Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Mengejar Masa Silam

8. PENGHUNI RUMAH TUA

Sella duduk di balik kemudi mobil SUV warna putih yang dikirimkan Donny sebagai pengganti mobil kecilnya. Dalam hati dia merasa bahwa mobil itu terlalu besar, atau mungkin karena dia belum terbiasa saja. Heran, kenapa begitu banyak orang suka mobil model begini, padahal bahan bakarnya lumayan boros dan tak boleh diisi solar murahan, walaupun kita semua tahu beberapa dari mereka memaksa untuk mengisi solar bersubsidi.

Mobil yang sedang dinaikinya ini juga sebetulnya salah satu mobil yang cukup ngeselin kalau di jalan. Apalagi kalau sudah dipasangi lampu strobo yang membuat mobil menjadi seperti pohon natal dan suara ‘totot’ yang menjengkelkan. Mereka pikir suara totot itu membuat takut pengemudi lain ? Suara totot wiu-wiu-wiu itu menurut Sella hanya seperti mainan tembak-tembakan anak kecil. Mungkin pengemudi mobil-mobil yang pake hiasan lampu natal kelap kelip dan totot wiu-wiu-wiu itu masa kecilnya kurang bahagia dan mereka sedang berkhayal menjadi tentara. Eh sekarang malah dirinya disuruh pakai mobil menyebalkan itu sama Donny.

Sore ini dia ingin mencoba keliling kampung dengan mobil barunya, mumpung cuaca sedang cerah tanpa hujan.Bapaknya tadi tak mau diajak, Ramli sedang bekerja di bengkel sejak pagi dan belum pulang hingga sore ini. Terpaksa dia mengemudi sendirian, tetapi dia sudah cukup tahu jalan di kampung ini setelah sebelumnya berkeliling-keliling diantar oleh pemuda yang selalu cengengesan itu.

Mobil menggerung lalu mulai berjalan perlahan menyusuri jalan berbatu yang mengelilingi kampung itu. Lama-lama mobil ini terasa enak juga, tanpa kesulitan dia bisa melewati jalan rusak yang berlubang disana-sini.

Serombongan petani sedang berjalan beriringan dengan seekor kerbau. Melihat mobil yang digunakan oleh sella, mereka langsung menyingkir sambil menatap sebal.
“Permisi….. Bapak-bapak…..” Sella membuka kaca mobil dan memberikan salam serta senyuman termanis yang dia punya hari ini. Bapak-bapak petani yang sebal itu sekarang tersenyum balik sambil menganggukkan kepala masing-masing. Setelah seharian bekerja di sawah bersama kerbau, menyenangkan juga bisa melihat wanita cantik yang seramah itu.

Nah, coba kalau di Jakarta pengguna mobil totot wiu-wiu-wiu kelap kelip itu membuka kaca jendelanya dan memberikan senyum termanisnya, pengemudi lain pasti dengan rela meminggirkan kendaraan. Bukannya malah mendoakan para totot wiu-wiu itu untuk segera ditangkap seperti Jenderal Sumbu.

Sella tertawa sendiri, mungkin jenderal Sumbu dulunya sering tototin orang di jalan dan didoakan celaka oleh orang-orang yang kesal. Sukur…… batinnya.

Mobil terus berjalan semakin jauh dan mencapai batas-batas terluar kampung. Di kejauhan, sebuah rumah tua yang kusam mulai terlihat dari balik pepohonan. Tiba-tiba saja jantung Sella berdetak lebih cepat. Rumah itu menimbulkan kesan seram karena keterpencilan dan ketuaannya, tetapi sekaligus juga membangkitkan rasa penasaran.

Tak seperti sebelumnya, kali ini tak ada suara piano terdengar dari sana. Sella memelankan mobilnya agar suara mesin diesel yang keras itu mengecil. Tapi memang tak ada suara piano terdengar. Pandangan mata sella berkeliling ke seluruh bagian rumah tua itu.

Rumah itu merupakan rumah dua tingkat dengan gaya Victorian yang seharusnya kalau terawat dengan baik akan sangat terlihat indah. Terasnya berlantai batu hitam dengan tiang balok kayu yang dulunya mungkin berwarna putih. Pada teras itu terlihat seorang lelaki yang mengenakan sweater coklat sedang duduk pada kursi kayu berhadapan dengan sebuah laptop di meja. Lelaki itu tak memperhatikan mobil yang lewat karena mungkin terlalu jauh dari jalan.. Halamannya berumput hijau, namun sayang tak terawat sehingga lebih mirip alang-alang. Tak ada pagar yang membatas halaman rumah itu dengan jalan batu yang sedang dilalui Sella, hanya ada pagar tanaman teh-tehan yang juga tak terawat.

Grusakkkkkkkk

Sella mengeluh, karena terlalu asik memperhatikan rumah beserta penghuninya yang serius mengetik maka dia tak memperhatikan jalan dengan baik sehingga mobilnya menabrak pagar tanaman. Sekilas Sella melihat lelaki itu berdiri memperhatikannya. Sella melambaikan tangan lalu menangkupkan dua telapak tangan di dada sebagai permohonan maaf kalau dia telah merusak pagar.

Lelaki itu melangkah turun dari teras dan tergesa-gesa berjalan ke arah Sella yang masih berusaha memundurkan mobil.

“Selamat sore mbak….. Nggak apa-apa ?”

Lelaki itu berusia tiga puluhan seperti dirinya. Rambutnya ikal panjang sebahu, dan menurut Sella lebih tepat kalau didefinisikan sebagai gimbal. Sella jadi teringat para peselancar di Bali yang kurus berkulit hitam dan berambut gimbal. Persis seperti itu, hanya saja yang ini bercelana golf rapi bermotif kotak yang serasi dengan sweater wool yang berwarna coklat. Pipi serta dagu lelaki itu berwarna kehijauan akibat rajin bercukur jenggot dan jambang. Lumayan ganteng, andai rambut gimbalnya dicukur.

“Nggak apa-apa mas, cuman susah mundur.” Sella menjawab sambil terus berusaha memundurkan mobil.

“Tunggu sebentar, sepertinya ada batu nyangkut.”

Lelaki itu mengangkat satu tangannya untuk menyuruh Sella agar tidak ngegas dulu, lalu merunduk mengambil batu yang menghalangi ban belakang.

“Coba lagi.” Katanya.

Sella menekan pedal gas lagi dan mobil berhasil mundur tanpa kesulitan. Dari kaca depan sekarang dia dapat melihat pagar tanaman itu roboh pada bagian yang diseruduknya. Sella merapikan parkir mobil Pajero putihnya di pinggir jalan, lalu mematikan mesin. Dia keluar dan menghampiri lelaki yang masih berdiri disana.

“Maaf mas, pagarnya jadi rusak…. Biar nanti saya ganti untuk perbaikan.”

“Ah… nggak usah. Pagar begini kalau dibiarkan juga akan tumbuh lagi.” Lelaki itu tertawa renyah.

“Tapi….. Ngga apa-apa, nanti saya kasih uang ganti ruginya deh mas.” Sella bersikukuh.

“Mbak nggak terluka ?” Lelaki itu tak menggubris Sella yang ingin memberikan uang, malah lebih khawatir akan keadaan Sella daripada pagar halamannya yang roboh.

Sella baru teringat, dia tadi tak mengenakan sabuk pengaman. Siapa pula yang mau mengenakan sabuk pengaman disini ? Baru sekarang terasa keningnya agak sakit, Sella merabanya dan menemukan sebuah benjolan disana.

“Aww…… aku benjol kepentok setir kayaknya.”

“Coba sini saya lihat….. Oh iya…. Benjol dan memar nih.” Lelaki itu tanpa segan menyibakkan rambut Sella dari keningnya dan mengusap benjol di kening Sella.

“Awww….” Sella mengeluh bukan karena sakit, tetapi sebenarnya karena kesal. Siapa yang tidak kesal dipegang-pegang oleh lelaki yang tak dikenalnya ?

“Hmm… sepertinya harus dikasih minyak tawon. Yuk masuk kedalam dulu, saya ada persediaan minyak tawon dan balsam.” Lelaki itu mengajak Sella masuk ke halaman rumah sambil tak ragu menarik tangannya. Sella semakin kesal ditarik-tarik, tetapi tak dapat menolak karena dia merasa bersalah telah menabrak pagar rumah orang itu.

Mereka melangkah meniti stepping-stone berupa bebatuan yang disusun sebagai tetapakan berbentuk bulat-bulat yang pas untuk diinjak dan dilangkahi.

“Silahkan duduk dulu, biar saya ambil minyak tawonnya.” Lelaki kurus itu tersenyum sambil menunjuk ke sebuah kursi, lalu masuk ke dalam rumah.

Sella duduk pada kursi kayu bermodel setengah lingkaran yang mirip dengan kursi betawi. Kursi itu masih terasa hangat di pantatnya, pertanda lelaki itu tadi duduk cukup lama di kursi. Layar laptop menampilkan aplikasi word processing yang berisi tulisan rapi berbaris-baris.

hangat mentari
kian jingga
seakan engkau
sampaikan pertanda
untuk kulanjut hidup
yang kian rana


Dan aku
Memilih dingin gerimis
Dalam kabut masa lalu
…..


Tulisan itu masih berlanjut dibawah layar, sehingga untuk bisa melanjutkan membacanya tangan Sella terjulur meraih keyboard pada laptop itu. Tepat sebelum telunjuknya menekan tombol berlambang panah ke bawah…..

Plek
Sebuah tangan menutup layar laptop membuat Sella kaget.

“Ini minyak tawonnya.” Lelaki kurus itu mengasongkan sebuah botol kecil berpenutup gabus yang berisi cairan berwarna kekuningan.

Sella menerimanya lalu menitikkan sedikit cairan kuning itu ke telunjuk. Cairan kuning itu terasa hangat pada benjol di keningnya.

“Nah kalau sudah pakai minyak tawon, nanti benjolnya hilang.” Lelaki itu mengasongkan tangan. Sella memberikan botol minyak tawon padanya.

“Hahaha….. Saya Jati… Rangga Jati.” Katanya tetap menerima botol yang kemudian ditaruh di dekat laptop.

“Ooh… saya kira meminta botolnya…. Hahaha.” Sella tersipu malu menyadari kebodohannya. “Saya Sella…” Dua telapak tangan berjabat, hangat.

“Sepertinya kamu bukan orang sini, Sella.” Jati duduk pada stone-wall yang melingkari teras batu.

“Bisa dikatakan begitu, tapi kok kamu nebak dengan tepat ?”

“Kulit kamu terlalu bening untuk jadi petani, baju kamu juga lebih mirip artis Korea.” Pujian itu membuat semburat merah pada pipi Sella.

“Gombal…..” Ujar Sella cemberut namun bahagia. Wanita mana di dunia ini yang tak suka akan pujian ?

Jati tertawa renyah, seperti rengginang yang telah cukup dijemur.

“Kamu yang nulis ini ?” Sella menunjuk ke laptop yang sudah tertutup. Jati mengangguk.

“Kamu juga yang main piano beberapa hari lewat ?|

“Tiap hari.” Jawab Jati. “Kamu bisa ?”

“Apa ? piano ? hmm… dulu sempat belajar tapi nggak sebaik kamu.”

“Gombal….” Balas Jati, mengikuti gaya Sella ketika dipuji.

Mereka berdua tertawa, renyah.
Kali ini seperti biskuit oreo yang manis.

Bersambung

Selamat Tahun Baru 2023 untuk para pembaca setia.
 
9. NEKAT

Tok tok.
Sebuah ketukan halus di pintu kamar membuat bu Angel menegakkan kepalanya.
“Buka aja…” Katanya.

Daun pintu terbuka sedikit, kepala Kristin nongol dari balik pintu kamar.
“Masuk Tin, kenapa ?” Bu Angel membuka kacamatanya dan menaruh pada meja nakas di samping tempat tidur. Dia lalu duduk di pinggir tempat tidurnya.

“Sibuk ma ?”

“Nggak, mama lagi nonton drakor. Tuh papa kamu yang sibuk.” Bu Angel menunjuk dengan bibirnya ke pak Yonas yang sedang sibuk di meja kerjanya dengan setumpuk kertas-kertas.

Kristin masuk ke kamar lalu duduk di sebelah bu Angel.
“Cantik banget mantu mama.” Bu Angel memuji Kristin yang mengenakan baju tidur satin tanpa lengan. Pak Yonas melirik dan terkesiap melihat menantunya, tetapi dia kembari melanjutkan pekerjaannya.

“Justru itu mah yang mau Titin obrolin.”

“Kenapa Tin ?”

Kristin mengeluhkan hubungannya dengan Donny yang setiap hari pulang malam dan selalu cuek baik pada dirinya maupun pada Jimmy anak mereka.

“Titin udah mencoba segala cara untuk menarik hati Donny mah, tapi nggak pernah berhasil. Titin pakai baju seperti ini aja nggak diliriknya.”

“Sabar Tin, dia memang begitu dari dulu. Suatu saat nanti dia pasti sadar.” Bu Angel hanya bisa meminta Kristin untuk bersabar.

“Eh, kaki mama masih suka pegel nggak ? sini biar Titin pijitin.” Kristin menawarkan untuk memijit kaki bu Angel.

“Ah… bener nih Tin ? kebetulan mama dari kemaren memang pegel-pegel.”

“Ya udah, mama telungkup deh biar Kristin pijitin kakinya.”

“Puji Tuhan…. Pah, Mantu mama baik sekali….” Bu Angel merapikan tempat tidur lalu tengkurap. Pak Yonas hanya melirik sekilas lalu kembali ke pekerjaannya. Hatinya berdebar karena sekarang dia sudah tahu bagaimana Kristin pandai sekali menarik hati seseorang untuk mendapatkan keinginannya.

“Pakai lotion aja ya mah, jangan pakai minyak.”

“He’emh…. “ Bu Angel memejamkan matanya menikmati pijatan tangan halus sang menantu pada betisnya yang pegal. Kristin duduk bersimpuh di ujung kaki Bu Angel sambil mengurutkan jempolnya pada otot betis bu Angel dari bawah ke atas secara perlahan.

“Mmmmh….. Iya Tin, disitu.” Bu Angel mengarahkan sang menantu.

“Mah….”

“Ya sayang….”

“Titin bosan di rumah.” Kristin dari sejak kecil memang pandai memijat, dulu papanya hampir tiap malam meminta Kristin memijati kakinya. Papa kandung Kristin yang bekerja sebagai petugas pengatur lalu lintas sering pulang ke rumah dalam keadaan kecapekan karena kebanyakan berdiri.

“Nanti kita jalan-jalan berdua yuk ke mall. Nah itu juga pegal Tin.”

“Titin mau kerja aja mah, boleh nggak ?”

“Kerja ? dimana ?”

“Donny kan kerjanya cuma kumpul-kumpul aja sama temen-temen club mobilnya mah, sementara kan Kristin punya ijazah sarjana bidang bisnis.”

“Terus… ?”

“Kristin mau menggantikan Donny di kantor papa aja, boleh kan mah ?”

Bledar…. Perkataan Kristin terdengar seperti geledek di telinga Pak Yonas yang langsung menghentikan pekerjaannya dan memutar kursi hingga duduknya menghadap pada Kristin. Mata Pak Yonas langsung melihat ke kaki Kristin yang memperlihatkan kemulusannya hingga nyaris ke pangkal paha karena Kristin duduk sembarangan.

“Jimmy gimana Tin ?”

“Kan ada suster. Titin butuh banget pengalihan pikiran mah, bawaannya sedih terus sekarang ini.” Kedua tangan Kristin sekarang meremas-remas buah betis bu Angel, membuat bu Angel menjadi ngantuk.

“Coba kamu tanya papa deh kalau itu.” Bu Angel semakin tenggelam dalam kenikmatan pijatan Kristin dan semakin mengantuk.

“Boleh kan pah ?”

Sembari bertanya pada Pak Yonas, Kristin merubah posisi duduknya menjadi merangkak dengan lutut berada di samping kaki Bu Angel dan tangannya meremas-remas betis mertuanya itu.

Mata Pak Yonas disuguhi bulatnya pantat Kristin yang terarah kepadanya dengan baju tidur pink berbahan satin tertarik keatas hingga sebagian celana dalamnya terlihat cukup jelas.

“Pah…” Panggil Kristin lagi sambil menoleh ke belakang tubuhnya yang merangkak.

“Ehm…. eh…” Pak Yonas sedikit gelagapan karena kedapatan memandang pantat Kristin.

Kristin tersenyum manis sekali pada Pak Yonas, kemudian dengan sengaja Kristin menggoyangkan pantatnya untuk menggoda sang mertua.

“Eh…. boleh… boleh….” Pak Yonas langsung memutar kursi lagi lalu berkutat kembali dengan kertas-kertas kerjanya.

“Tuh mah… kata papa boleh….” Kristin terus meremas-remas betis bu Angel turun naik.

“Hmmmm…… “ Bu angel hanya bergumam tak jelas.

Kristin pindah ke kaki bu Angel yang satunya lagi dengan tak lupa mengoleskan lotion terlebih dahulu. Jemarinya yang halus mulai menguruti betis itu dari bawah keatas. Dia sekarang duduk lagi dengan satu kaki terlipat dibawah pantatnya, dan satu kaki lagi dilipat hingga lututnya beradu dengan dada.

“Pah… Kristin nanti posisinya apa ?”

Pak Yonas hanya menolehkan wajahnya tanpa memutar badan, matanya menangkap selangkangan Kristin terbuka lebar.

“Empuk….. Eh…… posisi yang eh…. Posisi enak lah.” Serba salah juga menjawab pertanyaan menantunya itu.

“Ehm… Direktur keuangan aja ya pah, jadi nggak sabar.” Kristin makin nekat membuka pahanya lebar-lebar.

“Eh… kan itu jabatannya Donny Tin.” Pandangan mata Pak Yonas semakin lekat.

“Donny pindahin ke humas aja pah, kan dia cocok di humas daripada keuangan.” Tangan Kristin dengan sengaja menggaruk selangkangannya. “Duuh… gatal…” katanya.

“Iya… nanti papa pikirkan.” Setelah menjawab, Pak Yonas langsung menatap kembali kertas kerjanya walaupun pikirannya masih di selangkangan Kristin yang terbuka lebar.

“Mah…. masih pegal ?”

Pertanyaan Kristin tak mendapat jawaban karena bu Angel sekarang mendengkur halus, tertidur. Kristin terus memijati betis dan paha bu Angel hingga dengkurannya semakin keras. Kristin sangat tahu kelemahan orang-orang yang sudah berusia 50an biasanya mengantuk dan tertidur pulas kalau kakinya dipijit. Pengalaman Kristin memijat papa kandungnya telah membuatnya begitu hafal dan dia selalu sengaja membuat papanya tidur saat dipijat agar dia tak terlalu lama melakukan pijatan.

Apalagi ketika Kristin mulai memijat telapak kakinya, Bu Angel sudah tak ingat apapun karena sangat pulas.

“Papa mau dipijat ?” Tanya Kristin pada Pak Yonas.

“Eh… nggak Tin, makasih…..”

Tetapi Kristin tak perduli akan jawaban Pak Yonas yang sekarang tak mau melihat ke arahnya dan terus memandang kertas kerja. Kristin bangkit dari tempat tidur meninggalkan Bu Angel yang lelap dalam posisi telungkup. Perasaan Pak Yonas tak menentu, sebagian dari dirinya menginginkan pijatan Kristin tetapi logikanya mengatakan bahwa ini hanyalah akal-akalan Kristin untuk mendapatkan keinginannya.

“Pasti ini pegal ya pah ? papa sih kerja terus.” Tangan halus lentik itu memijati pundak Pak Yonas.

“Tin….. nggak usah….” Pak Yonas menggerakkan bahunya untuk menghindari pijatan Kristin tetapi Kristin malah memutarkan kursi Pak Yonas hingga mereka berhadapan.

“Papa nggak mau dipijat ? maunya diapain pah ?” Wajah Pak Yonas berhadapan dengan dada Kristin. Dari jarak dekat itu Pak Yonas yakin kalau Kristin tak mengenakan beha.

“Sini Titin urutin punggungnya ya pah.” Tangan Kristin menyelinap ke belakang tubuh Pak Yonas sehingga tubuh Kristin yang berdiri semakin dekat pada wajahnya. Pijatan Kristin memang terasa enak di punggung, Pak Yonas mengakui keterampilannya.

“Ahhhh….” Hembusan nafas pak Yonas terasa hangat di dada Kristitn.

“Papa seneng ?”

Pak Yonas tak menjawab, sebetulnya bukan tak menjawab melainkan tak bisa menjawab karena dada Kristin sekarang menempel pada wajahnya. Kristin masih memijati punggung Pak Yonas, kedua tangannya melewati bahu Pak Yonas.

Aroma tubuh perempuan muda yang menjadi menantunya itu sungguh enak, apalagi ketiak Kristin terbuka lebar menguarkan hormon.

“Besok Titin mulai kerja ya pah ?” Kristin bertanya sambil kedua kakinya naik ke kursi satu per satu. Wajah mereka berhadapan.

“Tin….”

“Besok Titin kerja satu ruangan sama papah….” Wajah Kristin mendekat, harum aroma nafasnya yang hangat merasuki saraf-saraf penciuman Pak Yonas.

Dan bibir Kristin menempel pada bibir Pak Yonas yang terpaku diam tanpa bergerak di kursi kerja putar.

“Mmmh…..” Kristin mengecup bibir bawah Pak Yonas.

“Terus….. besok kita ke notaris ya pah….. Mengesahkan kepemilikan saham Jimmy.”
Pak Yonas mengeluh, dia tadinya hanya membuat surat pernyataan bahwa dirinya memberikan lima puluh persen kepemilikan sahamnya pada Jimmy, sang cucu. Tetapi rupanya Kristin memang pandai dan sangat paham bahwa tanpa pengesahan dari notaris surat itu tak berarti apa-apa.

Kecupan bibir Kristin mendarat di leher pria berusia 55 tahun itu. Pak Yonas tak tahan lagi, lengannya langsung memeluk tubuh Kristin yang sedang duduk di pangkuannya. Sesekali matanya melirik pada tubuh istrinya yang tengah lelap di tempat tidur. Dengkurannya semakin terdengar keras.

“Selain kita, siapa lagi pemilik sahamnya pah ?” Jemari Kristin dengan lihay melepas kancing kemeja Pak Yonas satu per satu hingga seluruhnya terlepas.

“Eh…. Pak Robert….. Nggh…. 40 persen…..” Kaki Pak Yonas berkejat-kejat menahan geli yang nikmat atas kecupan bibir Kristin di dadanya.

“Jadi ….tadinya papa punya 60 persen…. Dan Pak Robert 40 persen ya ?” Kaki kristin mulai turun ke lantai, bibirnya mengecupi perut Pak Yonas.

“He’eh…. Ngh….” Sekilas mata Pak Yonas melirik lagi pada istrinya, lalu menunduk melihat Kristin yang sedang membuka kancing dan ritsluiting celana Pak Yonasa.

“Berarti nanti pak Robert 40 persen…. Papa 30 persen…. Jimmy 30 persen, gitu ya ?” Mata Kristin tengadah dan mereka bertatapan.

“Eh.. iya…”

“Jadi malah lebih besar Pak Robert dong kepemilikan sahamnya….” Komentar Kristin.

Otak Pak Yonas tak mampu berhitung lagi saat kepala kejantanannya yang berukurran jumbo masuk kedalam mulut menantunya itu.

“Nggh……” Jawabnya.

Bibir Kristin terbuka lebar dimasuki kepala kejantanan Pak Yonas. Mata mereka tetap bertatapan. Kristin menggila…… kepala kejantanan itu dikelomoti oleh lidahnya yang lembut, dari sudut bibirnya meleleh air liur yang jatuh melalui dagu.

“Bhabha… huka… ? henyak bah ?” Pertanyaan Kristin sungguh tak jelas, tetapi Pak Yonas paham pertanyaan Kristin yang maksudnya adalah “Papa suka ? enak pah ?”

Pak Yonas mengangguk, lalu melirik lagi pada istrinya.

“Henang bah… mwamwa buylas….” maksudnya ‘tenang pah, mama pulas.’
Satu tangan Kristin memegang pangkal batang kejantanan Pak Yonas dan mengocoknya naik turun. Bibirnya mengulum kepala kejantanan keluar masuk dari mulutnya yang nyaris tak cukup besar.

“Tin…… aduh….”

Kristin tersenyum dalam hatinya, lalu dengan tatapan yang semakin binal menggoda kejantanan itu ditelannya hingga tenggorokan.

“Khhhhhh… khhhh…. Khhhhh…..” Tenggorokan Kristin yang kecil nyaris pecah, tetapi efeknya pada Pak Yonas ternyata luar biasa. Mata Pak Yonas terpejam, dia belum pernah menikmati yang seperti ini.

Tangan kiri Kristin sekarang meraih buah pelir dan meremasnya pelan, tangan kanan tetap mengocok pangkal batang kejantanan besar itu, mulutnya penuh, tenggorokannya menjepit.

“Ahhhhhhhhhhh.” Tiba-tiba Kristin melepaskan semuanya sambil menarik nafas lega, Pak Yonas membuka mata.

“Tin….. jangan disi…. Aaaaahhhh.” Bibir Kristin yang ranum terbuka lagi dan langsung mengulum.

“Aaaaaah……… ahk… akh…” Pak Yonas tak mengira bahwa Kristin akan mengulum kembali bahkan kejantanannya masuk lebih dalam di tenggorokan Kristin. Setiap kali Kristin melakukan gerakan menelan ludah, kepala burung Pak Yonas serasa dipijati.

Kocokan tangan Kristin semakin menggila, tetapi ketika Pak Yonas hampir ejakulasi Kristin melepas lagi semuanya.

“Uh…..” Pak Yonas terengah-engah karena merasa kentang, ejakulasinya tertahan. Tubuhnya menggelosoh bersandar pada kursi.

“Papa nakal…..” Kata Kristin, menggodanya sambil tersenyum dan memejamkan mata.

“Kamu……Tin…..”

“Aku pinter ya pah ?”

Pak Yonas mengangguk.

“Belajar dari mana ?”

“Ehm…. rahaaaasia.” Kristin duduk di sudut meja, kakinya mengangkang.

“Kamu….. Binal sekali…… Tin….”

“Tapi papa seneng kan punya mantu kaya Titin ?” Jemari tangan Kristin meraih celana dalamnya lalu disibakkan. Daging yang terbelah itu berwarna kemerahan, basah. Kristin mencolek dengan satu tangan yang lain.

“Ngggh….. Papa mau ini ? jilat pah….”

Bagai kerbau dicucuk hidung, kepala Pak Yonas menghampiri. Aroma khas perempuan yang sedang birahi tercium cukup kuat. Menantunya ini…. Sangat menggoda.

Mulut Pak Yonas bersarang pada belahan kewanitaan menantunya yang mungil, rakus menghirupnya.

“Memek menantu papah….. Enaak kan ?” Kristin menggerinjal-gerinjal karena kumis tajam Pak Yonas menggelitik kelentitnya.

“Udah lama ngga dientot sama anak papah…..”

“Sekarang buat papa ajaaa…..”

Pak Yonas makin menggila, lidahnya menelusup kedalam celah kewanitaan Kristin yang beraroma gurih. Kristin terengah-engah.

“Kumisnya……. Pah…. kum….. Kum… kumis…. Gesekin… di itil akuuuh….” Kumis itu baru dua hari dicuku, sehingga ujung-ujungnya yang baru mulai tumbuh terasa enak saat menusuki kelentit Kristin yang berdenyut.

Wajah Pak Yonas menekan kuat, ujung kumisnya menusuki kelentit Kristin.

“AAAAakkkh……” Tangan Kristin memegang dan menekan agar kumis itu semakin menusukinya.

Dong…. !

Suara dentang jam dari ruang keluarga terdengar cukup keras, membuat mereka kaget. Keduanya langsung sibuk berdiri sambil merapikan baju. Mata mereka menatap bu Angel, takut kalau dia bangun dan memergoki perbuatan kotor itu. Tapi Bu Angel masih tetap ngorok.

“Lagi, pah ?”

Pak Yonas mengangguk.

Kristin menyuruh Pak Yonas duduk di ujung tempat tidur, tadinya Pak Yonas tidak mau tetapi karena Kristin memaksa maka dia akhirnya nurut untuk duduk tepat di dekat kaki bu Angel. Diakuinya, menantunya ini benar-benar nekat.

Kristin jongkok lalu mengulum kembali kejantanan pak Yonas.

“Enyak pah ?”

Pak Yonas mengangguk, walaupun dia tahu Kristin tak melihat anggukannya.

“Siapa …. Yang … ngajarin…. ?”

“Papa mau tau aja, apa mau tau banget ?” Kristin melepas kejantanan itu lalu menatap mertuanya. Pak Yonas tersenyum atas kebinalan menantunya.

“Nanti suatu saat Titin ceritain….”

Hap

Mulut Kristin kembali menyelomotnya, Pak Yonas membatin.

Tak mungkin Titin pinter begini tanpa ada yang mengajari. Siapa yang mengajarinya ?

Kejantanannya ditelan lagi oleh Kristin hingga nyaris masuk semua di tenggorokan. Titin tak melepasnya, terus menelan-nelan agar Pak Yonas merasakan kenikmatan yang teramat sangat.

Siapa sih lelaki yang tak bakal kelojotan diperlakukan seperti itu ? di samping istrinya pula yang tengah lelap tertidur. Rasanya seperti film-film jepang saja.

Pak Yonas juga pasti kelojotan, dan memang benar. Dia kelojotan saat ujung kejantanannya memenuhi tenggorokan kecil Kristin yang menelan-nelan.

CROT….

Kristin langsung menelan cairan yang menyemprot di tenggorokannya.

CROT…..

Kristin menelan lagi, kali ini sambil beradu tatap dengan Pak Yonas.

CROTTTzzz….

Air mata Kristin mulai mengalir, membawa sebagian maskara yang dikenakan titin mengalir ke pipi. Tapi Kristin masih bertahan, sungguh kuat dia menahan nafas.

Crooooooot……

Rasa ngilu mulai terasa pada helm kejantanan Pak Yonas, tapi Kristin terus menelan seakan memijati ujung kejantanannya yang super sensitif.

Crots….

Kejantanan Pak Yonas mulai mengendur, dan rasa linu semakin terasa. Kristin malah mengedipkan sebelah matanya pada Pak Yonas.

Crot.

Tak ada lagi yang keluar, mungkin cuma angin.
Kristin menelan lagi.

“Ooooh…. Ngilu… tin…” Pak Yonas berusaha menyingkirkan kepala Titin dari selangkangannya. Dia merasa ngilu yang teramat sangat.

Crot.

Hanya kedutan, tanpa semprotan. Titin masih saja menelan.

“Aduuh…. Aduh….aduh….” Pak Yonas berkelojotan karena rasa ngilu yang mendera, tetapi menantunya sungguh luar biasa.

Crot..

“Tin…… aah….aaah…” Tubuh Pak Yonas menggerinjal gerinjal dengan cukup kuat, berusaha lepas. Kristin akhirnya melepas kejantanannya.

Nafas Kristin terengah-engah, air matanya mengalir deras. Pipinya sekarang sudah berwarna kehitaman karena maskara yang meleleh terbawa air mata.

Pak Yonas tak bertenaga lagi, dia rebah di samping Bu Angel yang masih mendengkur keras.

“Besok aku mulai kerja pah…..” Kristin berdiri lalu melangkah ke pintu meninggalkan ruang tidur pasangan mertuanya.

Sebelum menutup pintu, Kristin melemparkan sesuatu dan menimpa tepat di punggung Bu Angel.
“Buat papah…..” Katanya sambil tertawa kecil.

Pak Yonas buru-buru mengambil celana dalam kecil yang dilemparkan menantunya itu dari punggung istrinya lalu kebingungan akan dia taruh dimana.

“Daaah papa….”

Klik.

Pintu tertutup.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd