"Dika, antar aku ke villa untuk bertemu klien-klienku." kataku pada Dika yang kebetulan saat itu tidak mengantar Disti ke kantor.
Dika yang sedang melamun di depan rumah, terhentak kaget karena tiba-tiba diperintah olehku.
"Oh iya, nyah. Sekarang?" tanyanya polos.
"Lah ia sekarang. Masa tahun depan. Kelamaan itu." jawabku, dan dibalas cengiran Dika.
Kami berangkat pagi sekali saat itu. Sebenarnya tujuan utamaku bukan untuk bertemu klien.
Tiga jam kemudian, kami tiba di tujuan.
Villa besar itu sepi, para pegawai villa sudah kuliburkan agar di sana tidak ada manusia lain selain aku dan Dika. Yah, villa ini adalah kepunyaan suamiku, si Handoko gendut itu. Si sialan tukang selingkuh itu!
Dika membukakan pintu belakang mobil untukku. Aku keluar dan segera menuju gerbang villa dan membukanya. Gerbang tidak terkunci karena sebelumnya aku sudah berpesan kepada pegawaiku untuk tidak menguncinya.
"Ah segarnya di sini." batinku, saat memasuki ruangan depan. Lalu duduk di atas sofa empuk.
"Dika, kemari. Duduk di sini. Kamu pasti capek setelah berjam-jam nyopir." kataku sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahku.
"Saya di luar saja, nyah. Tidak pantas rasanya saya duduk di sebelah Nyonya." jawab Dika sambil tertunduk. Ia selalu saja memposisikan dirinya sebagai pegawai daripada sebagai calon menantuku.
"Kan sudah kusuruh kamu buat duduk dekatku. Kenapa kamu tidak menurut?" bentakku.
"Oh, iya iya, nyah. Saya ke situ."
Dika setengah berlari menghampiriku lalu duduk di sebelah kiriku.
"Ahh, benar. Kamu sangat mirip dengan dia, Dika. Kenapa kau begitu mirip dengannya, Dika?" kataku tiba-tiba.
Dika melirik padaku sambil mengernyitkan keningnya. “
Maksud Nyonya?" tanyanya.
"Kau tahu, Dika? Sebelum menikah dengan si tua gendut itu, aku sudah mempunyai kekasih yang sangat kucintai. Wajahnya begitu mirip dengan wajahmu. Kamu benar-benar mengingatkanku padanya. Aku kangen dia, Dika." jawabku sambil memegang tangan Dika dan menatapnya.
“Ah.. nyah. Jangan." Dika melepaskan genggaman tanganku. Lalu menunduk kembali. "Nyah, bukannya ada janji dengan klien? Mereka di mana? Kok sepi sekali? Kan biasanya villa ini ramai kalau Nyonya mengadakan pertemuan." tanya Dika beruntun sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Oh iya, ada di ruangan sebelah. Tuh mereka. Ayo kamu ikut aku. Aku gak bisa menemui mereka sendirian." jawabku.
Kami berjalan dan Dika membuntutiku. Lalu kubuka pintu ruangan di depanku. Kusuruh Dika masuk terlebih dahulu, dan aku menyusulnya. Dika terlihat terbengong-bengong sambil berdiri di ujung kasur yang dicover seprei berwarna putih dan bercorak bunga mawar merah yang besar. Matanya mengamati seisi kamar. Ya… aku tidak membawanya ke ruangan yang biasa dipakai meeting, tetapi ke kamar pribadi aku dan si Handoko.
Ceklek… Kukunci pintu kamar dari dalam.
Dika membalikan badan sambil menatapku bingung.
“Lho, nyah? Ini kan kamar? Kenapa kita di sini?" terdengar suaranya sedikit bergetar seperti menahan kaget.
Aku menjatuhkan tasku di lantai, membuka sepatuku, lalu menghampiri Dika dengan pelan sambil membuka satu persatu pakaianku. Mata Dika terbelalak. Ia mundur beberapa langkah sampai terduduk di mentok di tepi ranjang. Dika menatap tubuhku yang sudah tanpa sehelai benang pun. Entah pandangan takjub atau pandangan takut. Matanya lalu menatap mataku, dan kubalas dengan senyuman. Tubuh kami semakin dekat.
"Kau tahu, sayang? Aku ingin merasakan pula bagaimana rasanya berselingkuh. Rasanya menikmati kontol lain selain kontol si Handoko itu. Kau tahu, sayang? Kontol tuanmu itu sudah sering mencicipi memek wanita peliharaannya yang lebih muda dariku. Apa salah kalau aku juga ingin mencicipi kontol lain yang lebih muda dari kontol si bajingan itu?" air mataku menetes karena perkataanku sendiri.
"Ta... Tapi Nyonya, bukan begini caranya bila Nyonya ingin melampiaskan rasa sakit hati. Nyonya bisa lebih mendekatkan diri pada Tuhan." kata Dika gugup. Ia hendak bergeser dan menghindari sentuhanku, tapi aku lebih cepat memeluknya sehingga tubuhnya terdorong dan kami terjatuh di atas kasur. Aku pun langsung menduduki perutnya.
“Tidak, Dika. Kau harus mengikuti mauku yang satu ini. Kau begitu mirip dengan dia. Aku benar-benar menyukaimu dan menginginkanmu. Kamu bisa memilihku daripada anakku."
Dika meronta, menyingkirkan badanku sampai terhempas ke sebelah kanannya. Ia berdiri menatapku yang terlentang di atas kasur. Lalu berjalan cepat menuju pintu. Aku bangkit terduduk.
"Hmmm, Dika. Apa kamu mau aku menelepon tuanmu dan bilang kalau kamu telah melecehkan dan memperkosaku? Dan menyakiti perasaan Disti putriku..?" kataku sambil tersenyum sinis.
Langkah Dika terhenti. Ia membalikkan badan dan kembali menghampiriku. "Jangan, nyah. Jangan!! Nanti aku bisa dipenjara. Aku gak mau masuk penjara." katanya.
"Kalau gitu, layani aku."
Kubuka pakaian Dika satu persatu secara perlahan karena aku tidak mau melewati momen ini begitu saja. Nafasku mulai tersengal karena nafsu birahi, tanganku bergetar melolosi kancing bajunya dan kulempar ke atas lantai. Aku mendengus saat melihat dada bidang Dika, puting payudara langsung mencuat tegang, dan vaginaku mulai terasa gatal.
Kudorong tubuh kekarnya hingga terlentang di atas kasur. Ahhh wajahnya, benar-benar menggoda dengan mimik ketakutan seperti itu.
Kucium wajahnya dengan nafas mendengus penuh gairah, sedangkan Dika hanya terbujur kaku sambil memejamkan mata. Bahkan bibirnya direkatkan ketika kucium dan kukulum. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya, sepertinya ia sedang berusaha untuk tidak melihat dan menyentuh tubuh polosku.
Aku menyeringai melihat sikapnya yang seperti itu. Terlihat sangat menggemaskan. Lalu ciumanku mulai turun menyusur lehernya.
“Arrghhh, nyah.” desahnya.
"Dika, kamu diam saja dahulu, aku yang akan melakukannya di atas."
Kuciumi kembali lehernya, lalu dengan perlahan ciumanku menuju ke bawah, ke arah puting susunya. Kugigit kecil putingnya yang sebelah kanan.
“Ughh, nyah, geli. Jangan, nyah."
Aku tak memperdulikan perkataannya itu. Aku tetap memainkan puting susunya dengan mulut dan jariku bergantian, kanan dan kiri. Setelah puas, aku turun ke bawah menjilati perutnya.
Nafsuku kian menggelegak ketika melihat tonjolan di balik celana panjangnya. Dengan cepat dan kasar kubuka ikan pinggang dan kaitan celananya dan kupelorotkan bersamaan dengan celana dalamnya.
Mataku terbelalak melihat batang kontolnya yang mendongak tegang. Dengan nafas tersengal keplorotkan seluruh celananya dan kulempar sembarangan.
Nafsuku kian menggebu, dan aku kembali merunduk, tujuanku langsung pada kontolnya yang panjang meski ukurannya tidak terlalu besar.
Kutiupi kepala kontolnya membuat Dika meringis dan mendesah, lalu dengan cepat kukecupi dengan bibiku. Dika tersentak. Kulihat matanya terpejam kuat sekali. Hahaha, lucu sekali ini anak. Apakah ini pengalaman pertamanya? Kulanjutkan dengan menjilati kepala kontolnya perlahan. Lalu aku menjilati bagian urat bawah batang kontolnya yang menonjol. Ughhhhh, kontolnya begitu nikmat. Kumasukan ke dalam mulutku, kukocok di dalam mulutku, dan kujilati dengan lidahku.
"Ough, nyah... Jangan, nyah."
Kuabaikan ucapannya, mulutku terus mengoral tanpa jeda, sedangkan jemariku mulai meremasi pahanya. Kujilat kembali keseluruhan kontolnya. Lalu kujilat juga buah zakarnya.
“Aduhh… nyah…Ggeli, nyah. Geliiii tapi enakkkk, nyah..." jerit Dika.
"Kau menyukainya, sayang?" tanyaku sesaat setelah mengeluarkan batang penisnya dari mulutku. "Akan kuberikan yang lebih enak dari ini." lanjutku.
Aku buka paha Dika lebar-lebar, kepalaku menyusup ke arah pantatnya. Ya, aku mencari lubang anusnya. Kujilati lubang anus Dika dengan lembut. Pantat Dika terkentak-hentak ke atas.
"Nyaaaaa, nyah... Am... Ampuunnn nyaaah... I.. Itu enakkk, nyaaah.. Sayaaaa gak kuat." desah Dika sambil menggelengkan kepalanya.
Aku terus menjilati lubang anusnya sambil mengocok kontolnya dengan cepat.
"Nyaaah, nyaaaah sudahhh... Dika ga bisa, nyah. Dika baru pertama kali seperti ini!" katanya sambil sedikit berteriak.
“Iya kah? Hmmmm, kalau gitu, aku akan melakukannya dengan benar agar kamu tidak bisa melupakan pengalaman pertamamu ini. Akan kulakukan dengan penuh perasaan. Biar kamu bisa merasakan nikmatnya ngentot.” dengan ucapan sedikit liar menggoda birahi Dika
Kukangkangi kontol Dika dan secara perlahan kumasukkan ke dalam memekku.
"Aaghhhhhhhh Dikaaaaaaa, panjangnyaaaaa...." teriakku. "Ini mentok Dikkkk..."
“Ughhh.. nyah. Nyaaaaaah... Apa ini?" teriak Dika.
Seluruh batang kontol Dika terbenam dalam memekku, terasa mengganjal dan penuh menyumpal memekku. Aku merasakah sangat nikmat, dinding-dinding memekku berkedut gatal, lubang rahimku berdenyut, dan cairan pelumas mulai merembes.
Setelah menarik nafas dalam beberapa kali, aku mulai menggoyang pantatku ke depan dan ke belakang. Aku ingin kontolnya tetap tertanam semua di dalam memekku, meskipun terasa mentok dan sedikit perih kurasakan.
"Dikk, sialan kau Dikkk. Kon.. ohhhh konttoolllmu nikmat banget, Dikkkk.."
Aku semakin cepat menggoyangkan pinggul dan pantatku. Kugesek-gesek kontol Dika di dalam memekku. Dika terpejam dan seperti menahan sesuatu.
“Nyah.. Nyaaaah… Saya udah gak kuat.. aaaah…." erangnya.
“Keluarkan, sayang, ayo keluarkannn… Sssshh aku juga udah gak kuat lagi." kucoba percepat goyanganku. Tapi tetap dengan gaya maju mundur. Karena ini benar-benar membuatku merasa begitu nikmat.
“Nyaaah, aduhhh, nyaaah.. Sayyy, sayyaaa kelluuuaarrrr, nyaaaaaah......." Dika berteriak keras sekali.
"Aghhhh sayaaanggggg, aku juga keluaarrrr, kontolmu enakkkk..." aku pun ikut berteriak.
Lubang memekku berkedut kencang dan cairan nikmat seakan meledang. Batang kontol Dika seakan membengkak dan terasa panas.
Srrrr…. orgasmeku datang.
Crrrooot… croooot… croooootttt….
Dika menyemprotkan spermanya, menembak pintu rahimku. Nikmatnya tiada terkira, aku mengerang, dan Dika mendesah-desah. Tubuh kami sama-sama bergetar.
Aku tergeletak lemas memeluk tubuh Dika tanpa mencabut kontolnya yang masih terbenam di dalam memekku.
"Kontolmu tegang dan nikmat banget saat pejuhmu muncrat.” kataku dengan nafas tersengal merasakan kenikmatan.
"Nyah, entar kalo Nyonya hamil bagaimana?" tanya Dika. "Saya takut itu anakku. Saya takut tuan mengetahuinya."
“Tenang sayang, aku pasang KB kok." jawabku berbohong dengan bibir tersenyum penuh kepuasaan. Lalu kucium bibir Dika dengan lembut, dalam hati aku berkata, “Aku ingin selalu hidup bersamamu seperti saat ini, semoga benihmu menjadi anak yang kelak akan kita besarkan bersama.”