Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

Next update, Jumat 13 Januari 2017
Ditunggu, awas aje PHP... batain rame rame :colok:

Ga sih, becanda ane mah.. yg penting diterusin mau 3 minggu lagi updateny juga, serah TS ny asal jangan sebulan, nanti Close thread.

Jempol lah, buat penulis yang masih bisa nulis dalam kesibukan RLny.

Cheers:beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
EPISODE 21 : Win a Battle

“Ayo. Bukannya bos lo pada nyuruh lo pada untuk ngasih pelajaran ke gua?” Tanyaku.

“Ikut kita.” Kata si preman ketua itu.

“Mao ngapain?” Tanyaku.

“Kita selesaikan di tempat lain aja, jangan disini.” Kata si preman ketua itu.

“Ga mao.” Kataku.

“Takut?” Tanya si preman ketua itu.

“Hmmm, entahlah. Tapi jelas gua rugi kalo ikut lo. Lo ada... 1,2,3,4,5,6...7! Lo ada tujuh orang, gua sendiri doang. Terus gua disuruh ikut lo pula. Pasti kita akan ke suatu tempat yang medannya lo paham bener, ato malah lebih parahnya lo udah nyiapin jebakan buat gua di tempat itu. Jelas gua rugi.” Kataku.

“Kalo lu emang jantan, terima dong tantangan kita.” Kata si preman ketua itu.

“Hmmm. Masalah gua jantan ato kaga, sorry. Gua sih ngerasa gua jantan. Gua punya titit. Dan apakah lo beranggapan gua itu jantan ato kaga, sorry gua ga peduli. Temen gua aja bukan, emang siapa lo sampe gua harus membuktikan kejantanan gua sama lo?” Kataku.

“Hah, pengecut lu jadi orang!” Kata salah satu preman yang lain.

“Yah, terserah lo. Sekali lagi gua sih ga merasa berkewajiban untuk membuktikan bahwa gua bukan pengecut ke lo. Dan juga, gua ga peduli apa pandangan lo ke gua.” Kataku.

Mendengar perkataanku, si preman anak buah itu langsung merasa tersinggung. Akan tetapi, si preman ketua itu langsung memberi aba-aba tangan untuk menghentikannya. Wah, rupanya si preman ketua ini punya pemikiran yang agak tenang. Memang berbeda sekali dengan preman-preman yang disewa oleh mantannya Martha itu.

“Gua tau. Lu sengaja mao disini, biar lu bisa minta tolong kan kalo ada apa-apa?” Tanya si preman ketua.

“Mungkin.” Kataku.

“Lu ga percaya diri dong ama kemampuan lu?” Tanya si preman ketua.

“Percaya diri ato ga ama kemampuan gua, itu bukan urusan lo kok. Lagian lo kan katanya disuruh ngasih pelajaran ke gua, ngapain lo ngurusin urusan orang yang sebenernya ga ada kaitannya ama pekerjaan lo?” Tanyaku.

“BANGSAATT!!!” Kata salah satu preman itu.

Akan tetapi, si preman ketua itu kembali menghentikan preman yang mengamuk itu.

“Lu semua hati-hati. Dia bukan orang biasa. Dari luar kelihatan pengecut, tapi dia paham betul strategi perang. Hati-hati.” Kata si preman ketua itu.

Wah sial, ternyata si preman ketua itu lebih pintar dari yang kuduga.

“Siapa nama lu?” Tanya si preman ketua itu.

“Udah, ga usah pura-pura nanya. Masa orang sepintar lu, pas disuruh ngasih pelajaran ke gua, bisa ga tau nama gua?” Kataku.

“Oke, Jay. Gua akuin lu itu hebat. Biasa orang-orang cupu yang maennya cuma kekuatan doang, itu bakal keprovokasi dengan ucapan kita. Tapi lu rupanya ga segampang itu ya masuk ke daerah kekuasaan lawan. Itu emang taktik dasar perang, yang sayangnya ga diketahui oleh para ahli strategi perang.” Kata si preman ketua itu.

“Oh, jadi gua lebih hebat ya dari para ahli strategi perang. Makasih loh pujiannya.” Kataku.

“Dan lu tetep milih untuk disini. Walaupun gua yakin bahwa ini bukan medan lu, tapi paling ga ini juga bukan medan kita, dimana kita sama-sama ga punya keuntungan. Salah, malah lu punya keuntungan lebih disini, karena di mata orang-orang, jelas lu ada di pihak yang lemah dan terzalimi seandainya kita berantem. Gampang buat lu untuk teriak minta tolong, terus orang-orang bakal datang, dan lebih parahnya malah polisi yang bersenjata juga bakal dateng. Malah, kita yang dirugikan kalo kita berantem di tempat ini.” Kata si preman ketua itu.

Heh, boleh juga analisanya. Ya, memang itu yang kupikirkan. Maaf saja, tapi menurutku, di zaman yang serba sulit seperti ini, kita harus menjadi orang yang memenangkan perang, bukan hanya orang yang memenangkan pertarungan. Kita dituntut untuk berpikir dan beranalisa tajam, bukan hanya main otot saja.

“Oke, gimana kalo gini aja? Lu ikut kita. Kita akan ke tanah kosong di daerah Kuningan. Disitu, kita bertarung satu lawan satu. Kalo lu bisa ngalahin gua, gua akan suruh anak buah gua bubar, dan kita selesai.” Kata si preman ketua itu.

“Hmmm, jadi daripada gua harus ngelawan lo bertujuh, gua jadi tinggal ngelawan lu doang ya? Tapi sorry, gua ga mao.” Kataku.

“Kenapa?” Tanya si preman ketua itu.

“Sorry ya. Tapi gua ga pernah senaif orang-orang yang menganggap bahwa hidup ini tuh adalah sebuah pertarungan persahabatan diatas ring. Gua kasihtau, hidup ini tuh adalah situasi kejam dimana orang harus bertahan hidup dengan caranya sendiri. Sekarang gini, misalkan gua terima tawaran lu, apa jaminannya bahwa lu ga akan ingkar janji? Lu emang siapa? Temen gua bukan. Gua bahkan baru tau muka lu hari ini. Ya kalo gua percaya gitu aja, namanya sih gua naif ya.” Kataku.

“Oke. Yaudah gimana caranya biar lu percaya?” Tanya si preman ketua itu.

“Transfer ke rekening gua 17 juta sekarang.” Kataku.

“Hah? Kenapa gua harus transfer duit sebanyak itu?” Tanya si preman ketua itu.

“Yah ini win-win solution kok buat kita. Dengan begitu, gua akan ikut kan ke dalam cara bermain lu. Terus juga 17 juta itu buat jaga-jaga buat gua. Kalo ternyata gua kalah dan gua babak belur ama lu pada, bayangin aja. Pereksa rumah sakit dan sebagainya aja butuh mungkin sekitar 12 juta. Belom lagi kalo gua kena trauma, perlu terapi mungkin abis 5 juta. 17 juta dong.” Kataku.

Mendengar hal itu, preman ketua itu kembali berpikir. Aha, apakah dia termakan tipuanku? Enak saja 17 juta. Kantorku itu kan asuransi kesehatannya tinggi sekali benefitnya. Ga mungkin 17 juta lah, paling-paling jika harus nombok, cuma bayar 1 juta maksimal.

“Sekarang gini, kalo misalkan gua bayar 17 juta ke lu, apa jaminannya bahwa lu akan ikut kita semua? Bisa aja kan tau-tau lu lari di tengah jalan?” Tanya si preman ketua itu.

“Yah itu sih urusan lo ya. Masalahnya sekarang, mengiming-imingi gua dengan duit sebanyak itu adalah cara untuk menyeret gua untuk masuk ke dalam zona nyaman lo. Kalo lo ga percaya dengan gua, ya kita akan selamanya berdiri disini.” Kataku.

“Lu pikir lu bisa nipu gua, hah?!” Kata si preman ketua itu mulai emosi.

Nah sip. Jika otak pintar diantara mereka sudah termakan emosi, paling tidak kemampuan berpikirnya akan berkurang. Paling tidak, aku harus melumpuhkan otak pintar si preman ketua ini dulu.

“Dan lu pikir gua tipe orang yang bisanya ngedengerin orang yang bisanya cuma menggonggong untuk bikin lawannya masuk ke dalam zona nyamannya?” Kataku.

“Eh, bangsat! Mungkin lu pikir lu bisa minta tolong kalo misalkan lu kalah, tapi lu pikir kita peduli?!” Tanya si preman ketua itu.

Oke, sedikit lagi sepertinya. Aku hanya tinggal menunggu si preman ketua itu kehilangan kepala dinginnya dan memberi perintah kepada anak buahnya untuk menyerang.

“Gua ga peduli sih, secara lu siapa? Temen gua bukan, pacar gua juga bukan. Besok juga palingan gua udah lupa ama muka lu.” Kataku.

“Semua! Serang!” Kata si preman ketua itu.

Aha, ini dia saatnya. Aku pun juga harus bersiap-siap. Dua preman maju menyerangku dari arah kiri dan kanan. Preman dari arah kiriku menyerang dengan tinju tangan kanannya. Preman dari arah kananku menyerang dengan tinju tangan kanannya juga. Aku langsung menahan keduanya dengan kedua tanganku. Ukh, cukup berat juga pukulan mereka. Kemudian, aku melihat salah satu preman maju lagi persis dari arah depanku. Ini tidak menguntungkan, jika aku diserang dari berbagai arah, dengan kemampuan orang-orang seperti mereka, mungkin aku akan kalah. Baiklah, sepertinya strategi paling tepat adalah merubuhkan mereka satu per satu. Aku menunggu sampai orang yang maju dari tengah itu cukup dekat, kemudian saat preman di kananku sudah melemahkan tinju yang kutahan, aku segera menangkap pinggangnya, dan kuputar hingga kini ia berada di depanku. Aku langsung melancarkan tendangan super keras ke titik vital alat kelamin preman yang ada di kiriku. JREEEBB. Masuk... Dan preman di kiriku itu langsung kesakitan. Aku segera menghindar ke kanan, dan preman yang berlari tepat didepanku itu langsung menabrak tubuh preman yang tubuhnya kuputar kearah tengah badanku. Saat mereka berdua saling bertabrakan, mereka pun jatuh. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan pukulan super keras ke ulu hati salah satu preman itu, dan kemudian ke preman yang satu lagi itu. Pukulanku ternyata terbukti efektif, dua preman itu langsung kehilangan kesadaran. Preman di kiriku itu tentu saja tidak bisa bangun karena rasa sakit yang luar biasa akibat kutendang alat kelaminnya.

“Sii... Syaaalaaannnn loooo.... maeennnyyya... tendang titiiiitttttt....” Kata preman disebelah kiriku itu sambil menahan sakit.

“Lo yang bego. Udah tau titit lo tuh lemah gitu, bukannya dilindungin kek.” Kataku.

Aku bisa sampai sini karena pasti awalnya mereka meremehkanku, jadinya pertahanan mereka begitu terbuka. Sekarang, tinggal empat preman termasuk si preman ketua itu. Pasti mereka sekarang akan lebih berhati-hati.

“Serius lu? Maennya nendang titit?” Tanya si preman ketua itu.

“Eh, biar gua kasihtau lu ya. Hidup ini tuh kejam, dan jelas hidup ini tuh bukan pertandingan persahabatan diatas ring.” Kataku.

“Heh, ternyata cuma pengecut yang bisanya cuma meraih kemenangan dengan segala cara.” Kata si preman ketua itu.

“Daripada lu. Cuma si naif yang meraih kemenangan sedikit pun juga ga bisa.” Kataku.

“HAAAAHHH!!!!” Teriak si preman ketua itu sambil maju kearahku.

Oh, ternyata langsung si preman ketua yang maju. Hooo, larinya cepat juga. Ia pun langsung melompat dan melancarkan tendangan berputar kearahku dengan kaki kirinya. Kecepatan tendangannya pun cukup cepat. Sepertinya aku tidak bisa lengah sedikitpun. Aku segera berjongkok untuk menghindari tendangan berputarnya. Saat itu juga, aku melancarkan tinju ke kaki kanannya. Akan tetapi, si preman ketua itu langsung menendang kaki kanannya untuk beradu dengan tinjuku. Setelah kedua kakinya mendarat, si preman ketua itu langsung melancarkan tinju-tinju yang cepat. Aku hanya bisa menghindari satu-satu tinjunya. Saat aku menghindar kebawah, kakinya langsung melancarkan tendangan, yang juga berhasil kuhindari dengan mundur kebelakang. Setelah itu, ia langsung maju lagi dan melancarkan tinju-tinju cepatnya. Cih, betul-betul tidak ada kesempatan untuk menyerang balik. Kalau begini, aku yang harus menciptakan kesempatan itu.

Tiba-tiba, ada yang menangkap tubuhku dari belakang. Ukh, rupanya salah satu dari tiga preman yang tersisa. Sial, aku lengah karena aku terlalu fokus menghindari serangan si preman ketua itu. Aku melihat kedua preman lainnya berusaha maju dan menyerangku. Baiklah, kondisiku adalah, preman dibelakangku tentunya tidak bisa bergerak karena sedang menahanku. Dua preman lain sedang maju kearahku. Aku mulai santai dan merilekskan tubuhku. Saat mereka berdua sudah dekat, aku segera memutar tubuhku sekencang mungkin, sehingga kini aku berhasil membalikkan posisi, preman dibelakangku menjadi didepan, sedangkan aku dibelakang. BRUAK DUGG... Aku merasakan dua dentuman di tubuh preman di belakangku ini. Saat itu juga, cengraman preman dibelakangku ini langsung melemah.

Tidak selesai hanya sampai disitu, aku segera memanfaatkan kesempatan saat dua preman di hadapanku ini lengah karena tidak menduga akan memukul temannya sendiri, aku langsung melancarkan pukulan yang cepat ke arah ulu hati dan mata mereka. Pukulanku pun sukses membuat mereka berdua pingsan. Oke, tinggal si preman ketua.

Sekarang, si preman ketua itu kembali maju kearahku dengan cepat. Aku pun juga berlari ke belakang, tapi agak pelan. Tidak cukup lama waktu yang dibutuhkan olehnya untuk dapat mengejarku sepenuhnya. Tapi, memang itu rencanaku. Saat sudah lumayan dekat, aku segera berbalik badan. Si preman ketua itu pun kaget dengan perubahan gerakanku yang begitu tiba-tiba. Yak, langsung kulancarkan tinju ke perutnya. DUAAGG... Masuk... Akan tetapi, si preman ketua itu langsung melancarkan tinju juga ke arah wajahku. Ah, sial, aku rupanya lengah. Aku tidak bisa menghindar akibat tubuhku belum menyesuaikan ke kondisi semula setelah melancarkan pukulan yang begitu kuat ke perutnya. DAAAKKK... Tinju itu masuk begitu tajam ke pipiku, dan membuat tubuhku terjatuh.

Damn, sakit sekali rasanya. Tinjunya mengena dengan sangat telak ke pipiku. Akan tetapi, sepertinya dia pun cukup menderita akibat tinju yang kulancarkan ke perutnya. Aku bersusah payah berusaha bangun kembali. Kali ini, si preman ketua itu memasang posisi bertahan. Ia memasang kuda-kuda seperti petinju sambil melompat-lompat. Adapun, aku diam di tempat untuk memulihkan kondisiku sebentar, mumpung dia sedang memasang kuda-kuda bertahan.

“TOLOONGG!! PAK POLISI ITU DISANA!!!” Terdengar suara teriakan wanita.

Oh, rupanya ada warga yang melihat pertempuran kami dan memanggil polisi ya? Yah, paling tidak sepertinya aku selamat. Aku melihat ternyata warga sudah mulai berkumpul menonton kami, dan polisi pun mulai berdatangan. Si preman ketua yang melihat hal itu pun panik. Ah, dia lengah. Aku segera maju dengan cepat, dan melancarkan tinju kearah wajahnya. Sepertinya, ia pun terlambat menyadari gerakanku, sehingga tinjuku masuk dengan telak ke pipi si preman ketua itu. Si preman ketua itu pun langsung jatuh ke tanah.

Saat polisi sudah datang, aku segera mengangkat kedua tanganku. Setelah itu, polisi langsung memborgol tanganku. Polisi-polisi lain pun juga langsung memborgol tangan para preman lainnya.

“Pak, orang itu nggak salah! Dia dikeroyok, pak.” Kata salah satu warga di tempat itu.

“Iya, pak! Mereka tuh yang salah!” Kata warga lainnya menimpali perkataan warga itu.

Mendengar hal itu, polisi yang memborgol tanganku pun melihat kearahku.

“Saya sih terserah, pak. Saya emang dikeroyok ama mereka. Tapi, lakukan aja sesuai prosedur, pak. Saya diborgol dan dibawa ke kantor juga ga apa-apa, saya nurut dan ga akan ngelawan kok.” Kataku.

“Oke, terima kasih pak atas kerjasamanya. Bapak ikut saya ke kantor, ya.” Kata polisi itu.

“Oke, pak.” Kataku.

Kemudian, para polisi itu pun membawa kami semua menuju kantor polisi. Yaah, semoga saja aku cepat bebas deh. Malas aku berlama-lama di kantor polisi, apalagi kalau sampai semua orang tahu aku dibawa ke kantor polisi. Malas menjawab pertanyaan mereka satu per satu.

BERSAMBUNG KE EPISODE-22
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd