Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Bimabet
Mantap updatenya hu, semoga sempet ada adegan bagas nonjokin toni wkwk :o
 
Jeng jeng..... padahal tulisannya panjang. Tapi berasa pendek. Mantaaap Suhu...
 
Bangke bener si toni..wahhh ga heran sih klo bagas snewen.

Ga jadi dong arya mantap mantap sm kairi..wkwk
 
Bagas save the day :banzai:
 
SEASON 2 – PART 72

--------------------------------------------

9 Dec : Departed to Japan - Arrived at Night
10 Dec : -
11 Dec : Hantaman - F.A.D. Yokohama
12 Dec : -
13 Dec : Arya A Quartet - Body & Soul Yokohama
14 Dec : Hantaman - Yokohama BB Street
15 Dec : -
16 Dec : Hantaman - Unit Daikanyama Tokyo
17 Dec : Arya A Quartet - Cotton Club Marunouchi Tokyo
18 Dec : -
19 Dec : Hantaman - Shimokitazawa Garden Tokyo
20 Dec : Arya A Quartet - STB 139 Tokyo
21 Dec : -
22 Dec : Arya A Quartet - Tribeca Shinagawa Tokyo
23 Dec : Hantaman - Gravity Rock Bar Shinjuku Tokyo
24 Dec : -
25 Dec : -
26 Dec : -
27 Dec : Hantaman - WWW Shibuya Tokyo
28 Dec : Arya A Quartet - Jazz Spot Candy Chiba
29 Dec : Hantaman - ZX West Chiba
30 Dec : -
31 Dec : Departed to Jakarta – Arrived 1 Jan


--------------------------------------------

cotton10.jpg

“Arya? Can yu tell me?”
“Well….”

Sebagai orang yang diberi tugas untuk mengurus segala keperluan kami dan menjamin kelancaran konser, wajar kalau raut muka Shigeo tampak khawatir. Plus dia tidak mengerti Bahasa Indonesia. Dia pasti tahu kalau Anin berhasil menghubungi Toni, dan Toni sudah bicara padaku.

Yang dia tidak tahu, kalau aku menolak kedatangan Toni.

Dia tidak tahu kalau aku marah dan tidak ingin drummer muda berbakat tak berkomitmen itu mengiringiku malam ini. Dia tidak tahu kalau kemungkinan besar seluruh showcase quartet jazz ku bisa batal, terutama yang sekarang. Tapi dia pasti tahu, kalau mengganti drummer itu hampir tidak mungkin. Semua yang mengerti musik pasti tahu itu.

“Kasih tau aja…. Mau gimana lagi?” tegur Stefan, yang melihatku mematung tak jelas.
“Yah….”

Perasaan ragu-ragu muncul di kepalaku, walau kita sudah tahu konsekuensi dari semua hal ini apa. Tidak mungkin menghindar lagi dan tampaknya showcaseku malam ini akan batal karena Toni. Mungkin yang besok-besok bisa diganti orang lain, tapi kalau pihak Titan sudah terlanjur kecewa, bagaimana? Kalau mereka sudah kecewa, tentu ini bisa berimbas ke Hantaman juga.

Simalakama banget.

“Yaudah lah ya?” aku menatap ke arah Anin dan Stefan. Mereka berdua sama-sama mengangguk dengan lemah, menunggu konsekuensi apapun yang akan terjadi andaikan Titan marah besar atas rangkaian kebodohan hari ini.

“Kalo Kairi ngamuk gara-gara Toni terus kita kena getahnya, mau gimana lagi…. Ntar tagih aja duit kompensasi ke Toni, itu juga kalo dia mampu bayar….” Kesal Stefan.
“Ho oh”

Shigeo masih celingukan. Jangan pernah belajar Bahasa Indonesia ya mas, biar ga usah ikutan pusing kayak sekarang, pikirku asal, mencoba menghibur perasaan tak enak yang muncul di dalam diriku.

“Guys?” Shigeo masih menunggu. Aku tersenyum kecut dan merangkai kata-kata.
“So, here’s the deal…. It seems like Toni….”

“Gue aja yang gantiin”

“HAH?”

--------------------------------------------

maxres11.jpg

“Lo jangan bercanda bangsat”
“Gak bercanda” Bagas dengan nada datar membalas Stefan seadanya. Dia sedang menyeting drumset untuk dia pakai.

Ya, Bagas menawarkan diri untuk menggantikan Toni. Kami semua bingung.

“Gak bisa lah Gas, lo kan ga pernah ikut latihan sama kita….” Tegur Arka. Sekarang, semua orang tahu kalau Toni wanprestasi. Aku sudah melarangnya untuk datang. Gak tau sekarang dia mau jalan kesini atau tidak, terserah saja, yang pasti aku sudah muak hari ini. Sekarang semuanya jadi make sense, kenapa Bagas tidak suka pada orang ini.

Sudah mana suka cari muka, suka telat lagi. Sekarang malah ngilang, gak tau deh bakal dateng apa engga.

“Bisa” Bagas memutar-mutar knop snare drum dan membunyikannya supaya suaranya sesuai seperti yang dia inginkan.

“Emang lo bisa main Jazz? Lo kan drummer rock?!?” bingung Jacob. Wajar kalau dia khawatir. Kan tugasnya bass untuk kawin sama drum di panggung.

“Bisa” jawabnya.

“Ya tapi kan bukan berarti lo bisa jadi drummer kita sekarang juga kan….. Gas, ga usah dipaksain lah…” aku menegur si robot aneh itu. Gak masuk akal ini. Bagas kan tidak pernah main Jazz sama sekali. Hapal list lagu yang mau aku bawain aja mungkin tidak.

“Bisa”

“Jangan bisa-bisa terus aja Gas…. Kasian nih si Arya, lo mau tanggung jawab kalo ntar kalian manggung amburadul?” gantian sekarang Stefan yang negur.

“Kalau bilang bisa ya bisa” Bagas berhenti mengoprek drumset. Dia mengacungkan stik drum yang ia pegang ke arah Stefan. Kami semua diam. Rasanya sebentar lagi stik drum itu akan terbang dan menembus kepala Stefanus. Aku menelan ludahku sendiri.

“Yah… cobain aja cek sound satu lagu…. Gak ada salahnya… Udah amburadul kagok lah amburadul sekalian” balasku dengan perasaan gamang. Gak jelas banget ini.

“Ya mau gimana lagi” Arka berlalu, dia duduk di depan keyboard dan mulai memainkan nada-nada asal, dia juga tidak berharap banyak. Mungkin buat dia yang penting ada drummer yang bisa main sekarang, terserah bagus apa tidak, cocok atau tidak.

“Yaudah… Gitar mana gitar, cobain aja sekarang….” Aku mencoba berdamai dengan kondisi ini. Jacob juga pasrah, dia mulai menyalakan ampli dan membunyikan Bass nya.

Kami semua saling lihat-lihatan tapi tidak ada yang berani untuk melihat ke arah Bagas lagi. Dia tampak begitu yakin kalau bisa menggantikan posisi Toni. Kami semua sangsi, karena tidak pernah ada yang mendengar Bagas bermain bebop ataupun swing.

“Gimana ya?” Stefan tampak bingung. Dia berdiri di sebelahku, yang sedang mengatur suara di amplfier.
“Gak tau sumpah… Gue ga yakin Bagas bisa deliver…..” aku menarik nafas, sambil melirik ke arah Shigeo. “Itu gak ada yang mau ngasih tau ke dia jadinya gimana? Panik gitu mukanya”

“Gak ada yang berani bilang kali, elo nya aja ga jadi bilang apa-apa gitu”
“Resiko soalnya, kalo mereka oke-oke aja sama Bagas terus pas gue manggung amburadul, malah makin tengsin…. Mendingan kita coba aja dulu, biar yakin. Kalo gak yakin mending batal sekalian…. Pusing”

Nada bicaraku sudah mulai kesal. Entah Bagas bisa atau tidak.

“Dah…” suara gitarku sudah sesuai, seperti apa yang kuinginkan. “Gas, cobain lagu Straight No Chaser” aku memberi aba-aba pada dirinya, mencoba memainkan salah satu lagu jazz standard yang akan kami mainkan malam ini.

“Lagu ke lima?”
“Iya… Eh!! Bentar…” Aku menekuk jidatku sambil menatap Bagas. “Lo kok tau itu lagu ke lima buat hari ini?”
“Kan lo share list lo tiap sebelum manggung ke grup” jawab Bagas dengan tenang.

“Iya tapi…. Kok lo merhatiin?”
“Semuanya harus diperhatikan kan?” lagi-lagi jawaban yang tidak bisa dibantah.

“Ya tapi gak list lagu orang laen juga lo perhatiin kan?” bisik Stefan yang ternyata masih ada di sebelahku.
“Kenapa?” tanya Bagas, sambil membunyikan hit-hat pelan-pelan.
“Oh, gapapa…” Stefan meringis dan dia menyingkir dari panggung. Dia berdiri di tengah kerumunan teman-temanku, menghindari percakapan lanjut dengan Bagas.

Aku celingukan. Lagi-lagi celingukan. Apakah ini akan berhasil?

“Mulai aja yuk, check sound…. Straight No Chaser….” Aku berbisik ke arah microphone.
“Belum dinyalain Ya…” tegur Jacob sambil menunjukkan muka ragu. Pantas saja tidak ada suara apa-apa yang keluar.

“Eh… Ya pokoknya mulai aja lah, intronya kan lo yang masuk dulu terus drum ngikutin kan? Gas, jadi…”
“Udah tau” jawabnya pelan, sambil meregangkan otot tangannya.

Udah tau dia bilang. Makin senewen aku jadinya. Pandangan mata khawatir memenuhi ruangan ini. Dan sampai sekarang Shigeo masih belum tahu juga ada apa dan kenapa penyebab Bagas mendadak ada di balik drumset.

“One… And One, two three….”

Mulai. Jacob mulai dengan nada-nada yang diperlukan untuk mengawal lagu ini. Upright bass nya dia bunyikan dengan suara pelan dan stabil. Dia menutup matanya, entah mencoba untuk meresapi musik yang akan kami mainkan, atau berharap yang terbaik saja untuk permainan Bagas yang sama sekali belum teruji dan belum bisa dipastikan bagus atau tidaknya bermain bersama quartetku.

Suara bass mulai berjalan dengan stabil. Beberapa ketukan lagi harusnya suara drum masuk. Kalau gak pas, gimana jadinya? Bagas bisa kan? Walau dia drummer rock pasti bisa lah ya ngiringin tanpa harus aneh-aneh.

Aku menatap Bagas dengan penuh harap.

Bentar lagi dia masuk.

Satu.

Dua.

Tiga.

Em.. Pat…

Apa?

Aku dan Arka terpana. Bagas masuk dengan ketukan yang aneh, tapi tetap terdengar enak. Dia menyelipkan permainan pocket yang ketat, mirip-mirip seperti Vinnie Colaiuta ataupun Jonathan Moffet. Jacob tampak menikmati permainan Bagas.

Heran. Kok bisa Bagas bersuara seperti ini? Mana ketukan-ketukan ala rock yang stabil dan powerful? Kenapa ini mainnya ngayun banget dan bisa se-smooth ini?

“Ya!” Arka mendadak berteriak. Aku menoleh ke arah dirinya. Dia memberi aba-aba, kalau aku harusnya masuk ke tema utama lagi. Sial, aku keenakan mendengarkan suara drum Bagas yang berbeda dari Bagas yang biasanya. Kenapa dia bisa main drum seenak ini? Biasanya juga enak, tapi kenapa yang sekarang beda banget?

Kesambet arwah drummer jazz siapa dia?

Ini aneh banget sumpah.


Nada-nada yang miring dan indah mulai mengalun dari kami semua. Aku dan Arka memainkan tema utama. Semuanya mengalir, begitu rapih dan tight. Jacob tampak bingung karena nada yang ia mainkan, tempo yang ia atur sangat selaras dengan ritme Bagas.

Bagas tidak terdengar seperti drummer Hantaman. Dia terdengar seperti drummer jazz senior yang bermain tanpa ekspresi. Semuanya terdengar begitu nyaman. Dia seperti sudah main jazz seumur hidupnya. Garang dan ganasnya suara drum Hantaman seperti hilang semua.

Jangan-jangan Bagas disuruh main dangdut juga enak.

Aku dan Arka bergantian berimprovisasi. Kami saling bertukar nada-nada miring yang menggelitik, kami berdua dijaga oleh Bagas dan Jacob.

Dan baru kali ini aku melihat Jacob main bass sambil melongo heran. Jangankan dia, aku saja kalau boleh, inginnya nonton Bagas, bukan main bareng Bagas.

Sekarang saat-nya Jacob untuk improvisasi. Gila, ini Check Sound berasa manggung beneran. Semuanya terdengar begitu lancar, aman dan indah. Bagas memperlambat mainnya, dia berusaha memberi ruang yang lebar untuk Jacob.

Dan Jacob pun diam, ini saatnya Bagas untuk improvisasi. Well, Bagas improvisasi ringan saja. Sepertinya hanya dia saja yang sadar kalau ini adalah Check Sound, bukan manggung beneran.

Setelah Bagas menyelesaikan improvisasinya yang sebentar dan ringan, kami kembali ke tema utama lagu. Setelah itu, beres.

Tidak ada tepuk tangan.

Pertama, karena ini adalah Check Sound. Kedua, karena teman-temanku yang ada disini semua melongo sejadi-jadinya mereka heran, kenapa Bagas bisa begitu baik bermain jazz. Pas, tidak berlebihan, tidak terdengar ganas, semuanya mengayun dengan nyamannya. Gak ada lagi kesan-kesan gagah dari Hantaman muncul dari permainan Bagas.

“Fuck” Stefan berbisik pelan. Tapi karena semuanya diam, bisikannya terdengar jelas.

“Masih dua jam lagi. Mau makan dulu” Bagas memasukkan stick drumnya ke dalam tas, dan dia langsung berdiri. Dia berlalu ke arah meja dan mulai duduk diam, seperti tidak terjadi apa-apa. Dia meninggalkan kami yang masih terpaku di atas panggung.

“Tai apaan tadi?” Arka tampak bingung. Jacob masih melongo heran.

“Gak tau” jawabku dengan bingung. Sama bingungnya seperti kalian semua. Ini rasanya seperti orang lain. Seperti bukan bagas. Semua heran, kecuali Bagas. Shigeo yang tidak tahu apa-apa dari awal, sepertinya makin tambah bingung.

“Ngg… Turun dulu deh” aku tampak canggung, mencoba membereskan gitarku sekenanya.

Dan di tengah keheranan kami semua, mendadak Anin menegurku.

“Ya!”
“Apa?”
“Ini Toni…”

Toni tampak baru masuk ke dalam venue dengan nafas ngos-ngosan. Semua mata menuju kepada dirinya.

Suasana menjadi makin aneh.

Makin makin aneh.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd