Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG MY LOVE JOURNEY 2 (Boski Storys)
- Thread starter D 805 KI
- Start date
noe_bangets
Semprot Addict
- Daftar
- 13 Oct 2014
- Post
- 477
- Like diterima
- 369
Enggak, suhu.. biasa aja kok..
awanmeajaya
Semprot Holic
- Daftar
- 10 May 2012
- Post
- 390
- Like diterima
- 725
Terimakasih sudah aktif lagi
pelisaurus
Pertapa Semprot
- Daftar
- 16 Feb 2016
- Post
- 4.206
- Like diterima
- 17.787
Mantap
Lanjutkan om
Lanjutkan om
malangzen18
Semprot Lover
- Daftar
- 23 Jan 2018
- Post
- 287
- Like diterima
- 229
Syukur Alhamdulillah klo sehat s bossky..
Keluarga juga sehat aja kan bossky..
Semoga d berikan kesehata dan rizkya yang pancar,sama d jauh kan dr segala marabahaya y bossky...
Maskampreters
Semprot Kecil
- Daftar
- 26 Jun 2019
- Post
- 74
- Like diterima
- 126
gak lah mang... masih kok cuma
yah gitu lah
maklum mang... biasa kehidupan.. hahaha
ditambah lagi ga mood nulis bikin mandeg otak...
sering kok nongol kalikali dapat ilham..
eh ternyata ... kok sekarang banyaknya genre yang begono yah yang lg booming disini... hehehe jd pesimis nulisnya
Slow aja suhu....
Setiap penulis sudah ada penggemarnya masing" kok.... Hehehehe
Manfrust99
Calon Suhu Semprot
- Daftar
- 7 Jun 2019
- Post
- 2.518
- Like diterima
- 17.246
Absen dulu om Bos....
SyarifNurullah
Tukang Semprot
- Daftar
- 16 Sep 2019
- Post
- 1.047
- Like diterima
- 2.717
Kapan nie mau updatenya
D 805 KI
Calon Suhu Semprot
My Love Journey 2 – Boski Storys
CHAPTER 1.9
CHAPTER 1.9
POV Rara
Dengan perasaan kesal yang masih mengerogoti hati, aku berjalan cepat menuju toilet sekolah. Atas izin bu Halimah, aku bisa menggunakan toilet guru yang bersih untuk membilas tubuhku yang ‘ketularan bau’ oleh si monyet buluk. Untuk ke sekian kalinya, dia membuat aku kesal. Bagaimana aku tidak kesal! Orang itu benar-benar menyebalkan! Ah, memikirkannya saja sudah membuatku marah.
“Brengsek, si monyet buluk! Gara-gara dia badan gue jadi bau gini, ampe enek nyiumnya!” Aku tak berhenti ngedumel sambil membilas seluruh tubuh dengan air.
Setiap air yang mengalir ke tubuh terasa begitu sejuk, air yang membasahi tubuhku seakan membuatku suci kembali. Semua bau yang nempel di badan sirna terbawa air. Sambil terus menyiramkan air ke tubuh, aku pun berfikir kenapa bu Halimah tak menghukum kami, padahal kami telah membuat onar. Malahan bu Halimah membelikan seragam baru untukku sebagai pengganti seragamku yang tercemar oleh si monyet buluk. Ih, gemes deh mikirin rencanaku yang seharusnya menjadi kesuksesan ajang balas dendam, eh sekarang malah jadi berbalik ke aku sendiri.
Duuukk ... duuukkk ... duuukkkk…! Suara gedoran pintu membuatku tersadar dari sensani nyaman yang kurasakan dari air segar ini.
“Oiiiii...! Buruan...! Lagi ngapain sih di dalam…?” Terdengar teriakan si monyet buluk di balik pintu toilet. Aku benar-benar dibuat geram dengan tingkahnya itu. Aku berlagak tidak mendengar omelannya, pura-pura sibuk dengan mandiku. Sengaja aku buat keras hempasan gayung pada air di bak mandi.
Duuukk ... duuukkk ... duuukkkk…! Gedoran pada pintu semakin menjadi-jadi. Suara gedoran menggema dengan aura tak terbantahkan. Aku terus tidak memperdulikannya. Lagipula siapa yang peduli. Aku bersiul-siul sambil melanjutkan kegiatan mandiku yang sempat tertunda karena gedoran pintu tadi.
“Oiiii...! Lu dengar kagak...?” Teriaknya lagi yang terdengar semakin emosi saja. Semakin dia berteriak semakin aku memperlama mandiku. Aku senang dengan kemarahan si monyet buluk itu. Si monyet buluk terus berteriak sambil menggedor-gedor pintu. Aku terus mengacuhkannya. Menutup telinga rapat-rapat seolah hanya mendengar anjing yang sedang menggonggong.
“Rizzkkkiii...!!!” Tiba-tiba aku mendengar suara bu Halimah di luar sana, membuat teriakan si monyet buluk dan gedoran pintu terhenti.
“Hihi ... Rasain noh ...” Gumamku dalam hati. Aku merasa senang membayangkan si monyet buluk tak berkutik di depan bu Halimah. Benar saja, bu Halimah nyerocos sedang memarahi si monyet buluk karena dianggapnya membuat gaduh. Saat itu juga aku merasa kalau si monyet buluk ketakutan oleh guru yang satu ini.
Akhirnya aku memutuskan untuk menyudahi mandi, kemudian aku pakai seragam sekolah baru pemberian bu Halimah. Setelah rapi, aku pun membuka pintu toilet dan langsung mendapati si monyet buluk sedang berdiri di depan pintu. Monyet itu mukanya terlihat sangat kesal. Dia menegang, matanya melotot nyaris keluar dari rongga mata, menatapku gemas.
“Ngapain aja sih, lama banget..?” Hardik si monyet buluk. Wajahnya memerah dan rahangnya mengeras, seakan-akan sedang menekan emosi yang menggelora di dadanya.
“Suka-suka gue ... Terserah gue dong ...” Jawabku santai dan tak pedulikan dengan dumelannya.
“Bilas apaan sih lu? Badan kayak papan penggilesan kayak gitu mah tinggal diguyur sekali aja beres ...! Awas lu, ngalangin jalan gue ...!!” Ujar si monyet buluk lagi sambil menarik lenganku di depan pintu toilet. Aku sedikit kebanting karena tarikan si monyet buluk sangat keras dan dia pun masuk ke dalam toilet.
“Bego! Awas lu…!!!” Aku memekik kesal sembari mengepalkan tangan ke arah pintu toilet.
Baru saja masuk di sekolah ini, aku sudah mendapat ‘lawan’ yang sangat menjengkelkan. Walau aku perempuan, tapi tak ada kata ‘mengalah’ dalam kamus hidupku. Aku akan terus melawannya, bagaimanapun juga. Tak boleh ada orang yang bisa seenaknya padaku. Tak lama berselang, aku meninggalkan toilet bergegas ke kelas. Namun saat aku sampai di depan pintu kelas, ternyata pelajaran sudah dimulai.
“Yah ketinggalan pelajaran deh ...! Kepaksa aku harus nunggu ampe jam pelajaran berikutnya.” Gerutuku dalam hati sambil melihat jam tangan. Aku pun segera meninggalkan kelas menuju taman sekolah. Lebih baik aku menunggu jam pelajaran selesai di taman ini. Dan beberapa menit setelah duduk-duduk di taman sekolah, aku mendengar sapaan seseorang dari arah samping.
“Rara ...!” Ternyata Bu Halimah yang menyapaku. Beliau berjalan dari arah kantin sambil membawa teh manis di kedua tangannya.
“Iya bu ...!!” Sahutku sambil berdiri dari duduk.
“Ikut ibu sebentar ...! Ibu pengen bicara ama kamu.” Ucap bu Halimah lembut yang kemudian ibu guruku ini berjalan melewatiku ke arah ruangannya.
“Duh mau ngapain lagi nih bu Halimah ... Jangan-jangan mau ngasih hukuman tambahan.” Pikirku. Akhirnya aku pun mengikuti bu halimah di belakangnya. Hanya dua menit berselang, kami pun sampai di ruangan bu Halimah.
“Duduk ...!!” Bu Halimah menyuruhku duduk di ruang guru, dan aku pun duduk di hadapannya, bu Halimah menyodorkan gelas berisikan teh manis padaku.
“Kamu minum dulu mumpung masih hangat, ibu sengaja buatkan untuk kamu supaya kamu gak lemas gara-gara muntah tadi.” Suara bu Halimah terdengar lembut, membuat aku teringat akan sosok seorang ibu yang kudambakan.
Deg … muntah ...!!!
Tiba-tiba aku teringat akan bekas muntahanku tadi yang belum sempat aku bersihkan, aku pun langsung menoleh ke lantai dimana aku muntah tadi. Semuanya sudah menjadi bersih kembali. Bekas muntahanku sudah tidak ada di sana. Tiba-tiba aku merasa bersalah. Aku seharusnya segera membersihkan sendiri muntaku tadi.
“Udah gak usah kamu pikirkan, tadi udah ibu bersihkan.” Ucap bu Halimah seolah tahu akan apa yang kupikirankan, membuat aku makin tak enak hati.
“Mmaakaasiiih bu.. maaf jadi merepotkan ibu ...” Kataku pelan sambil menundukan kepala.
“Nih minum dulu! Ada yang mau ibu katakan ke kamu ...” Bu Halimah menyodorkan gelas. Tanpa pikir panjang aku pun meminumnya sampai habis. Aku tenggak minuman pemberian bu Halimah ala koboi yang kehausan.
“Rara... Rara… Gimana kamu gak diledek ama Rizki... Cara minum kamu tuh gak keliatan mencerminkan seorang gadis.” Ujar bu Halimah sambil tersenyum melihat cara minumku.
“Hehe…” Aku hanya tertawa kecil untuk menyembunyikan rasa malu.
Bu Halimah beranjak dan duduk di sampingku, lalu mengelus rambut penuh keibuan. Jujur, aku merasa risih diperlakukan seperti tuan putri oleh bu Halimah di sini. Aku bukan seorang feminis, aku hanya ingin menjadi perempuan yang kuat dan mempunyai nilai. Aku tidak ingin dimanja karena dimanja itu akan membuat rasa tidak mandiri.
“Kamu tuh sebetulnya cantik, Ra, kalau saja kamu sedikit merubah penampilanmu pasti kamu akan kelihatan lebih cantik dan menarik.” Ucap bu Halimah lagi.
“Yaelah dibahas lagi, kenapa sih semua orang pasti aja ngebahas penampilanku, apa sih mau mereka, bikin ill feel aja.” Kesalku dalam hati. Tanpa aku sadari bibirku mengerucut, cemberut.
“Kenapa kamu? Kesel ama ibu? Kok langsung cemberut gitu?” Lanjutnya sambil tersenyum memperhatikan perubahan wajahku.
“Ehh... Nggaaak bu...” Aku tersadar kalau aku sedang cemberut, membuat dudukku tidak nyaman.
“Itu keliatan ...” Bu Halimah sedikit menggoda sambil menoel bibirku.
“Duh kenapa sih tatapan bu Halimah bikin aku risih.” Aku semakin membatin dalam hati.
“Sudah gak usah kamu pikirkan omongan ibu tadi ...” Kata bu Halimah.
“Iiiiya bu …” Jawabku.
“Rara, ibu mau nanya ... Kenapa sih kamu ngelawan terus si Rizki?” Bu Halimah memandangku lekat-lekat. Pertanyaan bu Halimah tegas tapi sebuah senyuman yang beliau kulum tidak dapat ia sembunyikan dari wajahnya.
“Habisnya dia ledekin ama jahilin aku terus, Bu, bikin aku bête ama dia.” Jawabku pelan.
“Cuma kamu yang berani melawan dia loh ... Di depan ibu lagi!!” Ujarnya yang kini senyumannya melebar.
“Eehhh ...!” Ucapan dan ekspresi bu Halimah sedikit membuat aku tersentak. Masa sih, sekolah segede gini gak ada yang berani melawan si monyet buluk. Kutatap wajah bu Halimah untuk mencari jawabannya.
“Iya hanya kamu yang berani melawan dia ... Dan kenyataannya, semakin kuat kamu ngelawan Rizki, semakin sering pula ia menjahili kamu ...” Ucap bu Halimah sambil sedikit menahan nafas. “Tapi sebenernya dia itu anak baik ...” Lanjut bu Halimah lirih sambil menghembuskan nafas.
“Haaa anak jahil itu di bilang baik, apa gak salah bu Halimah bicara kayak gitu.” Ucapku dalam hati tak percaya dengan ucapan bu Halimah barusan. Kesan pertamaku memang kurang baik sama si monyet buluk. Tapi rasanya aku tertarik untuk mendengarkan penuturan bu Halimah selanjutnya tentang si monyet buluk.
“Pasti kamu heran kan ... Kenapa ibu bilang kalau dia itu anak baik?” Seolah bu Halimah tahu akan apa yang sedang kupikirkan.
“Kok ibu bisa menganggap Rizki itu anak baik? Jelas-jelas dia itu anak jahil yang kerjanya cuma ngisengin orang!! Bikin aku jadi pengen jitak tuh orang!” Ujarku sangat gemas.
“Hi hi hi ... Nanti kamu pun akan tahu sendiri sifat Rizki yang asli. Banyak siswa dan siswi yang pernah dijahili Rizki namun mereka tidak melawan, bukan karena mereka tidak berani tapi karena mereka segan pada anak itu!!” Terangnya.
Aku seperti sedang mendengar lelucon paling lucu sedunia. Tanpa sadar aku pun tertawa mendengar penjelasan bu Halimah. Bagaimana mungkin si monyet buluk yang tengil dan ngeselin itu disegani. Tampangnya membuatku jijik, apalagi kelakuannya yang nyebelin.
“Kok malah tertawa?” Selidik bu Halimah.
“Eh maaf, Bu, hehehe… Nggak... Masa sih murid-murid di sini segan ama Rizki secara dia itu jahil dan nyebelin banget.” Kataku yang tidak bisa menahan ketawa.
“Hi hi hi …” Kali ini bu Halimah ikut tertawa. “Kamu penasaran kan? Nanti kamu akan tahu sifat aslinya yang ia sembunyikan di balik sikap bengalnya itu.” Ungkap bu Halimah yang membuat aku sedikit penasaran kepada sosok yang menyebalkan itu.
“Kok ibu bisa tahu sih??” Tanyaku.
“Karena ibu tahu dia … Dia itu keponakan ibu … Ya, Rizki itu keponakan ibu...!!” Pernyataan yang membuatku sedikit tersentak kaget, aku sungguh tak menyangka kalau bu Halimah adalah tantenya Rizki. Duh jadi malu aku karena sudah menjelekan Rizki di depannya.
“Maaf bu ... Saya gak tahu kalo ibu itu adalah tantenya si monyeee ... Eh, Rizki ...” Hampir aja aku keceplosan.
“Haha … Udah kamu gak usah merasa bersalah gitu ... Wajar kok kalo kamu kesal ... Eh tapi, jangan kamu sebarkan kalo ibu ini adalah tantenya Rizki ya ...! Gak ada yang tahu tentang hal ini, termasuk para guru ...” Pinta bu Halimah. “Dan sekarang ibu mau bicara serius ama kamu!!” Lanjutnya dengan memasang wajah serius.
Entah kenapa aku semakin menjadi penasaran. Aku tahu, pasti ada alasan bu Halimah mengajakku membicarakan si monyet buluk. Akan ada sesuatu yang mengejutkan. Maka aku menunggu.
“Sebenernya di balik kebengalannya itu, Rizki adalah seorang anak yang tertutup, apa yang kelihatan di luar hanyalah untuk menutupi perasaannya, ibu pun suka menebak-nebak apa yang sebetulnya sedang menganggu pikiran Rizki.” Bu Halimah sedikit mendesah.
“Dan ibu minta supaya kamu jangan berubah pada Rizki setelah tahu bahwa dia adalah keponakan ibu ... Ibu ingin agar kamu menjadi batasan Rizki, tetap menjadi saingan Rizki agar dia gak salah jalan ... Ya, ketakutan ibu adalah Rizki tak mampu memedam perasaannya hingga dia benar-benar berubah, dan menurut ibu, satu satunya cara itu adalah kamu, ibu pengen agar kamu selalu menjadi perhatian Rizki!! Biarkan energi dia habis untuk mikirin kamu ...” lanjutnya.
“Ngomong apaan sih bu Halimah ... Gak ngerti ama yang diomonginnya ... Nyebelin banget ...!” Gerutuku dalam hati sambil menatap bu Halimah dengan bingung, saking bingungnya apa yang diucapkan bu Halimah tadi gak tertampung di telingaku semua.
“Eeuuu kamu bisa, kan?” Tanya Bu Halimah mengakhiri obrolannya.
“Haaa… anu...” Aku merasa gugup karena kurang menyimak apa yang diucapkannya.
“Taannnt… eeehhh Bu… Rizki dah beres dan mau ke kelas dulu ...” Tiba-tiba Rizki muncul.
Kami pun menoleh pada orang yang baru datang itu. Mataku dengan mata Rizki saling beradu. Bagiku, dia masih tetap menyebalkan, arogan, dan posesif. Seperti yang tidak menghiraukan keberadaanku, si monyet buluk berlalu ke luar ruangan. Semakin aku meragukan kalau dia adalah anak yang baik. Monyet buluk tetaplah monyet buluk. Tak lama berselang, bunyi bel pergantian mata pelajaran pun berbunyi. Aku pamitan kepada bu Halimah dan segera masuk ke dalam kelas.
###
Pov 3
Pagi hari sebelumnya di suatu kediaman, terlihat beberapa orang yang sedang berbicara di ruang tamu dalam suasana tegang, bahkan sang empunya rumah nampak merah padam karena menahan amarah. Seorang pemuda duduk di antara orang-orang yang hadir dengan menundukkan kepalanya. Pemuda itu sesekali melihat ke sekelilingnya yang membuatnya merasa malu sekaligus geram. Semua yang hadir sedang mengadakan musyawarah kekeluargaan untuk membicarakan perilaku si pemuda yang dianggap telah mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
“… Jadi begitu bu kejadiannya, kami sebagai pengurus RW merasa prihatin atas kelakuan Candra, kami harap agar bapak ibu bisa membimbing Candra agar ke depannya bisa berubah menjadi lebih baik.” Ucap seorang yang hadir dalam riungan tersebut.
Ternyata mereka itu adalah Pak RW dan beberapa tokoh warga yang sedang menghadap pada orangtua Candra tentang kelakuannya tadi malam. Para warga sengaja mendatangi kediaman orangtua Candra dengan harapan si pemuda tidak lagi membuat keonaran yang sudah meresahkan masyarakat.
“Terima kasih pak, saya sebagai orang tua Candra merasa malu, dan merasa gagal karena tidak bisa mendidik Candra dengan baik hingga akhirnya dia melakukan tindakan memalukan ini.Saya mohon maaf atas kelakukan buruk anak kami dan atas ketidaknyamanan yang telah dilakukannya.” Jawab lelaki setengah baya yang merupakan ayah dari Candra.
Candra yang sedari tadi diam menunduk di sudut ruangan tak berani berkata sepatah kata pun. Pemuda itu sudah siap-siap mendapat kemarahan dari kedua orangtuanya. Dalam diam, Candra hanya cengengesan di hatinya, karena pemuda itu sudah merasa kebal oleh omelan dan teriakan dari kedua orangtuanya.
“Baik kalo begitu pak… bu… kami tidak bisa lama-lama dan kami pamit undur diri, terima kasih atas waktu dan perhatiannya dari bapak dan ibu.” Pamit salah seorang dari mereka.
Orangtua Candra berdiri dan menyambut uluran tangan para tamunya yang bersalaman, tak hentinya mereka meminta maaf atas kelakukan anak mereka. Sedangkan Candra sendiri berdiam diri. Begitu para tamu meninggalkan rumah, ayahnya Candra langsung menghampiri anak itu. Sang ayah berdiri di hadapan anaknya sambil bertolak pinggang. Sebuah gestur yang menandakan akan ada sesuatu yang sangat tidak mengenakan. Badan laki-laki paruh baya itu pun sedikit menggigil. Hatinya mendongkol marah yang bukan kepalang. Dan akhirnya, Plak ... plak ...! Dua buah tamparan keras mendarat pada pipi Candra.
“DASAR ANAK TAK TAU DIRI, KAMU SUDAH MENCORENG NAMA BAIK PAPAH!!” Ujar ayah Candra dengan emosi meluap-luap.
“MASIH UNTUNG KAMU MASIH SELAMAT, PAPAH PENGENNYA KAMU ITU MATI SAJA DISIKSA HABIS-HABISAN OLEH WARGA YANG GEREBEK KAMU. PAPAH GAK RUGI KEHILANGAN KAMU MESKI KAMU ANAK SATU-SATUNYA.”Lanjutnya dengan nafas memburu.
“MAMAH GAK HABIS PIKIR OTAKMU ITU DISIMPAN DIMANA??! APA KAMU GAK BOSAN BIKIN MASALAH TERUS-TERUSAN DAN SELALU BERKUMPUL DENGAN ANAK BERANDALAN, BERKELAHI, MABOK-MABOKAN DAN SEKARANG KAMU UDAH NGELECEHIN SEORANG GADIS… MAU KAMU APA SIH??” Timpal ibunya Candra sambil menoyor kepala anaknya.
“PAPAH GAK NGERTI JALAN PIKIRAN KAMU! KAMI SUDAH MEMBERI SEGALANYA BUAT KAMU. APA MASIH KURANG KAH SEMUA INI?” Timpal lagi sang ayah.
“MEMALUKAN…!!! MAMAH BENER-BENER MALU ATAS KELAKUAN KAMU!!! LEBIH BAIK KAMU PERGI DARI SINI, MAMAH UDAH MUAK AMA KELAKUAN KAMU!!!” Ujar sang ibu sambil langsung pergi meninggalkan ruang tamu menuju kamar tidurnya.
Candra sendiri hanya terdiam tanpa banyak bicara, hanya menundukan kepala yang ia lakukan sambil terus merasakan hatinya yang sakit karena perkataan orangtuanya itu. Sungguh pemuda itu tidak menyangka kalau kedua orangtuanya begitu tega mengusir dirinya.
“INGAT, PAPAH GAK AKAN BANTU KAMU JIKA KELUARGA WANITA ITU MELAPORKAN KAMU KE POLISI!!!” Dengus ayahnya lalu pergi begitu saja menyusul istrinya.
Beberapa saat kemudian …
“MULAI SAAT INI KAMI GAK PUNYA ANAK SEPERTI KAMU… LEBIH BAIK KAMU ANGKAT KAKI DARI RUMAH INI!! MAMAH GAK MAU LIAT KAMU LAGI SEPULANG DARI KANTOR!!!” Ujar ibunya Candra kembali berbalik sambil memaki Candra yang sudah bersiap pergi ke kantor.
“MAH AYO PERGI!!” Ujar ayahnya yang juga bersiap pergi bekerja tanpa menoleh ke arah Candra.
Candra bersandar di tembok sambil mengamati punggung orangtuanya, ia tidak menyangka bahwa mereka akan sebegitu marahnya dan bahkan sampai mengusirnya. Tentu saja ia tidak menerima perkataan dari orangtuanya yang membuat Candra merasa tidak diperlakukan sebagai anak mereka. Saat itu, bukan hanya perasaan yang terasa sakit dan terluka. Perasaan Candra sangat perih sampai seperti ingin mati saja.
Tiba-tiba Candra menyesali kejadian malam itu, andai saja ia tidak menerima tantangan dari temannya mungkin kejadian tidak akan seperti ini. Seketika ia pun teringat kembali akan kejadian itu.
Flashback Kemarin ...
Malam itu, di mana Candra sedang bersenda gurau dengan teman se-genknya. Genk kuda liar ini sebenernya bukan genk besar seperti genk sertu, boleh dibilang genk ini kelompok pembalap liar, tapi beberapa orang dari mereka banyak yang terjerat hukum, keluar masuk bui akibat narkoba. Mungkin seringnya anggota mereka berurusan dengan polisi, yang mengakibatkan genk ini sedikit diseganin, jauh dengan genk Sertu yang memang terkenal akan kekerasan dan pemalakan liar.
“Can gimana persiapan motor lu? Lu minggu besok mau turun gak?” Ujar salah seorang temannya.
“Pastinya dong ... Gue dah habis-habisan keluar modal buat meng-upgrade nih motor, emang siapa lawan kita entar? Gue harap taruhannya bisa gantiin modal gue hehehe...” Jawab Candra dengan bangga.
Tiba tiba ...
“CANDRA ...!” Tiba-tiba suara teriakan wanita dari arah belakang, membuat Candra menoleh ke arah teriakan tadi.
“Siapa Can..?” Salah seorang dari mereka mendekati Candra yang tengah menilik sosok yang memanggilnya.
“CAANDRRAAA ...!!” Sosok seorang gadis melambaikan tangannya di kaca jendela mobil yang terbuka.
“Widya...!” Gumam Candra saat mengenal sosok gadis berwajah manis yang memanggilnya, Candra pun mendekati mobil yang ditumpangi gadis tadi.
"Bener itu Widya…… Wiiiddyaaa..!" Candra mulai yakin dengan sosok gadis yang memangilnya lalu Candra pun menyahut memanggil nama gadis itu.
"Kok, lu ada di sini sih?" Tanya Candra merasa kaget gadis yang beberapa tahun tak bertemu sekarang ada di hadapannya. Dirinya terpesona melihat sosok gadis di hadapannya telah berubah setelah beberapa tahun tak bersua.
"Gue mau pindah rumah ke daerah sini, tuh di jalan **!" Jawab gadis itu yang ternyata dia adalah Widya.
"Ooh ... Rumah Nenek Wira, kamu pindah ke sana! Emang hubungan kamu, apanya dengan Nenek Wira?" Tanya Candra mengenali rumah yang dimaksud, siapa sih yang nggak kenal pemilik rumah itu, Kakek Wira seorang veteran yang terkenal tegas dan galak di lingkungan ini dan nenek Wira yang terkenal ramah dan baik hati, dengan sifat mereka seluruh warga pun mengenal mereka.
"Itu Nenek Gue!" Jawab Widya.
"Bisa kalian tak menghalangi jalan." Tiba-tiba suara tegas dari seseorang lelaki dari arah jendela pengemudi mobil.
"Ehhh..!!" Candra yang mengenali sosok lelaki itu. Ya, Candra mengenalnya dia adalah putra dari Kakek Nenek Wira yang telah menjadi perwira Tentara yang juga memiliki sifat seperti Kakek Wira.
“Heyy…!” Candra melambaikan tangan agar rekan-rekannya agar memindahkan motor untuk membuka jalan. Lalu mempersilahkan mobil yang ditumpangi Widya untuk kembali melaju. Lalu Candra memandangi kagum akan kecantikan Widya di balik jendela mobil. Lalu mobil yang ditumpangi Widya pun pergi melewatinya.
“Wid, kok kamu semakin cantik.” Gumam Candra yang seketika itu mengagumi perubahan teman SMP nya dulu.
“Bro siapa tadi, keliatannya cewek itu cakep juga tuh…? Kenalin dong sama kita-kita...!” Beberapa temannya penasaran sama sosok Widya. Menyadarkan Candra yang masih terkagum akan kecantikan Widya.
“Ehhh..! Temen sekelas gue waktu SMP dulu, gue gak nyangka sekarang dia jadi semenarik gitu..!!” Candra masih memandangi mobil yang mulai menjauhinya.
“Cieeee sembalap kita mulai kasmaran nih!” Salah seorang dari mereka bernama Rudi sambil merangkul Candra.
“Ngomong-ngomong, si Candra ini jago di track tapi kalo masalah cewek gue masih sangsi.” Tiba-tiba sesosok yang terlihat lebih tua dari mereka ikut nimbrung, dia adalah Johan sang pentolan dari genk kuda liar.
“Bener juga waktu dia dideketin si Dessy dia malah dingin nggak ngerespon. Jangan-jangan si Candra ini maho!” Timpal Redi di belakang Johan.
“Kampret kalian…!! Gue normal kale..!!” Sanggah Candra menoleh pada rekannya lalu kembali memperhatikan jalanan yang sudah tak tampak mobil yang ditumpangi Widya.
“Kelihatannya ... Lu demen sama tuh cewek!” Tanya si Johan tangannya menepuk pundak Candra matanya sedikit memberi kode pada yang lainnya seperti ada yang direncanakan.
“Ah, masalah cewek males gue bahasnya, nggak ada duitnya!” Sambil menepis tangan Johan lalu beranjak hendak kembali ke tempat di mana tadi berada.
“Bentar-bentar….! Lu bilang nggak ada duitnya?” Johon sempat menahan Candra, dengan senyum licik.
“Maksud lu apaan?” Candra berbalik.
“Woles Bro, santai…! Gue punya penawaran buat lu…! Itu pun kalo lu punya nyali?” Ucap Johan membuat Candra penasaran.
“Nyali… hhaahha…! Bagi gue nyali gue nggak ada istilah ciut kalo ditantang. Ayo kita buktikan tinggal sebutin di mana kita balapan!” Candra dengan sombong. Ya, dia merasa begitu memang di genk-nya nggak ada yang sanggup melawan Candra di jalanan.
“Wweeeessss …. Ini bukan adu balap Bro, ini masalah cewek tadi...!” Terang Johan.
“Hah, apa urusannya ama si Widya?!” Candra agak sewot.
“Oh, Widya namanya...!” Sahut Johan sambil manggut-manggut.
“Nih kalo lu punya nyali gue nantangin lu buat taruhan 2 juta, jika lu malam ini bisa si Widya jadi cewek lu!” Ucap Johan dengan wajah serius sambil merogoh jaketnya lalu mengeluarkan segepok duit pecahan 20k.
“Hahahaha ... Kagak salah lu, bikin taruhan! Ok gue ambil tantangan itu!” Sahut Candra menyanggupin tantangan sambil akan meraih duit dari tangan Johan. Kebetulan Candra membutuhkan duit untuk membeli item kebutuhan motornya.
“Eits, sabar Bro….!” Tahan Johan tak melepaskan genggaman duitnya.
“Gue tau lu pasti mudah dapetin tuh cewek, tapi bukan itu tantangannya!” Lanjutnya.
“Apa tantanganya?” Tanya Candra sedikit antusias.
“Ok, karena lu dah megang nih duit, gak lucu dong kalo gue aja yang taruhannya ... Gue minta kalo lu kalah, lu musti bayar 3x lipat dari nih duit!” Sahut Johan dengan nada serius, membuat ragu Candra yang belum mengerti apa yang dimau Johan. Dengan penuh keraguan tangannya mulai sedikit mengendorkan gengaman pada duit itu.
“Lu lepas, berarti lu kalah!” Ucap Johan sedikit mengancam, akhirnya Candra pun menggengam kembali duit itu.
“Apa tantangan lu?” Tanya Canda sedikit ragu-ragu.
“Ok, gue yakin lu malam ini cewek itu lu pasti dapetin ... Sekarang tantangan gue, gue minta lu grepe tuh cewek ... Kalo dia udah jadi cewek lu, Gimana? Lu berdua jadi saksinya, lu mesti ikutin si Candra buat mastiin dia berhasil atau tidaknya!” Perintah Johan dengan senyum penuh kemenangan, seperti ada rencana yang disembunyikan.
“Eehh…!” Candra yang hendak menolak tapi Johan melepaskan genggaman tangannya pada duit.
“Deal...!!” Ujar Johan tak memberi kesempatan bicara pada Candra. Candra pun berfikir sejenak lalu tersenyum.
“Deal… Gue pegang omongan lu…!! Ha ha ha ... Lu pada belum tau siapa dia.“ Candra tertawa menyeringai seperti ada yang dia ingat.
“Siapin motornya ... Kita langsung ke target ...” Johan menyuruh kedua rekannya tadi membawa motor. Lalu Johan naik di belakang pada salah satu motor yang dibawa temannya.
“Ayo Naik..!” Ajak Johan dengan tatapan mata sedikit ragu akan keseriusan Candra dengan tawaran tantangannya.
Beberapa saat kemudian tepat di hadapan rumah yang dituju, dua motor salah satunya ditumpangi oleh Candra tengah perlahan melintas.
“Bro…! Mana tuh cewek kagak keliatan?” Tanya yang membonceng pada Candra, Candra tak menjawab hanya diam, hingga rumah yang dituju pun terlewati. Dengan aba-aba Johan pun untuk memutar balik agar kembali. Dan saat mereka kembali melintas terlihat Widya beserta adiknya Rizki yang sedang membakar sampah di tempat sampah.
“Can…” Bisik yang membonceng Candra memberitahukan bahwa gadis yang dicari ada di luar bersama seorang bocah, saat melintas kedua mata Candra dan Widya saling bertatap hingga seutas senyum di bibir mereka. Dan saat tepat di sebelah mereka, Rizki adiknya Widya berbalik berdiri memandangi mereka satu persatu hingga akhirnya tepat pandangannya tertuju pada Candra dengan sorot mata yang tajam di tangan kanannya memegang sebatang besi.
“Maju terus!” Bisik Candra merasa sedikit ada rasa ketir saat melihat tatapan Rizki, hingga akhirnya mereka pun melintas di hadapan mereka tepat di ujung jalan mereka pun berhenti.
“Ngapain lu lewatin kesempatan, apa lu nyerah?” Ledek Johan.
“Nyerah kagak ada di kamus gue untuk nyerah … Cuma eeuu ...” Candra menoleh ke arah di mana Widya berada.
“Alasan aja ... Bilang aja lu ciut ...!” Tawa rekannya yang lain.
“Bukan gitu ... Lu tau sendiri yang punya rumah itu orang yang disegenin di sini, kita musti liat sikon dong ... Lu liat aja, tunggu momen yang pas ...” Ujar Candra dengan percaya diri.
“Jadi..??” Tanya Johan.
“Tunggu 15 menit, tuh cewek pasti dapet gue dapetin, yang jelas lu siapin duitnya...!!” Seringai Candra.
“Lu yakin gini ... Emang udah lu apain tuh cewek?” Tanya salah satu dari mereka. Candra yang dari tadi tersenyum licik lalu merogoh dompet dari saku belakang. Lalu mengeluarkan secarik foto yang terselip di salah satu bagian dompet dan diberikan pada mereka.
“Jiaaaah ... Ternyata dia lonte ... Ha ha ha ha, mampus lu jo…!” Heboh mereka saat tahu apa isi gambar foto yang diberikan Candra.
“Brengsek apes gue ...!” Dumel Johan mengetahui kunci utama Candra saat menerima tantangannya dengan enteng.
“He ... he ... he ...” Tawa Candra.
“Sial ...! Dah gue nyerah ...!“ Johan menerima kekalahannya sambil menyodorkankan uang pada Candra. “Karena gue dah tekor ... Bisa dong gue icip-icip tubuh dia?” Lanjut Johan.
“Kalo gue dapat perawannya ... Jangankan cuma lu, kalian juga boleh kalo mau ...” Ucap kemenangan Candra yang merasa di atas angin saat membongkar jurus pamungkas untuk tantangan Johan mendapatkan Widya.
Pas Candra menoleh kembali ke arah Widya di saat bersamaan Widya pun menoleh ke arahnya. Candra pun mengambil kesempatan melambaikan tangannya memanggil Widya. Bak bagai gayung bersambut, Widya pun dengan sedikit riang berlari kecil mendekati Candra.
“Hai Can ... Gimana kabarnya?” Saat Widya tiba tersenyum ceria, gimana dia tak gembira Candra adalah lelaki cinta pertamanya saat sama-sama di bangkus SMP dulu. Mereka sempat berpacaran selama 6 bulan dan keburu berpisah karena lulus sekolah. Tapi bagi Widya banyak kesan yang mendalam saat bersama Candra.
“Halo cantik ... Perkenalkan gue Johan?” Ujar Johan tiba-tiba menjewil dagu Widya saat Widya menghampiri mereka, membuat Widya risih lalu menepis tangan Johan dengan mata mendelik.
“Ha ha ha ...” Tawa ketiga teman Candra hanya Candra yang tak tertawa lalu ditariknya tubuh Widya agar merapat pada tubuhnya. Sementara itu, Johan terus mengamati tubuh Widya yang berpakaian sexy menurutnya.
“Gak salah lu Can ... Milih cewek yang cakep gini? Lu kagak dikenalin pacar lu ke kita-kita!” Salah satu mereka menyahut dan hendak mendekati Widya.
“Can mau ngapain nih?” Was-was Widya melihat gelagat Candra.
“Gue kangen ama lu Wid … Lu makin cantik aja ...” Bisiknya di telinga Widya dan lalu melumat cuping telinganya. Ketiga teman Candra hanya bisa tertawa melihat Candra yang tengah melecehkan Widya.
“Apaan sih lu..kurang ajar banget can” Widya langsung meronta melepaskan diri sambil mendorong tubuh Candra. Candra pun makin erat memeluk Widya. Sambil mencumbu leher Widya. Meskipun Widya setengah mati meronta tapi tubuhnya seperti tersengat listrik saat bibir Candra mencium lehernya. Dirinya tak kuasa menahan perlakuan Candra, dirinya hanya mampu meronta tanpa bisa berteriak.
Tiba tiba mata Winda mendelik saat Johan mengasongkan kehadapannya sebuah fotonya yang hampir setengah bugil dengan posisi terlentang di atas pangkuan Candra.
“Maakkksuud kamuuu apaaan” Widya yang mulai keluar keringat dingin mengetahui Candra masih menyimpam foto kenangan bersama Candra. Tak menyangka Candra masih menyimpan semua terekam jelas dalam foto itu yang diambil saat malam acara perpisahan sekolah di sebuah villa. Muncul rasa sesal Widya yang begitu bodoh saat remaja yang mudah terbuai oleh rayuan cinta oleh pujaan hatinya hingga melakukan hal yang bodoh seperti dalam foto tersebut.
“Masih banyak foto kenang kenangan saat kita bersama Wid, semua tersimpan rapih di komputerku.” Candra mengingatkan Widya saat berpacaran semasa SMP. Memang itu hanya sebatas petting tidak sampe ML tetapi bagi Candra ini merupakan kunci untuk menaklukan Widya.
Candra beranjak duduk di motor lalu ditariknya Widya agar duduk dipangkuannya
“jaaangan Can.. aku mohon” Meski hati menolak tapi Widya tak bisa menepis tarikan tangan Candra. Hingga dirinya duduk dipangkuan Candra, Candra menjambak rambutnya hingga kepala Widya menengadah lalu berbisik ditelinganya,
“Kamu gak mau kan foto itu tersebar di keluarga kamu ... Lu taukan gimana kalo reaksi bokap lu akan kelakuan putrinya ini ... lebih baik kamu ikutin apa yang akan aku lakukan” Candra setengah berbisik mengancam Widya lalu tangannya mulai menggerayangi tubuhnya.
“Caann …” Bergetar tubuh Widya mendengar perkataan Candra, tak menyangka pujaan hatinya dulu ternyata tak sebaik yang ia kira. Widya merasa malu dirinya dilecehkan dihadapan teman Candra yang cengengesan tertawa seakan menyemangati melihat aksi Candra terhadapnya yang tak mampu dia lawan, akhirnya hanya bisa pasrah menerima perlakuan Candra. Widya memejamkan mata saat Candra kembali mencumbunya, terlihat air mata mulai menggenang di sudut matanya rasa sesal yang sangat di hatinya kelakuannya dulu akan berakibat buat dirinya. Widya hanya pasrah menerima perlakuan Candra, ketiga teman Candra makin tertawa melihat Widya yang telah ditaklukan Candra tanpa perlawanan berarti.
“Wid... Wid… Gue kangen ama body lu, gue kangen kayak dulu lagi ...” Candra terus mencumbu Widya, tangannya mulai meremas dada Widya. Widya sedikit melenguh saat payudaranya diremas.
Tiba-tiba ...
"WANJJJIINGGGG ... DASAR PEREK TAK TAHU MALU ..." Teriak bocah laki-laki dengan tangan memegang sebilah besi hendak dihantamkan pada lengan Candra yang sedang meremas payudara Widya.
Teriakan si bocah yang penuh amarah membuat semua orang terkejut. Dengan reaksi cepat, Candra yang sedang meremas payudara Widya menarik tubuh Widya agar tak kena hantaman bilah besi. Hingga hantaman bilah besi hanya mengenai stang motor. Candra menarik tubuh Widya agar berlindung dibalik tubuhnya, tetapi pukulan itu tak berhenti, si bocah itu pun mengambil ancang-ancang untuk memukul lagi.
Bluuuug…! Terdengar suara motor yang didudukinya tadi ditendang hingga masuk ke dalam got.
Widya pun terjatuh diatas tubuh Candra.
“Deekk…” Ujar Widya pelan ketika mengetahuii siapa yang melabrak Candra, Sekejap Widya merasa lega dirinya terselamatkan melihat Rizki datang menolongnya, Tapi melihat Rizki yang siap hendak memukul kembali pada Candra.. dengan reflex Widya menghalangi Rizki
"APA-APAAN SIH, KAMU DEK?" Teriak Widya mencoba agar Adiknya Rizki tak melawan Candra, itu yang ada di benak Widya khawatir Candra dan kedua temannya membalas perlakuan Rizki.
“Liat tuh adeknya marah, liat kakaknya lu grepe, ha ha ha ...” terdengar ledekan salah seorang teman Candra pada Candra.
Ternyata tindakan Widya menghalangi Rizki menjadi bumerang bagi dirinya ditambah ledekan mereka membuat Rizki yang sedang kalap langsung memaki dirinya.
"ANJING LU, YA ... LU DI GREPE-GREPEIN SAMA ORANG DILIATIN ORANG BANYAK CUMA DIEM AJA ... LO ITU PEREK, DIJUAL BERAPA TUBUH LU KE DIA?" Maki Rizky sangat sarkas sambil mengayunkan batang besi sembarangan.
Tanpa disadari Candra pun menjadi sangat segan untuk membalas perlakuan Rizki karena pemuda itu masih ‘memandang’ Widya. Akhirnya, Candra hanya bisa berwaspada untuk melindungi dirinya dan Widya dari serangan membabi buta dari Rizki.
"JAGA MULUT KAMU DEK!" Widya dengan suara meninggi lalu berjalan mendekati adiknya, seolah tak terima ucapan adiknya karena tak tau apa yang terjadi.
"ALAAAH ... DASAR CEWEK MURAHAN LU ... EMANG GUE GAK LIAT TOKET LU DIGREPE-GREPE DIA." Dengan mengacungkan batang besi ke arah Candra.
PLAAAKKK! Widya menampar pipi adiknya tak terima dengan ucapan Rizki tadi. Tapi suatu tak terduga bocah itu malah membalas menampar Widya dengan memaki.
Plak ... Plak!
"ANNJJIING LOOO ... WANITA MURAHAN DASAR LONTE ... PEREK ... DIBAYAR BERAPA LU NGELAYANIN KE-4 COWOK INI?" Maki Rizki yang sudah sangat kalap.
Tamparan itu membuat Widya terhuyung jatuh. Dengan mengelus pipinya yang sakit akibat tamparan Rizki. Widya kemudian menangis bersimpuh di tengah jalan. Candra dan kawan-kawan yang tadi tertawa tiba-tiba terhenti tawanya melihat Rizki yang bener-bener kalap. Diacungkan batang besi pada mereka satu persatu.
"ANJIIING ...! SINI KALO BERANI! KENALIN GUE BOSKI. LU UDAH BUAT KAKAK GUE JADI PEREK-PEREK LU, BERARTI LU UDAH SIAP NANGGUNG AKIBATNYA!!" Rizki mengacungkan besi sambil berteriak menantang mereka.
Mendengar keributan yang dia perbuat membuat warga di sekitar berhamburan keluar. Tak lama berselang, di lokasi itu sudah banyak warga yang berkerumun tapi hanya sebatas menonton saja. Tak satu pun yang berani mendekati mereka yang sedang ribut-ribut.
"Sudah, sudah Dekkk! Maafin kakak...! Huuhuu.. Jangan buat kakak malu..! Huuhuu..." Pinta Widya pada adiknya sangat memelas. Widya pun mulai mengiba sambil memeluk kaki adiknya. Namun, Rizki yang sudah ‘gelap hati’ tak menghiraukan permintaan kakaknya. Rizki malah berjalan mendekati Candra sambil menyeret tubuh Widya yang bergelayutan di kakinya. Melihat Rizki yang mendekat, Candra pun langsung bersiap melawan jika ada serangan dari bocah tersebut.
"DIAM ANJIIINGGGG...! LO BUKAN KAKAK GUE... LU CUMA LONTE!" Maki bocah itu meronta menghetakkan kaki agar pelukan Widya terlepas di kakinya. Entah tenaga dari mana bocah itu mampu menghempaskan tubuh kakaknya lalu berlari menyerang Candra dan kawan-kawan.
"AANJJJINNGGG, RASAKAN INI!" Teriak Rizki sambil menyerang Candra dan teman-temannya. Ssuingg....! kibasan batang besi yang sembarang ke arah mereka, Candra hanya berkelit menghindari serangan.
Johan mengamati keadaan, sudah banyak warga telah keluar dari rumahnya dan berlari mendekatinya. Melihat situasi tak menguntungkan dengan sengaja Johan mendorong tubuh Candra agar berhadapan dengan Rizki yang kalap hingga terjerembab jatuh di hadapan bocah.
“Kabur...!” Perintah Johan pada dua rekannya.
Breemmm ...! Tanpa banyak basa-basi, sang supir langsung menancap gas dalam-dalam dan dengan berbonceng akhirnya mereka berhasil lolos dari kepungan warga. Sementara itu, Candra hanya celengak-celinguk mencari temannya yang telah meninggalkan dia. Candra sekarang seorang diri menghadapi Rizki yang kalap.
"LU INGET WAJAH INI, GUE BOSKI ANAK GENK SERTU..!!" Pekik kemarahan Rizki menggema dan pada saat yang bersamaan Candra benar-benar tidak siap menghindari serangan Rizki. Dengan refleks Candra melindungi kepalanya dengan menutup kepala oleh kedua tangannya. Zuuuiing...! Besi di tangan Rizki melesat dan mengarah kepala Candra.
“Mampus gueee!!” Pekik Candra dalam hati.
Namun ...
"HENTIKAN RIZKI...!" Terdengar lelaki memanggil bocah kalap tadi. Candra pun memberanikan diri mengintip apa yang tengah terjadi. Seseorang lelaki setengah baya sedang menahan tangan bocah kalap tadi. Dengan sedikit beringsrut menjauh, Candra memperhatikan bocah yang sedang meronta ingin melapskan diri dari cengkraman lelaki itu.
"LEPASSINNN...! GUEE MAU HABIISIN NI ORANG...!!" Teriak bocah dengan beringas meronta-ronta.
“Tahan anak ini ... Keliatannya dia bikin onar di sini!” Seorang warga menahan lengan Candra dengan memitingkan ke belakang tubuhnya dan Candra pun tersadar dirinya telah terkepung oleh warga. Lalu warga menggiring Candra menjauh dari amukan bocah tadi.
"LEPPAAASSIN...!!" Masih terdengar oleh Candra teriakan si bocah.
Candra menoleh ke arah Widya yang tengah menangis dipeluk oleh seorang wanita, dan Candra menyangka bahwa itu ibunya.
"HUAHAHAHA... HAHAHA, HIIIKSSS.. HAHAHA...." Tawa bocah itu membuat Candra menoleh ke arahnya. Candra pun digiring kembali oleh warga.
"KAMU APAA-APAAAN, MAU MUKUL ORANG...? KAMU MAU JADI JAGOAN SEKARANG!! " Tanya lelaki itu sambil memarahinya dengan tetap memegangi si bocah.
"HAHAHA.. HAHA HIIKKSS HAHA" Tawa si bocah. "LIAT SODARA-SODARA!!" Teriaknya membuat pandangan Candra dan orang yang menggiring kembali tertuju pada si bocah.
"KALIAN LIAT...! GUEEE.. DI SINI, MAU NGEHAJAR INI ORANG SAMA KAKAK GUE YANG UDAH LAKUIN HAL MESUM DI LINGKUNGAN KALIAN HAHAHA!" Teriak Rizki dengan nada penuh amarah.
"Dekkk, jangaaan maafin kakak!!" Widya mencoba melepaskan diri dari pelukan ibunya mencoba menghentikan celoteh adiknya tapi tak berdaya.
"TAPI KALIAN LIAT ... APA YANG TERJADI? GUE YANG DIMAKI, GUE YANG DIHAJAR AMA BOKAP GUE, JELAS-JELAS BOKAP GUE LEBIH BELAIN ANAK KESAYANGANNYA YANG JADI LONTE, YANG UDAH DIGREPE-GREPE AMA DIA." Bocah itu menunjuk pada Candra, perkataan yang sangat menyakitkan hati Widya. Candra menoleh pada Widya, begitu pula Widya, terucap di bibir Widya tanpa suara.
“Maafkan Aku ...”
"ANAK BAJINGAN KAMU ... JAGA MULUT KAMU ...!!" Lelaki setengah baya itu memukuli bocah itu, entah apa jadinya jika tak ditahan oleh beberapa warga.
"KALIAN LIAT KAN! BUU.. TADI AKU MINTA KE IBU... APA IBU GAK INGAT APA PERMINTAAN AKU? AKU MINTA SUPAYA KAK WIDYA UNTUK..." Teriakan Rizki terhenti karena terpotong oleh ucapan sang ibu.
"SUDAH CUKUP SAYANGG... CUKUP... IBU SALAH... TOLONG HENTIKAN..!" Pekik wanita yang memeluk Widya.
"OOH BERARTI IBU MENGIZINKAN KAK WIDYA JADI PEREK, JADI LONTE.. YANG TUBUHNYA BISA DINIKMATIN ORANG. HIKKS...." Maki Rizki semakin tak terkendali.
"BRENGSEK KAMU, KAMU BENER-BENER KURANG AJAR!" Si ayah mulai lagi menghajar anaknya yang sedang kemasukan setan.
"AYAH JANGAN!" Teriak Widya.
“TAAAHAANN…!” Si ibu pun tanpa sengaja berteriak agar para warga menahan amukan lelaki setengah baya itu.
Buggghh ...!!! Tanpa tertahan tendangan keras lelaki tersebut membuat tubuh Rizki terhempas. Tanpa banyak bicara bocah itu bangun dengan tubuh terhuyung-huyung, dia langsung berlari menjauhi lelaki itu.
“RIIZZZZKIII…. KEMBALI… NAKKK…..!!!“ Teriak wanita yang memeluk Widya tetapi bocah itu tetap berlari hingga tak terlihat lagi batang hidungnya.
“Pak ini bawa kemana?” Seorang warga menanyakan pada pengurus warga.
“Bawa dia ke rumahku..!!” Lelaki yang menendang bocah tadi sudah berdiri di hadapan Candra dengan nafas tersengal menahan amarah pada Candra. Akhirnya Candra pun digiring ke rumah lelaki itu.
“Can gimana persiapan motor lu? Lu minggu besok mau turun gak?” Ujar salah seorang temannya.
“Pastinya dong ... Gue dah habis-habisan keluar modal buat meng-upgrade nih motor, emang siapa lawan kita entar? Gue harap taruhannya bisa gantiin modal gue hehehe...” Jawab Candra dengan bangga.
Tiba tiba ...
“CANDRA ...!” Tiba-tiba suara teriakan wanita dari arah belakang, membuat Candra menoleh ke arah teriakan tadi.
“Siapa Can..?” Salah seorang dari mereka mendekati Candra yang tengah menilik sosok yang memanggilnya.
“CAANDRRAAA ...!!” Sosok seorang gadis melambaikan tangannya di kaca jendela mobil yang terbuka.
“Widya...!” Gumam Candra saat mengenal sosok gadis berwajah manis yang memanggilnya, Candra pun mendekati mobil yang ditumpangi gadis tadi.
"Bener itu Widya…… Wiiiddyaaa..!" Candra mulai yakin dengan sosok gadis yang memangilnya lalu Candra pun menyahut memanggil nama gadis itu.
"Kok, lu ada di sini sih?" Tanya Candra merasa kaget gadis yang beberapa tahun tak bertemu sekarang ada di hadapannya. Dirinya terpesona melihat sosok gadis di hadapannya telah berubah setelah beberapa tahun tak bersua.
"Gue mau pindah rumah ke daerah sini, tuh di jalan **!" Jawab gadis itu yang ternyata dia adalah Widya.
"Ooh ... Rumah Nenek Wira, kamu pindah ke sana! Emang hubungan kamu, apanya dengan Nenek Wira?" Tanya Candra mengenali rumah yang dimaksud, siapa sih yang nggak kenal pemilik rumah itu, Kakek Wira seorang veteran yang terkenal tegas dan galak di lingkungan ini dan nenek Wira yang terkenal ramah dan baik hati, dengan sifat mereka seluruh warga pun mengenal mereka.
"Itu Nenek Gue!" Jawab Widya.
"Bisa kalian tak menghalangi jalan." Tiba-tiba suara tegas dari seseorang lelaki dari arah jendela pengemudi mobil.
"Ehhh..!!" Candra yang mengenali sosok lelaki itu. Ya, Candra mengenalnya dia adalah putra dari Kakek Nenek Wira yang telah menjadi perwira Tentara yang juga memiliki sifat seperti Kakek Wira.
“Heyy…!” Candra melambaikan tangan agar rekan-rekannya agar memindahkan motor untuk membuka jalan. Lalu mempersilahkan mobil yang ditumpangi Widya untuk kembali melaju. Lalu Candra memandangi kagum akan kecantikan Widya di balik jendela mobil. Lalu mobil yang ditumpangi Widya pun pergi melewatinya.
“Wid, kok kamu semakin cantik.” Gumam Candra yang seketika itu mengagumi perubahan teman SMP nya dulu.
“Bro siapa tadi, keliatannya cewek itu cakep juga tuh…? Kenalin dong sama kita-kita...!” Beberapa temannya penasaran sama sosok Widya. Menyadarkan Candra yang masih terkagum akan kecantikan Widya.
“Ehhh..! Temen sekelas gue waktu SMP dulu, gue gak nyangka sekarang dia jadi semenarik gitu..!!” Candra masih memandangi mobil yang mulai menjauhinya.
“Cieeee sembalap kita mulai kasmaran nih!” Salah seorang dari mereka bernama Rudi sambil merangkul Candra.
“Ngomong-ngomong, si Candra ini jago di track tapi kalo masalah cewek gue masih sangsi.” Tiba-tiba sesosok yang terlihat lebih tua dari mereka ikut nimbrung, dia adalah Johan sang pentolan dari genk kuda liar.
“Bener juga waktu dia dideketin si Dessy dia malah dingin nggak ngerespon. Jangan-jangan si Candra ini maho!” Timpal Redi di belakang Johan.
“Kampret kalian…!! Gue normal kale..!!” Sanggah Candra menoleh pada rekannya lalu kembali memperhatikan jalanan yang sudah tak tampak mobil yang ditumpangi Widya.
“Kelihatannya ... Lu demen sama tuh cewek!” Tanya si Johan tangannya menepuk pundak Candra matanya sedikit memberi kode pada yang lainnya seperti ada yang direncanakan.
“Ah, masalah cewek males gue bahasnya, nggak ada duitnya!” Sambil menepis tangan Johan lalu beranjak hendak kembali ke tempat di mana tadi berada.
“Bentar-bentar….! Lu bilang nggak ada duitnya?” Johon sempat menahan Candra, dengan senyum licik.
“Maksud lu apaan?” Candra berbalik.
“Woles Bro, santai…! Gue punya penawaran buat lu…! Itu pun kalo lu punya nyali?” Ucap Johan membuat Candra penasaran.
“Nyali… hhaahha…! Bagi gue nyali gue nggak ada istilah ciut kalo ditantang. Ayo kita buktikan tinggal sebutin di mana kita balapan!” Candra dengan sombong. Ya, dia merasa begitu memang di genk-nya nggak ada yang sanggup melawan Candra di jalanan.
“Wweeeessss …. Ini bukan adu balap Bro, ini masalah cewek tadi...!” Terang Johan.
“Hah, apa urusannya ama si Widya?!” Candra agak sewot.
“Oh, Widya namanya...!” Sahut Johan sambil manggut-manggut.
“Nih kalo lu punya nyali gue nantangin lu buat taruhan 2 juta, jika lu malam ini bisa si Widya jadi cewek lu!” Ucap Johan dengan wajah serius sambil merogoh jaketnya lalu mengeluarkan segepok duit pecahan 20k.
“Hahahaha ... Kagak salah lu, bikin taruhan! Ok gue ambil tantangan itu!” Sahut Candra menyanggupin tantangan sambil akan meraih duit dari tangan Johan. Kebetulan Candra membutuhkan duit untuk membeli item kebutuhan motornya.
“Eits, sabar Bro….!” Tahan Johan tak melepaskan genggaman duitnya.
“Gue tau lu pasti mudah dapetin tuh cewek, tapi bukan itu tantangannya!” Lanjutnya.
“Apa tantanganya?” Tanya Candra sedikit antusias.
“Ok, karena lu dah megang nih duit, gak lucu dong kalo gue aja yang taruhannya ... Gue minta kalo lu kalah, lu musti bayar 3x lipat dari nih duit!” Sahut Johan dengan nada serius, membuat ragu Candra yang belum mengerti apa yang dimau Johan. Dengan penuh keraguan tangannya mulai sedikit mengendorkan gengaman pada duit itu.
“Lu lepas, berarti lu kalah!” Ucap Johan sedikit mengancam, akhirnya Candra pun menggengam kembali duit itu.
“Apa tantangan lu?” Tanya Canda sedikit ragu-ragu.
“Ok, gue yakin lu malam ini cewek itu lu pasti dapetin ... Sekarang tantangan gue, gue minta lu grepe tuh cewek ... Kalo dia udah jadi cewek lu, Gimana? Lu berdua jadi saksinya, lu mesti ikutin si Candra buat mastiin dia berhasil atau tidaknya!” Perintah Johan dengan senyum penuh kemenangan, seperti ada rencana yang disembunyikan.
“Eehh…!” Candra yang hendak menolak tapi Johan melepaskan genggaman tangannya pada duit.
“Deal...!!” Ujar Johan tak memberi kesempatan bicara pada Candra. Candra pun berfikir sejenak lalu tersenyum.
“Deal… Gue pegang omongan lu…!! Ha ha ha ... Lu pada belum tau siapa dia.“ Candra tertawa menyeringai seperti ada yang dia ingat.
“Siapin motornya ... Kita langsung ke target ...” Johan menyuruh kedua rekannya tadi membawa motor. Lalu Johan naik di belakang pada salah satu motor yang dibawa temannya.
“Ayo Naik..!” Ajak Johan dengan tatapan mata sedikit ragu akan keseriusan Candra dengan tawaran tantangannya.
Beberapa saat kemudian tepat di hadapan rumah yang dituju, dua motor salah satunya ditumpangi oleh Candra tengah perlahan melintas.
“Bro…! Mana tuh cewek kagak keliatan?” Tanya yang membonceng pada Candra, Candra tak menjawab hanya diam, hingga rumah yang dituju pun terlewati. Dengan aba-aba Johan pun untuk memutar balik agar kembali. Dan saat mereka kembali melintas terlihat Widya beserta adiknya Rizki yang sedang membakar sampah di tempat sampah.
“Can…” Bisik yang membonceng Candra memberitahukan bahwa gadis yang dicari ada di luar bersama seorang bocah, saat melintas kedua mata Candra dan Widya saling bertatap hingga seutas senyum di bibir mereka. Dan saat tepat di sebelah mereka, Rizki adiknya Widya berbalik berdiri memandangi mereka satu persatu hingga akhirnya tepat pandangannya tertuju pada Candra dengan sorot mata yang tajam di tangan kanannya memegang sebatang besi.
“Maju terus!” Bisik Candra merasa sedikit ada rasa ketir saat melihat tatapan Rizki, hingga akhirnya mereka pun melintas di hadapan mereka tepat di ujung jalan mereka pun berhenti.
“Ngapain lu lewatin kesempatan, apa lu nyerah?” Ledek Johan.
“Nyerah kagak ada di kamus gue untuk nyerah … Cuma eeuu ...” Candra menoleh ke arah di mana Widya berada.
“Alasan aja ... Bilang aja lu ciut ...!” Tawa rekannya yang lain.
“Bukan gitu ... Lu tau sendiri yang punya rumah itu orang yang disegenin di sini, kita musti liat sikon dong ... Lu liat aja, tunggu momen yang pas ...” Ujar Candra dengan percaya diri.
“Jadi..??” Tanya Johan.
“Tunggu 15 menit, tuh cewek pasti dapet gue dapetin, yang jelas lu siapin duitnya...!!” Seringai Candra.
“Lu yakin gini ... Emang udah lu apain tuh cewek?” Tanya salah satu dari mereka. Candra yang dari tadi tersenyum licik lalu merogoh dompet dari saku belakang. Lalu mengeluarkan secarik foto yang terselip di salah satu bagian dompet dan diberikan pada mereka.
“Jiaaaah ... Ternyata dia lonte ... Ha ha ha ha, mampus lu jo…!” Heboh mereka saat tahu apa isi gambar foto yang diberikan Candra.
“Brengsek apes gue ...!” Dumel Johan mengetahui kunci utama Candra saat menerima tantangannya dengan enteng.
“He ... he ... he ...” Tawa Candra.
“Sial ...! Dah gue nyerah ...!“ Johan menerima kekalahannya sambil menyodorkankan uang pada Candra. “Karena gue dah tekor ... Bisa dong gue icip-icip tubuh dia?” Lanjut Johan.
“Kalo gue dapat perawannya ... Jangankan cuma lu, kalian juga boleh kalo mau ...” Ucap kemenangan Candra yang merasa di atas angin saat membongkar jurus pamungkas untuk tantangan Johan mendapatkan Widya.
Pas Candra menoleh kembali ke arah Widya di saat bersamaan Widya pun menoleh ke arahnya. Candra pun mengambil kesempatan melambaikan tangannya memanggil Widya. Bak bagai gayung bersambut, Widya pun dengan sedikit riang berlari kecil mendekati Candra.
“Hai Can ... Gimana kabarnya?” Saat Widya tiba tersenyum ceria, gimana dia tak gembira Candra adalah lelaki cinta pertamanya saat sama-sama di bangkus SMP dulu. Mereka sempat berpacaran selama 6 bulan dan keburu berpisah karena lulus sekolah. Tapi bagi Widya banyak kesan yang mendalam saat bersama Candra.
“Halo cantik ... Perkenalkan gue Johan?” Ujar Johan tiba-tiba menjewil dagu Widya saat Widya menghampiri mereka, membuat Widya risih lalu menepis tangan Johan dengan mata mendelik.
“Ha ha ha ...” Tawa ketiga teman Candra hanya Candra yang tak tertawa lalu ditariknya tubuh Widya agar merapat pada tubuhnya. Sementara itu, Johan terus mengamati tubuh Widya yang berpakaian sexy menurutnya.
“Gak salah lu Can ... Milih cewek yang cakep gini? Lu kagak dikenalin pacar lu ke kita-kita!” Salah satu mereka menyahut dan hendak mendekati Widya.
“Can mau ngapain nih?” Was-was Widya melihat gelagat Candra.
“Gue kangen ama lu Wid … Lu makin cantik aja ...” Bisiknya di telinga Widya dan lalu melumat cuping telinganya. Ketiga teman Candra hanya bisa tertawa melihat Candra yang tengah melecehkan Widya.
“Apaan sih lu..kurang ajar banget can” Widya langsung meronta melepaskan diri sambil mendorong tubuh Candra. Candra pun makin erat memeluk Widya. Sambil mencumbu leher Widya. Meskipun Widya setengah mati meronta tapi tubuhnya seperti tersengat listrik saat bibir Candra mencium lehernya. Dirinya tak kuasa menahan perlakuan Candra, dirinya hanya mampu meronta tanpa bisa berteriak.
Tiba tiba mata Winda mendelik saat Johan mengasongkan kehadapannya sebuah fotonya yang hampir setengah bugil dengan posisi terlentang di atas pangkuan Candra.
“Maakkksuud kamuuu apaaan” Widya yang mulai keluar keringat dingin mengetahui Candra masih menyimpam foto kenangan bersama Candra. Tak menyangka Candra masih menyimpan semua terekam jelas dalam foto itu yang diambil saat malam acara perpisahan sekolah di sebuah villa. Muncul rasa sesal Widya yang begitu bodoh saat remaja yang mudah terbuai oleh rayuan cinta oleh pujaan hatinya hingga melakukan hal yang bodoh seperti dalam foto tersebut.
“Masih banyak foto kenang kenangan saat kita bersama Wid, semua tersimpan rapih di komputerku.” Candra mengingatkan Widya saat berpacaran semasa SMP. Memang itu hanya sebatas petting tidak sampe ML tetapi bagi Candra ini merupakan kunci untuk menaklukan Widya.
Candra beranjak duduk di motor lalu ditariknya Widya agar duduk dipangkuannya
“jaaangan Can.. aku mohon” Meski hati menolak tapi Widya tak bisa menepis tarikan tangan Candra. Hingga dirinya duduk dipangkuan Candra, Candra menjambak rambutnya hingga kepala Widya menengadah lalu berbisik ditelinganya,
“Kamu gak mau kan foto itu tersebar di keluarga kamu ... Lu taukan gimana kalo reaksi bokap lu akan kelakuan putrinya ini ... lebih baik kamu ikutin apa yang akan aku lakukan” Candra setengah berbisik mengancam Widya lalu tangannya mulai menggerayangi tubuhnya.
“Caann …” Bergetar tubuh Widya mendengar perkataan Candra, tak menyangka pujaan hatinya dulu ternyata tak sebaik yang ia kira. Widya merasa malu dirinya dilecehkan dihadapan teman Candra yang cengengesan tertawa seakan menyemangati melihat aksi Candra terhadapnya yang tak mampu dia lawan, akhirnya hanya bisa pasrah menerima perlakuan Candra. Widya memejamkan mata saat Candra kembali mencumbunya, terlihat air mata mulai menggenang di sudut matanya rasa sesal yang sangat di hatinya kelakuannya dulu akan berakibat buat dirinya. Widya hanya pasrah menerima perlakuan Candra, ketiga teman Candra makin tertawa melihat Widya yang telah ditaklukan Candra tanpa perlawanan berarti.
“Wid... Wid… Gue kangen ama body lu, gue kangen kayak dulu lagi ...” Candra terus mencumbu Widya, tangannya mulai meremas dada Widya. Widya sedikit melenguh saat payudaranya diremas.
Tiba-tiba ...
"WANJJJIINGGGG ... DASAR PEREK TAK TAHU MALU ..." Teriak bocah laki-laki dengan tangan memegang sebilah besi hendak dihantamkan pada lengan Candra yang sedang meremas payudara Widya.
Teriakan si bocah yang penuh amarah membuat semua orang terkejut. Dengan reaksi cepat, Candra yang sedang meremas payudara Widya menarik tubuh Widya agar tak kena hantaman bilah besi. Hingga hantaman bilah besi hanya mengenai stang motor. Candra menarik tubuh Widya agar berlindung dibalik tubuhnya, tetapi pukulan itu tak berhenti, si bocah itu pun mengambil ancang-ancang untuk memukul lagi.
Bluuuug…! Terdengar suara motor yang didudukinya tadi ditendang hingga masuk ke dalam got.
Widya pun terjatuh diatas tubuh Candra.
“Deekk…” Ujar Widya pelan ketika mengetahuii siapa yang melabrak Candra, Sekejap Widya merasa lega dirinya terselamatkan melihat Rizki datang menolongnya, Tapi melihat Rizki yang siap hendak memukul kembali pada Candra.. dengan reflex Widya menghalangi Rizki
"APA-APAAN SIH, KAMU DEK?" Teriak Widya mencoba agar Adiknya Rizki tak melawan Candra, itu yang ada di benak Widya khawatir Candra dan kedua temannya membalas perlakuan Rizki.
“Liat tuh adeknya marah, liat kakaknya lu grepe, ha ha ha ...” terdengar ledekan salah seorang teman Candra pada Candra.
Ternyata tindakan Widya menghalangi Rizki menjadi bumerang bagi dirinya ditambah ledekan mereka membuat Rizki yang sedang kalap langsung memaki dirinya.
"ANJING LU, YA ... LU DI GREPE-GREPEIN SAMA ORANG DILIATIN ORANG BANYAK CUMA DIEM AJA ... LO ITU PEREK, DIJUAL BERAPA TUBUH LU KE DIA?" Maki Rizky sangat sarkas sambil mengayunkan batang besi sembarangan.
Tanpa disadari Candra pun menjadi sangat segan untuk membalas perlakuan Rizki karena pemuda itu masih ‘memandang’ Widya. Akhirnya, Candra hanya bisa berwaspada untuk melindungi dirinya dan Widya dari serangan membabi buta dari Rizki.
"JAGA MULUT KAMU DEK!" Widya dengan suara meninggi lalu berjalan mendekati adiknya, seolah tak terima ucapan adiknya karena tak tau apa yang terjadi.
"ALAAAH ... DASAR CEWEK MURAHAN LU ... EMANG GUE GAK LIAT TOKET LU DIGREPE-GREPE DIA." Dengan mengacungkan batang besi ke arah Candra.
PLAAAKKK! Widya menampar pipi adiknya tak terima dengan ucapan Rizki tadi. Tapi suatu tak terduga bocah itu malah membalas menampar Widya dengan memaki.
Plak ... Plak!
"ANNJJIING LOOO ... WANITA MURAHAN DASAR LONTE ... PEREK ... DIBAYAR BERAPA LU NGELAYANIN KE-4 COWOK INI?" Maki Rizki yang sudah sangat kalap.
Tamparan itu membuat Widya terhuyung jatuh. Dengan mengelus pipinya yang sakit akibat tamparan Rizki. Widya kemudian menangis bersimpuh di tengah jalan. Candra dan kawan-kawan yang tadi tertawa tiba-tiba terhenti tawanya melihat Rizki yang bener-bener kalap. Diacungkan batang besi pada mereka satu persatu.
"ANJIIING ...! SINI KALO BERANI! KENALIN GUE BOSKI. LU UDAH BUAT KAKAK GUE JADI PEREK-PEREK LU, BERARTI LU UDAH SIAP NANGGUNG AKIBATNYA!!" Rizki mengacungkan besi sambil berteriak menantang mereka.
Mendengar keributan yang dia perbuat membuat warga di sekitar berhamburan keluar. Tak lama berselang, di lokasi itu sudah banyak warga yang berkerumun tapi hanya sebatas menonton saja. Tak satu pun yang berani mendekati mereka yang sedang ribut-ribut.
"Sudah, sudah Dekkk! Maafin kakak...! Huuhuu.. Jangan buat kakak malu..! Huuhuu..." Pinta Widya pada adiknya sangat memelas. Widya pun mulai mengiba sambil memeluk kaki adiknya. Namun, Rizki yang sudah ‘gelap hati’ tak menghiraukan permintaan kakaknya. Rizki malah berjalan mendekati Candra sambil menyeret tubuh Widya yang bergelayutan di kakinya. Melihat Rizki yang mendekat, Candra pun langsung bersiap melawan jika ada serangan dari bocah tersebut.
"DIAM ANJIIINGGGG...! LO BUKAN KAKAK GUE... LU CUMA LONTE!" Maki bocah itu meronta menghetakkan kaki agar pelukan Widya terlepas di kakinya. Entah tenaga dari mana bocah itu mampu menghempaskan tubuh kakaknya lalu berlari menyerang Candra dan kawan-kawan.
"AANJJJINNGGG, RASAKAN INI!" Teriak Rizki sambil menyerang Candra dan teman-temannya. Ssuingg....! kibasan batang besi yang sembarang ke arah mereka, Candra hanya berkelit menghindari serangan.
Johan mengamati keadaan, sudah banyak warga telah keluar dari rumahnya dan berlari mendekatinya. Melihat situasi tak menguntungkan dengan sengaja Johan mendorong tubuh Candra agar berhadapan dengan Rizki yang kalap hingga terjerembab jatuh di hadapan bocah.
“Kabur...!” Perintah Johan pada dua rekannya.
Breemmm ...! Tanpa banyak basa-basi, sang supir langsung menancap gas dalam-dalam dan dengan berbonceng akhirnya mereka berhasil lolos dari kepungan warga. Sementara itu, Candra hanya celengak-celinguk mencari temannya yang telah meninggalkan dia. Candra sekarang seorang diri menghadapi Rizki yang kalap.
"LU INGET WAJAH INI, GUE BOSKI ANAK GENK SERTU..!!" Pekik kemarahan Rizki menggema dan pada saat yang bersamaan Candra benar-benar tidak siap menghindari serangan Rizki. Dengan refleks Candra melindungi kepalanya dengan menutup kepala oleh kedua tangannya. Zuuuiing...! Besi di tangan Rizki melesat dan mengarah kepala Candra.
“Mampus gueee!!” Pekik Candra dalam hati.
Namun ...
"HENTIKAN RIZKI...!" Terdengar lelaki memanggil bocah kalap tadi. Candra pun memberanikan diri mengintip apa yang tengah terjadi. Seseorang lelaki setengah baya sedang menahan tangan bocah kalap tadi. Dengan sedikit beringsrut menjauh, Candra memperhatikan bocah yang sedang meronta ingin melapskan diri dari cengkraman lelaki itu.
"LEPASSINNN...! GUEE MAU HABIISIN NI ORANG...!!" Teriak bocah dengan beringas meronta-ronta.
“Tahan anak ini ... Keliatannya dia bikin onar di sini!” Seorang warga menahan lengan Candra dengan memitingkan ke belakang tubuhnya dan Candra pun tersadar dirinya telah terkepung oleh warga. Lalu warga menggiring Candra menjauh dari amukan bocah tadi.
"LEPPAAASSIN...!!" Masih terdengar oleh Candra teriakan si bocah.
Candra menoleh ke arah Widya yang tengah menangis dipeluk oleh seorang wanita, dan Candra menyangka bahwa itu ibunya.
"HUAHAHAHA... HAHAHA, HIIIKSSS.. HAHAHA...." Tawa bocah itu membuat Candra menoleh ke arahnya. Candra pun digiring kembali oleh warga.
"KAMU APAA-APAAAN, MAU MUKUL ORANG...? KAMU MAU JADI JAGOAN SEKARANG!! " Tanya lelaki itu sambil memarahinya dengan tetap memegangi si bocah.
"HAHAHA.. HAHA HIIKKSS HAHA" Tawa si bocah. "LIAT SODARA-SODARA!!" Teriaknya membuat pandangan Candra dan orang yang menggiring kembali tertuju pada si bocah.
"KALIAN LIAT...! GUEEE.. DI SINI, MAU NGEHAJAR INI ORANG SAMA KAKAK GUE YANG UDAH LAKUIN HAL MESUM DI LINGKUNGAN KALIAN HAHAHA!" Teriak Rizki dengan nada penuh amarah.
"Dekkk, jangaaan maafin kakak!!" Widya mencoba melepaskan diri dari pelukan ibunya mencoba menghentikan celoteh adiknya tapi tak berdaya.
"TAPI KALIAN LIAT ... APA YANG TERJADI? GUE YANG DIMAKI, GUE YANG DIHAJAR AMA BOKAP GUE, JELAS-JELAS BOKAP GUE LEBIH BELAIN ANAK KESAYANGANNYA YANG JADI LONTE, YANG UDAH DIGREPE-GREPE AMA DIA." Bocah itu menunjuk pada Candra, perkataan yang sangat menyakitkan hati Widya. Candra menoleh pada Widya, begitu pula Widya, terucap di bibir Widya tanpa suara.
“Maafkan Aku ...”
"ANAK BAJINGAN KAMU ... JAGA MULUT KAMU ...!!" Lelaki setengah baya itu memukuli bocah itu, entah apa jadinya jika tak ditahan oleh beberapa warga.
"KALIAN LIAT KAN! BUU.. TADI AKU MINTA KE IBU... APA IBU GAK INGAT APA PERMINTAAN AKU? AKU MINTA SUPAYA KAK WIDYA UNTUK..." Teriakan Rizki terhenti karena terpotong oleh ucapan sang ibu.
"SUDAH CUKUP SAYANGG... CUKUP... IBU SALAH... TOLONG HENTIKAN..!" Pekik wanita yang memeluk Widya.
"OOH BERARTI IBU MENGIZINKAN KAK WIDYA JADI PEREK, JADI LONTE.. YANG TUBUHNYA BISA DINIKMATIN ORANG. HIKKS...." Maki Rizki semakin tak terkendali.
"BRENGSEK KAMU, KAMU BENER-BENER KURANG AJAR!" Si ayah mulai lagi menghajar anaknya yang sedang kemasukan setan.
"AYAH JANGAN!" Teriak Widya.
“TAAAHAANN…!” Si ibu pun tanpa sengaja berteriak agar para warga menahan amukan lelaki setengah baya itu.
Buggghh ...!!! Tanpa tertahan tendangan keras lelaki tersebut membuat tubuh Rizki terhempas. Tanpa banyak bicara bocah itu bangun dengan tubuh terhuyung-huyung, dia langsung berlari menjauhi lelaki itu.
“RIIZZZZKIII…. KEMBALI… NAKKK…..!!!“ Teriak wanita yang memeluk Widya tetapi bocah itu tetap berlari hingga tak terlihat lagi batang hidungnya.
“Pak ini bawa kemana?” Seorang warga menanyakan pada pengurus warga.
“Bawa dia ke rumahku..!!” Lelaki yang menendang bocah tadi sudah berdiri di hadapan Candra dengan nafas tersengal menahan amarah pada Candra. Akhirnya Candra pun digiring ke rumah lelaki itu.
Flashback End ...
Sungguh di luar dugaan kalau kejadian itu akan berdampak sebegini hebat. Hatinya terlalu sakit, lukanya terlalu dalam. Dia hanya mampu meraung di dalam hati. Candra pun langsung masuk ke dalam kamar dan mengambil beberapa helai baju dan barang-barang yang ia butuhkan. Semuanya ia masukan ke dalam ransel. Tanpa banyak kata, ia pun melangkah gontai keluar kamar lalu dia mengeluarkan motor sport dalam garasi.
“Den .. Den Candra mau kemana..?” Wanita tua tergopoh-gopoh mengejar Candra dari arah dapur.
“Bi ... Mamah ama papah udah ngusir Candra dari rumah ini dan sekarang Candra mesti pergi ... Bi nitip mamah ama papah, bilang ke mereka maafin Candra ...” Ujar Candra menatap pembantunya itu.
“Tapi dennn ... Hiikss ... Jangan pergi meerekaaa cumaa sementaaraa maaraahnya..!!”
“Udah bi ... Aku kok yang salah ... Lagian mereka gak akan peduli mo bener atau salah, di mata mereka aku mungkin cuma anak pungut yang selalu merusak nama baik mereka ...” Dengus Candra.
“Jangan gitu den ... Aden itu anak kandung mereka, wajar kalo orang tua marah jika anaknya berbuat salah, tandanya mereka itu sayang ...” Bujuk pembantu tua mencoba menenangkan hati Candra sambil memeluk pemuda itu.
“Sudahlah bi ... Keburu siang, aku pergi dulu ...” Candra melepaskan pelukan pembantunya yang telah setia pada keluarganya selama 25 tahun sebelum dia lahir.
Dinyalakannya motor lalu pergi meninggalkan rumah disaksikan pembantunya yang hanya bisa menangis melihat anak tuannya pergi. Dalam perjalanan pikiran Candra tak menentu hendak ke mana dirinya akan pergi, tiba tiba terbersit dalam pikirannya.
“Wid.. urusan kita masih belum kelar…” Terucap di bibirnya lalu dipacunya sepeda motor menuju arah sekolah Widya.
Bersambung ...
contemplate
Semprot Baru
- Daftar
- 10 Dec 2018
- Post
- 40
- Like diterima
- 203
Makasih updatenya kakak....akhirnya...
S1617
Adik Semprot
akhirnya , , , , , ,
makasi suhu
ditunggu konflik selanjutnya
makasi suhu
ditunggu konflik selanjutnya
Manfrust99
Calon Suhu Semprot
- Daftar
- 7 Jun 2019
- Post
- 2.518
- Like diterima
- 17.246
Makasih upnya Om Boss.... 
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
