Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Office Story 2019

Status
Please reply by conversation.
Minor update .. enjoy!


Chapter 17+ : Behind the Mask

Ilustrasi



NITA


[POV NITA]





Malam ini, kulihat jam menunjukkan pukul 19.30, Aku berjalan gontai keluar dari ruangan mas Riza. aku merasa gagal dan kecewa sekali malam ini .Kecewa karena aku gagal berhubungan badan dengannya, dan kecewa karena aku gagal mengambil flashdisk yang disimpannya di tasnya.


Dan kenapa aku sampai begitu kecewa? Yang pertama, Berhubungan badan dengannya rasanya sudah menjadi obsesiku belakangan ini. Kuakui aku memang sangat gila seks, tapi tak sembarang orang bisa tidur denganku. Aku hanya tidur dengan orang yang bisa membuatku tertarik . Dan kupikir, Mas Riza adalah salah satu yang berhasil menarik perhatianku. Aku baru mengenal dekat dirinya sekitar beberapa minggu ini. Terutama saat aku ditugaskan menggantikan Mas Martha ke Lombok beberapa minggu lalu, dari situlah aku mulai dekat dengannya. Melihat semua kebaikan, dan sikap perhatiannya padaku, terus terang itu membuatku semakin tertarik padanya. Lalu kemudian Aku melihat dirinya berhubungan seks dengan Kak Jessi rekan kerjanya di Bagian Tax di sana. Melihat kejadian itu secara langsung membuatku sangat penasaran ingin merasakan pula kejantanannya.


Yang kedua, aku gagal mengambil Flashdisknya. Disitulah katanya tersimpan file-file penting yang diambil dari Komputer pak Doni. Aku tak tahu file apa saja itu, karena mas Riza hanya memberitahukan kalau file itu bisa memojokkan pak Doni. Kalau benar itu membahayakan Pak Doni. Aku harus bisa mengambilnya, dengan cara apapun demi menyelamatkan pak Doni.


Untuk membuatnya lengah, aku tadi sudah merencanakan sesuatu secepatnya. Aku mencoba mengulur-ngulur waktu agar dia tidak segera pulang. Aku berimprovisasi dengan setiap keadaan yang ada.


Rencanaku adalah mengajaknya berhubungan badan, lalu ketika dia lengah, aku jadi punya kesempatan untuk mengambil flashdisk itu dari tasnya. Anggap saja sekali dayung, dua pulau terlampaui. Aku bisa merasakan kembali having sex, dan mendapatkan benda itu. Tapi sayangnya, setelah aku selesai melakukan blow job, dia harus segera pulang setelah menerima sebuah pesan di Handphonenya.Akhirnya gagal juga rencanaku.


Kenapa aku harus melindungi Pak Doni sampai seperti itu? Jawabanku pertamanya adalah karena aku mencintai beliau. Dan itu benar, aku tidak mengada-ada..Aku sudah mengenalnya dari saat aku masih kecil, karena Beliau adalah sahabat karib ayahku dari waktu kuliah di Jogja dulu. Dan setelah beliau hijrah ke Jakarta, beliau sempat mengontrak rumah di dekat Rumah keluargaku. Dari situlah kami dekat, karena sejak aku kecil, beliau sangat memperhatikan dan menyayangi aku layaknya anaknya sendiri. Dan aku sangat menyukainya karena beliau ganteng, hangat dan perhatian kepadaku.


Perlahan-lahan aku semakin kagum, respek dan ketika aku beranjak dewasa, kurasakan aku mulai jatuh cinta padanya. Yang tadinya cinta monyet, lama-kelamaan aku benar-benar cinta betulan padanya. Kalau ada yang bilang aku aneh, mungkin mereka perlu tahu rasanya menjadi aku. Bertahun-tahun mencintai seseorang tapi selalu dipendam dalam hati. Tentu hal itu tak pernah kuungkapkan, karena aku tahu orang yang kucintai itu berkeluarga, dan aku lebih pantas menjadi anaknya.


Jawaban kedua adalah balas budi. Beliau juga banyak membantuku dan keluargaku selama ini. Ketika usaha orangtuaku hancur karena penipuan berkedok investasi, beliaulah yang membantu membiayai kuliahku dan sekolah adik-adikku serta memberikan modal buat ayahku untuk membuka usaha lagi dan melunasi utang-utangnya. Setelah aku lulus, beliau Juga mengenalkanku ke temannya yang bekerja di suatu kantor akuntan publik di Bali. Hingga dengan rekomendasinya aku diterima kerja disana. Disinilah kemampuanku terasah, karena banyak perusahaan multinasional maupun Nasional yang memakai Jasa Kami.


Kemudian ketika liburan di Jakarta, aku bertemu dengan beliau lagi sekitar setahun lalu. Dia menawarkanku mengisi posisi di bagian Accounting. Tentu aku senang bukan kepalang. Setiap hari aku jadi bisa lebih dekat dengan beliau dan melihatnya lebih dekat lagi. Tak masalah bagiku menerima gaji yang lebih kecil dari sebelumnya, yang penting aku bisa dekat dengan Pak Doni. Orang yang kucintai selama ini.


Itu hanya sebagian kecil kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukannya padaku. Masih banyak hal lain yang tak mungkin kujelaskan satu persatu. Setiap kebaikannya membuatku semakin menghormatinya, dan tentu saja membuat cintaku padanya semakin dalam.


Lalu apakah cintaku akhirnya berbalas? Rasanya tidak. Akupun juga tak pernah berharap cintaku akan bersambut, toh aku juga akan menikah dengan laki-laki yang menurutku layak.lagipula sekeras apapun aku mencoba mencari perhatiannya, Selama ini Pak Doni hanya menganggapku sebagai anak kecil yang selalu dimanjakannya, bukan sebagai seorang wanita yang mengharapkan cintanya.


Bekerja di Kantor ini juga bukan berarti membuatku lebih mudah bisa membuatnya suka padaku, Dan aku tahu alasannya, karena hanya ada satu wanita yang benar-benar dicintainya. Aku tahu siapa wanita itu. Bahkan suatu waktu pernah aku secara terang-terangan mendengar “pengakuan” dari Pak Doni saat aku mengantarkan dirinya yang sedang mabuk berat sehabis menghadiri jamuan dengan seorang koleganya bersamaku. Tapi tetap perasaan cinta itu ada didalam hatiku.


Kini aku sudah menjadi tangan kanan beliau. Aku mulai tahu hal baik dan buruk yang tersembunyi dari beliau, karena beliau sendiri yang telah semakin terbuka padaku. Dan sekarang beliau tak segan memintaku untuk melakukan apapun yang dianggap perlu dilakukan untuk memenuhi ambisi beliau, entah itu hal baik atau buruk, apapun itu kulakukan dengan sukarela untuk mendukung beliau. Mungkin, Itulah alasannya aku tak begitu disukai di bagian accounting. Tapi tentu saja aku tak peduli dengan itu.


Hingga sampaikah aku disaat ini. Aku berada di persimpangan. Diantara keduanya, Pak Doni dan Mas Riza, Sejujurnya bahkan aku tidak bisa memilih di pihak mana, hatiku dilanda dilema ketika Mas Riza memberitahuku rencanya dan teman-temannya untuk melawan pak Doni. Di satu sisi aku ingin melindungi pak Doni orang yang telah lama kucintai. Disatu sisi Mas Riza juga tak kalah baik bagiku. Dan belakangan ini, dialah yang selalu ada untukku, selalu membantuku ketika aku membutuhkan aku tak ingin menyakitinya juga.


Namun aku harus memilih. Setelah kupertimbangkan dengan cepat. Aku memutuskan untuk memilih di pihak pak Doni. kenapa? Pertama, karena aku rasa aku belum cukup membalas budi pada beliau. Dan kedua, melawan pak Doni itu sungguh hal yang bodoh, aku tahu itu tak akan berhasil.


Memang aku memilih untuk membela Pak Doni, namun kuusahakan dengan sebisa mungkin, aku tidak menyakiti Mas Riza. Dan kurahasiakan orang-orang di belakang Mas Riza seperti bu Mia dan Kak Jessie yang setahuku juga membantunya.


Sekarang aku harus memikirkan bagaimana cara merebut kembali apa yang diambil dari komputer pak Doni. Sambil mengendarai mobilku, dalam perjalanan pulang ke rumah, aku memutar kembali pikiranku. Mengingat-ingat kembali apa yang diceritakan mas Riza. Siapa tahu ada detil yang memberikan ku clue file apa yang dicari itu.


Sampai di depan rumahku. Ting.. ting.. ada pesan masuk melalui WA dari nomor yang tidak kukenal. Kucoba kulihat foto profilnya. Ternyata itu Si Hacker teman mas Riza yang kutemui tadi.


“ hi mbak.. ini Firman yg td ktmu hehehe” begitu isi pesannya. Tiba-tiba ada ide muncul di kepalaku.


“ oo lo si hacker temennya mas Riza tadi?” Langsung kubalas pesannya, sekarang rencanaku telah dimulai.


“ kok tahu kalau gw hacker? Hehehe.. maaf mbak td gw minta nomornya dari mas Riza” jawabnya cepat. Nampaknya umpanku telah ditarik. Rasanya semua bakal berjalan mudah kali ini hahaha.


“It’s okay.. hihihi iya, td mas Riza cerita sih.. dan kebetulan banget.. gw emang lagi tertarik sama dunia hacking gitu..” jawabku.


Tentu itu pura-pura saja. Sandiwaraku untuk bisa mengorek informasi dari si Hacker ini. Apa yang diceritakan mas Riza itu masih samar, dan mungkin ada detil yang disembunyikannya, maka hacker ini adalah salah satu sumber informasi lain. Kalau aku lihat dia masih muda, dan sepertinya tertarik padaku. Dengan sedikit tipu muslihat, mungkin dia akan membeberkan semua rahasianya padaku.


Dan seterusnya aku membuat janji untuk jalan dengannya besok siang . Aku sampai harus mengarang kalau aku ada acara keluarga di Bekasi, dan dia bersedia mengantarkanku. Perfect. Kini tinggal kujalankan saja rencana ini. Sementara untuk mas Riza, aku bisa mengurusnya belakangan. Lagipula dia sudah sangat percaya padaku. Jadi mengambil apa yang diambilnya itu perkara gampang bagiku.


Akupun lalu memberikan kabar pada pak Doni. Kuceritakan secara detail apa yang terjadi. Tentu dia kaget mendengar ada yang berani mengacak-acak ruangannya. Dan cukup kaget ketika kuberitahu bahwa Mas Riza adalah salah satu orangnya. Namun aku mencoba mengarahkan pak Doni agar mempercayai bahwa orang dibalik itu adalah Pak Wira dan Pak Krisna, dua orang pejabat yang diancam oleh beliau.


Dan Pak Doni memintaku untuk datang besok sore untuk membahas rencana untuk menyelesaikannya. Namun ku bilang pada beliau bahwa sebaiknya aku saja yang mengurus semua. Akan kudapatkan kembali apa yang diambil Hacker dan mas Riza, sebagai gantinya aku meminta padanya untuk tidak menyingkirkan Mas Riza dari perusahaan dengan alasan dia hanya diperalat untuk membantu pak Wira dan Pak Krisna. Aku tahu pak Doni pasti memenuhi semua keinginanku. Untungnya dengan berbagai pertimbangan, Pak Doni setuju dan membebaskanku menjalankan rencanaku.


————————————

Siang ini,adalah saat apa yang kurencanakan dimulai. Hari ini aku mengajukan cuti untuk tidak masuk kantor, tapi aku tetap ke kantor karena aku tak mau orang tuaku tahu aku dijemput laki-laki lain di rumah. Setelah kuparkirkan mobilku di parkiran basement kantor. Aku berjalan menuju Lobby. Disanalah nanti Firman akan menjemputku.


Tak lama aku duduk menunggu di kursi depan Lobby, datanglah mobil sedan Volkswagen Scirocco berwarna putih. Dibukanya kaca jendelanya, kulihat Dia tersenyum kepadaku. Akupun segera masuk kedalam. Aku tahu hacker bisa jadi pekerjaan yang menjanjikan, dan tak heran kalau dia bisa beli mobil ini. Tap tak kusangka dia cukup gaya. Jauh dari kesan Hacker di film-film yang mirip kutu buku atau berpenampilan gembel. Dia terlihat rapi dengan kemeja casual dan rambutnya yang agak gondrong lebih tertata dibanding kemarin. Dan jambang tipisnya itu membuatnya terlihat seksi. Dan tentu saja memang dia cukup ganteng.


Kamipun memutuskan untuk berkeliling dulu mencari makan, selama perjalanan kami banyak mengobrol. Ternyata dia masih mahasiswa, dan akan memasuki semester akhir di tahun ini. Senggaja dia meluangkan waktu diantara jadwal kuliah dan kegiatan komunitasnya untuk bertemu denganku. Anaknya asyik juga, rasanya cukup menyenangkan ngobrol dengannya.


“ sudah lama lo jadi hacker” tanyaku padanya. Langkah awal bagiku mengorek informasi.


“ belum lama sih mbak, iseng-iseng aja nyoba, eh ternyata asyik juga, dan banyak duitnya buat nambah uang saku hehehe” jawabnya


“ pantesan lo tajir hahaha” kataku sambil menunjuk ke mobil ini.


“ ini? Kebetulan ini mobil bokap, bukan mobil gue hehehe” jawabnya merendah. Jadi dia memang berasal dari keluarga yang berada, pantas saja terlihat dari gayanya.


“ tapi tetap penghasilan lo banyak kan?” Tanyaku lagi.


“ ya begitulah, tergantung siapa yang pake jasa kita kita sih mbak,” jawabnya.


Kami cukup lama mengobrol sambil berkeliling, sebenarnya aku ingin mencari tempat yang cukup sepi. Agar bisa mengorek informasi darinya dengan aman. Dan sepertinya dia pun juga ingin mencari tempat yang sepi. Sayangnya beberapa tempat yang kami tuju cukup ramai, jadi mungkin kurang nyaman bagi dia. Akhirnya kami memutuskan kembali ke dekat kantor, disana ada Restoran Italia yang cukup mewah, tapi biasa sepi karena selain harganya yang mahal, cita rasanya yang sangat italia sekali mungkin kurang cocok bagi lidah kebanyakan orang indonesia.


“ kalau boleh tau, lo bisa ceritain gak, apa yang lo lakuin di ruangan kemarin?” Tanyaku padanya. Sebenarnya tanpa sepengetahuannya, barusan aku menelepon pak Doni secara diam-diam, hingga sambil aku menginterogasi Firman, pak Doni bisa mendengarkan percakapan kami melalui sambungan telepon di seberang sana.


“ boleh kok, jadi gini.. “ dan Firman pun masuk perangkap, dia pun menceritakan beberapa hal yang dilakukannya, sebenarnya aku tak terlalu paham, namun aku harus pura-pura mendengarnya dengan antusias. Sementara pak Doni disana bisa ikut mendengarkan.


“ kurang lebih gitu sih.. yang gue kerjain” katanya mengakhiri ceritanya.


“ hm.. menarik juga ya apa yang lo kerjain hahaha” jawabku berpura-pura tertarik. Sambil mematikan sambungan teleponku ke pak Doni. Dengan mendengar itu, tentu pak Doni bisa menerka-nerka apa yang kemungkinan diambil.


“Lo bisa ajarin gak, cara lo ambil data tadi” kataku kemudian, walaupun banyak hal yang tak kupahami tadi. Inti dari pekerjaanya tadi adalah mengambil data di komputer pak Doni. Itu yang kutangkap. Kalau aku tahu caranya, mungkin aku bisa mengatasinya juga.


“ bisa,, mungkin nanti sambil makan aja kali ya gue ceritain, ini kita udah mau sampai nih” jawabnya.


Akhirnya kita sampai di Restoran Itu, benar memang restoran ini masih sepi sekali. Hanya ada satu meja yang terisi. Perfect.


Namun tak kusangka-sangka, disana ada Mas Riza dan Kak Jessie sedang makan berdua. Kenapa harus mereka yang ada disini? Dari sekian banyak tempat makan disini. Akhirnya terpaksa kami menyapa mereka dan sedikit berbasa-basi. Melihat mereka berdua seperti ini juga membuatku merasa aneh. Aku cukup dekat dengan mereka, dan mungkin mereka berdualah yang paling dekat denganku. namun sekarang kini mereka ada di pihak yang berseberangan denganku.


Setelah makan, sesuai rencana dia mengantarkanku. Ke sebuah Hotel di kawasan Cikarang. Aku bilang pada Firman disanalah acara keluargaku dilaksanakan. Tentu aku berbohong. Aku hanya menyewa kamar hotel saja, aku berencana tiduran saja disana dan sorenya balik ke kantor untuk mengambil mobil.


“ acara keluarga gue masih lama nih man, lo bisa ajarin gue praktekin caranya lo ambil data di kamar gue?” Tanyaku padanya setelah dia mengantarkanku ke lobby hotel. Tampak dia sedikit bingung, antara terkejut dan senang.


“ b.. boleh deh.. kasihan lo ntar bosen nunggu lama.. hehehe” jawabnya terbata-bata. Hahahah. Umpan berhasil lagi. Kini ada kesempatanku untuk mengorek informasi lebih lanjut. Sementara dia memarkirkan mobilnya, aku langsung menuju resepsionis utnuk check in.


Setelah check in, kulihat dia telah membawa tas ransel yang cukup besar, mungkin berisi alat-alat yang biasa dipakainya. Lalu kamipun langsung masuk ke kamarku.


Diatas meja hotel ini dia langsung menyiapkan alat-alatnya. Sebuah laptop dan beberapa alat yang aku kurang familiar dengannya. Sempat dia menjelaskan apa fungsi alat-alat itu, namun jujur aku tak dapat memahami maksudnya. Hingga akhirnya dia menunjukkan sebuah USB seperti flashdisk.


“ ini USB Rubber Ducky, ini yang kemarin gue pakai buat nyuri data di komputer kantor sana” katanya. That’s it. Itulah yang kutunggu-tunggu. Lalu dengan sebuah aplikasi khusus, dia menunjukkan cara melihat apa saja data yang telah disedot oleh alat itu. Ada beberapa, file penting yang bisa diambil oleh alat itu.


Selain itu aku coba bertanya-tanya padanya bagaimana mengatasi komputer yang kemungkinan telah disusupi dan di ambil datanya dengan alat tersebut. Dan diapun dengan mudahnya menjelaskan padaku bagaimana trik mengatasinya, dia mempraktikkannya di komputer yang dibawanya itu bagaimana cara yang paling sederhana hingga cara yang paling sulit.


Akupun memperhatikan dengan seksama caranya. Karena cara itulah yang akan kupakai untuk mengcounter serangannya nanti. Namun yang terpenting baginya saat ini adalah USB Rubber Ducky itu. alat itu adalah kuncinya. Aku harus berhasil mendapatkannya. Sehingga bisa mendelaynya untuk meretas komputer pak Doni. Sementara aku atau pak Doni bisa menyiapkan perlindungan di komputer dengan cara yang diajarkan Firman barusan.


Aku jadi memperhatikan Firman, dia mengajarku dengan penuh kesabaran. Telaten dan lembut. Entah kenapa wajahku jadi semakin mendekati wajahnya. Dan Pada akhirnya aku melakukan sesuatu yang sebenarnya tak pernah kulakukan sebelumnya, pada orang yang tidak benar-benar membuatku tertarik. Entah kenapa tiba-tiba aku memulainya, dan Kamipun berciuman di pinggiran Ranjang kamar ini.


Kurasakan Ciumannya agak kaku, tapi dia cepat belajar dan perlahan, lahan aku mulai menikmati ciumannya. Lenganku memeluk lehernya dengan longgar, memberi ruang cukup baginya untuk melepaskan kaos dan cardiganku, lalu dilucutinya pakaianku dalam tempo yang sangat singkat. tidak terasa tapi entah kenapa rasanya aku menyukainya.


Akhirnya Aku telah bugil sepenuhnya, membuatnya menatap pada tubuhku dengan penuh takjub. Aku simpulkan mungkin ini kali pertama dia melihat wanita telanjang . Dengan gugup dia membaringkan tubuh telanjangku di kasur yang berlapis seprai putih tulang. Kemudian dia menjatuhkan pakaiannya satu per satu. Sekarang gantian aku yang takjub, menangkap benda lonjong di antara kedua kakinya. Benda yang telah tegang itu rasanya terlihat besar dan kokoh.


Firman menindihku, melumat bibirku. Ciumannya bergerak cepat dari pipi, leherku, lalu turun ke dadaku. Jarinya yang panjang menangkup kedua payudaraku yang berukuran kecil itu. Diremasnya dengan lembut, pelan, tepat seperti yang kusuka.


"Ahhhhh.. Firman.." aku melenguh pelan.


Aku berusaha menggapai ke bawah, menyentuh selangkangannya untuk membalas perlakuannya yang nikmat. Tetapi Firman menepis tanganku, mungkin karena dia sedang ingin berkonsentrasi penuh pada diriku. Maka kubiarkan saja dia melakukan sesuka hatinya, Menikmati tubuh wanita yang mungkin untuk pertama kali. Lalu Wajah Firman turun lebih rendah lagi ke bawah. Nampaknya dia mengikuti instingnya munuju ke area itu. Kemudian, diciuminya pahaku sebelah dalam tepat di area yang berbatasan dengan selakanganku, sambil mengelus-elus vaginaku.


"Aaaaaahhh.." Aku terkesiap dan mendesah.


Kecupan pertama Firman di bibir vaginaku bagai sengatan listrik yang menyebar di sekujur tubuhku.


"Firmann.. Aaaaaahhhhh.."


Aku menjerit, tumitku terbenam dalam kasur, punggungku melengkung dan terangkat tinggi. Firman menangkap kedua pahaku, menarikku lebih dekat untuk mencicipiku lebih jauh di bawah sana. Tampak wajahnya cukup senang melihatku begitu menikmatinya.


“Boleh aku masukin mbak?” Tanyanya dengan lugu sambil mengacungkan jarinya. Aku hanya tertawa pelan dan mengangguk. Baru pertama kali ini aku dijamah laki-laki yang belum berpengalaman. Dan mungkin aku harus membimbingnya nanti.


Setelah menerima persetujuanku. Firman menusuk vaginaku dengan dua jarinya, sambil menjilati vaginaku. Jilatannya sungguh kaku, dan kadang sehingga aku harus menuntunnya dengan mengarahkan kepalanya. Sementara Jarinya yang dimasukkan ke dalam vaginaku dikocok dengan ritme sedang yang kemudian semakin cepat. Dan entah sengaja atau tidak, dia bisa menemukan titik paling sensitif di dalamnya. Sensasi yang diberikannya begitu kuat, yang membuat tubuhku menegang pada setiap sentuhan.


"Ahhhhh.. Ahhhhhhh.. Firman..sudahh aaa.."


Aku sudah mulai basah sekali, dan Firman pun memahaminya. Dia mengangkat wajah dan bangkit, dan berbisik kecil "is it good?," tanpa suara. Dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum.


Lalu Tubuhnya yang kurus itu menindihku, wajahnya turun, menciumi payudaraku. Sebelah tangan Firman menahan berat tubuhnya di kasur di sampingku, sementara tangannya yang lain dengan bantuanku mengarahkan ujung batang kelelakiannya memasuki lubang kewanitaanku yang basah. Setelah beberapa kali gagal masuk karena tergelincir permukaannya yang licin., akhirnya Dalam satu gerakan kasar, penis Firman menghujam liangku dalam-dalam.


"Oooouhhhhhh.. Ooooooohhh.."


Aku menjerit, didera rasa yang begitu lama tak kurasakan. Terakhir aku bersetubuh adalah dengan Pacarku saat liburan tahun baru ke London kemarin. Setelah hampir 4 bulan, akhirnya aku merasakan ini lagi. Merasakan penisnya yang mungkin lebih besar dari pacarku. Rasanya cukup asing dan kokoh sekali.


Firman membeku di tempat, napasnya terengah-engah di antara kedua bibirnya yang terbuka. Aku jadi yakin benar ini adalah pengalaman pertamanya. Dia tampak begitu menikmati, sekaligus penuh keraguan, dan juga sedikit gugup. Mata kami saling menatap. Aku meyakinkannya untuk melanjutkan apa yang dilakukannya.


Sebenarnya Aku pun tak sanggup bergerak juga, penisnya yang tebal memang memberiku rasa nikmat, tapi juga terasa tajam menusukku, hingga ada rasa sedikit sakit. Tapi kuberi aba-aba lagi padanya untuk bergerak. Dan diapun mulai memaju mundurkan pinggulnya dengan buru-buru.


"Aaahhhhhh.. Firmaann.. Agak pelaaan.. rasanya Penuh banget di bawah.. Ahhhhh.." kataku pada Firman. Dan diapun mematuhinya. Dia mulai memelankan goyangannya terlebih dahulu sesuai dengan arahanku.


Sekarang terasa lebih enak. Perlahan-lahan kenikmatan mulai mendaki tubuhku dari bawah, menyebar ke seluruh tubuhku. Sesekali kucoba mengencangkan kakiku hingga. Liang kenikmatanku menjepit kemaluan Firman di dalam tubuhku. Sekali lagi kuberi aba-aba padanya untuk meningkatkan kecepatannya. Dan Firman dengan cekatan mengikuti aba-abaku, menambah frekuensi genjotannya hingga membuatku mendesah keenakan.


Firman juga kurasa cepat sekali belajar. Dengan memperhatikan bagaimana aku mendesah, Dia seperti memperkirakan titik-titik mana yang harus dia masuki dengan perlahan dan lembut, atau titik mana yang harus diserang dengan cepat dan kuat. Dan sesekali dia mengkombinasikan keduanya untuk membuatku semakin merintih menahan kenikmatan.


Setiap hentakan pinggulnya mendorong penisnya masuk semakin dalam, Rasanya begitu nikmat, serangan demi serangan kenikmatan yang luar biasa merasuk ke dalam tubuhku,


"Aaaaaaaahhhh....hhhh.. Oooouuhhhhhhh.." akupun hanya bisa mendesah, mengerang dan merintih menerima semua perlakuannya.




Setelahnya Firman menarik tubuhku yang mungkin ringan baginya. Dia lalu, membalikkannya dengan tanpa sedikit pun susah payah. Aku kini berlutut dalam posisi membungkuk. Aku tahu, Firman akan menyetubuhiku dari belakang. Posisi ini sebenarnya posisi yang paling kusukai. Aku jadi penasaran bagaimana Firman melakukannya.


Kemudian, kulihat Firman berlutut tegak di belakangku, mencengkeram bulatan pantatku, meremas perlahan dan membukanya. Salah satu Tanganku bertumpu di bingkai ranjang dan tangan sebelah tangan kuraih batang penisnya dari sela kakiku, mengarahkannya tepat ke lubang vaginaku.


"Ahhh.. Mbak Nitaaa.." Firman mengerang nikmat ketika penisnya mulai bergesekan dengan permukaan kemaluanku. Dengan sekali dorong, Batang penisnya kembali memasuki tubuhku perlahan. Batang yang keras itu menggerus dinding dalam vaginaku, mendera syarafku dengan serbuan-serbuan kenikmatan. Ternyata dia sanggup melakukannya dengan baik.


"Ooooohhhhh.. Firman.. Terusin.. Ahhhhh.."


Firman mulai bergerak maju mundur dengan lebih cepat. Dia menyiksaku lagi dengan kenikmatan-kenikmatan lain. tangannya terulur, menjangkau sebelah payudaraku yang menggantung dengan bebas. Dari posisi tengkurap, aku mulai menegakkan tubuhku, untuk memudahkan akses tangannya ke area dadaku yang kecil. Kemudian setelahnya, Puting susuku dijepitnya, dicubit dan ditarik-tarik dengan lembut, menambah sensasi nikmat.


“ oaaahhh.. Nitaaa.." erangnya ketika kucoba menjepit lebih keras penisnya didalam vaginaku.


"Ooooouhhhh..Yah.... Ahhhhhhh.." akupun merasakan sensasi yang kurang lebih sama., ketika kucengkeram batang penisnya, rasa nikmat gesekan kulit penis dan dinding vaginaku ketika dia memompa keluar dan masuk semakin besar.


Firman terus bergerak memompa, kali ini jadi lebih cepat, aku merasa dia masih kesulitan mengatur temponya. Jujur saja, Harusnya aku sudah bisa mengalami dua atau tiga kali orgasme andai dia mampu mempertahankan tempo yang tepat di saat tertentu, atau mempercepatnya saat diperlukan. Itu saja kelemahannya saat ini menurut penilaianku.


At this rate, jika diteruskn aku akan kesulitan mencapai puncak kenikmatan. Maka kuputuskan untuk mulai mendominasi, kali ini giliran aku yang akan mengatur temponya. .Segera kusuruh dia menarik penisnya. Dan kudorong tubuhnya hingga terlentang di ranjang dengan batang kemaluan mengacung keras keatas. Segera kuposisikian diriku diatas tubuhnya. Setelah pas, segera kudorong tubuhku ke bawah, tampak dibawah tubuh Firman menegang. Entah Terkejut akan hentakan tubuhku atau memang terasa begitu menikmatinya.


Lalu dengan cepat aku menggoyangkan pinggulku naik turun. Maju mundur, dan sedikit memutar-mutar. Kukeluarkan segala kemampuanku untuk mencari kenikmatanku sendiri, dan tentu saja tindakanku ini juga membuat si orang yang berada dibawahku ini tak bisa menahan kenikmatan yang menjalar di tubuhnya.


"Aaaaaahhh.. Ahhhhhhh.. mbakkk nita..."


Sebelah tangan Firman berpindah dan memainkan payudaraku yang bergerak-gerak bebas seiring goyanganku. Tangan satunya sempat mencoba meraih area pubisku. Mencoba memainkan klitorisku. Tapi kutepis jarinya karena mengganggu atah gerakanku. Diapun sepertinya paham akan hal itu, lalu dialihakan tanggannya ke payudaraku yang satunya.


Sementara aku tak hentikan goyanganku, kurasakan setiap gesekan batang penisnya yang keras seperti batu, hingga kemudian mulai berkedut-kedut di dalam vaginaku. Kucoba pacu secepat mungkin. Hingga akhirnya.


"Aaaaaaaahhhh....Firmannn.. hhhh.. Oooouuhhhhhhh.." akupun akhirnya berhasil mencapai orgasmeku.


"Oooohhh.. Mbak.. enak banget.. Sedikit lagii.. Aaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh.." diapun tampaknya akan keluar tak lama lagi.


Aku langsung berdiri dari tubuhnya hingga penisnya lepas dari jepitan vaginaku. Segera kumainkan batang keras yang bertambah besar karena muatannya saling mendesak untuk dikeluarkan. Akupun semakin bersemangat mengocok batangnya yang licin itu. Hingga akhirnya, diiringi erangan panjang, Firman melengkungkan punggung, meraungkan orgasme dengan penis berdenyut-denyut di dalam genggaman tanganku. Dan crott! Cairan spermanya akhirnya keluar menyembur ke mukaku. Dan sebagian jatuh berceceran di sprei kasur.



“ thanks ya Mbak Nita.. it was amazing!” Katanya sambil tersenyum lemah. Dan terengah-engah menikmati sisa orgasmenya.


“ you’re welcome.. oke juga sih lo sebagai pemula hahahah” jawabku sambil membersihkan mukaku dengan tissue, tak lupa aku memujinya biar dia tidak berkecil hati hihihi.


“ jadi mbak tau gue belum berpengalaman? jadi malu gue.. maaf ya mbak.. heheheh ..” katanya sambil mengambili baju-baju yang dilepasnya tadi.


“It’s okay.. gue suka titit lo kok hihihi” jawabku. Kali ini aku jujur, walaupun pengalamannya minim, dia punya modal penis besar yang kuat. Itu yang kusuka darinya.


“ thanks lagi hahahah” balasnya lagi sambil beranjak meninggalkan ranjang.. Lalu mebereskan semua perangkatnya diatas meja lalu memasukkan satu persatu ke dalam tas.


“ lo mau kemana?” Tanyaku padanya. Tentu aku tak ingin dia pergi begitu saja sebelum aku mengambil benda yang kuinginkan di meja itu.


“ gue ada kerjaan ngajar di komunitas gue abis ini, belum lagi kerjaan sama mas Riza belum beres hehehe.. mbak istriahat aja dulu gakpapa kok” katanya.


“ ooh.. yaudah, tapi lo boleh mandi dulu kok disini, masak lo ngajar berantakan gitu? Sini nanti gue bantuin beresin..” kataku sambil berdiri membantunya membereskan.


“ ok deh, gue mandi dulu ya” pamitnya. Lalu masuk ke kamar mandi membawa baju yang tadi dipungutinya.


Akupun segera membantu membereskan barang-barangnya, dan memasukkannya kedalam tas. Tentu tidak semua kumasukkan kesana. USB yang disebutnya tadi, kusimpan itu dalam tasku. Mission complete. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana mengambil flashdisk milik Mas Riza. Gampangnya sih besok aku tinggal janjian dengannya, dan berimprovisasi lagi. Hehehe. Rasanya ini akan mudah.


Tak lama Firman keluar dari kamar mandi. Sudah berpakaian lengkap dan rapi. Dia segera bergegas mengambil tasnya, kemudian berpamitan padaku. Dan meninggalkan aku sendiri di ruangan ini. Syukurlah Tak ada kecurigaan sama sekali darinya.


Segera ku kabari pak Doni melalui pesan singkat.


“ Misi 1 berhasil om.. tinggal satu lagi” itu isi pesanku padanya.


“ good job, kalau yang satunya, biar aku saja yang lakukan.. Gak perlu kamu repot-repot” balas beliau tak lama kemudian.


“ ok om.. ;)” balasku singkat. Ternyata beliau mau menghandle sendiri. Entah dengan cara apa. . Jadi sekarang Aku bisa istirahat sebentar setelah persetubuhan yang melelahkan tadi. Dan akhirnya akupun terlelap di ranjang ini.


—————





Ah, aku ketiduran hampir sekitar tiga jam. Kulihat diluar sudah sore dan jam menunjukkan pukul 17.09. Rasanya having sex tadi siang setelah sekian lama tak melakukannya, membuatku kelelahan, hingga aku seperti pingsan selama ini. .akupun bergegas mandi dan bersiap, dan meninggalkan hotel ini untuk pulang.


Tepat pukul 6.40 malam, dengan diantar layanan taksi online, aku sampai di kantor. Dari lobby aku turun menggunakan lift dan berjalan melintasi lorong menuju parkiran. Dalam perjalanan, Dari kejauhan aku lihat ada seseorang tergeletak di lantai. Aku merasa takut hingga akhirnya aku kembali ke loby dan mengajak security untuk melihatnya.


Bersama salah seorang security aku kembali ke lorong itu Di tempat aku melihatnya tadi. Tampak dari kejauhan sepertinya aku mengenali tas, dan jaket yang dipakai orang yang tergeletak itu. Akupun bergegas mendekat.


“ ya ampun.. mas Riza!” Aku berteriak histeris setelah melihatnya tergeletak, di atas tasnya. Tampak darah sedikit menetes di dekat mulutnya. segera berlari kecil ke arah mas Riza pingsan.


“ tolong pak bantu saya balikin badannya” kataku meminta bantuan satpam untuk mengangkat badannya dan membaliknya. Aku segera mengecek kondisinya, dalam kondisi pingsan yang cukup lama, ada kemungkinan dia mengalami apa yang disebut menelan lidah yaitu keadaan di mana lidah menjadi lemas dan mungkin memblok jalur pernapasan. Untung tadi posisi kepala dan dagunya berada diatas tasnya. Jadi dia bisa bernafas normal.


“ syukurlah Cuma pingsan aja mbak..gimana perlu saya panggilin ambulance?” Tanya pak Satpam padaku setelah mengecek kondisi mas Riza.


“ hm.. kayaknya bantuin masuk ke mobil saya aja pak, nanti saya bawa langsung ke Rumah Sakit” kataku. Dan pak Satpam pun membantuku memasukkan mas Riza ke Mobilku. Dan secepat mungkin aku membawanya menuju Rumah sakit terdekat.


Mungkinkah ini tindakan pak Doni? Tak kusangka sekali kalau cara ini yang dipakai pak Doni. Rasanya jauh dari apa yang biasanya beliau lakukan. Aku tahu dia mempunyai berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya., tapi cara kekerasan rasanya tak pernah dilakukannya. Mungkinkah ada sesuatu yang tak kuketahui? Sesuatu hal penting yang membuat dia mengambil jalan itu.


Yang jelas hal itu membuatku merasa cukup bersalah pada mas Riza. Kalau. Tahu akhirnya akan seperti ini, lebih baik tak memberitahu pak Doni terlebih dahulu, dan langsung membereskan semua urusannya sendiri. Bagaimanapun walau aku tidak mendukung apa yang dilakukannya, aku tak ingin merusak hubungan pertemananku pada Mas Riza dan Kak Jessie.


Akhirnya aku sampai di Rumah sakit. Beberapa pegawai rumah sakit membantu membawa mas Riza ke UGD. Sementara aku, setelah memarkir mobilku. Aku langsung menyusulnya dan menunggu hasil pemeriksaan dokter. Setelah selesai diperiksa, dia dipindah ke ruang perawatan. Sementara aku berbincang dengan dokter dan mengurus administrasinya.


Menurut Dokter ada pendarahan ringan di daerah sekitar hati dan limpa., yang mungkin disebabkan karena menerima benturan keras di perutnya. Dan Memar sedikit di kepala karena saat jatuh pingsan, kepalanya membentur lantai dengan lumayan keras. Kemungkinan dalam beberapa saat lagi dia bisa sadar, namun mungkin kondisinya masih lemah. Besok akan dilakukan pemeriksaan untuk mengecek perkembangannya. Sementara saat ini dia diberi obat untuk bisa beristirahat, dan akan tidak sadar dalam 3 atau 4 jam.


Setelah melihat dia dirawat dalam kamar, Lagipula Tadi aku sempat mengangkat telepon dari Ibunya Mas Riza di Handphonenya yang berada dalam Tasnya. Kuceritakan apa yang terjadi, dan Ibunya akan segera kesini dengan keluarganya. Saat ini mereka masih dalam perjalanan dari Bandung, dan akan sampai sini kira-kira dalam 3 jam lagi, tepat saat mas Riza sadar. Maka kuputuskan untuk keluar dulu mencari makan dan pulang dulu ke rumah barang sebentar. Dan kembali pada 2 -3 jam lagi.


Tepat pukul 22.44 setelah berangkat dari rumah dan membeli beberapa makanan, aku sampai di ruangan dimana mas Riza dirawat. Begitu kubuka pintu, kulihat dia sudah membuka mata sedikit sambil memegangi kepalanya.


“ mas Riza! Mas Riza udah bangun?” Tanyaku padanya, sementara dia sedikit kaget melihat keberadaanku. Aku pun berjalan mendekatinya. Lalu menaruh makanan yang kubawa di atas meja di samping ranjangnya.


“ Nita? Kenapa lo disini?” Tanyanya padaku dengan suara lemah.


“ abis dari bekasi tadi, sekitar jam 7 malem gue ke kantor mau ambil mobil gue yang gue tinggal disana.. gue tadi lihat mas Riza pingsan waktu gue mau menuju parkiran buat ngambil mobil gue ” jawabku.


“ karena kuatir, gue tadi minta tolong satpam bantuin ngangkat mas Riza ke mobil gue, dan gue bawa kemari” kataku sambil duduk di kursi samping kasurnya.


“ thanks!” Katanya dengan lemah. Rasanya aku jadi kasihan melihatnya. Walaupun kali ini aku berseberangan dengannya, tetap saja dia adalah orang terdekatku di kantor ini.


“ kata dokter mas Riza mengalami pendaraahan ringan di organ-organ dalam perut, sedikit memar di kepala karena mungkin jatuh ke lantai” kataku menyampaikan apa hasil pemeriksaan dokter padanya tadi.


“ luka di bagian dalam kemungkinan agak parah, besok siang perlu di cek kondisi lo lagi, kalau udah mendingan lo bisa rawat jalan” tambahku sambil mengambil handphonenya yang kubawa tadi.


“ gue tadi angkat telepon dari nyokap lo. dan keluarga lo kayaknya sebentar lagi sampai disini” lanjutku sambil menyerahkan handphonenya.


“ kalau telepon yang lain gue gak berani angkat, takut mereka nanti salah paham ke gue heheheh” memang ada beberapa telepon yang masuk. Dari Kak Jessie, dan beberapa orang yang tak kukenal.


“ thanks” ucapnya dengan lemah.


“ by the way, kenapa lo bisa begini?” Tanyaku padanya. Tentu saja aku tahu ini mungkin akibat perbuatan pak Doni. Tapi aku berpura-pura tidak tahu.


“ tadi habis dipukul seseorang di parkiran” katanya sambil mencoba bangkit, dan duduk bersandar di kasurnya.


“ apa?? Siapa yang mukul mas Riza?” Tanyaku berpura-pura kaget.


“ Pak Doni..” Jawabnya lemah, jadi benar, pak doni yang melakukannya. .


“ dia udah dapetin apa yang dia cari, file-file yang kemarin susah-susah gue cari” tambahnya sambil memandangiku dengan tajam.


“ Jujur aja Nit! Lo yang ngasih tau pak Doni kan?” Tanyanya padaku dengan terus terang. Dan benar tebakannya, akulah yang memberitahu pak Doni.


“……” aku tak bisa berkata-kata lagi, aku hanya bisa diam saja tak menjawab. Karena memang akulah yang memberitahunya. aku tak berpikir kalau akibatnya akan jadi seperti ini.


“ benar kan lo yang ngasih informasi itu ke pak Doni” tanyanya lagi dengan nada sedikit meninggi.


“ iya mas” jawabku dengan pelan sambil menunduk. Iya, aku tak bisa membantah lagi. Inilah yang terjadi dan aku tak tahu bagaimana lagi caranya aku mengelak. Kuberanikan diri melirik wajahnya. Tampak dia menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Merasa benar-benar terpukul mendengar jawabanku. Sementara aku tak tahu harus menambahkan apa.


“ Why?” Tanyanya pelan. Sementara aku masih menundukkan kepalaku. Tak berani menatap wajahnya.


“ kenapa Nit? Kenapa lo lakuin itu? Gue percaya ke lo!” Tanyanya dengan nada yang lebih tinggi,. Tentu saja itu membuatku sedikit kaget. Aku takut suaranya mengganggu orang lain di rumah sakit ini. Dan lebih takut lagi kalau lukanya malah semakin parah.


“ jangan dipaksain mas! Nanti luka lo makin parah” kataku sambil mencoba menenangkannya.


“ gak usah lo peduliin gue Nit, jawab aja pertanyaan gue!” Katanya lagi. Kemudian dia memegangi bagian bawah dada sebelah kanan, itu semakin membuatku takut kalau lukanya semakin parah.


“ tenang dulu mas! Ini rumah sakit!” Gantian kini kubentak dia, dan kuberanikan untuk menatap matanya dengan tajam. Sepertinya perlahan-lahan dia mulai sadar. Kemudian dia mencoba mengatur kembali nafas dan mencoba untuk tenang.


“ lebih baik mas Riza istirahat aja dulu, lo lebih butuh istirahat sekarang” kataku sambil mengambili tas diatas meja.


“ lo belum jawab pertanyaan gue!” Katanya lagi sambil memegangi tanganku dengan kuat. Kalau kupaksa menarik tanganku, bisa-bisa dia akan mengalami kesakitan. Maka kali ini aku mengalah, dan kuputuskan untuk duduk disampingnya lagi.


“ kenapa harus lo Nit?” Tanyanya pelan. Aku jadi merasa sedih melihatnya. Kenapa aku harus dekat dengannya lalu Kini juga harus dia yang berada berseberangan denganku.


“ gue gak pernah minta lo percaya ke gue, dan, lo sendiri yang udah mutusin untuk percaya ke gue..jadi sekarang lo harus terima semua konskuensinya” jawabku. Kupikir itu jawaban yang paling mudah yang dapat kuberikan padanya..


“ jadi demi apa lo lakuin itu? Apa pertemanan kita gak ada artinya bagi lo?” Tanyanya dengan lemah.


Jujur pertanyaan itu begitu menusuk dalam ke hatiku. Mungkin ada benarnya apa yang dikatakannya, ada kesan aku Mengesampingkan pertemananku yang terbangun selama ini, demi cinta yang tak mungkin berbalas. Benarkah aku seegois itu? Sebenarnya tidak, aku melakukannya karena merasa apa yang direncanakan bu Mia dan Mas Riza itu terlalu berbahaya. Mereka seperti meremehkan Pak Doni, mereka tidak tahu seberapa kuatnya orang yang dilawan dan tentu saja orang-orang yang ada dibelakangnya.


“ seperti gue bilang dulu mas, ada kalanya gue harus mentingin diri gue sendiri terlebih dahulu” jawabku. namun aku tetap mencoba teguh pada pendirianku. Apapun yang terjadi aku telah memilih, seperti kataku tadi apapun pilihan pasti ada konsekuensinya. Aku memilih untuk melindungi pak Doni, namun tetap tanpa menjatuhkan Mas Riza dan Bu Mia. Resikonya aku menyadari bahwa aku bisa kehilangan teman-teman terbaikku belakangan ini. Dan aku telah siap untuk itu.


“ dan lo boleh tenang.. walaupun dia mengetahui kalau mas Riza pelakunya, dia udah berjanji ke gue untuk nggak nyingkirin mas Riza dari perusahaan ini, anggap aja gue udah nyelametin lo, itu kewajiban gue sebagai teman” kataku lagi.


“ kenapa gue harus percaya sama lo??” Tanyanya ketus. Itu masalahnya bagiku., dia tahu aku mengkhianatinya, entah bagaimana aku membuatnya percaya padaku lagi.


“ lo boleh percaya atau gak, itu terserah lo!” jawabku sambil tersenyum. Aku tahu itu mungkin tak akan membuatnya percaya.


“ dan lo boleh percaya atau gak, sekarang nasib Bu Mia dan Kak Jessie juga ada di tangan gue” kataku lagi padanya. Tentu aku hanya menggertaknya saja. Itu hanya satu caraku untuk meruntuhkan mentalnya. Membuatnya mundur dari rencananya. Memang sebenarnya bisa saja aku mengatakan pada Pak Doni soal keterlibatan bu Mia dan Kak Jessie. Tapi tentu aku tak akan setega itu.


“ bangsaat! “ katanya sambil memukul kasurnya.


“Bangsaat!” Katanya lagi sambil menitikkan air mata. Dia pun terlihat lemah dan tertunduk lemas. Jujur aku tak tahan melihatnya seperti itu. Akupun segera mengambil tasku dan beranjak pergi meninggalkannya. Lebih baik aku menunggu di luar saja, sampai kedua orang tuanya datang.


Dari luar kudengar suara teriakan dan tangisannya. Tak terasa akupun meneteskan air mata mendengarnya. Oh God!


[POV NITA END]




BERSAMBUNG.
 
Kayak semua jalan buat ngadepin pak doni sudah buntu.
Semoga riza cepat bangkit, perang sudah dimulai. Yakin mbaca update-update terakhir ini, bikin emosi naik turun, udah seneng si riza bisa dapet rekaman video, tapi tau2 ada musuh dalam selimut..
Makasih super updatenya hu..
 
Sebagai penggemar Nita, gue harap nita segera insaf dan sadar telah memilih jalan yang salah.. hahaha..
Chapter ini ditulis kayaknya biar pembaca masih berharap pada Nita.. bahwa ada sisi kebaikan di dalam hatinya.

Btw si Firman enak banget, baru kenal udah bisa nyicipin Nita duluan dibanding tokoh utama wkwkwkw
 
Setelah baca mirror scene Nita jadi paham karakter & alasan dia berbuat begitu. Jadi mirip dengan karakter Nebula di film Avengers Endgame kemarin yg berusaha nyenengin Thanos biar dianggap anak terbaik, istilahnya "cari muka".
Semoga aja di next chapter ada hal yg bikin Nita mentok dgn kelakuan pak Doni terus berbalik mendukung Riza & friends ya meskipun sedikit terlambat. 😄😄
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd