Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Office Story 2019

Status
Please reply by conversation.
Hari Jum'at after lunch itu sudah weekend :beer:

Kerja cuma nunggu jam pulang ..... eh
 
Siap mnunggu apdetan,, g sabaran liat nita berpaling kmn pak doni tw riza..
 
Chapter 18 : Surabaya


Ilustrasi




Jessie



Bu Mia








Lima hari berlalu setelah kejadian pemukulan di basement kantor, setelah dua hari dirawat di rumah sakit dan tiga hari beristirahat di rumah, Senin ini aku sudah merasa pulih dan kembali lagi masuk kantor. Kembali ke kantor ini membuatku sedikit senang, karena aku sudah bosan berada di rumah sakit dan berdiam diri di rumah. Walaupun kembali ke kantor ini membawa sedikit trauma juga. Jelas pengalaman buruk itu tak akan bisa kulupakan. Tapi kewajibanku kepada kantor ini juga tak bisa kutinggalkan begitu saja.


Aku telah menceritakan semuanya kepada Bu Mia dan Jessie, tentang Nita, Pak Doni dan apa yang terjadi padaku dan Firman. Untungnya Bu Mia selalu memberikan support padaku. Aku tahu Bu Mia pasti kecewa karena bisa dibilang aku menghancurkan rencananya, namun beliau juga menyadari, saat itu aku dalam posisi yang sulit karena Nita memergokiku. Beliau pun juga menyesal dan merasa bersalah karena dengan melibatkanku, aku jadi mengalami kejadian pemukulan itu.


Jessie juga menjadi salah satu orang yang paling mengkhawatirkanku. Hingga dia jadi sering meluangkan waktu di sela-sela kesibukan kantor untuk datang menjengukku di Rumah Sakit hampir setiap hari. Bahkan Dia sering begantian dengan orangtuaku untuk menjagaku.


Rencana Bu Mia bersama pak Wira beserta Pak Krisna sudah dipastikan gagal. Berdasarkan informasi terakhir dari Firman, pak Doni sepertinya telah mengetahui seluruh rencananya, dan telah melakukan tindakan pencegahan dengan memutus semua akses jaringan apapun ke komputernya. Dan kemungkinan sudah memindahkan file-file penting ke komputer lain atau media penyimpanan lain. Sampai saat ini Firman masih mencari solusi lain untuk menembusnya, karena pak Wira sudah mendesaknya untuk segera menyelesaikan tugasnya.


Sementara Kamera pengintai yang kupasang di ruangan pak Doni juga sepertinya sudah tidak berfungsi lagi. Beberapa kali kucoba menyambungkannya, tapi tak ada hasil. Entah karena alat itu sudah diketahui, dan dirusak atau memang baterainya telah habis.


Berhubung rencana tersebut gagal, Bu Mia dan Jessie kini mulai menjalankan rencana awal yang dipikirkan bu Mia dulu. Rencana yang cukup rumit dan bersiko ini sekarang akan dilakukan berdua saja oleh mereka. Ya, aku sudah tidak dilibatkan lagi. Memang aku kecewa, tapi aku bisa memahaminya, karena pak Doni pasti akan terus mengawasiku. Akan sangat berbahaya kalau aksi rahasia Bu Mia dan Jessie terekspos karena kedekatan mereka denganku. Apalagi Nita tahu hubunganku dengan Jessie, dan tahu rencana bu Mia. Itulah yang dia bilang kemarin, Nasib Bu Mia dan Jessie ada ditangannya. Kalau dia melaporkan ke Pak Doni, maka tamat sudah rencana yang sudah disusun bu Mia itu.


Hari ini aku sampai di kantor pukul 07.20 dengan diantar Papaku. Walaupun sebenarnya aku sudah hampir pulih, tapi Mamaku tetap menyuruh papaku mengantarkanku. Papaku yang memang pensiunan PNS tentu tak keberatan mengantarkanku. Dan menurut mamaku, Bagaimanapun aku harus menjaga kondisiku, karena besok lusa aku akan terbang ke Surabaya untuk mengurus pernikahanku.


Setelah melakukan absensi Di mesin absensi finger print kantor. Aku meihat Nita di dalam lift diantara beberapa orang lain yang mau naik ke lantai atas. Tampak dia melihatku saat masuk ke dalam lift,Tapi tentu saja aku mengabaikannya. Aku tak ingin melihat wajahnya lagi.Rasanya sakit di seluruh tubuhku jadi terasa kembali ketika melihatnya. Apapun motifnya, apa yang dilakukannya itu tak akan mungkin bisa kumaafkan.


“ mas Riza tunggu!” Panggilnya ketika aku sudah keluar lebih dulu dari lift. Tampak dia sedikit berlari kecil mengejarku. Namun Aku tak mempedulikannya. Aku langsung pergi dan masuk kedalam ruanganku.


“ mas..” Panggilnya lagi saat aku sampai di dalam ruanganku, sementara dia ada di depan pintu.


Aku hanya menoleh sebentar padanya, lalu aku kembali mengabaikannya dan duduk di kursiku. Kulihat Jessie yang sudah ada di mejanya berdiri dan berjalan menuju pintu, dan menatap tajam ke arah Nita yang masih berdiri di depan pintu. Beberapa detik mereka saling menatap tanpa berbicara, Hingga akhirnya Jessie menutup pintu itu. Dan Nita pun berbalik pergi meninggalkan tempatnya berdiri.


“ terimakasih ya.. ” kataku pada Jessie, aku berterimakasih padanya telah membantu “ mengusir” Nita dari pandanganku.


“ No Problem” jawabnya sambil tersenyum.


“ gimana za, kau sudah sehat betul?” Tanya Edo yang datang menghampiriku.


“ udah do, alhamdulillah gue udah ngerasa baikan kok” Jawabku.


“ syukurlah za. ” Balasnya sambil menjabat tanganku.


“ tapi kau tak tahu siapa yang lakuin itu? Yang mukulin kau ?” Tanyanya kemudian. Akupun menggeleng pelan.


“ nah, itu masalahnya .. gue gak tau do, tahu-tahu gue langsung dihajar dari belakang gitu, gue gak sempat membela diri” jawabku.


Kepada orang lain selain Bu Mia dan Jessie, itulah yang kukatakan. Aku tak bisa menyebut nama sembarangan, karena tak ada bukti dan saksi di tempat kejadian. Bahkan aku kemarin mencegah orang tuaku yang berniat melaporkan pemukulan ini ke Polisi. Aku Takut kasusnya akan merembet kemana-mana. Lagipula sehari sebelum kejadian itu pun aku juga melakukan hal yang ilegal juga.


“ hhm.. kurang ajar kali itu orang! Kalau ada aku sudah aku hajar orang itu di tempat” kata Edo kemudian berapi-api. Aku hanya tersenyum membalasnya. Mungkin akan bagus kalau ada Edo disana, dia bisa jadi lawan seimbang buat pak Doni hahaha.


Sementara aku tak melihat Regina di ruangan ini, mejanya masih kosong dan komputernya belum menyala. Bu Mia pun tampaknya tak ada di ruangannya yang masih tertutup pintunya. Padahal seharusnya jam segini mereka berdua biasanya sudah datang, dan Jam segini Regina sudah siap di depan komputernya, sedangkan Bu Mia sudah membuka pintu ruangannya.


“ bu Mia dan Regina hari ini sedang bertugas ke NTT dan kemudian lanjut ke Surabaya.” kata Jessie yang seolah bisa membaca pikiranku lalu menjawab pertanyaanku dalam hati tadi.


“ oiya? Ada acara apa emangnya?” Tanyaku.


“ kalau di NTT, beliau mendampingi para pimpinan pada acara peresmian Bendungan oleh presiden. Kalau di Surabaya, ada acara Workshop pajak perusahaan konstruksi, dan bu Mia ditunjuk sebagai perwakilan perusahaan kita” jawabnya.


“ kalau bu Regina Cuma ikut ke NTT saja.. hari rabu dia udah masuk kantor lagi” tambah Edo.


“ iya, Cuma bu Mia yang ke Surabaya, mulai hari rabu sampai jumat” jawab Jessie.


“ ooo.. “ balasku singkat.


Aku paham, bu Mia sering diajak untuk menghadiri acara-acara resmi seperti itu, makanya beliau banyak mengenal para pejabat, politisi dan tokoh-tokoh penting lain. Bahkan ada rumor yang mengatakan bahwa bu Mia sering diminta hadir kesana karena permintaan para pejabat tersebut. Sedangkan Regina, dia dulu juga biasa ikut acara seperti itu bersama pak Doni, saat masih bekerja di bagian accounting dan menjadi tangan kanan pak Doni.


Kalau mengingat Regina dan Pak Doni, aku jadi penasaran apa dia masih ada hubungan dengan pak Doni. Kalau tidak, tentu aku bersalah telah mencurigainya selama ini. Tapi dengan diajaknya dia kesana tentu ini menimbulkan tanda tanya lagi bagiku. Tapi apapun itu aku perlu membuktikannya dulu. Pada prinsipnya, Aku tak boleh begitu saja menuduh seseorang, tetapi aku juga tak boleh mudah percaya pada orang lain begitu saja.



——————————



Setelah pelaporan pajak tahunan perusahaan selesai dilaporkan minggu kemarin saat aku masih sakit, Otomatis Pekerjaan kantorku sekarang sudah mulai berkurang. Kesibukanku hanya pada pekerjaan rutin menghitung pajak untuk beberapa kantor cabang kemudian menyerahkan hasil penghitunganku ke bagian keuangan untuk dibayarkan pajaknya. Tentu tak banyak yang kukerjakan, karena pekerjaan ini dibagi bertiga ke Aku, Jessie dan Edo.


Selain pekerjaan Rutin itu, Memang ada pekerjaan yang penting. Yaitu pembuatan Laporan Akuntansi Pajak, tapi tidak begitu mendesak karena deadlinenya masih lama, Dan sudah kukerjakan hampir 80%. Selain itu ada juga tugas melakukan review beberapa pengeluaran pajak , itu pun tak perlu waktu lama untuk mengerjakannya , maka tentu aku lebih banyak menganggur dalam dua hari ini.


aku akan berangkat ke Surabaya besok pagi dengan pesawat, sesampainya disana aku langsung menuju KUA untuk mengurus semua persyaratan dan ketentuannya. Sengaja aku langsung mengurusnya di hari yang sama dengan kedatanganku disana, agar setelahnya aku bisa lebih memanfaatkan waktu disana berdua dengan Dwi sekaligus Membantunya mempersiapkan semua keperluan untuk pernikahan kami.


Selasa ini, tepat lima hari aku keluar dari rumah sakit. aku ada jadwal untuk kontrol ke rumah sakit. Ditemani Jessie dan Edo aku berangkat tepat pukul 11.30 dan sampai sekarang pukul 13.15 ini aku masih berada di antrian untuk ke Dokternya.


Sebenarnya jarang-jarang kami bertiga keluar bersama. Hari karena Edo sama-sama menganggur setelah menyelesaikan pekerjaan rutinnya. Akhirnya Edo memutuskan ikut, tidak enak katanya di ruangan seorang diri hehehe. Tetapi karena berhubung salah satu dari kami harus ikut rapat dengan Manajer Keuangan setelah jam istirahat, Edo yang bertindak sebagai perwakilan kami , kembali ke kantor lebih dulu, hingga akhirnya kini hanya Jessie yang menemaniku di rumah sakit. Saat ini kulihat hanya Ada beberapa orang duduk mengantri di kursi depanku, sudah jauh berkurang dibanding ketika aku datang tadi.


“ gimana perkembangan kamu dan bu Mia?” Tanyaku tak lama setelah Edo pergi meninggalkan kami.


“ ya banyak perkembangan, dan banyak juga hambatannya hahaha” jawab Jessie dengan santai. Namun belum benar-benar menjawab rasa penasaranku.


“ kamu masih rahasiain dari aku apa yang kalian lakuin ?” Tanyaku padanya. Dan dia tampak menatap wajahku dengan heran..


Aku tahu aku tak dilibatkan lagi oleh Bu Mia dan Jessie, tenagaku mungkin tak dibutuhkan lagi. Tapi aku masih khawatir dengan mereka, makanya aku selalu ingin tahu apa yang sedang mereka berdua kerjakan. Dan memberi masukan kalau perlu. Tapi belakangan ini, sejak aku masuk rumah sakit, mereka tak memberitahuku sama sekali apa yang mereka rencanakan, apa yang mereka kerjakan, dan apa hasilnya. Sejujurnya itu benar-benar membuatku kecewa.


“ lebih baik kamu gak usah banyak mikirin itu..” jawab Jessie pelan.


“ ayolah Jess.. apa kalian gak percaya lagi sama aku? Setelah aku melakukan kesalahan kemarin?” Tanyaku sambil mengungkit-ungkit bocornya rahasia kami pada Nita seminggu yang lalu.


“ bukan kayak gitu Riza, kami percaya sama kamu..” jawab Jessie dengan tegas.


“ semua orang pernah melakukan kesalahan, jadi lebih baik kamu gak mengungkit-ungkit kejadian seminggu yang lalu” tambahnya lagi sambil memegangi pundakku.


“ kami gak ingin membebani kamu dengan banyak pikiran lain, yang paling penting adalah kamu harus cepat sembuh,” lanjutnya lagi.


“ tapi aku jadi ngerasa diasingkan oleh kalian, Jess.. aku kan perlu tahu juga apa yang kalian lakukan!” Balasku kemudian.


“ semakin aku diasingkan aku jadi makin merasa bersalah Jess!” Tambahku.


“ semua orang pernah melakukan kesalahan Za!” jawabnya sambil menggenggam tanganku erat.


“ kamu tahu bu Mia pernah melakukan kesalahan yang sama kan, tapi beliau gak putus asa, beliau bangkit dan berusaha mencari jalan keluarnya. Kamu harus bisa seperti itu” tambahnya lagi.


Kurasa benar apa yang dikatakannya,, bu Mia juga nyaris sama sepertiku, percaya pada orang yang salah. Dikhianti oleh orang yang benar-benar dipercaya. Dan tentu sama dengan apa yang aku rasakan, hal itu benar-benar menyakiti beliau. Bahkan, mungkin Jauh lebih sakit dari rasa sakit hatiku dan sakit di tubuhku.


Kalau beliau saja bisa melawan rasa bersalahnya, dan berjuang mencari jalan keluarnya. Kenapa aku tidak bisa? Bagi bu Mia mungkin berat karena sebelumnya tidak ada orang lain yang ada untuk beliau. Sedangkan aku sangat beruntung ada Jessie dan Bu Mia yang selalu mendukungku. Aku rasanya semakin malu pada diriku sendiri, tapi disatu sisi aku jadi semakin termotivasi untuk segera bangkit. Aku harus bangkit lagi untuk bisa melawan mereka yang menjatuhkanku.


“ salah satu jalan supaya kamu bisa bangkit, pertama kamu harus sembuh dulu! Baru nanti kamu pikirkan jalan keluar lain untuk bisa bantu kami”


“ thanks..” kuucap terimakasih pada Jessie dengan lirih. Sekali lagi keberadaannya sangat membantuku.


“ you’re welcome.. sekarang kami memang gak libatin kamu za, tapi bukan berarti kamu gak bisa membantu kan hihihi” jawabnya sambil tersenyum..


“ kami hanya tak ingin membebani pikiranmu, lagipula besok kamu harus ke surabaya mengurus pernikahanmu.. itu saja pertimbangan kami..” tambahnya kemudian.


Aku hanya mengangguk pelan. Tak lama kemudian aku dipanggil masuk ke dalam ruangan dokternya untuk diperiksa. Setelah menyelesaikan beberapa pemeriksaan, menurut dokter hasilnya bagus. aku dinyatakan sudah mendekati kepulihan. Dan beberapa organ yang kemarin bermasalah karena pukulan itu juga sudah bisa berfungsi normal. Namun untuk menghilangkan trauma, aku harus sebisa mungkin menghindari benturan, terutama di bagian perut dan sekitarnya. Dan selain itu aku masih tidak boleh terlalu capek. Aku juga diberikan beberapa obat kalau sewaktu-waktu merasa nyeri di bagian yang terluka.


Kabar baik tentunya bagiku. Minimal orang-orang sekitarku tak perlu mengkhawatirkan kondisiku lagi.


——————-





“ kamu harus hati-hati ya.. jaga kesehatan juga disana.” Pesan Jessie ketika kuantar dia pulang ke Kontrakannya sore ini dengan Vespaku yang telah lama menganggur di parkiran kantor selama aku sakit.


“ iya.. iya.. hehehe” Jawabku pelan dan tersenyum padanya.


Lalu dia mendekat padaku. Dibukanya helm yang kugunakan, dan kemudian dia berjinjit di depanku Lalu mencium keningku dengan lembut.


“ I’ll Miss You! “ bisiknya pelan di telingaku. Sementara aku hanya diam dan mengangguk pelan.


“ I Love you!” Tambahnya lagi.


Kata-kata itu terdengar sangat manis di telingaku, namun hatiku belum benar-benar bisa menerima. Membalasnya dengan kalimat “ I love you too” juga rasanya aku tak sanggup. Terlalu berat bagi hatiku untuk menjanjikannya cinta padanya, walaupun memang benar aku memiliki perasaan itu.


Tak lama kemudian kulihat dia berjalan masuk ke Dalam pagar rumah, membuka pintu dan kemudian melambaikan tangan padaku. Kubalas lambaiannya sebelum akhirnya melihat tubuh rampingnya itu menghilang dibalik pintu rumah.


Melihatnya pergi meninggalkan aku membuat hatiku gundah, ada rasa kehilangan yang kurasakan. namun berada disisinya juga membuatku merasa bersalah dan tidak tenang . Bayangan James dan anak-anaknya selalu menghantuiku ketika Jessie mengucapkan kata-kata manis seperti itu tadi. Entah bagaimana aku dapat bertahan menjalani ini.


Sulitnya lagi, Aku sekarang tak tahu dengan siapa lagi harus berbicara tentang ini. Berbincang pada keluargaku tentu tidak mungkin, sementara aku belum menemukan teman yang tepat untuk berbagi lagi setelah kemarin dikhianati Nita.


Ah sudahlah, waktu semoga cepat berlalu, membawa serta semua keraguanku.


———————————————


Surabaya, Rabu pagi pukul 09.50. Setelah beberapa menit delay, dan setelah sekitar satu jam aku terbang di angkasa, Pesawat yang kutumpangi, Maspakai dengan simbol Raja Hutan yang terkenal itu, akhirnya mendarat dengan selamat di Bandara Internasional Juanda.


Cuaca pagi ini di area bandara ini sedikit mendung di beberapa tempat, tetapi suhunya cukup tinggi dan lembab. Membuatku sedikit kegerahan dan keringatan ketika turun dari pesawat dan berjalan menuju terminal. Ya beginilah Surabaya. Aku sudah pernah tinggal lumayan lama disini, jadi sudah tak kaget lagi. Apalagi bulan-bulan ini adalah akhir dari musim hujan. Umumnya menjelang musim kemarau seperti ini, pagi sampai siang akan terasa terik dan gerah, lalu siang sampai sore biasanya akan turun hujan dengan intensitas sedang.


Begitu keluar dari pintu kedatangan, aku mencari makan dulu di restoran cepat saji asal amerika di area Terminal I Bandara ini, sambil menunggu Dwi datang menjemputku. Sebenarnya dia ada kerjaan mengajar sampai pukul 10.00 dan setelah itu baru dia bisa menjemputku ke Bandara. Jadi mungkin baru sekitar 20 menit lagi dia sampai disini. Jadi aku bisa mengisi perutku yang kosong karena tadi tak sempat sarapan di rumah.


Tak lama setelah aku menghabiskan makananku. Dari kejauhan kulihat Wanita muda berjalan kearahku. Untuk ukuran fisik, dia cantik dan manis dengan rambut hitam kecoklatan sebahu. Tingginya sekitar 168 cm dengan postur yang proporsional, cukup berisi tetapi terlihat ramping dibalut baju rajutnya yang berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru tua. Kulihat dia juga melihatku yang duduk di samping kaca restoran ini, lalu tersenyum dan bergegas mempercepat langkahnya menuju ke arahku dan masuk ke Restoran





Dan akhirnya kini wanita Cantik itu telah masuk Restoran dan duduk di Kursi depanku.


“ lagi nunggu seseorang ya mas?” Tanyanya sambil tersenyum padaku.


“ iya.., lagi nunggu sopir” jawabku sekenanya.


“ iihh.. jahat deh!” Balasnya sambil memukul bahuku pelan lalu berdiri dari kursinya. Aku hanya tertawa geli melihatnya.


“ sini dong..” kataku padanya. Rasanya senang melihatnya merajuk lagi. Setelah sekian lama aku hanya bisa berkomunikasi lewat suara saja.


Betul, Wanita inilah calon istriku. Dwi Anggraeni Khairunnisa, atau biasa dipanggil Dwi. Dan seperti itulah sifatnya, agak kekanak kanakan memang. Harus sering kumaklumi karena memang jarak usia kami yang mencapai 7 tahun. Dan selain itu dia anak terakhir dari dua bersaudara, jadinya sudah biasa dimanja, bahkan sampai di usianya sekarang ini.


“ kangenn..” katanya dengan manja sambil kemudian berpindah posisi duduk di sampingku dan memelukku erat. Kubalas pelukannya dan kubelai lembut rambutnya.


“ aku juga.. hehehe” jawabku.


Akhirnya kami Melepas rindu kami yang telah kami pendam. hampir empat bulan ini hanya bertatap muka dan berbincang lewat layar handphone kami. Sekarang aku bisa menyentuhnya, bisa mencium bau tubuhnya, dan merasakan keberadaannya di sampingku.


Setelah itu kami langsung berangkat menuju Kantor Urusan Agama Sukolilo, tempat dimana kami mengurus pernikahan kami untuk segera menyelesaikan urusan kami. Di dalam mobil akhirnya kuceritakan kejadian pemukulan yang terjadi kepadaku minggu lalu. Tentu saja Dwi kaget mendengarnya, karena, selama ini aku merahasiakan itu dari dirinya, bahkan Mamaku pun kularang meeberitahunya. Aku takut dia jadi kepikiran dan mengganggu persiapan pernikahannya.


“ iiih.. kok gak bilang-bilang kamu, tahu gitu kan aku kesana kemarin..” katanya setelah mendengar ceritaku.


“, aku takut kamu stress dan kepikiran, lagian aku kan gakpapa ini.... “ jawabku santai sambil berkonsentrasi mengemudi di jalanan Surabaya yang lumayan padat di jam-jam ini.


“ tapi sekarang aku jadi kepikiran kan, kamu yakin udah sembuh bener?” Tanyanya


“ udah.. kalau belum ya, aku gak akan kesini kan sayang..”


“ kalau gitu ntar habis ke KUA, kamu istriahat di hotel aja.. urusan lain nanti biar aku yang urus..” katanya kemudian.


“ kamu mau tinggalin aku di hotel?” Tanyaku sambil menatapnya.


“ iya.. itu hukumannya karena gak ngasih tau aku kemarin!” Jawabnya ketus. Namun terlihat lucu, jujur itulah yang membuatku suka padanya, sifatnya yang kekanakan dan ceria itu seakan melengkapi sifatku yang lebih tertutup dan tenang.


“ iyadeh.. “ jawabku kemudian.


Setelah sekitar 30 menit, kami berdua telah sampai di parkiran KUA yang terlihat cukup ramai. Anehnya meski banyak orang datang untuk berbagai keperluan. Hanya ada dua orang pegawai yang melayani, hingga cukup lama kami harus menunggu di antrian untuk dilayani. Setelah antri selama setengah jam, baru kami dipanggil untuk masuk ke sebuah ruangan kecil dengan cat berwarna hijau.


Didalam sana Kami kemudian menghadap salah satu pegawai disana, seorang bapak-bapak berusia sekitar 50 tahunan, yang tampak ramah dan berwibawa. kami kemudian duduk berdua di hadapan beliau, dihadapan kami beliau membuka-buka berkas yang kami serahkan dulu, kemudian mencocokkan data yang kami sampaikan itu.


Setelah diperiksa oleh beliau, kami melengkapi beberapa persyaratan yang kurang dan menandatangani berkas yang belum ditandangani. Setelahnya kami berdua sedikit diberi wejangan tentang kehidupan pernikahan, dan bagaimana membina keluarga yang baik. Ada satu poin yang sebenarnya cukup menyentilku, yaitu saat beliau menyampaikan materi tentang kesetiaan. Bahwa Kesetiaan adalah modal penting untuk membangun keluarga yang sukses.


“ nah.. kira-kira seperti itu, Mbak Dwi, dan Mas Riza sendiri, kira-kira bisa setia apa nggak?” tanya beliau dengan sedikit bercanda.


“Insyaallah pak..” jawab Dwi dengan yakin.


Sedangkan Aku hanya tersenyum mendengarnya. Apakah aku bisa setia? Saat ini aku mungkin tak mampu menjawabnya, Aku mulai tidak yakin dengan diriku sendiri. Apakah aku yang sekarang layak menjadi suami Dwi? Bagaimana kalau nanti Dwi mengetahuinya? Semua pertanyaan itu bermunculan dengan sendirinya setelah aku mendengar pesan-pesan dari Bapak itu tadi.


“ Insyaallah pasti bisaaa..” sahut si bapak itu sambil tertawa membuyarkan lamunanku. Sementara Dwi ikut tertawa menertawakanku yang bengong tak menjawab pertanyaan bapak itu tadi. Aku hanya bisa ikut tertawa dengan canggung setelahnya.


Tepat pukul 11.49, Bersamaan dengan selesainya semua urusan kami Di KUA, langit Surabaya yang sedari tadi sudah mendung akhirnya menumpahkan hujan deras ke permukaan buminya yang panas. Kami yang tak mempersiapkan payung pun akhirnya kehujanan ketika berjalan menuju parkiran mobil yang cukup jauh dari pintu masuk KUA.


Karena baju kami sudah basah kuyup karena kehujanan, Kami yang sebelumnya berencana makan dulu setelah dari KUA, akhirnya merubah rencana kami. kami memutuskan ke rumah Dwi dulu untuk mandi dan berganti baju. Kebetulan rumahnya tak jauh dari sini, paling sekitar 10 menit dari KUA.


“ ada orang di Rumahmu? Gakpapa ini aku masuk basah-basah gini?” Tanyaku kepadanya ketika kami sampai di depan rumahnya dan memarkir mobil disana.


“ gakpapa kok.. ada pembantu sih, tapi abis ini dia pulang.. ayah dan masku lagi liat proyek perusahaan di Ponorogo. Kalau ibu lagi jalan-jalan sama teman-teman arisannya ke Malang, besok baru balik” jawabnya.


“ jadi kita sendirian dong? Hehehe” tanyaku lagi sambil menyeringai padanya.


“Iih.. mau ngapain kamu?? Nggak.. nggak..” katanya sambil tertawa dan berlari keluar dari mobilnya.


Aku hanya tertawa melihatnya, lalu segera berlari menyusulnya. Dia tahu aku hanya bercanda. Memang dia tak terlalu awam soal seks. Namun kami berdua tak pernah melakukan hubungan seksual. Aku menghormati dirinya yang memang merasa belum siap untuk melakukannya. Dan setahu dirinya, aku juga belum pernah melakukannya. Walaupun sebenarnya mulai bulan lalu aku sudah berulang kali melakukan hubungan badan dengan wanita lain.


“ kena kamu! Hahahaha” aku berhasil menangkapnya setelah mengejar dirinya dan memeluk erat tubuhnya dari belakang ketika dia berdiri di depan pintu rumahnya untuk membuka kunci.


“Aah.. curang..” teriaknya ketika aku mulai menciumi pipinya dari belakang.


Aku seakan tak peduli dilihat orang., aku masih memeluknya di depan pintu rumahnya.Aku suka sekali memeluk tubuhnya, rasanya tubuhnya yang sintal itu terasa sangat pas di pelukanku. Selain itu baju rajutannya yang basah itu membuat pakaiannya membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Menonjolkan dadanya yang bulat padat dan perut ratanya. Sehingga membuatku ingin menjamahnya.


“ ahh.. mass..” bisiknya ketika kuciumi lehernya yang jenjang dan wangi. Tangankupun tak lupa menggerayangi tubuhnya di permukaan bajunya yang basah.


“ Wii..” bisikku pelan di telinganya.


“Ah.. mass.. jangan.. ada mbak Atun di dalam.. aduuh..” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku.

Mbak Atun ini adalah pembantu Rumah tangga yang sudah ikut dengannya selama 10 tahun ini, biasa datang di pagi hari dan pulang di siang hari setelah menyiapkan makan siang buat Dwi. Kalau melihat jam, kemungkinan mbak Atun masih berada di dalam.


“ oiya.. hehehe.. sorry.. khilaf...” kataku sambil melepaskannya.


“ ih kamu ini ..hihihi” katanya sambil membuka pintunya.


Setelah mengambil tasku di mobil, Kami pun masuk kedalam rumahnya yang Besar seperti istana. Rumah ini Bergaya Barat dan didominasi warna putih dan krem. Siapapun yang melihatnya pasti terkagum-kagum akan kemewahan desain arsitektur eksterior dan interiornya. Tak mengherankan karena Dwi berasal dari keluarga berada. Kakeknya adalah salah satu mantan anggota DPR dan menteri di Zaman Orde Baru, kemudian Ayahnya mempunyai perusahaan konstruksi besar yang mempunyai banyak anak perusahaan di berbagai bidang, danibunya juga mengurus usaha butik yang tak kalah terkenal.


Namun, salah satu yang membuatku kagum dan jatuh cinta pada Dwi adalah kesederhanaannya, kapanpun dan dimanapun dia selalu tampil apa adanya dan bersahaja. Selain itu dibalik sikap manja dan kekanak-kanakan, dia adalah wanita yang mandiri. Dengan kemampuan finansial orang tuanya, Dia bisa saja meminta uang saku yang tak ada habisnya dari orang tuanya lalu menghambur-hamburkannya. Namun dia memilih mencari uang sendiri dan membiayai pengeluarannya sendiri. Sejak lulus kuliah dua setengah tahun lalu , dia mengajar di sebuah TK Swasta di Surabaya. Memang cukup aneh, seorang Sarjana Hukum yang menyelesaikan kuliahnya dalam 3.5 tahun dengan predikat Cum Laude memilih mengajar di sebuah taman kanak-kanak. Namun dia tampaknya cukup menikmatinya, karena dia sangat menyukai anak-anak. Dan Hal yang kami syukuri adalah, Taman kanak-kanak itulah yang akhirnya mempertemukan kami berdua dulu.


“ yuk.. kamu mandi dan ganti baju aja dulu diatas” ajaknya sambil menuntunku. Akupun mengikutinya naik ke atas melewati tangga menuju lantai dua. Disanalah semua kamar di rumah ini berada. Kalau tidak salah ada sekitar lima kamar di lantai dua rumah ini. Kamar Orang tua Dwi, kamar Kakanya, kamar Dwi dan dua lagi kamar disediakan untuk tamu yang ingin menginap.


Sesampainya di atas, Dwi mengajakku membawaku ke kamar yang biasanya kugunakan saat aku menginap disini. Kamar yang ukurannya hampir 2-3 kali lipat dari kamarku dirumah, dan dengan desain yang 2-3 kali lipat juga lebih mahal hehehe. Setelahnya Dwi lalu pergi ke kamarnya yang berada tak jauh dari kamar ini untuk mandi dan ganti baju juga.


Akupun segera mandi dan mengganti baju, karena kemeja biru tuaku yang kupakai tadi telah basah kuyup karena kehujanan. Baju ini satu-satunya pakaian paling formal yang aku bawa ke Surabaya. Untungnya tak ada acara lainnya yang mengharuskanku memakai pakaian formal lain yang harus kuhadiri. Selain hari ini, praktis tidak ada agenda lagi yang akan aku lakukan. Aku ingin menghabiskan waktu dengan Dwi saja dan membantunya menyiapkan pernikahan.


Begitu keluar dari kamar mandi, aku cukup kaget melihat dwi sudah berdiri di sana sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Tetapi hal yang paling membuat mataku terbelalak adalah pakaian yang dipakainya, dia memakai tanktop hitam yang cukup ketat, menonjolkan payudaranya yang indah serta bahunya yang putih bersih dan celana hot pants jeans yang menampilkan pahanya yang terlihat mulus dan licin.


“ kamu mau makan apa sayang? Mau makan masakan mbak Atun atau mau Aku pesenin lewat gojek?” tanyanya sambil melihat layar handphone yang dipegangnya.


Sementara mataku tak berkedip melihatnya. Sungguh pemandangan indah yang jarang-jarang aku lihat. Biasanya ketika aku menginap disini dia biasa berpakaian santai. Tapi tak pernah rasanya aku melihat dia memakai baju yang terlalu terbuka dan mengekspos keseksiannya seperti ini. Tanpa sadar aku pun mendekatinya.








“ aku mau kamu..” bisikku pelan di depan wajahnya. Lalu tanpa aba-aba aku mendekatkan wajahku padanya, mendekatkan bibirku ke bibirnya, lalu berhenti sambil menunggu reaksinya. Aku memang sering mencium pipinya, tapi ciuman bibir tak pernah kami lakukan, makanya saat ini aku ingin melihat bagaimana reaksinya dulu.


“ ahh., kamu ini..” jawabnya singkat, sambil tersenyum. Kupikir itu adalah sebuah penolakan. Namun ternyata aku salah.


Tak kusangka diapun mulai memiringkan wajahnya ke kanan, dan mendekatkan wajahnya ke wajahku sambil memejamkan mata. Maka segera aku memajukan wajahku lagi dan mendaratkan bibirku di bibirnya. Maka terjadilah momen ini. Momen ciuman pertama kami berdua. light smooch yang singkat saja, karena tak lama kemudian aku dan dia segera menarik bibir kami.


“ hihihi.. you stole it!” Katanya sambil tersenyum dan tersipu. Nampak wajah cantiknya itu memerah setelahnya. Rasanya aku telah mencuri ciuman pertamanya. Aku tahu itu karena aku adalah pacar pertamanya.


“ really?” Tanyaku mencoba bercanda. Dan disambut pukulan pelan darinya ke dadaku. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya.


Segera kutarik dia dalam pelukanku, kudekap tubuh indah nan seksi itu erat-erat. tubuhnya yang berisi itu telah menempel di tubuhku, harum sabun dan shamponya masih terasa segar menusuk di hidungku. Lalu sekali lagi bibir kami berdua bersentuhan dengan pelan dan penuh perasaan.


“Mmhass…” suara itu keluar saat kami berciuman dengan lembut. Aku tahu ini ciuman pertamanya, tapi dia seperti tak kesulitan meladeniku. Rasanya begitu nyaman dan menenangkan buatku, merasakan dekapan tubuhnya dan bibirnya yang lembut.


Sambil berciuman kutuntun tubuhnya berjalan ke arah ranjang besar di kamar ini. Lalu kulepas ciuman sebentar untuk menidurkannya di ranjang. Tak bosan-bosan ku pandangi tubuhnya yang telah terlentang di ranjang king size ini. Pakaiannya yang berwarna gelap, kulitnya yang putih dan sprei yang berwarna pastel ini menjadi paduan yang sangat indah bagi mataku.


“Mass..” bisiknya pelan ketika aku menatap matanya. aku bisa mendengar dan merasakan nafas Dwi semakin berat, dan rasanya dia seperti menahan sesuatu di dalam dirinya, yang menyebabkan dirinya gelisah dan serba salah. Namun aku merasa tak ada waktu untuk mencoba memahami maksudnya itu. Aku ingin sekali mencumbuinya lagi dan lagi.


“Sayang..” bisiku pelan lalu meraih bibirnya lagi dengan perlahan dan kami berdua kembali berciuman, kali ini dengan intensitas yang lebih tinggi, dalam kondisi aku menindih tubuhnya dengan kedua tanganku bertumpu pada ranjang. Aku menikmatinya, menikmati bibirnya yang tipis itu dan menikmati setiap sentuhan antata tubuhku dan tubuhnya.


Ditengah suara hujan deras di luar, Kami berciuman dengan panas. Kami bergumul dan saling melumat bibir dengan liar . Kemudian aku berbalik, kini aku terlentang dibawah dan dia berada di atasku dan menimpaku. Aku meraih tubuhnya agar mendekati wajahku, kemudian memeluknya erat lagi, dan kuarahkan bibirku untuk menciumi lehernya yang jenjang.


“Ahh..” dia mendesah pelan, ketika aku menyusuri dari ujung ke ujung lehernya yang halus, lembut dan wangi


“Ngg.. hhihi..” tampaknya dia kegelian ketika bibirku menyentuh salah satu titik di lehernya. Suara lembutnya ini membuat aku sungguh-sungguh bernafsu, untuk melepaskan semua hasratku siang ini.


Kembali aku melumat bibirnya, dan dengan tubuhnya sekarang berada di atasku, sekarang tanganku jadi lebih bebas dan mempunyai akses lebih luas ke area dadanya. Dan secara otomatis, tanpa menunggu tanganku langsung beraksi meremas buah dadanya yang masih tertutup tanktop hitamnya. Tadinya aku ragu untuk menyentuh daerah itu, namun setelah melihat dia tidak melakukan perlawanan sejauh ini, dan hanya mendesah pelan menerima semua perlakuanku. Maka kuanggap itu sebagai lampu hijau darinya, dan kuberanikan diri untuk melakukannya. Tampaknya Dwi terkejut ketika ada sesuatu menyentuh buah dadanya, namun hanya sesaat saja dia tersentak kaget, perlahan-lahan dia tampak menikmatinya. Aku berusaha meremas buah dadanya yang masih terlindungi kain tanktop dan busa Branya itu dengan lembut, perlahan, sambil menciumi terus bibirnya itu.


“Nggg… mnhh…” hanya Suara lirih itu yang keluar dari mulutnya yang masih kubungkam dengan ciumanku itu.


Ditengah-tengah percumbuan ini, tepat saat aku sedang menarik tali tanktop Dwi untuk melepasnya, entah kenapa pikiranku tiba-tiba melayang. Melayang jauh dari tempatku berada saat ini, dan seakan-akan memproyeksikan bayangan Jessie di kepalaku. Tiba-tiba aku tersentak kaget dan tersadar kembali ke ruangan ini. Akupun bingung dengan apa yang terjadi. Lalu aku menghentikan aksiku pada Dwi. Dan beranjak mengangkat tubuhnya dari atas tubuhku, dan menidurkannya. Lalu aku beranjak bangun dan menggeleng-gelengkan kepalaku.


Dwi tampak kaget melihatku dan segera berdiri menghampiriku sambil merapikan tanktopnya yang kusut akibat perbuatanku tadi.


“ sayang.. kamu gak papa?” Tanyanya dengan nada khawatir sambil memegangi punggungku.


“ gak tau.. aku tiba-tiba agak pusing..” jawabku sambil memegangi kepalaku.


Sebenarnya bukan pusing, tapi tepatnya aku seperti kebingungan dengan apa yang ada di kepalaku barusan. Kenapa ada bayangan Jessie di kepalaku?


“ apa karena kamu belum sembuh bener?” Tanyanya lagi.


“ aku gak tau sayang.. mungkin..” jawabku sambil menatap wajahnya.


“ sorry ya sayang.. kayaknya aku harus istirahat dulu” kataku kemudian sambil membelai pipi Dwi.


“ iya, gak papa.. kamu mau istrihat disini aja?”


“ nggak deh.. nggak enak.. Lebih baik aku langsung ke hotel aja.. ” jawabku. aku memang telah memesan kamar hotel di Surabaya Karena aku agak sungkan menginap di rumah ini. Apalagi kalau benar ternyata aku masih sakit, tentu aku membebani tuan rumah nanti.


“ hmm.. yaudah aku antar ya sekarang..!” Katanya kemudian, akupun mengangguk pelan dan segera mengambil tasku untuk dibawa turun. Dan dia pun bergegas menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Dan mengambil kunci mobilnya.


Sepanjang perjalanan menuju hotel untuk mengantarku, Dwi yang menyetir Mobil hanya diam saja. Mungkin dia merasa masih canggung setelah kami saling bercumbu di kamar tadi, dan tak menuntaskannya. Sedangkan aku yang duduk di kursi penumpang depan, banyak memikirkan apa yang terjadi tadi. Bayangan Jessie tadi, bagaimana bisa muncul begitu saja? Ataukah ini Cuma efek benturan di kepalaku saat aku pingsan kemarin? Tentu saja tidak kan.


“ sayang, apa kita ke rumah sakit saja? Aku jadi kuatir sama kamu..” Tanyanya memecah keheningan.


“ sepertinya gak perlu sayang.. aku Cuma perlu istirahat aja kok” jawabku.


“ hmm.. kamu yakin nggak apa-apa?” Tanganya lagi. Akupun hanya menggeleng pelan. Walaupun sebenarnya Aku sendiri tak tahu apa yang terjadi tadi.


“ soal tadi, aku minta maaf ya kalau aku buat kamu gak nyaman....aku gak sadar ngelakuinnya” tambahku kemudian.


“ ooh.. iya.. ehm.. gak papa kok” jawabnya. Dan kemudian suasana kembali hening dan canggung. Yang ada hanya suara deru mobil dan rintil hujan Surabaya yang hampir reda.


Ting.. ting.. kudengar Handphoneku berbunyi, kulihat ada pesan masuk dari Bu Mia.


“ Riza, kamu sudah sampai di surabaya? Menginap di mana?”


BERSAMBUNG.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd