Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Makasih updatenya suhu

Mau tanya sedikit om RB : hubunga ai dan arya sampai anak arya sekolah (haruko) masih belum juga membaik..apa keluarga arya ga ada yg curiga ya..misal ibunya.,kyoko., dian..secara arya kan dulu deket bgt dengan ai.?tiba2 jadi cuek begitu
 
Dear God
Jangan sampe ngalamin kejadian kayak Arya gini.
Pasti pengen ngebenemin kepala ke dalam tanah.

Mantap suhu Race. Part yg ini yg saya tunggu-tunggu :beer:
 
Makasih updatenya suhu

Mau tanya sedikit om RB : hubunga ai dan arya sampai anak arya sekolah (haruko) masih belum juga membaik..apa keluarga arya ga ada yg curiga ya..misal ibunya.,kyoko., dian..secara arya kan dulu deket bgt dengan ai.?tiba2 jadi cuek begitu
Seinget ane ada tuh part di ceritanya haruko yang kyoko ngejelasin ke haruko kalo arya sama ai dulunya akrab banget, terus udah gitu doang ga dijelasin lagi wkwk
 
Makasih updatenya suhu

Mau tanya sedikit om RB : hubunga ai dan arya sampai anak arya sekolah (haruko) masih belum juga membaik..apa keluarga arya ga ada yg curiga ya..misal ibunya.,kyoko., dian..secara arya kan dulu deket bgt dengan ai.?tiba2 jadi cuek begitu

Semoga ketauan di cerita missing link ini dan semoga emang masih panjang. Jd bridge ke masa2 Haruko 15 tahunnya ga terlalu panjang/kosong.
 
Semoga ketauan di cerita missing link ini dan semoga emang masih panjang. Jd bridge ke masa2 Haruko 15 tahunnya ga terlalu panjang/kosong.

Cerita ini endingnya emang udah ketauan, om, yaitu pas nikahan aichan. Jd masa haruko kecil ampe 15 th, ya cuma tersirat di okana hatsu koi. Semoga nanti ada cerita baru di timeline itu.
 
Udah kesekian kali baca part yg terakhir ini, tp ttp aja pengen skippp cpt2 ngarep arya sm ai baean lagi.. >. <

TS bisa aja bikin alurnya bgtu.
 
Cerita ini endingnya emang udah ketauan, om, yaitu pas nikahan aichan. Jd masa haruko kecil ampe 15 th, ya cuma tersirat di okana hatsu koi. Semoga nanti ada cerita baru di timeline itu.

Iya tau kok, waktu itu salah satu yang nunggu dengan cemas. Ngarep aja ada alteration lg yg seenggaknya manjangin waktu kosong. Atau mungkin di tengah eskalasi kesibukan yg makin sering, apa suhu RB msh punya rencana untuk ngekill universe ini? Hehe.
 
mau ngobrol bentar nih....

Iya, sekarang saya emang sedang sibuk banget. Pekerjaan di RL sebegitu menumpuknya, karena pekerjaan saya gak cuma satu. Di sisi lain, posting cerita ini, walaupun episod2 yang udah pernah di post, gak segampang copas, harus tetep cari image, harus tetep censoring nama-nama tertentu, jadi takes time.

Dan karena pekerjaan saya di RL, nanti malam saya gak bisa update.... tapi akan saya update part selanjutnya beberapa saat lagi...

Cheers,
RB
 
mau ngobrol bentar nih....

Iya, sekarang saya emang sedang sibuk banget. Pekerjaan di RL sebegitu menumpuknya, karena pekerjaan saya gak cuma satu. Di sisi lain, posting cerita ini, walaupun episod2 yang udah pernah di post, gak segampang copas, harus tetep cari image, harus tetep censoring nama-nama tertentu, jadi takes time.

Dan karena pekerjaan saya di RL, nanti malam saya gak bisa update.... tapi akan saya update part selanjutnya beberapa saat lagi...

Cheers,
RB
Kanpai... :beer::beer:
 
MDT SEASON 2 – PART 53

------------------------------

itemed11.jpg

Aku mengendarai motorku ke arah PIM 3. Matahari sudah mulai tenggelam. Aku mengejar waktu untuk bertemu dengan Cheryl dan Stefan serta Anin untuk dua urusan yang berbeda. Cheryl, katanya mau membuat format acara baru di tempatnya. Dengan Stefan dan Anin, ada urusan pembicaraan soal MDT yang mengharuskan salah seorang dari kami untuk pergi ke Bandung.

Dengan seribu pikiran di kepala, aku masuk ke parkiran. Di kepalaku aku masih mengingat Ai waktu itu. Malam dimana dia kabur dari Mitaka. Dan ternyata dia tidak pulang ke rumah. Entah kemana dia. Ibuku bilang katanya dia menginap di rumah temannya, karena ada pekerjaan yang harus di selesaikan. Seumur-umur Ai ngantor, dia tidak pernah sampai harus menginap karena pekerjaan. Dia pasti selalu pulang ke rumah. Dan dia tidak bawa baju ganti malam itu. Dan ini gara-gara aku.

Aku melampiaskan kekesalanku malam itu ke Arwen lewat media sosial. Dia menjawab tentunya setelah kami semua pulang dari Mitaka. Dan jawabannya membuatku geleng-geleng kepala.

“I just want to see you. I can’t wait. Period” Dan masuk akal kenapa dia sampai datang ke acara ulang tahun Kyoko. Aku memang tidak pernah posting instagram stories. Aku tidak pernah check in tempat di media sosial. Jadi dia pasti tidak tahu aku kemana dan ada dimana. Karena hari ini ulang tahun Kyoko dan tampaknya Zul mengajak banyak orang untuk datang, dia jadi tahu aku akan ada dimana. Apa yang dia lakukan malam itu sangat-sangat tidak masuk di akal.

Stefan, sampai geleng-geleng kepala waktu itu. “Ini sumpah, udah sakit Ya….” Ya, aku jadi teringat potongan lagu Jeremy dari Pearl Jam. “But we unleashed a lion” and she seemed a harmless little fuck. Tentu tidak ada yang tahu malam itu apa yang terjadi sebenarnya pada Ai. Kyoko tidak menanyakannya kepadaku. Zul tidak. Arwen juga tidak tahu kalau Ai tahu soal ada apa diantara kami berdua.

Dan Stefan pun tidak tahu soal kejadian malam itu, apalagi penyebabnya. Yang tahu apa sebabnya cuma aku. Dan aku makin kehilangan adikku. Sampai hari ini, sejak dia mengetahui ada apa antara aku dan Arwen, kami tidak pernah berbicara lagi.

Akhirnya langkah kakiku membawaku ke tempat ini. Suasana masih belum terlalu ramai. Background music yang tenang mengisi ruangan ini. Aku celingukan mencari Cheryl. Aku menegur salah seorang waiter.

“Mbak, Cheryl mana ya?” tanyaku mendadak.
“Eh… Mas Arya bukan?” senyumnya. Dia pasti hapal mukaku yang memang sering malang melintang disini. Dan mungkin Cheryl sudah menitip pesan ke para pegawainya kalau-kalau aku nanti datang.
“Iya”
“Kata Mbak Cheryl tunggu dulu Mas… Masih di jalan kayaknya dia”
“Oh ya udah” aku lantas mencari tempat duduk yang tampaknya cocok dipakai untuk ngobrol nanti dengan Cheryl.

“Eh Mas” panggil sang waiter.
“Ya?”
“Kata Mbak Cheryl nunggu di kantor aja, biar bisa mulai ngobrol duluan”
“Ngobrol sama siapa kalo Cherylnya belom dateng? hahaha” tawaku.
“Katanya biar ngobrol sama Kanaya dulu… Dia kan ikut juga ngerumusin buat acara disini”
“Eh?”
“Saya anterin ke kantor ya”

Aduh. Kanaya. Sudah lama sekali aku tidak mengobrol dengannya. Dan masih ada perasaan yang mengganjal pasti diantara kami berdua. Aku masih ingat percakapan terakhirku dengannya di pub langganan kami di Mega Kuningan. Kami terlibat dalam pertengkaran kepusingannya. Dia mengutarakan perasaannya kepadaku sesaat sebelum Kyoko datang ke Indonesia. Endingnya berakhir dengan tidak baik. Kanaya yang isi kepalanya sewaktu itu kalut, menyuruhku untuk pergi.

Sejak saat itu tidak ada sepatah kata apapun lagi yang keluar dari mulut kami berdua kalau kami tidak sengaja bertemu. Dia bahkan tidak datang ke pernikahanku.

Ah sudahlah. Kita lihat saja nanti.

Aku masuk ke sebuah ruangan kecil, dan disana ada lemari arsip, meja kerja, meja rapat kecil dan furniture yang cukup. Kanaya sedang duduk menghadap laptop di meja rapat. Bau rokok tercium sangat tajam. Kanaya sedang merokok sambil mengetik sesuatu atau entah apalah.

“Kanaya” sapa sang waiter.
“Ya?”
“Mas Arya udah dateng”
“Oh oke…” Aku diam, mengulum bibirku dan segera duduk di arah yang berlawanan dengan Kanaya. Aku diam. Kanaya diam. Dan sang waiter pun pergi, menjalankan tugas utamanya lagi di luar.

Hening. Kami tidak berani saling menatap.

“Hai” sapaku sambil membuang nafas.
“Hai” sapanya balik tanpa melihatku. Dia membuang abu rokok dan menghisap rokoknya lagi. Bekas lipstik terlihat di puntung-puntung rokok yang menumpuk di asbak.

“Jadi, Cheryl bilang….”
“Ya, gue disuruh ngobrol sama elo dulu sambil nungguin dia….” dia memotong kalimatku.
“Oh”
“Hmmm…” dia membuang nafas dari hidungnya. Dia sedikit melirikku dan dia membuang muka saat aku menatapnya balik.

“Jadi, gimana rencana kalian?” tanyaku langsung, sambil menatap ke arah langit-langit.
“Ya… Gitu…”

Dan hening kembali. Aku memainkan jariku di atas meja. Ah mampus. Garing banget suasananya.

“Emang mau bikin acara apa?”
“Biasa lah… Musik”
“Oh”
“Mau ngundang kalian, dan ada banyak hal lainnya”
“Hantaman main disini? Padet gitu mejanya dan kayaknya gak cocok tempat ini buat musik rock” lanjutku.

“Dia kepikiran gara-gara live show kalian yang kemaren, dia mau bikin acara reguler akustikan…”
“Hantaman disuruh reguler akustikan? Kayaknya gak cocok deh…”
“Enggak. Kalian paling main sekali pas pembuka. Sisanya kita mau kerjasama sama label kalian buat masukin band-band rekomendasi kalian…. Itung-itungannya yang pegang Mbak Cheryl” jawab Kanaya panjang dengan nada datar tanpa melihat mukaku sama sekali.

“Oh..” ya, sejauh ini memang ada beberapa band yang menarik, dan sudah ada kesepakatan dari kami ke mereka untuk mencarikan mereka job, dan ada beberapa yang juga sudah punya materi rekaman yang bagus, tinggal atur jadwal dan hitung-hitungan untuk bikin album.

Hening lagi. Suasana kembali sepi. Aku mengambil handphoneku dan mengetik pesan ke Cheryl.
“Lo dah dimana?”
“Tungguin, kira-kira setengah jam atau 45 menit lagi lah…” jawabnya dengan cepat.
“Lama amat”
“Ngobrol aja sama Kanaya dulu, sekalian nostalgia”
“Ok”

Nostalgia. Nostalgia apa bareng Kanaya? Dan kami kemudian melewatkan beberapa menit dalam diam. Kanaya masih menatap ke layar laptop, dan mematikan rokoknya. Dia lantas mencari-cari kotak rokok di tasnya dan mengambil sebatang untuk dinyalakan lagi.

“Apa kabar lo?”

Kanaya menatapku, dan dia tidak jadi membakar rokoknya. Dia langsung menutup layar laptop itu dan menatapku dengan tatapan datar.

“Emang lo peduli?” tanyanya tanpa ekspresi, sebagai jawaban atas pertanyaanku soal kabarnya.
“Ga tau, nanya aja emang gak boleh?”
“Yah… Biasa-biasa aja, gini-gini aja” dia diam lagi dan membakar rokoknya. Asap rokok keluar dari hidungnya dan dia memainkan jarinya di atas laptop, tanda ketidaknyamanan. “Lo sendiri?” dia bertanya balik padaku.

“Gue?” aku tertawa kecil, seakan-akan hidupku adalah lelucon.
“Iya”
“Yah..”
“Gini-gini aja juga?”
“Mungkin?”
“Mana mungkin orang yang baru kawin hidupnya gini-gini aja, kalo lo udah puluhan taun kawin, baru cocok kali jawaban itu” balas Kanaya.

Aku lantas menghitung dengan jariku, sudah berapa bulan aku menikah dengan Kyoko. Sial. Kenapa harus aku menghitungnya?

“Udah lebih dari 6 bulan lah” Kanaya menjawabkan untukku.
“Hmm”
“Bini lo udah isi?” pertanyaan basa-basi.
“Udah”
“Berapa lama?”
“Sebulan”
“Selamat”
“Makasih”

Dan diam lagi. Kami berdua terlihat sangat canggung. Apalagi sekarang topik pembicaraannya sudah menyangkut ke hal-hal pribadi seperti istri dan anak.

“Tapi muka lo gak keliatan kayak orang hepi” kanaya tersenyum tipis. Entah dia meledek, atau cuma mencoba untuk ramah, atau entah apa. Atau bagaimana, aku juga tidak tahu. Entah.
“Haha”
“Hidup sama bini lo gak segampang yang lo bayangin?” entah kenapa ada perasaan menang dari ucapan Kanaya yang tadi. Mungkin dia dalam hati mengumpat, coba lo sama gue Ya, pasti hidup lo lebih gampang. Entah kenapa rasanya seperti itu. Ada perasaan yang panas di dalam hatiku, tapi aku tidak berhak untuk mendebatnya. Mungkin karena dalam hidupku sekarang, detik ini, aku sedang kalah oleh permainanku sendiri. Permainanku bersama Arwen.

“Enggak. It’s fun dan menyenangkan kok” jawabku dengan muka senyum yang dipaksakan.
“Hmm…”
“Kenapa bilang muka gue gak keliatan kayak orang hepi?”
“Soalnya itu muka pas Stefan lagi marah gara-gara lo mau rekaman di Jepang” jawab Kanaya. Dan dia ternyata masih memperhatikanku. Masih memperhatikan mimik mukaku dan masih ingat bahasa tubuhku. Sial.

“Akhir-akhir ini lagi susah aja sih” jawabku.
“Elo susah?”
“Emang orang gak boleh susah?”
“Lo bilang kan menyenangkan tadi keluarga lo? Dan kalian baru punya label sendiri kan? Kalian malah baru sukses berat yang bikin live show sama orkestra kan? Susah dari mana?” cibir Kanaya. Wajahnya menyiratkan kebingungan, tapi juga ada sedikit aura meledek yang sinis dari kata-katanya.

“Hidup orang gak semulus yang lo bayangin” balasku.
“Haha… Emang apa susahnya jadi elo? Emang baru ketangkep polisi karena urusan *****? Atau lo selingkuh? Kayaknya ga mungkin sih lo selingkuh…” dia kembali mencibirku.

“Hahaha… Hahahahahahahahahahahahahaha…….. Hahahaha” aku mendadak tertawa lepas, sambil menutup mulutku dengan kedua tanganku. Entah kenapa rasanya lucu. Selingkuh. Emang beneran Nay. Emang bener. Sialan, hahahahahaha. Dan Kanaya menatapku dengan aneh karena aku tertawa lepas secara otomatis. Dia tampak bingung dengan reaksiku.

“Kenapa lo?” tanya Kanaya.
“Hahahahaa… Gila, lo bener”
“Bener? Abis diciduk polisi?”
“Bukan, gue udah lama gak ngegele”
“What?” mata Kanaya membelalak.

“Kenapa what?”
“Selingkuh? Arya?”

Muka Kanaya terlihat kaget. Dia menatap mukaku dengan pandangan tak percaya, tapi kemudian dia lantas melipat tangannya dan dia tertawa tanpa suara. Sepertinya ada perasaan "menang" yang timbul dari gesture itu. Tertawa tanpa suara.

“Yah?” jawabku dengan tampang tolol.
“Sama siapa?”
“Ada lah…..”

“Kenapa bisa?”
“Masih inget Karina?”
“Sama Karina?”
“Bukan” jawabku pelan sambil menarik nafas panjang. “Waktu ngerjain live show bareng orkestra itu, gue kacau banget gara-gara Karina terus nyerang gue pas prosesnya. Terus gue jadiin temen gue tempat curhat. Curhatnya keterusan. It was a mistake”

“Kenapa lo gak curhat ke bini lo sendiri?”
“Kondisinya waktu itu gue lagi ga bareng bini…. Gue di luar kota”
“Ah I see..” senyum Kanaya. Tapi kali ini senyumnya senyum prihatin.

“Yah, taik lah…”
“Kenapa taiknya?”
“Gue sama sekali gak mikir bakal jadi kayak sekarang. Dari yang awalnya gue pikir cuma kesalahan-kesalahan doang, sekarang udah berubah jadi kacau banget”
“Kacau nya gimana? Bini lo tau dan elo diancem ditinggal?”
“Dia gak tau. Jangan sampe tau” jawabku.

“Terus lo enjoy sama hubungan ini?”
“Hubungan apa?”
“Hubungan sama cewek yang bukan bini lo itu” sambung Kanaya. Ya, sekarang mukanya sudah tidak sinis lagi. Tapi jadi muka prihatin.

“Gak enjoy sama sekali. Bukan apa-apa. Dia jadi sangat-sangat clingy dan bahkan waktu gue ajak udahan pun dia gak mau. Tapi dia gak ngedebat gue, dia telen semua omongan gue tapi dia malah maksa untuk bisa terus-terusan sama gue. Dan kalo boleh jujur, gue lagi ngehindar dari dia, udah lumayan lama lah…. Sebelom gue ke Bandung kemaren yang syuting video klip” jelasku panjang.
“Oh… Gue tau.. Gue liat di IG kalian…” balas Kanaya.
“Jadi gitu. Guenya mau lepas, dianya gak mau. Gak enak rasanya, gue gak nyaman punya kesalahan kayak gini, tapi gue juga ga bisa serta merta gitu aja ngilang, mungkin lo pernah denger kasus Stefan sama cewek Jepang waktu kita terakhir tur….”
“Gue denger soal itu dari Anin…” senyum Kanaya kecut, mungkin mengingat cerita Chiaki dan Stefan.

“Makanya”
“Tapi gue gak heran”
“Gak heran sama apanya?” tanyaku ke Kanaya.

“Pasti ada hal-hal yang lo lakuin tanpa lo sadar, yang bikin cewek itu jadi clingy berat… Mungkin dia ngarep banget, gue yakin”
“Hmm… Gak tau, kenapa lo bisa yakin sama itu?”
“Karena gue pernah ngalamin”
“Eh?”

“Lo pikir enak apa, dalem posisi lo udah punya pacar dulu, dan gue suka sama elo, terus lo masih terlalu baik sama gue? Jujur dulu gue waktu denger kabar lo udah punya cewek pas lo ke Jepang, gue ngarep lo jadi dingin ke gue…. Taunya enggak, lo malah makin-makin bikin perasaan gue campur aduk karena lo masih terlalu baik dan tololnya, lo gak peka sama semua itu” jelas Kanaya.

Aku terdiam. Aku mencoba menelan omongan Kanaya.

“Kita bahkan masih ngegele bareng… Lo tau gak sekuat apa gue nahan keinginan gue buat nyium lo atau ngebuka baju gue pas kita lagi ngegele bareng… Cuma gue inget lo punya cewek aja jadinya gue tahan-tahan” senyum Kanaya, entah kenapa dia sepertinya merasa menang dariku. “Udah Ya, lo emang terlalu baik sama cewek, dan lo gak bisa batesin sejauh mana lo mesti baik sama dia… Gue yakin cewek ini jadi halu gara-gara perlakuan elo ke dia….. Kadang Stefan ada benernya juga sih… Dia pernah bilang ke gue, dia ga pernah nyium cewek yang dia tidurin…. Karena a kiss is not just a kiss”

A Kiss Is Not Just A Kiss.

Dan aku tersenyum kecut.

“Gitu lah… Gue ga tau gimana lo atasinnya…. tapi itu pendapat gue” senyum Kanaya, tak kalah kecutnya. Kami saling bertatapan dan kami saling tersenyum kecut.
“Thanks pendapatnya”
“Sama-sama. Mudah-mudahan cepet kelar”

Kami masih saling bertatapan.

"Lucu" aku bersuara.
"Apanya yang lucu?"
"Kita udah lama gak ngobrol... Sekalinya ngobrol, busuknya gue yang dibahas" senyumku.
"Biar gue tau juga, kalo elo juga ada busuknya" Kanaya membalas senyumku.

“Hei untung gue bisa sampe lebih cepet!” mendadak Cheryl masuk ke dalam ruangan, dan melempar tasnya ke kursinya. Pembicaraan kami berdua terhenti.
“Untung? Mbak telat…” komentar Kanaya.
“Haha.. Tapi kalian udah ngobrol kan? Udah tau kan gue mau bikin apa Ya?” tanya Cheryl kepadaku.
“Tau, tapi kan musti diobrolin lagi dengan lebih detail” jawabku.

“Nah makanya, sampe mana?”
“Udah gue jelasin sih Mbak, kita mau ngajak kerja samanya gimana…”
“Oke… Sini laptopnya” dan Kanaya memberikan laptop itu ke Cheryl.

Sementara Cheryl membuka laptop itu dan dia mencari apa yang harus dia cari, aku dan Kanaya saling menatap. Kami berdua tersenyum. Senyum yang kecut, tapi entah kenapa perasaanku agak lebih baik sekarang.

Dan aku setuju dengan pendapatnya. A Kiss Is Not Just A Kiss.

--------------------------------------------

cockta11.jpg

“Bagus sih…” Stefan berkomentar atas hasil obrolanku dengan Cheryl dan Kanaya. Sudah diputuskan, bahwa kami akan membuka rangkaian acara yang sudah di konsep Cheryl. Seminggu sekali akan ada band yang melakukan acoustic show disini, dan tempat ini bekerja sama dengan MDT untuk memasok penampil. Artinya, selain beberapa band lokal Jakarta yang sudah ada dalam radar kami, mungkin Speed Demon akan kami bawa juga kesini.

Tugas kami adalah bertindak sebagai headhunter untuk Cheryl. And that’s nice.

“Nah sekarang kita obrolin soal Bandung….” Anin membuka topik baru untuk diobrolkan.
“Bentar, sebelom mulai, gue masih bingung kenapa dia ada disini” aku bertanya sambil menunjuk ke arah Valentine. Perempuan cantik itu ada satu meja dengan kita, dia duduk di sebelah Stefan.

“Gue diajak sama anak ini kesini, ya gue dateng aja” balas Valentine.
“Lo berdua pacaran?” tanya Anin.
“Ya kali” jawab Stefan.
“Trus kenapa lo ada disini?” tanyaku lagi.

“Tenang Ya, dia ga akan ngerecokin obrolan kita, gue cuma ngajak dia buat minum kok, lagian kita ngobrol gini juga santai” senyum Stefan. Aku menggelengkan kepala sambil memainkan handphoneku.

“Nah, jadi Kang Bimo bilang, si orang Pontianak yang tajir mau sponsorin kita dan anak-anak dari label kita untuk show di Kalimantan itu bakal ada semingguan di Bandung, mulai minggu depan” Jelas Anin.
“Jadi kita butuh sehari lah buat ngobrol sama orang itu kan?” tanyaku.
“Kalo soal itung-itungan mah mungkin belom, tapi kita butuh seenggaknya tampil dan narik perhatian dia supaya dia makin yakin” lanjut Anin.
“Yaudah, berangkat rame-rame aja” usulku.

“Ga bisa” jawab Stefan mendadak.
“Kenapa?”
“Minggu depan gue bakal sibuk di Kantor”
“Elo Nin?”
“Nah itu, kayaknya mendingan lo doang deh, gue juga minggu depan bakal repot, ya?”

“Lah ini mau ngobrolin ternyata mau ngumpanin gue?” kesalku.
“Ya elo kan ganteng, siapa tau orang Pontianaknya Homo terus dia jadi demen sama elo kan asik” ledek Stefan.
“Ga lucu” tawa Anin.
“Ga lucu tapi ketawa”
“Monyet”
“Elo yang monyet”

“Sendiri aja nih?”
“Kan paling bolak balik Ya”
“Yaudah lah, paling nyetir atau naik travel….” jawabku.
“Mendingan nyetir biar fleksibel gak sih?” mendadak Valentine bersuara sambil minum.

“Nah, bener juga, tapi kan tadi lo bilang ga akan ikut-ikutan ngobrol kalo kita ngomongin masalah kerjaan?” tanya Stefan ke sebelahnya.
“Ya kan gue ga bisa nahan komentar” balas Valentine.
“Hmm.. Yaudah, bener juga naik mobil sendiri….”

“Yowes… Jalan deh, hari apa?” tanyaku.
“Kata Kang Bimo sih antara selasa atau rebo… Kayaknya condong ke rebo” jawab Anin.
“Deal”

Aku membuka handphoneku, sementara Stefan sudah mulai bicara dengan Valentine. Aku memberi pesan di media sosial kepada Stefan.

“Lo masih modusin?” tanyaku. Aku menendang kaki Stefan sambil menunjuk pelan ke arah handphone. Dia langsung mengerti dan melihat media sosialnya.
“Engga nyet” jawabnya dengan cepat via media sosial.
“Kok dia ada di sini?”
“Anaknya rame aja, enak jadi temen minum” jawab Stefan. Aku menekuk jidatku.
“Yakin jadi temen minum doang?” tanyaku masih agak bingung dengan kombinasi Stefan – Valentine.
“Haqqul Yaqin” jawabnya dengan bermain-main.

Ah, ada notifikasi chat masuk banyak dari Arwen. Dia masih seperti itu dan aku makin enggan membalasnya. Pesannya berkisar ke mengajak bertemu lagi dan pesan-pesan kangen. Aku akhirnya mengetik sesuatu ke Arwen, membalasnya dengan tegas..

“Kita harus ngobrolin soal kita. Kamu gak boleh kayak gini lagi. Please” oh. Dia sedang online. Tapi cuma di read. Dan tidak ada balasan sama sekali. Sial. “Please, kita harus ketemu, minggu depan kalo bisa, saya udah ga bisa lagi kayak gini” lanjutku, memancingnya untuk menjawab.
“Boleh” jawabnya singkat.
“Hari apa? Jangan selasa atau rabu, saya mau ke Bandung”
“Actually… Aku juga bakal ke Bandung minggu depan”
“Oh kamu mau ke Bandung juga?”
“Iya”
“Yaudah… Mau bareng? Kita bisa ngobrol panjang lebar di Jalan. Saya bawa mobil sendiri….”
“Boleh Mas”

Ok. Ada waktu banyak di jalan. Dan sepulangnya dari Bandung minggu depan, aku dan Arwen harus sudah tidak seperti ini lagi. Kami harus memutuskan hubungan yang tidak sehat ini. Wajib.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
komen dulu lah ya baru baca...wkwkwkwkkwkwk.....btw....makasih om update nya....konfliknya mantap....dan bener2 baper ane.... :beer:
 
sebuah kesalahan mengajak berangkat bareng apalagi bakal satu tujuan sepertinya Arya n Arwen :papi:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd