Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Mendung Menggantung di Ambang Cinta

PART VI



FLASH BACK 19 TAHUN YANG LALU

The day you disappeared



Hari-hari baru pun dimulai oleh Tirta dan Joanes, mereka kini diharuskan beradaptasi dengan suasana baru diluar. Situasi yang berbeda sekali dengan apa yang mereka selama ini sudah jalani. Mereka tinggal berpindah pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, hingga akhirnya mereka menetap di pinggir rel kereta, bersama anak-anak jalanan yang lain.

Sempat mereka mencoba untuk datang ke sekolah, ketika itu Joanes yang datang ke sekolah ingin bertemu teman-teman sekelasnya, namun begitu dia tahu dari teman-temannya bahwa guru-guru akan menahannya jika datang ke sekolah atas permintaan orangtua angkatnya, agar orangtuanya bisa datang menjemputnya, maka dia dengan cepat berlari keluar sekolah lagi.

Sempat kepikiran juga mereka berdua untuk kembali ke panti asuhan lagi, namun Tirta lalu berpikir bahwa pasti Rudi dan Alin akan datang mencari mereka disana. Jadi mereka berdua memilih tinggal di jalanan saja.

Meski kesulitan dan harus bingung dan beradaptasi dengan kehidupan barunya, namun mereka berdua bahagia bisa hidup bebas, tidak ada ketakutan akan dipukuli hari ini, ngga ada ketakutan akan membuat kesalahan lagi. Mereka merasa bebas meski tidurnya tidak seperti dirumah, ada kasurnya, kini mereka harus tidur diatas kardus, atap tempat tinggal mereka juga sering bocor, namun mereka bahagia.

Tirta membantu jadi tukang cuci piring di warteg, sedangkan adiknya suka cari uang di pasar, menawarkan bantuan buat ibu-ibu untuk angkat belanjaan mereka. Hasil uang mereka lalu dikumpulkan oleh Tirta, buat makan mereka sehari hari. Baju bagus, sekolah dan lain-lain sudah tidak mereka pikirkan lagi, yang ada di kepala mereka ialah bagaimana bertahan hidup.

Joanes sendiri kini usianya 12 tahun namun badannya tumbuh tinggi besar. Badan besarnya menurun dari bapaknya yang asli Jerman. Awalnya Joanes sering dipalakin oleh sesama anak-anak jalanan, dia tadinya diam dan memilih mengalah, hingga suatu saat dia melihat kakaknya juga dipalakin oleh anak seusia 15 tahun, disitulah emosinya Joanes meledak. Tonjokannya ternyata memang sakti dan ampuh, maklum badannya memang bongsor.

Hari-hari berikut berantem dijalan sudah menjadi hal biasa bagi Joanes, dia harus melindungi dirinya dan kakaknya, kecuali berhadapan dengan orang yang badannya lebih besar dan lebih tua, dia masih mikir, namun jika yang sebaya atau dilihatnya masih sepantaran badannya, Joanes tidak segan-segan beradu fisik.

Kakanya sudah menginjak 15 tahun, wajah cantiknya memang menggoda banyak orang, dan Joanes harus bisa jadi pelindung kakaknya. Dia pun sangat bergantung dengan kakaknya dalam segala hal. Dia tidak akan makan jika kakaknya belum pulang kerja dari warteg. Kadang dia menunggu kakaknya pulang di warteg, selepas dia balik dari pasar.

Kadang dia juga membantu Mang Dudung merapihkan gerobaknya jika sore sudah mulai menggelar jualannya di dekat persimpangan lampu merah. Sebagai upahnya dia suka mendapat seporsi nasi goreng yang dia bawa makan berdua dengan kakaknya Tirta.

“ka...apa kita balik ke panti aja..?” tanya Joanes suatu ketika

“jangan De... pasti Papa dan Mama akan ambil kita lagi disana...”

Jones membenarkan juga pendapat kakaknya

“jika diambil lagi nanti kita masuk neraka lagi....”

“ia Kak....”

“Kaka ngga kuat kalo dipukulin lagi...”

Joanes hanya mengiyakan apa pendapat kakaknya

“disini biar susah kita bisa makan, bisa cari uang....”

Joanes akhirnya sepakat dengan kakaknya. Mereka berdua harus bertahan hidup, tidak ada keluarga mereka yang mereka kenal. Dia masih teringat bagaimana sadisnya Papanya Rudi dan Alin jika sudah memukul mereka berdua dengan sadisnya.

Ada adik ibunya yang datang sebenarnya, dia yang mengurus semua asuransi kematian papa dan mamanya, namun setelah semua selesai diurus, rumah peninggalan mereka yang masih statusnya dicicil di bank akhirnya diista bank, mobilnya juga demikian. Sedangkan asuransi kematian setelah selesai diurus malah dibawa kabur oleh adik ibunya, dan kedua keponakannya ini malah dititipkan di panti asuhan.

Selanjutnya kemudian nasib keduanya harus memulai hari-hari mereka di panti asuhan bersama puluhan anak yang memiliki nasib yang sama. Tirta yang dan Joanes yang terbiasa dengan hidup berkecukupan dengan orangtuanya, lalu harus menerima takdir untuk hidup berbagi dengan banyak anak, hidup dengan asuhan dari orang lian, sebelum kemudian diambil oleh suami istri Rudi dan Alin, dan akhirnya berakhir dengan harus ke jalanan akibat ulah dari orangtua angkatnya yang berubah menjadi kejam setelah hadirnya anak kandung mereka.

Di sebuah malam minggu , Joanes masih bermain dengan teman-temannya sesama anak jalanan di perempatan jalan yang ramai. Sesekali mereka kejar-kejaran dekat lampu merah, kadang teman-temannya menengadahkan tangan ke orang-orang yang lewat, sedangkan Joanes memilih duduk atau kadang ikut berkejaran.

“De...balik yuk....” Tirta yang sudah kembali dari warung tempat dia suka bantu kerja memanggil adiknya.

“bentar kak.... main dulu ama teman-teman....” naluri bermain Joanes masih sangat tinggi, dia asyik bermain dan berlarian.

“ih udah malam..... ayo.... Kaka belum nyuci juga....”

“bentar Ka....”

Dia lalu menghampiri kakaknya, memberi uang hasil kerjanya di pasar sebesar 10 ribu.

“tadi aku jajan sosis 1000 yah.....”

Tirta menerima uang dari adiknya, lalu memasukan ke kantong celanannya yang lusuh.

Dia lalu duduk diam, kantong nasi dari warung yang dipegangnya lalu dibukanya. Dia duduk di pinggir trotoar dan di dekat pagar agar tidak tersenggol orang yang lalu lalang. Dia membuka nasinya, lalu berteriak ke adiknya kembali

“De....makan....”

“iya Ka.....”

Joanes lalu menghampiri kakaknya. Sebelum makan, mereka berdua lalu lalu duduk bersama, melipat tangan, dan kemudian Tirta tersenyum ke arah adiknya....

“doa yuk.....”

Joanes menganggukan kepalanya

“Tuhan, terima kasih atas berkatMu hari ini...berkati makanan kami agar menjadi kuat baru bagi kami.... terima kasih Tuhan..... Amin.....”

“amin....”

Mereka tersenyum, lalu Tirta membuka bungkusan untuk adiknya, dia juga membawa kantong plastik berisi air minum, lengkap dengan sedotan untuk mereka minum. Lalu dengan sendok plastik dia menyuapi adiknya.

Joanes makan, sambil kemudian berlari lagi ke arah temannya, dan saat dia ingin disuapi lagi dia balik ke arah kakaknya. Mereka makan dengan sendok dan kantong makan yang sama, jadi kantong yang satu lagi bisa mereka hemat untuk makan malam jika lapar di gubuk mereka.

Tiba tiba.......

Suara sirene mobil satpol PP terdengar. Ini momok bagi para anak jalanan dan para penderita masalah sosial yang tinggal dijalan. Mendengar suara sirene dan sekelompok satpol PP yang berlari ke arah mereka, semua anak-anak segera berhamburan berlari. Termasuk Joanes.

“ayo Ka.....”

Sial bagi Tirta, dia yang sedang makan dan mencoba untuk lari, malah tertangkap oleh para petugas

“kaka.....” teriak Joanes...

“adik...tolong Kaka....

Dengan cepat Joanes berlari ke arah para petugas untuk menyelamatkan Kakaknya. Dengan cepat dia memukul salah satu petugas, tapi karena banyaknya petugas, dengan mudah dia diringkus. Tirta berteriak malihat adiknya ikut ditangkap.

Dengan licinnya lalu Joanes mampu berontak dan melepaskan diri, dia segera lari menuju gang yang kecil disamping bangunan besar yang sering dipakai merteka untuk masuk ke tempat persembunyian.

Dia sejenak balik dan melihat Kakanya meronta ronta

“kakak......” teriak Joanes kencang

“lari De....lari.......” ujar Tirta ditengah teriakan para petugas

Joanes bingung

Tiba-tiba tangannya ditarik oleh kawannya Bedu

“ayo....jangan sampai ketangkap....”

“kaka aku.....”

“ngga usah dipikirin...nanti juga dia balik...tapi kita jangan sampe ketangkap....”

Sempat Joanes melihat wajah kakaknya Tirta yang meronta sambil menangis...

“lepasin aku...lepasin....kasihan adikku.....”

Joanes bingung.....antara mau selamatin kakaknya atau lari

“mereka banyak...ngga akan mungkin bisa lu...ayo...” teriak Bedu lagi.....

Airmata Joanes tumpah melihat Kakaknya Tirta berontak sambil ditarik petugas dengan kasarnya dan dinaikan di mobil satpol pp. Dia hanya bisa menangis sedih dan bingung, ingin rasanya dia kembali dan mengejar mobil satpol PP untuk mengambil kakaknya, namun melihat banyaknya petugas yang tidak segan-segan memukuli mereka, dia pun terdiam dan hanya melihat dari kejauhan.



*********************​

Malam itu Joanes tidak bisa tidur, dia terpikir tentang kakaknya, dan semalam dia hanya bisa menangis. Untuk pertama kalinya selama dia hidup 12 tahun di dunia ini, dia terpisah dengan kakanya. Air mata dan dan kebingungan menjadi temannya semalam ini. Rasa lapar dan haus tidak dia perdulikan lagi, dia hanya rindu dan ingin bertemu kakaknya Tirta.

Besok paginya, dia kembali ke perempatan tempat Kakaknya ditangkap tadi malam. Dia berharap Ka Tirta sudah pulang, dan dia duduk seharian disitu menunggu, sambil menahan lapar dan haus, dia tetap berdiri dan menunggu, namun harapannya sirna.

“makanya lu..... rasain...kaka lu ngga ada.....”

Dia hanya diam saat Pono, anak yang dibilang kepala geng anak remaja disitu meledeknya

Dia terdiam dan hanya merenung, menahan lapar, namun rasa ingin bertemu Kakaknya lebih kuat dibanding rasa lapar. Hingga sore hari dia masih menunggu.... tapi Tirta tetap tidak muncul.....

Mang Dudung yang tahu kronologis cerita bahwa ada beberapa anak yang tertangkap tadi malam, jatuh iba melihat Joanes yang termenung menangis dan menunggu kakanya, dia lalu memberikan roti dan air minum yang ada di gerobak nasi gorengnya. Dia kasihan melihat anak itu yang kini sebatang kara, setelah kakaknya tidak ada lagi.

“sana pulang....nanti juga kalau kakamu pulang pasti cari kamu....”

Joanes terdiam.....

Dia masih menunggu sambil sesekali menyeka airmatanya.

Hingga pukul 22.00 malam, Tirta tetap tidak datang dan menampakan dirinya, akhirnya Joanes pun pulang ke gubugnya.... hampir 24 jam dia tidak tidur, dan malam itu sambil sesenggukan menahan tangis, dia akhirnya terkapar dalam tidurnya, kelelahan menunggu kakaknya yang tidak kunjung pulang, dia tertidur dengan beralaskan kardus bekas di gubugnya.



*****************​

Hari berganti hari, minggu pun berganti, harapan Joanes untuk bertemu kakaknya tetap saja tinggal harapan. Kakaknya tetap tidak pulang. Hidup yang keras dan kadang jahat untuk anak-anak jalanan seperti dirinya, membuat mau tidak mau ia harus menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup.

Selama ini dia selalu ada kakaknya yang kasih makan, mencuci bajunya, memandikannnya. Kini dia harus hidup sendiri. Cari uang sendiri, cari makan sendiri, dan bertahan hidup sendiri. Dia kembali seperti biasa memulai tugasnya cari uang dipasar, kadang dia ikut mencuci piring di warung dan bantu angkut-angkut di pasar, atau malamnya membantu Mang Dudung mencuci piring atau mengantar pesanan buat yang makan nasi goreng, sebagai imbalannya dia suka dikasih uang dan nasi goreng buat makan malamnya.

Impian dan harapannya untuk bertemu Tirta rasanya semakin menipis, Kakaknya yang ditunggu tetap tidak kembali.

“mungkin dibawa ke panti rehabilitasi sosial....” ujar Mang Dudung

“dimana itu Mang?”

“wah Mamang ngga tau dimana....”

Joane terdiam

“aku mau kesana...”

“jangan....lagian belum tentu dia disana...taunya di panti yang lain....bukannya bertemu malah lu ikut ditangkap dan malah tambah jauh.....”

Joanes kembali hanya bisa terdiam..... air matanya menetes mengingat kakaknya.... dia sekeita menyesali dirinya, kenapa waktu diajak kakanya pulang malah dia masih main dengan temannya. Mungkin kalau dia ikut anjuran kakanya, mereka belum tentu terpisah seperti sekarang ini.

Wajahnya muram durja..... usia yang masih sangat mentah dan anak-anak, harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa kini dia sendiri menghadapi hidupnya, dan yang main membuat dia sedih dan tenggelam dalam linangan airmata ialah, malam itu bisa jadi malam terakhir dia melihat kakanya Tirta, yang mungkin kelak nanti dia bisa saja akan bertemu nanti, bisa juga tidak akan dia temui lagi.

“kamu harus tetap kuat....” nasehat mang Dudung

Dia masih terdiam dan menangis

“jalanan memang jahat, tapi kita tetap harus hidup.....” ujar Mang Dudung lagi

Pagar tembok di pinggir jalan dan trotoar tempat dia makan dengan Kakaknya terakhir kali sebelum ditangkap, hanya bisa menjadi saksi bisu kesedihan dan airmata Joanes. Pahitnya hidup memnag terkadang tidak meilih siapa laoknya, dan kali ini anak seorang engineer hebat, harus menerima nasibnya jadi yatim piatu, hidup sendiri di jalanan dan menghadapi semua pahit getir hidup sendiri, dan melangkah tanpa ada yang menuntun dirinya.....

Yah... dia harus segera berjalan sendiri, siapa yang akan kasih dia makan? Dia sendiri yang harus mencarinya. Tidak mungkin dia kembali ke rumah Rudi dan Alin, atau kembali ke panti asuhan lagi. Pasti dia akan dikembalikan ke rumah Rudi, dan pasti dia akan babak belur lagi dipukul, apalagi sekarang Kak Tirta sudah tidak ada....

Malam kembali mulai berjalan ke pertengahannya, anak kecil yang masih terlalu kecil untuk menanggung kerasnya hidup, bangun dari trotoar itu, dia kemudian berjalan gontai kembali ke gubugnya untuk beristirahat, dia akhirnya menyadari bahwa percuma dia menunggu disitu, Kakaknya belum tentu akan kembali kesitu, setidaknya dalam waktu dekat ini.
 
Terima kasih updatenya. Semoga sambil nunggu final champion, ada tambahan. Hehehe...
 
Bimabet
Mantap banget nih cerita.......luarrrr biasa...mohon updatex jngn kelamaaan suhu...andai ada novel berbayar, sy mau banget
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd