POV Anissa
"Oh gitu. Eh siapa nih ko? Cem-ceman baru? Ci Sheila dikemanain tuh?"
Aku bagai tersambar petir mendengarnya. Ternyata Dave sudah mempunyai pacar. Lagipula kenapa aku harus kaget? Lelaki tampan sepertinya tidak mungkin masih single. Sudah tampan, tinggi, kaya raya, putih. Aku membayangkan seperti apa pacarnya yang bernama Sheila? Pastilah wanita modis, dan juga pastinya cantik dan berkelas. Dari kalangan orang kaya juga.
Ah, buat apa aku memikirkan itu?
Dan kenapa juga aku harus kecewa?
Kami pun menuju ke meja setelah aku bersalaman dengan Ling - Ling. Entah kenapa aku merasa Ling - Ling tidak menyukaiku. Bukan urusanku sih. Toh aku tidak mengenalnya.
"Hey Nis, maafin Ling-Ling ya. Maklum masih bocah" kata Dave kepadaku.
"Nggak apa-apa kok. Cuman kamu kenapa nggak bilang kalo udah punya pacar?" oh kenapa aku harus menanyakan itu padanya? Jangan - jangan Ia bakal menganggapku cemburu padanya. Enak saja. Kata siapa aku cemburu.
"Oh Sheila. DIa lagi kuliah di Amerika. Jadi aku rasa ga perlu diceritain sih." Dave menjawab dengan enteng.
"Trus kamu juga nggak bilang kalo kamu anak pak Sudrajat."
Aduh, apa sih yang ada di pikiranku? Kenapa aku harus meributkan soal itu? Apa aku merasa dibohongi?
"Oh aku kira kamu udah tau dari awal. Lagian nggak ada untungnya juga aku cerita. Aku nggak mau dianggap mendomplang nama orang tuaku." jelasnya padaku dengan santai.
Benar juga sih. Untuk hal ini aku salut dengannya. Setidaknya, ia tidak petantang petenteng di kantor. Toh, dia juga sempat diasingkan ke bagian finance. Dan dia tetap serius belajar hal yang mungkin tidak ia kuasai sebelumnya.
Aku terdiam sejenak dan berkata
"Oh maaf kalau aku kesannya udah marah-marah sama kamu. Ya aku jadi nggak enak juga makan sama anak bos. Sama pacar orang juga lagi."
"Nggak pa pa. Nyantai aja Nis. Kita kan cuman teman kantor. Nggak lebih. Lagian aku udah nganggep kamu kakak ku sendiri kok."
Aku tidak mengerti kenapa hatiku sakit sekali mendengarnya. Apa aku sudah jatuh cinta padanya? Tidak mungkin dan tidak boleh. Satu, karena kami sekantor. Se divisi pula. Kedua, ia sudah punya pacar. Ketiga, ia hitungannya masih atasanku. Keempat, ia sudah punya pacar. Kelima, kami berbeda. Dari suku, agama, dan juga ras. Tidak mungkin mempersatukan kami dalam ikatan yang berbeda seperti itu.
Aku lebih banyak diam setelahnya. Begitu juga dengannya. Aku tak tahu apa yang ada di pikirannya sekarang. Dave terlihat sibuk dengan iPhone nya. Apa dia telah menyesal mengajakku makan malam setelah berbalas pesan dengan pacarnya di Amerika?
Setelah 15 menit kamipun selesai menyantap hidangan. Dave permisi padaku untuk pergi ke toilet. Cukup lama juga ia ke toilet. Aku yang sudah kebelet pun memutuskan untuk pergi ke toilet. Sebelum sampai disana, aku mendengar dan melihat hal yang mungkin seharusnya tidak kudengar.
Dan kenapa hatiku terasa makin sakit?
_________________________________________________________________________________________________________________
Chapter 5:
Di mobil aku merasa Anissa lebih banyak diam. Aku yang tidak suka keheningan seperti ini pun memutuskan untuk bertanya padanya "Nis, kok diam aja daritadi?
"Nggak pa pa. Aku cuman ngantuk" jawabnya.
Aku pun memilih untuk tak bertanya lagi. Mungkin memang dia beneran ngantuk.
20 menit kemudian kami sampai didepan rumah Anissa.
"Dave, makasih ya udah nganterin. Bener-bener jadi ngerepotin banget."
"No problem, Nis. That's what friends are for right? Motor kamu tenang aja udah aku titip ke Pak Diman biar dijagain" balasku padanya.
"Thank you banget Dave. Aku masuk dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Nis" balasku
Anissa pun masuk kedalam rumahnya. Sementara aku melanjutkan perjalanan ku pulang kerumah.
Dalam perjalanan aku entah kenapa terus memikirkan Anissa. Kulihat di kursi sebelah ternyata HP Anissa ketinggalan. Mungkin ia tidak sadar.
Lebih baik kuantar saja. Kasihan, pikirku. Aku memutar balik mobilku dan sepuluh menit kemudian aku pun tiba.
Aku ketok pintu rumahnya dan tak berapa lama pintu pun dibuka. Seorang bapak - bapak. Kurasa ayahnya.
"Malam pak, saya Dave teman kantor Anissa. Hendak mengantarkan HP nya Anissa yang ketinggalan tadi."
"Anissa sudah tidur. Terima kasih sudah menghantarkan HP nya."
"Kalau begitu saya permisi dulu pak. Selamat Malam"
"Malam"
Pintu pun ditutup. Aku beranjak menuju Audi R8 ku. Tampangnya seram juga. Tapi anaknya kok bisa cantik ya? Hehehe.
Ditengah jalan, iPhone ku berbunyi. Aku meraih iPhone ku. Rupanya WhatsApp dari Anissa. Lebih baik kubaca nanti saja. Sialnya saat aku meletakkan iPhone ku, aku tak melihat jalan.
Tiba - tiba saja semuanya menjadi gelap.