Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MATA LANGIT

Part 3
Saatnya Menggapai Mimpi



"Dani.. setelah seminggu ini bagaimana keadaan Zee, menurutmu?" tanya bu Retno sambil memberikan 2 piring nasi beserta lauknya pada Dani. Bu Retno terpaksa memberikan jatah makan gratis 3x sehari hanya pada mereka berdua saja selama Zee sakit, itu dilakukannya karena dirinya merasa bersalah, terutama pada Zee.


"Kalau diliat-liat udah baikan sih, tapi.. harapan saya kalau Zee bisa lebih lama lagi sakitnya, bu" ujarnya menjawab pertanyaan bu Retno.

"Loh kok gitu Dan.. maksud kamu apa sih?" bu Retno penasaran, alasan apa Dani mengharapkan Zee lebih lama sakit, kedengarannya sedikit aneh.


"Selama Zee sakit, saya jadi ketiban berkah bu.. saya jadi ikutan dapet makan gratis kan jadinya, hehe.. " lanjut Dani cengengesan. "Seenggaknya nyampe saya gajian gitu. Lumayan kan bu, jadi ngirit pengeluaran."


Sadar dengan penuturannya tadi salah, Dani segera permisi meninggalkan bu Retno yang sudah mengeluarkan aura membunuh.


-----------------


Seorang wanita muda bernama Heni, menjabat sebagai bendahara tengah menerima telpon dari bosnya bernama bu Ambar.


Bu Ambar sendiri dijuluki sebagai Sultan Gurita, karena bisnis usahanya terbilang banyak dan ada dimana-mana. Salah satu bisnis barunya yang belum lama dirintis adalah Ambar Future. Gerai yang memperjualbelikan barang-barang second yang bernilai mewah dan artistik, seperti Tas, Gucci, Jam Tangan, Lukisan, Patung dll. Gerai ini sengaja di bangun oleh bu Ambar untuk menyisir pangsa pasar para kaum sultan dan rekan bisnisnya.

"Heni.. bagaimana grafik bulan ini dan apakah ada barang yang bagus?" tanya bu Ambar dari balik telpon.


"Grafik bulan ini sesuai target bu, tapi untuk barang yang bagus, saya sendiri belum mendapatkan rekap detailnya dari manajer Rudi sebagai Inspektor, jadi.. belum bisa saya laporkan pada ibu saat ini." sahut Hani.


"Bilang manajer Rudi untuk segera kirim laporan secepatnya" perintah bu Ambar.


"Baik bu" Jawab Heni.


"Bu Bos ya Hen?" tanya Dinar saat Heni telah menutup panggilan telepon.


"Lu bisa gak sih gak ikutan nguping Din.. heran deh gue, nyokap elu ngidam apaan sih."


"Ya kali aja Hen, bu Bos ngasih kita bonus.. kan udah 3 bulan target kita goal terus, masa gak ada bonus cair." rutuk Dinar dengan wajah mencetut.


"Bu Bos gak bakalan kasih kita bonus kayaknya deh.. secara suaminya aja kumat lagi dari penyakitnya, makin rungsing tuh bu Bos."


"Ah gak asik!! Bete gue jadinya" ujar Dinar kesal menanggapi alasan Heni.


-------------------------


Seperti biasa saat Dani akan mengantarkan makanan, ia selalu mengintip dari lubang kunci. Beberapa hari pasca jatuhnya Zee, Dani merasa bahwa tingkah laku Zee terlihat sangat abnormal. Zee seolah terlihat bengong, nunjuk-nunjuk gak jelas dan komat kamit sendiri. Namun saat gabung dengan yang lain, Zee layaknya bertingkah normal.


"Zee.. Ze.. elu udah gak waras atau sedang kerasukan setan ya? Bodo amatlah yang penting elu harus bayar hutang" Lirih Dani yang sedang mengintip dari lobang kunci melihat tingkah Zee yang abnormal itu.


DEG


"Eh.. kenapa ya, tiap kali gue intip, Zee selalu tiba-tiba menatap ke arah pintu, gue berasa kayak maling ketangkap basah deh" gumam Dani yang jantungnya berdegup.


Tok Tok Tok


"Zee, lu udah bangun belum? Ini makanannya, gue taro seperti biasa ya." Pekik Zee namun tak ada balasan.


"Habis ini pasti si Zee bakal rebahan dan pura-pura tidur." batin Dani


CEKLEK


Saat pintu dibuka lalu meletakkan makanannya di meja. Hati Dani begitu geram oleh tingkah Zee.


"Bener kan kata gue juga apa, nih bocah pura-pura tidur, setan nih bocah!!" rutuk batin Dani dengan mengeratkan giginya.


"Oi Zee.. Oi.. Makanan elu nih, bangun apa.. tidur mulu dih kayak mayat!" Sapa Dani dan hanya kata Hm yang keluar dari mulut Zee.


Zee yang sedang terbaring dengan menutup mata, hanya terkekeh dalam hati mendengar umpatan Dani barusan. Ada saja umpatan-umpatan yang menyebalkan keluar dari mulut Dani saat membawakan jatah makan untuk Zee. Saat pintu telah tertutup, dan memastikan bahwa Dani telah pergi, segera disambarnya jatah makan yang ada di meja dan menghabiskannya hingga tak bersisa barang sebutir nasi pun.


Zee hanya keluar dari kamar saat hendak ke toilet saja, selebihnya dia habiskan waktunya di dalam kamar. Saat bu Retno, Dani atau teman kos lainnya menjenguk, Zee akan berpura-pura lemah dan sakit. Itu semua dia lakukan bukan tanpa alasan.


Zee ingin tahu, apakah kemampuan hebat dari pandangan matanya hanya sementara atau permanen, jangan sampai dengan melakukan banyak aktivitas, justru membuat dirinya kehilangan kemampuan hebatnya, pikirnya seperti itu. Dan itu sangat tidak diinginkan oleh Zee.


Sekian hari, Zee mencari jawaban, dari mana kemampuan hebat matanya berasal. Dan hanya satu jawaban yang dia temukan, dan dia beranggapan bahwa kemampuan hebat matanya berasal dari..


*Flashback

"Kalau bukan karena makan gratis dan potongan biaya kos, gak bakalan mau disuruh benerin genteng, bukannya apa-apa, masalahnya udah sore.. gelap lagi.. apa mau hujan ya?" kata Zee sambil memanggul gantar di pundaknya


Saat diatas atap, satu persatu Zee mengganti genteng-genteng yang retak dan pecah dengan genteng yang baru, yang mana dia telah menyiapkan lebih dulu lalu menumpuknya, pikirnya akan lebih merepotkan jika harus naik turun.


Meski sejatinya masih pukul setengah lima sore, namun karena cuaca mendung, sehingga langit tampak lebih gelap. Rintik hujan akhirnya turun, membuat Zee lebih waspada lagi karena permukaan genteng yang mulai basah dan licin.


"Sebelah sini udah beres, tinggal yang sebelah atas sana yang belum, gue mesti cepet nih.. keburu rintik hujan makin deres" ujar Zee sambil merayap ke sisi atas. Gaya Zee udah macam kaya laba-laba, merayap dengan perlahan.


KREK!


"Aduh! Sial!! salah nginjek lagi" gerutu Zee yang terdiam sesaat.


GLUDUK GLUDUK GLUDUK


"Shiit!! Bakal hujan gede nih"


SLASH


Kilatan petir seketika muncul membuat tubuh Zee bergetar. Nyalinya ciut seketika, memikirkan dirinya tersambar petir, mengingat posisinya sekarang berada di atas atap rumah. Hatinya mengatakan untuk turun sesegera mungkin.


"Turun aja lah, daripada celaka"


Saat berniat untuk mundur, bersamaan itulah muncul kembali kilatan petir yang kedua. Kilatan petir yang kedua ini lebih terang dan terasa lebih menakutkan. Zee yang terpaku tak bisa menghindar, hanya pasrah saat Jutaan Lumen (tingkat kecerahan pada sumber cahaya) melesat masuk kedalam matanya. Pandangan matanya mengabur lalu gelap seketika, hingga tubnya menjadi oleng dan akhirnya terjungkal, jatuh terjerembab.


*Flashback of End


"Kapan lagi aku bisa difoto oleh langit, apalagi flashnya pake kilatan petir, wadidaw untung saja tidak mati. Tapi.. apa karena kilatan petir itu ya? yang membuat mataku menjadi hebat begini. Bodo amat lah.. Berkah dari langit mungkin, yang pasti mataku sekarang ini bukanlah mata biasa, melainkan mata langit."


"Besok adalah awal dari perubahan, saatnya menggapai mimpi!!" Ucap Zee menggebu dengan mengepalkan jari, lalu tersenyum menyeringai, yang bila orang lain melihatnya akan terasa merinding.



Part 4
Berani Bertanggung Jawab



Pagi-pagi sekali Zee sudah menyibukan diri, mulai dari membuatkan minum, menyapu dan mengepel lantai. Semuanya dilakukan dengan baik. Hatinya begitu senang karena hari ini adalah hari pertama Zee bekerja.


"Nama kamu Zee kan, yang semalam datang?" sapa Heni yang baru masuk kedalam gerai dan melihat Zee sedang menyapu lantai.


"Benar mba, saya Zee.." jawabnya dengan menganggukan kepala.


"Tolong.. buatkan teh hangat dan antarkan ke ruangan kerja saya" pinta Heni yang langsung dijawab siap oleh Zee.


"Siapa Hen..?" tanya Dinar yang merasa baru melihatnya.


"Office Boy yang baru, semalam dia datang pas gerai udah mau tutup, karena gue lihat orangnya cakep.. ya udahlah gue langsung terima aja" Sahut Heni.


"Kapan lu sebar lowongannya? kok gue gak tau sih.." tanya Dinar lagi.


"Nyebarinnya sih dah dari sore, tapi belum ada yang cocok, pas gerai mau tutup ada cogan masuk, gue pikir mau beli barang.. taunya ngelamar kerja. Tanpa pikir lama.. gue langsung acc aja" Kata Heni sambil menyandarkan pantatnya di meja kerja.


"Gila luh.. hanya karena ganteng, elu terima gitu aja? gimana dengan para pelamar kerja yang udah belain rapih dan bawa dokumen, gue gak bisa ngebayangin perasaan mereka saat CVnya hanya menjadi tumpukan sampah." ujar Dinar.


"Lebay deh!!" sentak Heni.


"Lagian tuh cogan lumayan buat diajak kondangan" cuek Heni pada Dinar.


"Hati-hati.. belum aja ketemu lawan yang sebanding, bisa mampus luh!" Dinar mengingatkan.


"Sok perhatian ah! ujung-ujungnya kasbon juga ke gue, Beb.. please deh beb.. gue gak pegang duit, tega amat ama temen sendiri" kata Heni menirukan ekspresi Dinar yang memelas.


"Tau ah.. nyebelin!!" ucap Dinar mungkes.


Semua pegawai bekerja sesuai dengan porsi dan bidangnya masing-masing, hingga tak terasa waktu telah menunjukan jam makan siang. Saat jam makan siang selesai dan mulai beraktifitas kembali, tak lama langkah suara kaki masuk kedalam gerai dan semua pegawai yang mengenalnya membungkukan badan.


"Selamat siang bu Ambar" sapa SPG yang bernama Siti yang kebetulan paling dekat dengannya.


"Kamu lihat Heni?" tanya bu Ambar.


"Ada di ruangan kerjanya bu, dia sedang melayani customer, apa perlu saya panggilkan sekarang?"


"Gak usah, biar saya langsung keruangannya saja, tolong nanti suruh OB bawakan Es kopi" kata bu Ambar lalu beranjak pergi.


Heni mengernyit karena melihat pintu ruangannya tiba-tiba terbuka tanpa ada yang permisi, hatinya sedikit kesal, namun saat tahu siapa yang masuk, matanya seketika terbuka lebar. Buru-buru Heni mengatakan permisi pada customernya itu, lalu mendekati bosnya yang sudah duduk di kursi kerja milik dirinya.


"Selamat siang bu Ambar" sapa Heni sambil membungkukan badan.


"Siapa itu Hen..?" bisik bu Ambar.


"Bapak itu mau menjual jam tangannya bu, berhubung manager Rudi belum datang, jadi saya mengajaknya berbincang" kata Heni yang juga ikut berbisik.


"Sudah dihubungi Rudi nya?" tanya bu Ambar.


"Sudah bu, dia bilang dalam perjalanan".


Bu Ambar hanya mengangguk mendengarkan penjelasan Heni, lantas menyuruhnya untuk kembali menemani customernya lagi, sementara dirinya membuka dokumen di komputer kerja milik Heni.


Tak lama Zee mengetuk pintu, lalu masuk membawa nampan berisi Es kopi. Langkahnya terhenti matanya celingukan kesana kemari.


"Buat siapa Es kopi ini? Sementara di ruangan ini ada tiga orang, masa iya satu lobang rame-rame" gumam Zee dalam batin.


"Bawakan Es kopinya kemari, kamu OB baru ya.. sejak kapan?" pinta dan selidik bu Ambar yang kini pandangannya teralihkan dari layar komputer ke arah Zee.


Zee menjawab dengan jujur dan sopan, tentunya setelah meletakan Es kopi pesanan bu Ambar. Saat Zee hendak permisi balik, sebuah suara terdengar cukup keras.


"Harus menunggu berapa lama lagi?!!" bentak seorang bapak penuh emosi bahkan urat-urat di lehernya tampak terlihat jelas.


"Maaf pak, manajer inspeksi kami sebentar lagi datang kok, tunggu sebentar lagi" pinta Heni sambil menangkupkan kedua tangannya didepan dada, terlihat seperti orang yang memohon.


"Kesabaran saya sudah habis, lebih baik saya datang ke gerai lain!!" ucap bapak itu sambil berdiri dan melangkah meninggalkan tempat duduknya.


Bu Ambar yang mencium situasi tak baik, mengumpat dalam hatinya. "Kurang ajar si Rudi! apa seperti ini cara bekerja dia? menunggu customer sampai lumutan?".


Saat customernya akan sampai di pintu ruangan, Heni dan bu Ambar bergegas menghampiri, mencoba menenangkan sebisa yang mereka berdua mampu. Sedangkan Zee hanya diam mematung, mencerna situasi apa yang sebenarnya terjadi.


"Hen, apa kamu benar-benar tidak mengerti tentang jam tangan?" bisik pelan bu Ambar pada Heni.


"Ini bukan bidang saya bu, kalau kita salah kasih harga.. kita bakalan rugi besar, dan itu hanya bisa dilakukan oleh manajer Rudi sebagai Inspektor. Jadi harus bagaimana bu?" bisik Heni balik.


Saat bu Ambar dan Heni tak dapat menemukan solusi, terdengar suara memecah kesunyian.


"Maaf.. apa saya boleh lihat sebentar seperti apa jam tangan milik bapak, saya sedikit paham tentang jam tangan" ucap Zee nekat, karena dirinya sudah yakin dengan kemampuan hebat mata langitnya.


Heni mendengus kesal, situasi begini OB barunya bertingkah kurang ajar. Saat Heni akan memberi pelajaran, langkahnya ditahan oleh bu Ambar.


"Jangan menilai buku dari sampulnya, biarkan saja Hen.. siapa tahu apa yang dikatakannya benar, setidaknya bisa mengulur waktu sampai Rudi datang " lirih bu Ambar agar tak terdengar oleh customernya.


Permintaan Zee barusan, tak membuat bapak itu berminat sedikitpun karena melihat penampilan Zee yang seorang OB, pikirnya tak akan mengerti apapun tentang jam tangan mewah.


"Siapa kamu? Cuman OB saja belagu. Asal kamu tahu saja ya mas.. 5 tahun dari semua gaji kamu pun tak akan bisa membeli jam tangan ini. Jadi jangan berlagak sok tahu!!" Bentaknya sambil menunjuk-nunjuk jam tangan mewah yang terpasang di pergelangan tangannya.


"Buang-buang waktu!!" Bentaknya lagi dan akan melangkah pergi.


Pada saat bapak itu menunjuk-nunjuk jam tangannya tadi, saat itu pula mata Zee menatap lekat ke arah jam tangannya. Sepersekian detik, mata langitnya memunculkan semua data-data informasi.

Merk : Patek Philippe Automatic Men's Watch
Kondisi : 95% Baru
Model : NLBD14
Tempat produksi : Janiwa, Syldavia
Waktu produksi : 17 September 2015
Kualitas kinerja : Sangat baik.
Nilai jual saat ini : Rp 480 juta
Status : Original


"Tunggu!! Bukankah jam tangan yang bapak pakai itu merk Patek Philippe Automatic.
Model NLBD14 yang di produksi di Janiwa, Syldavia." ujar Zee yang membuat bu Ambar, Heni dan Customer bengong seketika dengan mulut yang terbuka. Mereka bertiga seakan tak percaya, seorang OB bisa mendeskripsikan jam tangan mewah tanpa menyentuhnya sama sekali.


"300 juta penawaran dari Bos saya, apakah bapak tertarik untuk menjualnya pada gerai kami?" ujar Zee memberikan penawaran. Bu Ambar yang mendengar namanya dicatut oleh Zee mendengus kesal.


"350 juta saya akan lepas, jam tangan ini masih baru dan saya memiliki bukti transaksi pembeliannya." ucap bapak itu, lalu menyerahkan jam tangan beserta kotaknya dan juga nota pembelian pada Zee.


Kali ini bapak itu tak memandang rendah lagi pada Zee, menyebutkan jamtangan miliknya secara tepat tanpa menyentuh sudah cukup menandakan bahwa Zee memang mengerti tentang jam tangan.


Zee berpura-pura memeriksa jam tangan dengan hati-hati untuk beberapa saat, kemudian berkata kepada bapak itu.


"Pak.. jam tangan anda ini original, 95% masih baru dan masih sangat terawat. Talinya tidak menunjukkan tanda-tanda penyusutan. Tapi.. karena ini jam tangan second, saya hanya bisa memberikan harga 300 juta."


Bapak itu mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan oleh Zee, namun terlihat kecewa mendengar Zee hanya menawar 300 juta.


"Jangan 300 lah, naikan lagi" pinta si bapak.


"Saya baru membelinya setengah tahun yang lalu. Jarang sekali saya pakai. Saat itu.. saya membelinya dengan harga 760 juta. Di dalam kotak jam tangan itu terdapat sertifikat yang menunjukkan bahwa jam tangan ini diproduksi di Syldavia." Ujar bapak itu dengan berani membuat pertimbangan, berharap Zee dapat menaikan lagi harga tawarannya.


Heni sangat terkejut hingga dia tidak bisa menutup
mulutnya dan menoleh untuk melihat reaksi bosnya.
Begitupun dengan bu Ambar, dia mengerutkan keningnya, tetapi karena menghargai keberadaan bapak itu sebagai customernya, bu Ambar menahan amarahnya dan berbisik kepada Zee.


"Zee.. customer tidak puas dengan harganya. Sebaiknya tunggu manajer Rudi datang terlebih dahulu, baru melanjutkan negosiasi ini lagi." bisik bu Ambar kembali.


Maksud dari perkataan bu Ambar sudah begitu jelas. Hanya manajer inspeksi saja yang bernama Rudi yang diperbolehkan untuk menawar harga, sedangkan Zee tidak boleh melakukannya, apalagi membuka harga.


"Hah.. disuruh nunggu lagi? Gak salah bu?" bisik Heni yang protes pada bu Ambar karena takut jika bapak itu bakalan mengamuk.


Bapak itu ragu sejenak, dia tidak suka hal yang
merepotkan dan takut kehilangan harga dirinya. Dia
mengeratkan giginya sejenak kemudian berkata.


"Baik, Tak masalah! Saya akan menjualnya dengan harga 300 juta".


Mendengar itu, bu Ambar mengerutkan kening lagi. Dirinya merasa takut rugi, sebelum Zee mengatakan hal lebih pada customernya, dengan gesit tangan bu Ambar menarik lengan Zee dan membawanya ke dalam ruangan pribadinya dengan ekspresi masam.


"Saya tidak kenal siapa kamu, jangan pernah membuat saya merugi. Apa kamu berani bertanggung jawab, hah!!" ucap bu Ambar pada Zee, suaranya penuh tekanan.


"Saya akan bertanggung jawab jika ibu merugi, dan saya berjanji selama dua puluh tahun saya siap bekerja di gerai ini tanpa digaji sepeserpun. Lagian.. jam tangan itu asli loh bu, saat ini nilai jual di pasaran seharga 480 juta. Jika ibu membelinya dengan harga 300 juta, itu sangat menguntungkan." kata Zee.


Bu Ambar menatap tajam dan berkata dengan dingin ke arah Zee. "Kamu hanya seorang OB, hati-hati dengan janjimu tadi!! Bagaimana kamu bisa begitu yakin bahwa jam tangan itu adalah barang asli? berikan saya alasan yang tepat".


"Apakah ibu tahu, bahwa tas Hermes yang ibu pakai saat ini merupakan barang imitasi kualitas premium?"


Bu Ambar mengangkat alisnya dan berkata dengan marah "Jangan omong kosong!! Tas ini adalah edisi terbatas, yang dipesan oleh sahabatku di Paris. Dia bahkan belum pernah menggunakan tas ini sekalipun. Dia memberikan tas ini padaku karena aku menyukainya, harga tas ini senilai 1,36 Miliar.
Bahkan manager Rudi yang selaku inspektor telah memeriksa keaslian tas ini. Berani sekali kamu mengatakan bahwa tas ini palsu. Apa kamu sudah gila? Hah!!"


Bu Ambar tak lagi bersikap sopan, pernyataan Zee seolah-olah telah menghancurkan harga dirinya. Karena sangat menyukai dengan tas Hermesnya, sering kali bu Ambar bepergian mengenakan tasnya itu. Bagaimana kalau ada rekan bisnis atau keluarga sultan lain yang mengetahui kepalsuan dari tas Hermesnya. Bukankah itu akan menghancurkan harga dirinya sebagai keluarga sultan?
Tentu saja, bu Ambar sangat percaya bahwa tas Hermes miliknya adalah asli.


Zee tidak panik, masih bersikap tenang dan berkata
kepada bu Ambar.


"Maaf bu.. jika saya lihat dari segi tekstur kulit, kerapihan jahitan dan logo Hermes, tas Hermes milik ibu itu memiliki keakuratan 90% mirip dengan yang aslinya. Artinya tas itu merupakan tas Hermes imitasi kualitas premium."


"Tapi.. bagaimanapun juga yang namanya barang palsu.. ya tetaplah palsu. Ada satu cara paling sederhana untuk membuktikannya. Silahkan ibu hubungi kantor pusat Hermes di negara itu. Karena model tas ini merupakan edisi terbatas dan sangatlah langka, pihak pemasaran pasti akan memberitahu ibu siapa pembeli tas Hermes itu."


Bu Ambar awalnya sangat marah, tetapi apa yang Zee katakan itu masuk akal. Sebenarnya, untuk membuktikan apakah tas Hermes miliknya asli atau palsu hanya dengan menelepon kantor pusat Hermes, cara itu paling mudah dan praktis. Tapi bu Ambar tidak pernah memikirkan cara itu sebelumnya, karena dirinya percaya sepenuhnya pada sahabat dan manajer inspektornya.


Zee berhasil membuat bu Ambar penasaran.
Setelah ragu-ragu sejenak, bu Ambar mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan.
Dalam durasi 1 menit 57 detik, bu Ambar telah mendapatkan jawaban dari departemen marketing kantor pusat Hermes.


Aura membunuhnya seketika merembes keluar, bu Ambar seperti ingin memakan hidup-hidup orang yang telah berani menipunya. Ekspresinya itu dengan jelas menunjukan bahwa Zee tidak perlu memberikan bukti apapun lagi.



Bersambung…
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd