Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MY DICK

PART 9
Surya tampak ragu mengikuti langkah Bu Susi yang sedari tadi merangkul lengan kekarnya menuju dalam rumah yang berada di lantai satu.

"Ayo masuk Mas Surya ! Kok sampeyan jadi takut gitu sih ? Kan harusnya Saya yang takut sama tikusnya?" Kata Bu Susi dengan logat Jawa yang khas.

"Bukan begitu Bu, tapi Saya nggak enak kalo nanti ada penghuni kos lain yang lihat Saya masuk ke rumah Ibu, apalagi sekarang Pak Agus nggak ada." Jawab Surya, pria gagah itu masih berdiri mematung di depan pintu, enggan untuk kembali melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah .

"Haduuuhh ! Mas Surya ini kok gitu banget sih? Lagian jam segini siapa yang mau lihat? Udah ayo masuk, buruan usir tikusnya, setelah itu Mas Surya boleh balik ke kamar lagi. Nggak lama kok, yang penting tikus dfi kamar mandi itu pergi, Saya bisa tidur nyenyak." Timpal Bu Susi, kali ini dengan sedikit paksaan yang membuat Surya mau tak mau harus menuruti permintaan induk semangnya itu.

Surya perlahan berjalan menuju ke kamar mandi yang berada di ujung ruangan, 30 meter jaraknya dari ruang tamu. Bu Susi menguntit di belakangnya sambilo masih dengan merangkul pergelangan tangan Surya.

"Ini kamar mandinya Bu?" Tanya Surya saat berada di depan pintu kamar mandi.

"Iya bener, buka Mas." Jawab Bu Susi, wanita semok itu melepaskan lengan Surya, langkahnya mundur beberapa langkah, seperti menghindari sesuatu yang mungkin saja akan keluar dari dalam kamar mandi.

Perlahan Surya membuka pintu kamar mandi, gelap, Surya masuk ke dalam kemudia mencari saklar lampu dan menyalakannya. Dilihatnya seisi ruang kamar mandi, kosong, tak ada tikus sebesar anjing yang digembor-gemborkan oleh Bu Susi beberapa saat lalu. Surya menghela nafas panjang, jam istirahatnya terganggu karena prank garing Bu Susi. Surya beranjak kembali keluar dari kamar mandi.

"Tikusnya ngga ad..."

Surya tercekat kaget saat dia sudah berada di luar kamar mandi, Bu Susi telanjang bulat di hadapannya. Tatapan wanita berusia 40 tahunan itu genit menggoda, buah dadanya begitu besar menggantung, tak lagi bulat, tapi cukup bersih dan terawat.

"Bu ! Apa-apaan ini?!" Pekik Surya sambil bergegas berjalan pergi meninggalkan Bu Susi, induk semangnya itu segera meraih lengan kekar Surya.

"Tolongin Ibu, udah 1 bulan Pak Agus nggak ngasih jatah Sur..." Rajuk Bu Susi, Surya yang semakin jengah tampak tak menghiraukan rengekan Ibu kosnya itu.

"Tolong Bu, lepasin tangan Saya, Saya pengen istirahat!" Perintah Surya tegas, tapi Bu Susi tampaknya tak mau menyerah begitu saja. Wanita semok itu semakin merapatkan tubuhnya, berusaha memeluk Surya dari samping.

"Ayolah Sur, masak Mbak Marni Kamu kasih jatah, sementara Ibu kosmu sendiri nggak dapet apa-apa dari Kamu?"

Mendengar itu seketika Surya tampak begitu kaget, bagaimana mungkin Bu Susi mengetahui apa yang telah dilakukannya bersama Mbak Marni, petugas loundry beberapa minggu lalu ? Surya berusaha tenang dan tak terlihat panik.

"Apa maksud Ibu?" Tanya Surya, menyembunyikan kebenaran.

"Alah, nggak usah sok nggak tau gitu. Mbak Marni udah cerita semuanya, Ibu nggak apa-apa kok kalo Kamu ngewein dia, tapi Ibu mohon ewein Ibu juga Sur..." Bu Susi kembali merengek, kali ini tangannya dengan sengaja mengelus-elus area selangkangan Surya yang masih tertutup celana jins.

"Jangan Bu, nanti kalo ada yang lihat bahaya." Surya berusaha kembali menghindar, tapi dia tidak bisa berbuat lebih, terlebih Bu Susi sudah mengetahui rahasia kecilnya bersama Mbak Marni, akan sangat riskan jika Bu Susi menceritakan hal itu kepada orang lain, citranya sebagai pria baik-baik terancam kelestariannya.

"Nggak ada yang bakal lihat Sur, Ibu sudah kunci pintu rumah, semua orang sudah tidur. Kamu layani Ibu sebentar saja ya..."

Seperti kerbau yang dicokok hidungnya, Surya tak bisa berkelit lagi. Pria gagah itu hanya berdiri mematung saat Bu Susi mulai berjongkok di hadapannya dan mempreteli kancing celananya. Tak butuh waktu lama, celana Surya sudah berserak di lantai, penisnya tak tegang sama sekali, meskipun begitu ukurannya sama seperti ukuran penis tegang pada pria umumnya. Bu Susi tersenyum puas saat sudah melihat pusaka Surya yang menggantung pasrah di hadapannya.

"Gede banget Sur kontolmu...." Puji Bu Susi sambil mengelus-elus penis Surya.

"Punya Pak Agus kalo ngaceng ukurannya lebih kecil dari ini..." Lanjut Bu Susi, Surya hanya terdiam tak menjawab, dalam benaknya dia ingin segera menyelesaikan tugas dari Ibu kosnya lalu segera pergi meninggalkannya.

Bu Susi mulai memainkan bibir dan mulutnya, diciuminya penis Surya, lalu perlahan mulai mengulumnya. Surya sama sekali belum terangsang oleh tindakan Ibu kosnya itu, penisnya masih menolak untuk tegang. Tau akan sesuatu yang ganjil, Bu Susi mulai menyedot perlahan ujung penis Surya, sesekali dia jilati lubang kencing pria tampan itu, tangan kanannya juga tak berhenti mengocok perlahan pusaka Surya. Lambat laun, permainan mulut Bu Susi berhasil membuat birahi Surya mulai terpacu. Desahan-desahan kecil mulai terdengar dari mulut Surya. Tau jika lawannya sudah mulai bisa menikmati permainan, Bu Susi semakin intens memainkan lidahnya, tak hanya batang penis saja yang dilahap oleh wanita semok ini, tapi juga dua dragonball milik Surya tak luput dari hisapan mulutnya.

"Ooogghhhh!!! Fuck!!" Lenguh Surya saat Bu Susi menyedot bola testisnya, kedua tanganynya mulai meremas kepala Ibu kosnya itu dari tas. Batang penisnya nyaris menegang sempurna.

"Eeeemmcchhh!!! Eeemmcchhh!!!" Bu Susi berusaha memasukkan seluruh batang penis Surya ke dalam mulutnya tapi gagal, lubang mulutnya terlalu kecil untuk ukuran penis Surya yang super big.

Ingin segera menudahi kegilaan ini, Surya lalu menarik tubuh Bu Susi. Saat Ibu kosnya itu sudah berdiri, Surya mendorongnya ke sisi luar dinding kamar mandi. Kedua tangan wanita semok itu bertumpu pada didinding, Surya berdiri membelakanginya.

"Nungging !" Perintah Surya.

PLAK

PLAK

PLAK

"Aaaghhttt!!! Aaaghhtt!!" Erang Bu Susi saat Surya menampar pantatnya berulang kali.

Surya meludahi penisnya sendiri kemudian mengocoknya untuk beberapa saat sebelum akhirnya menusukkannya ke lubang vagina Bu Susi dari belakang.

"Aaaaaghhhttt!!! Aaduuhhhhh, sesak banget Sur!! Aaaghhttt!! Gede! Gede! Gede banget!!!" Teriak Bu Susi seperti orang kesetanan.

Surya tak ingin membuang banyak waktu, digenjotnya tubuh Bu Susi dari belakang dengan kecepatan tinggi. Bahkan sampai-sampai tubuh Bu Susi terdorong ke depan hingga menyebabkan dada besarnya menyentuh permukaan dinding.

"Eeemmcchh!! Eeemmchhh!!" Desis Surya di tengah gerakan pinggulnya yang maju mundur, penisnya melesak cepat, memenuhi rongga kewanitaan ibu kosnya itu.

"Ooocchhh!! Oocchhhh!! Iya Sur!! Terus!! Aaaacchh!!! Enak banget!!!"

Seperti ingin meluapkan kemarahannya, Surya semakin beringas. Dijambaknya rambut Bu Susi, kaki wanita semok itu sampai berjinjit, tubuhnya seperti melengkung. Surya semakin cepat menggerakkan pinggulnya, teriakan dan erangan Bu Susi sama sekali tak mempengaruhinya, di dalam otaknya hanya ingin segera memuntahkan sperma dan menyudahi permainan secepat mungkin.

"Aaacchhh!! Enak Sur kontolmu!! Aaachhh!!!"

Surya melepaskan jambakan pada rambut Bu Susi, kali ini pria gagah itu memasukkan tiga jari kanannya ke dalam mulut Bu Susi. Ibu kosnya itu menghisap seperti layaknya saat dia menghisap penisnya tadi.

"Eeemmcchh!! Eeemmcchh!!" Dengus Bu Susi , dua buah dadanya bergoyang-goyang mengikuti irama sodokan penis Surya dari belakang.

Surya mulai kehilangan akal untuk segera menyudahi permainan, meskipun dia sudah melakukan penetrasi sekeras mungkin tapi spermanya tak kunjung keluar. Dilepasnya penis dari dalam vagina Bu Susi, kali ini Surya menggandeng tangan ibu kosnya itu menuju ruang tamu.

"Ibu di bawah ya." Kata Surya.

"Aku pengen di atas Sur.." Rengek Bu Susi manja.

"Di bawah aja Bu, Aku udah mau keluar ini." Tegas Surya sambil mengarahkan tubuh Bu Susi ke atas sofa ruang tamu.

"Ah Kamu gitu banget Sur sama Ibu." Protes Bu Susi, wajahnya tampak cemberut karena permintaanya ditolak mentah-mentah oleh Surya.

"Mau dilanjutin nggak nih?" Ancam Surya, dia tau jika Bu Susi tidak mungkin ingin menyudahi persetubuhan ini saat masih dibakar birahi. Kunci permainan dipegang oleh Surya.

"Iya..Iya..Lanjutin." Jawab Bu Susi pasrah.

Baru juga Bu Susi mengangkang, Surya langsung menusukkan batang penisnya ke dalam vagina. Masih seperti tadi, langsung dengan kecepatan tinggi. Penis besarnya langsung melesak masuk, memenuhi rongga kenikmatan Bu Susi.

"Aaaghtt!!! Sakit Sur!! Aaaghhttt!!!" Teriak Bu Susi.

Surya tak ambil pusing dengan teriakan Bu Susi, dia terus menggerakkan pinggulnya maju mundur. Kedua tangannya mencengkram kuat dua sisi pinggul Bu Susi. Tubuh wanita semok itu bergerak ke kiri dan ke kanan, payudara besarnya bergoncang hebat saat Surya menambah kecepatan genjotannya.

"Aaaaachhh!! Aaaacchhh!!!! Anjinggg!! Kontolmu gede banget Sur!!!! EeeemmpphhHh!!

Buru-buru Surya membungkam mulut Bu Susi menggunakan telapak tangannya, karena semakin lama teriakan Bu Susi terdengar semakin kencang, dia tidak ingin teriakan itu membangunkan penghuni kos lain.

"Eeemmphh!! Eemmpphhh!!" Dengus Bu Susi, Surya masih menggenjot tubuhnya dari atas.

Tak berselang lama tubuh wanita semok itu mengejang hebat, bahkan tangan kanan Surya yang menyumpal mulutnya digigit keras-keras, Surya tau jika induk semangnya itu akan mendapatkan orgasme. Tanpa diduga Surya justru memperlambat tempo genjotannya, Bu Susi terbelalak kaget karena orgasmenya yang sudah di ujung nyaris padam tiba-tiba. Tapi itu salah satu cara Surya untuk membuat klimaks Bu Susi segera tuntas, saat Bu Susi merasa Surya sedang mempermainkannya, pria gagah itu langsung menyodokkan seluruh batang penisnya keras-keras.

"Aaargghhtt!!! Aaarghhtt!!" Tangan kanan Surya terlepas dari mulut Bu Susi, wanita binal itu kembali berteriak kencang. Surya tak mau ambil pusing, dipercepatnya lagi gerakan pinggulnya, penisnya kembali keluar masuk di lubang vagina dengan kecepatan tinggi.

Tak lama kemudian, tubuh Bu Susi melentiung ke atas, kedua matanya terbelalak menatap langit-langit lalu disusul dengan lenguhan panjang dari bibirnya. Kedua tangannya mencengkram kuat-kuat lengan kekar Surya yang menyetubuhinya dari atas.

"Oooooocchhh!!! Oocchh!!!!!Aaacchhh!!!!"

Surya buru-buru melepas penisnya kemudian mengocoknya sebentar di atas perut Bu Susi, lalu beberapa saat kemudian lenguhan panjang juga keluar dari mulutnya, bebarengan dengan semprotan spermanya yang meluncur deras membasahi dada dan perut Bu Susi.

"Gila Kamu Sur ! Gila ! Kontolmu kayak kayu, keras banget !" Kata Bu Susi yang masih terlentang lemas di atas kasur, Surya tak menanggapi pujian dari Ibu kosnya itu, dia buru-buru mencari celana jinsnya dan segera memakainya kembali.

"Saya pamit kembali ke kamar ya Bu." Kata Surya beberapa saat kemudian.

"Kok buru-buru banget sih Sur? Nggak pengen ngopi-ngopi dulu?" Bu Susi masih berusaha menahan Surya agar tak tergesa meninggalakan rumahnya.

"Kapan-kapan aja deh Bu, masih ada pekerjaan kantor yang harus segera Saya selesaikan." Jawab Surya berbohong.

"Ohhh, ya udah kalo gitu. Makasih banget ya Sur.." Kata Bu Susi tersenyum puas.

"Iya Bu, sama-sama." Surya buru-buru meninggalkan ruang tamu dan membuka kunci pintu rumah.

*****

"Pulang ! Apa kata Ayah nanti kalau sampai tau Kamu tidak tinggal bersamaku ?"

"Nggak Mas ! Aku udah nggak betah tinggal di rumahmu lagi ! Lagipula Aku sudah besar, Aku bisa menentukan dimana Aku mau tinggal !" Sungut Ranti tak mau kalah, pria di depannya itu menghela nafas panjang, ditatapnya wajah Ranti lekat-lekat, bukan kemarahan yang ingin dia perlihatkan, tapi lebih kepada belas asih seorang kakak kepada adiknya.

"Sebenarnya apa yang terjadi antara Kamu dengan Mbak Nanad?" Tanya pria itu kemudian, nada suaranya sudah tak lagi meninggi.

"Sudahlah Mas, Aku tidak ingin membahasnya sekarang. Lebih baik Mas pulang aja sekarang, Aku tetap ingin tinggal di sini." Jawab Ranti masih dengan menunjukkan raut muka sebalnya.

"Lagipula darimana Mas tau kalo Aku tinggal di sini?! Aku bukan anak kecil lagi yang bisa Kau mata-matai Mas!" Lanjut Ranti dengan emosi meninggi.

"Tidak penting itu ! Darimana aku tau keberadaanmu nggak ada hubungannya dengan masalah kita sebagai keluarga."

"Keluarga katamu? Kau sama saja seperti Ayah dan Ibu ! Nggak pernah mengerti apa mauku !" ranti mencoba menahan airmatanya agar tidak jatuh, wajahnya memerah menahan amarah.

"Aku tau Kau sangat marah karena Aku memutuskan untuk menikah, tapi Aku juga punya hidupku sendiri. Aku harus meneruskan mimpi untuk membangun sebuah keluarga baru bersama anak dan istriku." Ujar Raka, wajahnya lebih kalem, dia tau jika Ranti sedang bergelut dengan kemarahan, menghadapinya dengan emosi meninggi sama saja seperti menuangkan bensin ke atas kobaran api.

"Sudahlah Mas, lebih baik Mas pulang saja sekarang. Mbak Nadia mungkin saja sekarang sedang menunggumu. Keputusanku sudah bulat, Aku tidak mau pulang ke rumahmu lagi, aku ingin tetap tinggal di sini sendiri dan mencoba menyelesaikan semua mimpi-mimpiku tanpa bantuanmu lagi."

"Baiklah jika memang itu keinginanmu, tapi berjanjilah kepadaku untuk menjaga dirimu baik-baik dan selalu memberi kabar kepadaku. Aku tidak ingin disalahkan jika terjadi apa-apa denganmu nanti."

"Tidak akan ada yang menyalahkanmu Mas, lagipula apa yang akan terjadi kepadaku karena hanya tinggal di rumah kos nyaman seperti ini? Kau yang harusnya berhenti untuk terlalu mengkhawatirkanku, Aku sudah besar Mas bukan anak kecil lagi yang harus Kau awasi setiap jam, setiap menit."

"Ya sudah, pokoknya Kau harus tetap mengabariku. Meskipun menurutmu Kau sudah besar dan bisa menjaga dirimu sendiri, tapi ingat pesan Ayah, selama Kau belum menikah, Aku yang bertanggung jawab terhadapmu." Pria ini sepertinya tau watak asli Ranti yang keras kepala dan susah diajak bernegosiasi, memperlama perdebatan sama saja dengan memperpanjang masalah.

Ranti hanya terdiam, wanita cantik itu juga sudah tak memiliki keinginan untuk meneruskan perdebatan dengan kakak kandung satu-satunya, Raka Abimanyu, pria tampan berusia 32 tahun, berprofesi sebagai CEO perusahaan migas ternama di Indonesia. Setelah Raka pergi dari kamar kosnya, Ranti kembali merebahkan tubuh rampingnya di atas ranjang, kedua mata bulatnya menatap kosong langit-langit kamarnya. Ini bukan kali pertama dirinya berdebat keras dengan Raka, sudah puluhan kali hal seperti ini terjadi, apalagi saat Raka memutuskan untuk menikah.

Pernikahan Raka yang tiba-tiba beberapa tahun lalu membuat Ranti merasa diabaikan begitu saja untuk kedua kalinya. Sebelumnya,trauma perceraian kedua orang tuanya saat masih duduk di bangku SMP membuat Ranti begitu posesif kepada Raka, saudara sekaligus kakak satu-satunya. Selepas perceraian, Ranti memutuskan untuk tinggal bersama Neneknya, pun begitu dengan Raka meskipun sebelumnya pria tampan itu sempat tinggal bersama Ayahnya selama 2 tahun. Selepas SMA, Raka akhirnya memutuskan untuk ikut tinggal bersama Nenek, menyusul Ranti.

Hubungan keduanya yang sudah sangat dekat sedari kecil semakin serat tatkala keduanya harus tinggal berdua selepas kematian sang Nenek. Raka bekertja keras membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan Ranti, sementara Ranti belajar tekun agar selalu berprestasi dan berpeluang untuk mendapatkan beasiswa. Keduanya tumbuh menjadi pribadi dewasa tanpa mendapat kasih sayang dari kedua orang tua yang sudah mendapatkan keluarga baru masing-masing. Mungkin hanya sang Ayah yang terkadang menanyakan kabar mereka melalui ponsel, kenyataan ini yang membuat Ranti begitu overprotektif terhadap Raka.

Bahkan, untuk hubungan asmarapun, sang kakak harus melapor kepada Ranti untuk mendapatkan persetujuan. Beberapa kali Raka mengenalkan kekasihnya kepada Ranti, tapi selalu mendapat tanggapan sinis dan tak acuh dari adik kandungnya itu. Standar yang diinginkan Ranti untuk pasangan Raka terlalu tinggi, hal inilah yang membuat Raka sering gonta-ganti pasangan hanya untuk menyenangkan hati Ranti. Bertahun-tahun keduanya bisa menghadapi rasa trauma perpisahan di dalam keluarga, keduanya seperti saling melengkapi kekurangan masing-masing.

Namun semua itu akhirnya hancur berantakan saat suatu hari Raka pulang dan mengenalkan seorang wanita cantik bernama Nadia kepada Ranti sebagai istrinya. Padahal selama ini tak pernah sekalipun Raka menceritakan kedekatannya dengan Nadia, setau Ranti, kakaknya hanya sibuk bekerja keras untuk mencukupi kehidupan mereka berdua. Apalagi pernikahan itu dilakukan karena Nadia sudah terlanjur berbadan dua, mengandung janin hasil hubungannya dengan Raka. Sontak saja hal itu membuat Ranti benar-benar geram terhadap sosok Nadia, baginya Nadia adalah perusak masa depan kakak kandungnya, wanita binal yang ingin memisahkan dirinya dengan Raka.

Raka bukannya menutup mata atas situasi seperti ini, ketidakcocokan Ranti dengan istrinya membuat suasana rumah menjadi sangat canggung. Tak ada lagi gelak tawa antara dirinya dengan Ranti seperti halnya waktu dulu sebelum kehadiran Nadia di dalam rumah. Tapi Raka tidak bisa berbuat banyak, menuruti kemauan Ranti untuk meninggalkan Nadia sama saja dengan melepaskan tanggung jawab atas janin yang sedang dikandung oleh Nadia, darah dagingnya sendiri. Sebisa mungkin Raka mencoba menenangkan hati istrinya yang tertekan akibat sikap berontak yang seringkali ditunjukkan oleh Ranti.

Setelah anak Raka dan Nadia lahir, situasi tak berubah. Hati Ranti sama sekali tak melunak, bahkan semakin menjadi rasa benci terhadap Nadia. Sampai pada akhirnya Ranti diam-diam pergi dari rumah dan memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah rumah kos di dekat kampusnya. Keputusan ini sebenanrnya membuat suasana rumah menjadi lebih tenang, Raka bisa tenang bersama Nadia dan Abimanyu, anak lelakinya yang kini berusia satu tahun. Tapi Raka tidak mungkin membiarkan Ranti hidup sendiri tanpa pengawasan darinya, dia masih merasa sangat bertanggung jawab terhadap hidup adik satu-satunya itu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd