tandukrusajingga
Semprot Baru
- Daftar
- 12 Apr 2024
- Post
- 29
- Like diterima
- 71
Satu : Seks dengan Mantan Kecengan di depan Suaminya
Tag : Cuckoldry
Sidqi sudah menunggu di lobi ketika aku masuk hotel bintang empat itu. Dia dengan santai memanggil namaku, seperti sudah akrab saja. Kami bersalaman lalu basa-basi. Sidqi banyak bertanya sedangkan aku menjawab seadanya. Aku jelas merasa canggung. Seminggu yang lalu, aku dikontak oleh Agnia, seorang perempuan yang pernah kutaksir ketika kuliah. Aku sempat curiga pada Agnia. Kukira dia akan menawarkan MLM, ternyata dia menawarkan hal yang lebih gila. Dia ingin aku berhubungan intim dengannya di depan suaminya. Aku, yang saat itu pusing karena kerjaan dan kesepian, jelas mau. Namun bisa saja ini modus penipuan. Dengan hati-hati, aku ikut arus pembicaraan yang diarahkan Agnia. Dia memperkenalkan suaminya, dan menjelaskan teknis pertemuan. Dua hari kemudian, kita deal untuk bertemu di hotel.
“Kenapa pengen diewe di depan suami?” tanyaku penasaran.
“Butuh refreshing. Suamiku pengen liat istrinya digarap orang, aku ingin ngerasain orang lain. Karena cocok, dicobain deh,” jawabnya to the point.
“Kenapa aku?” sekali lagi aku bertanya.
“Aku tahu kamu pernah naksir sama aku. Masih single juga, kan? Gimana? Kalau engga mau, aku tawarin ke yang lain.”
“Eh, jangan gitu dong. Aku butuh info tambahan biar jelas aja.”
“Oke, Jadinya mau, kan? Nanti kita ketemu di hotel. Entar aku kabarin alamat dan lain-lainnya.”
Aku ke hotel dengan membawa perlengkapan lengkap seperti mau perang. Dalam tote bag kain, ada kondom, obat herbal biar tahan lama, dan pakaian ganti. Saat di lift sebelum ke kamar, aku jadi ingat modus pencurian organ yang sering memakai hotel sebagai tempat kejahatan. Biar tidak berpikir aneh-aneh, aku membayangkan tubuh Agnia yang akan kutemui di kamar hotel. Penisku mengeras.
Pintu kamar hotel terbuka. Agnia sedang berdiri menghadap jendela sambil memakai baju dan celana pendek.
“Loh, sudah sampe? Aku belum ganti baju.” kata Agnia sambil tertawa. Ia menyalamiku.
Tidak ada yang berubah darinya meskipun beberapa tahun sudah berlalu. Parasnya masih cantik. Lesung pipit yang manis masih muncul di pipinya saat tersenyum. Dadanya, yang besar dan sering kubayangkan meremasnya, terlihat menonjol dari kaus itu. Dia tidak memakai beha. Putingnya kelihatan. Aku menelan ludah.
“Siap-siap saja dulu,” kata Sidqi. Dia kemudian duduk di kursi yang menghadap tepat ke ranjang.
“Bersih-bersih sana. Hari ini gerah banget. Biar seger pas kita main,” kata Agnia sambil tersenyum menggodaku. Aku menurut. Aku ke kamar mandi, melepas pakaian, lalu mandi biar bersih. Bagian badan yang biasanya bau kugosok. Aku juga memakai sedikit parfum dan berkumur-kumur dengan mouthwash.
Sekeluarnya dari kamar mandi, yang menyambutku adalah Sidqi yang duduk di kursi samboil setengah telanjang dan Agnia yang sudah memakai lingerie hitam berenda semi transparan. Mataku langsung mengarah ke belahan dadanya.
“Sini. Jangan malu-malu,” tangan Agnia menepuk bagian ranjang yang kosong, memberi isyarat untukku duduk di sampingnya. “Anggap saja Mas Sidqi tidak ada. ”
Rasanya aneh, tapi birahiku sudah tidak tertampung, jadi aku menurut saja. Aku duduk di sampingnya. Tangan Agnia langsung mengarah ke kemejaku,.
“Langsung telanjang aja padahal tadi pas keluar dari wc,” katanya sambil membuka kancingnya satu persatu .
“Boleh aku cium?” tanyaku minta izin. Kepala Agnia mendongak, lalu dia tersenyum sambil menggigit bibir. Dia tidak menjawab, tapi dia langsung menyosor bibirku. Aku merasakan bibirnya yang lembut. Kami berciuman. Kepalaku kosong. Aku langsung mendorongnya sampai berbaring. Badannya kutindih di badanku. Agnia berteriak sambil mendesah pelan.
“Agresif, ya.” katanya saat mengambil napas setelah berciuman lama. Aku kembali menciumnya, kali ini kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya yang hangat. Lidah kita beradu. Ludah kita bertukar. Aku bisa merasakan wangi mint yang samar dari mulutnya. Aku ingin merasakan seluruh tubuhnya, pikirku setelah lepas dari ciuman. Bibirku pindah ke lehernya. Aku mencium, menjilat, dan menghisap lehernya. Aku bisa merasakan tarikan napas dan desahan Agnia. Ahhh Ahhh Ahhh.
Sambil menikmati lehernya, aku menarik tali lingerie kanan sampai dada kanannya mencuat. Tanganku langsung merabanya. Empuk, besar, dan bulat. Pelan-pelan aku meremasnya.
“Ah hahaha,” Agnia mendesah dan tertawa geli.
Aku menurunkan tali lingerie sebelah kiri, lalu duduk tegak di atas badan Agnia yang mulai berkeringat. Bintik merah bermunculan di leher dan bahunya. Mataku lekat-lekat memandangi sepasang payudara yang menggoda. “Dari dulu aku pengen megang. Penasaran rasanya gimana,” kataku.
“Hmm. Cobain aja. Mumpung bisa,“ Agnia menggerakkan badannya sampai dadanya bergerak sedikit. Kedua tanganku langsung memegang keduanya, lalu kubenamkan wajahku di sela-sela dadanya. Kuciumi semuanya dari atas sampai bawah. Putingnya kugelitik, dan kucubit pelan.
“Ohhh, wah,” Agnia mengerang.. aku semakin buas. Pelan-pelan kujilati puting coklatnya yang sudah mengeras. Searah jarum jam, melawan jarum jam. Aku bisa merasakan Agnia sedikit menggelinjang. Ia seperti menyodorkan dadanya untuk kunikmati.
Aku membuka lingerienya lalu melemparnya ke sisi lain kamar, dan membuka kakinya lebar-lebar menunjukkan vaginanya yang sudah basah.
“Tahan dulu. Giliran kamu yang berbaring,” kata Agnia sambil mengangkat tangannya.
Aku menarik napas, lalu membaringkan badan. Agnia membuka celanaku, lalu mencium ujung penisku yang mengeras. BIbir lembutnya sangat terasa.
“Wah ada yang sudah engga sabar. Ini sengaja cukuran?” Jarinya bergerak di atas tempat tumbuhnya rambut kemaluan. Aku mengangguk malu. Agnia cekikikan, lalu menjilat penisku dari pangkal ke ujung. Aku merinding. Kemudian Agnia memasukkan penisku ke mulutnya. Hangat dan basah. Pelan-pelan dia menggerakkan kepalanya.
Gilranku yang mendesah. Agnia jago blowjob. Isapannya mantap. Lidahnya menari-nari di sekeliling penisku. Jari-jarinya juga memainkan testisku. Pinggangku bergoyang mengikuti gerakan kepala Agnia. Setelah melahapnya, ia juga menjepit penisku di antara dua dadanya yang bulat. Mereka bergerak naik turun dengan lincah, sedangkan aku mati-matian menahan orgasme.
“Engga pake kondom?” tanyaku saat Agnia tiba-tiba mengarahkan penisku agar masuk ke vaginanya.
“Aman. Keluar di dalam saja.” Di saat yang sama, penisku berhasil masuk ke dalam vaginanya yang sudah basah.
“Nghh…Ahh”. Agnia bergerak naik turun. Matanya memejam. Gerakannya kian cepat. Jepitan vaginanya mencengkeram penisku. Dadanya memantul di depanku. Aku terbawa arus kenikmatan dan ikut mendesah bersama Agnia. Tanganku meremas dadanya. Desahan Agnia kian keras.
“Doggy,” kataku saat Agnia beristirahat. Agnia mengangguk dan berganti posisi. Suaminya, yang kulupakan kehadirannya, muncul di pandangan. Aku mengabaikannya. Aku berdiri, lalu memandangi punggung Agnia yang kini sedang nungging. Vaginanya sudah siap untuk digenjot. Pelan-pelan aku memasukkan penisku sampai masuk sepenuhnya. Kupegang pinggangnya, lalu aku mulai bergerak maju mundur.
“Ahhh.Ahhh.Ahhh.Terus. Enak…Enak…” Desahan Agnia menggema di kamar. Suaranya seperti musik. Aku mengeraskan genjotan, dan meremas dada Agnia dari belakang. Sesekali aku mencium leher dan punggungnya.
“Aku mau keluar sebentar lagi, ganti posisi,” kata Agnia di tengah-tengah desahan. Punggungnya penuh keringat, Aku menjilatnya. Agnia mendesah sekali lagi.
“Sini,” Agnia bangkit dari ranjang, lalu nungging di depan suaminya. Tangannya berpegangan pada puncak sandaran kursi. Dadanya menggantung sekitar dua senti dari wajah suaminya. Sejak tadi suaminya tidak bersuara. Aku bangkit, lalu berdiri di belakang Agnia. Suaminya tidak bereaksi sama sekali. Pergerakan yang tampak hanya tangannya yang sibuk mengocok penisya.
“Ayo masukin lagi kontolnya. Bisa, kan?” pinta Agnia dengan suara manja. Aku langsung lupa akan kehadiran suaminya. Aku mendekat, memegang pinggulnya dengan tangan kiri, dan mengarahkan penis agar masuk dengan tangan kanan. Setelah masuk, aku kembali menggenjotnya. Kali ini jepitan dinding vaginanya lebih terasa. Penisku seperti diperas saat pinggang Agnia berputar. Desahannya menggila.
“Enak! ahh. ahhh. Mas Sidqi.. Ahhh Lihat! Aku….Ahhh lagi diewe orang lain. Enak banget. AHHHH!” Agnia berhenti bergerak. Kakinya gemetar dan lemas. Muncul cairan menetes dari vaginanya. Aku mempercepat genjotanku. Aku juga hampir orgasme. Tak lama kemudian, spermaku memenuhi vagina Agnia.
“Spermanya angeeet,” lenguh Agnia
Aku mencabut penisku dari vagina Agnia, Badanku juga terasa lemas. Sekilas, aku melihat spermaku yang luber, lalu menetes di lantai dan paha Sidqi. Aku juga melihat sperma yang keluar dari penis Sidqi.
“Nanti kita main lagi,ya,” kata Agnia setelah membersihkan sperma di penis suaminya
Sesuatu bangkit dalam diriku. Aku ingin ngeseks lebih banyak lagi.
Bersambung
Part 2 di Page 1 (Tag : Casual Sex)
Part 3 di Page 2 (Tag: First Time)
Tag : Cuckoldry
Sidqi sudah menunggu di lobi ketika aku masuk hotel bintang empat itu. Dia dengan santai memanggil namaku, seperti sudah akrab saja. Kami bersalaman lalu basa-basi. Sidqi banyak bertanya sedangkan aku menjawab seadanya. Aku jelas merasa canggung. Seminggu yang lalu, aku dikontak oleh Agnia, seorang perempuan yang pernah kutaksir ketika kuliah. Aku sempat curiga pada Agnia. Kukira dia akan menawarkan MLM, ternyata dia menawarkan hal yang lebih gila. Dia ingin aku berhubungan intim dengannya di depan suaminya. Aku, yang saat itu pusing karena kerjaan dan kesepian, jelas mau. Namun bisa saja ini modus penipuan. Dengan hati-hati, aku ikut arus pembicaraan yang diarahkan Agnia. Dia memperkenalkan suaminya, dan menjelaskan teknis pertemuan. Dua hari kemudian, kita deal untuk bertemu di hotel.
“Kenapa pengen diewe di depan suami?” tanyaku penasaran.
“Butuh refreshing. Suamiku pengen liat istrinya digarap orang, aku ingin ngerasain orang lain. Karena cocok, dicobain deh,” jawabnya to the point.
“Kenapa aku?” sekali lagi aku bertanya.
“Aku tahu kamu pernah naksir sama aku. Masih single juga, kan? Gimana? Kalau engga mau, aku tawarin ke yang lain.”
“Eh, jangan gitu dong. Aku butuh info tambahan biar jelas aja.”
“Oke, Jadinya mau, kan? Nanti kita ketemu di hotel. Entar aku kabarin alamat dan lain-lainnya.”
Aku ke hotel dengan membawa perlengkapan lengkap seperti mau perang. Dalam tote bag kain, ada kondom, obat herbal biar tahan lama, dan pakaian ganti. Saat di lift sebelum ke kamar, aku jadi ingat modus pencurian organ yang sering memakai hotel sebagai tempat kejahatan. Biar tidak berpikir aneh-aneh, aku membayangkan tubuh Agnia yang akan kutemui di kamar hotel. Penisku mengeras.
Pintu kamar hotel terbuka. Agnia sedang berdiri menghadap jendela sambil memakai baju dan celana pendek.
“Loh, sudah sampe? Aku belum ganti baju.” kata Agnia sambil tertawa. Ia menyalamiku.
Tidak ada yang berubah darinya meskipun beberapa tahun sudah berlalu. Parasnya masih cantik. Lesung pipit yang manis masih muncul di pipinya saat tersenyum. Dadanya, yang besar dan sering kubayangkan meremasnya, terlihat menonjol dari kaus itu. Dia tidak memakai beha. Putingnya kelihatan. Aku menelan ludah.
“Siap-siap saja dulu,” kata Sidqi. Dia kemudian duduk di kursi yang menghadap tepat ke ranjang.
“Bersih-bersih sana. Hari ini gerah banget. Biar seger pas kita main,” kata Agnia sambil tersenyum menggodaku. Aku menurut. Aku ke kamar mandi, melepas pakaian, lalu mandi biar bersih. Bagian badan yang biasanya bau kugosok. Aku juga memakai sedikit parfum dan berkumur-kumur dengan mouthwash.
Sekeluarnya dari kamar mandi, yang menyambutku adalah Sidqi yang duduk di kursi samboil setengah telanjang dan Agnia yang sudah memakai lingerie hitam berenda semi transparan. Mataku langsung mengarah ke belahan dadanya.
“Sini. Jangan malu-malu,” tangan Agnia menepuk bagian ranjang yang kosong, memberi isyarat untukku duduk di sampingnya. “Anggap saja Mas Sidqi tidak ada. ”
Rasanya aneh, tapi birahiku sudah tidak tertampung, jadi aku menurut saja. Aku duduk di sampingnya. Tangan Agnia langsung mengarah ke kemejaku,.
“Langsung telanjang aja padahal tadi pas keluar dari wc,” katanya sambil membuka kancingnya satu persatu .
“Boleh aku cium?” tanyaku minta izin. Kepala Agnia mendongak, lalu dia tersenyum sambil menggigit bibir. Dia tidak menjawab, tapi dia langsung menyosor bibirku. Aku merasakan bibirnya yang lembut. Kami berciuman. Kepalaku kosong. Aku langsung mendorongnya sampai berbaring. Badannya kutindih di badanku. Agnia berteriak sambil mendesah pelan.
“Agresif, ya.” katanya saat mengambil napas setelah berciuman lama. Aku kembali menciumnya, kali ini kumasukkan lidahku ke dalam mulutnya yang hangat. Lidah kita beradu. Ludah kita bertukar. Aku bisa merasakan wangi mint yang samar dari mulutnya. Aku ingin merasakan seluruh tubuhnya, pikirku setelah lepas dari ciuman. Bibirku pindah ke lehernya. Aku mencium, menjilat, dan menghisap lehernya. Aku bisa merasakan tarikan napas dan desahan Agnia. Ahhh Ahhh Ahhh.
Sambil menikmati lehernya, aku menarik tali lingerie kanan sampai dada kanannya mencuat. Tanganku langsung merabanya. Empuk, besar, dan bulat. Pelan-pelan aku meremasnya.
“Ah hahaha,” Agnia mendesah dan tertawa geli.
Aku menurunkan tali lingerie sebelah kiri, lalu duduk tegak di atas badan Agnia yang mulai berkeringat. Bintik merah bermunculan di leher dan bahunya. Mataku lekat-lekat memandangi sepasang payudara yang menggoda. “Dari dulu aku pengen megang. Penasaran rasanya gimana,” kataku.
“Hmm. Cobain aja. Mumpung bisa,“ Agnia menggerakkan badannya sampai dadanya bergerak sedikit. Kedua tanganku langsung memegang keduanya, lalu kubenamkan wajahku di sela-sela dadanya. Kuciumi semuanya dari atas sampai bawah. Putingnya kugelitik, dan kucubit pelan.
“Ohhh, wah,” Agnia mengerang.. aku semakin buas. Pelan-pelan kujilati puting coklatnya yang sudah mengeras. Searah jarum jam, melawan jarum jam. Aku bisa merasakan Agnia sedikit menggelinjang. Ia seperti menyodorkan dadanya untuk kunikmati.
Aku membuka lingerienya lalu melemparnya ke sisi lain kamar, dan membuka kakinya lebar-lebar menunjukkan vaginanya yang sudah basah.
“Tahan dulu. Giliran kamu yang berbaring,” kata Agnia sambil mengangkat tangannya.
Aku menarik napas, lalu membaringkan badan. Agnia membuka celanaku, lalu mencium ujung penisku yang mengeras. BIbir lembutnya sangat terasa.
“Wah ada yang sudah engga sabar. Ini sengaja cukuran?” Jarinya bergerak di atas tempat tumbuhnya rambut kemaluan. Aku mengangguk malu. Agnia cekikikan, lalu menjilat penisku dari pangkal ke ujung. Aku merinding. Kemudian Agnia memasukkan penisku ke mulutnya. Hangat dan basah. Pelan-pelan dia menggerakkan kepalanya.
Gilranku yang mendesah. Agnia jago blowjob. Isapannya mantap. Lidahnya menari-nari di sekeliling penisku. Jari-jarinya juga memainkan testisku. Pinggangku bergoyang mengikuti gerakan kepala Agnia. Setelah melahapnya, ia juga menjepit penisku di antara dua dadanya yang bulat. Mereka bergerak naik turun dengan lincah, sedangkan aku mati-matian menahan orgasme.
“Engga pake kondom?” tanyaku saat Agnia tiba-tiba mengarahkan penisku agar masuk ke vaginanya.
“Aman. Keluar di dalam saja.” Di saat yang sama, penisku berhasil masuk ke dalam vaginanya yang sudah basah.
“Nghh…Ahh”. Agnia bergerak naik turun. Matanya memejam. Gerakannya kian cepat. Jepitan vaginanya mencengkeram penisku. Dadanya memantul di depanku. Aku terbawa arus kenikmatan dan ikut mendesah bersama Agnia. Tanganku meremas dadanya. Desahan Agnia kian keras.
“Doggy,” kataku saat Agnia beristirahat. Agnia mengangguk dan berganti posisi. Suaminya, yang kulupakan kehadirannya, muncul di pandangan. Aku mengabaikannya. Aku berdiri, lalu memandangi punggung Agnia yang kini sedang nungging. Vaginanya sudah siap untuk digenjot. Pelan-pelan aku memasukkan penisku sampai masuk sepenuhnya. Kupegang pinggangnya, lalu aku mulai bergerak maju mundur.
“Ahhh.Ahhh.Ahhh.Terus. Enak…Enak…” Desahan Agnia menggema di kamar. Suaranya seperti musik. Aku mengeraskan genjotan, dan meremas dada Agnia dari belakang. Sesekali aku mencium leher dan punggungnya.
“Aku mau keluar sebentar lagi, ganti posisi,” kata Agnia di tengah-tengah desahan. Punggungnya penuh keringat, Aku menjilatnya. Agnia mendesah sekali lagi.
“Sini,” Agnia bangkit dari ranjang, lalu nungging di depan suaminya. Tangannya berpegangan pada puncak sandaran kursi. Dadanya menggantung sekitar dua senti dari wajah suaminya. Sejak tadi suaminya tidak bersuara. Aku bangkit, lalu berdiri di belakang Agnia. Suaminya tidak bereaksi sama sekali. Pergerakan yang tampak hanya tangannya yang sibuk mengocok penisya.
“Ayo masukin lagi kontolnya. Bisa, kan?” pinta Agnia dengan suara manja. Aku langsung lupa akan kehadiran suaminya. Aku mendekat, memegang pinggulnya dengan tangan kiri, dan mengarahkan penis agar masuk dengan tangan kanan. Setelah masuk, aku kembali menggenjotnya. Kali ini jepitan dinding vaginanya lebih terasa. Penisku seperti diperas saat pinggang Agnia berputar. Desahannya menggila.
“Enak! ahh. ahhh. Mas Sidqi.. Ahhh Lihat! Aku….Ahhh lagi diewe orang lain. Enak banget. AHHHH!” Agnia berhenti bergerak. Kakinya gemetar dan lemas. Muncul cairan menetes dari vaginanya. Aku mempercepat genjotanku. Aku juga hampir orgasme. Tak lama kemudian, spermaku memenuhi vagina Agnia.
“Spermanya angeeet,” lenguh Agnia
Aku mencabut penisku dari vagina Agnia, Badanku juga terasa lemas. Sekilas, aku melihat spermaku yang luber, lalu menetes di lantai dan paha Sidqi. Aku juga melihat sperma yang keluar dari penis Sidqi.
“Nanti kita main lagi,ya,” kata Agnia setelah membersihkan sperma di penis suaminya
Sesuatu bangkit dalam diriku. Aku ingin ngeseks lebih banyak lagi.
Bersambung
Part 2 di Page 1 (Tag : Casual Sex)
Part 3 di Page 2 (Tag: First Time)
Terakhir diubah: