-kedelapanbelas-
*Rudi*
"Nisa sayang, kalau aku ga gerak, ga bisa keluar nanti pasukan pembuat bayinya," aku menjelaskan dengan sabar kepada Nisa.
"Lha! Terus tadi kok bisa langsung keluar?"
"Tadi kan aku uda napsu banget ngeliat body seksi kamu, makanya langsung keluar begitu."
"Oooooh! Jadi sekarang kamu uda ga napsu lagi ngeliat aku? Rudi jahat sama Nisa! Belum ada seminggu uda ga napsu lagi sama istri sendiri," Nisa mengambil kesimpulan sesuka hatinya. Aku menarik napas panjang, menahan geram.
Besok pagi, aku akan tulis artikel
tips 'n trick menahan sabar menghadapi istri yang polos di malam pertama.
"Buruan cabuut! Aku kesel sama kamu! Dasar suami buaya! Abis ambil perawan aku langsung bilang ga napsu lagi!" semakin membabi buta amarah Nisa terhadapku. Aku pun mengalah dan menegakan badan, menarik sedikit kemaluanku. Namun sesuatu yang menarik terjadi. Badan Nisa sedikit menegang saat aku menarik penisku.
Hehehe! Aku tau caranya biar Nisa ngijinin aku gerak-gerak.
"Aku akan buktiin kalau aku bukan buaya kayak yang kamu bilang?"
"Gimana caranya? Uda jelas dari perkataan kamu tadi kalau kamu tuh ga napsu lagi sama aku!"
"Aku akan buktiin lewat ciuman tulus aku!"
Kok agak sedikit lebay ya aku. Tapi ga apa-apalah, siapa tau Nisa mau dicium lagi, hehehe.
Nisa masih memandangku kesal, namun tak berkata apa-apa. Aku menganggap Nisa setuju dengan caraku membuktikan diri. Memang wanita yang unik istriku ini.
Aku merendahkan badanku dan sedikit mendorong penisku yang tadi sedikit tertarik keluar. Nisa spontan menggigit bibirnya saat kemaluanku kembali terdorong masuk. Kukecup mesra bibir manis Nisa, sementara di bawah sana pinggulku naik turun secara perlahan, tak ingin menimbulkan kecurigaan kepada Nisa.
Nisa sadar ga ya kalau aku uda mulai gerak-gerak? Kok ciumannnya makin bernapsu nih? Apa mulai enak kali ya?
Tanganku kembali beraktifitas. Membelai dan meremas payudara Nisa dengan lembut dan penuh perasaan. Kulepaskan ciumanku dan kutatap Nisa. Matanya melihat ke langit-langit dan sesekali terpejam, dadanya naik turun seperti menahan gelisah. Sesekali kutarik serta kutekan puting Nisa membuat dada Nisa membusung setiap kali kulakukan itu
Mulai goyang pelan-pelan aaah!
Sambil terus memainkan payudara Nisa, aku kembali menggerakan pinggulku perlahan, tak ingin membuat Nisa kesakitan dan membuatnya tersadar atas apa yang aku lakukan.
Kutarik penisku agak sedikit keluar, kuhitung sampai 7 detik, lalu kudorong kembali ke dalam. Badan Nisa menegang saat aku mendorong penisku ke dalam. Kuulangi lagi apa yang tadi kulakukan, tapi sekarang aku berhitung hanya sampai 5 detik sebelum kembali kudorong kemaluanku ke dalam. Lagi-lagi badan Nisa menegang.
Sekarang coba 3 detik aja ah! Semoga Nisa ga kesakitan.
Dengan interval yang semakin pendek, semakin pendek pula tarikan napas Nisa.
Tarik! Tahan! Dorong!
Kuturunkan kepalaku ke arah payudara Nisa dan mulai kuhisap dengan lembut. Sesekali kusapukan lidahku ke atas putingnya.
Tarik! Tahan! Dorong!
Sementara kumainkan jempolku di atas puting Nisa yang lain, membuat gerakan memutar seperti memutar stik analog PS. Kurasakan badan Nisa semakin bergerek gelisah tak beraturan.
Tarik! Tahan! Dorong!
Kusentil pelan puting payudara Nisa dengan telunjukku dengan cukup cepat, kulakukan hal yang sama pada payudara yang satunya dengan lidahku.
Semakin cepat aku menggerakan pinggulku seiring napsuku yang makin meningkat, membuat vagina Nisa kadang menyempit saat aku mendorong agak dalam.
Aku menengadahkan wajahku dan menatap Nisa
Eh! Tapi kok Nisa masih ngeliatin langit-langit terus ya? Aduuh! Jangan-jangan Nisa beneran marah! Mati dah!
"Nisaa," aku memanggilnya lembut sambil menegakkan badanku, kuarahkan tanganku yang satunya ke payudara Nisa yang menganggur.
Tarik! Tahan! Dorong!
"Nisa kenapa?" lanjutku. Namun Nisa masih mengacuhkan, matanya masih menatap ke atas, sambil sesekali mengerling ke kiri dan ke kanan seraya menggigit bibir.
Tarik! Tahan! Dorong!
"Nisa sakit ga?" tanyaku sambil tetap meremasi payudara Nisa. Sesekali kujepit putingnya di antara jari telunjuk dan jari tengahku.
Tarik! Tahan! Dorong!
Nisa menggeleng tanpa menatapku. Kegerakan payudara Nisa ke atas dan ke bawah secara bergantian. Sesekali kuremas dengan kencang, membuat Nisa menarik napas tiba-tiba dan membusungkan dadanya.
Tarik! Tahan! Dorong!
Aduh ni badan bergerak sendiri! Diem dulu ah! Nisa marah nih!
Aku pun menghentikan semua aktifitasku. Semesum-mesumnya aku, aku ga ingin membuat istriku marah. Aku kan sayang sama Nisa.
Akhirnya Nisa menatapku, dengan tatapan sayunya yang membuat hatiku melting, eh ga deh, napsuku naik maksudnya.
"Nisa kenapa? Sakit ya? Maafin aku ya, kita lanjut besok lagi aja ya," kataku sembari beranjak dari tubuh Nisa. Namun belum sempat penisku terlepas, Nisa menahan tanganku.
"Rudi... Nisa... Nisa ga sakit kok. Rudi boleh gerak-gerak lagi," ucapnya sambil membuang muka ke arah lain.
"Bener ga sakit? Kok Nisa diem aja, aku kan jadi khawatir."
"Bener kok. Uda, ga apa-apa," Nisa melepaskan tanganku dan kembali memandang langit-langit.
Aku kebingungan. Nisa aneh.
---------------
Lanjutannya klik [post=1889457173]di sini[/post]