya ke wajahku, membuatku dapat menghirup harum bau tubuhnya.

Dia memegang kemaluanku, membimbing memasuki tubuhnya. Perlahan namun terasa sangat nikmat, sungguh rasa ini tak pernah kurasakan. Begitu lembut, basah, mencengkeram kuat. ‘Nina’ bergerak perlahan namun otot kegel nya mencengkeram kuat memberikan sensasi yang amat sangat nikmat.

Entah apa yang terjadi dengan diriku, aku tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri dan begitu mudah pasrah menyerah pada wanita ini, begitu mudah tergoda oleh keindahan dirinya.

Ketika aku akan bermain dengan payudaranya, dia menolak tanganku. Dia ingin melihatku tersiksa dengan kenikmatan yang dia berikan. Gerakannya begitu lembut dan teratur, sungguh luar biasa. Beberapa menit kemudian aku menyerah kalah dengan kenikmatan yang dia berikan padaku. Aku pejamkan mataku dan erangan keluar dari mulutku, deru nafasku semakin cepat tanda surga itu telah dekat.

Dia melumat bibirku penuh gairah, sementara itu gerakannya semakin cepat namun teratur dan tidak liar. Rasa nikmat itu begitu memabukkan, membuatku menyerah pasrah dalam. Surga itu telah datang dan menghempaskanku ke langit ke tujuh. Sementara itu cengkeraman tubuh bawahnya tetap intens memaksaku mengeluarkan semua beban.

Tak lama setelah aku mencapai puncaknya, dia tampak bergetar hebat. Puncak itu datang menghampirinya juga.

Kami pun berpelukan untuk beberapa saat.

Lalu dia berbisik padaku, “Thanks honey, that’s great.”.

Aku hanya diam, merasa malu karena aku kalah oleh gairahku sendiri. Setelah berbisik padaku dia bangkit berdiri, berjalan menuju kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, dia kembali dengan pakaian lengkap. Dia duduk di sampingku, mengecup ringan bibirku dan berkata, “Pelurunya tembus kok, and lukamu udah aku bersihin. Jadi ga perlu takut infeksi.”

Dia berjalan meninggalkanku, setelah berkata-kata. Dan ketika akan menutup pintu kamar aku teringat sesuatu yang sangat menakutkan.

“Kamu....kamu.....dia...?”.

Nina berhenti, membalikkan tubuhnya lalu tersenyum dan menjawab “Yup....”.

Klek.

Pintu tertutup, dan dunia serasa runtuh ketika aku menyadari bahwa dia adalah pembunuh paling dicari setelah M.E, dia adalah “Death Rose”. Keringat dingin mengucur dari tubuhku, nyawaku hampir saja melayang kalau aku salah bertindak.

Pantas aku tidak dapat merasakan kehadiran dirinya di rumahku, apabila dia menginginkanku mati pasti sudah sejak awal memasuki rumah ini aku mati.
 
Jir kakak adik di kelilingi sama Pembunuh bayaran. Apakah disengaja ??🤔🤔
 
Busyet... Apa enaknya bercinta separuh nyawa begitu... 😂
 
wiiihh...kakak adik sama2 'dilindungi' pembunuh bayaran
 
Asyik ceritanya. Pelan tapi cepat, alirannya enak,.. Eh apa kali hehehehe...
 
Set ahhh setelah lama menghilang akhirnya suhu dikasih wangsit jga biar nengokin treatnya, lanjutkan hu
Eh ngom2 hampr lupa ane nih ahir part 1, coba baca lagi lah
 
Akhirnya update lagi setelah sekian lama terlupakan...
Thanks om...
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd