Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 39
(my mom's first love)
------------------------------

asdafa10.jpg

Tengah malam sudah lewat, tapi tampaknya Yusuke Kamiya dan Marie Taniguchi belum terlelap. Hiroshi dan Kyoko tidur seperti malam kemarin, sambil bergandengan tangan lewat celah pintu, sedangkan Kana menempel di punggung Kyoko, karena dia tampaknya masih ketakutan.

Yusuke dan Marie duduk di selasar, menikmati angin yang berhembus pelan menembus pohon-pohon besar di balik pagar hotel.

Mereka sudah bicara soal banyak hal. Soal kejadian mengagetkan tadi, soal hubungan Okubo dan Kana, lalu soal perkuliahan mereka berdua, juga sedikit-sedikit soal dunia musik yang memang sedang digeluti oleh Yusuke dengan persona perempuan yang bernama Maria di panggung, dan lain-lainnya. Sejujurnya, mereka berdua terlihat seperti sedang melakukan hal yang intim. Hal intim yang bernama komunikasi.

“Menarik mendengar ceritamu soal Tanabe dan Kaede” Yusuke melirik ke dalam, melihat sepasang kekasih yang sedang terlelap itu.
“Iya, mereka seperti ditakdirkan untuk bersama terus”

“Mereka seperti tidak bisa lepas, terutama si lelaki, dia sangat menyayangi Kaede, itu terlihat sekali dari semua tingkah lakunya” dia mengisap rokoknya dalam-dalam.

“Aku sih sangat berharap mereka cepat menikah” senyum Marie.
“Menikah? Umur kalian masih 19” tawa Yusuke.
“Tidak masalah kan, menikah cepat?”

“Tidak masalah tentunya…. Tapi masih banyak yang kalian harus lakukan….. Menurut pembicaraanku yang singkat-singkat saja dengan Tanabe, dia ingin jadi chef sukses katanya… Itu tentu butuh belajar banyak, bahkan mungkin belajar ke luar negeri……”

“Iya, tapi kalaupun dia belajar ke luar negeri, pasti dia membawa Kyoko bersamanya harusnya….”
“Itu mungkin saja, tapi kamu bilang kan Kaede ingin meneruskan usaha orang tuanya… Ada conflict of interest di sana” sambung Yusuke.

“Benar juga ya…..” Marie menghela napas sambil bersandar ke tiang.
“Aneh sekali kamu bersandar ke tiang, seperti kucing yang ngantuk” tawa Yusuke.
“Hahaha… Aku ingin bersandar, tapi kalau ke pintu geser, takut jebol pintunya”

“Sini”
“Sini apa?”

“Bersandar ke bahuku…. Kalau kamu mengantuk…. Tapi masih ingin mengobrol kan?” senyum lelaki itu terlalu manis untuk Marie. Bahkan semanis seorang perempuan yang anggun, menurutnya.

“Aku senang sekali mengobrol seperti ini…. Rasanya seperti tak ada habis-habisnya kalau mengobrol denganmu….” senyum Marie, sambil merayap perlahan ke arah Yusuke. Dia duduk di sebelah Yusuke dan menempelkan kepalanya ke bahu Yusuke. Dia merasakan ketenangan.

“Angin, kamu mau pindah ke dalam?” tanya Yusuke. “Di dalam mungkin kamu bisa berguling di futon, dan tidak harus bersandar ke orang yang bukan pacarmu”
“Kita sudah sering sekali kencan, dan kita ngobrol selancar ini…. Kenapa kita tidak pacaran saja ya?” tawa Marie kecil.

“Aku sih tidak masalah dengan itu”
“Aku juga”
“Jadi?”

“Tapi……..” Marie menarik kepalanya dari bahu Yusuke, dan menatap wajahnya lekat-lekat. “Mungkin aku kurang ajar sekarang, tapi aku merasa ada banyak yang kamu tutupi dari orang lain, benar tidak?”

“Hmm? Misalnya?”

“Misalnya….. Entah kenapa, aku merasa kamu punya masalah yang kamu tutupi, lalu kamu juga sering menerawang jauh, dan kalau aku berusaha untuk mengetahui kamu lebih dalam, kamu selalu menghindar atau menutup pembicaraan…..” sambung Marie panjang.

“Kamu tidak salah sepertinya… Tapi aku bukan orang yang sembarang bicara soal masalahku dengan orang lain”
“Aku tidak ingin selamanya jadi orang lain bagimu hahaha…” tawa Marie.

“Haha, aku senang bicara denganmu, kata-katamu apa adanya dan sangat-sangat jujur…..”
“Kata orang malah aku terlalu jujur”
“Sesuatu yang jarang dimiliki oleh orang Jepang yang selalu tidak enakan kepada orang lain kan?” senyum Yusuke.

“Katanya aku tidak sopan”
“Tergantung. Di mataku kamu sopan-sopan saja kok…..”
“Katanya perempuan yang terlalu cepat akrab dengan orang lain itu perempuan gampangan”
“Kalau itu artinya kamu mudah akrab dengan orang lain, bagaimana?”
“Kamu bicara jujur atau cuma ingin berkata baik di depanku, Yusuke-Kun?” tanya Marie dengan mata mengantuk.

“Menurut Taniguchi?”
“Hmm…..”
“Mungkin pertanyaanku salah, kalau menurut Marie bagaimana?”
“Haha kamu akhirnya memanggilku dengan nama depanku….” senyum Marie terlihat sangat lebar di depan mata Yusuke.

“Jadi, di titik ini, kita apa?” tawa Yusuke.
“Maksudnya bagaimana sih… Pembicaraan kita makin lama makin tak jelas ahahahahaha”
“Aku dan kamu, apakah kita masih teman, atau tadi kamu bilang apa, kenapa kita tidak pacaran saja?”
“Hahaha….”

“Tenang saja… Aku tidak akan serta merta menembak kamu atau menerima kamu, seandainya kamu nembak… Aku masih nyaman dalam posisi ini….” bisik Yusuke.

“Sama”
“Dan mata kamu sudah sangat berat seperti itu” Yusuke menepuk-nepuk kepala Marie dan Marie hanya tersenyum saja. “Pindah ke dalam? Biar kita bisa tidur?”

“Tapi aku masih ingin mengobrol”
“Kan bisa di dalam….”
“Enak di sini……”

“Yasudah, sini bersandar lagi……”

“Baik” Marie mendekat dan bersandar kembali ke bahu Yusuke. Pria ini tegap dan tulangnya terasa keras, walau badannya ramping dan kulitnya terlalu halus untuk seseorang rocker amatir yang merokok dan minum.

“Nah… Jadi….” Yusuke menghentikan obrolannya dan dia melihat ke arah Marie yang sudah terlelap di bahu Yusuke. Dengan posisi yang kurang nyaman, dia menggenggam tangan Yusuke Kamiya sambil bersandar, tenggelam ke dalam alam mimpi karena sudah terlalu mengantuk. Yusuke cuma tersenyum geli, dan dia menatap angin membelai pohon-pohon besar yang ada di sebrang sana. Dan dia meniru gerakan angin, dia membelai rambut Marie sambil menghela napas panjang, menatap ujung langit, mencoba meringankan beban yang ada di kepalanya, soal hidupnya.

Suatu saat, dia akan membagi semuanya dengan Marie Taniguchi, tapi tidak sekarang. Tidak sekarang.

------------------------------

“Hei, Bangun” Kana menendang-nendang kaki Marie yang terlelap.
“Hnn…..” Marie mendapati dirinya ada di dalam selimut, di atas futon. Dia kaget, karena memori terakhir yang dia ingat, adalah dia tertidur di bahu Yusuke.

“Mau tidur sampai kapan, ayo, siap-siap pulang ke Tokyo, atau kamu mau kami tinggal?” tanya Kana dengan ketus. Marie bangkit dengan muka kusut, dan dia menatap ke sekelilingnya. Semua orang sedang membereskan tas dan bawaan mereka, termasuk Yusuke Kamiya. Marie menatap ke arah Yusuke sambil tersenyum kecil, dan sang lelaki membalasnya.

Pasti semalam dia menggotong Marie yang tertidur. Dia letakkan Marie dengan hati-hati di atas futon dan dia selimuti dengan baik.

“Tampaknya pagi ini Marie-Chan bahagia sekali….” Kyoko tersenyum melihat muka cerah Marie yang masih agak-agak kusut itu.
“Ahahaha…. Sepertinya aku mimpi indah semalam”
“Mimpi tentang apa?”

“Tentang putri yang tersesat dan seorang samurai keren menuntunnya sampai pulang ke rumah” canda Marie, sambil menatap Yusuke. Yang ditatap hanya menggelengkan kepala saja sambil memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam tas.

“Mimpi yang terdengar seperti mimpi anak remaja” potong Kana.
“Setidaknya aku tidak sok tua seperti kamu….. Ah, aku ganti baju dulu kalau begitu… tolong ditutup pintu ke kamar sebelah ya?” senyum Marie ke Kana.

“Kamu saja sana”
“Eh, kok begitu…. Aku baru bangun nih….”

“Kan yang mau ganti baju dan bersiap-siap kamu…”

“Eh?” mendadak mereka bertiga kaget, karena Yusuke Kamiya bangkit dari duduknya dan menutup pintu yang membatasi antar kamar mereka itu. Kana dan Kyoko langsung saling menatap. Sepertinya ada yang aneh, pikir mereka. Mereka langsung menatap ke arah Marie dan menebarkan tatapan penuh curiga.

“Kalian semalam……”
“Apa?” tanya Marie sambil berdiri, menanggalkan yukatanya dan bersiap untuk ganti pakaian.
“Kalian sudah….”
“Sudah apa?”
“Sudah…”

“Sudah pacaran?” tanya Kana. “Belum. Tapi setidaknya, aku sedang berusaha untuk menjadi bukan orang lain untuk dia” lanjut Marie, tanpa mengindahkan muka bingung teman-temannya.

“Hei! Aku bisa dengar dari sini” teriak Yusuke dari kamar sebelah.
“Sengaja!” teriak Kana.

Sementara Marie tersenyum simpul, sambil membayangkan hari-hari esok yang indah, mengobrol, berkencan, dan menjadi orang yang dekat untuk Yusuke Kamiya.

Dan hari itu, Kyoko serta Kana, bertanya-tanya, apa yang terjadi di antara Yusuke dan Marie semalam. Mereka mungkin tidak akan pernah menyangka, bahwa yang terjadi semalam tadi, hanyalah dialog panjang antara mereka berdua, tapi sedikit demi sedikit, mereka berdua makin dekat, makin menuju ke arah yang mereka inginkan. Hanya tinggal waktu dan momen yang tepat, agar mereka berdua bisa melangkah lebih jauh lagi.

==================
==================


haruko10.jpg


Aku memperhatikan foto-foto yang ada di laptop Okasan, di ruang keluarga. Aku dan Okasan lagi-lagi cuma berdua di rumah. Papa manggung ke luar kota, aku lupa ke kota apa. Dan aku juga lupa, dia manggung atas nama Hantaman atau pribadi. Dan karena Papa gak ada di rumah, Eyang mungkin lebih seneng untuk tinggal sama Tante Ai di Bintaro, jadi tadi pagi, Eyang dijemput sama Tante Ai dan Om Zul.

“Ini berarti aku manggilnya….”
“Marie Ba-San…”

“Berarti yang ini Kana Ba-San ya?” tanyaku, sambil menunjuk ke foto 10 tahun lalu itu. Aku masih terlihat seperti balita, walau umurku lima tahun di foto itu. Mukaku tolol banget, pipiku gembil banget, dan aku keliatan lucu banget, digendong sama seseorang yang mukanya aku apal-apal enggak.

Itu salah satu sahabat Okasan, namanya Marie Taniguchi. Orangnya keliatannya periang banget, rambutnya sebahu, dan dicat coklat tua. Yang ada di kiri Okasan mukanya serius banget, keliatan dewasa banget, dan itu yang namanya Kana Mitsugi. Mereka bertiga keliatan cantik-cantik dan mukanya ceria banget, kalo kata Okasan, itu karena akhirnya mereka ketemu dengan aku, setelah sekian lama nunggu.

Dan sekarang, waktunya makin dekat. Makin dekat dengan aku ke Jepang lagi. Mereka bakal ketemu aku lagi di bentukku yang sekarang. Mereka masih gemes gak ya? Hahaha.

“Kalau yang ini siapa?” aku sudah menuju ke foto berikutnya, ada foto seorang lelaki sama Marie Ba-San, atau kalau di Indonesia dipanggilnya Tante Marie kali ya?
“Ini suaminya, Haruko”
“Oh….” aku ngangguk-ngangguk aja. “Berarti yang bareng sama Kana Ba-San ini suaminya dia ya?”

“Iya” senyum Okasan.

Tuh, entah kenapa di kepalaku selalu ada banyak pertanyaan setiap liat pasangan suami istri atau pasangan orang pacaran. Kayak gimana mereka ketemu, terus siapa yang nembak duluan, gimana kejadiannya, dan hal-hal semacam itu.

“Lucu” aku ngeliat anak bayi yang digendong sama Okasan. Itu anaknya Marie Ba-San, dan anaknya lucu banget.
“Sekarang sudah sekolah dasar pasti ya?” Okasan ngasih pertanyaan retoris ke aku yang aku gak bisa jawab pasti hahaha.

“Ma… Aku punya pertanyaan bodoh….”
“Apa itu Haruko?”

“Kenapa Mama nikah sama Papa? Alasannya apa? Aku tahu Mama perjuangannya gede banget untuk bisa tinggal di Indonesia, untuk jadi Warga Negara Indonesia, aku tau itu semua demi Papa, Mama udah sering cerita, Papa juga, Tante Ai juga…. Aku penasaran aja, apa sih yang bikin Mama dan Papa bareng?”

“Mama… Dari pertama bertemu dengan Papa, walau waktu itu Mama tidak bisa bahasanya… Indonesia maksud Mama…. Rasanya sangat nyaman… Ada perasaan kalau Mama akan terus dimanjakan oleh Papa…. Entah kenapa, dan waktu pertama bertemu, walau caranya kurang tepat… Tapi sebelumnya seperti ada firasat, kalau akan ada orang yang datang, menemui Mama dari jauh….” tawa Okasan.

Iya, aku pernah denger soal cerita itu. Papa mulangin Kyou Ji-San ke rumah / café milik keluarganya Okasan, terus dia ditawarin tidur di café nya. Pagi-paginya, pas Okasan mau beres-beres sebelum buka, dia liat Papa teronggok tidur di sana, dan dia kaget, sampe mau dipukul pake sapu. Dan katanya juga, gara-gara mesin kopi di café itu rusak, mereka berdua disuruh ngedate sama Kyou Ji-San.

Kalau aja mesin kopi di café itu gak rusak, gak akan ada aku. Okasan gak akan ada di Jakarta, dan semuanya gak bakalan ada. Gak bakal ada senyum ketiga orang itu, merayakan adanya aku dan kebersamaan Papa dan Okasan.

“Waktu itu…. Ke Jepang…..” aku ngeliat foto yang lain lagi, di situ ada foto Papa dan Okasan dalam baju tradisional pengantin Jepang.

“Ahaha… Papa kamu ingin kami menikah ala Jepang, padahal biayanya tinggi, Mama sudah larang, tapi katanya dia ingin menikah lagi pakai adat Jepang, jadi Mama mau bilang apa….. Akhirnya kita semua pergi ke Jepang…”

“Rame banget ya dulu, duh… Coba kalo aku masih inget….” kesalku.
“Semua ikut, bahkan sampai Bagas juga ikut…. Jonathan dan Shirley juga ikut, masih kecil semua… Lihat di foto yang itu” Okasan nunjuk ke salah satu thumbnail dan aku liat foto berikutnya. Aku ketawa kecil. Ada foto Shirley lagi nangis. Nangis jatuh terduduk di trotoar gitu, dan kakaknya malah nunjuk dia sambil ngetawain.

Kocak banget mereka berdua pas masih bocah, pas jaman sekarang mah, kok malah jadi ngeri.

“Dan ini…..” Aku nunjuk foto Om Stefan yang sedang ngegandeng seorang perempuan dengan muka yang enggan.
“Ah itu… Sudah lama juga Mama tak bertemu” senyumnya, sambil menekan thumbnail yang lain, agar fotonya berpindah. Aku menarik napas panjang, jadi malah mikirin soal Om Stefan.

“Eh?” aku kaget lihat foto berikutnya. “Auntie Zee dulu rambutnya sependek ini?” tanyaku sambil ngeliat dia yang dengan muka judes dan ogah-ogahannya. Dia lagi ngerokok di deket tong sampah sama Om Anin. Mereka kayaknya waktu itu belum punya anak, atau udah ya? Duh males ngitung waktunya. Tapi sampe sekarang mereka berdua masih ngerokok, heran deh.

“Ahaha… Lebih cocok rambut pendek ya, daripada sekarang?” tawa Okasan.
“Iya hehehehe”

Dan foto selanjutnya, adalah foto bertiga lagi, di sebuah restoran atau apa, yaitu Okasan, Kana Ba-San dan Marie Ba-San.

“Dulu mereka semua sejurusan ya sama Mama?” tanyaku.
“Tidak, Kana dulu mengambil restoran.. Yang cafetaria itu Mama dan Marie….”
“Ooo… Berarti, yang ngajarin Mama masak sampe jagoan itu Kana Ba-San ya?”

“Ah…”

Tunggu. Okasan mendadak diam. Dia tampak bingung, dan dia menarik napas dalam-dalam.

“Bukan, Haruko” jawabnya dengan senyumnya yang khas. Senyum yang khas kalau habis ngelayanin pelanggan. Senyum yang keliatannya udah diprogram.

“Mmm… Siapa dong… Aku dari kecil gak pernah liat foto Mama sama orang-orang lain selain temen-temen Mama ini…….” katanya bukan ibunya Okasan, dan kalo bukan Kana Ba-San yang ngajarin masak sampe jago, siapa lagi? Aku gak pernah liat orang lain lagi di foto-foto Okasan dari jaman dulu, bahkan dari jaman dia kuliah pun, walau ada fotonya, kayaknya cuman mereka bertiga aja yang keliatan deket.

“Ano, sebentar ya…. Mama mau ambil handphone” Okasan mendadak berdiri, terus pergi entah kemana, nyari handphonenya katanya. Aku bingung, duduk sendiri di ruang tengah dengan penuh pertanyaan.

Siapa yang ngajarin Okasan masak? Pertanyaan sesimpel itu aja kok kayak susah banget ya jawabnya. Dulu katanya temennya, tapi pas aku tanya temen yang mana, dia kok gak jawab? Malah menghindar?

Apa-apaan nih…. Dan aku, bener-bener jadi bingung dibuatnya. Bingung sama ibu sendiri. Apa orangnya jadi nyebelin? Apa orangnya ilang? Apa gimana? Apa mantan pacar? Duh. Gak berani mikir ke mana-mana deh. Diem dulu aja, suasananya jadi agak gak enak gini.

Yang penting, mungkin aku bisa cari jawabannya di Jepang nanti, pas ke sana beneran, dan cari tau dengan mata kepalaku sendiri, siapa orang yang bertanggung jawab bikin masakan Okasan jadi super itu.

Dan pasti bakal ketemu. Aku yakin banget.

Aminin dulu deh, Amin!

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
CAST PART 39

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Kyoko Kaede (19)
- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Hiroshi Tanabe (19), pacarnya Kyoko, teman di Senmon Gakkou

- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra

Glossary :


Okasan : Ibu
Obasan / Ba-San : Tante / Bibi
Ojisan / Ji-San : Paman / Om
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Nah ini dia yang di tunggu , kenapa kyoko bisa pisahan ... Padahal mesra banget dan dari usia belasan tahun kan pacarannya .... Pasti kyoko sedih banget tuh pas putusnya ...
 
Ntar malem jadwal apdet ya :D

Selamat bersenang2 di weekend ini
Jadi gak sabar pengen ke Jepang

Haruko nya atau malah Kyoko nya ya :D

  1. Konflik Ai dgn Arya blm selesai
  2. Misteriusnya Mas Efan blm selesai juga
Ane mah gak sabar nunggu apdetannya yg mana tau salah satu konflik bisa selesai. :beer:
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 40
(my mom's first love)

------------------------------

haruko10.jpg

“Ngelamun aja”
“Eh….” Aku lagi di teras studio nya Papa, sambil nerawang ke arah dapur, ngeliat Okasan masak di sana. Dan yang negur aku itu Tante Anggia. Dan aku sedikit beruntung karena dia yang negur aku, bukan anak-anaknya. Si Tante cantik ini duduk di sebelahku, sambil ngeliat ke arah yang sama.

“Ngeliatin Mama?”
“Iya….”
“Kayak lagi mikir kamu…”
“Ah, enggak ah hahahahaha” jawabku garing. Iya, sebenernya aku lagi mikir.

“Soalnya aku gak pernah liat Haruko mukanya kayak gini, jadi pasti lagi mikir” senyumnya. Dan aku juga beruntung karena anak-anaknya gak ada. Soalnya kalo ada, Tante Anggia pasti jadi senewen terus. Dan kebetulan banget juga lagi gak ada Om Rendy. Dia sama Papa lagi jalan balik dari luar kota. Ternyata waktu Papa pergi manggung kemaren, Om Rendy ikut, buat bikin video tur nya Hantaman.

Tante Anggia nunggu di rumahku, buat ngejemput suaminya. Kita gak tau mereka dari luar kota pake mobil siapa, tapi biasanya sih pake mobil Om Stefan.

“Nhh…” aku narik napas panjang banget. Tante Anggia senyum dan natap mukaku dalam-dalam.

“Kamu mikirin apa sih…. Boleh nebak gak?”
“Apa emangnya….”
“Cowok?”
“Eh? Bukan Tante…”

“Kirain… Anak segede kamu kan, isi kepalanya cowok doang biasanya, kayak si Shirley tuh… Heran tu anak bocah… Tampang masih anak-anak gitu gampang banget ganti cowok kayaknya” iya, ngeri kok Tante, aku juga kalo punya anak kayak gitu pasti pusing.

“Hehehehehehehehe” aku ketawa sambil nyengir.
“Ngeliatin mama kamu muluk… Masa mikirin dia sih?”
“Aaahh… Ya gitu kali ya…. Emang lagi mikirin Mama sih…..”

“Kenapa Mama kamu? Kayak ga ada yang salah ama dia….” senyum Tante Anggia.
“Ah… Apa ya… Ga tau deh” tepat gak ya kalo aku ngomongin hal kayak gini sama Tante Anggia? Dia bukan Tante Ai yang biasa banyak aku curhatin dan obrolin soal banyak hal.

“Hahaha… Sini cerita aja, kenapa, berantem ama Mama? Aku kan sering berantem sama Jonathan dan Shirley, jadi mungkin bisa bantu kalo itu masalahnya……” Err… Bukan berantem sama mereka kali Tante, mereka mah gak akan mungkin berani ngelawan… Yang ada mah Tante yang marahin mereka dan merekanya diem doang, menerima apapun jenis nasihat dan hukuman yang Tante berikan kali.

“Bukan, aku cuma…. Yah, Mama kan pinter banget masak ya?”
“Banget… masakan Kyoko tuh nomer satu di dunia, masakan nyokapku aja kalah” canda Tante Anggia.
“Hahahaha…. Anyway…. Aku punya pertanyaan bodoh di kepala sih……”
“Pa’an?”

“Aku kok kayak curiga, yang ngajarin Mama masak dulu itu mantan pacarnya Mama…….” Ucapku lemas.
“Oh, emang kenapa gitu?”

“Eh?”
“Kok eh?”

“Engga…. Gak tau aja, aku gak nyaman mikirin Mama sama laki-laki lain pernah deket atau gimanaaa gitu……” jawabku.

“Haduh… Pengen banget punya anak kayak kamu….. Yang polos gitu…. Kalo Jonathan sama Shirley mah…. Hadeh……” Tante Anggia kerutnya keliatannya makin nambah. Tapi tetep cantik kok Tante, suer, hehe. “Jadi, gini…. Punya mantan pacar itu biasa kali…. Coba kamu tebak, mantanku sebelum Rendy itu ada berapa?”

“Lho, kok aku disuruh nebak?”
“Tebak aja….” Senyum Tante Anggia. Ya, senyum yang jarang banget keliatan kalo ada di deket anak-anaknya yang bikin stress itu.

“Nnn…. Dua?”
“Ahhahahahahahahahaha”
“Salah ya? Tiga deh….” Tebakku asal.

“Duh…. Bentar” dia masih ketawa, kayaknya lucu banget liat aku clueless kayak gitu.
“Abis berapa…..”
“Lebih dari sepuluh”

“APA?”

“Gak usah kaget gitu dong…. Hahahahahaha….”
“Banyak banget………………” aku pusing sendiri. Beneran pusing sendiri. Aku gak kebayang ada orang pacaran sama banyak orang kayak gitu. Pusing pasti.

“Gini ya, namanya hidup, kita kan selalu berusaha yang terbaik sama orang-orang di sekitar kita… Jaman dulu aku juga gitu, ada beberapa pacar yang keliatannya cocok buat jadi suami, ya aku seriusin… Ada juga yang keliatannya asik nih anaknya, pengen deket sama dia… Ada juga… Tapi… dari semuanya, enak gak enak, selalu aku ambil pelajaran….. Ya kayak mama kamu mungkin, dia belajar masak sama mantan pacarnya, nah, dia jadi bisa aplikasiin ilmu itu ke keluarganya sekarang kan?”

“Ennn…. Iya sih” aku berusaha mikir. Ngambil pelajaran dari mantan-mantan pacar. Konsep yang baru untukku.
“Dulu ada mantanku jago masak banget, anak orang tajir, aku belajar masak dari dia, untung brengsek sih anaknya, jadi gak kawin sama doi ahhahahaha….”

“Hooo…” bentar, aku masih harus ngebiasain diri dengan konsep semacam ini.
“Ada juga sih, yang bener-bener ngajarin aku buat sayang sama orang….”
“Wah… sampe bisa ngambil pelajaran kayak gitu ya Tante?”

“Iya, duh… Kamu polos banget sih lucu… Sini aku peluk, kamu jadi anakku aja deh” Tante Anggia mendadak meluk aku dan aku gak bisa ngehindar lagi. Aku terpaksa senyum awkward sambil nerima pelukan dari dia. “Oh iya, orang yang ngajarin aku buat sayang sama orang yang bener-bener aku cinta itu bukan pacar lho” bisiknya.

“Temen?”
“Ya…. Bisa dibilang gitu, tapi buatku, dia lebih dari temen dan lebih dari pacar. Harusnya aku nikah sama dia aja kali ya? Tapi gak mungkin, haha… Soalnya kita sama-sama sayang sama orang yang beda….” Dia ngejulurin lidahnya, ke aku. Entah kenapa. Rasanya Tante Anggia kayak ngebagi rahasianya yang dalem sama aku. Dan aku cuma bisa meringis aja sambil mencerna ini semua.

“Oh dan satu lagi…..” dia mendadak inget sama apa, aku gak tau. “Setiap orang punya masa lalu. Mamamu pasti punya masa lalu yang kamu suka ataupun enggak. Kalau kamu ngerasa aneh, mama kamu punya mantan pacar yang ngajarin masak, coba liat Papa kamu. Mau mantannya mama kamu sebanyak apapun, tetep disayang kan?”

“Iya sih…”
“Kita harus ngehargain masa lalu orang. Jangan dianggap aneh. Apalagi ibu sendiri…. Ya gak?”
“Iya”

“Kecuali kalo selingkuh ya, hahaha.. aku gak akan maafin kalo pasanganku selingkuh” bisik Tante Anggia. Aku cuma meringis aja, dan di waktu yang tepat, sebuah mobil masuk ke parkiran rumah. Gak berapa lama, beberapa orang mulai muncul.

“PAPA!” Aku berdiri, menyambut Papaku yang mukanya capek banget. Dia langsung nyamperin aku terus ngacak-ngacak rambutku, sambil nyiumin rambutku.

“Kangen?”
“Kangen dong” aku tersenyum simpul.

“Lama amat sih di jalan” mendadak suara ketus tante Anggia merusak kenyamanan yang ada.
“Hehe, biasa, rada macet tadi….” jawab suaminya.
“Kalo lelet gini pasti kamu yang nyetir” dia bersungut-sungut ke arah om Rendy.

“Enggak kok, aku gak nyetir, mana mau Stefan mobilnya disetirin selain nyetir sendiri atau disetirin sama almarhum Mang Ujang?”
“Kalo lama nyampenya itu ngabarin dong, jangan diem-diem aja, gimana sih” ahaha, Tante Anggia balik lagi ke mode ngambek-ngambek. Papa cuman senyum dan dia masuk ke dalem, ke arah dapur buat nemuin Mama.

“Udah, yuk, pulang!” bentak Tante Anggia ke Om Rendy.
“Bentar aku ngambil barang dulu terus mau ke WC dulu….”
“Kalo mau ke WC di rumah aja ah, suka lama kamu” ketusnya.
“Bentar kok…. Ya?” Om Rendy cuman senyum, dan dia berlalu, ngambil barangnya di mobil Om Stefan.

“Haha” Tante Anggia mendadak senyum kecil. “Gitu-gitu juga, ya… Itu orang yang paling aku sayang di dunia” dia bisik-bisik ke aku. “Cuman gak tau kenapa, enak aja kalo ngambek-ngambek sama dia” tawanya, dan dia lalu berlalu ke dalam rumah.

Aku cuma bisa melongo. Apa-apaan tadi itu….. Bingung, sumpah. Kayaknya butuh waktu buatku mencerna itu semua.

==================
==================


b6c7e410.jpg

“Apa-apaan ini?” tanya Kana ke Okubo.
“Sedikit eksperimen” bisik sang lelaki ke sang wanita.
“Aku merasa tidak nyaman….” Balas Kana.

Kana berbaring telanjang di atas kasur, dengan tangan terikat sebuah borgol. Tangannya dengan tidak nyaman terikat di belakang badannya. Hari ini adalah hari pertama dia bertemu Okubo setelah liburan golden week. Dan dia agak menyesali, kenapa dia menurut ketika Okubo memborgol tangannya. Dia pikir, malam ini akan hanya ada seks yang biasa saja.

Mata Kana ditutup oleh penutup mata yang biasa digunakan oleh orang-orang yang mau tidur di tempat umum seperti kereta atau pesawat terbang. Dan dia tidak tahu, Okubo sedang berbuat apa.

“Aku butuh sedikit excitement” bisik Okubo.
“Setidaknya kamu harus memberitahuku apa yang akan kamu lakukan malam ini….”
“Justru di situ menariknya. Kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi malam ini…. Semuanya kejutan”
“Aku tidak nyaman dengan kejutan”

“Dibiasakan saja mulai sekarang”
“Ahh…” Kana meringis, merasakan ada stimulasi jari tangan di area kewanitaannya. Jujur, walau dia merasa tak nyaman karena dia tidak bisa melihat dan tangannya terikat, dia ternyata merasakan excitement yang berlebih ketika jari Okubo mencoba untuk memberikannya kenikmatan.

Jari telunjuk itu masuk ke dalam tubuh Kana, dan badannya sedikit mengejang. Napasnya tidak teratur, karena dia tidak bisa mengontrol tubuhnya. Sensasi misterius dari mata yang tertutup dan tangan yang terikat membuat gerakan jari di area privat Kana terasa lebih merangsang.

“Nnnnn… Ah!” Badannya sedikit menggelinjang, ada rasa nikmat yang merambat dari bawah sana, menuju kepalanya. Dia merasakan pipinya bersemu merah, karena menurutnya situasi seperti ini memalukan. Dia tidak punya kontrol atas badannya dan dia tidak punya kontrol atas apapun yang akan dilakukan oleh Okubo.

“Mmmm…”
“Enngg..” Kana meringis. Dia merasakan lidah Okubo ada di putingnya. Tangan Okubo yang satunya sedang meremas buah dada Kana. Kana berusaha meronta, dan dia berusaha untuk tidak terlalu berisik. Kalau bisa dan boleh, dia tentu akan berteriak dan mengerang sekeras-kerasnya. Stimulasinya terlalu gila. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tapi badannya sedang dijajah dengan sebegitu ganasnya oleh Okubo.

Napas kana terasa sangat-sangat berat. Konsentrasinya hilang, dan dia kaget, karena rangsangan di buah dadanya hilang. Dia menggunakan kesempatan itu untuk bernapas dengan baik.

“Nng!!”

Ada benda yang tak asing, sedang menjelajahi bibir area pribadi Kana. Lidah Okubo sedang bermain-main. Dia diam, berusaha menahan rangsangan dari perlakuan Okubo. Lidahnya berputar-putar, dan jari Okubo juga bermain. Badan Kana sungguh tegang, dia belum pernah merasakan sensasi seperti ini. Dia yang terlalu perhitungan atas semua gerakannya, kini terjebak di tengah permainan misterius Okubo.

“Aaaahhnnnngg…….” Kana mengerang dengan lemas, badannya menegang dan mendadak jadi lemas.

“Baru begitu saja sudah puas?” bisik Okubo. Kana hanya bisa bernapas, karena dia sudah mencapai orgasmenya yang pertama malam ini.
“Lepas….” Bisik Kana.
“Kenapa?”

“Aku… Lepas pokoknya….”
“Kenapa?”
“Aku tidak nyaman…”
“Tidak nyaman tapi tadi sudah orgasme?”
“Lepas… Aku tidak nyaman……. Bisa tidak kita melakukannya seperti biasa saja?” pinta Kana, setengah memohon, dan dia bisa merasakan tangan Okubo meremas-remas dadanya dengan perlahan, sambil memposisikan badan Kana entah ke arah mana. “Hei…. Aku mau diapakan? Atsushi?”

“Kamu akan menikmatinya”
“Menikmati apa? Ah!” Kana mengerang tanpa suara, dia meringis karena ada benda yang masuk ke dalam area kewanitaannya.

“Atsushi… Ah… Pengaman… Pakai… Jangan seperti ini… Ah…. Jangan……………” kelamin Okubo sudah masuk ke dalam tubuh Kana, tanpa pengaman. Kana meronta, tapi dia tidak kuasa karena kakinya dipegangi oleh tangan Okubo. Dia benar-benar tidak kuasa, karena sensasi bercinta tanpa pengaman memang beda. Tapi gawatnya, di sisi lain, Kana benar-benar khawatir karena mereka sekarang melakukannya tanpa pengaman.

“Yamete.. Ah…. Jangan seperti ini…….” Kana benar-benar tidak suka melakukannya tanpa pengaman. Dia jadi curiga, jangan-jangan ini adalah trik dari Okubo agar mereka bisa bercinta tanpa kondom. Kekhawatiran timbul di dalam hati Kana. Dia takut Okubo mengeluarkannya di dalam. Kana benar-benar tidak ingin hamil untuk saat ini, kalau itu terjadi. Pikirannya berkelana ke mana-mana, dan dia jadi paranoid karenanya.

Somehow, perasaan paranoid itu malah menjadikan seks yang mereka lakukan sekarang memiliki excitement tersendiri. Gerakan Okubo yang sekarang jadi liar, di dalam tubuh Kana, membuat Kana mati-matian menahan suaranya agar tidak keluar. Dia hanya bisa mendesah dan mengerang pelan.

“Jangan… Ah… Sudah…. Ahnn….. Ah…..” protes Kana hanya membuat Okubo semakin bersemangat menggagahi Kana. Dia menggerakkan badannya dengan liar, Kana hanya bisa diam, sambil membuat suara-suara berisik yang terpaksa keluar dari mulutnya karena dia tidak bisa menahannya lagi.

Dia khawatir karena Okubo tampaknya makin bersemangat. Dia benar-benar takut, kalau Okubo mengeluarkannya di dalam.

“Atsushi… Sudah.. Nanti… Ah!” Okubo mencabut kelaminnya dari badan Kana. “Nnn!!!” Kana merasakan ada sesuatu yang hangat, mengalir deras di mukanya. Kana meringis dan berusaha agar cairan yang keluar dari tubuh Okubo itu tidak ada yang masuk ke dalam mulutnya. Tapi terlambat, dan dia merasakan rasa yang membuat indra pengecapnya tidak nyaman.

“Ah… Apa-apaan ini…. Kenapa kamu melakukan ini? Lepaskan aku………..” Kana merasa tidak nyaman, dalam posisi terikat seperti itu, dan mukanya berlumur sperma Okubo. “Atsushi… Lepaskan…….”

“Kenapa buru-buru……” Bisik Okubo.
“Jangan perlakukan aku seperti ini…… ini benar-benar tidak nyaman…..”
“Malam ini belum berakhir, Kana-Chan, ini baru mulai”

“Lepaskan….. Aku tidak suka melakukannya dengan cara seperti ini……. Onegai…..”
“Nanti…. Sekarang aku ingin membuat badanmu merasakan sensasi yang gila dulu…….”
“Bersihkan mukaku… Tolong.. Aku tidak nyaman….. Aaahhnn….” Jari Okubo kembali meraba kemaluan Kana.

“Sudah kubilang, ini baru mulai……. Tenang saja.. Kamu aman bersamaku…..”

Sepertinya, malam itu akan jadi malam yang paling panjang dalam sejarah hidup Kana yang berurusan dengan seks. Dan Kana terpaksa menjalaninya, karena dia tidak punya pilihan lain malam itu. Tapi di dalam hatinya, sebagai orang yang memiliki pride tinggi, dia sedang memutar otak, bagaimana cara membalas perlakuan Okubo malam itu kepada dirinya.

Setidaknya, dia ingin membuat Okubo menyesal. Menyesal atas apa yang dia perbuat malam ini. Dan Kana pasti akan menunggu-nunggu saat itu tiba.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

“Ohayo!” sapa Marie pagi itu saat dia bangun dari tidurnya. Tentu saja dia tidak mengucapkan salam untuk siapapun. Dia hanya ingin memulai harinya dengan positif, karena hari itu hari Sabtu. Dan di hari Sabtu itu, dia sore nanti sudah berjanji untuk menonton Maria’s Mantra yang akan manggung di Koenji, salah satu sudut Tokyo yang hip.

Dia bangkit, dan mengganti pakaian tidurnya dengan t-shirt, sweater tipis, dan celana jeans. Dia lalu melempar pakaian tidurnya dengan asal ke atas futon. Dia membuka pintu kamarnya dan bergegas menuju kamar mandi, untuk mencuci muka dan gosok gigi.

Budaya mandi orang Jepang memang unik. Mereka rata-rata hanya mandi sehari sekali, yakni di malam hari setelah semua kegiatan selesai. Di pagi hari, mereka hanya cuci muka dan sikat gigi. Tak bisa disalahkan juga karena udara di sana bersih dan tidak lembap. Jadi tampaknya tidak ada yang salah dengan budaya tersebut.

Setelah selesai bersiap-siap, Marie mengambil handphonenya dan dompetnya. Dia akan pergi ke minimarket, membeli minuman dan makanan untuk sarapan. Dia membuka pintu apartemennya dan dia merasakan udara nyaman musim semi. Musim panas sebentar lagi datang, dan dia selalu senang membayangkan musim panas. Itu karena musim panas tahun lalu, Hiroshi dan Kyoko resmi menjadi sepasang kekasih, dan dia cukup senang dengan kenyataan itu.

Marie berjalan dengan langkah pelan dan pasti di koridor apartemen kecil itu, dan dia menatap ke pintu di sebelah apartemennya. Apartemennya Okubo. Atsushi Okubo, pria yang berhubungan khusus dengan Kana itu. Walaupun mereka berdua pacaran, tapi sepertinya mereka berdua jarang berkencan. Dari cerita-cerita Kana, kegiatan mereka banyak dihabiskan di ruangan tertutup saja. Di luar apartemen, paling hanya makan atau sekadar minum kopi di café, tidak ada kegiatan menarik seperti menonton konser ala Hiroshi dan Kyoko.

Tidak juga mengobrol panjang lebar sampai lupa waktu di taman seperti Yusuke dan Marie, walau mereka berdua sampai sekarang belum menyandang status pacar.

Mungkin pacaran ala “orang dewasa” membosankan, pikir Marie sambil senyum. Dan sekarang weekend, jadi pasti tidak ada orang di dalam apartemen itu. Kadang dia memang suka meledek Kana, kalau dia berpapasan dengannya di Apartemen itu.

Langkah Marie sudah sampai ke tangga, dan dia berpapasan dengan seseorang perempuan.

“Ah, sumimasen…” Marie menunduk saat dia merasa menghalangi jalan sang perempuan. Perempuan tersebut sedang naik ke atas, ke lantai tempat unit apartemen Marie berada. Perempuan itu tersenyum balik dengan manisnya. Auranya menenangkan. Rambutnya ikal, panjang, dengan warna coklat tua yang sudah memudar. Dia mengenakan atasan berwarna kalem dan rok panjang gelap. Dia membawa tas kecil di tangannya dan sebuah kantung plasitk besar. Sepertinya dia baru belanja kebutuhan sehari-hari.

Usianya kira-kira pertengahan dua puluhan. Dia terlihat begitu cantik.

Marie turun ke bawah dan dia membiarkan perempuan itu berjalan di koridor apartemen. Mendadak Marie diam. Tunggu, siapa tadi? Perasaan dia mengenal semua penghuni di apartemen kecil itu. Siapa ya? Marie mendadak melangkah mundur dan mengintip dari bibir tangga ke arah koridor.

Perempuan itu sedang mengeluarkan kunci apartemen dari tas kecilnya.

“Eh?” Marie melongo saat perempuan itu masuk ke dalam pintu apartemen, yang berada tepat di sebelah apartemen Marie.

Unitnya Okubo? Tunggu…. Bukannya harusnya tidak ada orang di sana? Siapa orang itu? Apakah Okubo tidak pulang ke Gunma? Siapa itu?

Marie bingung. Dia mencoba meyakinkan dirinya, bahwa dia salah lihat. Mungkin perempuan tadi masuk ke pintu yang lain, bukan unit apartemen Okubo. Tapi mau dilihat dari sudut manapun, dan dipikirkan sekeras apapun, pintu yang dimasuki oleh perempuan tadi adalah pintu-nya Okubo.

Apa-apaan ini? Marie tanpa sadar langsung membuka handphone flipnya dan dia menekan nomor yang familiar untuknya.

“Moshi-moshi….” Tak lama kemudian telponnya tersambung. “Kana… Kita sepertinya harus bicara…….”

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Bimabet
CAST PART 40

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Arya / Achmad Ariadi Gunawan (48) Sang Ayah, Suami dari Kyoko
- Kyoko Kaede (48) Sang Ibu, Istri dari Arya

- Anggia / Josephine Anggia Tan (46) Adik kelas Arya sewaktu kuliah dulu, dan Istrinya Rendy
- Rendy Akbar (48) teman kuliah Arya yang bekerja sebagai editor / sutradara, Suaminya Anggia

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg


- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Atsushi Okubo (25) Tetangga Marie, menjalin hubungan khusus dengan Kana, pekerja kantoran.

Glossary :


Ohayo : Selamat Pagi (casual)
Yamete : Hentikan
Onegai : Tolong
Moshi - Moshi : Halo
Okasan : Ibu
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd