begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 544
- Like diterima
- 9.262
Membajak Sawah Ibu Mertua Temanku
KALI ini saya datang ke rumah Basri ingin mengajak Basri reuni dengan beberapa teman yang dulu sekuliahan dengan kami, tetapi badan saya dalam keadaan kurang sehat, flu dan pilek.
Bisa saja saya tanpa datang ke rumah Basri dengan menghubungi Basri melalui telepon atau WA, tetapi saya ingin bertemu dengan mertua Basri yang sudah menganggap saya keluarganya sendiri.
Basri adalah teman kuliah saya, tetapi di tengah jalan ia drop out, karena sambil kuliah dia juga bekerja.
Setelah saya lulus kuliah, saya menikah dan punya anak, saya pindah ke Jakarta, saya kembali bertemu dengan Basri.
Basri juga sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. Basri yang dulu berbeda dengan Basri yang sekarang. Rumahnya bagus, 2 lantai sedangkan saya masih tinggal di rumah sewa. Dia juga mengajak kedua mertuanya tinggal di rumahnya.
Dari situlah saya sering datang ke rumah Basri. Kalau tidak bertemu Basri, saya suka ngobrol dengan mertuanya.
Duduk sebentar di ruang tamu Basri, ibu mertua Basri keluar dari dapur membawa 3 gelas minuman, wingko babat dan kue ketan.
Setelah menaruh minuman dan makanan di atas meja, ibu mertua Basri bertanya pada saya, “Nak Zacki, wajah Nak Zacki kok kelihatan pucat dan matanya merah ya? Lagi kurang enak badan, Nak Zacki?”
Saya tau kalau orangtua lebih cepat tanggap anaknya sakit. “Iya Bude, lagi flu pilek,” jawab saya memandang wanita yang tinggi gemuk dan berpayudara besar di dalam daster panjangnya ini.
“Mari Bude kerik...” kata ibu mertua Basri.
“Terima kasih Bude, saya nggak biasa dikerik, takut sakit!” jawab saya. "Tadi sebelum kesini saya sudah minum obat flu."
Tetapi jawaban saya tidak mempan. “Ibu keriknya nggak sakit, Bro!” kata Basri.
“Iya, Budemu kerik nggak sakit, Nak Zacki!” tambah bapak mertua Basri. “Sana, mau pakai kamar depan atau mau di ruang loteng, silahkan!”
Kalau bapak mertua Basri yang menyuruh, saya sudah segan menolaknya. Saya meneguk teh manis hangat bikinan ibu mertua Basri dan mencomot sepotong wingko babat untuk mengisi perut saya.
Setelah itu, saya diantar oleh Basri ke kamar depan.
Basri meninggalkan saya, ganti ibu mertuanya yang masuk membawa peralatan untuk mengerik saya.
Ibu mertua Basri berumur 55 tahun, sedangkan bapak mertua Basri berumur 60 tahun, tetapi bapak mertua Basri kelihatan lebih muda dari ibu mertua Basri yang rambutnya sudah banyak uban.
“Lepaskan bajunya, Nak Zacki...” suruh ibu mertua Basri.
Saya melepaskan kaos yang saya pakai, lalu duduk di tempat tidur. Dari belakang, ibu mertua Basri mengusap-usap punggung saya dengan telapak tangannya yang besar dan rada agak kasar kulit telapak tangannya.
Dulu semasa masih hidup di kampung, suami-istri ini bertani, dan anaknya juga banyak, 6 orang.
Jadi saya maklum jika telapak tangan ibu mertua Basri tebal dan agak kasar, tidak seperti telapak tangan wanita kota yang halus-halus, semua pekerjaan dikerjakan oleh pembantu.
Wajahnya juga berwarna kecoklatan dan rambutnya di konde. Meskipun menantunya kaya, tetapi kedua orang tua ini tetap hidup sederhana.
Ibu mertua Basri mulai mengerik punggung saya. "Kalau Bude keriknya terlalu kuat, ngomong ya Nak Zacki..."
"Nggak kok Bude, pas." jawab saya merasakan tekanan tangan ibu mertua Basri ke punggung saya sudah tepat.
“Benar nih Nak Zacki... Nak Zacki lagi masuk angin...” kata ibu mertua Basri. “Dikerik sebentar saja sudah merah sekali...”
“Iya Bude, terima kasih lho, saya merepotkan Bude....” jawab saya.
“Merepotkan apa, Nak Zacki.” balasnya merendah. “Bude dan Bapak sudah menganggap Nak Zacki keluarga sendiri...”
“Bro, saya keluar sebentar ya,” kata Basri mengintip saya dari pintu kamar. “Jangan terus pulang lho, makan dulu di sini...”
“Iya, Nak Zacki... Bude masak banyak...” sambung ibu mertua Basri.
Sebentar kemudian terdengar suara sepeda motor, sedangkan bapak mertua Basri masih duduk di ruang tengah nonton televisi sambil merokok.
Istri Basri, tidak berada di rumah. Kata Basri, istrinya sedang pergi liburan ke Semarang dengan keluarga adik iparnya.
Ibu mertua Basri masih terus mengerik punggung saya. Kadang-kadang ia bertahak...aggg... uuuggg... aaagg... uuugghhh...
“Nak Zacki, celana Nak Zacki dibuka saja,” suruh ibu mertua Basri. “Nanti Bude ngurut selesai Bude ngerik, setelah itu Bude bikinin jamu...”
Bagaimana baiknya coba keluarga Basri terhadap saya?
•••••
Saya pun berbaring tengkurap hanya memakai celana dalam saat punggung saya yang sudah dikerik itu diurut oleh ibu mertua Basri.