Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Negeri Para Mafia

Status
Please reply by conversation.
Sebenernya pengen nggak komen thread nya suhu satria,, takutnya macet lagi,, tapi apa daya jari gw tetep terusik dengan cerita bagusnya..

Dilanjut hu,, semoga sampai tamat..
 
Semoga inspirasi nya nempel di otak terus hu kaya daki, biar semangat ngembangin ceritta-ceritanya :beer: :semangat:
 
BERKUBANG DALAM LEMBAH NISTA 2



"Aku bersedia mengantar kami ke mana saja, asal !" Randy tidak meneruskan kalimatnya, tubuh telanjang Aisyah yang tidak puas kembali membayang.

"Asal, apa?" Tanya Mira curiga, pemuda ini berotak mesum sama seperti para pria yang mendekatinya. Namun dugaannya salah, Randy membicarakan masalah harga upah yang akan diterimanya.

"Asal, harganya cocok." Jawab Randy berhasil mengusir bayang bayang Aisyah, lumayan kalau malam ini bisa mendapat uang, bisa untuk tambahan uang untuk keluarga Aisyah. Namun semangatnya langsung menciut, begitu ingat uang yang dibutuhkan keluarga Aisyah adalah delapan juta, sedangkan penghasilan dari narik angkot malam hari maksimal 100 ribu, itu kalau rezekinya sedang bagus dan kejadian itu belum pernah dialaminya. Ah, semoga wanita ini mau membayar lebih untuk jasanya mengantar keliling Bogor.

"Rp. 200.000." tawar Mira ragu, apakah uang itu cukup atau justru kurang.

"Rp. 200.000 ?" Tanya Randy berusaha meyakinkan apa yang didengarnya tidak salah, dua ratus ribu itu jumlah yang sangat besar untuk seorang supir angkot. Belum pernah dia mendapat uang sebesar itu, penghasilannya sebagai supir tembak paling besar Rp. 50.000, bahkan lebih sering hanya cukup untuk membeli rokok.

"Ya, atau..!"

"Aku mau !" Seru Randy memotong ucapan Mira sebelum wanita itu berubah pikiran dan meninggalkannya sendirian, kapan lagi dia akan mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu semalam.

Mira tertawa geli mendengar jawaban kilat Randy, uang sebesar itu tidak ada artinya baginya namun untuk Randy jumlah itu sangat besar. Pemuda ini sangat berbeda dibandingkan dengan pria yang dikenalnya, keluguannya justru menjadi daya tarik dahsyat yang membuatnya semakin suka.

"Deal, kamu sekarang jadi supirku !" Seru Mira berlagak sebagai bos, dia memberikan kunci mobil yang dipegangnya tanpa rasa curiga. Padahal bisa saja pemuda yang dihadapinya ini membawa lari mobilnya namun hal itu sama sekali tidak terpikirkan olehnya, dia segera masuk mendahului Randy yang terkesima menerima kunci darinya.

Randy segera tersadar dari lamunan ketika Mira memencet klakson mobil, bergegas dia masuk ke dalam mobil di bagian kemudi. Ini adalah pengalaman pertamanya mengemudi sebuah mobil sedan, dengan ragu ragu dia menghidupkan mesin mobil. Beruntung ini mobil manual, sehingga dia tidak semakin bingung. Perlahan-lahan mobil berjalan, Randy berusaha menyesuaikan diri dengan mobil mewah yang baru pertama kali dia rasakan. Dia tidak berani langsung tancap gas seperti kebiasaannya saat membawa angkot, dia sangat berhati-hati menginjak pedal gas sehingga sebuah mobil yang berada di belakang memencet klakson berkali kali karena merasa terganggu dengan caranya membawa mobil menutup jalannya untuk menyalip.

"Kamu sebenarnya bisa bawa mobil, nggak ?" Tanya Mira menjadi was saat, mobil dibelakang melintas cepat dengan suara klakson yang memekakkan telinga.

"Aku biasa bawa angkot, belum pernah mobil sebagus ini." Jawab Randy jujur, kesalahan kecil akan membuat mobil ini lecet dan dia harus mengganti kerusakannya, uang dari mana? Randy mengeluh dalam hati, tidak seharusnya dia menerima tawaran Mira. Hidupnya sudah susah, kenapa kenapa harus ditambah.

"Hahahaha, kamu lucu. Dengan cara bawa mobil seperti ini, kamu justru sedang membahayakan diri sendiri dan orang lain." Jawab Mira semakin tertarik dengan keluguan Randy, pemuda ini sangat hijau dan cara berpikirnya sederhana.

"Maaf !" Jawab Randy menyadari kesalahannya, dia mulai menambah kecepatannya walau belum secepat dia membawa angkot, dia harus tetap berhati hati membawa mobil mewah.

Mira tersenyum geli, dia menatap wajah Randy dan mengagumi ketampanan pemuda ini. Selama ini para pria yang mendekatinya akan menggunakan segala cara untuk menarik perhatiannya, tidak jarang mereka melakukannya dengan cara cara norak yang menyebalkan. Tapi berbeda dengan Randy, dia tampil apa adanya dan justru hal ini membuatnya semakin menarik perhatiannya. Untuk beberapa saat dia lupa dengan cara mengemudi Randy, dia asyik memperhatikan wajah Randy yang beberapa kali terkena sinar lampu jalan.

Setelah beberapa meter mereka memasuki jalan Semeru yang di kiri kanannya dipenuhi pohon kenari yang subur, Randy mulai terbiasa dengan mobil yang dikemudikannya walau dia masih terlihat berhati hati berusaha menjaga jarak dari mobil lain yang melintas melewatinya. Setidaknya Mira sedikit tenang, cara membawa mobil Randy tidak lagi membahayakan.

"Kita, ke mana ?" Tanya Randy saat mereka melintasi PGB, sejak tadi dia belum bertanya ke mana tujuan mereka.

"Cari kamar hotel, di mana ?" Gumam Mira seperti ditujukkan kepada dirinya sendiri, sudah lama dia tidak berhubungan sex sejak tunangannya pergi ke Amerika. Entah kenapa melihat Randy, gairahnya bangkit tidak terkendali.

"Kamar, hotel ?" Tanya Randy polos, dia tidak berpikir macam macam dengan pernyataan Mira.

"Eh, maksudku !" Seru Mira jengah, dia bukan cewek murahan yang biasa mengajak pemuda yang baru dikenal langsung ke atas ranjang. Harga dirinya terlalu tinggi, tidak semua pria bisa mengajaknya naik ranjang. Kenapa justru di hadapan Randy dia tidak bisa mengendalikan gairahnya, dia seperti cewek murahan.

""Maksudnya, Mir?" Tanya Randy lagi, dia berkosentrasi melihat jalan lengang di hadapannya. Tepat pada pertigaan jembatan merah, dia ragu akan harus mengambil jalan yang mana.

"Kiri !" Seru Mira refleks, seingatnya ada sebuah hotel bintang Empat yang berhadapan dengan Istana Bogor

Wajah Mira bersemu merah menyadari pikiran nakalnya, dia seperti wanita murahan. Semakin dia berusaha menahan gairahnya, justru gairah itu semakin menguasai jiwanya. Degup jantungnya semakin kencang, tubuhnya menjadi semakin sensitif. Terutama memeknya yang berkedut kedut nikmat mengeluarkan cairan birahi, dia membutuhkan belaian pemuda yang baru dikenalnya ini. Mira memejamkan matanya, merapatkan pahanya untuk meredakan gairah, namun gerakannya justru semakin memperparah keadaannya.

"Aku ingin istrinya di hotel, bawa aku ke sana." Keluh Mira, kenapa dia jadi sekarang ini. Dia bukan tipikal wanita jalang yang bebas mencari pejantan untuk memuaskan birahinya, dia wanita terhormat dan menduduki posisi tinggi di sebuah perusahaan besar skala internasional.

"Iya, Mir." Jawab Randy tanpa prasangka, dia segera menuju hotel sang disebutkan oleh Mira. Mira sepertinya membatalkan niatnya berkeliling kota malam ini, namun bagaimana dengan upahnya sebagai supir pribadi dadakan ? Mungkin dia tidak akan menerima ongkos penis seperti perjanjian awal, biarlah yang penting dia mendapat uang untuk membeli rokok setelah sejak sore dia tidak merokok.

"Kamu tidak, merokok?" Tanya Mira berusaha mengalihkan gejolak birahinya saat melintas di depan kios penjual rokok, sejak tadi dia tidak melihat Randy merokok.

"Ngerokok, lagi nggak punya uang." Jawab Randy jujur, sejak tadi mulutnya terasa asam. Randy membasahi bibirnya, ingatannya kembali melayang ke Aisyah, beberapa jam lalu dia baru saja menjilati memek Aisyah, sayang kalau rasa memek Aisyah yang menempel di mulutnya ternoda oleh asap nikotin rokok. Keinginan untuk merokok kembali sirna, dia ingin agar lendir memek Aisyah yang mengering di bibirnya tetap terjaga.

"Berhenti !" Seru Mira tidak jauh dari kios rokok, walau dia bukan seorang perokok tapi dia tidak suka dengan pria yang bukan perokok. Dia suka dengan pria perokok dan beranggapan para perokok itu pria setia, jantan dan macho karena mereka tetap merokok walau ditakuti takuti dengan berbagai resiko yang akan menimpa hidup mereka seperti yang tergambar di bungkus rokok. Alasan itu kadang membuat Mira tersenyum geli, alasan yang tidak masuk akal. Dia hanya suka dengan bau rokok yang dihembuskan kaum pria, membuatnya merasa nyaman dan terlindungi seperti yang didapatkan dari ayahnya yang seorang perokok berat.

Membayangkan wajah ayahnya membuat Mira muak, pria yang selama ini diagung agungkannya sudah mengkhianati ibu dan dirinya sendiri. Yang lebih gila, wanita selingkuhannya adalah sahabatnya sejak masuk sekolah SMK, anak seorang Ustadzah yang selalu tampil di stadion televisi nasional.

"Ada apa, Mie?" Tanya Randy menatap heran, kenapa Mira justru melamun saat dia sudah menghentikan mobilnya.

"Kamu, beli rokok kesukaanmu dan juga kondom !" Perintah Mira, wajahnya langsung memanas karena tidak sengaja menyuruh Randy membeli kondom, kenapa dia tiba tiba jadi wanita murahan seperti ini. Membayangkan dirinya menjadi wanita murahan justru membuat Mira semakin bergairah, gesekan pahanya membuat memeknya semakin berkedut kedut nikmat, cairan birahinya semakin banyak membasahi CD nya.

"Saya tidak punya uang, Mir." Jawab Randy mengangkat bahu, kalau dia punya uang mereka tidak akan bertemu di jembatan Karya Bakti. Lewat tempat itu sangat menyeramkan, hanya karena tidak ada pilihan membuat Randy melakukannya.

"Ini !" Mira tersenyum geli, pemuda ini selain lugu ternyata miskin sampai uang untuk membeli rokok pun tidak punya, dia menganggarkan uang 100 ribu.

Randy segera keluar menghampiri kios rokok, untuk beberapa saat dia menunggu pemilik kios yang asik bercengkerama dengan temannya.

"Mang Rokok xxx sebungkus dan....!" Randy tersadar dengan perintah Mira untuk membeli kondom, dia berbalik menatap Mira yang sedang memperhatikannya.

"Sama apa lagi, A ?" Tanya si pemilik kios memberikan sebungkus rokok, matanya ikut memperhatikan Mira yang melongok lewat jendela mobil. Cahaya penerangan lampu jalan membuatnya mengagumi kecantikan Mira, pria yang beruntung mendapatkan teman kencan secantik itu. Pikir Memang penjual rokok menatap iri pada Randy.

"Kondom, Mang." Jawab Randy dengan jantung berdegup kencang, birahinya bangkit dengan cepat saat mengucapkan kata Kondom. Bukankah itu artinya wanita yang bersamanya menginginkan dirinya untuk berhubungan seks, itu pasti.

"Ukuran berapa, A ?" Tanya si Mang kios semakin iri, dia memang menjual kondom untuk para wanita nakal yang biasa mangkal di sekitaran taman topi dan jalan Dewi Sartika.

"Tunggu sebentar, saya tanya dulu !" Seru Randy bingung, dia tidak tahu menahu dengan ukuran kondom. Ternyata kondom ada ukurannya, terpaksa dia menghampiri Mira untuk menanyakannya.

"Ukuran berapa, Mir ?" Tanya Randy dengan jantung berdegup kencang, sepertinya hari ini keberuntungannya belum berhenti.

"Loh, emang kamu nggak tahu ?" Tanya Mira, tawanya hampir saja meledak melihat keluguan Randy. Berarti pemuda ini sangat awam dengan hal begini, bisa jadi dia perjaka ting ting sehingga dia merasa sedikit lega karena pemuda ini bersih tanpa penyakit kelamin seperti yang dikhawatirkannya.

"Aku nggak tahu, belom pernah beli." Jawab Randy malu, sementara teman temannya begitu paham tentang hal ini.

"Kamu belum pernah, ngeseks?" Tanya Mira semakin bergairah, dia sudah tidak peduli dengan harga dirinya. Apa salahnya dia menjadi wanita nakal saat ini, menikmati kebebasannya sebagai wanita utuh.

"Pernah, sekali." Jawab Randy, hatinya serasa teriris membayangkan kemarahan Aisyah yang tidak berhasil dipuaskannya.

"Pacarmu, atau PSK ?" Tanya Mira khawatir, sekelas Randy hanya bisa membayar PSK pinggir jalan yang tidak bisa menjaga kesehatannya.

"Kakak iparku, tapi ini rahasia." Jawab Randy menunduk gelisah, berbagai perasaan berkecamuk menjadi satu.

"What !" Seru Mira takjub, kakak iparnya pun tidak mampu menghindari pesona yang dimiliki Randy. Gairah Mira semakin tidak terkendali, dia ingin secepatnya membawa pemuda kamar ini ke dalam kamar untuk memuaskan gairahnya yang meledak ledak.

"Berapa ukuran kontolnya?" Tanya Mira menggigit bibir tipisnya, dia sudah kehilangan kendali pada dirinya. Gairahnya liar, menikmati perannya sebagai wanita murahan hal yang selama ini belum pernah dialaminya.

"Nggak tahu, panjangnya sekitar sejengkal." Jawab Randy, kontolnya terasa sakit karena tertahan oleh celana jeans yang dikenakannya.

"Minta ukuran XXL, sepertinya itu cocok." Mira segera menutup jendela mobil, wajahnya semakin merah menahan gejolak. Memeknya semakin basah membasahi CDnya, tanpa ragu dia membuka celana dalamnya sehingga dia merasakan memeknya menjadi dingin terkena hembusan AC dari dashboard.

Randy segera bergegas menghampiri Mamang pemilik Kios, sayang kondom ukuran XXL ternyata kosong, dia kembali hanya membawa sebungkus rokok kesukaannya dengan perasaan kecewa, keberuntungan berhenti. Mira pasti tidak akan mau berhubungan seks dengannya tanpa kondom, terlalu besar resikonya berhubungan seks dengan pria yang baru dikenalnya tanpa kondom.

"Ukuran XXL, nggak ada." Kata Randy kembali menekan pedal gas menjalankan mobil dengan lesu, sekilas dia menoleh ke arah Mira yang terlihat asyik mempermainkan gadgetnya. Untuk pertama kali dia harus mengakui kecantikan Mira yang mengenakan sweater tangan panjang dan rok mini, sejak pertama kali bertemu Randy tidak begitu memperhatikan penampilannya.

"Nggak masalah, aku percaya kamu bersih." Jawab Mira menggigit bibirnya, dia nyaris tak percaya dengan sinyal sinyal yang diberikan kepada Randy begitu vulgar dan tanpa tedeng aling dia begitu menginginkan kehangatan dari Randy.

"Bersih, maksudnya?" Kembali Randy menunjukkan kepolosannya, dia sangat huydan belum berpengalaman.

"Jalan, aku seperti gila !" Seru Mira gelisah, dia menemukan sesuatu yang baru pada dirinya. Sesuatu yang berusaha keras dikendalikannya karena ayahnya selalu menuntutnya sempurna, mengendalikan diri adalah cara yang selalu diajarkan oleh ayahnya. Tapi sekarang situasinya berubah 180 derajat, dia seperti tidak bisa mengendalikan dirinya dan itu membuatnya bahagia, seperti menemukan sesuatu yang hilang dan paling berharga dalam hidupnya.


"I, iya Mir. Lalu bagaimana dengan kondom yang, apa kita cari di tempat lain ?" Tanya Randy, dia berusaha membetulkan letak kontolnya yang terjepit di balik celana jeans ketat yang dikenakannya.

"Nggak usah, aku percaya kamu bersih dan tidak akan menularkan penyakit kelamin." Jawab Mira tegas, dia seperti terbebas dari kunjungan yang selama ini mengekangnya, memenjarakan jiwanya dalam sangkar emas bernama kehormatan

Randy mengangguk senang, jalannya menjadi pejantan tangguh yang diinginkan Aisyah semakin terbuka. Dia akan belajar banyak malam ini bagaimana caranya memuaskan birahi seorang wanita, bukan hanya mengejar kenikmatannya sendiri. Dia akan membuktikan kepada Aisyah dia layak menjadi pejantan tangguh yang akan memuaskan para wanita, sehingga dia bisa membantu Aisyah mencari uang untuk membayar kontrakan keluarga Aisyah.

Randy membelokkan mobilnya menuju jalan Pangrango sesuai instruksi Mira yang membatalkan rencananya bermalam di Hotel Salak, ayahnya adalah pelanggan tetap hotel tersebut sehingga ada kemungkinan mereka bertemu di sana. Saat ini dia tidak mau bertengkar dengan ayahnya, dia hanya ingin menikmati kebinalannya dengan pemuda yang baru saja ditemuinya. Menikmati kontol yang menurut pengakuan Randy sepanjang satu jengkol, membayangkannya saja membuat memeknya berdenyut nikmat. Tanpa sadar dia mengangkat rok mininya, merasakan hembusan AC membelai permukaan memeknya yang gundul karena rutin dicukur.

Ternyata menuju hotel yang diinginkannya terasa lama, mobil yang dikendarai Randy seperti merayap di atas jalan aspal yang mulus dan lengang. Mira hanya bisa menahan kesabarannya hingga akhirnya mobil yang mereka tumpangi masuk ke dalam pekarangan Hotel legendaris di Kota Bogor. Mira menarik nafas lega saat kakinya yang jenjang menginjak tanah, kebinalannya akan segera tersalurkan malam ini. Tidak ada lagi Mira wanita terhormat yang dingin, berganti dengan Mira si binal yang akan mengulum batang kontol Randy sehingga pejuhnya terkuras habis.

"Ayo !" Mira menggandeng tangan Randy memasuki lobi hotel, seorang resepsionis cantik menyambutnya dengan senyum dibuat seramah mungkin.

Randy membalas senyum si resepsionis dengan kaku, seumur hidup dia baru kali ini menjejakkan kaki di lobi hotel berbintang empat, jangankan hotel dengan predikat bintang, hotel melati pun dia belum pernah memasukinya. Dengan cepat proses pemesanan kamar hotel terjadi, si resepsionis menyuruh room service mengantar mereka ke kamar hotel yang sudah terpesan.

"Ayo, masuk !" Seru Mira tidak sabar menarik tangan Randy memasuki kamar hotel mewah tersebut, kamar hotel itu jauh lebih besar dari kamar Randy yang hanya berukuran 2 X 2.

Randy menatap takjub, seumur hidup dia tidak berani bermimpi untuk bermalam di sebuah hotel berbintang empat. Apakah dia sekarang sudah resmi menjadi gigolo? Randy menggelengkan kepala lemah, ini hanyalah sebuah awal untuk membantu kakak iparnya Aisyah, menyelamatkannya dari terjerumus menjadi seorang pelacur.

"Bagus." Gumam Randy, birahinya langsung hilang melihat keadaan hotel dengan fasilitas lengkap itu. AC nya begitu dingin, mengalahkan suhu udara di luar hotel. Bukan karena fasilitas yang dimiliki hotel ini yang membuat gairahnya tiba tiba hilang, namun dia teringat saat tamparan keras dari Aisyah menampar pipinya dan mengatakan pekerjaan seorang gigolo bukan hanya mencari kepuasaan dirinya semata. Randy mulai ragu, apakah dia bisa memuaskan Mira atau justru dia kembali mempermalukan dirinya sendiri sebagai ayam sayur yang hanya enak dipandang mata.

"Mau pesan apa, Bu ?" Tanya rooms service yang tetap berdiri mematung menunggu pesanan dan tentu saja uang tips seperti kebiasaannya selama ini, karena penghasilannya yang tidak seberapa sangat bergantung dari uang tips yang diterimanya dari para tamu.

"Kamu pesan apa, Ran?" Tanya Mira tidak sabar, dia segera memesan minuman coklat panas untuk membuatnya merasa lebih rileks dan semakin bergairah menghadapi malam yang akan terasa jauh lebih panjang dari biasanya.

"Kopi." Jawab Randy singkat, dia semakin gelisah memikirkan kontolnya yang mengkerut setelah sempat menegang sempurna. Ternyata benar, tidak mudah menjadi seorang gigolo. Banyak faktor yang membuat seorang gigolo tiba tiba kehilangan kejantanannya, apa lagi saat berhadapan dengan wanita yang jauh lebih tua dengan tubuh yang tidak disukainya. Perasaan suka dan tidak suka akan membuat seorang gigolo gagal memuaskan kliennya, itu artinya dia tidak akan mendapatkan bayaran yang diinginkannya.

Begitu rooms service keluar, Mira langsung memeluk Randy dengan bernafsu, bibirnya melumat bibir Randy yang belum siap dengan serangannya yang agresif sehingga tubuhnya terjatuh di atas spring bed empuk yang ada dibelakangnya. Mira tidak mau melepaskan pelukannya, terus melumat bibir Randy dengan bernafsu. Dia begitu menikmati perannya sebagai wanita jalang, melepaskan semua kontrol pada dirinya yang selama ini terjaga sempurna.

Mendapatkan serangan yang seperti itu membuat Randy gugup, kontolnya semakin mengkerut. Gila, wanita ini begitu liar dan membuatnya takut.

----xxXxx----

Aisyah menatap kepergian Randy dari balik jendela dengan perasaan bersalah, tidak seharusnya menampar adik iparnya itu. Randy tidak bersalah, dia hanyalah pemuda lugu yang belum mengerti tentang wanita. Seharusnya dia tidak melibatkan Randy dengan masalahnya ini, apa lagi sampai mengajaknya berhubungan seks seperti tadi.

Pelan pelan Aisyah menutupi hordeng, dengan langkah tertatih dia berjalan memasuki kamarnya masih dalam keadaan bugil. Memeknya terasa ngilu oleh Hujaman kontol Randy yang sangat besar dan panjang, dia yakin ukuran kontol Randy dua kali lipat dari kontol suaminya yang hanya sepanjang 10 centil meter dengan diameter 3,5, Aisyah yakin, kontol Randy sepanjang 20 atau mungkin kurang dari itu dengan diameter 7 centi Aisyah menarik nafas panjang, dia bukan lagi wanita terhormat dengan titel Ustadzah. Dia hanyalah wanita hina yang berlubang dalam lembah nista.

Aisyah mengusap air matanya yang sudah kering, dia harus tegar menjalani jalan hidup yang sudah dipilihnya. Perlahan dia menatap jam dinding yang jarum jamnya bergerak cepat, suaranya terdengar menakutkan. Seharusnya dia tidak mengusir Randy tadi, setidaknya ada seseorang yang bisa diajaknya bicara pada saat dia menghadapi masalah berat ini.

Aisyah melirik HP nya, berharap pesan dari Randy yang kembali dan mendapatkan pintu terkunci, Aisyah menarik nafas lega saat ada sebuah notifikasi pemberitahuan pesan masuk. Refeks Aisyah membuka pesan, sayang ternyata bukan dari Randy seperti harapannya. Pesan itu datang dari Arini, topiknya masih sama.

"Besok sore, temui pelanggan pertamamu di Hotel xxx kamar 011." Hanya pesan singkat yang akan merubah jalan hidupnya, dia sudah setuju untuk menjadi seorang pelacur untuk uang 15 juta.

"Iya, aku siap." Jawab Aisyah menggigit bibirnya, hatinya mulai dingin. Sekarang dia sudah resmi menjadi seorang pelacur, tidak ada lagi orang yang bisa mencegahnya.

Aisyah duduk terpaku, memeknya terasa ngilu saat bergerak. Dia harus berusaha mengabaikan semua rasa sakitnya sejak sekarang, bukan hanya sakit fisik namun yang paling menyiksa adalah hati dan jiwanya. Aisyah memejamkan mata, mengumpulkan semua tekad yang dimilikinya. Dia sekarang adalah seorang pelacur, bukan lagi Ustadzah kampung yang memberi siraman rohani kepada para jama'ah. Biarlah semua dosa ditanggungnya, walau untuk itu api neraka akan membakar jiwanya.

Air mata yang sempat kering itu kembali menetes dari pelupuk matanya yang indah, mengalir melewati pipinya yang halus.


Bersambung....​
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd