Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Office Story 2019

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Melihat tipenya bu Mia itu, dia tipe high maintenance.. kayaknya bakal lama perawatan kalau mau saingan sama si Jessie sama Dwi wkwkwk
Tenang aja, yang negerawat ane kok wkwkw

Cuma mau komen besok udah Hari Jumat. Dah gitu aja 😬😬😬
terimakasih sudah ngingetin.. ane pikir hari jumat itu masih minggu depan.. 😂😂
 
Sudah waktunya..
Boleh request suhu?
Kalau ada SSnya, lebih baik update setelah jumatan ya.. biar ane gak kepikiran terus pas jumatan wkwkwkkw
Takut ane kepikiran, entah Bu Mia atau Dwi yang digarap ;)
 
Chapter 19 : My Love life



Kalau berkunjung ke Kota lain, apapun keperluanku, bagiku rasanya tak lengkap kalau tidak menghabiskan waktu mengelilingi kota. Apalagi ini Surabaya, satu-satunya kota lain yang pernah cukup lama aku tinggali. Selain kota ini terkenal sebagai kota perdagangan dan Jasa, di kota ini juga terdapat berbagai tempat wisata menarik, tempat bersejarah, serta tentu saja tempat untuk wisata kuliner.


Dan Menurutku, malam adalah waktu yang tepat untuk berkeliling menikmati Surabaya. Karena di malam harilah kondisi cuaca dan udaranya cukup nyaman bagiku, tak sepanas siangnya, dan tentu saja terhindar dari terik matahari yang menyengat. Maka tak heran ada banyak tempat yang justru ramai ketika matahari telah terbenam.


Malam ini Aku dan Dwi seperti menelusuri lagi memori kami ketika awal-awal berpacaran dulu. Dulu kami sering berjalan-jalan malam dengan Vespaku, atau kadang-kadang dengan mobilnya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, mencoba berbagai tempat wisata kuliner atau sekedar duduk-duduk di berbagai tempat nongkrong yang lagi hits.


Ingatanku membawaku ke suatu saat, sekitar dua tahun lalu, saat aku pertama kali bertemu dengannya.





——————————
Dua tahun yang lalu.
——————————-


“ Riza, aku minta tolong ya.. nanti tulung anterin Alina ke sekolahnya. aku sama Widya lagi sama-sama sakit hari ini, dan si mbahnya baru bisa datang kesini jam 9” begitu pesan yang kubaca di layar Handphoneku.


Itu tadi pesan dari Mas Imam, Pria 37 tahun asli Surabaya yang juga seniorku di Kantor Cabang Surabaya, sekaligus tetangga kontrakanku. Di Surabaya aku mengontrak Rumah bersebelahan dengan rumah pribadi mas Imam ini. Aku mengontrak rumah ini dengan dua orang teman kantorku yang sama-sama perantau. Dan kebetulan di hari sabtu ini, kedua temanku itu sedang pulang ke rumahnya masing-masing. Makanya sekarang hanya aku yang bisa dimintai tolong olehnya.


Dalam hati aku sedikit menggerutu. Bukannya aku tidak mau membantu mas Imam. Tapi Alina ini bukan anak yang gampang diajak oleh orang lain. Bahkan, Anak yang kira-kira berusia lima sampai enam tahun itu mungkin benar-benar tidak suka padaku. Melihatku saja dia bisa menangis histeris. Bagaimana aku bisa mengantarnya ke Sekolahnya.


“ kamu yakin mas? Kan biasanya Alina nangis begitu liat aku? “ begitu kubalas pesannya tadi. Kasihan juga kan kalau si anak itu menangis sepanjang perjalanan aku mengantarnya.


“ gapapalah, paling nangis bentar. TK nya kan dekat sini” balasnya dengan cepat.


“ yakin mas.. ini anakmu lho.. “ tanyaku memastikan


“ yakin.. Cuma nganter doang kok.. nanti siang biar dijemput adikku” jawabnya.


“ nanti kamu bisa bawa mobilku biar gampang nganternya” tambahnya lagi.


“ yowes mas, siapin anakmu itu.. nanti abis ini aku anter dia ke sekolahnya” jawabku kemudian.


“ ok Za.. suwun ya.. besok kalau kamu punya anak gantian tak anterin wkwkwk! “ jawabnya tak lama setelah aku membalas pesannya. Aku hanya tertawa membaca balasannya itu. Aku segera bersiap-siap, untung aku telah mandi barusan. Kini tinggal sarapan dan kemudian ke rumah mas Imam dan mengantar anaknya.


Seperti kuduga, begitu melihatku sampai di depan rumahnya, Alina langsung menangis histeris dan bersembunyi di belakang kaki ayahnya yang wajahnya terlihat pucat itu.


“ tuh kan mas, udah kubilang.. nangis kayak gitu!” Kataku pada Mas Imam .


“ iya za, aku juga heran lho sama anak ini, padahal kamu itu yang paling ganteng dibanding anak-anak lain, tapi si Alina malah takut sama kamu” jawabnya sambil memegangi Alina.


“, pantesan aja kamu masih jomblo wkwkwkw” tambahnya sambil tertawa. Aku hanya tersenyum kecut, tak bisa membalasnya. Ya untungnya Dibalik gaya bicaranya yang ceplas-ceplos dan kasar, dia ini orang yang sangat hangat, ramah dan baik hatinya.


“ jancuk.. kena lagi dibully.. gak bisa hidup ya mas tanpa ngebully aku?.” gerutuku padanya.


“Wkwkwk..emang bener kan? “ jawabnya dengan mukanya yang lucu itu.


“ yowis gakpapa za.. wong yo sekolahnya Cuma 10 menitan dari sini..” Tambahnya sambil menyerahkan kunci mobilnya.


“ begitu sampai sana tinggal cari gurunya yang namanya Bu Dwi, nanti dia yang jagain Alin disana” lanjutnya lagi.


“Oke lah.. ayo sini Alin berangkat sekolah..” ajakku pada Alina.


“ hhuaaaa… gak mauuu..” bukannnya mendekat, si anak ini malah kembali menangis dan berlari kedalam rumahnya. Aku menghela nafas panjang, sepertinya ini akan menjadi pagi yang berat.


“ lha, gimana sih mas? gak bantuin aku megangin dia??” Tanyaku sambil protes pada si bapak yang membiarkan anaknya ini lari.


“ cuk! .. sabar za, aku lemes banget ini hehehe..” jawab mas Imam sambil berjalan menghampiri Alina yang lari ke kamar.


Akhirnya dengan berbagai cara, dan rayuan, dibantu iming-iming hadiah dari kedua orang tuanya. Alina berhasil kugendong dan kududukkan di kursi depan mobil mas Imam, dan setelah kupasangkan sabuk pengaman. Akupun berangkat mengantarnya menuju TK tempatnya belajar. Perjalanan ke TK itu tak mudah, sekitar 5 menit meninggalkan rumahnya, Alina kembali menangis dan merengek minta pulang.


“ bundaaaaa… pulaaang… puulaaang..” rengeknya.


“ cup.. cup.. cup.. Alin gak boleh nangis.. kalau nangis, nanti gak dapat hadiah..” bujukku pada anak ini agar berhenti menangis.


“ gak maauuuu.. mau pulang…hhuuaaaaa…”


Berbagai cara kugunakan untuk membuatnya diam dan berhenti menangis. Namun tak ada hasil. Entah kenapa Alina ini begitu tak suka padaku. Sementara dia cukup dekat dengan teman-temanku satu kontrakan. Sekarang yang bisa kulakukan hanya memacu mobil ini secepat mungkin agar bisa cepat sampai di TK nya.


“ iya.. iya.. ini mau pulang kok.. itu rumah Alin disana” kataku sambil menunjuk ke arah sekolahnya yang mulai terlihat di seberang jalan, dan tinggal melewati satu putaran kami akan sampai di sekolahnya. Tepat pukul 06.55 kami pun sampai di parkiran TK nya. Gedung TK ini cukup besar dan mempunyai fasilitas lengkap. Halaman tempat bermainnya saja begitu tertata dengan bagus dilengkapi berbagai mainan yang cukup keren. Tampak beberapa anak TK ini berdatangan disambut beberapa ibu-ibu yang mungkin guru mereka yang berpakaian santai, tak memakai seragam layaknya TK pada umumnya.


Kemudian aku menggendong Alina menuju pintu masuk. Aku sedikit berlari kecil ketika menggendongnya karena anak ini meronta-ronta tak mau diam, walaupun kini tangisannya sudah tak sekeras tadi. Aku harus mencari bu Dwi dan menyerahkan Alina padanya, seperti pesan ayahnya tadi padaku.


Sambil berjalan masuk ke dalam, tiba-tiba pandanganku terpaku pada seorang wanita muda yang sedang berjalan pelan kearahku Aku begitu terpesona akan kecantikan si wanita itu. Perpaduan kecantikan, penampilan yang sederhana, dan sikapnya yang terlihat lemah lembut itu rasanya begitu sempurna., Hingga aku merasa Seketika dunia di sekitarku menjadi berjalan dengan sangat lambat. Jujur aku tidak melebih-lebihkan, seumur-umur baru kali ini ada wanita yang begitu menarik perhatianku sampai seperti ini.


Mungkinkah dia orang tua murid disini? Melihat bentuk fisiknya yang keliatannya masih muda dan cukup rampjng, rasanya tidak. Mungkinkah dia pengajar disini? Rasanya malah lebih tak mungkin. Di jaman ini, mana ada wanita cantik seperti dia yang mau jadi guru, di Taman Kanak-kanak lagi, dengan modal kecantikannya dia bisa jadi model fotografi, jadi selebgram atau bahkan jadi artis pun bisa. Atau mungkin dia pegawai di sini? Rasanya itu yang paling mungkin.. Kebetulan sekali kalau dia pegawai di sini, aku bisa menanyakan padanya dimana aku bisa menemui bu Dwi. Dengan cepat aku berjalan mendekati si wanita cantik yang sekarang berdiri di depan kelas.


“ misi mbak, bisa saya ketemu bu Dwi?” Kataku sambil menenangkan Alina yang masih menangis walaupun sudah tak sekeras tadi.


“ iya pak, saya sendiri..” jawabnya sambil tersenyum. Ya tuhan, manis sekali senyumannya. Kalau benar bidadari itu ada di dunia ini, tentu wanita ini adalah salah satunya.


“ iya, pak.. bisa saya bantu?” Tanya wanita yang bernama Dwi itu memecah lamunanku.


“ oo.. oiya, bu Dwi?” Tanyaku lagi. Bodoh memang, padahal barusan tadi dia menjawabnya, dan aku sudah mendengarnya dengan jelas. Ah, rasanya aku sudah tak bisa berpikir jernih lagi.


“ iya, saya Dwi, ada yang bisa saya bantu?” Tanyanya lagi dengan ramah.


Tak kusangka wanita cantik inilah Guru yang bernama bu Dwi itu. Mendengar namanya dari Mas Imam tadi, aku sempat mengira dia itu wanita paruh baya, atau bahkan diatas 50 tahunan. Karena sekarang ini , apalagi di tempat asalku Jakarta, jarang ada yang menamai anaknya dengan nama Dwi. tapi ternyata aku salah. Disini aku menemukan nama itu, dan kebetulan sekali si pemilik nama ini begitu jauh dari bayanganku tadi hehehe. Aku jadi sedikit tertawa kecil memikirkan itu.


“ kenapa pak? Apa ada yang aneh dari saya?” Tanyanya heran melihat aku tertawa kecil, lalu kemudian dia melihat sekeliling tubuhnya, mengecek apakah ada hal aneh disana.


“ ahh.. nggak bu Dwi.. mm.. maaf.. hehehe” jawabku.


“ oiya.. ini, saya mau mengantar keponakan saya.. “ kataku kemudian.


“ oo..Alina ya?.. oiya pak, biar sini saja saya jagain..” kata Bu Dwi dengan antusias.


“ ok.. eh Alin, liat siapa ini.. ada Bu Dwi!! Ayo ikut bu Dwi main..” kataku.


Mendengar nama Bu Dwi, Alina langsung menoleh kearahnya. Dan seketika meronta ingin beralih ke gendonggan wanita cantik itu. Bu Dwi yang melihatnya pun tersenyum dengan riang. Nampaknya dia sangat senang sekali dengan Alina.


“ ok.. pak, Alina bisa ditinggal disini.. nanti jam 10 bisa dijemput” kata Bu Dwi.


“ hm.. oiya.. Terimakasih bu Dwi..” kataku sambil tersenyum padanya.


“ sama-sama pak” jawabnya sambil tersenyum membalasku.


Sayang sekali pertemuan kami ini cukup singkat, kesempatan ngobrol dengan bu Dwi harus segera berakhir. Karena wanita cantik itu sudah mulai beranjak masuk ke ruangannya karena tepat jam 7 kelas akan dimulai. Akupun melangkah gontai menuju parkiran kembali. Aku seperti malas meninggalkan tempat ini. Hingga akhirnya aku mendapat ide ketika aku memasuki mobil. Langsung kutelpon si empunya mobil ini.


“ halo Mas!” Sapaku pada Mas Imam melalui telepon


“ halo za.. gimana anakku,?” Tanyanya dengan suara lemah.


“ aman mas, anakmu sudah terkirim ke tujuan hehehe” jawabku


“ gini mas, mobilnya mau dipake gak? Kalau gak, boleh aku pinjem dulu.. nanti si Alina aku yang jemput” tambahku.


“ boleh sih, bawa aja kalo gitu, nanti tak bilangin adikku biar gak usah jemput” jawabnya.


Yes! Itulah ideku tadi. Dengan menjemput Alina, aku bisa bertemu gurunya yang cantik itu. Dan punya kesempatan untuk mengenalnya lebih jauh.


“ sek sek za! kamu abis ketemu bu Dwi kan?” Tanya mas Imam membuatku kaget.


“ iya mas, emang kenapa?”


“ jancuk! Wkwkwk pantesan kamu jadi semangat jemput..ternyata ada maunya ta? Hahahha”


“ hehehe iya mas.. Sumpah.., cantik banget!” Jawabku dengan antusias.


“ emang za.. makane aku suka nganter jemput Alina hahaha”


“ woo.. asu! pantesan dibela-belain tiap hari jemput dari kantor! wkwkwk” kataku padanya dengan nada bercanda. Lucu memang, sejak beberapa minggu lalu, tiba-tiba dia sering ijin menjemput anaknya, lalu anaknya itu dibawa ke kantor sampai jam istirahat. ternyata ada alasan tersembunyi dibalik itu semua.


“Wkwkkwkwk yo masa kesempatan cuci mata gak diambil ” jawabnya dengan kocak .


“ hahaha.. yowes mas, matursuwun ya!” Kataku sebelum menutup telepon.


Rencana berhasil. Mobil sudah kudapatkan, sekarang aku harus pulang dulu. Aku harus tampil lebih rapi lagi nanti ketika bertemu dengan Bu Dwi. Rasanya aku menyesal tadi Cuma memakai baju seadanya dan dengan rambut masih awut-awutan.


Siang pukul 9.30 aku sudah sampai di TK itu lagi. Sengaja aku datang jauh lebih awal agar aku ada kesempatan lebih banyak untuk melihat ibu Gurunya Alina tadi. Aku pun segera masuk ke dalam sekolah itu, langsung menuju kelas dimana Alina tadi dibawa masuk oleh Bu Dwi.


Kulihat di kelas itu, bu Dwi sedang mengajarkan anak-anak di kelas mewarnai. Dalam mengajar, Tampak dia sangat telaten, sabar , lembut dan tak henti-hentinya tersenyum. Apapun dilakukannya dengan antusiasme yang tinggi. Tak heran anak-anak di kelasnya seperti bersemangat mengikuti ajarannya sehingga Membuat kelasnya jadi lebih hidup.


Setelah puas memperhatikan Bu Guru cantik itu, aku memutuskan keliling TK ini untuk melihat-lihat fasilitasnya. Sambil berkeliling kulihat para orang tua atau penjemput sudah berdatangan dan menunggu di luar kelas. Tepat pukul 10.00 bel pulang berbunyi, dan Bu Dwi pun mulai mengajak anak-anak didiknya untuk berkemas-kemas, dan setelah berdoa, anak-anak kecil itu langsung berhamburan keluar kelas. Berlarian menuju penjemputnya.


Namun dari sekian banyak anak tadi aku tak melihat Alina keluar dari kelasnya. Aku pun lalu bergegas mencarinya ke kelasnya tadi. Kulihat disana dia masih bermain di mejanya dengan bu Dwi. Yes! Kesempatan pun datang lagi padaku. Aku pun segera masuk ke dalam kelas dan mendekati mereka. Kulihat bu Dwi melihat ke arahku dan tersenyum manis, membuat jantungku seperti berhenti berdetak.


“ mau jemput Alina pak?” Tanyanya dengan ramah, aku pun mengangguk pelan.


“ Alin.. ayo pulang sama om Riza.. udah ditunggu ayah bunda di Rumah.. “ ajakku pada Alina


“ gak mau.. Alin mau sama Bu Dwi!” Jawab Alina sambil terus bermain dengan bu Dwi.


Mendengar itu, Aku hanya saling memandang dengan bu Dwi, lalu kami saling tertawa kecil. Dasar anak-anak, tadi pagi dia tak mau berangkat ke sekolah, sekarang sampai sekolah dia tak mau pulang.


“ maaf ya bu Dwi, ibu jadi gak bisa segera pulang karena Alina hehehe” kataku padanya. Namun dalam hati aku senang saja sebenarnya. Dengan begini aku bisa dapat kesempatan lebih banyak mengobrol dengannya.


“ ah.. gak papa kok pak, lagian namanya juga anak kecil.. harus sabar ngadepinnya”


“ iya, ibu nggak buru-buru kan?” Tanyaku lagi.


“ nggak kok, saya biasa pulang setelah anak terakhir pulang”


Dan sambil mengobrol dengan bu Dwi ini, lebih banyak kami mengobrol tentang aktivitas Alina seharian ini. Akupun membujuk lagi Alina untuk pulang, tapi seperti tadi dia selalu menolak diajak pulang, dan tetap berada di mejanya untuk bermain. Sampai akhirnya hampir dari setengah jam kugunakan untuk membujuk Alina.


“ bu Dwi bawa kendaraan?” Tanyaku pada bu Dwi.


“ nggak sih pak, kenapa ya?”


“Hm… Bu Dwi, saya jadi nggak enak kalau begini, bu Dwi mau sekalian saya antar pulang?” Akhirnya aku beranikan diri mengambil inisiatif. Tiba-tiba Ide ini sepertinya terbersit dalam kepalaku. Dengan mengantarnya pulang, aku jadi tahu rumahnya, dan tentu ada kesempatan berdua saja dengannya.


“ maksudnya?” Tampak dia sedikit kaget dengan apa yang aku ucapkan.


“ hmm.. kalau bu Dwi ikut ke Mobil saya, pasti Alina mau ikut juga.. jadi nanti setelah nurunin Alina di rumahnya, baru saya anter bu Dwi pulang.. Itu kalau bu Dwi nggak keberatan aja sih ..” jawabku


Beberapa saat nampak dia sedikit berpikir, apakah menerima atau menolak ajakanku. Sebelum akhirnya dia menatap wajahku dengan canggung..


“ hm.. apa nggak merepotkan kalau harus mengantar saya..”


“ gak papa kok, kalau Alina gak mau pulang, saya yang lebih nggak enak kalau sampai merepotkan bu Dwi terus hehehe” jawabku mencoba meyakinkannya. Dan dia pun tampak mulai melunak,


“ baik kalau begitu.. sebentar saya ambil barang-barang saya.” Katanya sambil tersenyum.


Rencana berhasil, sekarang giliranku membantu merapikan barang-barang Alina dan memasukkannya di Tasnya. Sambil menunggu bu Dwi bersiap-siap untuk pulang.


“Alina, ayok pulang.. bu Dwi anterin ke ayah bunda yuk!” Kata bu Dwi kemudian. Dan Alina pun dengan bersemangat segera berlari mengikutinya. Dan akhirnya aku bisa membawa anak ini pulang. Dan tentu ada bonusnya, Bu Dwi juga ikut dengan kami. hahaha.


Sekitar 10 menit kami sampai di Rumah Alina. Tampak disana Neneknya dan Ayahnya sudah menunggui di depan rumah. Tentu mas Imam terkejut melihat Bu Dwi ikut dengannya. Dan dengan berbisik dia berkata padaku.


“ cuk! Kok bisa kamu bawa dia kesini”


“ wkwkwk jodoh gak akan kemana mas, sekarang mas udah gak bisa ngebully lagi.. hahaha”


“ eddyan tenan arek iki wkwkwk” balasnya sambil tertawa pelan, takut kedengaran bu Dwi yang sedang mengobrol dengan Nenek Alina.


“ aku pinjem mobil dulu ya mas buat nganterin dia wkwkwkw” bisikku.


“ iyowes.. ati-ati bawa anak orang!” Balasnya dengan nada bercanda.


Setelah menurunkan barang-barang Alina dan menemani bu Dwi berbincang-bincang dengan mas Imam, kamupun segera berpamitan, kami akhirnya berangkat menuju rumah bu Dwi yang berada di daerah Sukolilo. Mungkin sekitar 15-20 menit dari rumah mas Imam. Aku rasa ini bisa jadi akan menjadi 20 menit yang paling kunanti-nanti selama hidupku.


“ pasti susah ya, ngadepin anak-anak kecil gitu tiap hari hehehe” tanyaku padanya untuk membuka topik percakapan.


“ iya sih, anak-anak gitu kayak punya dunianya sendiri.. rumit tapi nyenengin “ jawabnya sambil tersenyum


“ kayaknya saya harus banyak belajar juga, Alina aja sering takut liat saya? Hehehe”


“ iya, nanti bisa saya ajarin hihihi, kalau bagi saya senang rasanya main sama anak-anak gitu , lucu-lucu aja, ya.. walaupun ada juga yang nakal sih hehehe” jawabnya.


“ hehehe kayaknya seru juga jadi guru TK..” balasku.


“ oiya, kalau keluarga juga mendukung bu Dwi jadi guru TK?” Tanyaku mencoba mencari tahu tentang dirinya.


“ kebetulan saya belum berkeluarga, tapi kalau dari orang tua saya sih, sepertunya mendukung apa aja pilihan saya”


“oo.. bu Dwi belum berkeluarga?


“ belum, belum ketemu jodohnya hehehe.. dan saya baru lulus kuliah beberapa bulan kemarin, jadi belum terlalu mikirin juga” jawabnya. syukurlah dia belum menikah. Kesempatan bagiku masih terbuka lebar.


“ oiya, gak perlu panggil bu.. sepertinya kita seumuran kok....“ tambahnya kemudian. Aku ingin tertawa mendengarnya, dia mengira aku hampir seumurannya. Padahal kalau tebakanku benar, dia pasti berumur sekitar awal 20an, dan mungkin jarak umur kami adalah sekitar 5-7 tahun.


“ oiya, maaf belum memperkenalkan diri, namaku Riza. by the way, Aku sudah hampir 30 tahun lo hehehe” balasku.


“ haa? Masa sih? Kirain masih seumuranku.. hehehe maaf ya.. kalau gitu tak panggil mas Riza aja ya!”


“ hahaha iya gak papa kok,, aku boleh panggil Dwi saja?” Tanyaku


“ iya.., kesannya tua banget kalau dipanggil ibu hehehe, aku aja masih 22 tahun” jawabnya dengan ceria.


Akhirnya obrolan-obrolan pun mengalir, aku jadi mulai mengetahui sedikit banyak hal tentang dia. Rasanya dia sangat berbeda sekali denganku. Tapi benar-benar membuatku penasaran. Benar apa yang aku pikirkan tadi, 20 menit ini benar-benar menjadi 20 menit paling berkesan. Berkat obrolan-obrolan itu kami mulai merasakan adanya kecocokan-kecocokan diantara kami.


Walaupun bisa dibilang kami berasal dari latar belakang keluarga yang jauh sekali berbeda, dan dengan karakter yang jauh berbeda juga, Hal itu tak penah jadi penghalang dalam hubungan kami, dan kami malah bisa saling melengkapi satu sama lain.


Semakin Aku jauh mengenalnya, aku semakin jatuh hati padanya, seakan pencarianku akan Jodohku selama ini tak sia-sia. Dia pun juga merasakan hal yang sama, merasa menemukan seseorang yang selama ini dinanti-nantikannya, seakan penantian akan datangnya jodohnya tak berakhir percuma.


Hingga akhirnya tak perlu waktu lama bagi kami untuk kemudian resmi menjadi sepasang kekasih dan kemudian menjadi sepasang calon suami istri.
—————
—————


Dan sekarang, di malam ini, wanita cantik itu ada disampingku, masih sempurna seperti dulu saat kita pertama bertemu. Dia menyetir mobil sambil menceritakan hal-hal menarik yang dialaminya beberapa hari ini. Sementara aku duduk disampingnya sambil memperhatikan jalanan surabaya yang masih basah akibat hujan beberapa jam siang sampai sore tadi. di malam ini, jalanan menjadi lebih lengang dibanding siang atau sore hari , tak banyak kendaraan bermotor berlalu lalang. Mungkin juga karena cuaca yang mendung dari tadi ini membuat banyak orang malas keluar rumah.


Dari siang tadi setelah makan siang di Hotel, aku hanya tiduran di hotel. Sementara Dwi pergi mengurus urusan resepsi pernikahan kami. aku ketiduran cukup lama, baru pada pukul 5 sore aku terbangun setelah menerima pesan dari Dwi yang mengajakku jalan-jalan dan makan diluar. Dan kini pukul 19.20 kami telah selesai makan malam, dan dalam perjalanan kembali ke hotel.


“Eh.. sayang, kalau nanti aku ikut ke Jakarta, kira-kira aku bisa kerja apa ya?” Tanya Dwi padaku tiba-tiba, membuyarkan lamunanku.


“ kamu ingin kerja ya? Kenapa gak dirumah aja?” Tanyaku balik


“ ya, aku belum mikirin sih, Cuma kalau di rumah terus, takut nanti bosen aja ” jawabnya dengan santai.


“ mungkin kalau kamu nyari kerjaan yang seperi kamu lakuin disini, rasanya gak banyak..”


“ hm.. gitu ya? By the way, kamu pengen aku gak kerja ya?” Tanyanya lagi.


“aku juga belum mikirin sih..” jawabku. Tapi aku bohong. sebenarnya aku sudah memikirkannya. Dan ideku adalah Dwi berada rumah saja sebagai ibu rumah tangga.


Dulu aku berencana membebaskannya memilih. kalau mau berkarir pun akan aku dukung. Toh Mamaku dulu juga bekerja sebagai PNS sampai beliau pensiun, kakak perempuanku juga pernah bekerja sebagai karyawan swasta. Tapi kalaupun Dwi mau di rumah sebagai ibu rumah tangga juga tak masalah bagiku.


Namun belakangan, aku lebih condong ke pilihan kedua. Dia sebagai ibu rumah tangga full time. Kenapa demikian? belakangan ini, dengan apa yang terjadi padaku dan Jessie, Dengan kejadian buruk yang menimpa Bu Mia, dan apa yang kulihat soal Regina, itu semua seakan membuatku takut dia juga mengalami hal yang sama. Walaupun tak semua kantor atau organisasi akan seperti itu, tapi tetap saja aku tak bisa menghilangkan kekhawatiranku.


“ ok deh.. nanti kita pikirin bareng-bareng aja ya hehehe” katanya kemudian.


“ iya.. lagipula kan kamu masih ada kontrak disini? “ tanyaku kemudian yang dibalas dengan anggukannya.


Mungkin kalau dia kerja disini di TK tempatnya mengajar, aku bisa merasa aman, karena hampir semua rekan kerjanya adalah wanita. Tapi, kupikir masalah ini tak terlalu urgent saat ini, masih ada banyak waktu untuk bertukar pikiran tentang ini.


Ting.. ting.. sebuah pesan masuk di handphoneku. Dari bu Mia lagi.


“ Riza, aku baru sampai di Surabaya, dan jadi nginap di hotelmu juga.. kamar 514” begitu isi pesan yang dikirmkan beliau.


“ feel free buat mampir ke kamarku kalau kamu mau teman ngobrol” lanjutnya di pesan berikutnya.


“ baik Bu!” Jawabku singkat.


Tadi siang beliau menanyakan aku menginap dimana, kupikir itu hanya basa-basi saja karena kami sama-sama di Surabaya,, tak terpikir olehku kalau ternyata alasannya adalah biar beliau bisa memilih hotel yang sama denganku. Ya, mungkin nanti aku bisa mampir sebentar untuk sedikit ngobrol.


Tak beberapa lama, mobil yang kami kendarai telah sampai ke depan hotel, di bagian drop off penumpang.


“ aku antar di sini saja ya? Kayaknya kamu harus istirahat?” Kata Dwi sambil tersenyum.


“ kamu gak ingin nemenin aku? Hehehe” tanyaku menggodanya.


“ pingin sih.. tapi..”


“ tapi apa?” Tanyaku penasaran


“ sejujurnya aku takut, takut kejadian kayak siang tadi hahaha“ jawabnya.


“ oooiya.. maaf, aku gak bisa nahan diri tadi.. hehehe” balasku. Dan untungnya tadi aku tidak melakukan hal yang lebih lagi.


Kuakui dalam hal ini aku yang salah, Memang tadi rasanya aku tak sanggup menahan nafsuku begitu melihatnya. Aku menganggap Dwi sama seperti Jessie, yang bisa kunikmati tubuhnya kapanpun aku mau. Padahal dengan Dwi aku sudah berjanji dalam hati untuk menjaganya sampai dengan hari kami resmi menjadi suami istri.


“ iya sayang, gak papa kok..aku tadi pun sebenarnya menikmatinya hehehe, tapi lama kelamaan aku malah takut juga ” jawabnya.


“ mungkin karena aku belum sepenuhnya siap..” tambahnya sambil tersenyum dan kembali menggenggam tangaku.


“ iya.. aku tahu sayang.. Aku bisa nunggu kok !” Kataku sambil membalas genggaman tangannya. Dan Dia pun membalas dengan Anggukan pelan dan senyuman manisnya.


“ tapi kalau kamu mau sekarang ya ayok..” kataku kemudian sambil menunjuk ke arah pintu masuk hotel ini, dan dibalasnya dengan pukulan di bahu kananku.


“ kalau gitu aku turun ya.. kamu hati-hati dijalan” kataku sambil keluar mobil.


“ iya.. dadah..” katanya sambil melambaikan tangannya dari dalam mobil.


Kemudian aku langsung naik ke atas. bukan ke Kamarku, melainkan ke kamar bu Mia dulu. Sekarang masih pukul 20.00. Jadi mungkin masih cukup waktu bagi kami untuk mengobrol. Sesampainya di depan kamar beliau, aku mengetuk pintu kamar itu, sambil memberitahukan pada beliau melalui pesan singkat. Cukup lama aku menunggu di depan pintu, hingga aku hampir putus asa menunggu. Tapi beberapa saat sebelum aku memutuskan kembali, kudengar suara pintu kamar dibuka. Dan Bu Mia ada di dalamnya.


“ Riza, maaf ya.. aku lagi telpon dengan suamiku tadi hehehe”


“ oiya bu, maaf jadi saya yang mengganggu nih..” kataku sambil memperhatikan beliau.


“ ah.. nggak.. ayo masuk!”


Akupun menyusul beliau, masuk ke ruangan kamarnya.Tampaknya beliau belum lama masuk ke kamar ini, karena kulihat ruangan ini masih rapi dan barang-barang di kopernya belum dibongkar. Bu Mia pun masih berpakaian rapi, dengan kemeja panjang dan celana panjang yang biasa dipakai ketika di kantor. Hanya saja kini beliau telah melepas penutup kepalanya, sehingga rambutnya panjangnya terurai di punggungnya.


“ kamu pasti habis jalan-jalan dengan Dwi ya? Gimana kabarnya dia?” Tanya beliau sambil duduk di Sofa.


“ iya bu, ya jalan-jalan deket sini aja sih.. alhamdulillah Dwi baik-baik saja” jawabku sambil duduk di sofa yang berseberangan dengan tempat beliau duduk.


Lalu kami mulai berbincang santai. Bu Mia banyak menceritakan hal-hal penting di NTT, dan juga hasil pertemuan perusahaan dengan pemerintah sebagai pihak yang menyelenggarakan proyek disana. Menurut cerita beliau, pemerintah cukup puas dengan hasil pekerjaan perusahaan kami membangun bendungan di beberapa daerah. Dan kedepannya, pemerintah juga berharap bisa memprogramkan pembangunan lagi beberapa bendungan untuk menunjang ketahanan pangan.


“ oiya.. kamu sudah sembuh bener za?” tanya bu Mia setelah menyelesaikan ceritanya.


“ alhamdulillah sih saya gak ngerasain sakit lagi” jawabku.


“ syukurlah za, soalnya kemarin aku bertemu pak Doni disana, aku jadi keinget kamu terus..”


“ apa pak Doni membicarakan sesuatu tentang saya, atau mencurigai bu Mia?” Tanyaku penasaran.


“ nggak.. nggak sama sekali, rasanya dia nggak mencurigai kalau aku yang merencanakan itu.. “ jawab beliau. Syukurlah kalau begitu, Berarti Nita masih belum memberitahukan keterlibatan bu Mia.


“ sejauh ini, kami masih aman kok.. Cuma kamu yang harus hati-hati, mungkin pak Doni sekarang jadi lebih mengawasi kamu” tambah beliau sambil kemudian berdiri dari tempat duduknya.


“ iya bu.. saya paham kok” jawabku sambil tersenyum.


“Riza” kata beliau sambil duduk disampingku.


“ maafin aku ya.. karena aku, kamu akhirnya menjadi korban” kata beliau sambil membelai rambutku pelan dan menatap mataku dengan tatapan lembut.


Kemudian tanpa ragu beliau mencium keningku pelan. Aku hanya diam saja menikmati aroma tubuhnya yang harum dan menenangkanku. Rasanya begitu nyaman berada di samping beliau. Dan membuatku begitu ingin memeluk tubuh beliau.


Seakan bisa membaca pikiranku, Sesaat setelah beliau menarik ciumannya, Tangannya langsung saja menarik tubuhku dan memelukku erat di atas sofa. Rasanya hangat sekali diriku berada di pelukan beliau. sementara beliau tampak dengan tenang mengelus punggungku dengan lembut.


“ sudah lama rasanya aku ingin meluk kamu, aku kasihan lihat kamu jadi menderita. Pengen rasanya, ada di sana menemani kamu saat kamu ada di rumah sakit, tapi aku tahu aku tak bisa melakukan itu” bisiknya.


“ iya bu.. saya paham kok”


ingin rasanya aku membenamkan wajahku lebih dalam di bahunya dan berdiam disana lebih lama. Disinilah rasanya beban-beban pikiranku bisa menguap dari kepalaku. Membuatku begitu rileks dan damai. Beban pikiran dari seminggu lalu, beban pikiran tentang hubunganku dengan Jessie, beban pikiran tentang pernikahan dan kehidupan setelah pernikahan. Semua seakan dapat kulupakan sejenak ketika berada di sini.


“ kamu ada masalah za?” Tanya beliau dengan lembut.


Aku hanya diam saja tak menjawab pertanyaan beliau, aku masih agak ragu menceritakan semua permasalahanku pada beliau. Karena aku tahu beliau punya masalah sendiri yang tak kalah pelik.


“ nggak bu.. saya nggak papa kok” jawabku sambil menarik kepalaku dari bahunya.


“ kamu yakin?” Tanya beliau lagi. Akupun mengangguk pelan.


Kutatap matanya, dan tersenyum pelan. kulihat bibirnya yang merah semakin mendekati wajahku, hingga bibirnya menyentuh bibirku. Dikecupnya lembut bibirku dengan mata terpejam. Belum sempat kubalas kecupannya, Bayangan wajah Jessie muncul melayang-layang di kepalaku. Akupun tersadar dan segera berdiri, lalu berjalan menjauh dari sofa tempat kami duduk tadi.


“ kamu kenapa za?” Tanya bu Mia yang kutinggalkan di Sofa dengan sedikit kaget.


Kulihat Bu Mia masih terdiam duduk di atas sofa. Mungkin beliau terkejut akan apa yang aku lakukan secara tiba-tiba tadi. kami hanya saling berpandangan. Aku bingung apa yang harus aku lakukan lagi, sedangkan beliau tampak juga merasa canggung setelah kutinggalkan.


“ maaf bu.. saya tiba-tiba merasa aneh..” jawabku sambil kembali duduk di sofa.


“ kamu masih sakit?” Tanya beliau.


“ nggak kok bu..” jawabku sambil duduk kembali di dekat beliau.


Aku jadi tak enak pada beliau, beliau tampaknya sangat menginginkanku malam ini, sementara apa yang kulakukan secara tiba-tiba tadi mungkin dianggap beliau sebagai penolakan, dan mungkin bisa menyinggung perasaannya. Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaikinya.


“ ada apa dengan kamu za? Apa..” Tanya beliau sambil memegangi bahuku.


Tanpa menjawab pertanyaannya aku langsung memotong pertanyaannya dengan mengecup bibirnya dengan lembut. Dan beberapa saat kemudian beliau juga membalasnya dengan penuh perasaan dan terjadilah ciuman yang penuh dengan gairah. Beberapa saat lamanya kami saling melumat bibir dan beradu lidah, hingga terdengar nafas beliau yang mulai terengah-engah. Tanganku kuarahkan ke dadanya lalu kuremas buah dadanya dari balik Kemeja lengan panjangnya.


Sejenak. Beliau kemudian melepas ciuman, lalu dengan sigap melepas Kancing kemeja dan pengait Branya yang ada di depan dadanya. Akupun tak tinggal diam, dengan sekali tarik, lepaslah Baju dan Branya sekaligus, hingga terpampanglah sepasang buah dada yang sangat indah berukuran cukup besar yang masih lumayan kencang. Tanpa membuang banyak waktu, Langsung aku serang buah dada itu. Dengan penuh nafsu aku jilati, kulumat, dan kuhisap kedua buah dadanya bergantian.


"Ooh.. Terus Riza.. Enak.. Sedot teruss.." kata Bu Mia sambil menggelinjang kesana kemari.


Buah dada itu semakin keras dan kenyal sehingga membuatku semakin bernafsu untuk menikmatinya. Tanganku pun tak tinggal diam, aku mulai mengelus-elus pahanya yang masih tertutup celana. Dengan perlahan, lalu tanganku kuarahkan ke pangkal pahanya untuk membuka resliting celananya, setelah terbuka, lalu kutelusupkan tanganku ke arah area privatnya yang ternyata telah basah, dan kemudian aku usap-usap dengan lembut dari atas celana dalamnya. Merasa tak nyaman dengan celananya, bu Mia berdiri dan memelorotkan celana dan celana dalamnya.


"Riza.. Ke kasur aja ya...." kata Bu Mia. Aku mengangguk kecil tanda setuju.


Aku lalu berjalan mengikuti Bu Mia yang telah telanjang bulat, sambil melucuti pakaianku sendiri, dan membuangnya dengan sembarangan. Lalu kami, menuju ke ranjang kamar ini yang kelihatannya belum tersentuh dari tadi. Aku rebahkan tubuh atasanku ini di atas ranjang lalu aku copot celanaku dan kini aku telah benar-benar telanjang.


Aku terpana melihat tubuh bu Mia yang telah telentang di ranjang dengan pasrah. Bagiku tubuh itu masih terlihat sangat menggairahkan untuk seorang wanita yang sudah seumurannya. Wajah cantik, Tubuh putih mulus, dan sepasang buah dadanya juga masih menggoda itu benar-benar saling melengkapi.


Apalagi posisinya sekarang di ranjang itu sangat mengundang. Tubuh mulusnya kini tanpa ditutupi sehelai benang pun. Posisinya di ranjang agak mengangkang, memperlihatkan miliknya tanpa malu-malu. Buah dadanya yang indah dengan putingnya yang mengacung membuatku semakin tak kuasa untuk menahan nafsu.


"ayo sini.." Kata Bu Mia dengan genit.


Aku tersadar dari lamunanku segera mendekatinya. Segera aku naik ke atas ranjang, lalu aku berbaring di sebelah tubuhnya. Bu Mia hanya tersenyum manja, lalu beranjak bangkit dan menindih tubuhku. Kupandangi wajahnya, lalu aku kecup bibirnya. Mulutku mengecup dan mengulum bibir Bu Mia yang basah. Beliau meladeni dengan segenap nafsu. Ketika dijulurkan lidahnya, dengan segera aku kulum lidahnya itu dan menikmatinya seperti menikmati permen karet, terasa kenyal dan manis, begitu nikmat sekali.


"Ohh.. Rizaa.." desahnya dengan mata yang sayu


Setelah puas melumat bibir merahnya aku ciumi lehernya lalu ke arah dadanya. Sesaat aku pandangi buah dada milik wanita cantik ini. Kuremas lagi dengan gemas kedua buah dadanya dengan kedua tanganku, terasa kenyal menggemaskan dan tidak membosankan untuk mempermainkannya.


"Oouuffss.. Ahh.. Auww.." erang Bu Mia terus menerus, antara merasa sakit dan merasa geli-nikmat.


Kini giliran mulutku yang akan melahap buah dada ini lagi. aku kecup dan kusedot puting buah dada sebelah kanan dan kiri secara bergantian. Kuhisap kuat-kuat buah dadanya sambil sesekali kugigit puting susunya. Beliau mendesah-desah dangan suara parau, sambil mengacak-acak rambutku, menikmati sensasi permainan mulutku di dadanya. Sungguh pemandangan yang erotis bagi mata dan telingaku.


"Auww.. Oh.. Ohh.. Auhh..", Bu Mia berteriak-teriak penuh kenikmatan, membuatku semakin bersemangat untuk terus menghisap dan mengulum buah dada wanita cantik ini.


Kemudian kurebahkan tubuh bu Mia, dan kuarahkan kepalaku ke selangkangannya. Kudekatkan mulutku dan Aku mulai menjilati liang kewanitaan Bu Mia, kujulurkan lidahku dalam-dalam sambil sesekali kusedot kuat-kuat. Setiap kali lidahku menggelitik klitorisnya, tubuhnya kurasakan sedikit mengejang dan membuatnya mengerang keras penuh nikmat. Pinggulnya bergerak tak karuan sehingga membuatku harus memegang pahanya agar aku tetap dapat mempertahankan ritme permainan lidahku disitu



"Oh yaa ampun.. Aahh.. Terus.. Enak Zaa.. Aahh.. Aahh.." Bu Mia menjerit tak karuan, apalagi ketika lidahku menyentuh tepat di titik sensitif klitorisnya.


Rasanya aku benar-benar puas melihatnya seperti ini. Sesekali aku lepasku mulutku dari jepitan selangkangannya untuk mengambil nafas sejenak, lalu aku lakukan lagi hal yang sama. Bu Mia semakin keras mendesah, gerakan tubuhnya juga semakin tak terkendali menandakan bahwa Beliau akan segera mencapai puncak. Aku percepat sedotan, kecupan, jilatan mulut dan lidahku di vaginanya..


"Ayo sayang.. Aku mau keluar Ahh.. Yang cepaat.. Oohh.. Sshh.. Oohh.." katanya sambil menjerit-jerit kenikmatan.


Aku percepat gerakan lidahku dan kemudian Bu Mia mencapai orgasme, ia mengangkat pinggulnya, dan kedua pahanya mengapit kuat kepalaku.


"Ohh.. Yess.. Oh.. Oohh.. Oohh.." Bu Mia mendesah panjang ketika berhasil mencapai puncak kenikmatan.


Diantara jepitan paha bu Mia, Tiba-tiba kepalaku seperti berputar, pikiranku melayang lagi, dan memunculkan bayangan Jessie di pikiranku. Segera ku angkat kepalaku dari Vagina bu Mia, dan kutarik nafas panjang. Kocoba abaikan pikiran itu, dan Dengan perlahan Aku coba mengatur nafasku kembali dan fokus pada bu Mia disini.


Untungnya bu Mia tampaknya tak menyadarinya, Badannya masih bergetar hebat beberapa saat, menikmati kenikmatan yang baru saja melandanya dengan mata terpejam.


Aku lalu berbaring di sebelahnya sambil membelai rambutnya. Kulihat wajah beliau penuh dengan keringat, telihat kepuasan terpancar dari wajah cantiknya. .


"Thanks Riza.. Hihihi.." kata Bu Mia


“ sekarang giliranku ya" tambahnya sambil menggenggam penisku.


Aku mengerti apa yang diinginkan beliau,, lalu telentang dan membiarkan beliau mengambil alih, mengarahkan mulutnya ke arah penisku. Tangannya menggenggam batang penisku lalu dikecupnya ujung penisku, kemudian mulai menjilati kepala dan batang penisku sambil dikocok-kocok dengan tangan lembutnya, hingga akhirnya Dimasukkannya seluruh batang penisku ke dalam mulut.


Disapunya semua permukaan penisku mulai dari bawah hingga ke atas, permainan lidahnya dengan lincah menggelitik setiap mili bagian penisku. Membuat aku melayang ke awang-awang.. Kalau ini diteruskan bisa jebol pertahananku. Setelah beberapa lama Bu Mia puas menikmati penisku, beliau melepaskan mulutnya.


"Riza, Ayok...." katanya sambil telentang di sampingku, memberi tanda padaku untuk segera menyetubuhinya.


Kurasakan penisku sudah tegang dan berdenyut-denyut, terasa lebih keras dari biasanya. Aku segera mengarahkan penisku ke arah kemaluannya. Kini kepala penisku telah menempel di bibir vagina beliau yang merekah dan basah. Aku mulai melesakkan penisku ke dalam Vaginanya dengan perlahan sambil kunikmati nikmatnya gesekan batang penisku dengan dinding vaginanya. Tak ada kesulitan berarti dalam usahaku membelah Vaginanya yang sudah sangat licin. Kulihat Bu Mia juga menikmati hal ini, matanya terpejam meresapi sensasi dari penetrasiku ke lubang kewanitaannya.


Aku mulai menggerakkan pinggulku pelan-pelan. Kurasakan gesekan penisku dengan Vaginanya begitu nikmat, mungkin karena lama aku tidak merasakan hubungan seks. Bu Mia seperti biasa, ia mendesah-desah, matanya merem melek menahan kenikmatan, sambil sesekali Ia gerakkan pinggulnya mengimbangi permainanku.


“Ouffss..ohh.. Lebbih cepat Za.... Aahh.." desah Bu Mia


Akupun mematuhinya, aku naikkan tempo genjotanku sedikit demi sedikit, Tetapi perlahan kembali aku menggerakkan pinggulku dengan pelan-pelan, pertama karena aku masih membiasakan diri setelah lama tidak berhubungan badan, dan kedua, karena aku memang benar-benar ingin menikmati tiap detik bercinta dengan atasanku ini.


"Oohh.. Please.. Yang cepat Riza.. Ahh.. Pleasee.." kata Bu Mia terus merengek. Dan menggerak-gerakkan pinggulnya ke atas, dengan wajah yang penuh harap untuk segera disetubuhi.


Aku hanya tertawa kecil melihatnya, entah kenapa aku sangat terangsang melihat beliau seperti ini, Jauh dari yang kulihat di kesehariannya yang lembut, tenang dan anggun. di ranjang ini, beliau bisa bertransformasi menjadi wanita yang binal dan menggairahkan, walaupun tidak terkesan murahan.


"Kamu nakal .. Ohh.. Please.." desah Bu Mia sambil menarik pantatku hingga pinggulku menghujam lebih cepat.


Tak hilang akal, Tiba-tiba Bu Mia membalikkan badan sehingga kini ia yang berada di atas tubuhku. Lalu ia bangkit dan duduk di atas pahaku. Sekarang beliau yang mengambil kendali permainan. Aku hanya tertawa melihat beliau melakukan itu.


"Hhhm., sudah berani melawan atasanmu ya.. Kamu nakal Sekarang hihihi.." katanya sambil mengarahkan Vaginanya ke arah penisku.


Digenggamnya penisku dengan tangannya, lalu dengan perlahan ia menurunku pinggulnya, dan tak lama kemudian penisku telah amblas ditelan bibir vaginanya. Dengan posisi agak membungkuk, tangannya bertumpu di samping badanku untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Sekaligus mengunci gerakanku. Sehingga aku tak bisa banyak bergerak, dengan tujuan agar beliau bisa menguasai permainan secara penuh.


Bu Mia menggerakkan pinggulnya naik turun dengan tempo yang cepat. kadang-kadang penisku lepas dari jepitan Vaginanya karena saking cepatnya goyangannya, sehingga beliau terpaksa memasukkanya lagi. Mulutnya mendesis-desis sambil tak henti-hentinya mendesah.. Wajahnya dipenuhi bukir bulir peluh hasil kerja kerasnya. Sungguh seksi dan erotis. Sepasang buah dadanya yang indah dengan puting coklat itu tergoncang-goncang menggemaskan, membuatku tak tahan untuk menjamahnya. Kuremas lembut kedua buah dada yang kenyal itu dan sesekali kupelintir puting susunya.



"Ohh.. Aagghh.. Sshh.. Aahh.. .." jeritnya nikmat sambil terus menaikkan intensitas goyangannya.


"Ohh... Teruss bu...." kataku sambil memejamkan mata mencoba meresapi setiap kenikmatannya


Dan bayangan itu muncul lagi. Kini di dalam kepalaku, Seolah aku sedang bercinta dengan Jessie,. Sedang bercumbu dengan penuh nafsu, dan kulihat Jessie lah yang sedang menggenjotkan pinggulnya naik turun di atas penisku. Aku menjadi sedikit bingung, Ada apa dengan pikiranku saat ini?


“Aahhhh.. Riza.. punyamu enak sekali. Ahhh” desahan keras bu Mia akhirnya menyadarkan aku dari lamunanku. Ah, masa bodoh dengan apa yang terjadi di pikiranku, sekarang aku harus fokus mengejar kenikmatan dunia yang ada di depan mataku.


Setelah kurang lebih 3 atau 4 menit, . Kulihat Bu Mia pun semakin melemah, goyangannya sudah tidak sekuat tadi. Keringat pun semakin mengucur deras dari seluruh tubuhnya, sampai akhirnya Beliau menghentikan gerakan pinggulnya sambil merebahkan badannya di atas badanku hingga payudara kenyalnya menempel erat di dadaku.


"Aku nggak kuat lagi za.. .. Gantiannya ya.. Ahh.." katanya sambil menciumi pipi dan keningku dengan lemah..





Sekarang gantian aku mendorong pelan badannya agar telentang di bawahku. Aku lalu kembali menindih tubuhnya dibawahku, bersiap menyetubuhi beliau dengan gaya misionaris. Aku lalu mendorongkan penisku kedalam dan mulai memompa Vaginanya dengan cepat karena akupun juga ingin segera mencapai puncak kenikmatan. Saking cepatnya, Terdengar bunyi berkecipak dari gesekan penis dan Vaginanya, beradu dengan desahan dan teriakan kenikmatan dari kami berdua.


"Aahh.. Ssthh.. Aarghh.... Yess.. Aku mau keluarr lagi za...." rintihnya sambil mempercepat gerakan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggulku.


"Uuuugghhh......" Beliau masih mendesah dan meracau tak karuan, menyambut datangnya puncak kenikmatan.


“Ahhhh.. Ahh... Ahhh..." tubuh beliau terus menegang. Badannya lalu melenting, tak bisa menahannya sengatan kenikmatan yang menderanya.


akhirnya Bu Mia mendapatkan yang diinginkannya. Dalam hati aku Puas rasanya melihat Bu Mia orgasme. Kurasakan cairan orgasmenya menyiram batang penisku yang terjepit di dalamnya. Kuhentikan sejenak gerakan pinggulku untuk memberikan kesempatan ia menikmati hasil perjuangannya, dan lagipula cukup sulit bagiku menggenjot ketika remasan dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram batang kemaluanku.


Beberapa detik aku menunggu, kini Aku juga segera ingin mendapatkan seperti apa yang baru diraih Bu Mia barusan.. Aku mulai menggerakkan pinggulku lagi dengan perlahan lalu kupercepat dan tak lama kemuadian akupun tak kuasa lagi untuk menahannya.


"Aku mau keluar Bu.... Ahh.. Sstt.." desahku.


"Keluarin di dadaku aja Riza.. sini.. .." Katanya sambil menekan kedua payudara besarnya, menyiapkan tempat untukku menumpahkan spermaku.


Segera kutarik penisku dari vaginanya, kukocok dengan cepat agar tak kehilangan momentum kenikmatannya. Sampai Akhirnya air maniku keluar dengan deras menyembur ke atas dadanya yang putih, diantara dua bukit payudaranya yang tampak berkilauan karena keringat.













Usai sudah pertempuran ini, Aku lalu berbaring lemas di samping beliau, lalu Aku cumbu bibirnya sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami raih. Kubelai rambutnya sambil kuusap pipi halusnya yang penuh dengan keringat. Kemudian Mataku menerawang ke langit-langit kamar dan membayangkan apa yang baru saja terjadi.Kulihat Bu Mia juga menerawang, aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya.


“ thanks ya Za.. sekali lagi kamu bisa muasin aku.. “ kata beliau masih dengan terengah-engah.


“ saya yang harus berterimakasih hehehe.. “ balasku


“ aku tadi siang sebenarnya Cuma pengen ngobrol saja denganmu, tapi habis telpon dengan suamiku tadi, aku tiba-tiba jadi pengen “ katanya sambil tersenyum.


“ dan aku pernah bilang kan, kalau kamu mirip sekali dengan suamiku hahahah” tambahnya


“ ah.. iyaa..hahaha” Rasanya Sudah beberapa kali ini aku mendengar itu.


“ sebenarnya saya penasaran, kenapa ibu mau melakukan ini dengan saya? Tentu bukan hanya karena kemiripan dengan suami ibu kan?“ tanyaku kemudian.


“ hhm.. pertanyaanmu agak berat, hihihi.. “ jawabnya


“ sejujurnya aku juga gak tahu pasti za, tapi kalau aku pikir, ini semua bermula dari rasa aman, ras nyaman yang aku rasakan dari kamu.. Dan selanjutnya semua terjadi secara natural saja, tanpa pernah aku merencanakan, tiba-tiba ini terjadi” tambah beliau. Aku hanya mengangguk saja mendengar jawaban beliau tadi.


“ dan tentunya rasanya aku sangat senang melakukannya dengan kamu..” katanya sambil tersenyum kepadaku.


“ hehehe.. syukurlah kalau gitu?” Jawabku kemudian.


“ tapi entah kenapa hari ini kamu agak sedikit terdistraksi” kata beliau kemudian.


“Eh?” Aku sedikit terkejut beliau dapat menyadarinya


“ mungkin kamu pikir aku gak sadar ya? Tapi aku tahu kok, kamu kayaknya mikirin sesuatu tadi” tambah beliau.


“ apa yang kamu pikiirin za?” Tanyanya kemudian dengan lembut.


Aku hanya terdiam saja didalam kebimbanganku dalam hatiku sendiri. Seperti ada pergolakan batin, apakah aku harus menceritakan permasalahanku pada Bu Mia, ataukah aku harus merahasiakannya untuk diriku sendiri.


“ apa ini soal Dwi?” Tanyanya. Aku hanya menggeleng pelan saja.


“ jadi, ini soal kamu dan Jessie?”

Bersambung.
 
mantap suhu....

lanjutkan ceritanya...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd