Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

kyokob10.jpg


OKASAN NO HATSU KOI – PART 52
(my mom's first love)
------------------------------

latte_10.jpg

“Terus, dia bilang seperti itu?” tanya Yusuke Kamiya, sambil menyeruput kopi di depan wajahnya.
“Iya, maaf kalian sudah lihat itu..... Begitu kata Abe-Sensei” jawab Marie Taniguchi, menatap lekat-lekat ke mata Yusuke yang teduh.

Marie memperhatikan pria itu dalam-dalam. Dandanannya rapi, karena baru saja pulang part time di franchise toko buku ternama. Rambutnya dipotong pendek dengan rapi dan bersih. Ada facial hair tipis yang tampaknya belum dirapihkan. Napas pria ini teratur, terstruktur, dan benar-benar maskulin.

Tapi kalau diperhatikan lebih dekat lagi, jarinya lentik dan badannya tipis, untung tubuhnya tinggi. Tak heran, ketika dia tampil dalam persona Maria, dia benar-benar terlihat seperti perempuan yang cantik. Sehari-hari dia adalah pria tampan, tapi di panggung dia adalah wanita yang cantik.

“Berarti dia ada masalah dengan perempuan itu, siapapun dia….” Yusuke dan Marie sedang membicarakan kejadian kemarin, kejadian di mana Kana menemukan anaknya Abe-Sensei, Aoi yang tersesat di gedung Senmon Gakkou. Dan setelah dikembalikan pada orang tuanya, sang ibu langsung pergi, dalam suasana yang tidak nyaman.

Kyoko, berpendapat bahwa itu hanya ribut-ribut kecil di antara kedua orang tua itu, karena si anak hilang dari pangawasan. Kana, tidak bisa menyimpulkan apa-apa. Dia hanya sedih, karena boneka yang diberikan olehnya untuk Aoi, jatuh di lift, tidak diambil lagi. Selain itu, dia tidak mau membicarakan apapun tentang kejadian kemarin. Dia pasti banyak memikirkan tentang Abe-Sensei, apapun itu. Yang pasti, apapun hubungan di antara sang dosen dan perempuan itu, memikirkannya saja akan membuat Kana patah hati.

“Dia tapi siapa ya, istrinya atau mantan istrinya? Atau malah bukan istrinya? Simpanannya?”

“Seorang simpanan muncul di depan publik? Berani sekali? Dan dari ceritamu soal Abe-Sensei, sepertinya orang itu tidak mungkin punya simpanan… Lagipula dosen di Senmon Gakkou kan tidak kaya-kaya amat, punya uang darimana untuk memelihara dua keluarga?” balas Yusuke panjang lebar.

“Benar juga kamu…. Atau bisa juga mereka tidak menikah dan punya anak bersama”
“Bisa jadi, tapi yang pasti hubungan mereka berdua pasti tidak baik”

“Iya….” Marie menarik napas panjang, memperhatikan Yusuke yang sedang membakar rokoknya. “Kasihan Abe-Sensei….. mukanya ketika anaknya dibawa pulang itu… Benar-benar seperti sedang merasakan kesakitan”

“Kalau mereka pasangan yang sedang dalam proses cerai, terbayang sih… Karena biasanya anak dibawah umur kan hak asuhnya diambil oleh ibunya, dan sang ayah tidak bisa apa-apa, kecuali kalau ayahnya menikah lagi, ya begitu deh… memusingkan” Yusuke ikut-ikutan menarik napas panjang.

“Kasihan ya anak-anak yang terseret dalam pertengkaran orang tuanya… Aku mungkin tidak mengalami, tapi rasanya pasti menyedihkan” Marie teringat soal cerita Kana, yang orang tuanya bercerai dan sekarang ibunya entah ada di mana.

“Sebenarnya bisa, anak tidak jadi korban dalam urusan orang tua. Cuma kadang-kadang orang tua lebih sering memakai emosi untuk urusan pribadi mereka” senyum Yusuke tipis, sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.

“Mudah-mudahan aku tidak akan pernah menjadi orang tua yang buruk seperti itu” balas Marie.
“Mudah-mudahan”

“Eh, nanti jadi mampir ke apartemen?” tanya Marie ke Yusuke.
“Jadi tentunya….”

“Haha, aku ingin kita berpapasan dengan Okubo, lucu melihat tingkah anehnya kalau dia berpapasan dengan aku” tawa Marie mengingat orang brengsek yang menipu Kana itu. “Eh Yusuke-Kun, ano…” Marie tampak berpikir sambil menatap lelaki itu.

“Kenapa?”

“Dari sejak kita pertama kenal, aku tidak pernah sekalipun main ke apartemenmu….. Bagaimana kalau aku sekali-kali mampir?” senyum Marie lebar sekali. Yusuke mendadak diam, menatap Marie dengan tatapan teduh yang penuh misteri.

“Hmm…” lama sekali jeda antara pertanyaan Marie dengan suara yang keluar dari mulut Yusuke tersebut.

Marie menatap aneh ke arah muka Yusuke. Kenapa jawabannya lama sekali keluar dan tampaknya ia butuh waktu untuk berpikir atas pertanyaan simple itu?

“Boleh sih… Tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ya?”
“Kenapa? Berantakan ya apartemenmu?”
“Ya… Berantakan” jawab Yusuke mengulang perkataan Marie.

Marie mengangguk, mencoba mewajarkan jawaban Yusuke, tapi tampaknya, jawaban itu seperti mengganjal. Seperti ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Yusuke. Apakah dia seperti Okubo juga? Punya pasangan yang disembunyikankah dia? Atau mungkin apartemennya benar-benar berantakan.

Eh tunggu, kalau Yusuke punya pacar pun, dia dan Marie bukan siapa-siapa. Mereka berdua hanya berteman terlalu akrab sekarang. Dan Marie pun sadar, dia tidak punya hak untuk curiga apapun pada Yusuke Kamiya, karena mereka berdua memang bukan siapa-siapa.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

3002_010.jpg

“Kana, makan malam bersama yuk? Aku dan Kyoko sedang mencarimu. Kamu di mana? Hiro-Tan bilang kelas kalian sudah selesai dari sejam yang lalu.”

Kana melihat mail yang masuk dari Marie itu, lalu dia menutupnya. Dia menarik napas panjang dan menatap ke kuil Meiji Jingu yang megah dari kejauhan. Dia baru saja dari sana, berdoa sebentar, dan menikmati kesendiriannya. Hutan kota yang terletak berseberangan dengan distrik Harajuku itu memang menenangkan hati, terutama di sore hari menjelang malam di musim panas ini.

Dia tidak menyesali keputusannya untuk jalan sebentar ke sini. Dengan jarak yang dekat dari Omotesando, dia sudah bisa lepas dari segala keramaian kota Tokyo.

Sekarang dia berjalan menjauh, untuk segera pergi ke stasiun Harajuku atau Omotesando, dan segera pulang ke Roppongi, tempat di mana rumahnya berada. Di dalam tasnya masih ada boneka beruang kecil yang tadinya dia berikan kepada Aoi Abe, anak dari Abe-Sensei, sewaktu anak itu tersasar di dalam gedung Senmon Gakkou. Boneka itu jatuh di lift ketika Aoi dibawa paksa pulang oleh seorang perempuan yang kemungkinan besar adalah ibunya. Alias istri dari Abe-Sensei.

Kana mengintip sebentar ke arah handbag nya, dan dia melihat boneka itu tergeletak dengan manisnya di dalam sana. Dia menelan ludahnya sendiri, sambil memikirkan raut muka Aoi yang menangis memanggil-manggil ayahnya. Ada apa sebenarnya di keluarga Abe-Sensei?

Kana terus menyusuri jalanan yang dipagari oleh pepohonan teduh, sambil melihat ke arah mana yang tidak ada ujungnya itu. Kenapa dia memilih untuk mengidolakan Abe-Sensei di dalam hidupnya? Kenapa dia selalu memikirkan dosennya itu?

Dia terus memperhatikan, jalan, sampai dia tersenyum sendiri, ketika melihat sesosok laki-laki yang mirip Abe-Sensei dari kejauhan, berdiri di atas jembatan, mengintip ke arah sungai. Bodoh kamu Kana, semua laki-laki yang tipe begitu selalu membuatmu membayangkan Abe-Sensei. Tolol, pikirnya. Dia berjalan perlahan dan semakin dekat, sampai kemudian dia cukup bisa melihat raut wajah lelaki itu.

Mendadak Kana tercekat.

Tidak, orang itu tidak mirip dengan Abe-Sensei. Dia adalah Abe-Sensei itu sendiri. Kana merasa sesak, membayangkan kejadian waktu itu, sambil menatap ke arah Abe-Sensei yang sedang melamun, sambil meminum kopi kalengan dalam diamnya.

Kalau Kana menyebrangi jembatan itu, Abe-Sensei pasti menyadari kalau dia ada. Tapi, tidak ada jalan lain yang menuju stasiun selain jembatan itu.

Ya, mau tak mau dia harus saling bertegur sapa dengan Abe-Sensei. Kana mulai melangkah di atas jembatan, dan suara sepatunya, membuat sang dosen melirik ke arahnya.

“Ah, Mitsugi-San, Konnichiwa” senyum Abe-Sensei dengan muka yang amburadul.
“Konnichiwa Sensei….” Kana menundukkan kepalanya dalam-dalam, dengan senyum yang ia paksakan.
“Tidak bersama teman-temanmu?”
“Tidak Sensei…”

“Haha, baiklah… Selamat menikmati sore ini” Abe Sensei membuang mukanya dari arah Kana, tersenyum kecil dan terus menatap ke arah air sungai yang mengalir pelan itu. Kana diam. Dia tidak mampu berjalan menjauh dari tempatnya berdiri, dan dia menatap muka Abe-Sensei. Umurnya berada di pertengahan 30 tahunan. Tapi entah mengapa, sore ini, mukanya terlihat begitu tua dan lelah.

Kantung matanya begitu jelas terlihat, dan dia sepertinya sedang memikirkan banyak hal. Cukup dilihat dari rautnya saja, orang sudah bisa menebak kalau orang ini sedang diterpa suatu masalah.

“Ano… Sensei…” tegur Kana, sambil berjalan mendekat, dan berdiri di sebelah Abe-Sensei, dengan senyum seadanya.
“Ya?”

“Ini… Bolehkah aku menitip ini untuk Aoi?” Kana memberikan boneka beruang kecil itu untuk Abe-Sensei. Abe-Sensei tersenyum tipis dan menerimanya dengan baik. “Sejak pertama kali kenal Sensei, Sensei selalu menyemangatiku untuk mengejar keinginanku. Dan aku belum berterima kasih dengan cara yang benar.. Mungkin boneka untuk Aoi itu adalah tanda terima kasihku” Kana menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan canggung ke arah Abe-Sensei.

“Terima kasih” jawab Abe-Sensei pelan. Dia memegang boneka itu dengan tangannya dan dia menatap lekat-lekat ke boneka itu.
“Aoi-Chan lucu sekali ya, tolong sampaikan salam dariku kepadanya” Kana berusaha berbasa-basi kepada Abe-Sensei.

Tapi Abe-Sensei hanya menatap Kana dengan tatapan kosong. Mukanya seperti bingung. Dia seperti ingin menjawab, tapi tak tahu harus darimana dan bagaimana menjawabnya..

“Nanti aku sampaikan kalau bertemu” jawabnya pelan, sambil kembali menatap ke boneka beruang kecil itu. Dia menatapnya lekat-lekat, sambil menarik napas panjang, lalu menutup mata dan sepertinya ada banyak yang ia pikirkan soal Aoi.

Kalau bertemu, katanya. Kana bingung dan dia menatap ke arah dosennya, sambil menduga-duga, apa yang terjadi pada Abe-Sensei sebenarnya. Mereka berdua diam cukup lama, dan sang dosen menyadari bahwa jawabannya menghadirkan pertanyaan baru dalam kepala Kana.

“Ya, anakku tinggal bersama istriku”
“Oh…”
“Nanti kalau ada kesempatan aku bertemu dengannya, akan kuberikan boneka ini” senyum Abe-Sensei dengan muka tertekan.

“Baik Sensei” anaknya tinggal bersama istrinya? Apa maksudnya? Mereka tinggal terpisah? Istrinya tinggal di luar kota? Atau mereka sudah berpisah?

“Maaf kalau membuatmu bingung, tapi aku sedang dalam proses perceraian” lanjut Abe-Sensei. “Ah, aku bicara terlalu banyak soal diriku… Maaf” Abe-Sensei melihat ke arah langit, sambil entah membayangkan apa.

Kana menelan ludahnya, dan dia merasa tidak enak karena dia sepertinya sudah mencampuri urusan keluarga Abe-Sensei. Dia lantas menarik napasnya panjang, mencoba untuk bersikap wajar.

“Ah, tidak apa-apa Sensei… Saya pulang dulu, terima kasih atas waktunya” Kana membungkuk lagi, dan dia kemudian berlalu dengan langkah yang agak dipercepat.

“Baik, Mitsugi-San, sampai bertemu”
“Sampai bertemu Sensei”

Kana jalan menjauh perlahan, sambil sedikit melirik ke arah dosennya yang sedang merenung itu. Tanpa sadar, dia membalikkan badannya, dan dia berseru dengan agak keras ke Abe-Sensei.

“Sensei, kalau butuh teman bicara…. Aku mungkin bisa dijadikan teman ngobrol, karena aku pernah ada di posisi Aoi” senyum Kana.
“Baiklah….” Abe-Sensei mengangguk, menatap ke arah Kana yang berjalan menjauh. Kana membalikkan badannya lagi, berjalan ke arah stasiun, sambil menarik napas panjang, lagi-lagi napas panjang.

Setidaknya, kini dia tahu apa yang mengganggu Kazuo Abe Sensei. Dan sebagai anak dari keluarga yang bercerai, dia tahu bagaimana rasanya menghadapi masalah seperti itu. Dalam hati, dia juga berharap, Abe-Sensei dapat melaluinya dengan baik.

Dan yang ada di kepala Kana sekarang, hanyalah senyum lucu Aoi-Chan ketika digendong olehnya. Mudah-mudahan, boneka beruang itu sampai dengan cepat ke tangan Aoi. Kana tersenyum kecil, membayangkan Aoi memeluk Kuma-Chan.

Andai ia bisa kembali ke kuil Meiji Jingu, dia pasti akan mendoakan agar masalah Abe-Sensei cepat beres.

Setidaknya, dia ingin membalas seluruh kebaikan Abe-Sensei padanya ketika SMA, sehingga dia mempunyai mimpi untuk berkarier di bidang kuliner. Inilah saat yang tepat untuk mengucapkan terima kasih, dengan mencoba menjadi telinga untuk Abe-Sensei.

Hati Kana, sekarang lebih tenang.

------------------------------
------------------------------


haruko10.jpg

“SEREMMMMMMMMMMMM” Shirley meringkuk di atas karpet, di dalam lindungan selimut lucu yang ngebungkus badannya. Aku narik napas, sambil nunggu dia nyalain lampu kamarnya lagi lewat handphone.

“Keren filmnya ya” aku dan Shirley habis nonton film horor, di kamar tidur Shirley. Kamar tidurnya gede banget, segede studio Papa. Kamarku cuman seperempat kamarnya Shirley gedenya. Dan interiornya bener-bener asik, ngegambarin kalau yang tinggal di dalam kamar itu adalah anak gaul Jakarta jaman sekarang.

teen-g10.jpg

“Bagus cuman serem! Kok elo gak ketakutan sih?” bingung Shirley sambil ngeliat aku yang sedang santai-santai di karpet, makan cemilan yang disediain sama Tante Anggia. Malam ini, aku nginep di rumah Shirley. Aku bilang pengen ngobrolin soal kejadian kemaren-kemaren itu, yang mendadak aku diajak pacaran sama Reyhan. Kata Shirley, mending sambil movie night aja yuk, elo yang pilih filmnya.

Dan aku pilih genre favoritku. Horor.

“Kenapa mesti takut, kan itu cuman film”
“Kalo kejadian kayak gitu gimana? Serem ada orang berubah jadi kalong… ngeri…” Shirley manyun sambil ngambil cemilan yang sama.

“Kayaknya gak mungkin deh kejadian di dunia nyata….” jawabku biasa aja.
“Tapi keren sih….. Tahun 2000 belasan, film Indonesia efek sama make up nya keren banget gitu… Biasanya kan suka kalah sama film-film holiwud” komentar Shirley.
“Banget… Tapi lo ngerasa gak sih, kalo ada beberapa bagian yang aneh, kayak loncat-loncat gitu?”

“Yang pas kakaknya sama pacarnya balik dari pastur terus marahan di apartemen tiba-tiba lompat?” balas Shirley.
“Ho-oh, sama yang pas di Bali, yang ceweknya lagi proses berubah, yang cuman bedua sama cowoknya, abis ciuman terus udah aja, kayak loncat gitu” bingungku.

“Disensor kali” tawa Shirley.
“Sensor? Sensor apaan?”
“Adegan dewasa”
“Ngapain film horor ada adegan gitunya?” aku malah tambah bingung.

“Ah elu mah” Shirley tampak kesel-kesel lucu. Dia keluar dari selubung selimutnya dan dia berdiri. Dia lucu banget malam ini, pake hot pants dan t-shirt yang keliatannya bahannya enak banget buat dipake tidur. Shirley terus jalan ke arah WC, gak tau mau ngapain, mau ngurusin urusan pribadi, kayaknya.

Ngomong-ngomong, aku inget film ini dari Okasan. Katanya dulu pas lagi hamil aku, dia diundang ke screening film ini. Wajar sih, orang yang ngisi soundtracknya Hantaman. Filmnya keren dan absurd, dan mungkin karena nontonnya pas lagi hamil aku, aku jadi demen sama yang horor-horor. Rame aja, sport jantung, sama bikin penasaran sama misterinya.

“Nah…. Udah beres, awas aja kalo ntar lo rekomendasiin horor lagi, gak bakal gue kasih advice fashion lagi” Shirley dateng dan dia ngelempar badannya di atas kasur. Aku ngelirik dia sambil senyum tipis, karena aku masih mikirin soal Reyhan. Sementara, di tivi, ending credit film yang kita tonton tadi udah muncul

lelawa10.jpg

LELAWAH

RAZI – AJISAKA DOLMEN
SHENNY – KAREN NATAMIHARDJA
SANDI – ARIF PUTRAAN
KATY – NATALIE WINONA
ASRUL – ARSANAYA ARBINAMA
PAK EMAN – ROLAND SURAKARTA
KI KROMO – SUTEDJA DJIWA
DR. IDA BAGUS RAKSA – MADE EKA KARSA
ROMO FELIX – BAMBANG SLAMET

KOMANG – AGUNG KRISNHA
KADEK MANTRA – WAYAN EKA
MEN BAGUS – NI PUTU SULASTRI
IBU WARTEG – SURATMI


SOUNDTRACK EXCLUSIVELY COMPOSED AND PERFORMED BY HANTAMAN

“Loh…. Jadi yang meranin Shenny itu Karen Natamihardja? Hahaha….” tawa Shirley.
“Eh, emang kenapa?”
“Gue pernah denger nama itu dari nyokap…. Itu mantannya Papanya Alika” sambungnya dengan muka iseng.

“Wah gila hahaha… Papanya Alika pernah pacaran sama artis ya?” aku senyum lebar. Gak nyangka aja ada orang di lingkunganku yang pernah pacaran sama orang terkenal.

“Dih… Segitunya bokap elu kan orang terkenal juga….”
“Eh, iya ya?”

Sementara, aku masih mikirin apa yang Reyhan bilang ke aku waktu itu. Aku gak tau harus jawab apa. Tapi yang pasti aku gak mau pacaran sama dia. Aku sama sekali gak kepikiran pacaran di umur segini. Aku masih anak-anak, menurutku. Rasanya pusing mikirinnya. Tapi aku juga gak tau, kalau nolak, bikin dia sakit hati gak ya? Dan dipikir-pikir, ngobrol sama dia enak juga. Eh, kok jadi kepikiran Kak Rendra? Kenapa? Kenapa dia tiba-tiba muncul di pikiran?

“Eh, ngomong-ngomong…. Shirley.. Gini”
“Stop”
“Stop?”

“Gue tau lo mau mulai ngomongin soal lo ditembak itu kan? Kasih napas gue dikit dong…… Masa habis digeber nonton horor yang semenakutkan itu langsung disuruh dengerin curhatan… Kira-kira dong non” kesalnya sambil berguling kecil di atas kasurnya yang besar itu. Ada tiga orang tidur di situ cukup kali, dan enaknya aku nginep di sini gak usah pake kasur tambahan.

“Yah gimana, susah banget mikirinnya” aku merengut, sambil bersandar di kasur. Kulurusin kakiku di karpet sambil menggerutu.

“Biasa aja lagian, kalo emang gak suka, bilang aja ga mau…. Susah amat sampe mesti curhat ke orang lain segala” tawa Shirley.
“Eh, kan elu yang nawarin nginep di sini… Kan jadinya gue bisa ngobrol panjang lebar……..” potongku.

“Gue nawarin nginep karena pengen ngobrolin yang laen, kasus lo mah…. Biasa banget kali….. Gitu aja sampe pengen ngebahas mulu, untung lo diem pas filmnya maen”

“Please deh.... kan gue ga pernah ditembak oranggg…..” kesalku sambil ngulet di karpet. Kok kesel jadinya. Niatan nginep mau ngobrolin itu, cuman dijawab gitu doang.

“Ya belajar, belajar buat nolak”
“Kalo cowoknya bete gimana?”
“Orang kalo udah nembak, dia juga udah siap nerima resiko ditolak, gimana sih….” Shirley malah main handphone.

“Hmph” aku menggerutu sambil natap Shirley dengan mata sinis. Aku belum cerita, cuma ngasih info dikit, langsung ditutup diskusinya. Terus nginep-nginep gini buat apa? Masa cuman nonton film horor aja? Lagian Shirley takut pas tadi nonton. Gelagatnya udah kayak anak kucing keujanan aja, gemeteran gak puguh.

“Haruko…”
“Ya?”
“Tipe cowok lo yang kayak gimana sih?”
“Eh?”

“Tipe cowok lo kayak gimana?”
“Maksudnya?”
“Lo suka cowok yang kayak gimana?”

“Apaan sih” mendadak mukaku panas. Kenapa kok mendadak malu gak puguh gini sih huhuhu.

“Elo, Haruko Aya Rahmania, anaknya Om Arya Achmad dan Tante Kyoko Kaede, suka laki-laki yang kayak gimana?” Shirley ngelirik gue di tengah tidur-tiduran lucunya.

“Nggg ga tau”
“Lo pengen dipacarin sama cowok yang kayak gimana?”
“Gak tau”
“Susah amat jawabnya….”

“Gak tau ah” aku berdiri, sambil ngelempar tubuh, tiduran di sebelah Shirley. Rasanya muka ini panas banget. Karena, sejak tadi Shirley nanya, tipe cowok yang aku suka kayak gimana, ada satu nama yang terus terngiang-ngiang di kepala.

Kak Rendra.

Please Kak, tinggalin kepalaku ya? Malu nih. Please….

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 52

- Haruko Aya Rahmania (16) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Shirley Yuliana Akbar (15) anak bungsu Rendy dan Anggia

Kyoko's Timeline:

438be411.jpg



- Marie Taniguchi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou
- Kana Mitsugi (19) Teman akrab Kyoko di Senmon Gakkou

- Kazuo Abe (36) dosen di Senmon Gakkou
- Yusuke Kamiya / Maria (21) Vokalis band Rock, Maria's Mantra

Glossary :


Sensei : Sebutan untuk orang yang ahli dalam satu bidang tertentu (Chef, Guru, Mangaka)
Konnichiwa : Selamat Siang
Kuma : Beruang
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Thx updatenya om

Ow... Ow... Ow... Abe sensei sudah mau bercerai? Kana dapat duda akhirnya ;)
Tanpa disadari Haruko kepikiran Rendra terus... Tinggal nunggu Rendra nembaknya kapan :pandaketawa:
 
Dibahas tuntas sm Om RB.. Lelawah masih berhubungan sm cerita ini.. Haha walau cuma begitu..
 
Yaelah film ternyata,, kirain mau dibikin gmn kok nyambung kesini wkwk

Thanks update nya om
 
pas mikir mau apdet lelawah hari ini, eh ternyata.... udah tamat ya.... jadi balik lagi deh apdetnya setiap sabtu - selasa dan kamis :D

Mind blowing... timeline ending-nya lelawah bisa pas dengan Okanohako...
Bukti bahwa setiap jadwal update udah direncakan dengan sangat baik :beer:

Ditunggu lanjutan Haruko dengan cinta monyetnya..hehehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd