Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Office Story 2019

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Sudah plong dan lega riza.... resiko perbuatan .... kalo mau nakal belajar sama kang ivan donovan beristri empat dan istri siri dimana mana .... nakal tanggung cuma nestapa yg didapat
 
Laptopnya rusak gan.. untungnya harddisknya udah bisa diselamatin, wkwkw..


belum.. doakan saja :Peace:


Sekarang udah kan wkwwkkw


Nasibmu gan.. wkwkwk
Syukurlah gan klo data masih bisa diselamatkan,,, mgk recovery ga sempurna akhirnya ceritanya kentang... Heheee
 
Chapter 20.5 : To Love is To Be Vulnerable ( part 2)


[POV DWI]

Sesampainya aku di tempat mobilku di parkir, aku segera membuka mobilku dan masuk ke dalamnya. Akhirnya pecah juga tangis yang ku tahan sejak tadi. Aku menangis sejadi-jadinya disini. Sesekali kubentur-benturkan kepalaku dengan pelan ke setir mobilku ini, dengan harapan aku bisa segera tersadar dari mimpi buruk ini.


Aku masih berharap apa yang kudengar tadi hanya dalam mimpi saja. Bayangkan saja, calon Suamiku yang begitu kucintai, tiba-tiba berkata kepadaku “ sejak sebulan lalu, aku tergoda cewek lain, dan aku sudah tidur dengannya...". Sebuah fakta yang membuatku seperti dilempar dari langit ketujuh menuju bumi. Tak perlu kujelaskan bagaimana rasanya mendengar kalimat itu dari mulutnya. Nothing can describe my feeling.


Akhirnya setelah beberapa lama aku menangis sendiri di mobil, aku mencoba buat balik ke kesadaranku, aku harus fokus kembali untuk bisa menyetir mobil ini dengan aman. Perjalanan ke rumahku mungkin biasanya akan ditempuh sekitar hampir 20 menit, cukup bahaya kalau aku mengemudi dalam kondisi seperti ini.


Di sepanjang perjalanan, nyatanya air mataku terus mengalir. Aku masih merasakan sakit di hatiku, sampai akhirnya aku masuk melewati pagar rumahku yang besar itu, tampak dari kejauhan , di parkiran mobil rumahku sudah ada mobil ayahku diparkir disana, mungkin beliau sudah pulang dari perjalanan dinas luarnya? Ya mungkin saja, tapi aku tak begitu peduli dengan hal itu. Aku segera memarkir mobilku, dan segera masuk ke dalam rumah.


Kulihat ada banyak pesan masuk ke handphoneku. Semuanya dari Mas Riza.


“ Sayang maafin aku..”


“ sayang aku bener-bener minta maaf”


“ sayang.. Kamu sudah sampai rumah?”


Dan begitu banyak lagi pesan yang malas aku baca. Segera kumatikan handphoneku dan kulempar ke dalam tas kerjaku. Cukup sudah untuk hari ini.


Sebelum naik ke kamarku di atas, aku mau mengambil minum dulu di dapur untuk kubawa ke atas. Saat melewati ruang tamu tak sengaja aku sedikit melirik ke ruangan kerja ayahku yang berada di samping tangga, yang tak jauh dari dapur rumahku, tepatnya berada diantara dapur ini dan ruang keluarga. Dan Tampak di dalam sana lampu menyala dan pintu ruangannya sedikit terbuka, berarti ayahku benar sudah pulang. Karena jarang anggota keluarga kami masuk ke ruangan itu, selain ayahku tentunya.


“Ahhh.. ahh”


Sayup-sayup kudengar suara seseorang ketika aku berjalan menuju tangga untuk naik ke kamarku. Jelas itu suara Wanita. Tapi sudah pasti bukan suara Ibuku, karena ibuku sedang jalan-jalan dengan teman arisannya, dan hari ini beliau menginap di Kota Malang selama 3 hari.


“Ahhh”


Suara itu tadi bertambah jelas ketika aku semakin mendekati tangga yang berada sebelum ruangan kerja ayahku. Aku pun semakin penasaran mendekati ruangan itu. Dan aku berencana melihat dari celah pintu yang terbuka.


“ agak cepet ya Pak, ahh.. Takut mbak Dwi sebentar lagi pulang..ahh”


Itu suara Wanita,, cukup jelas terdengar dari tempatku berdiri di depan Ruangannya. Rasanya aku mulai tahu apa yang dilakukan wanita itu disitu. Tanpa aku melihat, Aku juga bisa menebak dengan siapa orang itu bicara. Namun aku tetap penasaran dengan hal yang ada di dalam. Dan dengan mengendap aku menuju ke arah ruangan itu.


“ gak papa nggi.. masih lama dia.. .. ahh”


Suara itu adalah suara Ayahku. Dan yang satunya tadi, suara wanita itu adalah suara Anggie, sekretaris Ayahku di Kantornya. Dan tentu semua orang dewasa tahu dan bisa menebak apa yang dilakukan seorang pria dan wanita, berdua di sebuah ruangan, dan mengeluarkan suara-suara desahan seperti yang aku dengar tadi. Ya, mereka sedang bersetubuh di dalam, dan telah aku pastikan dengan mata kepalaku sendiri ketika aku mengintip dari celah pintu ruangannya.


Dari celah itu aku melihat ayahku yang telah telanjang bulat, dalam posisi memunggungiku sambil memeluki tubuh Anggie yang juga telanjang di sofa besar di ruangan itu. Sementara pinggul ayahku bergoyang menghentak-hentak ke arah pinggul Anggie, membuat Anggie mendesah-desah kuat.


“ ahhh., ahh..” desah Anggie terdengar nyaring.


Dan tak lama, Ayahku menarik pelukannya dari tubuh putih dan mulus Anggie dan mengerang panjang. Dan tampak cairan putih menyemprot ke arah wajah Anggie yang cantik itu.


Aku segera beranjak pergi meninggalkan tempat itu dan langsung naik, dan masuk ke dalam kamarku. Kenapa di suasana hatiku yang begitu buruk ini aku harus melihat adegan itu? Jijik rasanya melihat ayahku sendiri melakukan itu dengan wanita lain selain istrinya. Walaupun sebenarnya aku tak kaget lagi melihat itu. Dan rasanya aku sudah lama cukup kebal.


Tak seperti yang dibayangkan orang lain atas keluarga kami. Keluarga kami mungkin terlihat bahagia dan harmonis dari luar. Tetapi di dalam, tentu tidak ada yang percaya keluarga kami ini keluarga yang berantakan dan Penuh kebohongan.


Ayahku, Budi Hamid Haryanto dan Ibuku, Anita Larasati. Selama ini disebut-sebut sebagai pasangan yang ideal. Telah menikah selama 26 tahun, tetapi masih bisa tampil mesra di depan orang lain dan setia satu sama lain. Tapi Tak banyak yang tahu kalau itu hanya topeng yang dipakai keduanya.


Ayahku yang dikenal orang dengan imagenya sebagai pengusaha sukses yang religius, rendah hati dan jujur. Tapi di tak banyak orang tahu, dibalik itu beliau adalah laki-laki yang tak pantas dicontoh. Contoh kecilnya adalah Seperti apa yang aku lihat tadi, Ayahku sudah lama kuketahui suka main perempuan. Aku sering mendengar itu ketika menguping pertengkaran ayahku dan ibuku. Dan aku buktikan dengan mata kepalaku sendiri saat aku SMA, dimana saat itu ketika Ibuku tak ada di rumah, beliau secara terang-terangan membawa pulang wanita pulang ke rumah, dan tidur berdua di kamar tidurnya. Jadi aku tak heran dengan apa yang dilakukannya ketika ibuku sedang tidak ada di rumah seperti sekarang.


Kalau ibuku, jangan berharap beliau ini seperti wanita-wanita tangguh yang kuat menghadapi permasalahan keluarga, seperti yang biasa ada di cerita-cerita film atau sinetron. Dibalik imagenya yang anggun, lemah lembut dan pintar. Beliau pun Sama seperti ayahku, aku pernah memergokinya sedang telanjang dan tidur dengan seseorang pria di kamarnya ketika ayahku tak ada.


Itulah alasan utama aku ingin benar-benar mandiri selama ini, selain karena mereka berdua tak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang layaknya orang tua ke padaku dan kakakku, juga karena, aku sungguh tak ingin menjadi seperti mereka berdua atau mengikuti jejak mereka.


Ah, Semua kejadian sore ini membuatku semakin muak. Aku Muak pada semua keadaan ini. Aku segera masuk ke kamar mandiku, melepas bajuku, menyalakan shower dan masuk kedalamnya. Aku kembali menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan semua perasaan emosiku.


Dulu Rasanya aku beruntung dipertemukan Tuhan dengan Mas Riza. Bersama dengannya membuatku bisa merasakan hal positif dalam hidupku, dan melupakan kisah-kisah gelap dalam masa laluku. Dan selama aku mengenalnya, rasanya dia adalah laki-laku yang selama ini kutunggu-tunggu. Dia lelaki yang jujur, sederhana dan penuh kasih sayang. Aku sangat yakin dia tidak akan seperti ayahku kini. Makanya ketika mas Riza mengajak untuk menikah, aku tak berpikir dua kali untuk menerimanya. Dengan menikah dengannya, aku bisa meninggalkan rumah ini dan ikut dengannya ke Jakarta.


Namun semua impian ku hancur seketika tadi sore. Semua bayanganku runtuh oleh pengakuan yang dibuat olehnya sendiri. Aku jadi berpikir, Lelaki mungkin memang sama semua. Dia mungkin tak ada bedanya dengan ayahku, atau orang-orang lain yang mengejar wanita demi memenuhi nafsunya semata.


Aku masih tak habis pikir soal itu. Semua pertanyaan terlontar dari kepalaku, Bagaimana mungkin itu bisa terjadi hanya sekitar dua bulanan menjelang pernikahan kami? Aku semakin sakit hati ketika aku tahu dia melakukannya dengan mbak Jessie, orang yang cukup aku kenal. teman kerjanya yang setahuku sudah bersuami dan mempunyai anak. Entah siapa yang memulainya diantara mereka, yang Jelas ada yang salah apabila seseorang yang mau menikah berhubungan dengan orang yang telah berkeluarga.


Aku jadi lelah memikirkan ini semua. Aku segera keluar dari kamar mandi dan segera memakai pakaianku. Lalu merebahkan diriku ke ranjangku. Kupejamkan mataku yang seakan kehabisan air matanya untuk hari ini.





—————


Tak terasa aku sudah tertidur hampir 2 jam. Sekarang sudah menunjukkan pukul 19.10. Aku pun beranjak bangun dari ranjangku dan meraih handphone yang kumasukkan di dalam tasku. Kunyalakan lagi handphone itu, dan setelahnya muncul puluhan notifikasi. Sekitar dua puluhan notifikasi pesan dan telepon dari mas Riza, sisanya dari grup teman kantor, dan setelah kugeser kebawah, ada satu pesan dari Bu Mia, atasan dari Mas Riza di Kantor.


“ assalamualakum Dwi, kamu ada acara malam ini? Ketemuan yuk.. sama Riza juga..” begitu pesannya.


Aku jadi malas begitu membaca atau mengetahui segala sesuatu tentang mas Riza. Muak rasanya. Apalagi beliau adalah atasan mas Riza. Atasan Mbak Jessie juga, teman selingkuh mas Riza. Pasti nanti beliau akan membicarakan soal mas Riza lagi. Tentang rencana pernikahanku yang aku sendiri tak tahu, apakah harus kupertahankan atau tidak.


Namun sejenak aku berpikir, beberapa bulan ini aku begitu dekat dengan beliau. Beliau sudah seperti sosok ibu yang kurindukan. Dan beliau pasti mengenal lebih dekat Mas Riza dan Mbak Jessie. Mungkin ada baiknya aku mengkonfirmasi hal itu pada beliau. Karena beliau mungkin mengetahui sesuatu.


“ waalaikumsalam bu Mia, saya ingin ketemu bu Mia.. tapi tanpa mas Riza” akhirnya kubalas pesannya tadi seperti itu. Kurasa tak ada salahnya seperti itu. walaupun aku belum tahu kelanjutan hubunganku dengan Mas Riza, hubungan silaturahmiku dengan bu Mia tak boleh terganggu.


Ting..ting.. pesan masuk dari bu Mia lagi.


“ ok., kita ketemuan dimana?” Begitu isi pesannya


“ nanti saya jemput aja bu.. tapi tolong jangan beritahu mas Riza” jawabku.


Aku pun segera mempersiapkan diriku, dengan pakaian dan riasan sederhana lalu bersiap-siap utuk pergi keluar.


Saat aku turun kulihat pintu ruangan kerja ayahku sudah terbuka, Dan kulihat di dalam ruangannya itu beliau sudah berpakaian lengkap dengan Jasnya, sementara Anggie pun masih disana, juga dengan pakaian lengkapnya. Tampak mereka mengobrol dengan seorang pria berbadan tegap yang kira-kira sudah berusia 50an, baru kali ini aku melihat pria itu, mungkin salah seorang rekan kerja ayahku. Tapi untuk apa aku pedulikan mereka? Akupun langsung lanjut menuju pintu keluar.


Di pintu keluar, saat aku berjalan menuju parkiran. Kulihat Ibuku datang diantar oleh seorang pria yang cukup familiar bagiku. Itu pria yang pernah kupergoki sedang tidur di kamarnya dulu. Seseorang Pria tinggi besar yang belakangan ini kuketahui adalah salah satu investor di usaha butik dan travel agent milik ibuku.


Dan kemudian aku masuk dan mulai mengendarai mobilku ke Hotel bu Mia untuk menjemputnya.


————





Sesampainya di Hotel dan memarkir mobil di parkiran, aku segera masuk ke lobby hotel yang berkonsep minimalis dan modern ini., kulihat bu Mia sudah duduk menunggu di salah satu sofa di lobby hotel. Di umur yang hampir 50 tahunan, Beliau masih tetap cantik bahkan dengan pakaiannya yang simple sekali, dan tanpa banyak riasan. Membuat aku jadi iri akan kecantikannya.


“ apa kabar dwi?” Sapanya sambil bercipika-cipiki denganku


“ alhamdulillah baik bu.., bu Mia tambah cantik aja hehehe”


“ ah.. kamu ini, kamu yang tambah cantik.. mau nikah biasanya jadi tambah cantik..hahahah” jawab beliau, dan kata-kata menikah tadi membuatku jadi merasa tak enak. Hingga aku hanya bisa tersenyum dengan canggung


“ kamu yakin nggak mau ajak Riza..” tanya beliau lagi kemudian. Membuatku semakin tidak enak.


“ enggak bu.. Saya ingin kita berdua saja..” jawabku. Sesaat Aku merasa raut wajah beliau agak berubah, seakan bisa membaca ada sesuatu diantara kami.


“ hmm.. yaudah.. yuk kita kemana?” Kata beliau dengan caria sambil menggandeng tanganku.


“ iya bu, ikut saya aja”


Akhirnya aku membawa beliau keliling Surabaya dengan mobilku, dan mengajak beliau ke tempat makan yang terkenal disini. Di sepanjang jalan kami banyak berbicara tentang pekerjaan kami masing-masing, tentang keluarga bu Mia, dan soal permasalahan wanita pada umumnya. Namun tak sekalipun beliau membicarakan tentang pernikahanku, nampaknya beliau sudah sadar bahwa ada sesuatu yang tak beres. Sampai akhirnya setelah selesai makan, baru beliau menanyakannya.


“ Dwi, maaf kalau membuat kamu gak nyaman.. sebenarnya kamu sama Riza kenapa ya?” Tanya beliau


“ lho.. maksud ibu? “ aku balik bertanya. Berpura-pura tak tahu apa yang dibicarakannya


“ aku ngerasa ada yang aneh.. kamu nggak mau mengajak dia, dan ekspresi kamu agak beda ketika aku bicarain dia”


Ternyata benar, beliau membaca raut wajahku dengan baik. Ya, tak apa juga sih, aku memang berencana memberitahu beliau. Untuk permasalahan ini, aku tak tahu harus bercerita ke siapa, ibuku? sangat tidak mungkin. Teman dan sahabatku? Tidak juga, aku justru malu hal ini diketahui oleh mereka.


“Emangnya kenapa sih kalian ini? Kalian lagi berantem?”


“Sebenarnya Nggak juga sih bu.”


“Lha terus?”


“Hmm, gini bu. Tadi sore, beberapa jam yang lalu ada sesuatu yang dia omongin ke saya.” Jawabku. Dan kulihat beliau seperti sedang menduga-duga sesuatu.


“Soal apa?”


“Soal dia bu..”


“Soal dia? Riza ? Ada apa dengan dia?”


Kembali kurasakan mataku mulai berair saat Aku kemudian dengan singkat menceritakan pembicaraanku dengan mas Riza tadi. Hanya secara singkat yang kuceritakan karena aku pun tak mengetahui detilnya. Atau lebih tepatnya Aku benar-benar tak mau tahu. Bu Mia mendengarkan aku dengan baik-baik, tanpa menyelanya sekalipun, seakan beliau sudah bisa memahami apa yang aku ceritakan pada beliau.


“ hanya itu saja yang dia ceritakan?” Tanya beliau begitu ceritaku selesai


“ iya bu, saya udah nggak sanggup lagi mendengar mas Riza setelah itu..” jawabku sambil mengelap sedikit air mata yang berhasil jatuh dari mataku.


“ kamu harus sabar ya wii.. ini ujian buat kamu..” kata beliau sambil menepuk pundakku.


“apa ibu mengetahuinya selama ini? karena kan bu Mia atasan mas Riza dan mbak Jessie..” tanyaku pada beliau kemudian. Dan beliaupun menjawabnya dengan anggukan kepala.


“ jadi ibu sudah mengetahui dari dulu?” aku kaget dengan jawaban beliau tersebut


“ nggak juga wi, aku memang merasa ada yang berbeda dari keduanya belakangan ini, tapi, sebelumnya aku nggak terlalu yakin...”jawab beliau pelan.


“ baru setelah Jessie dan Riza cerita padaku beberapa hari lalu, aku baru benar-benar tahu.”


“Mereka cerita ke ibu? “ tanyaku lagi. Dan beliau pun menjawab dengan anggukan pelan. Rasanya banyak hal yang membuat aku terkejut hari ini.


“ ya.. aku tahu wi.. dan yang aku tahu ceritanya cukup rumit.. mungkin kamu harus mendengarnya langsung dari Riza..” jawab bu Mia.


“ aku takut salah menceritakannya, dan malah bikin kamu semakin bingung” tambah beliau.


“ jadi bagaimana menurut ibu tentang masalah kami?” Aku memandang bu Mia dengan penuh harap. Dan Cukup lama tampaknya beliau berpikir, sampai akhirnya beliau mulai menjawabku.


“ sebelum aku menjawabnya Dwi, aku ingin tahu? Apa yang sebenarnya membuat kamu cinta sama Riza?” Jawabnya kemudian.


“ saya nggak ngerti maksud ibu..”


“ coba kesampingkan emosi kamu sebentar wi, coba kamu pikirkan lagi, tentu ada alasannya kan kenapa kamu bisa jatuh cinta pada Riza dulu?” Tanya beliau lagi menjelaskan pertanyaan yang ditanyakan tadi.


Kucoba mendinginkan kepalaku dulu, kucoba meredam emosiku, dan mulai berpikir dengan jernih. Apa yang membuatku mencintainya? Dulu kukenal Dia sebagai lelaki yang jujur, sederhana, baik hati dan penuh kasih sayang. Itu sajakah? Sebenarnya Ada banyak hal lain darinya yang tak pernah kutemukan dari lelaki lain. Dari mantan-mantanku, atau orang-orang yang pernah ku taksir.


“ hm.. entahlah bu, mungkin ada banyak hal bu.. “ jawabku pelan.


“ bisa kamu sebutin saja beberapa hal diantaranya?” Tanyanya dengan nada lembut.


“ dia Jujur, dan baik, dan banyak hal lainnya” jawabku


“ ok.. aku paham.. sekarang ayo kita bahas dulu satu persatu.. “ balas beliau kemudian.


“ hm..?”


“ soal kejujuran, pernahkah selama ini dia tidak jujur pada kamu? “


Pertanyaan Bu Mia ini sedikit mengena di hatiku. Aku kembali berpikir, dia selama ini tak pernah berbohong padaku. Paling tidak itu yang ku tahu, jauh dari awal kami berpacaran sampai dengan lamaran, Mas Riza selalu jujur padaku, terbuka padaku soal apa saja. Justru aku yang selalu merahasiakan sesuatu darinya. Soal keluargaku, soal masa laluku, dan lain sebagainya, aku justru tak pernah benar-benar terbuka padanya. Lalu bahkan, saat Mas Riza selingkuh pun, tanpa aku tanya, dia mengatakannya dengan jujur.


“ pernahkah?” Tanya bu Mia lagi padaku, sambil memandangku dengan tatapan lembut. Akupun menggeleng pelan.


“ ok.. mungkin kamu perlu mencatat itu “ tambah beliau sambil tersenyum.


“ kemudian soal baik hati dan perhatiannya, aku tak perlu bertanya pada kamu, karena aku tahu dan melihat dengan mata, mendengar dengan telingaku sendiri semua kebaikan yang dilakukannya dan perhatian yang diberikannya pada orang lain..pada aku, pada Jessie, pada Edo, dan lain sebagainya.. “


Aku pun mengangguk pelan, benar kata beliau. Soal kebaikan hatinya, aku tak meragukannya lagi. Sama seperti beliau, kebaikan hatinya kulihat hampir setiap saat ketika kami bersama. Dan semua dilakukannya dengan tulus, kepada siapapun yang memerlukannya. Sedangkan aku? Apa saja kebaikan yang telah kulakukan dengan tulus? Dan pernahkah aku benar-benar tulus pada mas Riza?


Dan soal perhatiannya, sejauh ini dia lah yang selalu memperhatikan aku sepenuh hatinya. Jauh melebihi perhatian dari orang tuaku sekalipun. Pantaskah aku meragukan perhatiannya, sementara aku mungkin tak sanggup memberikan perhatian yang sama.


“ asal kamu tahu ya Wi, aku pun banyak berhutang budi atas kebaikan Riza, Jessie juga, beberapa temannya juga.. entah kamu sadari atau tidak, kamu nggak akan bisa mengukur kebaikan hatinya..” tambahnya lagi untuk meyakinkanku.


“ kurang lebih itulah yang membuat orang-orang disekitarnya menyukai dia, sama seperti apa yang membuat kamu jatuh cinta padanya..” lanjut beliau sambil menatap mataku.


“ saya masih belum paham bu,” Kataku, aku masih diliputi kebingungan untuk saat ini.


“ jadi kalau hal-hal itu tadi adalah hal yang membuat kamu menyukainya, sekarang kamu bisa jadikan itu sebagai pertimbangan.. demi satu kesalahan itu, apakah kamu rela kehilangan itu semua? “ jelas beliau dengan panjang lebar. Memang masuk akal, tetapi belum benar-benar membuatku yakin.


“ tapi ada komitmen yang dia langgar bu.. bukankah itu sama saja lebih buruk dari kebohongan? Bagaimana kalau nantinya dia melakukannya lagi di belakang saya?” Tanyaku kemudian.


“ namanya manusia pasti punya keburukan sendiri, namun yang perlu diingat apakah dia akan terus menjalaninya, membiarkannya saja, atau menghentikannya dan berubah menjadi orang yang lebih baik lagi.”


“semua orang pernah berbuat dosa, semua orang pernah berbuat salah. Dan bagaimana orang itu menyikapi semua dosa dan kesalahannya, adalah hal yang harus dilihat untuk saat ini.”


“ Tuhan mungkin memberikan cobaan sebelum pernikahan kalian, tapi gagal dalam satu ujian, bukan berarti gagal untuk selanjutnya, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri dari waktu ke waktu sampai dengan kematian datang”


“ jadi bu Mia menganggap perselingkuhan mas Riza tidak penting, asalkan dia mau berubah?” Tanyaku pada beliau, beliau sudah berhasil membuka pikiranku sedikit demi sedikit. Namun aku perlu meyakinkan diriku dulu.


“ bukan seperti itu wi, aku tahu itu sungguh sulit dimaafkan, perselingkuhan itu sulit diterima, tapi jangan sampai satu kesalahan itu menutupi semua kebaikannya yang dilakukan pada kamu selama ini, dan menutupi niatnya untuk memperbaiki diri”


“ lagipula aku tahu bagi Riza mengakui hal itu pada kamu, bukanlah hal yang mudah. Nggak semua orang bisa seperti itu. Itu tandanya dia benar-benar mencintai kamu,, percaya kamu,, dan dia benar-benar mempunyai niat baik untuk berubah, makanya dia bisa melakukan hal seperti itu.”


Aku menjadi merenungkan kata-kata bu Mia tadi. Aku kenal dia bukan baru kemarin sore, aku kenal betul mas Riza ini orang yang seperti apa. Kalau ditanya apakah dia adalah calon suami idamanku? Ya!!. Dari aku mengenalnya sampai dengan tadi sore, tak ada hal buruk darinya. Dan Hanya baru kali ini, di sore tadi aku me nemukan "cacatnya" dia. Memang Tak bisa dipungkiri, apa yang sudah dilakukan oleh Mas Riza telah membuatku benar-benar kecewa. Tapi dengan jujur dia telah mengakuinya, dan telah meminta maaf pula padaku, pasti tidak mudah baginya melakukan itu.


Sementara aku? Apakah aku sesuci itu? Sebersih seperti apa yang mas Riza tahu? Tidak juga. Aku beruntung semua kejelekanku masih tersembunyi dengan baik darinya, semua celaku masih tertutup rapat. Tapi selama ini. aku tak punya nyali untuk mengatakannya padanya. Aku jadi memikirkan lagi, apakah aku layak benar-benar kecewa padanya?


“Jadi menurut ibu, Saya harus memaafkan dan melupakan semua yang dilakukan mas Riza itu?” Tanyaku pada bu Mia.


“ bukan seperti itu Dwi... Semua kembali ke kamu, semua keputusan yang kamu ambil, kamu sendiri yang akan menjalaninya. Tanya sama hati kamu. Kalau masih bimbang, tanya sama Yang Di Atas. Pikirkan baik-baik. Karena Kamu yang lebih lama mengenal dan lebih dalam tahu soal Riza daripada aku”


“ dan Kamu udah cukup dewasa untuk membuat sebuah keputusan, Pikirkan lagi dengan hati dan pikiran yang jernih. Aku yakin kok, kamu akan bisa menentukan pilihan dengan tepat.” Tambah beliau dan beliau mengakhiri nasehatnya dengan sebuah senyuman yang hangat, yang menentramkan hatiku.


Aku hanya bisa menarik nafas panjang. memang semuanya harus dipikirkan dengan kepala dingin dan pikiran yang jernih. Aku tidak ingin salah membuat keputusan, karena ini menyangkut masa depanku. Karena soal pernikahan, aku hanya ingin melakukannya sekali seumur hidup, jadi harus memilih pendamping yang benar-benar tepat untukku.


————





Waktu sudah menunjukkan pukul 20.55, tak terasa sudah sejam lebih aku mencurahkan isi hatiku pada bu Mia, dan kini kami telah berada di depan rumah makan tempat kami makan. Sudah waktunya kami berpisah. Aku bersyukur sekali akan keberadaannya hari ini. Rasanya beliau datang di saat yang tepat,, Seperti beliau ditakdirkan ada disini untuk meredakan kebimbanganku. Memberikan apa yang selama ini aku tak punyai. Figur seorang ibu.


“ habis ini kamu gak perlu nganter aku.. nanti aku akan dijemput temanku.. lagipula aku khawatir kamu ketemu Riza disana nanti” kata bu Mia padaku.


“ mungkin kamu belum siap bertemu dengannya malam ini..” tambahnya sambil menepuk bahuku. Akupun mengangguk pelan.


Sebenarnya beberapa saat tadi bu Mia tampak menerima sebuah pesan di handphonenya. Mungkin beliau tak menyadari kalau aku menangkap raut gelisah di wajahnya. Namun aku tak berani menanyakannya padanya.


“ iya bu.. hati-hati di jalan ya, saya balik dulu ya bu..” kataku sambil mencium pipi kanan dan kirinya.


“ iya.. kamu juga hati-hati.. jaga kesehatan” balas beliau.


Lalu aku pun pergi meninggalkan beliau menuju tempat aku memarkir mobilku. Di perjalanan kulihat kembali handphoneku yang sedari tadi ku silent. Ada beberapa pesan dan telepon tak terjawab. Sekitar pulahan pesan dan telepon datang dari mas Riza, selain itu ada pesan dari Ibuku.


“ Dwi, ditunggu Riza dirumah.. cepet pulang!” Pesannya singkat. Namun justru membuatku malas untuk pulang, rasanya aku belum benar-benar siap bertemu lagi dengan mas Riza. Maka kuputuskan menunggu dulu di mobil beberapa saat.


Dari kejauhan, kulihat Bu Mia dihampiri seseorang pria yang tampaknya cukup familiar. Aku sudah bertemu atau melihat pria itu tadi. Jadi itukah teman bu Mia, seperti yang beliau bilang tadi?. Tampak keduanya mengobrol sebentar sebelum akhirnya datang sebuah mobil di depan mereka, dan mereka berdua masuk ke dalam mobil itu dan beranjak pergi.


Setelah menunggu sekitar 20 menitan, berdiam diri di dalam mobil, setelah mengabaikan pesan-pesan dan telepon dari ibuku dari tadi. aku putuskan untuk pulang. Di jam segini, pasti mas Riza juga sudah pulang.


Dan hujan pun mulai turun lagi di Surabayaku ini. Semoga hujan ini bisa membasuh semua laraku. Menyirami kalbuku, dan menumbuhkan semangat baru.

[POV Dwi End]





Bersambung.
 
Minor update!! Enjoy..

Syukurlah gan klo data masih bisa diselamatkan,,, mgk recovery ga sempurna akhirnya ceritanya kentang... Heheee
Betul., wkwkwk.. khusus untuk chapter itu emang ane tulis ulang lagi sambil menunggu recovery harddisk, kalau soal kentang, cerita ini emang dari dulu banyak kentangnya hahaha
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd