Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

aqua aqua mijonmijon..kopi kopii
yg panas yg panas yg dingin yg dingin...
popmiee hotdog popcorn gorengan..

tiker nya bu pak sofa..kasur kasur...
(buka lapak sblm pertunjukanbesok)
 
EPISODE 13 : Stupidity

Akhirnya hari Senin tiba, yaitu harinya orang-orang yang meniti dunia karir harus memulai penderitaannya di awal minggu setelah dua hari libur karena weekend. Hari Senin pastinya terasa berat bagi orang-orang kantoran, karena harus menyesuaikan diri dari hari Sabtu Minggu yang merupakan hari santai, menjadi hari Senin dimana penderitaan biasanya dimulai. Tidak terkecuali diriku. Sabtu kemarin sangat menyenangkan, karena aku bisa menghabiskan malam minggu berduaan dengan Martha, sekaligus mengenang hari-hari lama atau old days bersama Valensia.

Aku terbangun akibat suara alarm di HP-ku. Ahh, sangat berat sekali rasanya kepala ini. Akan tetapi, aku berusaha untuk bangun agar tidak terlambat sampai di kantor. Setelah selesai beres-beres, aku segera mengemudikan kendaraanku ke kantor. Seperti biasa, aku sampai di kantorku yang letaknya dibawah tanah itu jam 06.30. Aku berjalan sambil berpikir, hingga akhirnya tiba-tiba jalanku terhenti karena ada sesuatu yang menekan dahiku. Saat kulihat kedepan, ternyata Ci Diana sudah ada di hadapanku.

“Jalan lihat depan woy.” Kata Ci Diana.

“Udah tau ada orang yang jalannya ga liat depan, malah mejeng di depan itu orang. Lu kayanya lebih aneh dari gua ci.” Kataku.

Wassup, Jay? Don’t look so good today. (Kenapa, Jay? Kayanya nggak gitu semangat hari ini.)” Kata Ci Diana.

Ya, aku masih teringat kejadian hari Sabtu kemarin. Baru sekarang aku kepikiran. Kira-kira, Martha baik-baik aja ga yah? Mana cowoknya kayanya model posesif yang kasar pada wanita pula. Semoga saja Martha tidak diapa-apain oleh dia karena ketahuan jalan denganku.

Nothing (Ga ada apa-apa)” Kataku sambil berjalan dan menghindari Ci Diana.

“Martha ya?” Tanya Ci Diana.

Aku kaget mendengar pertanyaan Ci Diana. Kemudian aku langsung membalikkan badan dan menghadap kearahnya.

“Tau darimana ci?” Tanyaku dengan heran.

“Tuh, tahu dari kamu barusan. Ekspresi kaget kamu menceritakan semuanya.” Kata Ci Diana.

“Yeee, bukan itu maksudku ci.” Kataku.

“Iye-iye, ngerti Jay. Yaah, intuisi aja sih Jay. Aku perhatiin kok dalam beberapa waktu, kamu ama Martha suka lihat-lihatan dengan tatapan dan wajah yang menurutku... agak nakal. Hehehe bener nggak?” Kata Ci Diana.

“Bener kok ci. Emang ada sesuatu yang betul-betul terjadi. Kejadiannya tuh pas waktu itu ci...” Kataku.

“Pas kamu lembur terkait problem SIN-MADNESS. Terus kamu berdua nginep di Grand Hyatt, abis itu kejebolan?” Tanya Ci Diana.

Buset, intuisi yang singkat, padat, jelas, dan mengena.

“Tepat sekali ci.” Kataku.

“Oke, terus problemnya apa? Dia hamil dan kamu kebingungan?” Tanya Ci Diana.

“Yee bukan itu ci. Kalo emang seperti itu sih gampang, tinggal aku nikahin dia dan semua beres.” Kataku.

“Oke, jadi apa dong problemnya?” Tanya Ci Diana.

“Jadi gini ci...” Kataku.

“Sorry Jay, aku potong. Kita ke ruang meeting aja, repot kalo ada yang nguping. Iya nggak, Fer?” Kata Ci Diana.

Hah? Fer?

“Sorry, bukan bermaksud nguping, tapi cuma takutnya ngeganggu aja.” Kata Bu Fera tiba-tiba muncul dari balik lorong.

Wew, tahu darimana Ci Diana kalo Bu Fera ada disitu.

“Tenang aja, Jay. Fera baru sampe kok. Dia nggak denger satupun yang kita omongin.” Kata Ci Diana.

“Denger juga ga apa-apa, ci. Bu Fera kayanya tipe bisa jaga rahasia.” Kataku.

“Wets, pengen muntah dengernya gw Fer. Orang macem lu bisa jaga rahasia, cuih!” Kata Ci Diana sambil tertawa.

“Eehh, lo harus dengerin tuh Di apa kata tangan kanan lu.” Kata Bu Fera.

“Ehh Jay, btw lu reseh ya. Manggil Diana pake ci, manggil gw pake bu. Gw ama Diana seumuran tau.” Kata Bu Fera.

“Oh, maaf. Kupanggil Ci Fera aja ya.” Kataku.

“Bwakakakakaka. Ci Fera. Cocok... cocok...” Kata Ci Diana sambil tertawa.

Oh iya, aku baru sadar kalo Bu Fera bukan keturunan Chinese. Mungkin harusnya kupanggil mbak kali ya?

“Sorry, Mbak Fera...” Kataku.

“Aahh udahlah. Ci kek, mbak kek, teh kek, sis kek. Gw nggak peduli, toh itu semua artinya sama. Jangan panggil gw bu ya pokoknya, awas lu panggil gw bu lagi.” Kata Mbak Fera kepadaku.

“Sok muda lu, Fer.” Kata Ci Diana sambil tertawa.

“Bodo! Yaudah, lanjutin gih obrolan lu berdua. Tuh ruang meeting kosong kok, gw ke meja dulu ya, ada kerjaan.” Kata Mbak Fera sambil melangkah melewati Ci Diana dan aku.

“Makasih, Mbak Fera.” Kataku.

“Sama-sama, Jay.” Kata Mbak Fera sambil melangkah terus dan melambaikan tangannya.

“Dadaah, Mbak Fera.” Kata Ci Diana.

“Halaaahh.” Kata Mbak Fera.

So? Shall we continue? (Jadi? Apakah lanjut?)” Kata Ci Diana sambil menunjuk ruang meeting yang ada disamping kami.

“Oke, yuk ci.” Kataku.

Kemudian, kami berdua masuk ke ruang meeting. Setelah itu, kami duduk di kursi masing-masing. Aku dan Ci Diana saling berhadapan.

Singkat cerita, aku menceritakan seluruh problem yang kurasakan mulai dari hari Sabtu malam kemarin. Tentu saja apa yang kulakukan setelahnya, yaitu bertemu dengan Valensia, tidak kuceritakan kepada Ci Diana.

“Hmmm, jadi kamu nggak nolongin Martha, karena kamu merasa bahwa Martha nggak butuh pertolongan kamu?” Tanya Ci Diana.

“Ya, begitulah ci. Entah karena gw kurang peka ato gimana ya. Gw ga ngerti sih ci. Tapi kok entah kenapa hati gw mengatakan bahwa sebetulnya si Martha tuh ga butuh pertolongan dari gw ci.” Kataku.

“Hmmmm. Kalo dilihat dari sudut pandang orang biasa sih, Martha sepertinya membutuhkan pertolongan yah.” Kata Ci Diana.

“Nah karena itu gw cerita ama lu ci. Cici kan bukan orang biasa nih, kali punya sudut pandang yang berbeda.” Kataku.

“Buset. Se-nggak biasa itukah gw, Jay? Hahahaha. Yaah, gw sependapat ama lu Jay. Kayanya masih ada yang Martha belum ceritain ke lu. Menurut gw sih, tindakan lu untuk nggak mengambil tindakan sembrono itu udah bener. Tapi ini dari sudut pandang gw loh ya. Soalnya kayanya kalo menurut gw, Martha tuh pengen nanggung semua ini sendirian deh.” Kata Ci Diana.

Eh? Nanggung semua ini sendirian? Hmmmm... Oke...

“Oke ci. Makasih ci udah dengerin dan ngasih pencerahan.” Kataku sambil berdiri.

“Oh, dapet pencerahan ya? Hahahaha. Lu emang mirip ama pria itu Jay.” Kata Ci Diana.

“Eits, pria mana nih?” Tanyaku.

“Yah, ada Jay. Pria yang sangat cici sayangin, dan cici rela ngasih apapun demi pria itu. Tapi sayangnya, pria itu diluar jangkauan cici.” Kata Ci Diana.

“Hooo, karena udah nikah, ato karena udah almarhum?” Tanyaku.

“Ketajaman deduksi lu pun sama, Jay. Hahahaha. Yang pertama sih, Jay.” Kata Ci Diana.

“Yaah, tapi jodoh kita ga akan pernah tau, ci.” Kataku.

“Betul sih.” Kata Ci Diana.

“Oh iya, berhubung gw dan pria idaman cici itu banyak kesamaan, mungkinkah nanti cici bisa jatuh cinta sama gw?” Tanyaku sambil senyum-senyum.

“Hahahahaha. Bisa aja lu, Jay. Yah pernyataan lu tinggal gw balikin, Jay. Jodoh mah kita nggak akan pernah tahu.” Kata Ci Diana.

“Jah.” Kataku.

“Tapi untuk sekarang ini, gw sih nganggep lu sebagai adek gw.” Kata Ci Diana.

“Sama sih, buat gw, lu juga Cuma cici gw kok. Gw tadi cuma bercanda kok ci.” Kataku.

“Yaudah, Jay. Good luck ya.” Kata Ci Diana.

“Makasih ci.” Kataku sambil keluar dari ruang meeting.

Akhirnya, aku sampai di mejaku. Lima malaikat timku, kecuali Martha, sudah datang semua. Aku melihat jam, dan jam sudah menunjukkan pukul 07.15. Mungkin memang wajar jika Martha belum datang.

“Pagi ko.” Sapa Senja.

“Pagi Senja. Makin cantik aja kamu.” Kataku.

“Eh, masa sih ko?” Tanya Senja.

“Iyalah, kamu mah kapan sih ga cantik, Sen?” Tanyaku.

“Kalo aku gimana, kokoooo?” Tanya Valensia sambil memasang wajah masam.

“Lu sih benernya cantik, Val. Cuma dengan ekspresi kaya gitu mah, lu cantiknya sama kaya coding javascript yang kacau.” Kataku.

Sekedar pengetahuan, coding javascript adalah salah satu bahasa skrip pemrograman yang biasa diimplementasi dalam aplikasi berbasis internet yang diakses melalui internet browser, seperti Google Chrome atau Mozilla Firefox.

“Kalo gitu, nanti aku coding deh mukaku pake Java biar jadi cantik.” Kata Valensia.

Aku, Senja, dan Valensia sama-sama tertawa. Hayaah, betul-betul otak software engineer, sama sepertiku. Karena itulah kita berdua sangat cocok hahaha. Sepertinya Villy dan Devina sangat sibuk sampai-sampai tidak mendengar guyonan kita bertiga. Setelah itu, Senja dan Valensia kembali kepada kesibukan masing-masing. Adapun, aku menuju mejaku dan menyalakan komputer kerjaku. Setelah komputer kerjaku menyala, aku mengecek seluruh email dan to-do-list untuk melihat apa saja yang harus kukerjakan. Hmmm, sepertinya tidak banyak yang harus dikerjakan. Maka, aku mulai membuka task baru mengenai proyek anak dari EXPMAN yang pernah dibahas waktu kemarin aku ke Palembang bersama Villy.

“Tha, kira-kira desain sistem basis datanya bagaimana ya?” Tanyaku kepada Martha.

Kebetulan aku bertanya sambil memfokuskan pandangan dan pikiranku ke komputerku karena harus melihat detail proyek anak dari EXPMAN itu, sehingga aku belum tahu apakah Martha ada di tempat atau tidak. Akan tetapi, karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.20, maka kuasumsikan dia sudah datang. Ternyata, asumsiku salah. Tidak ada jawaban dari Martha setelah kutunggu beberapa detik, dan membuatku melihat kearah mejanya dan menyadari bahwa dia belum datang. Eh, kok Martha jam segini belum datang ya? Tiba-tiba, aku merasakan ada tatapan mata yang tajam sedang memandangku. Aku melihat kearah datangnya aura tatapan mata yang tajam itu, rupanya Devina. Devina kemudian menunjuk layar komputernya sambil memalingkan pandangannya ke komputernya. Aku mengerti bahwa itu adalah tanda darinya untuk melihat komputerku. Saat aku melihat komputerku, rupanya ada chatting masuk dari Devina. Eh, rupanya bukan dari Devina, melainkan chatting group dimana didalamnya ada Devina, aku, dan Villy. Rupanya, Devina mengirimkan suatu gambar ke chatting group itu. Aku melihat gambar yang dikirimkan, rupanya tulisan berwarna merah yang ditulis pada secarik kertas :

“KALO MAO JABLAY LO BALIK, DATANG SENDIRIAN KE APARTEMEN FIORESTA LANTAI 6!! – ARVIN –“

Hmmm, Arvin? Siapa itu ya? Rasanya pernah kudengar namanya di suatu tempat. Tapi dimana ya? Rasanya baru-baru ini kudengar.

“Arvin siapa ya?” Chat-ku di grup.

“Itu koo. Cowoknya Martha.” Chat Villy di grup.

Ah, yang waktu itu ya.

“Arvin! Cukup!!” Suara Martha terngiang-ngiang dalam memoriku.

“Arvinn!!! Jangan, Pleaaseeee!!!” Suara Martha kembali terngiang-ngiang dalam memoriku.

“Yah elah, Senin gini malah cari gara-gara.” Chatku.

“Aduuh, gimana ini ko?” Chat Devina.

“Udah, kamu berdua ga usah khawatir. Urusan ini biar aku yang selesain. Aku mau keluar kantor dulu. Vil, tolong backup kerjaannya Martha untuk sementara waktu. Dev, ini aku kirim email mengenai proyek anak EXPMAN, tolong kamu pelajari dan bikin gambaran spesifikasi desain-nya secara global.” Chat-ku.

“Koko mao nolongin Martha?” Chat Villy.

“Iya. Jangan bikin keributan ya.” Chat-ku.

“Aku ikut, ko. Aku juga khawatir ama Martha.” Chat Devina.

“Jangan, Dev. Ngeliat situasinya, kayanya disana itu berbahaya. Kayanya cowoknya itu ngajak ketemuan bukan untuk berdamai baik-baik. Sebaiknya kamu jangan ikut. Belum lagi kalo di kantor ada apa-apa, kamu sebagai software designer harus maju duluan jika ada problem.” Chat-ku.

“Tapi ko.” Chat Villy.

“Udah ga ada tapi-tapian. Percaya sama aku, aku bakal baik-baik aja kok.” Chat-ku.

“Ko, cowoknya Martha itu sadis, lho. Bisa-bisa koko nanti dibunuh sama dia. Kayanya sebaiknya koko minta bantuan.” Chat Devina.

“Kalo aku datang berame-rame, bisa-bisa Martha malah kenapa-kenapa. Tenang, Dev. Aku datang kesana itu ga bermaksud membiarkan diriku sendiri dan Martha kehilangan nyawa kok.” Chat-ku.

Tanpa menunggu balasan dari mereka, aku langsung menyetel komputerku dalam mode sleep, kemudian berdiri dari mejaku, memberi tanda dengan dua jari kepada Devina dan Villy, kemudian meninggalkan ruanganku. Aku terus berjalan, hingga akhirnya sekarang aku sudah ada diluar gedung utama kantorku di permukaan tanah.

Aku sengaja tidak membawa kendaraanku, melainkan memanggil taksi untuk mengantarkanku ke Apartemen Fioresta. Apartemen Fioresta itu kan proyek rencana pembangunan, yang saat ini merupakan apartemen yang masih dalam proses pembangunan. Sepertinya pacar Martha yang bernama Arvin itu bermaksud tidak baik disitu. Tidak kusangka dia akan melakukan itu pada Martha hanya untuk memancingku keluar. Tidak kusangka dia sebodoh itu. Sabar dan tunggu aku, Martha.

BERSAMBUNG KE EPISODE-14
 
wew devina mo nemenin bisa karate ?
hmmm menarik motongnya
kita liat ep berikutnya terjadi pertumpahan darah atau air mata atau peju mgkn hmmm let see...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd