--------------------------------------------
9 Dec : Departed to Japan - Arrived at Night
10 Dec : -
11 Dec : Hantaman - F.A.D. Yokohama
12 Dec : -
13 Dec : Arya A Quartet - Body & Soul Yokohama
14 Dec : Hantaman - Yokohama BB Street
15 Dec : -
16 Dec : Hantaman - Unit Daikanyama Tokyo
17 Dec : Arya A Quartet - Cotton Club Marunouchi Tokyo
18 Dec : -
19 Dec : Hantaman - Shimokitazawa Garden Tokyo
20 Dec : Arya A Quartet - STB 139 Tokyo
21 Dec : -
22 Dec : Arya A Quartet - Tribeca Shinagawa Tokyo
23 Dec : Hantaman - Gravity Rock Bar Shinjuku Tokyo
24 Dec : -
25 Dec : -
26 Dec : -
27 Dec : Hantaman - WWW Shibuya Tokyo
28 Dec : Arya A Quartet - Jazz Spot Candy Chiba
29 Dec : Hantaman - ZX West Chiba
30 Dec : -
31 Dec : Departed to Jakarta ā Arrived 1 Jan
--------------------------------------------
āGak berasaā
āBangetā
āLast dayā senyum Anin. Dia bicara di microphone sambil membunyikan bass-nya. Dia sedang memeriksa sound di panggung. Aku duduk di samping Sena, di FOH. Kami semua sibuk. Bagas sedang menyetel drum nya sendiri. Stefan sedang berbincang-bincang dengan Kairi di panggung. Zee sedang sibuk mengambil gambar kami semua. Arka dan Jacob sepertinya ada di backstage.
Kalau Toni? Entah dia ada di mana. Sejak kejadian telatnya dia di Cotton Club, kami tidak melihat batang hidungnya lagi. Jangan-jangan dia sudah pulang ke Jakarta sendirian. Bodo amat lah. Dia juga bodo amat sama tur ini. Semuanya gara-gara dia naksir sama Ai.
Tolol memang.
Dan untunglah aku sudah memutuskan hubungan profesional dengan dirinya. Gak kebayang nanti kalau kami bareng-bareng di bandara dan di pesawat. Pasti awkward. Apalagi sama Bagas, karena Bagas lah yang menggantikan posisi nya di Hantaman.
Kami sekarang ada di ZX West Chiba, sedang menunggu waktu. Ini konser terakhir kami sebelum pulang ke Jakarta.
Tidak sabar rasanya.
Sudah bosan aku tidur di kamar yang bau rokok dan memandang muka Stefan tiap kali bangun pagi. Sudah bosan aku makan makanan Jepang. Sudah bosan juga aku bermain gitar. Ketika musik jadi pekerjaanmu, sepertinya sama saja dengan ngantor rasanya. Kalau Ai bisa bosan jadi pegawai asuransi, aku bisa bosan jadi gitaris.
Ujungnya sama-sama saja, karena ini jadi pekerjaan dan jadi rutinitas. Everybody need a break.
āBangā Sena menegurku.
āYes?ā
āNanti pas lagu ke 4, kita panning dari kiri ke kanan ya?ā
āIya, tapi jangan telat, nanti aneh kedengerannyaā
āSiap, catet duluā
Sena mencatat cue dariku di handphonenya, sambil kembali mengutak-ngatik perangkat mixer yang terbentang di depan dirinya.
āNgomong-ngomong Bangā¦ā Sena menghentikan sebentar aktivitasnya. āGue makasih banget yaā
āEh, makasih kenapa?ā
āKarena ini semuaā dia tersenyum sambil menatap ke arahku.
āOhā¦ā
āGara-gara Hantaman gue jadi bisa ke luar negri, bisa ketemu orang-orang asik mancanegaraā sambungnya.
āGue juga makasih sih, karena selalu siap sedia bantuin kitaā
āGue yang lebih makasih lho. Nambah ilmu, nambah pengalaman, nambah kenalanā
āItu karena lo nya sendiri sih, di setiap kesempatan lo selalu ngelakuin yang terbaik buat kita, dan lo nya juga mau banyak belajarā
Mendadak aku membandingkan Toni dan Sena. Bisa dibilang dari awal dia membantu kami sampai sekarang, perkembangannya jauh sekali. Dulu dia gak bisa ngapa-ngapain, Cuma disuruh doang. Sekarang, inisiatifnya makin tinggi, empatinya juga, dan dia makin haus ilmu.
Itulah bedanya antara orang yang kerja dengan tulus dan yang tidak. Mana yang kerja pakai hati dan mana yang kerja Cuma mikirin kepentingan pribadi. Begitu kepentingan itu hilang, maka passion bekerjanya pun hilang juga.
Oleh karena itu, bekerja dan berkarya lah dengan hati. Lakukan apa yang benar-benar ingin kamu lakukan. Kejar kepuasan diri, setelah itu, semuanya bakal ngikutin kok. Percayalah, karena hal itu yang bisa bikin Hantaman jadi kayak sekarang, dan mudah-mudahan perjalanan kami kedepannya akan jadi lebih indah lagi, sesuai dengan aspirasi kami berempat.
Aku jadi makin tak sabar untuk menyelesaikan tur ini, dan mengakhirinya dengan manis.
--------------------------------------------
Lautan manusia menjadi satu di depan kami. Mereka bergerak mengikuti irama-irama yang diciptakan khusus untuk memekakkan gendang telinga mereka.
Kendala bahasa, tidak ada, karena musik adalah bahasa universal. Kamu tidak perlu tahu arti dari lirik kami untuk bisa menikmati musik kami.
Kalian pun tidak perlu untuk memahami setiap kata-kata yang dimuntahkan oleh Stefan. Yang kalian perlukan hanya setuju dengan apapun yang ia teriakkan. Biarkan suaranya dengan kasarnya masuk dan mengganggu gendang telinga kalian. Biarkan sayatan gitarku menyobek-nyobek indera pendengaran kalian. Biarkan dentuman yang sedang bercinta di panggung ini masuk ke tubuh kalian. Biarkan Anin dan Bagas yang mengatur itu semua.
Muntahan kata-kata itu tentu akan jadi lebih bermakna apabila kalian bisa memahami alasan lagu itu ditulis. Tapi itu bisa menunggu. Yang penting, senjata yang Stefan miliki dalam bentuk pita suaranya, bisa menghukum kalian, karena terlalu patuh pada dirinya.
Hukuman yang nikmat. Hukuman yang membuat manusia-manusia yang berbeda budaya di depan kami ini saling bergoyang, saling menghantam, bergerak mengikuti arus angin yang dikomandokan oleh sang pendeta.
Dia berdiri di atas panggung, bagaikan mesias yang siap membawa kita semua ke jalan keselamatan.
āMenunggu matiā¦.. Menyisakan pelik hari sendiriā¦.
Memandang langitā¦. Yang membuka hari, siap menyambut badaiā¦ā¦
Menghentak, merusak, dan lalu, memasung diriā¦..ā
Musik kami menggulung di ruangan ini. ZX West Chiba
āMengira waktuā¦. Menghampiri membuai menyamankan
Memandang langitā¦.. Yang meminta diri, siap menyongsong silauā¦.
Meredup, mengular, dan lantas, menyiksa diriā¦.ā
Aku tidak bisa merasakan tubuhku, aku hanya bisa merasakan jariku menari nari di gitarku. Aku bisa merasakan rambatan suara bass Anin dan Bagas di drum. Aku bisa mendengarkan jeritan Stefan. Tapi yang lainnya seperti mati rasa. Aku terbawa dan menjadi satu dengan semua energi di ruangan ini.
āLedak, ledak, demi ledak
Manusia tak bisa mengelakā
Ya, manusia tidak bisa mengelak.
āLedak, ledak, satu persatu memuncak
Manusia hanya menumpang nafasā
Biarkan kami berempat meledak di panggung ini. Seluruh rangkaian konser kami di Jepang ini akan segera berakhir. Ini pengalaman gila untuk kami. Tidak seheboh debut kami di Fuji Rock Festival, memang. Tapi ini adalah pengalaman yang tentunya sama berharganya.
Dan nanti, kita akan bertemu lagi. Entah kapan, tapi kami hanya inginā¦
āLedak, ledak, demi ledak
Manusia tak mungkin abadiā¦.ā
--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------
Siang hari, 31 Desember.
Aku berdiri di antrian untuk check in. Di depanku ada Arka dan Jacob, yang sama-sama ikut mengantri. Bagas sedang dilayani. Dia sedang memperlihatkan passport nya kepada petugas di counter. Dengan bosan, aku melihat ke sekelilingku.
Aku masih membayangkan panggung terakhir Hantaman di Chiba. Kami semua berbasuh keringat, basah dan kuyup di atas panggung. Kami semua membungkukkan diri di depan semua orang yang dengan begitu bersemangatnya mengelu-elukan kami.
Bayangan itu akan kuingat terus di panggung-panggung kami berikutnya.
Ngomong-ngomong, Stefan sedang berbincang-bincang dengan Kairi dan Shigeo. Entah apa yang mereka obrolkan. Yang pasti, Stefan tidak mungkin menggoda Kairi. Andaikan iya pun, pasti tidak akan berhasil. Anin dan Zee entah kemana. Ke smoking lounge mungkin. Mereka melepas rindu pasti sebelum Anin pulang ke Jakarta. Zee masih di Jepang tentunya. Dia kan sedang menyelesaikan studi S2 nya disini.
Sena sedang duduk di kursi, tak jauh dari Stefan yang mengobrol. Ada minuman kaleng di tangannya. Dia tampak bersantai sambil memainkan handphonenya.
Tak jauh dari dirinya ada Toni. Kami sudah malas mengobrol dengan dia. Bisa dibayangkan akan seperti apa nanti suasananya di pesawat ataupun di boarding lounge. Tapi kami berusaha untuk bersikap masa bodo karena dia juga sepertinya enggan bicara pada kami. Yang penting urusan dengan dia sudah selesai. Dia jadi gak manggung dimana-mana di Jepang ini.
Semua diambil alih oleh Bagas, yang menolak untuk jadi drummer quartet Jazz ku secara permanen.
Oh, itu dia, sudah selesai di counter check in. Sekarang giliran Arka, lalu Jacob juga ke counter satunya yang kebetulan sudah kosong. Tak banyak yang mereka masukkan ke bagasi, Cuma koper besar saja, karena alat musik yang dibutuhkan sudah disediakan disini, berbeda denganku, yang harus bawa gitar dan efek ini itu. Aku melirik ke troli yang berisikan beberapa tas gitar dan satu flightcase berisikan efek-efeknya.
Berat ini bakalan. Kalau overweight, ditanggung oleh Kairi dan perusahaannya tapi. Jadi aku tak begitu khawatir.
Aku melirik ke arah Kairi, Stefan dan Shigeo. Kairi melambai ke arahku. Aku tersenyum mengangguk. Itu artinya Kairi ingin mengobrol denganku, setelah aku beres check-in.
Tak terasa, urusan Arka dan Jacob selesai. Aku maju. Aku melakukan ritual biasa yang harus dilakukan di check-in counter. Kasih liat passport, kasih liat bukti tiket. Habis itu timbang barang-barang. Tuh kan bener overweight. Minta extra bagasi sekarang. Habis itu tunggu bentar, sambil agak-agak ngelamun dikit.
Beres.
Sekarang aku berjalan ke arah Kairi dan kerumunan yang ada di sekitarnya.
āItās doneā beres check in. aku tersenyum.
āNiceā¦ā
āAnyway, Thanks for everythingā
āMy Pleasureā¦ā jawab Kairi. Dia menjulurkan tangannya ke arahku. Dia mengajak bersalaman. Tidak umum untuk orang Jepang.
Aku meraih tangannya dan menjabatnya dengan erat sekali.
āCanāt wait to hear good news from youā sambung sang ibu bos.
āWell, yeahā¦ā aku menjawabnya dengan perasaan lega. Tak banyak yang bisa kubicarakan ngomong-ngomong.
āIs it about his quartet?ā tanya Stefan ke Kairi.
āNoā¦ I was asking him to inform me about his childā¦.ā
āOh, I seeā¦ I canāt wait for thatā jawabku. Aku pikir Kairi mau bicara soal pekerjaan, taunya soal kelahiran anakku nanti. Tak sabar rasanya.
āI was surpised by the wayā¦. Suddenly you replace your drummerā
āItās not a big dealā
āIt is a big deal! Bagas plays very wellā¦ better than most jazz drummer I knowā sambung Kairi, yang masih terkagum-kagum soal Bagas.
āWell, thatās Bagas for youā jawab Stefan, mengagumi Bagas, dan juga mengagumi wajah cantik Kairi yang tak lekang dimakan usia.
Aku hanya tersenyum saja. Karena sampai sekarang kami semua menutupi alasan kenapa Bagas yang menggantikan Toni. Kairi tidak perlu tahu. Yang dia perlu tahu adalah semua show kami berjalan lancar. Dan tentunya, menampilkan permainan yang baik di panggung. Bagas nailed it. Si kaku yang sepertinya tidak punya perasaan itu memang hebat. Cenderung jenius kurasa.
āWellā¦ This means goodbye, Yes?ā tanya Kairi, sambil menatapku dengan tatapan yang penuh harapan.
āYes, thanks for everythingā
āLet me know about your child, and also about your jazz quartet progressā
āI Willā
āSee you again Aryaā
āSee you againā
Tanganku dan Kairi kembali bersalaman. Ini merupakan progress yang baik bagi kami semua. Dan yang terpenting adalah, aku tak sabar untuk segera bertemu Kyoko dan pulang ke Jakarta. Aku tak sabar menanti kelahiran anakku. Aku juga tak sabar untuk menjadi wali nikah adikku.
Jakarta, aku akan segera datang!
--------------------------------------------
BERSAMBUNG