Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

MDT SEASON 2 – PART 52

------------------------------

sebstu10.jpg

Kayak gini rasanya ternyata kehilangan adik. Tiap hari, tiap pagi dan tiap malam kami bertemu, dia sudah tidak menyapaku lagi. Tidak pernah mengajakku bicara lagi. Ketika berkumpul berempat, dia hanya bicara seadanya, seakan-akan aku orang asing yang tak pernah menjadi kakaknya.

Malam itu tai. Tai banget. Aku menyesal, sangat menyesal telah menjadikan dirinya tempatku bercerita, tapi aku sudah tidak punya pilihan. Stefan sudah angkat tangan, dan aku tidak mungkin lagi cerita ke duo Bandung itu. Aku ingin bicara dengan orang yang bisa ikut jadi teman diskusi mencari jalan keluar, bukan dengan orang yang memaksakan caranya yang terbaik, atau malah menjadikanku pahlawan dengan tanda nafsu. Bukan. Aku ingin dimarahi, aku ingin diberitahu, aku ingin dipeluk, dan dibisikkan bahwa semuanya baik-baik saja jika aku ingin menyelesaikan masalah.

Tapi sekarang, aku kehilangan Ai.

Kami berdua menjadi orang asing. Dan dia seperti tidak pernah mau melihat mataku lagi. Aku duduk lesu di depan komputer di studioku. Ada beberapa demo yang masuk, yang potensial, aku sedang menyortirnya, untuk diperdengarkan ke anak-anak ketika jadwal latihan.

Hari ini, Arka Nadiem, Jacob Manuhutu dan Toni akan datang lagi. Quartet Jazzku aktif lagi sejak live show bersama orkestra beres. Launching albumnya masih akan beberapa saat lagi. Dan di saat itu, tentu ada acara yang menampilkan Hantaman lagi. Tapi kami belum tahu akan seperti apa formatnya. Tentunya Karina sudah tidak ada. Entah dia kemana sekarang. Sekarang urusannya hanya dengan Mas Awan saja.

Aku sedang fokus melihat ke handphone, melewatkan chat dari Arwen, bahkan saking pusing dan saking bingungnya, aku sudah tidak membacanya lagi beberapa hari ini.

Dan ironisnya, ada beberapa chat yang kukirim ke adikku. Semuanya hanya di read saja. Chat minta maaf, chat ingin mengobrol lagi. Semuanya hanya di read. Dia benar-benar tidak ingin bicara denganku lagi. Aku rindu padanya, dan kelakuanku sudah membuatnya pergi dariku. Entah apa yang akan Kyoko dan ibuku lakukan jika mereka tahu soal ini. Dan sepertinya, aku harus membereskan masalah ini sendiri. Entah bagaimana caranya menghadapi perempuan yang gelap mata. Kalau kata Stefan, entah bagaimana caranya seseorang yang terlalu baik sama cewek menghadapi cewek yang pernah dia tidurin di luar nikah, tapi ceweknya lama-lama berevolusi jadi monster yang gak peduli lagi sama dunia nyata.

Arya-Arwen cuma ada di dalam pikiran perempuan itu semata tapi. Yang nyata adalah Arya-Kyoko, dan ini yang harus kupertahankan habis habisan, walaupun aku sudah sangat berdosa pada semuanya.

“Asalamualaikum” tegur Arka yang tiba-tiba masuk ke dalam studio.
“Eh elo”
“Eh elo…. Akhirnya kita latihan lagi!!!” Dia menenteng keyboardnya masuk ke dalam studio.
“Asik” aku mengangkat tanganku tanda tidak bersemangat, dengan ucapan yang garing.

“Lemes amat pak” dia menarik kursi dan lantas duduk di sebelahku, ikut mendengarkan demo-demo yang dikirim orang-orang.
“Lemes lah, dengerin ginian capek tau kuping elo” balasku.
“Mending cepetan kita cari venue lagi yuk, terus kita bikin album Ya, paksain” bisik Arka sambil iseng melihat-lihat tumpukan CD demo.

“Lo tau gak gue punya stok lagu ciptaan yang sesuai sama quartet kita ada berapa lagu?” aku memicingkan mataku ke Arka.
“Ga tau, berapa emang?”
“1/2 lagu”
“Ya pake lagu standards aja, atau lagu orang, kita bayar royalti…” senyum Arka.
“Lo kira gue punya duit sebanyak itu buat satu album bayar royalti semua?”
“Bagi hasil aja”
“Gak ah ribet, itu mah namanya bukan album gue sendiri” dengusku dengan kesal.

“Itu kok kedengerannya kayak Karina?” ledek Arka.
“Monyet”
“Ahaha, awas lo lama-lama berubah jadi Karina”

Apa-apaan ini, pertama berubah jadi ayahku, sekarang berubah jadi Karina. Sepertinya aku terkena karma karena kualat kepada mereka berdua.

“Ah… Nama itu, kadang kalo inget pas kemaren ngaransemen buat yang orkestra itu, suka kesel sendiri gue dan nyesel, kenapa gampang banget kepancing emosi gue tiap Karina ngomong apapun……” kesalku.

“Lo punya sejarah ga enak sih sama doi”
“Tapi kan ini kerjaan…”

“Tetep aja, bullshit lah kalo orang dengan sejarah hubungan kayak kalian gitu, terus pengen sok-sokan profesional…. Gue kalo ketemu mantan aja suka blingsatan, bukan karena masih suka yak, tapi karena males-les-les-les bawaannya…” jelas Arka.

“Siapa ya yang bilang, kalo kerja sama mantan mah majuin sisi profesionalnya aja, cuek aja…”
“Siapa yang bilang kayak gitu? Gak mungkin banget, itu ucapan dari mana itu, jangan-jangan yang ngomong bukan orang lagi, kayak si Bagas” canda Arka.
“Siapa ya…. Lupa gue”
“Sapa orangnya, penasaran gue, jangan-jangan gue kenal”

Shit. Arwen yang bicara seperti itu, ketika di Jogja, ketika aku mengeluhkan soal kurang ajarnya Karina, sebelum adegan laknat itu terjadi. Aku lantas menghela nafas panjang. Mau tak mau aku sebutkan nama itu di depan Arka.

“Arwen”
“Ahahaha…. kayak kenal... Yang penyiar radio itu bukan?”

“Iya” jawabku. Arka memang mengenal Arwen. Siapa yang tidak. Lingkungan kami sempit. Pasti semuanya saling kenal mengenal

“Hadeh…. Tu anak… Pa kabar ya, dah lama gak ketemu”
“Sehat kayaknya” jawabku diplomatis.
“Terakhir lo ketemu dia kan pas kalian makan bareng di epicentrum itu…..”

“Iyak” pasti Arka merujuk ke foto di instagram itu. Foto dimana aku berusaha untuk memutuskan hubungan dengannya, tapi terganggu oleh orang yang mengajak foto. Dan setelah itu, sampai sekarang, aku belum bisa benar-benar memutuskan hubungan dengannya.

“Tu anak…. Ntah ya, gue denger-denger aja sih dari orang…. Dia kan lama banget ga punya pacar tuh…. Kata temen gue yang deket sama doi, dia susah suka sama orang, tapi kalo punya pasangan atau sekalinya suka sama orang, bakal clingy abis…. Baperan abis kalo sama cowok yang dia suka” Arka mencoba bergosip di depanku. Aku cuma tersenyum dengan kecut, sambil mengamini apa yang dia katakan di dalam hati. “Tapi ya kerjaannya dia gitu sih, jadwalnya ga jelas, gimana mau ketemu cowok…. Sayang gue dah punya pacar, kalo belom gue pacarin juga” tawa Arka.

“Kenapa tuh...” tanyaku dengan maksud bercanda.
“Ahahaha… Gue sih demen aja sih liat cewek cakep… Tapi kasian kalo liat cewek cakep lonely gitu, moga-moga tu anak cepet dapet pacar deh, biar dia bisa baper-baperan lagi…..”
“Aminin aja deh”

Amin. Dan deskripsi dari Arka tadi soal Arwen cukup membuat jantungku berasa tercabut dari tempatnya. Sial. Ini bener-bener harus dihentikan.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

dsc_8810.jpg

“SELAMAT ULANG TAHUN KYOKO!!!” teriak semua orang di Mitaka, saat Kyoko meniup lilin di kue ulang tahun yang meriah itu.

32.

She’s 32 now. Sama umurnya denganku. Dan ulang tahun dia kali ini hadiahnya ultimate dari Tuhan. Anak. Belum genap sebulan usia kehamilannya. Dan sekarang dia sedang sibuk memotong kue untuk diberikan kepadaku.

“Ini potongan pertama untuk Aya, yang sudah memberi bahagia dalam hidup Kyoko” dia memberikan potongan kue pertama untukku, dan aku memeluknya serta mencium keningnya. Semuanya melihat kami dengan tatapan hangat dan penuh tawa.

Kecuali Ai. Aku bisa merasakan tatapan panasnya menembus diriku. Gak pantes. Gak pantes orang ini dibilang memberi kebahagiaan untuk Kyoko. Mungkin seperti itu yang ada di dalam kepala Ai sekarang. Dari tadi dia memang bisa mingle seperti biasa dengan tamu-tamu yang ada malam ini di Mitaka. Tamu-tamu standard kalau kami sedang ada acara apapun, seperti Dian dan suaminya, seperti Rendy dan Anggia, Anin, Sena, Stefan, Ilham dan beberapa tamu reguler disini. Tanpa Arwen, tentunya. Dia tidak mungkin berani datang ke acara seperti ini, walaupun aku yakin mungkin Kyoko atau Zul sudah menghubunginya. Karena dia sudah lama menghilang dari Mitaka.

“Selanjutnya untuk Ai-chan!” senyum Kyoko. Ai tersenyum sumringah untuk Kyoko, tapi dia tidak mungkin lagi tersenyum kepadaku.

“Makasih Mbak ku tersayang” dan mereka berdua saling berpelukan. Sumpah. Aku sudah rela kalau-kalau Ai keceplosan, tidak tahan ingin memberitakan soal diriku dan Arwen di depan umum seperti ini. Aku rela hancur, dan itu karena kesalahanku sendiri. Dan Kyoko pasti hancur mendengarnya. Apalagi kalau dalam kondisi seperti sekarang, sedang ulang tahun dan hamil.

“Gue pengen ngajakin taruhan Ren!” teriak Stefan mendadak.
“Apaan?”
“Anaknya Kyoko sama Arya jenis kelaminnya apa!” candanya.
“Gak penting” komentarku menatap si Setan.

“Kok gak anak gue aja yang lo jadiin taruhan?” tanya Rendy dengan maksud bercanda.
“Kalo elo dah pasti cowok”
“Kenapa?”
“Karena kayaknya kalo lo ML gak kuat terus keluar duluan sebelom bini lo enak” bisiknya ke Stefan.

“Sembarangan!” Anggia tampak kesal dengan bercandaan itu dan dia mencoba menyentil Stefan.
“Eh jangan kesel-kesel sama dia… Ntar anak kita mukanya kayak dia mau kamu?” tanya Rendy.

“Ogah”

“Ntar anaknya punya banyak cewek lho” Stefan lalu mengambil potongan kue yang sudah dipersiapkan tadi oleh Kyoko dan dia mencari tempat duduk.

Aku juga beranjak, menuju tempat Stefan duduk dan duduk di sebelahnya, sambil mulai memakan kue yang enak itu.

“Si itu ga dateng ya?” bisik Stefan, dan sudah pasti merujuk ke Arwen.
“Mana mungkin berani” balasku.
“BTW, adek lo kenapa sih hari ini? Kok jadi anyep kayak kanebo basah, lemes” tanya Stefan.
“Mana gue tau, tanya sendiri deh” jawabku dengan malas, melihat Ai yang sedang bicara ringan dengan Dian. Mudah-mudahan bukan membicarakan aku.

“Bentar” Stefan mendadak berdiri lagi, menghampiri Dian dan Ai. Dia tampak berusaha bicara dengan Ai, dan sepertinya gagal. Dia lalu kembali lagi ke kursi kami. “Kenapa sih dia?” bingung Stefan. Jelas saja Stefan bingung. Karena teman ledek-ledekannya tampak tidak responsif dan tidak ingin bicara terlalu banyak dengan Stefan, walau dia masih meladeni Stefan dengan caranya sendiri sekarang.

“Lagi capek di kantor kali” jawabku dengan senyum palsu.
“Masa?”
“Jangan nanya gue, tanya dia aja, mungkin lagi PMS”
“Apal amat lo sama siklus tubuhnya, kebiasaan tidur bareng kalo pas lagi gak masa subur ya?” candanya.
“Ha ha” aku menyeruput kopiku dengan garing, sambil menatap Ai yang tampak mengobrol panjang lebar dengan Dian. Entah bicara apa, oh, lalu Kyoko nimbrung. Aku menatap istriku dari jauh. Ibu anakku.

Dan dengan sialannya, aku seperti merusak banyak momen di dalam keluarga kami dengan menceritakan kesalahanku ke Ai. Aku harusnya tidak bercerita mungkin. Mungkin apa yang kuperbuat adalah tanggung jawabku seorang, tidak usah bawa-bawa orang lain. Mungkin dari awal Stefan tidak usah tahu, Kang Bimo dan Kang Wira tidak usah tahu, dan Ai tidak usah tahu. Apalagi Ai.

Ulang tahun istriku, yang harusnya membahagiakan untukku dan adikku, mungkin sekarang terasa datar karena hubunganku dan adikku menjadi sangat renggang tanpa disadari oleh orang-orang. Tidak ada yang tahu kalau Ai sudah kehilangan kakaknya dan Arya sudah kehilangan adiknya. Dan detik demi detik kulalui, mencoba bersiap kalau-kalau Ai meledak dan semua orang jadi tahu soal kisahku dan Arwen. Kisah yang harusnya sudah selesai sejak sebelum ke Bandung. Tapi dia malah kabur dan membiarkan semuanya menggantung.

Sial.

Sial.

Dan Sial.

--------------------------------------------

latte_10.jpg

Suasana Mitaka sudah sepi. Cuma tinggal Aku, Istriku, Zul dan Ai. Hanya tinggal berempat. Zul dan Ai tampak mengobrol di counter kasir. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, karena walaupun tidak ramai, suara keran cuci menyamarkan suara mereka. Kyoko sedang mencuci peralatan. Sebentar lagi Mitaka akan tutup, bahkan mungkin sudah tutup, karena papan tanda buka/tutup sudah diputar ke sisi “CLOSE”.

Lagipula memang sudah jamnya tutup. Sudah jam 10 malam dan tidak mungkin ada tamu datang lagi. Kami semua sudah tinggal menunggu Zul dan Kyoko beres-beres, lalu kami bertiga pulang bersama ke rumah. Zul pulang ke Bintaro.

Bisa kubayangkan betapa tidak nyamannya nanti, aku dan Ai harus pura-pura akrab di dalam mobil, di depan Kyoko. Dan harusnya Ai membawa mobil sendiri tadi. Tapi tolol bawa mobil sendiri bolak balik kesana kemari, apalagi ke Kemang dulu. Jadi dia menumpang ojek online sampai kesini sehabis dari kantor tadi.

Kyoko sudah selesai mencuci piring, dan dia lantas duduk di mejaku. Zul dan Ai sudah tidak mengobrol karena Zul harus menyapu lantai dan Ai lantas duduk di meja yang sama dengan kami, bertiga.

“Kuenya enak ya Mbak” dia berusaha mengintip ke dalam kotak yang nantinya akan dibawa ke rumah.
“Iya Ai-Chan, ini Zul yang pilihkan, Kyoko serahkan saja karena dia lebih tahu” jawab Istriku.
“Pasti dari supplier kue kalian ya?” tanyaku berbasa-basi.
“Betul sekali Aya”

“Kamu suka kuenya?” tanyaku ke adikku sambil menatapnya.
“Suka” jawabnya pelan, tapi tanpa melihat kepadaku dan air mukanya mendadak seperti berubah. Berubah menjadi datar.
“Mau jalan kapan?”
“Tunggu Zul beres” jawab adikku lagi, dengan menatap ke arah Zul yang sedang membersihkan lantai dengan sebuah perangkat canggih penuh fungsi yang bernama Sapu.

Mendadak kami kaget. Pintu dengan tanda CLOSED itu terbuka. Memang pintunya belum dikunci.

“Eh!! Kemana aja lo!!” teriak Zul dengan ceria.
“Hehehe… Maaf Mas… Udah lama gak kesini” senyum orang yang masuk secara tiba-tiba itu.

Shit.

Apa-apaan ini?

Aku menatap sosok yang masuk itu. Rambut seleher dengan potongan simetris, senyum yang lebar, wajah yang manis dan menarik. Dia memakai Oversize T-shirt berwarna cerah, boyfriend jeans, serta sneakers.

Arwen.

Aku bisa merasakan mata Ai nanar menatap diriku.

“Ah Arwen!” Kyoko berdiri dengan ceria, sambil mengangkat tangannya, menyambut datangnya Arwen.
“Mbak Kyoko… Apa kabar…. Lama gak ketemu” Kyoko menghampirinya, dan mereka berdua berpelukan. Pemandangan yang tidak ingin kulihat sama sekali. Aku bisa merasakan aura kemarahan Ai. Dan benar saja. Dia menatap diriku dengan tatapan marah. Dia mengulum bibirnya sendiri.

“Halo Mas” senyumnya kepadaku. Aku cuma mengangguk pelan.
“Terakhir kali Kyoko cuma telpon saja ya… Lewat Aya”
“Iya mbak… Selamat ulang taun dan selamat kehamilannya lho… Ini aku bawain buat Mbak Kyoko…” senyum Arwen sumringah.

“Apa Arwen?"

Sebuah plastik kresek, dan dia membuka isinya, sebuah kotak yang familiar. Martabak Manis. Shit. Makanan favorit Kyoko.

“Ah! Arwen tahu darimana Kyoko suka ini?” tanya Kyoko dengan sumringah saat kotak itu dibuka.
“Kan di Instagram kalian berdua suka ada foto Mbak Kyoko makan martabak manis… Hehehe”

Senyum yang palsu. Senyum yang di program. Dia penyiar radio. Dia sering tampil di publik. Dia harus bisa senyum di saat suasana hatinya sedang kacau. Dan dia bisa senyum di depan istri selingkuhannya. Dia bisa senyum di depan Kyoko. Ini gila. Aku terdiam, dan dengan tidak sadar, ada hal lain yang terjadi.

Ai berdiri dan menenteng tasnya.

“Aku ada yang ketinggalan di kantor” dia memanggil ojek online lewat aplikasi handphone.
“Eh? Serius? Ntar aja pas pulang aku anterin” aku berusaha menghentikannya.
“Gapapa… Dah…”

Ai langsung berjalan keluar tanpa berkata apa-apa lagi. Zul menatapnya dengan muka heran. Kami semua begitu. Aku menyusul adikku yang tampak berjalan dengan buru-buru.

“Iya pak, Kemang Timur, saya di pinggir jalan” Ai mengangkat telpon dari tukang ojek online, dia segera berdiri di trotoar, tanpa mempedulikan apa yang terjadi di Mitaka.

“Dek” aku menegurnya, mencoba bicara dengannya.

“Apa-apaan itu?” dia menunjuk ke dalam.
“Aku gak tau… Aku gak tau dia bakal ada”
“Bullshit”
“Dek…”

“Bullshit… Berani-beraninya dia muncul di depan Mbak Kyoko…” nada bicaranya terdengar sangat marah.
“Aku juga gak tau… Dia…”
“Bohong… Kalian berdua bullshit…. Aku gak mau liat dia lagi…”
“Harusnya dia gak ada disini malem ini…”

“Pasti mas yang bilang kan supaya dia dateng? Dateng yuk ke acara ulang tahun istri saya, dan lain sebagainya…. Mau kalian apa sih?”
“Aku gak sedikitpun ngajak dia…”
“Sakit”

“Dek.. Dengerin aku dulu… Aku sama sekali gak tau kalo dia mau dateng…. “ aku berusaha menahannya. Entah untuk apa. Tapi terlalu aneh kalau dia mendadak ingin pergi ke kantor, untuk mengambil barang yang tertinggal.

“Kalian berdua sakit. Aku gak mau liat dia lagi. Aku gak mau!”
“Mana bisa dia dilarang-larang dateng mau kemana?”
“Mas belain dia?”
“Bukan gitu…. Tapi…”

Mendadak ojek online yang adikku tunggu terlihat.

“Mbak Kyoko gak boleh tau. Kalau dia tau, dia bisa ancur. Dan itu gara-gara Mas……” dia lantas menghentikan ucapannya ketika motor yang akan dia naiki berhenti di depannya.

“Bu Aisyah?” tanya tukang ojek itu dengan ramah.
“Iya”
“Mau pake masker?”
“Gak usah” Ai mengambil helm dari tangan tukang ojek itu dengan gerakan yang mendadak. Dan dia langsung naik ke jok motor tanpa memandangku.

Dan dia pun hilang di kegelapan malam. Tidak salah lagi, aku sudah kehilangan adikku sendiri. Dengan lemas aku berjalan gontai ke dalam Mitaka. Aku menemukan Kyoko dan Arwen mengobrol seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa sambil melahap Martabak Manis sialan itu. Zul menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya.

Aku duduk di sebuah kursi kosong, dan membuka handphoneku, melakukan kegiatan yang belum pernah kulakukan sejak kejadian di Singapura. Yakni menulis pesan terlebih dahulu ke Arwen.

Pesan yang sangat singkat.

“Kenapa?”

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Akhirnya terjawab knp Jonathan bandelnya minta ampun,, gara2 Anggia sebel sama Stefan pas hamil ckckck...

Thanks update nya om

Sa ae om peli komennya, wkwkwk tp bener juga sih. Lanjut om, kite ngopi plus :nenen: biar melek,

Aichan ane ajak nginep di hotel dulu ya, masters. Cewe galau pasti butuh tempat curhat, thanks apdetnya, sukses selalu, have a nice day
 
Wanjing! Hahaha. Ini masih ada sih, kemarin kayaknya ada beberapa adegan lagi emang pasca kejadian Arya cerita sama Ai sebelum akhirnya ngilang. Berusaha menyegarkan memory 🤔 🤔
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd