Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

SEASON 2 – PART 57

--------------------------------------------

sebstu10.jpg

“Enak amat Mas, ke Jepang lagi” Nanang menyalakan rokoknya di teras studioku. Anak-anak Speed Demon sedang di Jakarta. Mereka besok akan tampil di acara reguler akustkan yang diadakan di tempatnya Cheryl di PIM 3 itu, tandem dengan Frank’s Chamber. Selain tampil disana, kami sudah membuat beberapa show lagi untuk mereka di Jakarta dan sekitarnya, supaya mereka bisa memaksimalkan keberadaan mereka di kota busuk sialan ini.

“Yah, kan kerjaan, lagian suruh bikin single baru atau materi baru, pusing gue…” keluhku sambil menghirup kopi panas yang ada di tanganku. Sementara itu Billy, Panji dan Ibam sedang santai-santai sehabis latihan di dalam. Mereka mungkin sebentar lagi akan keluar, ikut merokok.

“Pengen banget kita ikut ke Jepang.....”
“Makanya CD kalian bakal gue kasih ke Bos-nya Titan, siapa tau bener-bener didengerin, kemaren waktu gue emailin dan bilang kalo udah naik di Spotify dia kagak ngewaro….”
“Kurang bagus kali musik kita mas” balas Nanang merendah.

“Kalo lo bilang kurang bagus, artinya gue ga bener dong jadi produser kalian?” senyumku aneh.
“Eh, bukan gitu maksudnya Mas… Anu…”

“Ahaha…. Musik kalian bagus kok, cuman dia orang sibuk aja kali, si Kairi-kairi itu, mungkin dia kalo gak dikasih CD nya agak males browsing-browsing sendiri sementara dia sibuk di Jepang sana, lagian dia suka sama Hantaman juga pas gara-gara liat langsung, bukan googling…..”

“Iya ya”
“Makanya ntar gue kasih CD kalian, yang laen, yang mau join kesini aja gak akan bakal gue kasih CD nya ke Kairi, soalnya so far, kalian yang konsep musiknya paling mateng”

“Hehehehehehe” Nanang tertawa sambil menatap ke langit-langit. Mungkin dia membayangkan tampil di Jepang sana. Kalau aku, tentu yakin mereka suatu saat akan menarik perhatian Kairi, hanya tinggal tunggu waktu dan saat yang tepat saja.

Sekarang masih sore dan hari pun masih jauh dari gelap. Jujur, hidupku terasa lebih tenang sekarang. Aku sedang jauh dari masalah, walau sepertinya adikku belum menunjukkan tanda-tanda perdamaian denganku. Dia masih belum bisa bicara denganku secara normal.

Selain itu, semuanya baik-baik saja, terutama anakku yang ada di dalam kandungan Kyoko. Anakku yang kunantikan kedatangannya itu. Anakku yang….

Sial. Handphoneku berbunyi. Aku melihat nama siapa yang muncul di layar. Ternyata nama orang sialan itu. Stefan. Aku dengan malas mengangkatnya dan menyapanya dengan agak-agak enggan. Bukan karena apa-apa, tapi aku sedang malas menerima telpon dari siapapun di sore yang indah ini, sore yang indah dimana Hana si kucing abu-abu sedang berguling-guling dan berbunyi tak karuan di halaman studioku.

“Ngomong Fan, lo ngerusak sore hari gue yang indah ini” aku menyapanya.
“Ah kontol”
“Buruan mau ngomong apa….”
“Lo cepetan datang ke mari”
“Kemana?”
“Ke sini”

“Tempatnya Cheryl? Tempat bini gue? Atau tempat mana lagi yang gue gak tau karena lo gak ngasih tau terus lo tiba-tiba ngajak gue lewat telpon?” jelas aku bertanya, karena apapun yang Stefan katakan sekarang, terasa tidak jelas.

“Lo buka wassap makanya bego…. Udah gue send location”
“Jangan ngajak ke tempat aneh-aneh”
“Buka wassap, buruan…”

“Ini lo tau kan gue lagi sama anak-anak Speed Demon, mereka abis latian dan…”
“Ajak ajaaaa…. Atau kalo males ngajak, tinggalin ajaaaaaa……” ujar Stefan setengah memaksa.
“Ih berisik, yaudah, gue liat lokasi elo di wassap, awas kalo aneh aneh”
“Kagak, buru!” dan mendadak telpon dari Stefan selesai.

Apa lagi ini, pendeta dewa kontol berharap ingin mensummon aku ke satu tempat yang kemungkinan penuh dosa lagi. Awas kalau aneh-aneh. Aku melihat pesan dari Stefan. Captionnya singkat. “KESINI, BURUAN” aku melihat sebuah peta yang menuju area Jakarta yang lebih selatan lagi. Pondok Labu tepatnya. Aku melihat jam. Jam 4 sore. Harusnya Stefan masih ngantor. Dan kantornya memang ada di Simatupang. Aku memperhatikan lagi peta tersebut. Sepertinya daerah perumahan.

Hmm… Tak ada salahnya kalau aku kesana dan mengajak anak-anak ini ke tempat misterius ini, hitung-hitung refreshing sebelum malam tiba.

“Eh, kalian ga ada rencana lain lagi gak sehabis latian?”
“Gak ada Mas, paling ke tempat sodaranya Panji Mas, yang di Pulo Gadung, sekalian istirahat….” Nanang menjawab pertanyaanku.
“Mau jalan ke sini gak?” aku menunjukkan peta yang tadi Stefan kirimkan kepadaku.
“Itu apa mas?” tanya Nanang bingung.

--------------------------------------------

farida10.jpg

“Selamat datang di rumah gue!” senyum Stefan dengan bangga. Dia duduk di depan teras rumah kecil. Kecil sekali. Dua lantai, dan mobil Stefan terparkir dengan lucunya disana. Luasannya tidak lebih dari 70 m2 per lantai sepertinya. Aku menatap dengan muka bingung, begitu juga dengan para awak Speed Demon.

“Ini rumah baru Mas?” tanya Panji dengan bingung.

“Iya”
“Lo kapan belinya?” aku juga bingung, rumahnya masih terlihat sangat baru di sebuah kompleks townhouse. Di kompleks ini ada beberapa belas rumah yang bermodel sama.

“Belom, besok gue dp-in. Sekarang gue lagi liat-liat apa yang bisa gue renov, supaya jadi sarang gue” senyumnya bangga.
“Udah nih, pisah sama ortu lo jadinya?”

“Yoi”
“Mereka gimana?”
“Biasa aja, seneng malah, kan pengen anaknya mandiri” jawab Stefan dengan muka menyeringai yang tak asing untukku.

Aku menatap rumah mungil itu, dan menatap muka sumringah Stefan yang benar-benar tampak ceria. Tapi entah kenapa, pemikiranku malah lari ke tempat yang lain.

“Beli berapa?”
“1.5 M lah Ya”
“KPR yak?” tanyaku.
“Iya dong…. Mumpung bisa nyicil pelan-pelan, affordable jadinya”

“Tapi masa elo rumahnya gak gaya gitu Fan, gue kepikir kalo anak orang tajir itu rumahnya yang gimanaaaa gitu” aku menahan senyumku sebenarnya.

“Ya gapapa dong” senyum Stefan dengan bahagianya.
“Gue curiga tapi”
“Curiga apaan”

“Ini rumah jangan-jangan mau lo jadiin sarang mesum lo ya? Gue apal ini Stefan arahnya kemana, biar gampang nginepin cewek, mana deket kantor lo lagi, biar makin banyak pilihan kan?” aku menuduh Stefan dengan muka sok-sok Sherlock Holmes yang menangkap basah pembunuh yang sedang merencanakan pembunuhan berikutnya.

“Gue gak percaya lo bisa se su-udzon gitu sama gue Ya” Stefan hanya menggelengkan kepalanya.
“Wah, Mas Stefan non muslim tapi kok tau istilah su-udzon juga?” tanya Billy polos sambil melihat ke sana kemari, melihat rumah mungil itu dengan sumringah.

“Lo kira gue kuper kayak elo bego?” jawab Stefan dengan sinis.
“Ampun mas” Billy meringis dan sedikit menjauh dari Stefan, karena Stefan memberikan gesture pura-pura menampar ke arah Billy.

Mendadak kami semua, kecuali Stefan, dikagetkan dengan suara perempuan yang muncul dari dalam rumah.

“Asik, sih…. Kalo gue ntar abis ngajar maen kemari, boleh ya……… Eh?” sang perempuan tersenyum saat melihatku berdiri di depan rumah, bersandar ke mobilku sambil menatap Stefan dari jauh. “Pantesan rame, ada Arya toh? Gue pikir suara Stefan ngobrol sama tetangga”.

“Elo? Disini?” tanyaku bingung ke perempuan itu.

“Iya gue disuruh liat, katanya anak ini baru beli rumah…. Kan gue ngajar di tempat les musik deket sini….” Ya, memang ada tempat les musik yang cukup mentereng di Jakarta Selatan, dekat dengan rumah yang Stefan baru beli ini.

“Oh, lo ngajar Cello disono?”
“Iya” jawab Valentine sambil tersenyum lebar. Dia ada di mulut pintu rumah baru Stefan, dengan dandanan anggun seperti yang terakhir kali kulihat, saat kami live akustik di tempatnya Cheryl.

“Oh… gue paham ini…. Akhirnya Stefan mau settle juga, kapan kawinannya?” candaku.
“Wah, mbak calonnya Mas Stefan? Selamat Mbak….” Mendadak para awak Speed Demon tampak ingin berbaris menyelamati Valentine dan Stefan.

“WOI KAMPRET!!! Gue cuman bilang ke dia, gue baru beli rumah, kalo udah free dari ngajar, mampir!” teriak Stefan sambil mencoba menghindari anak-anak Jogja itu menyalaminya.
“Ahahaha… Buset pikiran lo jauh amat si Ya, gue lama-lama setelah kenal sama anak ini, jadi yakin kalo dia susah nikah” tawa Valentine sambil melirik ke Stefan.

“Anak?” komplain Stefan.
“Iya, lo kayak anak-anak”
“Umur lo 23, gue 32, yang anak-anak siapa?” komplain Stefan, melanjutkan komplain yang sebelumnya.

“Elo umur 23?” tanyaku dengan kaget ke Valentine, karena jujur, melihat tampang dan dandanannya, aku menilai umurnya tidak semuda itu. Itu umur-umur baru lulus kuliah mungkin, seperti sepupuku Amyra. Eh, tunggu. Amyra mungkin lebih muda.
“Iya” senyum Valentine malu-malu. Iya, memang agak kurang baik bicara umur dengan perempuan.

“Gak masalah mas, kalo umurnya beda jauh juga, yang penting cinta” senyum Billy asal. Sepertinya di kepalanya, sudah tercetak kalao Stefan dan Valentine adalah couple.
“Asu” kesal Stefan sambil membakar sebatang rokok lagi.

“Hahaha, yang pasti mungkin elo sama gue sama-sama kaget Ya, kenapa ni anak mendadak beli rumah, gue juga ga tau kenapa, tapi kalo ngeliat dia sih, kayaknya bakal dipake tinggal beneran disini, secara lebih deket sama kantornya dan kalo mau nakal lebih gampang, gak usah capek-capek nyari Mang Ujang nganterin dia balik ke Cempaka Putih kan?” Valentine mengambil kesimpulan yang mungkin dari banyak alasan-alasan yang ada di dalam kepala Stefan.

“Yah itu downsidenya sih, Mang Ujang gak bareng sama gue lagi” senyum Stefan kecut.
“Jadi mandiri dong lo sekarang” ledekku.
“Gue udah mandiri sejak lo disunat”
“Oh iya, elo belom sunat kan ya Fan”
“Sembarangan, udah kali waktu baru lah…..”

“Stop! To much info” Valentine menunjukkan jarinya dengan bermain-main ke arah Stefan.

“Eh, belom liat punya Stefan? Gue pikir udah liat” tawaku sambil menggoda hubungan aneh diantara mereka berdua. Stefan dan perempuan, terlihat seperti ini? Not in a hundred year. Eh, tapi dulu dengan adikku juga begini. Dan mendadak aku menyesalkan retaknya hubunganku dan adikku. Mungkin Stefan butuh teman seperti Ai, dan mungkin dia sekarang menemukannya di Valentine. Karena mereka berdua tampak senang minum-minum dan ngobrol asal soal apapun.

“Ya kali…. Kita kan ga ngapa-ngapain” senyum Valentine dengan gemas.
“Ngapa-ngapain juga gapapa” tawaku.
“Ngapa-ngapain juga gapapa~” Stefan menirukan ucapanku dengan nada bicara sok manja.

“Oh gapapa, yaudah, guys, kita pulang yuk, biarin Pak dan Bu Stefan bikin anak” candaku sambil memutar-mutarkan kunci mobilku di hadapan Stefan dan Valentine.

“Sekali lagi selamat ya Mas….” Billy kembali berusaha menyalami Stefan.
“Udah gue bilang kampret…. Gue sama dia tuh….”
“Mas, maksudnya saya mau ngasih selamat soal rumahnya loh…” muka Billy tampak terlihat takut disemprot Stefan.

“Nah kan Ge-Er” tawaku sambil menendang batu ke arah Stefan.

“Kampret!”

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

itemed11.jpg

New Fear…. In the night….. It’s so dark….
New Fear…. When the sun comes out… Very bright, blinding sight……


Suara kasar Kang Bimo bergema di tempat ini. Di sebelahnya, Kang Wira sedang memainkan gitar. Gitar tanpa senar tapi. Gitar tanpa senar itu dia pukul, berfungsi sebagai perkusi untuk mengiringi Kang Bimo yang bermain gitar akustik bersenar nilon. Gitar berwarna coklat yang ada stiker Spongebob dan lambang Partai Golkar yang beringinnya dikasih tanduk setan dan muka badut oleh Kang Bimo.

Aku dan Hantaman, beserta Speed Demon yang baru saja selesai manggung sebagai opening act Frank’s Chamber di acara akustik reguler ini, duduk dalam satu meja. Aku, Anin dan Stefan, minus Bagas, sedang berdiskusi soal Jepang. Di meja kami juga ada Arka Nadiem yang tampaknya antusias membahas soal ini bersama kami bertiga. Terang saja, quartet Jazz ku juga diundang oleh Kairi untuk main di beberapa venue.

New Fear…… In the road… In the road… Without… a road…
And when the road exist, the New Fear comes….


Lirik lagu itu sangat menggelitik. Bukan, lagu Frank’s Chamber itu bukan bercerita tentang Ketakutan Baru (New Fear). Tetapi tentang Nyupir. Kalau kalian mengenal Frank’s Chamber, 150% lirik lagu mereka bercerita soal hal-hal absurd, dengan tata bahasa yang aneh. Sebagian orang menyangka itu puitis atau menceritakan sesuatu secara misterius. Tapi tidak. Mereka merasa kalau lirik itu hanya jeda diantara dua solo gitar. Padahal Kang Bimo jarang memainkan solo.

Lirik lagu mereka semua isinya bermain-main, seperti lagu New Fear ini, yang isinya memang hanya bercerita tentang kegiatan nyupir, baik pagi, siang, malam. Absurd. Memang mereka berdua tukang bermain-main dan tidak pernah bisa serius. Oh iya, soal tawaran manggung ke Kalimantan, sepertinya kami akan menjajakinya tahun depan, setelah menyelesaikan tur Jepang, biar kami makin menjual di dalam negeri. Lagipula time-frame yang diminta oleh Edwyn sebagai sponsor cukup santai. Kami bisa mengumpulkan band-band lain yang potensial untuk di angkut kesana.

“Jepang….” Arka tampak berpikir sambil menatap ke arah mataku lekat-lekat.
“Mikirin apa lo?”
“Kagak, gue jadi inget aja….” dia tampak berpikir.

“Kenapa? Bukannya elo udah pernah maen di Jepang ya?” tanyaku ke Arka Nadiem.

“Emang, cuman lagi mikir, gue kasian sama elo, double job disana, sementara waktu lo cerita soal tur terakhir lo pas februari kemaren, waktunya padet gila gitu, sampe si Anin sakit kan? Gak kebayang kalo elo sampe main dua gig dempet-dempet gitu” pikir Arka.

“Makanya kita lagi coba arrange sama Kairi nih” Stefan tampak melihat-lihat kalender di handphonenya.

“Belom lagi ntar transportasi si Arya, check sound, segala macem, coba deh, Tokyo kan luas…. Entah gimana, mungkin gak bakal sampe kita manggung di hari yang sama, cuman kalo sampe manggung dua hari berturut-turut dengan kondisi capek, bisa tewas si Arya, ntar kita nyolatin dia disana” Arka masih menatapku lekat-lekat.

“Makanya paham kan, kenapa gue agak-agak gak setuju sama ide ini, karena yang capek gue…. Belom lagi kalo main ada jam sessionnya, bisa pegel jari gue entar, bisa keriting, tar ga bisa main gitar lagi, gue jatuh miskin, kasian anak sama istri gue” candaku sambil mengeluh.

“Pokoknya request gue, kita manggung harus diselang-seling sehari Hantaman, sehari kosong dan sehari kita…. Dan jangan di luar Tokyo” Arka menenggak minumannya di atas meja. Sementara para anak-anak Speed Demon tidak ada yang berani menyela obrolan penting kami semua ini.

“Bisa diatur” Anin tampak mencatat di handphonenya.
“Tapi gak ada yang di luar Tokyo kan ya?”
“Ya paling Cuma sampe Yokohama dan Chiba” aku membantu menjawabkan.
“Ah kalo gitu sih aman”

“Yokohama, tempatnya Ilham dulu” aku menerawang ke arah panggung, melihat Kang Bimo asik memperkosa gitar dan Kang Wira juga asik mempergunakan gitar sebagai perkusi, bukan sebagai alat musik petik.

“Sayang Ilham udah ga disana lagi, yang motoin kita cuman bininya si Anin” senyum Stefan kecut sambil membakar rokok.
“Kok senyum elo begitu pas ngomongin bini gue” potong Anin.
“Napa sih”
“Kagak, mukanya aneh gitu….”

“Sensi amat, gue cuman kasian tau, sendirian dia motoin dua band sekaligus? Kita sama Quartetnya si kontol ini? Apa harus ngajak Ilham lagi? Ngajak Sena tapi kan kita?” Stefan memutar-mutarkan rokoknya di tangannya.

“Ngajak Sena wajib” aku berpendapat.
“Ilham gimana?” tanya Anin lagi.

“Kalo ngajak asik, dia bisa bantu dokumentasi, tapi ntar Kairi setuju gak? Beban tiket segala macem, kita Hantaman udah bawa lima orang termasuk Sena, terus nambah tiga orang, si Arka, Jacob sama Toni…. Itu juga belom kalo adeknya si Arya tiba-tiba ngambil cuti panjang terus pengen ikut….” Stefan berpendapat.

“Ai kayaknya gak bakal ikut sekarang sih” aku menjawabkan untuk adikku. Ya. Mana mungkin Ai mau ikut, sedangkan dia pasti masih belum mau berkomunikasi dengan normal kepadaku. Dia masih marah, dan dia mungkin masih belum bisa memaafkanku.

“Napa sih tu anak, gua jadi jarang ketemu” komentar Stefan.
“Ga tau Fan”

“Ajak calon bininya Stefan aja” tawa Anin.
“Calon bini? Ngigo lo ya nyet?”
“Itu, yang kemaren katanya ada di rumah barunya Stefan” ledek Anin, mengacu ke Valentine.

“Stefan punya calon bini?” bingung Arka.
“Yoi, cakep lagi”
“Cina juga ya?” ledek Arka.
“Yoi, cokin bro”

“Rasis taik!” kesal Stefan sambil menghisap rokoknya dalam-dalam. “Lagian bukan calon bini si Valentine mah, dia cuman temen aja, sama kayak kalian semua…. Pacaran juga kagak”

“Tapi pasti ditidurin kalo Stefan mah” ledek Arka.
“Engga”
“Tumben jadi sopan, biasanya lo paling ga sopan di kumpulan ini”
“Kagak, biasa aja nyet!”

“Risih dia, kayaknya ini cinta sejati” aku berbisik dengan keras ke Arka, karena bermaksud untuk meledek dan membuat Stefan sebal.
“Nyemot!”

“Terimakasih penonton….” mendadak kami semua berhenti bicara karena Kang Bimo dan Kang Wira sudah menyelesaikan lagu mereka. “Malam ini indah ya, seperti suasana hati kami” bisik Kang Bimo di panggung, sambil bersiap-siap menyanyikan lagu selanjutnya.

“Oh iya, jangan lupa, kasih selamet ke temen kita Stefan, dia katanya mau nikah lho” goda Kang Bimo, yang juga sudah tau waktu Stefan mau menyombongkan rumah barunya kepadaku, ada Valentine disana. Dan ucapan Kang Bimo itu dengan terpaksa membuat para penonton melihat ke arah Stefan dan ucapan-ucapan selamat pun bersahut-sahutan.

“GUE KAGAK MAU KAWIN!!!! BANGSAT!!!” teriak Stefan ke arah panggung.

“Wah, belum menikah sudah trauma sama pernikahan, gawat” bisik Kang Bimo lagi di microphone. “Yasudah, tanpa berlama, lama, kami akan nyanyikan lagu selanjutnya, yaitu lagu yang sama dengan yang tadi…. ENJOY!!”

Jreng.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Bimabet
Jreng,,,,

Mantap kali
Akhirnya terbebas Dari cewek sakit
:pandaketawa:

Jepang,,,,
Silahkan dijajah kembali

Jreng,,,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd