racebannon
Guru Besar Semprot
- Daftar
- 8 Nov 2010
- Post
- 2.074
- Like diterima
- 16.693
OKASAN NO HATSU KOI – PART 48
(my mom's first love)
------------------------------
“Hmph”
Kyoko tidak bisa tidur malam itu. Lusa adalah pernikahannya Tecchan. Dan Kyoko tidak berhenti membayangkan Mi-Chan yang atletis terlihat anggun dengan gaun yang lucu dan potongan rambut pendeknya. Primadona klub basket Putri, Mi-Chan. Perempuan yang selalu menempel ke Hiroshi dari dulu, Mi-Chan. Perempuan yang tidak pernah Hiroshi ceritakan secara detail, Mi-Chan. Dia kesal menatap kenyataan, bahwa Mi-Chan adalah bagian yang terlihat penting di dalam hidup Hiroshi.
Acara reuni sudah selesai berjam-jam lalu. Dan dia tidak bisa melihat Hiroshi sama lagi, apalagi setelah dia mencuri dengar percakapan dua orang yang sedang merokok itu.
“Haha, kalau mereka jadi kuliah di Tokyo bareng, mereka pasti pacaran, tinggal bareng, lalu menikah…. “
Sumpah, Kyoko tidak bisa tidur karena kata-kata mereka. Benarkah Hiroshi tidak pernah ada apa-apa dengan Mi-Chan? Benarkah mereka berdua hanya teman saja? Teman akrab dari kecil? Kenapa Hiroshi begitu sedikit sekali menceritakan apapun soal Mi-Chan? Cuma sepatah dua patah kalimat saja? Cuma bercerita soal teman main basket one on one. Itu saja. Namanya bahkan tidak disebutkan sama sekali.
Entah, pikirannya berputar-putar, dan dia hanya bisa berguling-guling di kasur kamar Hiroshi, membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak ia bayangkan. Dan di tengah malam itu, dia bangkit dan menatap ke sekeliling ruangan. Tidak, dia tidak bisa tidur sama sekali.
Kyoko berjalan menuju jendela dan memperhatikan bulan yang terang malam itu. Ibaraki di tengah malam begitu tenang, dengan suara deburan ombak yang terdengar sayup-sayup dari lantai dua rumah Hiroshi. Dia melihat ombak dipermainkan oleh angin dan disinari oleh bulan yang temaram.
Tunggu.
Kenapa ada cahaya kelap kelip di bawah sana. Kyoko mengalihkan perhatiannya ke bawah dan dia melihat ada cahaya kembang api di halaman belakang rumah Hiroshi. Siapa yang masih bangun jam segini? Hiroshi? Ayahnya? Tapi siapapun itu, Kyoko jadi penasaran. Untuk apa siapapun itu menyalakan kembang api malam-malam?
Kyoko mengambil pakaian dalamnya, dan dia segera memakainya di balik baju tidurnya. Dan agar dia terlindung dari angin malam, dia memakai cardigan tipis sebelum keluar ke halaman belakang. Pelan-pelan ia membuka pintu dan meniti tangga turun, dan dia bergerak ke arah dapur rumah Hiroshi. Oh, pintu ke halaman belakang tidak terkunci.
“Ojisan?”
“Konbanwa” jawab Ryuunosuke Tanabe, sambil menatap ke arah langit malam yang cerah. Dia duduk di kursi lipat yang biasa digunakan untuk memancing, dengan kembang api kecil di tangan kanannya dan rokok di tangan kirinya.
“Belum tidur, Kyoko-Chan?” tanya ayahnya Hiroshi.
“Tidak bisa tidur…..” Kyoko berdiri dengan canggungnya sambil memeluk badannya sendiri.
“Bangunkan saja anakku, dia tidur di sofa ruang tengah…. Kalau kamu butuh dia untuk menemanimu di kamar, aku pura-pura tidak tahu ya” seringainya, setengah bercanda.
“Tidak usah” jawab Kyoko, tersenyum kecil.
“Kenapa kamu tidak bisa tidur?” dia menghisap rokoknya dalam-dalam. Kembang apinya sudah mati, dan dia melemparnya ke tong sampah.
“Entahlah” dia ingin bicara soal Mi-Chan yang mengganggu pikirannya, tapi tentu saja ayahnya Hiroshi sudah kenal Mi-Chan lebih lama dari dirinya. Tentu pikiran-pikirannya yang mengganggu akan dianggap sepele. Atau malah ayahnya Hiroshi lebih ingin anaknya bersama dengan Mi-Chan?
“Kalau kamu memikirkan hal-hal yang buruk, sampai tidak bisa tidur, artinya itu harus dibicarakan”
“Ah.. Haha…. Tapi…”
“Ya, paham, pasti sesuatu itu personal kalau kamu sulit mengatakannya”
“……..” Kyoko terdiam. Mendadak Ryuunosuke Tanabe berdiri, sambil menghisap rokok dengan nyamannya.
“Duduklah, kamu pasti pegal”
“Eh?”
“Duduk” bapak-bapak yang biasanya selalu mesum itu menunjuk kursi lipat itu, dan Kyoko menurut. Perlahan dia merayap ke arah kursi lipat itu dan dia duduk manis disana.
“Ojisan sendiri, kenapa tidak tidur?”
“Aku memang selalu susah tidur…. Pekerjaan yang berat di restoran dan segala macam urusan menjadi seorang ayah, selalu membuatku terlalu banyak berpikir” dia menghisap rokoknya lagi dengan nikmatnya. “Nanti, kalau kamu jadi orang tua, pasti kamu akan banyak memikirkan hal-hal yang sulit tentang anakmu”
“….” wah, Kyoko agak sedikit merasa amazed. Dia tidak tahu kalau Ryuunosuke Tanabe juga punya sisi serius seperti ini.
“Katanya Hiroshi sering datang ke rumahmu ya? Mengajarkan masak?”
“Iya…. Tadinya untuk keperluan kuliah, lama-lama itu jadi kebiasaaan dan aku belajar hal baru setiap dia datang” jawab Kyoko.
“Anak itu, selalu saja…”
“Kenapa dengan dia”
“Intinya, kalau kamu bersama dengan Hiroshi, kamu tidak usah khawatir….. Dia pasti akan seratus persen menyayangimu dan memanjakanmu terus-terusan…….”
“Eh?”
“Hiroshi seperti ibunya. Dia benar-benar ramah dan hangat pada semua orang, apalagi keluarga, dan tentunya pasti pacar…. Sewaktu dia pertama pacaran denganmu, kamu tidak tahu saja hampir setiap hari dia telpon ke rumah, dengan bangganya, cerita soal kamu ke ibunya” tawa Ryuunosuke Tanabe. “Dan ketika dia pulang kampung ketika tahun baru, isi ceritanya cuma kamu saja, sampai-sampai kami muak dibuatnya”
“Ah…” Kyoko menatap wajah ayahnya Hiroshi, sampai-sampai dia merasa tidak percaya akan itu.
“Jadi kalau malam ini kamu tidak bisa tidur, tentu bukan Hiroshi kan yang jadi pikiran kamu?”
“Mungkin” senyum Kyoko.
Benarkah Hiroshi? Benarkah kamu sebegitu sayangnya pada Kyoko? Tapi kenapa dia tidak cerita apapun soal Mi-Chan? Kenapa? Dan kenapa setiap melihat Mi-Chan, Kyoko selalu merasa tidak nyaman, cemburu dan lain sebagainya?
Mungkin, dia besok akan mencoba mengklarifikasikan perasaannya ke Hiroshi. Kalau memang Hiroshi sesayang itu pada Kyoko, pasti dia tidak akan berkeberatan menjelaskan apapun soal Mi-Chan dan bercerita lebih banyak lagi kepada pacarnya.
“Senyum-senyum sendiri……. Kalau kamu mau melakukannya malam ini, tarik saja Hiroshi ke kamar…. Tapi gunakan pengaman ya… Nanti seperti Tecchan” canda mesum ayahnya Hiroshi, sambil membakar rokok.
“Ojisan!” yang benar saja, Kyoko sama sekali tidak kepikiran untuk sembunyi-sembunyi bermesraan saat menginap di rumah pacarnya.
Dasar Ojisan mesum, habis berkata-kata manis, berikutnya bercanda yang tidak-tidak. Mengesalkan.
------------------------------
------------------------------
------------------------------
Pagi itu, suasana hati Kyoko lebih baik. Berkat ayahnya Hiroshi, dia jadi bisa berpikir lebih positif soal Hiroshi. Walau dia masih bertanya-tanya soal siapa dan apa tentang Mi-Chan, setidaknya pagi ini Kyoko bisa membantu Hiroshi memasak sarapan di dapur dengan tenang.
“Lucu melihat kalian berdua, seperti pasangan suami istri muda” tawa Junko Tanabe yang duduk manis, melihat anaknya dan pacar anaknya berjibaku di dapur untuk membuat sarapan. Sedangkan Ryuunosuke Tanabe, sang ayah dari tadi tampak sibuk di ruang tengah, berjibaku dengan catatan dan telpon.
Kyoko tersenyum dan menatap Hiroshi. Setidaknya hari ini tidak ada urusan apapun dengan Mi-Chan, jadi dia bisa sedikit banyak menahan perasaan tak nyamanya akan keberadaan perempuan itu.
Kyoko sedang sibuk memeriksa apakah sup miso pagi itu sudah siap, sedangkan Hiroshi hanya menumis sosis yang ia potong-potong berbentuk gurita. Sarapan pagi yang sederhana untuk memulai hari. Dan sebenarnya, mereka berdua juga menyiapkan bekal untuk siang ini, mereka akan eksplor Ibaraki lagi berdua, setelah mengantarkan ayah Hiroshi ke restoran dengan mobil mungil itu.
“Hiroshi!”
“Ya?” Hiroshi menengok ke arah suara datang. Rupanya sang ayah memanggilnya.
“Hari ini kamu terpaksa jadi pegawaiku”
“Eh?”
“Hide tidak masuk, katanya sakit atau apakah entahlah…. Siap-siap, habis sarapan kita langsung jalan…. Banyak reservasi hari ini, dia memilih tanggal yang kurang baik untuk tidak masuk kerja” kesal sang ayah.
Kyoko menatap muka Hiroshi yang kecewa.
“Ah, sial” Hiroshi menatap muka Kyoko dengan perasaan menyesal. Hide Nagatoro, sang rottiseur restoran itu, tidak masuk kerja dan ayahnya meminta Hiroshi untuk menggantikan posisi orang itu hari ini.
“Mau bagaimana lagi….” Kyoko menatap Hiroshi dengan muka sok sabar, walaupun sebenarnya dalam hati dia ingin marah-marah.
Bagaimana tidak, setelah beberapa hari yang tidak nyaman akibat keberadaan Mi-Chan, semalam tadi ayahnya Hiroshi sepertinya mampu membuat suasana hati Kyoko membaik. Dan ketika keadaan sudah membaik, ternyata Hiroshi tidak bisa bertamasya berduaan saja dengan Kyoko hari ini.
“Hari ini padahal mau ke akuarium, sayang sekali” keluh Hiroshi.
“Nanti malam kami semua pergi dari rumah deh, jadi kamu bisa berduaan dengan pacarmu bebas” balas sang ayah, sambil bercanda.
“Oyaji….” Kesal Hiroshi sambil tetap menumis sosis. Tapi dia tidak menolak. Mau bagaimana lagi, dia harus membantu ayahnya dan dia punya keahlian yang dibutuhkan.
“Tidak apa-apa, toh masih banyak waktu kan untuk kita” Kyoko menepuk bahu Hiroshi, mencoba menahan perasaan kesalnya.
“Yasudah….. Akuarium bisa kapan-kapan”
“Dan di Tokyo banyak akuarium bagus”
“Maaf ya”
“Tidak apa-apa”
“Cium… Cium… Cium…” ledek ayahnya Hiroshi sambil bertepuk tangan. Hiroshi hanya menatap ayahnya, menyipitkan mata, seperti mengutuk dalam hati, karena rencananya berpacaran hari ini gagal.
------------------------------
Tak ada pilihan lain, Kyoko sedang di ruang tengah bersama dua adik Hiroshi. Kyoko membantu mereka dan mengawasi mereka mengerjakan tugas musim panas. Sementara Junko Tanabe, sedang sibuk mengerjakan urusan rumah, seperti mengurus laundry, memasak makan siang untuk mereka, dan lain sebagainya.
Walau tidak jadi pergi ke akuarium, setidaknya Kyoko jadi punya quality time dengan adik-adiknya Hiroshi yang sopan-sopan dan ramah-ramah ini.
“Ting Tong!”
“Bel, Takashi… Buka sana”
“Ah, baiklah….” Takashi menuruti perintah Takahiro, dan dia bangkit dari duduknya, untuk membuka pintu. Ada tamu sepertinya. Dalam hati, Kyoko berharap bahwa ada keajaiban dan yang menekan bel adalah Hiroshi. Mudah-mudahan itu benar.
“Hai Minna! Sepi sekali rumah ini… Kok, ada Kyoko-Chan? Mana Hiro-Chan?”
Aduh. Kenapa Mi-Chan yang datang? Kyoko memalsukan senyumnya untuk menyapa Mi-Chan, dan dia kembali menjelaskan soal matematika ke Takahiro. Walaupun dia sekarang adalah siswa Senmon Gakkou yang bergerak di bidang tata boga, tapi semasa SMA, Kyoko adalah murid yang rajin dan berprestasi.
“Kyoko-Chan, hari ini tidak jadi jalan dengan Hiro-Chan?” tanya Mi-Chan lagi, tanpa menunggu jawaban atas pertanyaan sebelumnya.
“Ano…. Tidak, Hiroshi harus membantu ayahnya di restoran… ada pegawai yang tidak masuk katanya” jawab Kyoko setengah niat.
“Ah… Menyebalkan ya…. Tadinya aku cuma mau numpang makan siang disini….. Orang tuaku sedang pergi dua-duanya, tidak ada yang masak di rumah” Mi-Chan duduk di sofa dengan asalnya, sambil menatap ke meja, tempat dimana Takahiro dan Takashi mengerjakan tugas musim panas mereka. Mi-Chan mengintip buku PR anak-anak itu. “Sulit sekali soal-soal matematika anak jaman sekarang”
“Mi-Chan kan tidak pernah bagus nilainya…..” komentar Takahiro tanpa melihat wajah lawan bicaranya.
“Dulu sering sekali mencontek PR Aniki” Takashi ikut-ikutan bersuara. Kyoko diam saja sambil berusaha tetap tenang.
“Huh….” Mi-Chan bersandar, menggembungkan pipinya sambil menatap ke langit-langit. “Kyoko-Chan”
“Ya?”
“Habis membantu mereka mengerjakan tugas, apa acaramu tanpa Hiro-Chan?”
“Ano…. Tidak ada, mungkin aku harus beristirahat atau menyiapkan dress untuk pernikahan besok” jawab Kyoko asal.
“Kalau kita pergi jalan-jalan berdua bagaimana?”
“Eh?”
“Ayo, daripada tidak ada kerjaan”
“Tapi…”
“Ah, apa sulitnya menyiapkan dress, ayo…. Aku jadi gantinya Hiro-Chan ya? Tapi aku tidak bisa menyetir mobil, mohon bersabar ya dengan jadwal bis di sini yang jarang-jarang, tidak seperti di Tokyo”
“Eh aku…”
“Ah sudahlah, tidak usah malu-malu, kita pergi sehabis ini, Oke?”
------------------------------
“Pancake disini enak sekali lho…. Kamu mau pesan yang apa?” tanya Mi-Chan. Dia dan Kyoko ada di sebuah café di pusat kota Mito. Mi-Chan tampak cerah ceria, tapi Kyoko terlihat suram. Kenapa coba dia setuju untuk pergi berdua bersama Mi-Chan, makan pancake di café? Mikir apa dia.
“Ano… Tidak tahu, terserah Amami-San saja…” Kyoko menyerah, dia tidak tahu harus memilih apa. Perasaannya campur aduk karena rasa cemburu yang luar biasa memenuhi isi kepalanya. Mi-Chan lalu memilihkan pancake untuk dimakan oleh mereka berdua, tanpa bisa membaca air muka Kyoko yang terlihat tidak nyaman.
“Kok memanggilnya masih Amami-San? Panggil Mi-Chan saja…. Kamu kan pacarnya Hiro-Chan”
“Hehe” tawa Kyoko dengan canggungnya sambil meminum sedikit demi sedikit teh hangat yang ada di tangannya.
Kontras, walaupun dua-duanya berambut pendek, tapi Kyoko feminin dan Mi-Chan tomboy. Mi-Chan bercelana pendek, dengan T-shirt tipis dengan design yang quirky. Sedangkan Kyoko lebih sering memakai rok daripada celana.
“Bagaimana Ibaraki, indah kan?”
“Ah iya, berbeda dengan Tokyo” jawab Kyoko seadanya.
“Tokyo ramai, dan disini tenang, tapi walau begitu, aku lebih ingin ada di Tokyo…. Coba saja kalau aku jadi kuliah disana….. Mimpiku ketinggian tapi hahaha….”
“Hehe”
Duh, apa jadinya kalau dia kuliah di Tokyo. Pasti tidak akan ada Tanabe dan Kaede. Yang ada pasti nanti Tanabe dan Amami. Apalagi mereka kan sepertinya teman dari masa kecil. Teman masa kecil, ketika dewasa dan kuliah jauh dari orang tua biasanya saling ketergantungan. Dari saling ketergantungan, mereka akan berpikir, kalau tinggal bareng mungkin lebih efektif. Sehabis tinggal bareng, ya, apapun bisa terjadi. Dari tetangga apartemen seperti Sakurai dan Marie saja bisa jadi apa-apa. Dari tetangga apartemennya teman seperti kisah Kana dan Okubo saja bisa jadi apa-apa.
Apalagi kalau tinggal bareng? Apalagi kalau mereka teman dari masa kecil? Baru kenal saja bisa pacaran. Sudah lama akrab seperti Yusuke Kamiya dan Marie saja tidak jadian sampai sekarang.
Duh, kenapa sih, pikir Kyoko. Kenapa pikirannya jadi liar seperti ini? Kenapa dia mikir yang enggak-enggak setiap ada Futaba Amami alias Mi-Chan? Padahal dari semalam, pikirannya sudah agak tenang setelah mendengarkan omongan ayahnya Hiroshi.
Dan Kyoko jadi menyesal, kenapa tidak dari pertama dia bertanya banyak soal Mi-Chan, kepada ayahnya Hiroshi dan Hiroshi. Kalau saja ia berani bertanya, mungkin kecurigaan dan kekhawatirannya bisa menghilang, apapun jawaban mereka.
“Orang tuaku melarangku kuliah di Tokyo sih… Katanya khawatir aku kenapa-napa, padahal kalau aku di Tokyo, Hiro-Chan bisa menjagaku….. Dan mungkin aku bisa lebih cepat kenal dengan kamu…”
“Ano…”
“Sumimasen… dozo….” Seorang waitress memberikan pesanan Kyoko dan Mi-Chan kepada mereka. Kyoko melihat ke arah pancake yang tampaknya menggoda itu, tapi dia tidak merasa tergoda olehnya. Isi kepalanya Cuma rasa cemburu dan khawatir. Entah khawatir akan apa.
“Jadi kalian Cuma sampai pertandingan basket antara alumni dan tim SMA kami saja ya di Ibarakinya?”
“Iya” jawab Kyoko pelan, sambil pura-pura berselera melihat pancake yang ada di hadapannya.
“Coba lebih lama lagi….”
“Hehe”
“Aku sudah lama tidak ketemu dengan Hiro-Chan soalnya, banyak hal yang mesti diobrolkan dan dilakukan, apalagi ada kamu disini”
Lama? Kan dia baru pulang ketika tahun baru? Ini belum sampai setahun lho? Sebegitu kangennya kah kamu dengan Hiroshi, Mi-Chan?
Ah, tolol. Kyoko saking kesalnya pun tidak sempat mengobrolkan hal ini via mail ke Marie. Dia selalu silent dan memendam sendiri kekesalannya di Ibaraki. Tiap dia mau mengirim mail pada Marie, dia selalu lupa, mungkin karena dia sedang mode liburan. Liburan yang mengesalkan tapinya.
“Ano kamu…. Dengan Hiroshi…” Kyoko menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Ia tampaknya sudah tidak tahan lagi atas semua tekanan-tekanan dan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.
“Kenapa?” jawab Mi-Chan sambil melahap pancakenya dengan riang.
“Ah.. .Tidak” Kyoko membuang mukanya sambil menarik nafas panjang.
“Kenapa kamu?”
“Eh?”
“Kesal ya karena Hiro-Chan dibajak oleh Ojisan?”
“Ah iya…..”
“Ojisan memang begitu kalau ada yang absen dari dulu….. Hiroshi selalu dibajak, sering sekali mendadak dia membatalkan janji denganku kalau restorannya Ojisan butuh tambahan orang….”
“Hmmm” Kyoko tak nyaman mendengarnya. Entah kenapa dia rasanya ingin packing malam ini dan pulang ke Tokyo saja. Mi-Chan bicara seolah-olah hubungannya lebih berarti daripada hubungan Hiroshi dengan Kyoko. Dan Kyoko sendiri tidak tahu apa sebenarnya hubungan Mi-Chan dengan Hiroshi. Iya teman, tapi sedalam dan sedekat apa dia sendiri pun tidak tahu.
“Atau jangan-jangan kamu kesal kepadaku?” tembak Mi-Chan.
“!” Kyoko kaget. Mendadak ia terpaku. Dia meremas alat makannya, dan menatap ke pancakenya yang dari tadi belum ia sentuh sama sekali.
“Kamu dari tadi tidak makan sama sekali dan terlihat tidak nyaman bicara denganku… Ah, sial… Kenapa sih semua pacar Hiro-Chan seperti ini” Mi-Chan menghentikan makannya dan dia menutup mukanya, seperti mencuci muka dengan air imajiner.
“Eh?”
“Duh….” Mi-Chan meringis dan dia menatap Kyoko dengan senyum tak enak. “Aku… Ahahahaha…. Kamu pasti, pasti tidak nyaman sekali dengan aku ya?"
“Aku…. Itu…. Ah… Maaf, Amami-San, aku terus-terusan bertanya-tanya, tentang kamu dan Hiroshi, dan aku sampai……”
“Sampai tidak nyaman, ingin putus dengan Hiro-Chan, iya, aku paham” Mi-Chan masih meringis.
“Ano…. Tidak sebegitunya sih……. Tapi, aku benar-benar tidak paham Amami-San itu siapa, dan Hiroshi juga jarang sekali cerita soal Amami-San…… Dia Cuma bilang punya sahabat yang senang bermain basket one on one dengan dia… Aku tak tahu kalau itu Amami-San….” Mendadak Kyoko meracau, mengeluarkan apa yang ada di dalam pikirannya tanpa sadar. Mungkin emosinya memuncak dan dia akhirnya bisa bicara apa adanya.
“Ah anak itu……” Mi-Chan menarik nafas dalam-dalam dan dia tersenyum manis ke arah Kyoko. “Aku akan cerita panjang lebar. Ini cerita yang sama, yang aku ceritakan ke semua pacar atau ke cewek yang suka pada Hiro-Chan”
“Ano… Tidak, aku hanya….” Dasar Kyoko, masih saja dia merasa tak enak walaupun orang itu sudah ingin open up pada dirinya.
“Jadi begini…. Aku sedikitpun, tidak pernah, tidak mau dan tidak akan suka pada Hiro-Chan, dan aku yakin dia juga merasakan hal yang sama……” Mi-Chan berhenti sejenak, dan dia menggenggam tangan Kyoko erat-erat “Aku dari sejak TK, sudah kenal dengan Hiro-Chan. Kami tinggal sekompleks, satu TK, SD, SMP, SMA…. Dan kami sama-sama suka basket….. Ya, aku selalu satu klub basket dengan dia, dan memang, banyak yang menggosipkan kami… Apalagi ketika SMA, ketika sedang getol-getolnya orang pacaran…. Hiro-Chan memang tak pernah cerita soal aku begitu detail ke orang lain mungkin karena memang dia merasa tak perlu saja…..”
“Ah…” mendadak rasa khawatir dan penasaran Kyoko menipis.
“Dan aku punya pacar… Satu perkuliahan denganku…. Besok ketika pernikahan Tecchan kamu bisa ketemu dia, jadi mungkin orang-orang akan berhenti bergosip soal aku dan Hiro-Chan…..”
“Maaf aku…”
“Tidak, wajar kalau kamu merasa tak nyaman dengan kami berdua…. Kadang Hiro-Chan suka lupa kalau aku anak perempuan, dan dia main toyor-toyor, atau kami rangkul-rangkulan seenaknya…. Tenang, Kyoko-Chan, tidak pernah ada perasaan apapun antara aku dan dia, sedikitpun tidak pernah ada” Mi-Chan tersenyum dengan manisnya ke arah Kyoko dan dia berbisik mendekat.
“Kalau terbayang pun, rasanya aneh… seperti incest…… Lagipula, keluarga Tanabe kan tidak punya anak perempuan, dan Obasan ingin sekali punya anak perempuan, jadi aku suka dianggap anak dan bebas keluar masuk rumahnya seperti itu……” bisik Mi-Chan.
“Aku jadi merasa tak enak dengan kamu dan Hiroshi” balas Kyoko.
“Tidak, tidak apa-apa, dan kami berdua suka telat menyadari kalau pacar-nya Hiro-Chan atau pacarku merasa cemburu… Mungkin karena kami anggap itu konyol mungkin ya?”
“Tapi, terimakasih sudah menjelaskannya kepadaku, Amami-San”
“Apa aku bilang tadi? Panggil Mi-Chan saja, tolong, lebih nyaman untukku…. Apalagi yang memanggil pacarnya Hiroshi…. Dan jangan bilang-bilang Hiro-Chan tapi, selama aku kenal dia, aku tidak pernah melihat dia semesra ini dengan perempuan, dan kamu harus tahu, waktu kalian baru pacaran, dia cerita terus kepadaku lewat mail seperti orang gila…. Apalagi waktu liburan tahun baru, aku sampai muak dengar namamu diceritakan tiap detik dan tiap ada kesempatan hahahahaha” tawa Mi-Chan.
“Eh?” muka Kyoko memerah mendadak. Sudah berkali-kali orang-orang yang dia temui di Ibaraki cerita soal hal seperti itu.
“Hiro-Chan biasanya tak tahan lama kalau punya pacar…. Selalu kalah dengan basket atau hal-hal lainnya……. Tapi sekarang, sudah setahun, wah… Prestasi untuk Hiro-Chan”
Kyoko speechless.
“Jangan khawatir soal aku ya…. Kalau kamu sama Hiro-Chan, apalagi Hiro-Chan yang sekarang, tampaknya kamu tidak perlu khawatir soal apapun…..” lanjut Mi-Chan.
“Hhh…” Kyoko menarik nafas panjang. “Baiklah”
“Nah, begitu dong, dan ini tahun baru kemarin, aku yang bicara panjang lebar seperti ini pada pacarku yang cemburu ke Hiro-Chan…. Ah, Hiro-Chan tidak pernah menjelaskannya pada siapa-siapa, jadi capek sendiri aku lama-lama” Mi-Chan menjulurkan lidahnya ke arah Kyoko dan melepas tangan Kyoko.
“Ah, aku harus minta maaf kepada Mi-Chan, sudah curiga”
“Ah… Aku yang harusnya minta maaf… Aku sudah dari awal ingin cerita, tapi tak bisa karena ada Hiro-Chan atau keluarganya….” Mi-Chan tersenyum dengan manisnya. “Dan aku senang akhirnya kamu memanggilku Mi-Chan… Begitu kan lebih akrab”
“Hehehe” tawa Kyoko dengan hati yang lebih lega.
Setidaknya kekhawatirannya soal Mi-Chan dan Hiroshi sudah menguap dari kepalanya.
“Jadi jangan khawatir ya…. Tenang saja, kalau nanti suatu saat Hiro-Chan membuat kamu menangis, atau mengecewakan kamu, aku orang pertama yang akan menghajarnya”
“Baik hahaha”
“Tapi jangan sampai”
“Tentu saja”
“Nah, ayo makan!!!”
“Mari, Mi-Chan”
Akhirnya Kyoko bisa makan dengan tenang, karena pikiran liarnya soal Futaba Amami alias Mi-Chan sudah tidak mengganggunya lagi. Mendadak dia jadi sangat menikmati Ibaraki. Ah, coba saja dari awal Mi-Chan sudah cerita soal hubungannya dengan Hiroshi. Tapi biarlah, walaupun telat, tentu Kyoko masih bisa menikmati Ibaraki sepenuhnya dua hari ke depan.
Dan dia, tentu tidak sabar melihat Hiroshi beraksi dengan tim basket SMA nya.
Kyoko tidak dapat menunggu lagi!!
------------------------------
BERSAMBUNG