Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Naga Merah

Bimabet
Kalau cuma 1 part ngga seru bos...banyak yang bisa dikembangkan...mulai dari pertempuran depan sampai belakang..minimal 3 part lah.......hahahabba...kabuuuurrr....siluman kaki seribu.....
 
Nambah 5 part lagi juga asoy geboy Om

Mantap apdetnya

Tengkyu
 
Sudah ku kira ini akan jd best story hu.....
Di tunggu kelanjutan nya ‘hu...:semangat:
 
Part 25
Pertarungan Gerbang Ketujuh

Natapraja masih berdiri tegak di tengah-tengah medan pertempuran.

Nampak Beni, Satrio dan Rangga yang telah menghabisi lawannya berdiri menghadapi Natapraja.

"Brakk.." sebuah benturan keras terjadi antara Hadi dan lawannya yang membuat kedua orang tersebut jatuh terhuyung ke belakang.

Pak Cipta yang masih bertarung alot akhirnya mengambil Keris Sabuk Inten yang tersimpan di kakinya.

Sebuah kekuatan nampak menyelubungi Pak Cipta membuat lawannya terpksa mengeluarkan sebuah senjata berupa sepasang belati.

Kali ini pertempuran berlangsung lebih cepat meski tetap dalam kehati-hatian. Saling tusuk, tangkis dan gerakan tipu bertaburan menghiasi pertempuran ini.

Namun dalam sepersekian detik Pak Cipta seperti lengah menerjang maju dengan pertahanan terbuka.

Sang lawan tak menyia-nyiakan kesempatan, dilemparkannya salah satu belatinya dan langsung menancap di lengan kiri Pak Cipta.

Dengan beringas siluman tersebut maju dan menusukkan belatinya ke dada Pak Cipta.

Tanpa diduga, Pak Cipta berkelit sambil menyampokkan kaki palsunya hingga belati tersebut tertancap dalam, kemudian dengan cepat Pak Cipta menikamkan Sabuk Inten tepat di dada kiri lawannya.

Dibarengi dengan sebuah lenguhan pendek, lawannya ambruk tak bernyawa.

Melihat raja siluman pendukungnya telah habis tak bersisa Natapraja justru terkekeh ringan.

"Bagus bila kalian semua mampus, aku akan lebih mudah menguasai kelompok kalian", seringai Natapraja.

"Natapraja, nampaknya kelalimanmu harus berakhir saat ini", ucapku

"Hahahaha.. tak usah sesumbar bocah, kita buktikan siapa yang bakal mati hari ini", Natapraja menggerung keras kemudian melompat menyerangku.

Aku melompat mundur sambil memapag pukulannya.

Tubuhku bergetar. Sungguh luar biasa kekuatan Natapraja. Meski belum menyatukan Kundalininya, namun rupanya Kyai Condong Campur yang telah ditempa ulang memberikan kekuatan yang luar biasa besar bagi Natapraja.

Tak mau mengambil resiko kali ini seluruh kekuatanku kukerahkan untuk menghadapi Natapraja.

"Kalian mundur, jangan membahayakan diri kalian, bantu yang diluar", teriakku

Nampak Satrio, Beni dan Rangga berlari keluar sementara Hadi masih tergeletak pingsan dan Pak Cipta masih bersila mengatur jalan darahnya akibat tusukan belati lawannya.

Natapraja dan aku berhadap-hadapan saling mengukur kekuatan. Kami saling mengamati dan merasakan kekuatan lawan dengan seksama.

"Naga, gunakan Sabuk Inten ini untuk menghadapi Kyai Condong Campur", Pak Cipta melemparkan kerisnya kepadaku.

Segera kutangkap keris tersebut. Aliran energi mengalir memasuki tubuhku. Keris tersebut bersinar berkilau sejenak menerangi gua lalu berpendar lemah memancarkan cahaya keemasan.

"Bagus, akan lebih seru jika kamu memegang senjata. Tetapi jangan lupa, sebelum Kyai Condong Campur ditempa ulang saja, Sabuk Inten tidak bisa mengalahkannya, apalagi sekarang", ejek Natapraja.

Aku hanya tersenyum dingin

Kali ini kualirkan segenap kekuatanku ke seluruh tubuhku. Ditambah dengan aliran kekuatan Sabuk Inten membuatku memperoleh tambahan energi baru. Sisik naga mulai bermunculan di tubuhku.

Natapraja nampak tercekat melihat aku yang bisa menghadirkan wujud Kundalini pada tubuhku.

Secepat kilat ia menyerangku dengan tikaman Condong Campur. Aku menghindari tikamannya dengan melontarkan tubuhku ke samping. Lalu berbalik menyerangnya.

Kali ini Natapraja menghindar dengan sebuah liukan lalu kaki kanannya menyusul melancarkan tendangan ke arah dadaku.

Kutepis kaki Natapraja lalu kutikamkan keris Sabuk Inten menuju ke wajahnya.

Natapraja bergerak cepat dengan menangkiskan Kyai Condong Campur. Benturan hebat terjadi

Kali ini Sabuk Inten bergetar hebat. Aku mencoba menguatkannya dengan menambah energi Kundaliniku pada wilah keris tersebut. Namun nampaknya terlambat. Kyai Sabuk Inten kalah, ditandai dengan gompalnya sebagian sisi pada wilahnya yang tajam.

Aku melompat mundur. Aliran energi Sabuk Inten tak sederas sebelumnya. Natapraja tertawa terbahak-bahak.

"Sudah kubilang, sejarah terulang Raja Naga", ucapnya.

Aku menari nafas panjang dan kembali bersiap menyerang.

Namun tanpa diduga dari pintu masuk gua, aku melihat Sari berlari ke arahku.

"Gunakan Kyai Sengkelat Naga, balaskan dendam ayahku", ucap Sari

Kuterima keris tersebut. Tak ingin terjadi hal yang sama seperti Sabuk Inten, kali ini aku memberikan energi pelindung pada Kyai Sengkelat hingga pegangan Kyai Sengkelat ikut ditumbuhi sisik naga dan bersatu dengan jemariku.

Aku melompat menggempur Natapraja dengan deras. Natapraja memapag seranganku dengan menangkiskan Kyai Condong Campur. Benturan hebat terjadi. Dinding gua bergetar keras.

Untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, Sari dan Pak Cipta membopong tubuh Hadi dan segera keluar dari gua.

Aku sendiri terjajar ke belakang sementara Natapraja mengalami hal yang sama namun tampaknya ia terlontar lebih jauh daripada aku.

Sekilas kulihat tangannya bergetar menerima serangan Kyai Sengkelat yang dibarengi dengan energi Kundaliniku.

Aku kembali bersiap menggempur Natapraja. Kurasa kekuatanku masih setingkat diatasnya dan aku yakin Natapraja menyadari hal tersebut.

Namun tiba-tiba Natapraja melakukan gerakan yang sangat aneh. Diangkatnya tinggi-tinggi Kyai Condong Campur dengan kedua tangannya. Kaki kirinya diangkat lalu dengan gerakan yang sangat cepat, dihunjamkannya Kyai Condong Campur ke tengkuknya.

Aku berfikir jangan-jangan Natapraja nekat menyatukan Kundalininya sebelum gerhana matahari. Memang cara teraman menyatukan Kundalini adalah pada saat kekuatan mereka melemah yakni pada saat gerhana matahari.

Tetapi aku tidak menyangka Natapraja nelat melakukan penyatuan sebelum waktunya. Tidak bisa kubayangkan apa yang terjadi atau akibat apa yang akan ditanggung olehnya.

Sebuah ledakan besar terjadi di sekitar tubuh Natapraja bersamaan dengan penusukan tengkuknya.

Aku terlempar ke belakang dan membentur dinding gua dengan sangat keras.

Lalu.. gelap..

***

POV Sari

Gemuruh keras dari dalam gua menghentikan pertempuran yang terjadi di luar gua. Nampak sesosok tubuh melompat keluar dari runtuhnya gua tersebut.

Natapraja berdiri tegak dengan kaki yang telah terbungkus sisik naga berwarna hitam legam. Berbeda dengan Naga suamiku yang ditutupi sisik berwarna putih kemerahan saat menyatukan dirinya dengan Kundalininya.

Aku tercekat. Natapraja berarti telah berhasil menyatukan tiga Kundalininya, yang juga berarti Naga telah dikalahkan.

Naga, apa yang terjadi padanya. Rasa khawatir dan cemas menghinggapi perasaanku.

Natapraja berdiri tegak diatas puing reruntuhan gua. Dengan sombongnya ia menatap kami satu persatu.

"Lebih baik kalian segera menyerah, Raja Naga kalian telah mati terkubur di reruntuhan gua ini", Natapraja berteriak lantang sambil tertawa keras.

"Tidak ada harapan bagi kalian bisa mengalahkan aku yang telah menyatukan tiga Kundaliniku sekaligus membuka gerbang terakhir, gerbang ketujuh Kundalini", ucapnya pongah

Aditya berdiri tegak menatap Natapraja

"Kami siluman harimau, lebih baik mati berkalang tanah daripada harus bergabung denganmu dan membuat kerusakan di bumi..!!", teriaknya lantang.

Ucapan Aditya tadi diikuti gemuruh suara auman harimau para pasukannya.

"Begitupun kami siluman ular, engkaulah yang telah membunuh ratu terdahulu kami, maka selamanya dendam kami terhadapmu tidak akan habis", Burhan menimpali.

Kedua kelompok siluman pendukung kami nampak bersiap mengambil kuda-kuda menyerang.

Panji yang telah berhasil membunuh Herman lalu melompat mengambil posisi paling depan diikuti Satrio, Beni dan Rangga.

Rhea dan Lissa menemaniku di barisan belakang pasukan.

Kurang dari separuh sisa pasukan siluman pendukung Natapraja nampak mendapatkan suntikan kekuatan baru melihat pimpinan mereka gagah berdiri dan berhasil mengalahkan Raja Naga.

Mereka berkumpul berjajar dibawah Natapraja dengan mengambil sikap menyerang.

"Majuuuuu...!!", Satrio berteriak sambil berlari

Kami semua bergemuruh mengiringi teriakan Satrio dan menyerang maju bersama

Ini adalah pertempuran terakhir. Pilihan yang ada hanyalah menang atau mati..

***
POV Naga

Kegelapan total menyelimuti tubuhku. Aku tak lagi bisa merasakan seluruh bagian tubuhku. Bahkan aku tak sadar apakah aku masih bisa bernafas ataukah tidak.

Lalu sekonyong-konyong muncul melintas bayangan kehidupanku. Lintasan-lintasan peristiwa tersebut berjalan dengan sangat cepat seolah memberiku rangkuman perjalanan hidupku selama ini.

Pada lintasan tersebut aku melihat banyak kejadian dan banyak peristiwa yang terjadi padaku maupun pada orang-orang yang aku cintai. Orang-orang yang memberikan semangat hidup bagiku. Orang-orang yang harus selalu aku lindungi.

Lalu kemudian kembali kegelapan total menyelimuti.

Namun setitik cahaya kecil menghampiriku, membesar seiring jarak kami yang semakin mendekat.

Lalu cahaya itu seolah memanjang lalu merayapi tubuhku kemudian membelit tubuhku dan membawaku meluncur deras ke sebuah lorong bercahaya terang.

Aku kembali merasakan otot-otot tubuhku bekerja. Kubuka mata dan mencoba bangkit dari tempatku berbaring. Sebuah batu besar pipih menjadi tempat pembaringanku.

Perlahan aku menyadari bahwa aku berada di alam semayam Hyang Danumaya.

Nampak Kundaliniku itu duduk di bawah batu besar ini dan setia menungguiku.

"Engkau telah kembali wahai Rajaku", ujarnya

"Apa yang terjadi", tanyaku masih dalam kebingungan

"Engkau baru saja kembali dari perbatasan antara hidup dan mati Rajaku", jawabnya

"Engkau telah melintasi alam dimana ruh berhenti sejenak menunggu penentuan, akankah dia melanjutkan hidupnya atau harus kembali ke pangkuan-Nya".

"Dan dalam perlintasan alam tadi, engkau telah membuka wawasan kesadaranmu tentang kehidupan rajaku".

"Dengan membuka wawasan tentang kehidupan, maka engkau telah berhasil membuka kunci gerbang ketujuh Kundalini, Gerbang Angkasa".

"Gerbang ketujuh Kundalini telah siap kau masuki Rajaku. Namun perlu kuingatkan tentang suatu hal yang dulu pernah kusampaikan".

"Apabila engkau memasuki gerbang ketujuh dan engkau telah menyatukan tiga Kundalini dalam tubuhmu, maka yang akan terjadi adalah engkau akan menjadi makhluk yang nyaris abadi".

Aku menghela nafas panjang. Menjadi makhluk yang nyaris abadi adalah hal yang sangat kutakutkan. Aku bukan lelaki kuat yang bisa melihat orang-orang yang aku cintai pergi meninggalkanku sementara aku masih harus menjalani kehidupan fana.

Tetapi tanpa gerbang ketujuh aku tak akan bisa mengalahkan Natapraja. Dan demi kedamaian dunia mungkin aku memang harus memasuki gerbang ketujuhku.

"Baiklah Hyang Danumaya, aku telah siap", ujarku.

Aku lalu bersiap menerima pembukaan gerban ketujuh. Kutegakkan kakiku di atas batu pipih di tepi danau.

Lalu sebuah hunjaman kekuatan besar berbentuk seperti sorot cahaya dari langit kemudian seolah jatuh menimpa tubuhku.

"Blaammm...", tanah disekitarku amblas sementara angin membentuk pusaran yang menarik air danau hingga meliuk bagaikan kembaran Hyang Danumaya.

Setelah amukan badai mereda, aku merasakan tubuhku jauh sangat berbeda dari sebelumnya. Sangat ringan. Semua menjadi penuh kedamaian. Bahkan aku tak lagi berfikir untuk memenangkan pertempuran

Bagiku kemenangan pada pertempuran dengan Natapraja hanyalah satu jalan untuk menyelamatkan orang-orang yang aku cintai.

"Engkau telah memasuki gerbang ketujuh Rajaku", ujar Hyang Danumaya.

"Dan engkau berhak mengambil permata yang berada di ujung ekorku", lanjutnya.

Sekilas aku melihat permata merah di ujung ekor Hyang Danumaya.

"Lalu apa yang kudapatkan dari permata di ekormu itu?", tanyaku

"Tidak ada", jawabnya

"Selain bentuknya yang bagus", Hyang Danumaya menyeringai.

Aku tersenyum.

"Tetapi dengan membuka permata tersebut, engkau berarti telah membuka segel pembatas antara aku dan engkau Rajaku", lanjut Hyang Danumaya

"Yang berarti alam semayam ini akan musnah, karena aku engkau bisa menghadirkanku dan menemuiku dimanapun engkau mau", ujarnya.

"Dan seluruh kekuatanku bisa engkau gunakan sepenuhnya".

Aku berdiri memandang seluruh tempat ini. Mungkin untuk yang terakhir kali karena saat Hyang Danumaya melepaskan permata di ekornya maka alam semayam ini akan musnah.

"Baiklah rajaku, kurasa ini saatnya aku melebur jadi satu denganmu", ucap Hyang Danumaya

Dengan sekali sentakan, Hyang Danumaya melecutkan ekornya dan permata merah itu terlepas lalu meluncur ke arahku.

Melayang pelan di depanku, kemudian permata merah tersebut secara ajaib masuk ke dalam dadaku.

Yang terjadi kemudian sedikit demi sedikit alam semayam ini berubah menjadi debu halus merambat hingga debu-debu tersebut lalu menghampar dan membawaku kembali ke alam kesadaran.

***

Aku duduk bersila dengan beberapa batu besar menimpa tubuhku. Namun ajaibnya tubuhku tidak terluka. Hanya debu yang mengotori dan menyelimuti tubuhku.

Dengan sekali sentakan aku berdiri lalu melesat ke atas menghancurkan atap gua yang sebagian memang sudah runtuh sebelumnya.

"Blarrrr....", tubuhku menghantam atap gua dan menghancurkannya berkeping-keping.

Aku mendarat dan berdiri tegak di atas atap gua yang belum runtuh.

Namun pemandangan dibawah sungguh membuatku tercekat.

Nampak Natapraja sedang bertarung melawan teman-temanku.

Kulihat Sari, Rhea dan Lissa menghadapi sisa-sisa pasukan siluman. Kewalahan dengan jumlah mereka yang cukup banyak. Dibantu dengan para siluman ular serta harimau, mereka melakukan perlawanan dengan sangat gigih.

Pak Cipta dan Hadi nampaknya sedang memulihkan tenaga. Bersila dan mengatur pernafasan.

Satrio nampak terluka dalam dan masih dibantu oleh Rangga yang menyalurkan energi Kundalininya melalui telapak tangannya.

Aditya, Panji dan Beni masih melakukan serangan ke arah Natapraja. Meski terlihat jelas mereka sama sekali bukan tandingan Natapraja.

Beberapa kali serangan mereka digagalkan dengan mudah. Bahkan serangan yang masuk pun nampak tidak berarti saat mengenai tubuh Natapraja.

Melihat kondisi yang cukup genting, aku melayang turun dari tempatku berdiri sambil melontarkan sebuah serangan ringan ke arah Natapraja, cukup kiranya membuat semua yang ikut bertempur menyadari kehadiranku.

Selarik sinar merah diiringi hawa panas mengiringi ayunan tanganku lalu meluncur ke arah Natapraja.

"Blammm...", tanah di samping medan pertempuran melesak sejengkal, sementara Natapraja yang berhasil menghindar melengak kaget.

"Nagaaa...", Sari berteriak, nampak wajahnya sangat bahagia melihatku.

Lissapun tersenyum lebar menatapku

Seketika kurasakan moral petarung siluman ular dan harimau seketika naik. Mereka seolah-olah kembali bertarung dengan energi dan tenaga baru.

Aditya, Beni dan Panji meloncat mundur dari medan pertempuran seolah memberiku kesempatan untuk menghadapi Natapraja.

Aku melangkah menuju tempat Natapraja berdiri menatapku.

"Rupanya nyawamu masih sayang dengan badanmu Naga", ucap Natapraja sinis

"Belum saatnya takdirku memanggil pulang Natapraja", jawabku.

Sekilas kurasakan Natapraja telah membuka gerbang terakhirnya. Entah bagaimana dia bisa membuat tiga Kundalininya bersatu dengan ikatan Kyai Condong Campur meskipun seharusnya belum waktunya. Tetapi memang kadang suatu kejadian bisa diluar perhitungan manusia.

Natapraja menatapku tajam dan sesaat kemudian dengan teriakan keras dia meluncur ke arahku

"Heaaatt....", sebuah pukulan deras mengarah ke kepalaku

Dengan tenang kumiringkan sebagian badanku. Pukulan Natapraja seinchi melewati telingaku.

Segera ditariknya pukulan tersebut lalu menyusul sikutan dari tangan kirinya menghunjam dadaku.

Bukan serangan sulit, kurendahkan tubuhku lalu kusapukan kakiku ke kuda-kuda Natapraja hingga dia terjungkal ke depan.

Namun dengan sebuah gerakan yang manis Natapraja berguling ke depan dan mempertahankan tubuhnya yang tetap berdiri.

Kali ini secepat kilat dia melontarkan tubuhnya kembali ke arahku diiringi tendangan yang cukup terarah.

Kali ini aku tak menghindar. Akupun melompat melancarkan sebuah tendangan, hingga akhirnya benturan kaki kamipun tak terelakkan.

Angin disekitar benturan kami menderu deras. Debu-debu beterbangan disekelilingnya.

Natapraja terjajar beberapa langkah ke belakang, sementara aku berhasil berdiri tegak meskipun sempat kuda-kudaku goyah sedikit.

Kali ini Natapraja nampak menghimpun energinya, dan tak berapa lama seluruh tubuhnya telah diselimuti sisik naga berwarna hitam legam. Matanyapun berubah menjadi kuning selayaknya mata ular.

Setiap gerakan darinya menyebabkan desiran angin kuat yang memancarkan aura pembunuh yang hebat.

Akupun tak mau mengambil resiko. Kusalurkan energi Kundaliniku keseluruh tubuh, dan kali ini sisik naga putih kemerahan menyelimuti tubuhku seolah seperti baju baja yang melindungiku dari bahaya benturan.

Kembali kami saling menatap tajam.

Kali ini aku yang berinisiatif menyerang lebih dulu. Dengan kecepatan yang sukar diikuti oleh mata, aku memburu kepala Natapraja. Namun rupanya Natapraja telah membaca seranganku

Secepat kilat ia meloncat mundur sambil melontarkan sebuah pukulan jarak jauh. Sementara aku tak mungkin menghindar dengan posisi seperti ini. Segera kusalurkan energi perlindungan pada lenganku untuk menerima pukulan tersebut.

"Brakkk....", Selarik sinar hitam menghantam lenganku.

Agak terhuyung aku ke belakang. Sementara Natapraja telah bersiap menyerang.

Sebuah lompatan tinggi mengawali serangan Natapraja. Aku pun ikut melompat tinggi ke arah Natapraja. Pertarungan ini harus segera diselesaikan.

Lengan Natapraja telah mengeluarkan sinar hitam legam dengan kilatan listrik yang menyelubunginya.

Tak mau kalah, kali ini mengeluarkan segenap kemampuanku. Lenganku telah bercahaya menyilaukan dengan percikan petir di sekelilingnya.

"Ciaaattt...... Blarr... blarr... blarr....", teriakan keras menandakan benturan pukulan kami diikuti dengan ledakan yang memancar dari pusat benturan tersebut

Beberapa siluman yang tidak waspada nahas terkena percikan ledakan pukulan kami dan tewas seketika dengan tubuh hangus terbakar.

Aku merasakan tubuhku terlontar cukup deras ke belakang. Dengan segera kualirkan energi pada kakiku sebagai pemberat dan berhasil menapak tegak di tanah.

Sementara tubuh Natapraja nampak melayang dengan sisik naga hitamnya yang terkoyak di beberapa bagian.

Secepat kilat kusongsong tubuh Natapraja, lalu kuhantamkan lenganku ke dadanya

"Blammm..", tubuh Natapraja terhempas keras ke bumi.

Lelehan darah mengalir dari mulut dan hidungnya. Bersusah payah dia mencoba bangkit. Namun kali ini kekuatannya tidak mampu lagi membuatnya berdiri.

Aku mendekati Natapraja. Nampak wajahnya seperti orang kebingungan.

Beberapa kali dia memandangku, lalu kembali memandang tubuhnya. Berulang-ulang lalu dia tertawa keras. Tak lama kemudian ia nampak termenung.

Pak Cipta mendekatiku

"Nampaknya ia telah memaksakan penyatuan Kundalininya, sehingga ketidak seimbangan kekuatan di tubuhnya lambat laun merusak otaknya", ujar Pak Cipta

Aku mengangguk mengerti.

Kembali kudekati Natapraja. Kali ini kutendang tubuhnya hingga jatuh tertelungkup. Kuangkat lenganku dan dengan sebuah hunjaman cakar, aku hancurkan 7 titik Kundalini di tubuhnya.

Pak Cipta nampak tersenyum, sedangkan Natapraja terlihat sangat kesakitan.

Aku berdiri tegak memandang medan pertempuran ini.

Sisa-sisa pasukan Natapraja telah kocar kacir kabur ketika melihat Natapraja tak mampu bangkit tadi.

Aku mencegah Siluman Ular dan Harimau yang tersisa untuk mengejar mereka.

Biarlah kelak urusan para siluman itu diselesaikan di lain hari.

Kulepaskan energi Kundaliniku kembali ke pusatnya, dan sisik nagaku telah berganti menjadi kulit manusia.

Sari dan Lissa menghambur ke pelukanku. Aku balas memeluk mereka sambil kucium rambut mereka. Wanita-wanitaku yang hebat.

Panji dan Rangga memapah Satrio berdiri. Kurasa luka dalam Satrio telah ditangani dengan baik oleh Ranggan

Hadi nampak baru saja siuman dari pingsannya. Ia hanya melongo melihat sisa-sisa pertempuran kami tadi.

Sekilas kulihat Rhea dan Beni bergandengan tangan lalu berciuman mesra.

Pak Cipta terkekeh di belakangku menyaksikan semua kejadian tadi.

"Nampaknya pertempuran kita telah usai Naga", ujarnya

"Tetapi adakah kemungkinan Condong Campur kembali ke bumi Pak Cipta?", tanyaku

"Kemungkinan selalu ada. Tetapi kurasa sangat kecil kemungkinannya, mengingat sebagian besar kekuatan Condong Campur telah digunakan untuk mengikat tiga Kundalini Natapraja, jadi kurasa tidak ada yang perlu dirisaukan menyangkut Condong Campur", jawab Pak Cipta.

Sorak sorai, senyuman dan pelukan antara para petarung siluman harimau dan ular menghiasi tempat ini.

Aku tersenyum ketika sekilas melihat sebuah cahaya yang tak terlalu terang keluar dari punggung Natapraja, kemudian melesat ke langit. Condong Campur rupanya telah kembali ke tempatnya.

***
 
Terakhir diubah:
Yesss condong campur udah pergi lagi di ganti es campur disiang hari hehehe....nuhun suhu updatenya..n
 
  • Like
Reactions: 048
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd