Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

SEASON 2 – PART 64

--------------------------------------------

9 Dec : Departed to Japan - Arrived at Night
10 Dec : -
11 Dec : Hantaman - F.A.D. Yokohama
12 Dec : -
13 Dec : Arya A Quartet - Body & Soul Yokohama
14 Dec : Hantaman - Yokohama BB Street
15 Dec : -
16 Dec : Hantaman - Unit Daikanyama Tokyo
17 Dec : Arya A Quartet - Cotton Club Marunouchi Tokyo
18 Dec : -
19 Dec : Hantaman - Shimokitazawa Garden Tokyo
20 Dec : Arya A Quartet - STB 139 Tokyo
21 Dec : -
22 Dec : Arya A Quartet - Tribeca Shinagawa Tokyo
23 Dec : Hantaman - Gravity Rock Bar Shinjuku Tokyo
24 Dec : -
25 Dec : -
26 Dec : -
27 Dec : Hantaman - WWW Shibuya Tokyo
28 Dec : Arya A Quartet - Jazz Spot Candy Chiba
29 Dec : Hantaman - ZX West Chiba
30 Dec : -
31 Dec : Departed to Jakarta – Arrived 1 Jan


airbnb10.jpg

Aku sedang berbaring di tempat kami menginap, di tempat yang sama seperti sewaktu kami tur awal tahun ini. Di sebuah tempat di Nakano, dekat dengan kantornya Titan. Kami memang menginap di Tokyo saja selama tiga minggu ini, karena Yokohama dan Chiba dapat dengan mudah dijangkau menggunakan kendaraan roda empat dari Tokyo.

Stefan sedang merokok sambil memainkan handphonenya di atas kasur. Aku masih menyesuaikan dengan kondisi dingin Tokyo di akhir tahun.

Kami ditempatkan berdua-berdua dalam satu kamar. Aku dengan Stefan, Bagas dengan Anin, Sena dengan Toni, dan Arka dengan Jacob. Walau malam ini Bagas tidur sendirian. Anin menginap di tempat istrinya, Zee di salah satu sudut Yokohama sana, entah dimana. Kyoko pasti sudah tidur. Tadi dia mengatakan bahwa dia akan tidur sekasur bersama dengan Ai. Ai akan menemaninya. Dia akan banyak menemaninya selama aku ada di Jepang. Tapi jangan harap ada percakapan kangen-kangenan antara aku dan Ai selama aku di Jepang sekarang. Aku sudah invisible untuknya.

“Ada gunanya kita rajin latihan ya?” ucap Stefan dengan santai, dia menghisap rokoknya dengan nikmatnya dan dia menghembuskan asap penuh nikotin itu ke udara.
“Iya, kita jadi ga usah latihan lagi disini” senyumku sambil melihat-lihat media sosial yang sepi.
“Gue ada pertanyaan Ya”
“Apa tuh”

“Kalo misal, misal nih ya, si Arwen nekat terus nyusul elo ke sini, gimana tuh?”
“Gak mungkin, terakhir yang waktu di tempatnya Cheryl aja, dia udah ngehindar banget dari gue, dan gue pun gitu….”

“Haha, gue jadi keinget Chiaki aja sih…. Which is sucks”
“Sucks” balasku sambil berguling di balik selimut.
“Sucks” balas Stefan sambil mematikan rokoknya. Dia meraba-raba entah kemana, mencari kotak rokoknya untuk merokok sebatang lagi.

“Besok mau pada ngapain?” tanyaku.
“Ga tau, pengen jalan-jalan sih, sekitaran sini aja, apa yang rame di Nakano?”
“Ga tau, sama gak taunya gue…. Apa ya? Gue sih pengen istirahat lucu-lucuan aja, soalnya abis itu gue bakal disiksa terus-terusan abis abisan sama kalian semua”

“Atau gue tidurin Kairi ya” seringai Stefan dengan mata berbinar-binar.
“Ah… Dia, di umur segini pasti udah ngerasain banyak cowok semodel elo dan pasti males” balasku.
“Haha, becanda aja, lagian kayaknya dia gak bakal selera sama cowok yang lebih muda…”
“Gue jadi penasaran mantan lakinya siapa” aku berpikir dan berpikir, siapakah orang yang cocok jadi mantan suaminya Kairi?

“Orang Jepang apa bule ya? secara dia kan besar di Amrik” Stefan menggaruk-garuk kepalanya sambil memainkan rokok yang belum menyala di tangannya.
“Biasanya lo pake taruhan yang kayak gini” candaku.
“Iya sih, taruhan yuk, kalo gue bilang Jepang juga tapi orang amrik”
“Kalo kata gue orang bule”

“Taruhannya apa tapi?” tanya Stefan seenaknya.
“Apa ? Jangan yang aneh-aneh?”

Tiba-tiba kami mendengar suara ketukan di pintu. Aku beranjak dari tempat tidurku dan membuka pintu kamar. Ada dua sosok yang muncul. Sena dan Arka.

“Eh kalian”
“Masuk masuk” sahut Stefan dari dalam, memberi isyarat untuk kedua orang itu masuk ke kamar kami. Mereka berdua berpakaian lengkap, sepertinya habis dari luar. Mereka membawa kantong plastik berisi beberapa kaleng bir. Arka mengambil satu dan melemparnya ke Stefan. Dia menangkapnya.

“Jacob mana?” tanya Stefan.
“Dah tidur, pules banget dia” senyum Arka.
“Toni?”
“Dia ga minum kan….” lanjut Arka.

“Toni…. Untung ga telat ya doi pas di Bandara” potongku.
“Soalnya gue paksa suruh nginep rumah gue Ya, daripada telat mendingan gue suruh bareng aja….” jawab sang keyboardist.
“Gue heran kenapa Bagas kok sebel banget sama doi Bang…” Sena tampak bingung, sambil membuka satu kaleng bir dan kemudian menenggaknya.

“Itu gue juga bingung” aku menggelengkan kepalaku sambil duduk di pinggir kasur.
“Padahal selama gue kenal paling yang ngeselin cuman telatnya aja, sisanya biasa aja menurut gue” Arka meluruskan kakinya, dia duduk di lantai, sama seperti Sena. Bedanya Sena sekarang mulai menyalakan rokok.

“Bagas selalu punya alasan yang tepat kenapa dia bisa ngelakuin apapun” sambung Stefan. “Dia ga pernah ngelakuin hal yang ga perlu, kalo dia sampe gak suka sama Toni di pandangan pertama, entah kenapa, kayaknya emang ada yang salah sama tu anak….”
“Gak setuju Bang” potong Sena. “Dari tadi sama gue asik-asik aja tuh, malah ngajakin ngobrol mulu…”

“Dia masih kesengsem sama si Ai gak sih Ya?” tanya Stefan menyelidik.
“Ga tau, tapi dia tau kalo Ai mau kawin ama Zul….”
“Hmmm” Stefan membuka kaleng birnya, tapi malah menaruhnya di meja samping kasurnya, dia memilih untuk merokok terlebih dahulu, lewat satu hisapan panjang yang tampaknya membuat paru-parunya lega dan paru-paruku menciut.

“Ai mau kawin yak….” senyum Arka.
“Mau ngomong apa lagi nih sekarang monyet satu ini….” Stefan memperhatikan keyboardistku dengan seksama.
“Kagak, dulu dia deket banget sama si Stefan, gue pikir eventually mereka bakal pacaran atau gimanaaa gitu, taunya sama orang lain”
“Deketnya sama kayak gue sama kakaknya”
“Berarti lo kemungkinan bisa aja dong homoan sama kakaknya” ledek Arka.

“Lo tau kan kalo homoseksualitas kerja-nya gak kayak gitu” Stefan memicingkan matanya sambil menatap tajam ke Arka, menyesap sedikit alkohol dari bir kalengan.
“Tau, tau, tapi lucu aja kalo begitu hahahaha”
“Gak lucu, nemu dimana sih Ya, keyboardist ini…. Nemu di kaleng biskuit monde ya” ledek Stefan balik.

“Nemu di kaleng biskuit jadinya keyboardist wahahaha” tawa Sena sekenanya.
“Kalimat lo aneh” bingung Stefan.
“Eh, maksudnya… Jadi…”
“Ah berisik, lo emang suka ga bener kalo becanda Sen…”

Aku pun tertawa melihat mereka bertiga, sambil memeriksa handphoneku lagi, melihat-lihat instagram. Tenang, tidak ada orang itu lagi. Aku sudah berhenti mem-follownya sejak kejadian makin parah. Sekarang pun tidak ada alasan lagi untuk mem-follow nya lagi. Sekarang sudah beres dan sekarang semuanya hidup masing-masing saja, walau kadang jika dia terkadang muncul di televisi, hatiku rasanya sakit melihatnya. Karena kejadian dengan dirinyalah, aku kehilangan adikku. Ya, itu gara-gara aku.

Dengan iseng, aku melihat ke arah kumpulan foto-fotoku yang ditag orang lain. Ya, masih ada fotoku dengannya, ada fotoku dan Rania juga, dan….

“Sepupu lo ya itu?” Arka melirik dari kejauhan saat aku melihat foto terbaru yang di tag orang.
“Iya”
“Sini liat” Arka menjulurkan tangannya kepadaku, melihat Selfie yang diambil oleh Dian, dan aku ada di sebelahnya dengan kepala kami hampir menempel.

“Cakep ya”
“Guenya aja cakep kok, gimana sepupunya” candaku.
“Najis sumpah” ledek Arka.

“Liat tuh komennya Dra, tai-tai komennya” tawa Stefan, sambil mematikan rokoknya dan beranjak ke kamar mandi.
“Mana coba” Arka mendadak tertawa tanpa suara. Dia lalu membacakan komen yang masuk “Sepupu lo nih? Kapan dia sakit? Mau dong gue yang meriksa”.

“Monyet, ga ada yang gue baca satupun komentar dari temen-temennya Dian tuh….”
“Resiko orang ganteng ya Bang” tawa Sena.
“Untung lo ga macem-macem ya orangnya” komentar Arka. Aku cuma bisa diam dan tersenyum.

Amin. Mudah-mudahan tidak seperti dulu lagi.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

572c9a10.jpg

Aku mengobrol dengan Shigeo secara intens. Kami berdua membahas soal transportasi kesana kemari kala nanti tur. Tentunya akan ada dua mobil van dengan dua supir, satu untuk Hantaman, satu untuk Quartetku. Di kala Hantaman manggung, tentunya anggota quartetku dibebaskan, apakah ingin ikut menonton ataukah jalan-jalan sendiri, tapi tanpa tanggungan transport.

Restoran sushi ini sekarang jadi ramai karena keriuhan kami di ruangan private. Seperti biasa, sebelum tur dimulai, Kairi mentraktir kami.

Kairi tampak menyalakan rokoknya dan berbincang dengan Stefan dan Anin, entah soal apa. Zee ada di sebelah Anin, melahap makanan dengan cueknya. Zee tentunya akan berperan sebagai seksi dokumentasi tunggal kali ini. Dia akan wara-wiri foto-foto sendiri, tanpa Ilham yang memang sudah pulang ke Jakarta. Kuliah Zee hampir berakhir, dan dia sekarang sedang finalisasi Thesisnya. Entah tentang apa. Anin pun tak mengerti katanya. Soal masalah subliminal message di video.

Toni ada di sebrangku, mencoba bercakap-cakap ramah dengan beberapa karyawan Titan yang ikut. Yang lain juga asik melahap sushi tanpa malu-malu, sambil berbicara kesana kemari.

Sedangkan Bagas ada di pojok, menatap nanar, ke arah Toni, bagaikan hewan buas yang siap menerkam mangsanya. Entah apa masalahnya dia dengan anak ini. Sejak pertemuan pertama mereka, Bagas tampaknya tidak suka terhadap Toni. Dia selalu terlihat waspada setiap ada di satu ruangan dengannya. Tidak ada yang paham dan tidak ada yang mengerti, karena Bagas memang tidak pernah cerita. Bagas tidak mungkin akan cerita dan juga tidak mungkin akan menjawab pertanyaan yang mungkin akan muncul dari kami soal sikapnya yang aneh ke Toni.

“Guys!” mendadak obrolan kami semua terhenti dan kami semua menatap ke Kairi. Dia menghentikan semua kegiatan di dalam ruangan private ini dengan seruannya.

“Thank’s for coming again…. And it’s such a pleasure to watch you grow, from just a band to a business venture…. I just spoke to Stefan and Anin, maybe we will try to distribute some of MDT’s artist in Japan….” senyum Kairi. Aku melirik ke arah Stefan dan Stefan mengacungkan jempolnya kearahku. Well done, aku tersenyum ke arah Stefan dan dia mengangguk-angguk bangga. Dia pasti baru saja melobi Kairi untuk mencoba mendengarkan dan mendistribusikan beberapa band yang ada di bawah label kami seperti Speed Demon.

“So… Please enjoy your tour now, and promise me, bring your wildest energy to every stage… For both of you, Hantaman and Arya’s Quartet… Kanpai!” Kairi mengangkat gelasnya ke udara dan kami semua mengikutinya.

Mudah-mudahan ini menjadi awal yang lebih baik lagi untuk kami, karena kami datang ke Jepang kali ini bukan hanya sebagai musisi saja. Kami juga berkewajiban untuk mempromosikan band-band yang ada di bawah label Matahari Dari Timur ke Kairi, agar melebarkan sayap dan mengeruk pundi-pundi Yen disini.

Dan untuk urusan bisnis, kita bisa mengandalkan Stefan. Otaknya benar-benar cemerlang untuk urusan bisnis.

--------------------------------------------

ochano10.jpg

“Abis ini kemana yak?” tanya Stefan sehabis sesi makan siang tadi. Kegiatan bermusik kami baru dimulai besok, dengan serangkaian check sound di Yokohama dan manggung pada malam harinya.

“Terserah, gue sih kalo mau diajak jalan juga ayo” jawabku sambil mengirimkan pesan dan foto-foto ketika makan siang tadi ke Kyoko.
“Kalau yang tempat beli alat musik itu dimana sih mas?” tanya Toni dengan senyumnya.
“Ochanomizu”
“Dari sini jauh gak sih?”

“Bentar, coba cek google map” aku membuka peta di handphoneku dan memeriksa, seberapa jauh dan seberapa lama perjalanan dari Nakano ke Ochanomizu. Anin dan Zee sudah ngacir ke Akihabara, Kairi dan para pegawai Titan sudah pulang, tinggal Aku, Stefan, Arka, Jacob, Sena, Toni dan juga…. Bagas.

“Naik kereta sih sekitar 25 menitan lah” jawabku setelah cek dan ricek.
“Ke sana aja yuk, siapa tau nemu hal-hal lucu yang bisa dipake manggung besok kalian” sahut Arka asal.
“Ayo rame-rame, penasaran, ini pertama kali ke Jepang, harus dong ke tempat yang disebut surganya musisi” ujar Toni excited. Sementara Bagas terlihat begitu memperhatikan Toni, sampai aku tidak nyaman dibuatnya.

“Boleh dah… Yok…. Cepetan” ajak Stefan dan kami semua mulai beranjak. Rombongan kami mulai merayap dengan irama jalan yang tidak secepat orang Jepang ke arah stasiun. Untuk beberapa dari kami, seperti Arka, Stefan, Sena, Bagas dan Aku, kegiatan ini sudah familiar. Kami sudah beberapa kali ke Jepang karena pekerjaan kami sebagai musisi. Sementara untuk Toni dan Jacob, ini pengalaman pertama mereka ke Jepang.

“Cepet amat ya orang Jepang jalannya” celetuk Toni pelan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket, menahan dinginnya Tokyo siang ini.
“Cobain deh pacaran sama orang Jepang” candaku, merujuk kepada pengalamanku.
“Hehehe iya ya Mas, tapi udah kebiasa kan sekarang jalan cepet”
“Biasa, tapi kalo dilambatin karena elo sama Jacob kepayahan juga bisa”

“Tapi gimana ya tadi, saya gak bisa banget makan sushi gitu…. Gak bisa makan daging mentah” senyum Toni dengan muka ramah.
“Yah, untung gue suka ya, jadi santai-santai aja…. Tapi tadi gue liat kok elu makan-makan aja”
“Ya agak mual itu sebenernya, tapi ya saya tahan-tahan aja, ngehormatin mereka”
“Lah, kasian dong elonya?”
“Gapapa Mas, tadi saya cuma makan dikit aja kok, banyakin minumnya, paling ntar kalo ketemu minimarket berhenti dulu ya, saya mau beli apa dulu, gitu”

“Santai” senyumku dengan tenangnya, sambil mengukur jalan ke arah stasiun Nakano.

“Kalau gak suka kenapa dimakan?”

Kami mendadak kaget. Kaget bukan karena konten pertanyaannya, tapi kaget karena mendengar dari mulut siapa ucapan itu datang. Ucapan itu datang dari mulut Bagas dan kami semua kaget.

“Eh….” aku melongo. Stefan melongo. Sena melongo. Arka dan Jacob gak melongo-melongo amat, tapi mereka tahu kalau Bagas sangat irit bicara dan dia tidak pernah mau mendebat orang lain, apalagi mempertanyakan kegiatan orang lain. Suaranya terdengar datar dan dingin, seperti pisau es yang sedang menusuk jantung manusia.

“Ya gak enak mas, ngehormatin yang nraktir” jawab Toni dengan ramahnya, dia jelas tidak mengenal seperti apa Bagas.
“Di menu banyak makanan lain. Bisa pilih yang lain” lanjut Bagas.

Bagas yang irit bicara mendadak mengeluarkan kalimat-kalimat yang cukup panjang untuk dirinya. Dia berjalan mendahului yang lain, dan sekarang berada di sebelah Toni. Dia tampak berpakaian paling tipis di tengah udara dingin ini. Yang lain memakai mantel atau coat, lengkap dengan pakaian hangat di dalam, dan dibantu oleh topi dan kupluk untuk menghangatkan kepala.

Tapi Bagas hanya memakai jeans, sneakers, t-shirt dan jaket jeans. Tanpa pelindung kepala dan tanpa sarung tangan.

“Hehe, gak kepikiran mas” senyum Toni, tak sadar seekor predator alpha sedang mengincarnya untuk diterkam, ditelan bulat-bulat, dirobek usus dan jantungnya serta disiksa hidup-hidup dalam kepedihan layaknya siksa neraka di bumi. Mendadak ingatanku ke vokalisnya Dying Inside My Heart kembali. Masih teringat, bagaimana orang itu dihajar habis-habisan oleh Bagas yang menganggapnya seperti boneka kain semata.

“Gak kepikiran? Jawaban yang tolol” Gas? Sehat? Kenapa? Ada apa dengan Toni.
“Tumben ngomong panjang, biasany…..” Stefan mencoba menetralkan suasana tapi mendadak diam. Dia diam karena Bagas menaruh telunjuknya di jari dan dia menatap Stefan dengan tatapan nanar. Stefan tentu sudah merasakan kengerian Bagas, sewaktu kasus Chiaki.

“Ah, gak mikir sejauh itu mas soal makanan, yang ada aja dimakan” jawab Toni, dengan nada riang dan polos.
“Di menu banyak makanan yang lain” Bagas mengulang kalimatnya.
“Hehe… Gak enak, udah dipesenin soalnya, masa gak dimakan… Kan kita harus menghormati orang yang menjamu kita, apalagi ini kan di negara orang, jadi…..”

Bagas mendadak mengeluarkan tangannya dari saku celananya dan dia membunyikan sendi-sendinya, seakan akan tangannya bersiap untuk merobek-robek otot, daging dan tulang Toni sampai tak berbekas lagi. Kami semua menatap kejadian ini sambil jalan, dan rasanya seperti sedang menonton film dokumenter di televisi, tentang binatang liar, terutama predator pemakan daging yang sedang bersiap-siap menerkam mangsanya yang tidak awas.

Sang mangsa tersenyum, dan dia tidak menyadari bahaya yang besar di depan mata dia. Dan perkataan Bagas selanjutnya membuat bulu kudukku merinding, seperti melihat film The Shining, Exorcist, The Ring, Ju On, Omen, Conjuring, Annabelle dan Malam Satu Suro sekaligus.

“Menghormati orang yang menjamu atau cari muka?”

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd