Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Bimabet
Ini episode terakhir sebelum vakum dulu kan ya? Inget banget dulu agak emosional juga bacanya wkwk
 
Apakah omongan Arry/nif membantu jalan Arya utk mengatakan tidak pada Arwen?

Padahal asyik lo Ya. Hahaha
Makasih apdetnya dan ditunggu apdet berikutnya.
 
MDT SEASON 2 – PART 56

------------------------------

fotoli10.jpg

Aku mendengar suara mesin tato bergema di telingaku. Aku duduk di sebelah Stefan yang sedang duduk memunggungi Tatoo Artist langganannya.

“Tumben dibayarin orang Fan?” tanya si Tatoo Artist. Aku sebelumnya pernah beberapa kali menemani Stefan datang kemari, tapi aku tidak pernah diingat oleh sang Tatoo Artist, yang sekujur badannya penuh dengan rajah dan dua buah anting berdiameter besar menghiasi telinganya.

“Menang taruhan gue” jawab Stefan sambil geli-geli menahan sakit.
“Taruhan apaan? Bola?”
“Lo tau kan gue gak suka sepakbola?”
“Kali aja”

“Hahahaha…. Biasa lah, urusan laki” Ya, dia menang taruhan denganku. Aku berjanji membayarinya bikin tato kalau ada lagi perempuan yang terjebak perasaan seperti Kanaya denganku.
“Oh, temen lo ini juga sama kayak elo? Tukang makan memek?”
“Kagak, ada lah” Stefan tersenyum sambil menutup matanya, menikmati jarum melukai kulitnya.

“Gue malah bingung kenapa lo milih gambar itu buat sekarang” aku memotong pembicaraan mereka berdua. Tato yang dipilih Stefan di salah satu area di punggungnya itu berbentuk sebuah lambang, dengan kombinasi lingkaran, dua buah bulan sabit, iron cross dan beberapa bentuk geometri lainnya.

“Ini simbol Wicca mas” jawab si Tatoo Artist. “Artinya buat ngelindungin orang dari orang yang posesif”

“Oh…”

“Tau kan kenapa gue pilih gambar itu?” tanya Stefan. Pertanyaan yang dia sudah tahu jawabannya.
“Tokai”
“Supaya ngejauhin orang kayak Chiaki….. Dan yang satu lagi itu” senyumnya.

“Haha” aku tertawa garing, sambil memeriksa handphoneku, dan membalasi pesan pesan dari Kyoko siang ini. Dia sudah sekitar dua bulan lebih, usia kehamilannya. Seminggu sekali aku menemaninya ke dokter, dan sejauh ini dia terlihat sehat. Perutnya sudah agak maju, dan di usg, bentuk si jabang bayi sudah mulai terlihat. Sejauh ini dia berusaha berkegiatan seperti biasa. Pesan dokter hanya satu, jangan terlalu capek, dan makan makanan yang sehat serta cukup istirahat.

Sekarang dia mencoba pulang lebih awal dan pekerjaan rumahan dia kurangi loadnya. Pekerjaan rumahan jadi banyak diambil alih oleh aku dan Ai. Tapi walaupun begitu, adikku belum mau bicara denganku. Dia masih shock atas kejadian antara aku dan Arwen, walau itu sudah selesai beberapa waktu yang lalu. Aku ingat malam setelah aku dan Arwen selesai. Sebelum tidur, aku menghapus history chatku, menghapus dm-dm di instagram, menghapus foto-foto yang ia kirimkan kepadaku.

Selesai sudah. Tak ada lagi historynya, dan tidak ada lagi keinginanku untuk bertemu dengannya, walaupun jika nanti tidak sengaja bertemu, aku akan mencoba bersikap wajar. Kalau dia tidak nyaman aku akan menyingkir. Kalau aku tidak nyaman, aku yang akan menyingkir.

Di sisi yang lain, aku sudah mengabarkan ke Ai bahwa ini semua sudah selesai. Tapi tetap saja, dia masih bersikap begitu dingin padaku. Aku tidak menyalahkannya, karena memang aku pantas mendapatkannya. Dia berhak melakukan itu. Dia berhak marah, dan tampaknya aku sudah pasrah, kalau-kalau dia sama sekali tidak ingin bicara kepadaku sampai selamanya.

Entahlah, aku melirik ke history chat-ku dengan Ai, dan melihat pesan-pesanku yang tak dibalas. Aku sudah menjelaskan panjang lebar kepadanya di media sosial bahwa ini semua sudah berakhir, dan aku juga sudah berusaha mengajaknya bicara empat mata, tapi dia tidak pernah membiarkanku menyampaikan penjelasan-penjelasan dalam kalimat panjang. Dia hanya mengangguk dan kemudian membuang muka saat aku menyampaikan kondisi terakhirku, yang sudah sangat jauh dari kata Arwen.

Aku menutup handphoneku lagi dan mengintip ke arah handphone yang dipegang Stefan. Entah kenapa ada kalimat-kalimat menggelitik yang mengalihkan perhatianku. Aku membaca keras-keras obrolan Stefan di handphone.

“Bikin tato sakit kan? Kagak kalo udah kebiasa, mau nyobain? Engga ah, lagian ga tau mau ditato apa. Ke tukang tato aja dulu ntar…”
“WOI KONTOL!!! Nyontek lo ya?” Stefan langsung menutup handphonenya.

“Siapa tuh?” tanyaku sambil nyengir.
“Bukan urusan lo nyet”
“Adek gue?”
“Bukan”

“Target baru?”
“Bukan urusan lo gue bilang”

“Fan, kalo lo goyang-goyang gue rubah gambarnya jadi titit lho…. Jangan ngeselin” tegur si Tatoo Artist karena Stefan bergerak mendadak.

“Kampret kalian semua” umpat Stefan yang disambut oleh suara tertawaku dan sang Tatoo Artist.

--------------------------------------------

sebstu10.jpg

Sore itu aku menerima Pras dan Mukti dari Pierre T di studioku. Aku menemani mereka merokok seperti biasa. Ini urusan musik. Lagi-lagi urusan musik.

“Jadi?” tanyaku karena tak sabar, mereka katanya akan merekam single baru dan bergabung di MDT bersama band-band lainnya. Sementara aku sudah mengurus beberapa band yang akan join di acara yang dibuat oleh Cheryl. Salah satunya Speed Demon. Anin sudah mengurus tiket kereta mereka ke Jakarta, agar bisa tampil disini.

“Nah kita lagi bingung…” balas Pras.
“Bingungnya karena kita bingung, mau bikin full album, single, EP, atau malah kita sendirian solo-solo dulu….” Sambung Mukti.
“Kalo kalian bikin musik sendiri-sendiri mah di laptop aja sana, gak butuh gue….” balasku.
“Tapi gue pengen musik gue masuk MDT dan elo jadi produsernya, dan juga kalo butuh vokalis, take vokalnya disini lah, di rumah gue mana bisa, ga ada studio-nya” Mukti menghisap rokoknya sambil menerawang. Sepertinya dia mencari ide.

“Lo ngurusin orang mulu, album solo lo kapan sih?” tanya Pras mendadak.
“SIAL”
“Masih manggung kan sama Arka dan kawan-kawan?” tanyanya lagi.

“Masih sih, gimana tapi ya… Gue ga ada waktu buat bikin lagu sama sekali…. Sekarang kerjaan nyortir demo, terus kemaren ada yang mulai rekaman….. Terus kapan hari ada yang mau take buat brass band di mari….. Terus…”

“Terus lo jadi ga punya waktu ngangkat gitar kecuali kalo latihan sama Hantaman dan manggung sama Hantaman?”
“Kalo latihan sama Akra dan manggung sama Arka juga ngangkat gitar”

“Tapi ga punya lagu sendiri”
“Kampret”
“Gue ada stok lagu banyak nih, mau lo bikin jadi jazz gak?” mendadak Mukti menawarkan stok lagu ciptaannya untukku.

“Ga usah… Kan harus gue bikin sendiri” senyumku.
“Ah hahaha… Yowes…”
“By the way, elo bakal jadi openingnya Hantaman ya pas rangkaian acara akustikan mingguan di tempatnya Cheryl mulai?” aku bertanya ke Pras.

“Ho oh….” jawabnya lemas.
“Dikerjain Cheryl?”
“Katanya Pierre T disuruh akustikan juga, cuman gue ga setuju karena musik kita ceria dan pop banget, ga cocok disandingin sama Hantaman….. Jadi deh gue dikerjain disuruh bikin konsep sendiri yang cocok sama band elo punya” keluh Pras.

“Jadi bawain apaan?”

“Lagu-lagu elektronik gue bikin versi akustik… Tapi sengaja nyari lagu yang surem atau dibikin surem lah… Biar cocix”
“Surem?”
“Hantaman kan surem” tawa Mukti.
“Surem nenek lo ada delapan…” candaku.
“Ya kalo kata Cheryl sih surem…. Hahahahahahaha”

“Monyong ah surem…..”
“Se Surem masa depan album solo elo ya?” ledek Pras.
“Taik hahahaha…..”

“Ya udah deh, paling abis rokok kita jalan balik, dan ntar kita ngobrol lagi abis acara akustikan beres, biar kita arrange lah rekaman kita kayak gimana” lanjut Mukti.
“Siap”

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

itemed11.jpg

Kami sudah setting alat di panggung, dan kami tinggal main. Di panggung sedang tampil Pras, dengan gitar akustik, menyanyikan lagu-lagu elektronik yang dibikin akustik. Tapi kami semua malah diskusi. Diskusi gara-gara Kairi.

Ya, Kairi Yamakawa, sang pemilik Label Titan dari Jepang itu.

“Jadi dia minta kita tur Jepang lagi akhir taun ini?” tanya Stefan ke Anin.
“Iya”
“Syaratnya tapi kita udah punya materi baru yang dipublish?” tanyaku dengan bingung.
“Maksudnya kita disuruh bikin album atau single baru lagi?” Stefan menggaruk-garuk kepalanya.

“Iya”

Aku menggelengkan kepalaku tanda malas. Gila. Kapan aku istirahatnya? Kapan aku memikirkan materi untuk album soloku? Aku akan mengatakan keberatan kepada rencana ini.

“Gue keberatan” sahutku. “Gila apa, kita bikin lagu baru lagi? Aransemen gimana? Waktu kita abis ntar, kita juga ngurusin anak-anak yang mau rekaman…. Dan…”
“Eh Ya, gue banyak stok lagu ciptaan” Anin nyengir kuda.
“Eh?”
“Wait wait wait….” Stefan memotong ucapan Anin. Kuharap dia juga sependapat denganku. “Gue juga banyak stok lirik men!” balas Stefan.

“WHAT!!!! Terus kapan kita istirahatnyaaaaaaaa” keluhku sambil memutar-mutar handphone di tanganku.
“Buat rejeki lahiran anak meeen…. Ini berkah bayi elo tau?” tawa Stefan.
“Gak setuju!!!”

“Yah…. Gue sama Stefan kayaknya setuju?” tanya Anin retoris.
“Menurut lo gimana Gas? Masa taun ini kita gak istirahat sih?” tanyaku ke Bagas yang daritadi diam.

“Gue sih gapapa kita ke Jepang lagi” jawabnya datar.
“Hahhh………” jawabku dengan stress. Aku mengenggak lemon tea. Kurang keras lemon tea. Harus sama soda. Sial.

“Tapi Ya, gue belom bilang sesuatu…..” potong Anin.
“Paan?”
“Kairi pas chattingan sama gue bilang, dia liat video live quartet elo di yutub….”
“Terus?”

“Dia mau sekalian ngundang quartet elo juga, apalagi pas dia googling, si Arka kan sering main di luar negeri juga ama quartet jazz nya.. Jadi dia pikir itu bisa dia jadiin sesuatu juga…. Mau kan sekarang? Sekalian siapa tau lo disana punya inspirasi bikin album lagi?” tanya Anin dengan muka ceria sekali.

“Dan lo sekalian bikin anak?” tanyaku dengan muka malas.
“Ya…. Bikin anaknya ntar kalo bini gue dah wisuda” senyum Anin.

“Lucu ya suamiku, liat anak Band berdebat” tawa Anggia bersama Rendy, dan dia daritadi memperhatikan obrolan kami.
“Lo ngapain nimbrung?” kesal Stefan.
“Gue mau nonton elo semua begok” jawab Anggia.
“Ibu hamil ngomong kasar? Anaknya jadi apa entar?”
“Jadi cantik kayak gue”
“Cantik tapi lahirnya cowok”
“Sialan”

“Kyoko ga nonton Ya?” tanya Rendy, memotong saling ledek istrinya versus Stefan.
“Kan di Mitaka, gawe…..”
“Eh Anin bikin anaknya pas kalian ke Jepang aja deh, biar kita anaknya semua seangkatan, jadi banyak temen maen… Ya gak?” senyum Anggia dengan jahilnya.
“Maunya sih, tapi kasian kalo dia di Jepang sendirian hamil……”

“Ntar bini lo lagi ya yang repot motoin kita pas tur winter ini?”
“Yoi… Dan kata Kairi, cuman di Tokyo aja kok, paling melipir ke Yokohama sama Chiba dikit” senyum Anin.
“Ngajak Ilham?” tanyaku dengan pasrah. Aku sudah tahu kalau aku pasti kalah suara dan nanti akhir tahun kami akan berangkat ke Jepang, dan ada dua tim. Hantaman dan Arya Achmad Quartet. Entah bagaimana nanti mengatur jadwalnya, suka-suka Kairi lah.

“Gak kayaknya, dia sibuk proyekan sama mahluk ini” tunjuk Anin ke Rendy.
“Sorry yak” balas Rendy santai.

“Eh, tapi curang kalo bininya Anin seangkatan anaknya sama kalian semua…. Gue udah lahiran duluan… Anaknya ga punya temen…. Biar anaknya Anin juga ga punya temen dong, beda angkatan lahir….” potong Dian mendadak.
“Perasaan ini rapat Hantaman kenapa semuanya pada nimbrung? Bu Dokter ini lagi, bukannya harusnya malem-malem kayak gini lo bedua sama laki lo ngelonin anak?” semprot Stefan.

“Udah gede anak gue, bisa ditinggal sama baby sitter” Dian menjulurkan lidahnya ke arah Stefan.
“Eh, tapi ga lengkap malem ini gak ada Kyoko sama Ai, Kyoko iya kerja, Ai kemana?” suaminya Dian mendadak bertanya.
“Lagi sibuk kerjaan” jawabku pelan. Tapi sejak kejadian Arwen, Ai memang jadi menjauh dan tidak berusaha untuk menonton aku manggung lagi.
“Iya katanya sih gitu” lanjut Dian sambil menatapku dengan tatapan kangen ke adikku. Aku membalas senyum Dian dan meregangkan tanganku.

“Dor!” mendadak suara itu mengagetkan Stefan.
“Woi!”
“Sori telat” senyum Valentine sambil duduk di kursi yang ada di sebelah Stefan. Kursi itu sepertinya dengan sengaja dikosongkan oleh si Setan Alas dari Gunung Memek Perawan ini.

“Eh siapa ini… Kok belom dikenalin?” tanya Anggia dengan senyumnya yang menawan.

“Halo… Valentine” Valentine bangkit lagi dari kursi, dan mengenalkan dirinya ke orang-orang yang dia belum kenal, seperti Dian dan suami serta Rendy dan Anggia. Semua menyambutnya dengan hangat, kecuali Bagas. Tapi yang begitulah Bagas. Aku jadi bingung membayangkan bagaimana nanti di Jepang sana kalau dia bertemu dengan Toni.

“Siapanya Stefan nih?” tanya Dian dengan muka menyelidik. Biasa, darmawanita suka usil.
“Ah? Temen aja kok” Valentine menopang dagu dengan tangannya, dengan manisnya.

“Bilang temen tapi datengnya telat” komentar Stefan.
“Yang penting lo belom maen kan?”
“Besok-besok kalo mau nonton telat lagi aja terus”

“Lo mainnya di telat-telatin makanya, biar gue kalo telat ga kepotong nontonnya, lagian gue bukan tukang telat kali kalo janjian, elo yang tukang telat” ledek Valentine.

“Wah, pertempuran” ledek Anin.
“Muka lo tuh kayak medan pertempuran” sinis Stefan.
“Muka lo kayak setan”
“Setan yang mirip sama elo”

Valentine terlihat tersenyum anggun saat Anin dan Stefan ledek-ledekan.

Mendadak kami dikagetkan oleh suara seorang perempuan yang menghampiri meja kami.

“Mas Arya”
“Eh…. Amyra? Kok ada disini??” aku kaget dan bangkit dari tempat dudukku, untuk kemudian menyambut Amyra menyalamiku sambil sedikit membungkuk tanda hormat. Amyra, sepupuku, anak dari adik ibuku. Dia dulu kuliah arsitektur di Bandung. Dia tampak tersenyum malu-malu saat menghampiri kami. Anaknya memang sedikit pemalu, tapi ramah dan kalem.

“Amyraaa…. Sekarang dah kerja ya kata mamaku kemaren?” Dian bangkit dan memeluk Amyra dengan akrabnya. Amyra tampak menerima pelukan dari Dian dengan agak canggung. Kasian juga anak ini, memang kurang akrab dan sepertinya agak introvert, mungkin agak tak nyaman dengan perlakuan Dian yang begitu ceria melihatnya.

“Iya mbak…” senyumnya dengan agak kaku.
“Tumben ada tempat kayak gini?” tanya Dian. Sementara isi mejaku sudah sibuk dengan obrolan lain, membiarkan aku dan Dian meladeni Amyra.

“Iya, bos ku di kantor suka sama Hantaman, jadi kan Mbak Dian kemaren bilang kalo Mas Arya mau manggung sekarang, jadi aku ajakin buat nonton”
“Wah, mana bosnya?” tanyaku ramah.
“Belom dateng, makanya aku agak senewen hahaha……. Tapi… Ada temenku katanya mau kenalan sih sama Mas Arya”
“Buset hahaha, orang ganteng laku ya diajak kenalan sama cewek” ledek Dian.
“Gila, biasa aja kali….”

“Bentar ya, anaknya tadi ke WC” senyum Amyra. Sepertinya temannya agak memaksa, terlihat bahwa dia agak enggan berbasa-basi seperti ini. Tak lama kemudian, seorang perempuan mungil yang manis mendatangi kami dengan muka yang sumringah.

“Halo… Hehehe…. Halo Mas…” senyum si perempuan ini dengan muka yang sangat-sangat ceria.
“Halo…. Arya” aku menyambut duluan tangan si gadis dengan ramah.
“Halo… Saya Amel…”

“Nah kalo ini kakak sepupu dari sodaranya papa yang paling tua Mel, Mbak Dian” Amyra mengenalkan Dian pada Amel. Kami berempat agak menyingkir dari meja teman-temanku supaya tidak saling mengganggu.

“Halo”

“Halo juga Mbak… Hehehe… Amyra ini nih, sekeluarga emang cantik-cantik cakep-cakep ya?” puji Amel dengan muka ceria.
“Bisa aja” senyumku.
“Eh jangan genit lo”

“Gue Cuma ramah, bukan genit” aku membalas nada sewot Dian kepadaku.

“Hehe… Sebenernya dulu saya pernah jadi panitia pas Mas Arya sama Hantaman manggung di kampus, Cuma waktu itu sayang saya gak kebagian jadi LO nya Hantaman” senyum Amel.

“Oh?”
“Iya saya..”
“Mel! gue tinggal dulu ya, Mas Bryan udah dateng” mendadak Amyra kabur, meninggalkanku dan Dian bersama Amel.

“Lho?” Aku bingung.
“Lah gimana sih tu anak” senyum Dian menertawakan tingkah laku Amyra yang awkward.
“Hehehe” Amel Cuma tertawa melihat tingkah Amyra yang kalang kabut.

Entah kenapa anak itu.

--------------------------------------------

maxres10.jpg

Gitar akustik bersahutan dengan Bass akustik. Saling berdialog, menunggu giliran Stefan berteriak di tengah riuhnya alat musik non elektrik ini.

Bagas ada di belakang kami, memainkan conga, bongo dan beberapa alat perkusi lainnya. Dia menolak memakai cajon. Seperti drum bohongan, katanya. Jadi dia menggunakan alat yang benar-benar perkusi alat musik perkusi modern selain drum set. Suaranya malah unik. Jadi lebih mistis entah kenapa.

Dan kita semua tak terpikirkan

Stefan mulai memasukkan liriknya.

Betapa langit menangis ketika kita runtuh
Api membakar amarah… Angin meniup prasangka
Dan dia, hilang, ketika berteriak lantang!


Stefan membuat lirik itu untuk mengenang Wiji Thukul, penyair yang hilang sewaktu masa perjuangan reformasi. Dan juga mengkiritik para pelaku reformasi yang tak konsisten mengawal ide-ide reformasi Indonesia. Mengkritik mereka yang menjadi elit politik dan lupa pada ide kebangsaan.

Inilah lirik khas Stefan. Inilah lirik khas Hantaman. Kami berpolitik lewat lirik.

Dia hilang, kau naik, ke puncak, dengan prasangka
Membunuh asa kami semua, yang berharap adil!


Gitarku terus menyanyi dengan indahnya, kami bermain dengan anggunnya dengan musik akustik. Bisa kulihat meja kami, beberapa pasang mata teman kami, Anggia, Rendy, Dian, Suaminya dan Valentine memperhatikan kami.

Di meja yang lain, bisa kulihat Amyra dan Amel, bersama seseorang pria yang terlihat sangat manly, entah kenapa. Dari tingkahnya yang blingsatan sepertinya Amyra ngefans dengan lelaki yang katanya bosnya itu. Tapi ada seorang perempuan lagi yang duduk di sebelah laki-laki itu. Seorang perempuan, sepertinya blasteran bule – Indonesia. Tampangnya sangat luar biasa cantik dan gerak-geriknya luar biasa anggun. Tapi aku tak kenal kepada dua orang itu. Biarlah.

Aku hanya memikirkan tur Jepang yang ditawarkan Kairi dan adikku. Adikku masih belum mau bicara kepadaku. Adikku belum mau untuk berkomunikasi normal lagi denganku. Di satu sisi, aku juga dipusingkan oleh tawaran Kairi. Semua orang antusias. Tadi saja, di grup quartet jazzku di media sosial, Arka, Jacob dan Toni benar-benar menyambut baik ide itu, dan malah Toni besok langsung membuat passport.

Di sisi yang lain, aku agak galau karena aku tidak punya materi yang mumpuni untuk dibawa ke Jepang bersama quartet Jazzku. Aku kemarin terlalu sibuk mengurusi perempuan yang bukan istriku. Untung sekarang dia sudah entah kemana setelah hubungan berakhir. Sekarang aku malah terlalu sibuk untuk mengurusi label Matahari Dari Timur. Pekerjaanku serasa menumpuk karena akulah orang teknis dan akulah orang yang dapat share paling besar.

Kerja paling banyak – penghasilan makin banyak. Itu adil. Tapi kalau aku kelimpungan seperti sekarang? Sepertinya tak ada hari libur lagi untuk bernafas. Tapi yang pasti, enam – tujuh bulan lagi, akan hadir anggota keluarga baru. Dan saat itu, aku ingin agar quality timeku bersama istri dan anakku tidak diganggu oleh pekerjaan. Mudah-mudahan semua pekerjaan yang repot bisa diselesaikan sebelum lahiran anakku.

Ah Jepang. Memang menarik pergi ke Jepang lagi. Tapi Jepang tanpa Kyoko mungkin akan garing. Atau mungkin juga tidak?

Kita tidak akan pernah tahu. Tiga kali ke Jepang, tiga kali juga ada petualangan yang aneh dan menarik. Selalu ada hal seru disana. Mungkin memang nasibku untuk terus-terusan kembali kesana.

We’ll see. Kita lihat di akhir tahun ini. Jepang, here we go again!

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd