Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Negeri Para Mafia

Status
Please reply by conversation.
AWAL MULA 2






Aisyah





Arini


Kemarahan Gunawan meledak saat Mira anaknya pulang dengan baju penuh coretan, hal yang terlihat biasa bagi para remaja menyambut kelulusan. Tapi bagi Gunawan itu terasa menyakitkan, mengingatkannya pada masa lalunya yang miskin. Baju itu bisa disumbangkan pada yang membutuhkan, baju itu masih sangat layak pakai karena terbuat dari bahan dengan kualitas super.


"Mira, Papa sudah mengingatkan kamu untuk mencoret coret bajumu. !" Seru Gunawan marah, harinya seperti teriris melihat baju bagus itu tidak bisa lagi digunakan. Dulu, dia hanya membeli baju seragam setahun satu pasang dari kualitas rendah. Tidak jarang dia harus menambal baju yang mulai robek, karena bahannya sangat tipis.


Kemarahan membuat Gunawan tidak menyadari kehadiran Arini yang menatapnya dengan perasaan aneh, gadis itu menatap Mira iri. Belum pernah Arini dibentak karena kesalahannya, seolah dia terlalu sempurna sehingga tidak ada kesalahan yang patut disematkan padanya. Arini terkesiap, jantungnya berdetak semakin kencang saat melihat ke arahnya. Ada gairah yang meledak di dalam dadanya, sensasi aneh yang membuatnya terpesona. Arini tidak menyadari saat Mira meninggalkannya dan masuk ke dalam kamarnya di lantai dua, dia terpaku menatap Gunawan yang tidak berkedip menatapnya.


"Kamu, apakah Ibumu tidak marah dengan perbuatannya ini?" Tanya Gunawan merasakan keanehan pada tatapan mata Arini, pengalamannya bisa merasakannya.


"Umi tidak pernah membentaknya, apa lagi menghukumku." Jawab Arini dengan suara bergetar, sosok Gunawan terlihat semakin sempurna.


Kakinya terpaku saat Gunawan berjalan pelan mendekatinya, aura kejantanan yang terpancar dari sosok Gunawan membuatnya bertekuk lutut. Arini mengharapkan sebuah hukuman atas kesalahan yang sudah diperbuatnya, diperlakukan sama seperti Mira.


"Hmm, sepertinya kamu dianggap gadis sempurna oleh Ibumu. Kamu tahu, atau kamu pura pura tidak tahu bahwa Tuhan membenci sesuatu yang sia sia, pakaian ini masih terlalu bagus untuk kalian dengan coretan coretan tidak perlu seperti ini." Seru Gunawan heran, dia meraih kemeja putih tepat bagian dada Arini, sehingga lengannya menyentuh gundukan payudara besar si Gadis yang bersembunyi sempurna.


"Ihhh !" Seru Arini terkesiap saat tonjolan payudaranya tersentuh Gunawan, tubuhnya mengejang kaku. Seorang pria yang lebih pantas menjadi ayahnya sedang melecehkannya, pikiran itu segera lenyap saat Gunawan menarik bajunya.


Perasaan aneh itu muncul, Arini merasa Gunawan sedang menghukumnya. Arini memejamkan matanya, merasakan semua kegelisahannya selama ini seakan lenyap. Sudah berkali-kali dia sengaja melakukan kesalahan dan mengakui kesalahan yang diperbuat kepadanya Ibunya dengan harapan mendapatkan hukuman atau minimal bentakan kasar yang membuatnya terbebas dari rasa bersalah. Namun harapan itu tidak pernah terkabul, dia dianggap terlalu sempurna oleh ibunya. Pikiran sempitnya marah dengan kelemahan pembuatan si ibu yang selalu memaafkan semua kesalahannya. Dan saat ini Arini seperti menemukan apa yang selama ini dicarinya, di hadapan Gunawan yang sudah sangat berpengalaman menghadapi gadis gadis muda seperti dirinya, berhasil membaca jalan pikirannya dengan tepat.


"Sayang sekali, seharusnya kamu dihukum oleh Ibumu agar kamu tahu, tidak semua kesalahan bisa diselesaikan dengan kata maaf. Ikut aku, akan aku tunjukkan hukuman apa yang harus kamu terima. !" Seru Gunawan menarik tangan Arini yang pasrah mengikutinya masuk ke dalam salah satu kamar di lantai dasar yang diperuntukkan untuk para tamu, Arini sudah siap menerima hukuman darinya.


Arini berdiri menatap Gunawan yang mengunci pintu, entah hukuman apa yang akan diterimanya.


"Buka bajumu, Arin !" Perintah Gunawan seperti menusuk kalbunya, kesadaran Arini lenyap entah ke mana.


Tanpa sadar Arini membuka kemana sekolahnya yang penuh dengan coretan, jiwanya seperti tersandera oleh keinginannya mendapatkan hukuman. Bahkan ketika Gunawan memintanya kembali menanggalkan rok yang dikenakannya, dengan gerakan gemulai dia melakukannya hingga tersisa CD, bra dan jilbab yang masih berusaha menyembunyikan bagian tubuhnya.


"Sayang, gadis sesempurna dirimu melakukan kesalahan fatal. Kamu tidak bisa seenaknya lepas dari hukuman, kalaupun kamu lolos dari hukuman di dunia ini, hukuman lain yang lebih pedih siap menantimu di hari pembalasan." Gunawan menatap takjub tubuh belia Arini yang nyaris bugil, kulitnya yang kuning Langsat begitu mulus sehingga dia bisa melihat urat uratnya di balik kulitnya yang halus. Sepasang payudaranya yang berukuran cup C menggantung sempurna di balik bra, perutnya yang rata berpadu sempurna dengan pinggangnya yang ramping.


"Aku harus dihukum, harus." Gumam Arini di balik kesadarannya yang semakin menipis, dia berbalik membelakangi Gunawan mengikuti perintah sang algojo yang siap menjatuhkan hukuman yang selama ini didambakannya. Pantatnya yang bulat, membuat Gunawan terbelalak takjub, tubuh Arini nyaris sempurna.


"Ya, kamu sudah sepatutnya dihukum." Gumam Gunawan dengan suara bergetar, tangannya menampar pantat Arini dengan keras.


Plak, Arini memejamkan mata menerima tamparan yang bergema nyaring dalam kamar kedap suara. Rasa panas bercampur dengan rasa nikmat yang sulit dijabarkan olehnya. Dia merasakan seluruh tubuhnya merinding oleh sensasi yang selama ini dirindukannya, matanya terpejam menerima tamparan di pantatnya yang bulat berisi. Arini mengeluh kesal saat tamparan itu berhenti diterimanya, dia tidak menyadari cd-nya terlepas dan juga bra yang dikenakannya. Pikiran dan kesadarannya hanya tertuju pada rasa sakit yang nikmat.


"Berbalik !" Seru Gunawan membalikkan tubuh Arini dengan kasar, membuat gadis itu terhuyung kehilangan keseimbangan dan jatuh di spring bed.


Betapa terkejutnya Arini melihat Gunawan yang berdiri bugil di hadapannya, sekilas matanya melihat benda tegang mengacung di selangkangan Gunawan. Matanya terpejam menghindari benda itu, namun pikirannya berhasil merekam benda itu dengan sempurna.


"Astaghfirullah, aku telah berdosa melihatnya !" Seru Arini pilu, hukuman apa lagi yang pantas diterimanya?


"Cepat kamu terlentang, kamu harus menerima hukuman yang lebih dari pada tadi !" Seru Gunawan takjub, sepasang payudara Arini begitu indah membuatnya ingin menjamahnya. Namun pengalamannya melarang, Arini harus diperlakukan berbeda dengan wanita yang pernah digaulinya.


Arini menurut pasrah, mengikuti semua instruksi Gunawan. Kakinya terbuka lebar membuat Gunawan menahan nafas melihat keindahan memek Arini yang putih tanpa bulu, celah itu memanjang dan sangat rapat. Gunawan berusaha keras menahan diri untuk tidak menjamahnya, menjilatinya seperti kebiasaannya selama ini. Arini menginginkan sebuah hukuman, dan itulah rangsangan terbaik yang harus diberikan olehnya.


"Kamu siap menerima hukuman, Arin?" Tanya Gunawan merangkak di atas tubuh bugil Arini, hanya tersisa jilbab yang masih dikenakannya.


"Iya Om, Arin pantas dihukum." Jawab Arini tanpa membuka mata, tubuhnya terasa tegang menanti hukuman apa yang diberikan.


Arini menggigit bibir saat merasakan sebuah benda menyentuh memeknya, menerobos masuk dengan kasar dan merobek selaput daranya.


"Aduhhhhhh......!" Seru Arini menjerit kesakitan, dia tidak menyangka hukuman yang diberikan oleh Gunawan adalah merobek robek selaput daranya dengan kasar.


"Ini hukuman yang pantas kamu terima, hukuman paling berat yang bisa om berikan." Gunawan tersenyum licik, kontolnya berhasil menyentuh bagian terdalam memek Arini yang terasa panas dan kering.


"Kenapa hukumannya seperti ini, om?" Tanya Arini meneteskan air mata, hukuman ini terlalu berat untuknya. Kehormatannya hancur oleh pria yang lebih pantas jadi ayahnya.


"Kamu pikir apa ada hukuman yang lebih pantas untukmu, Arin ?" Tanya Gunawan, dengan kasar kontolnya mulai mengaduk aduk memek Arin yang terasa tidak nyaman karena kering, namun pengalaman Gunawan mengatakan sebentar lagi memek Arini akan menjadi basah.


Arini menggigit bibir, apa yang dikatakan Gunawan benar. Bukankah tadi dia sempat melihat kontol Gunawan, bahkan dia sering melihat film porno di hp nya dan ketika hal itu diketahui oleh ibunya, Ibunya hanya memeluknya dan menasihati tentang dosa para pezina di akhirat nanti adalah kemaluannya akan ditusuk oleh besi panas. Bukankah saat ini dia sedang menerima hukumannya, memeknya ditusuk oleh kontol Gunawan yang besar dan panjang. Bukankah ini adalah hukuman yang setimpal, hukuman yang dirindukannya.


"Ampunnnn, sakitttt...!" Seru Arini mencengkeram sprei, memeknya terus menerima sodokan demi sodokan yang menyakitkan itu. Hukuman ini memang pantas diterimanya, dia ikhlas menerimanya.


Rasa ikhlas ternyata membangkitkan perasaan lain, rasa nikmat yang terasa asing. Memeknya perlahan mulai mengeluarkan lendir, menjadi pelumas alami. Ternyata dibalik rasa sakit yang diterimanya, ada rasa nikmat yang sulit dicerna oleh pikirannya.


"Ahhh, ini nikmat !" Seru Gunawan takjub, dia tidak menyangka bisa mendapatkan keperawanan Arini dengan sangat mudah. Ini sebuah keberuntungan, dia bisa memanfaatkan gadis ini untuk melancarkan bisnisnya. Menjadi upeti untuk para pejabat yang merindukan tubuh gadis belia seperti Arini.


"Om, ohhhh ini hukuman nikmat, terus om, tusuk memek Arin !" Arini tersipu malu, kontol Gunawan masih terus mengaduk aduk memeknya dengan kasar.rasa sakit yang diterimanya, berimbang dengan rasa nikmat yang sulit dilukiskan. Dia rela setiap saat Gunawan menghukumnya dengan cara ini, dia tidak peduli dengan resiko yang harus diterimanya.


Arini hanya bisa pasrah menerima Hujaman demi Hujaman kontol Gunawan yang kasar, dibiarkannya pria tua itu mengeksploitasi memeknya dengan liar. Baginya, hukuman yang saat ini diterimanya sangat pantas.


"Ohhhh, ommmm....!" Teriak Arini takjub, sebuah gelombang dahsyat seperti membetot seluruh jiwanya ke langit ke tujuh, sensasi nikmat membuatnya memeluk tubuh Gunawan dengan erat. Dia tidak rela tubuh pria itu lepas dari tubuhnya, memeknya berkedut meremas kontol Gunawan yang menembakkan penuhnya. Rasa hangat dari penuh Gunawan membuat Arini meraih orgasme keduanya.


----xxXxx----


"A apa maksud, Teh Ais?" Tanya Randy gugup saat Aisyah tiba tiba memeluknya, tubuhnya terasa kaku.


"Teh Ais akan mengajari kamu jadi pejantan tangguh dalam waktu singkat, hanya ini satu satunya cara." Gumam Aisyah lirih, tekadnya sudah bulat untuk mendapatkan uang secepat mungkin, walau dengan cara paling hina melacurkan diri. Tapi sebelum tubuhnya disentuh oleh pria asing yang belum dikenalnya, dia akan menyerahkan dirinya pada adik iparnya terlebih dahulu.


Aisyah tidak mau menyerahkan kesuciannya sebagai seorang istri kepada pria yang baru dikenalnya, biarlah Randy Pangalila mendapatkan kesuciannya dan juga sebagai cara untuk melatih dirinya.


"Jangan gila, Teh ! Istighfar !" Seru Randy berusaha mengingatkan, bahwa apa yang mereka lakukan itu salah.


"Teh Ais tidak punya pilihan lain, hanya ini jalan satu satunya." Jawab Aisyah tidak mau melepaskan pelukannya sambil berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik bahu Randy, dia tidak berani menatap wajah adik iparnya itu, atau tekadnya akan luntur. Aisyah menggigit bibirnya hingga berdarah, pelukannya semakin erat.


"Teh, kita masih bisa mencari Guyangan !" Seru Randy goyah, kehangatan tubuh Aisyah membuatnya terangsang. Biar bagaimanapun, dia pria normal yang diam diam mengagumi kecantikan Aisyah secara sembunyi sembunyi.


"Tolong Teh Ais, Ran. Hanya ini satu satunya cara, kamu jadi Gigolo dan Teh Ais jadi pelacur untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat. "Jawab Aisyah mencengkeram dada Randy, sehingga kukunya yang runcing patah, namun rasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan beban yang saat ini dirasakannya.


"Apa maksud, Teh Aisyah?" Tanya Randy terkejut mendengar pengakuan Aisyah, dia berusaha melepaskan pelukan Aisyah. Kali ini dia berhasil melakukannya, Randy berbalik menatap wajah Aisyah yang menunduk menatap kuku jari telunjuknya yang patah.


"Ada yang berani membayar Teh Ais 10 juta dalam semalam, hanya ini satu satunya cara mendapatkan uang." Jawab Aisyah, kali ini keberaniannya muncul. Tidak ada lagi yang perlu dipertimbangkan, nasib keluarganya lebih penting dari pada harga dirinya.


Plak.... Tamparan keras menghantam pipi halus Aisyah, namun rasa sakitnya di pipinya tidak sebanding dengan tekadnya.


"Hanya ini satu satunya cara, hanya ini." Gumam Aisyah berdiri di hadapan Randy, dia berusaha menghindar dari tatapan Randy. Perlahan dan tidak ada keraguan sedikitpun, Aisyah membuka gamis lebarnya dan melemparkannya begitu saja. Benda itu sudah tidak dibutuhkannya, bahkan harga dirinya pun sudah dicampakkannya.


"Teh...!" Seru Randy terdiam, matanya terpaku menatap tubuh Aisyah yang indah, ternyata di balik gamis lebarnya dia sudah tidak mengenakan pakaian dalam karena sejak awal Aisyah sudah merencanakan semua ini.


"Kenapa, apakah tubuh Teh Ais jelek ?" Tanya Aisyah tanpa menatap wajah Randy, dia menanggalkan jilbab yang dikenakan dan satu satunya kain yang saat ini.


Randy menatap nanar lekuk tubuh Aisyah yang proporsional, payudaranya yang bercup B seperti menentang gravitasi, belum menunjukkan tanda tanda mengendur di usianya yang ke 25. Perutnya masih tetap rata, sehingga semakin menonjolkan keindahan pinggangnya yang ramping dan pinggulnya yang besar. Belum pernah Randy melihat tubuh polos seorang wanita secara langsung, dia hanya melihatnya dari film porno di hpnya.


"Aku tidak bisa membayar Teh Ais sebesar itu." Jawab Randy salah tingkah, dia tidak lagi mampu mengontrol ucapannya dengan benar. Keindahan tubuh Aisyah yang selalu dibayangkannya, kini terlihat nyata di hadapannya.


"Aku tidak meminta bayaran darimu, aku hanya ingin kita berlatih, kamu menjadi gigolo dan aku menjadi pelacur. Aku tidak rela kesuciannya dinodai oleh pria asing, biarlah kamu yang mengambil kesuciannya." Jawab Aisyah tetap berdiri mematung, dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya, selain menunggu Randy memulainya lebih dahulu.


"Ini tidak benar, Teh !" Seru Randy semakin gelisah, dia tidak tahu harus berbuat apa. Di menanti dengan tidak sabar Aisyah memulainya lebih dahulu. Dia hanyalah pemuda berusia 20 tahun yang belum pernah berpacaran, bahkan dia belum pernah menyentuh tubuh seorang wanita.


"Yang benar itu adalah, Teh Ais butuh uang. Seharusnya kamu ngerti...!" Teriak Aisyah jengkel, kenapa Randy tidak memulainya lebih dahulu, bukankah tubuhnya sudah polos, ataukah tubuhnya terlalu buruk di mata Randy?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd